problematika menghafal al-qur’an di pondok...
TRANSCRIPT
i
PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN
ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
FARICHATUL CHUSNA
NIM 11114286
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN
ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
FARICHATUL CHUSNA
NIM 11114286
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
iv
v
vi
vii
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
لم القرآن وعلمه خيركم مه تع
“ Orang yang paling baik diantara kalian adalah seseorang
yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya “. (HR.Bukhori)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu Tapsiyah dan Bapak Ahmad Ihsan sebagai wujud baktiku padanya, yang
senantiasa mencurahkan kasih sayang dan doanya untukku.
2. Saudara-saudara (kang Sobarun, kang Basori, yu Umi, dan kang Najib) yang
selalu mendukung dan memberikan semangat.
3. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu
mendoakanku.
4. Sahabat-sahabatku (Ryda, Nunung, Mb Apip, Mira, Eka, Vera, Hima, Rizkiana,
Okta, Hana, Laela, Zubaid) yang selalu menemaniku dan memberiku semangat.
5. Keluarga besar PPTQ Al-Muntaha yang saya sayangi.
6. Teman-teman PAI angkatan 2014.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari
kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir skripsi dengan judul “Problematika Menghafal al-Qur‟an Di Pondok
Pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa
masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
x
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama
kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Pengasuh, ustadzah, dan santri PPTQ al-Muntaha Salatiga yang telah
memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di pondok
pesantren tersebut.
8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan
motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
9. PAI H, Keluarga PPL SMPN 1 Tengaran, dan kelompok KKN posko 126 Padas
yang telah memberikanku pengalaman hidup yang luar biasa.
Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat berdoa semoga
amal mereka mendapat balasan yang lebih baik dan mendapat kesuksesan dunia
akhirat, amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak
kekurangan baik isi maupun metodologi. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi semua orang pada umumnya.
xi
ABSTRAK
Chusna, Farichatul. 2018. Problematika Menghafal al-Qur’an Di Pondok Pesantren
al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018. Skripsi.
IAIN Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci: Problematika Menghafal al-Qur’an, Pondok Pesantren
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika menghafal al-Qur‟an
di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga. Pertanyaan yang
ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) apa saja problematika santri dalam
menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha. 2) Solusi apa saja yang
dilakukan oleh Pondok Pesantren al-Muntaha dalam mengatasi problematika dalam
menghafal al-Qur‟an.
Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan
metode kualitatif. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan wawancara, melalui
pengasuh, ustadz, pengurus dan santriwati, observasi, yaitu terkait dengan proses
pembelajaran santri maupun kegiatan santri dalam menghafal al-Qur‟an dan
dokumentasi.
Temuan peneliti ini menunjukkan bahwa: 1) Dalam proses menghafal al-
Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha banyak sekali ditemukan problem/masalah.
Problem tersebut diantaranya, pertama rasa malas, kedua kurang dapat membagi
waktu, ketiga pengaruh teknologi atau hp, keempat tidak menguasai makhorijul huruf
dan tadwid, dan kelima adalah teman yang buruk akhlaknya. Dari pihak pengasuh
maupun ustadz juga berpendapat bahwa problematika santri dalam menghafal al-
Qur‟an yaitu rasa malas, selain itu dengan adanya teknologi atau hp, mereka
disibukkan dengan aplikasi yang ada didalamya. 2) Sedangkan upaya pemecahan
problematika dalam proses menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha,
pertama adanya program dari pengurus yang berupa seluruh santri wajib
mengumpulkan hp mulai dari jam 17.30-22.00 dan semua santri wajib pulang ke
pondok sebelum jam 18.00, kedua program dari pengasuh yang meliputi semua santri
tidak boleh pulang ke kamar sampai acara ngaji selesai dan pada hari minggu semua
santri tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan pondok.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii
JUDUL ............................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................ vi
DEKLARASI ................................................................................................... vii
MOTO DAN PERSEMBAHAN...................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5
E. Kajian Peneliti Terdahulu.............................................................. 6
F. Sistematika Penelitian ................................................................... 8
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 9
A. Menghafal al-Qur‟an ...................................................................... 9
1. Pengertian Menghafal al-Qur‟an .............................................. 9
2. Syarat-syarat Menghafal al-Qur‟an .......................................... 11
3. Adab Menghafal al-Qur‟an ...................................................... 13
4. Metode Menghafal al-Qur‟an ................................................... 14
5. Keutamaan Menghafal al-Qur‟an ............................................. 17
6. Problematika Menghafal al-Qur‟an.......................................... 19
7. Kiat-kiat Menghafal al-Qur‟an ................................................. 23
8. Hukum Menghafal al-Qur‟an ................................................... 25
B. Pondok Pesantren ........................................................................... 28
1. Pengertian Pondok Pesantren ................................................... 28
2. Macam-macam Pesantren ........................................................ 29
3. Elemen-elemen Pondok Pesantren ........................................... .30
4. Metode Pengajaran Dalam Pondok Pesantren ......................... 32
5. Fungsi Pondok Pesantren ......................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 35
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..................................................... 35
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 36
C. Sumber Data ................................................................................... 36
D. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 37
xiv
E. Analisis Data .................................................................................. 39
F. Pengecekan Keabsahan Data.......................................................... 39
G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................... 40
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS .............................................. 43
A. Paparan Data .................................................................................. 43
1. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian ..................... 43
2. Temuan Penelitian .................................................................... 58
B. Analisis Data.................................................................................. 64
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 69
A. Kesimpulan.................................................................................... 69
B. Saran .............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Harian Santri ......................................................... 56
Tabel 3.2 Kegiatan Ekstrakurikuler Santri ....................................................... 58
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Nota Pembimbing Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
5. Lembar Konsultasi
6. Instrumen Pengumpulan Data
7. Kode Penelitian
8. Pedoman Wawancara
9. Hasil Wawancara
10. Dokumentasi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menghafal al-Qur‟an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji
dan mulia. Hukum menghafal al-Qur‟an adalah fardu kifayah. Apabila
sebagian orang melakukannya, maka gugurlah dosa dari yang lain (Badwilan,
2009: 23). Dalam ajaran Islam, menghafal al-Qur‟an merupakan sebuah
perintah dari Allah. Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah yang pertama
turun yaitu surat Al-Alaq yang dimulai dengan kata iqra’ atau perintah
membaca merupakan kata pertama dan alangkah pentingnya jika diulang dua
kali. Kata iqra’ yang terambil dari kata dasar qara’a pada mulanya berarti
„menghimpun‟. Arti kata ini menunjukkan bahwa iqra’ yang diterjemahkan
dengan „bacalah‟ tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca,
tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain (Syarifuddin,
2004: 20).
Adapun keutamaan membaca dan menghafal al-Qur‟an adalah
individu yang mengamalkan akan menjadi sebaik-baik orang, dinaikkan
derajadnya oleh Allah. Al-Qur‟an memberikan syafaat kepada orang yang
membacanya. Bahkan Allah menjanjikan akan memberi orang tua bagi
anaknya yang menghafal al-Qur‟an sebuah mahkota yang bersinar (pahala
yang luar biasa), hati orang pembaca al-Qur‟an senantiasa akan dibentengi
2
dari siksaan, hatinya menjadi tenang dan tentram, serta dijauhkan dari
penyakit menua yaitu kepikunan.
Seseorang yang ingin menghafalkan al-Qur‟an hendaknya membaca
dengan benar terlebih dahulu. Dan dianjurkan agar sang penghafal untuk lebih
dahulu lancar dalam membaca al-Qur‟an. Sebab kelancaran saat membaca
niscaya akan cepat dalam menghafalkannya. Seseorang yang sudah lancar
membaca al-Qur‟an pasti sudah tidak asing lagi dengan keberadaan ayat-ayat
al-Qur‟an, sehingga tidak membutuhkan pengenalan ayat dan tidak membaca
terlalu lama sebelum dihafal. Bacaan bukan hanya lancar saja, melainkan
harus baik, benar, fasih, serta benar-benar menguasai dan memahami ilmu
tajwid. Hal ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan terhadap materi
yang dihafalkannya. Jika bacaan salah maka hasil yang dihafalkan pun akan
salah, sehingga untuk memperbaikinya dibutuhkan ketelitian waktu relatif
lama. Kesalahan dari kebanyakan mereka yang bertekad dan berencana untuk
menghafal yaitu keliru dalam pengucapannya. Sehingga sebelum menghafal
seseorang harus mampu memperbaiki ucapan dan bacaan al-Qur‟an dengan
benar.
Saat ini kesadaran umat Islam untuk menghafal al-Quran semakin
besar. Buktinya banyak dijumpai pondok-pondok yang didalamnya
mengajarkan program tahfidz atau hafalan al-Qur‟an. Di pondok pesantren Al-
Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga yang berjumlah kurang lebih 60
santri mukim (menetap di pesantren), mayoritas santrinya adalah
3
menghafalkan al-Qur‟an. Sekian banyak santri yang mukim di pondok
tersebut, terdapat dua kelompok yaitu santri yang hanya mondok untuk
menghafal al-Qur‟an dan santri mondok untuk menghafalkan al-Qur‟an
sambil sekolah (MTS, MA, Kuliah).
Dilihat dari kondisi santri penghafal al-Qur‟an yang ada di pondok
pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga itu mayoritas santrinya
kuliah di IAIN Salatiga yang berbasis agama Islam, maka tidak menutup
kemungkinan santri tersebut dulunya ketika SMP/MTS atau SMA/MA sudah
mondok, baik di pondok salafiyah maupun pondok modern pasti telah
mengenyam banyak ilmu tentang al-Qur‟an.
Diantara santri memiliki hafalan yang berbeda-beda, secara garis besar
hafalan al-Qur‟an pada santri dikategorikan baik dan kurang baik. Hafalan
yang baik dapat dilihat dari ketepatan bacaan al-Qur‟annya (sesuai dengan
tajwid, serta kelancaran dalam mengucapkan hafalan). Sedangkan hafalan
yang kurang baik adalah ketika membaca belum sesuai dengan tajwid, kadang
masih terjadi kekeliruan dan kurang lancar pada hafalannya dikarenakan
kurangnya muraja’ah (pengulangan).
Untuk melestarikan hafalan al-Qur‟an dari kelupaan ialah dengan
menciptakan kreaktivitas takrir secara teratur. Upaya ini merupakan faktor
penting dalam rangka menjaga ayat-ayat al-Qur‟an yang telah dihafalnya agar
tidak hilang (Hafidz, 200: 85). Perangkat untuk memelihara dan menjaga al-
Qur‟an adalah menyiapkan orang yang menghafal al-Qur‟an pada setiap
4
generasi ke generasi dengan cara membentuk lembaga khusus (pondok
pesantren) untuk menghafal, menjaga dan memelihara al-Qur‟an. Hal ini
dimaksudkan ketika ada problematika dalam menghafal al-Qur‟an, seorang
penghafal al-Qur‟an ataupun seorang pengampu pondok pesantren (kyai
maupun ustadz/ustadzah) mampu memilih solusi yang tepat untuk
mengatasinya dan mampu meningkatkan mutu hafalan pada santrinya dengan
kaidah yang benar, yaitu dengan tadwid dan kefasihannya. Atas dasar
fenomena tersebut, mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian yang
berjudul: “PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK
PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA
TAHUN 2017/2018”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengajukan masalah
sebagai berikut:
1. Apa problem yang dialami santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok
Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga?
2. Apa solusi dalam mengatasi problem santri dalam menghafal al-Qur‟an di
Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga?
5
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui problem yang dialami santri dalam menghafal al-
Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
2. Untuk mengetahui solusi pada santri dalam mengatasi problem menghafal
al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo
Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan masalah dan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan
terkait dengan materi serta mengetahui dan menemukan metode dalam
menghafal al-Qur‟an.
2. Manfaat Praktis
Penelitian dapat menambah wawasan tentang bagaimana proses santri-
santri dalam menghafal al-Qur‟an.
a. Penunjang dalam pengembang pengetahuan peneliti yang berkaitan
dengan problematika santri dalam menghafalkan al-Qur‟an di pondok
tersebut.
b. Santri dapat termotivasi dalam menghafalkan al-Qur‟an.
6
c. Lebih memperluas dan memperdalam khazanah keilmuan yang
dimiliki peneliti khususnya dalam bidang keagamaan.
E. Kajian Peneliti Terdahulu
Pertama, skripsi atas nama Khoirul Huda (Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2010) dalam skripsinya “Problematika
Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an pada siswa kelas V di SDIT Muhammadiyah
al-Kausar Gumpang Kartasura Tahun ajaran 2009/2010”, menyimpulkan
bahwa kendala dan problem dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di SDIT
Muhammadiyah al-Kausar, yaitu:
1. Factor waktu: waktunya kurang lama.
2. Kurang melakukan pengulangan.
3. Kurang menggunakan media dan sumber belajar.
4. Factor peserta didik: belum mengetahui cara menghafal, tidak bisa
mengatur waktu, malas.
5. Factor tenaga pendidik: kurang tenaga pengajar.
6. Factor lingkungan: tempat menghafal hanya di dalam kelas.
Kedua, Maksur (UMS, 2008) dalam skripsinya “Problematika
Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an pada siswa kelas II MTs Al Irsyad Tengaran
Semarang tahun 2007/2008”, menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi
terdiri dari beberapa factor, yaitu:
1. Siswa: kurang lancar, malas, tidak mengetahui cara menghafal.
2. Guru: banyak kesibukan sehingga kurang waktu.
7
3. Metode pembelajaran: metode yang digunakan kurang variatif.
4. Materi pembelajaran: tidak ada materi tajwid.
5. Alokasi waktu: kurangnya waktu.
6. Media pembelajaran: belum maksimal dalam menggunakannya.
Ketiga, Subandi (UMS, 2012) dalam skripsinya “Problematika
Pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Lingkungan Masyarakat Kota (studi kasus
pada siswa kelas VIII MTs al-I‟tisham Wonosari Gunung Kidul Tahun
Pelajaran 2011/2012)” menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi terdiri
dari beberapa factor, yaitu:
1. Permasalahan siswa yang berkaitan dengan diri siswa sendiri.
a. Sikap malas dari siswa.
b. Bacaan siswa sering terbolak-balik.
c. Kurang menguasai ilmu tajwid.
d. Siswa enggan mengulang-ulang bacaan yang telah dihafal.
e. Waktu menghafal siswa kurang tepat yaitu setelah subuh.
2. Permasalaha siswa yang berkaitan dengan lingkungan.
a. Terdengarnya lagu dan music di sekitar MTs al-I‟tisham, baik dari
rumah warga ataupun dari pusat kota Wonosari.
b. Terbukanya aurat wanita di sekitar MTs al-I‟tisham, baik dari
tetangga ataupun pengguna jalan.
c. Dekatnya berbagai fasilitas hiburan dari MTs al-I‟tisham.
d. Dekatnya rumah warga dengan dengan MTs al-I‟tisham.
8
Dari penelusuran terhadap peneliti terdahulu, bahwa tidak ada satu
penelitianpun, yang meneliti tentang Problematika Menghafal al-Qur‟an Di
Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018 bisa
dinilai layak untuk dikaji lebih lanjut untuk dijadikan sebagai objek penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menyusun ke dalam 5 (lima) bab yang
rinciannya sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, focus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian peneliti terdahulu, dan
sistematika penulisan.
Bab II, Landasan Teori, berisi tentang landasan teori yang berkaitan
dengan objek penelitian.
Bab III, Metode Penelitian, berisi tentang pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,
analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV, Paparan Data dan Analisis, meliputi paparan data, dan analisis
data.
Bab V, Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Menghafal al-Qur’an
1. Pengertian Menghafal al-Qur‟an
Menghafal menurut kamus besar Bahasa Indoesia, bahwa
menghafal berasal dari kata dasar hafal yang artinya telah masuk
ingatan dapat mengucapkan diluar kepala tanpa melihat buku (Pusat
Bahasa, 2007: 381).
Senada dengan kamus bahasa Indonesia, menghafal dalam
Bahasa arab berasal dari kata hafizho-yahfazhu-hifzhon yang berarti
menjaga, menyamankan, dan memelihara (Junus, 2001: 105).
Selanjutnya orang yang hafal disebut penjaga, pengawal, pemelihara,
penghafal/diluar kepala (Soleh, 1999: 724).
Menurut As-Shobuny, al-Qur‟an adalah kalam Allah yang
melemahkan tantangan musuh (mu’jizat) yang ditirunkan kepada Nabi
atau Rasul yang terakhir dengan perantara Malaikat Jibril, tertulis
dengan beberapa mushaf, dipindahkan (dinulik) kepada kita secara
mutawatir, merupakan ibadah dengan membacanya, dimulai dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas (Munjahid, 2007:
26).
10
Al-Qur‟an menurut Bahasa adalah bentuk masdar dari qoro’a
yang berarti bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya
melihat dan menelaah. Secara istilah al-Qur‟an adalah kalam Allah
SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
mukjizat dan membacanya adalah ibadah (Syarifuddin, 1997, 46). Al-
Qur‟an adalah wahyu atau firman Allah SWT untuk menjadi pedoman
dan petunjuk bagi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT, tidak ada satu kitab pun didunia ini yang lengkap dan sempurna
seperti halnya kitab al-Qur‟an (Mardiyo, 1999: 23).
Menghafal al-Qur‟an ialah suatu proses menjaga dan
melestarikan kemurnian kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah
di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat
menjaga dari kelupaan, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya
(Munjahid, 2007: 74).
Menurut Achmad (2012: 166), menghafal al-Qur‟an
merupakan proses mengingat-ingat kembali sebuah wahyu dari Allah.
Dalam hal menghafal al-Qur‟an, penanaman wahyu yang diterima oleh
Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat Islam dengan
nama al-Qur‟an memberikan pengertian bahwa wahyu itu tersimpan di
dalam dada manusia, mengingat nama al-Qur‟an sendiri berasal dari
kata qira’ah (bacaan) dan di dalam kata qira’ah terkandung makna:
agar selalu ingat. Wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW pada
11
dasarnya telah terpelihara dari kemusnahan dengan dua cara utama:
pertama, menimpannya ke dalam dada manusia atau
menghafalkannya, dan kedua, mencatatnya secara tertulis di berbagai
jenis bahan yang bisa ditulis, semacam kulit binatang, pelepah kurma,
dan tulang belulang.
2. Syarat-Syarat Menghafal al-Qur‟an
Menghafal al-Qur‟an bukan merupakan suatu ketentuan
hukum yang harus dilakukan oleh orang yang memeluk agama Islam.
Oleh karena itu menghafal al-Qur‟an tidak mempunyai syarat-syarat
yang mengikat sebagai ketentuan hukum. Syarat-syarat yang harus ada
dimiliki oleh serang calon penghafal al-Qur‟an adalah syarat-syarat
yang berhubungan dengan naluri insaniyah semata. Syarat-syarat
tersebut ialah:
a. Niat Yang Ikhlas
Niat yang ikhlas dan matang bagi calon penghafal al-
Qur‟an sangat diperlukan, sebab apabila sudah ada niat yang
matang dari calon penghafal berarti hasrat dan kemauan sudah
tertanam dilubuk hati tentu kesulitan apapun yang
menghalanginya akan ditanggulangi.
Selanjutnya seorang penghafal al-Qur‟an harus
bersungguh-sungguh memperbaiki niat dan tujuannya, karena
suatu amal yang tidak berdasarkan keiklasan tidak berarti apa-apa
12
disisi Allah SWT. Menghafal al-Qur‟an termasuk perbuatan yang
baik dan merupakan ibadah yang paling mulia, maka harus diserati
niat yang ikhlas mencari ridho Allah SWT dan kebahagiaan
akhirat (Qori‟, 1998: 14).
b. Menjauhi Sifat Madzmumah
Sifat madzmumah adalah suatu sifat tercela yang harus
dijauhi oleh setiap orang muslim, terutama di dalam menghafal al-
Qur‟an. Sifat madzmumah ini sangat besar pengaruhnya terhadap
orang-orang menghafal al-Qur‟an. Karena al-Qur‟an adalah kitab
suci bagi umat islam yang tidak boleh dinodai oleh siapapun dan
dengan bentuk apapun (Rouf, 1996:75).
Diantara sifat-sifat tercela tersebut adalah: khianat, bakhil,
pemarah, membicarakan aib orang, iri hati, memutuskan
silaturrahmi, cinta dunia, berlebih-lebihan, sombong, dusta,
ingkar, pengumpat, riya‟, banyak cakap, banyak makan, angkuh,
meremehkan orang lain, penakut, takabbur, dan sebagainya. Sifat-
sifat tercela tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang
sedang dalam proses menghafal al-Qur‟an.
c. Izin Orang Tua, Wali atau Suami
Walaupun hal ini tidak merupakan suatu keharusan secara
mutlak, namun harus ada kejelasan, karena hal demikian akan
13
menciptkan saling pengertian antara kedua belah pihak, yakni
antara orang tua dengan anak, antara suami dengan istri, atau antara
wali dengan orang yang berada di bawah perwaliannya (Hafidz,
2000: 54).
3. Adab Menghafal Al-Qur‟an
Segala sifat dan karakter hendaklah selalu baik, dan menjaga
diri jangan sampai ada larangan al-Qur‟an yang dilakukannya. Hal itu
dilakukan demi mengagungkan dan menghormati al-Qur‟an Al-Karim.
Diharapkan tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan seruan
al-Qur‟an. Kemudian selain itu, harus menjaga kemuliaan diri dari
pribadinya. Berhadapan dengan orang-orang sombong (yang tidak
tunduk kepada al-Qur‟an) tidak boleh tunduk dan berlemah lembut,
dan jangan sampai terlihat hina dihadapan orang-orang yang justru
menentang al-Qur‟an. Sebaiknya perlu bertawadhu‟terhadap orang-
orang saleh, orang baik dan dermawan, serta terhadap orang miskin
dan fakir. Diharapkan sekali selalu tampil serius dan khusyu‟, penuh
karisma dan kalem (Nawawi, 1996: 65).
Sedangkan menurut Ahsin (1994: 65) etika orang yang hafal
al-Qur‟an ialah:
a. harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni berakhlak al-
Qur‟an.
14
b. Melepaskan jiwanya dari segala yang merendahkan dirinya
terhadap orang-orang ahli keduniaan.
c. Khusyu‟, sakinah dan waqar.
d. Memperbanyak sholat malam.
e. Memperbanyak membaca al-Qur‟an pada malam hari,
sebagaimana banyak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah.
Dari beberapa adab yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa adab-adab penghafal al-Qur‟an meliputi harus
bertingkah laku terpuji dan mulia, diharapkan sekali selalu tampil
serius dan khusyu‟.
4. Metode Menghafal al-Qur‟an
Banyak sekali metode-metode yang mungkin bisa
dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk
menghafal al-Qur‟an. Dan diharapkan bisa memberi bantuan kepada
para penghafal al-Qur‟an, metode-metode tersebut adalah:
a. Metode Wahdah
Metode ini digunakan dengan cara menghafal satu persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai
hafalan awal, setiap ayat biasa dibaca sebanyak sepuluh kali atau
dua puluh kali bahkan lebih. Sehingga mampu membentuk pola
dalam bayangannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan
pada ayat-ayat berikutnya. Dengan cara yang sama, demikian
15
seterusnya hingga mencapai satu muka. Setelah ayat-ayat dalam
satu muka telah dihafalnya, maka giliran menghafal urutan-urutan
ayat dalam satu muka.
b. Metode Kithobah
Kithobah artinya menulis. Pada metode ini penghafal
terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada
secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian ayat tersebut
dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalnya.
Menghafalnya bisa dengan metode wahdah atau dengan metode
yang berkali-kali menuliskannya sehingga ia dapat sambil
mengafalnya dalam hati.
c. Metode Sima‟i
Sima‟i artinya mendengar, yaitu mendengarkan sesuatu
bacaan untuk dihafalnya. Metode ini sangat efektif bagi penghafal
yang mempunyai daya ingat ekstra. Terutama bagi penghafal
tunanetra atau anak-anak yang masih kecil dibawah umur yang
belum mengenal tulis baca al-Qur‟an. Metode ini dilakukan
dengan dua alternatif:
1) Mendengarkan dari guru yang membimbingnya, terutama bagi
penghafal tunanetra atau anak-anak.
16
2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya
kedalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
d. Metode Gabungan
Metode ini adalah gabungan antara metode wahdah dan
metode kithabah yakni penghafal menghafalkan ayat-ayat sampai
hafal betul. Setelah selesai menghafalkan ayat-ayat sampai hafal
betul. Kemudian setelah selesai, penghafal mencoba menulis ayat
tersebut yang sudah dihafalnya diatas kertas. Jika ia mampu
memproduksi kembali ayat-ayat yang dihafal, dibaca secara
kolektif atau bersama-sama dipimpin oleh seorang instruktur
membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri bisa
menirukan secara bersama-sama.
e. Metode Jama‟
Metode ini adalah dengan cara menghafal yang dilakukan
secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara
kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur.
Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena
akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak
membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang
dihafalkannya (Hafidz, 2000: 63-66).
17
Pada prinsinya semua metode di atas baik sekali untuk
dijadikan pedoman menghafal Al-Qur‟an, salah satu diantaranya
atau dipakai semua orang sebagai alternative atau selingan dari
mengerjakan suatu pekerjaan yang berkesan monoton, sehingga
dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses
menghafal al-Qur‟an.
5. Keutamaan dan Keistimewaan Para Penghafal Al-Qur‟an
Ada beberapa manfaat dan keutamaan menghafal al-Qur‟an.
Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya At-Tibyan Fi Adabi Hamalati
al-Qur‟an yang dikutip oleh (Wahid, 222: 145-149), manfaat dan
keutamaan tersebut ialah sebagai berikut:
a. al-Qur‟an adalah pemberi syafaat pada hari kiamat bagi umat
manusia yang membaca, memahami dan mengamalkannya.
b. Para penghafal al-Qur‟an telah dijanjikan derajat yang tinggi
dissisi Allah SWT, pahala yang besar, serta penghormatan
diantara sesama manusia.
c. al-Qur‟an menjadi hujjah atau pembela bagi pembacanya serta
sebagai pelindung dari siksaan api neraka.
d. Para penghafal al-Qur‟an akan mendapatkan fasilitas khusus dari
Allah SWT, yaitu berupa terkabulnya segala harapan, serta
keinginan tanpa harus memohohn dan berdo‟a.
18
e. Para penghafal al-Qur‟an berpotensi untuk mendapatkan pahala
yang banyak karena sering membaca (taqrir) dan mengkaji Al-
Qur‟an.
f. Para penghafal al-Qur‟an diprioritaskan untuk menjadi imam
dalam shalat.
g. Para penghafal al-Qur‟an menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk mempelajari dan mengajarkan sesuatu yang bermanfaat dan
bernilai ibadah.
h. Para penghafal al-Qur‟an itu adalah para ilmuan.
i. Para penghafal al-Qur‟an adalah keluarga Allah SWT.
j. Para penghafal al-Qur‟an adalah orang-orang yang mulia dari
umat Rasulullah SAW.
k. Para penghafal al-Qur‟an kedudukannya hampir sama dengan
Rasulullah SAW.
l. Menghafal al-Qur‟an adalah salah satu kenikmatan paling besar
yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang
menghafalkan al-Qur‟an.
m. Mencintai para penghafal al-Qur‟an sama halnya dengan
mencintai Allah SWT.
Al-Qur‟an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Rasulullah
saw. Al-Qur‟an juga merupakan kemuliaan paling tinggi, yang
19
memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusia agar berada di
jalan yang lurus dan keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, dan
tidak ada keburukan sedikitpun didalamnya. Oleh karena itu, sebaik-
baik manusia adalah mereka yang mempelajari al-Qur‟an dan
mengajarkannya.
6. Problematika Menghafal Al-Qur‟an
Dalam kehidupan yang kita jalani, tidaklah ditemukan sebuah
raihan prestasi tanpa ujian dan cobaan. Dalam ujian dan cobaan
tersebut akan ditemukan dan ditentukan siapa yang menang dan siapa
yang kalah.
Sama halnya dalam menghafal al-Qur‟an, menjadi sebuah
kemestian adanya ujian dan cobaan yang akan membedakan
pencapaian satu orang dengan yang lainya dan menentukan hasil akhir
yang diraih oleh masing-masing dari mereka. Jika mereka mampu
mengatasi hambatan-hambatan ini, maka kesuksesan akan menjadi
haknya. Berlaku sebaliknya, mereka akan melewati kegagalan jika
tidak mampu melewatinya. Problematika yang dapat menghambat
yang sering terjadi diantaranya adalah problematika yang berasal dari
dalam diri (factor internal) dan problematika yang berasal dari luar diri
atau eksternal (Sukron, 2009: 68).
20
Berikut ini adalah problematika factor internal dan factor
eksternal yang sering muncul, yang dialami oleh para penghafal al-
Qur‟an diantaranya adalah:
a. Faktor Internal
1) Malas Melakukan Simaan
Salah satu metode agar hafalan tidak mudah lupa
adalah dengan melakukan simaan dengan sesama teman,
senior, atau kepada guru dari ayat-ayat yang telah dihafalkan.
Namun, jika malah atau tidak mengikuti simaan, hal tersebut
akan dapat menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu
jika tidak suka melakukan simaan, ketika ada kesalahan ayat
hal itu tidak akan terdeteksi. Sebab tidak ada teman yang
mendengarkan hafalan tersebut.
Oleh karena itu, perbanyaklah melakukan simaan.
Sebab dengan banyak melakukan simaan, sama halnya
mengulang hafalan yang terdahulu ataupun yang baru (tidak
istiqomah).
2) Bersikap Sombong
Seorang penghafal al-Qur‟an hendaknya senantiasa
menjaga hati dan pikirannya, terutama dari sifat sombong.
Sifat sombong hanya akan menyebabkan hafalan al-Qur‟an
mudah lupa dan terbengkalai. Sebab pikiran orang yang
21
sombong selalu disibukkan untuk memikirkan hal lain, selain
hafalan.
Sesungguhnya orang yang sombong akan cepat
diturunkan derajatnya oleh Allah swt, bagaikan debu yang
terbang terlalu tinggi lalu dihempas oleh angin dan jatuh ke
bawah lagi. Oleh karena itu, hendaknya para penghafal al-
Qur‟an benar-benar menjauhi sifat sombong agar hafalannya
terpelihara dan terjaga dengan baik, serta tidak disibukkan
dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya (Alawiyah, 2015:
126-130).
3) Tidak Mengulang Hafalan Secara Rutin
Seorang penghafal harus mempunyai jadwal khusus
untuk mengulang hafalan. Jadi ia harus memiliki wirid atau
jadwal harian untuk murajaah hafalan yang sudah dihafal,
baik di dalam sholat maupun di luar sholat. Sebab diantara
salah satu penyebab hilangnya hafalan al-Qur‟an cepat hilang
ialah karena tidak memiliki jadwal khusus untuk murajaah.
Dengan pandai mengatur waktu, penghafal al-Qur‟an akan
terbantu dalam memelihara hafalannya. Dengan mengatur
waktu, ia akan mengulang-ulang hafalan yang senantiasa terus
berkelanjutan. Oleh karena itu, biasakan untuk tidak
melewatkan waktu tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat.
22
Dengan demikian, ketidak konsistenan dalam mengulang
hafalan juga akan mempercepat hilangnya hafalan.
4) Terlalu Berambisi Menambah Banyak Hafalan Baru
Salah satu factor cepat lupa atau hilang adalah karena
tergesa-gesa dalam menghafal, keinginan untuk selalu
menambah dalam waktu yang singkat dan ingin segera pindah
ke hafalan yang lain, padahal hafalan yang lama belum
kokoh. Jika hafalan belum lancar, jangan sesekali berpindah
ke hafalan yang baru. Sebab, apabila hafalan sebelumnya
belum lancar, usaha hafalan yang sudah dilakukan akan
menjadi sia-sia saja. Oleh sebab itu, supaya hafalan tidak
mudah hilang buatlah target hafalan dalam setiap harinya, dan
terus mengulang-ulang hafalan sampai kuat dan lancar
(Alawiyah, 2015: 126-127).
5) Tidak Sungguh-Sungguh
Keras dan bersungguh-sungguh dalam menghafal
al-Qur‟an layaknya seorang yang siap mencapai sebuah
kesuksesan. Jika tidak bekerja keras dan sungguh-sungguh
dalam menghafal al-Qur‟an, berarti niatnya hanya setengah
hati. Oleh karena itu anda harus berusaha melawan kemalasan
baik pada waktu pagi siang dan malam (Wahid, 2014: 116).
23
Dari beberapa problematika menghafal al-Qur‟an
factor internal di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari
mereka malas melakukan sima‟an, bersikap sombong, tidak
mengulang hafalan secara rutin, terlalu berambisi menambah
hafalan baru, dan tidak bersungguh-sungguh.
b. Factor Eksternal
Selain muncul dari dalam diri penghafal, problem dalam
menghafal al-Qur‟an juga banyak disebabkan dari luar darinya
sendiri. Hal-hal diantaranya yaitu:
1) Tidak mampu mengatur waktu dengan efektif
2) Adanya kemiripan ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya,
sehingga menjebak, membingungkan, dan membuat ragu.
3) Tidak sering mengulang-ulang ayat yang sedang atau yang
sudah dihafal.
4) Tidak adanya pembimbing atau guru ketika menghafal al-
Qur‟an (Wahid, 2014: 124).
7. Kiat-Kiat Memelihara Hafalan Al-Qur‟an
Adapun upaya pemeliharaan hafalan al-Qur‟an agar tidak
mudah lupa atau hilang, maka dibutuhkan beberapa kiat-kiat tersendiri,
yaitu:
24
a. Materi yang sudah hafal hendaknya diperdengarkan (disima’)
kepada orang lain yang ahli, jangan mempercayai diri sendiri
karena kerap kali sering salah.
b. Untuk memperkokoh hafalan yang telah ada perlu diulang-ulang
pada waktu shalat sendirian, menjadi imam dalam shalat
berjama‟ah, atau bersama penghafal lainnya setara darusan
(mudarosah) yang menjadikan kita aktif dalam membaca.
c. Melakukan proses menghafal secara continue (istiqomah) tanpa
ada masa jeda kecuali pada saat-saat istirahat.
d. Lakukan menghafal maupun mengulang hafalan al-Qur‟an pada
saat kondisi badan sedang fit, fresh (segar) dan tidak lapar agar
tidak mengantuk.
e. Usahakan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama,
karena akan mengganggu pikiran sehingga konsentrasi terhadap
hafalan menjadi hilang.
f. Lakukan kegiatan mengulang hafalan dengan konsentrasi penuh
pada bidang hafalan, karena kalau tidak dengan konsentrasi maka
akan memakan waktu lama.
g. Mendengarkan hafalan al-Qur‟an dari kaset-kaset, atau
mempelajari terjemah, hal ini akan membantu melekatkan hafalan.
Bagi yang hafal al-Qur‟an perlu waktu luang untuk
mudarosah secara teratur dan terencana. Maka perlu pula target
25
khataman al-Qur‟an, seperti seminggu sekali harus khatam (Sugianto,
2004: 104-106).
8. Hukum menghafal Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kitab suci bagi pemeluk agama islam,
sebagai pedoman hidup dan sumber-sumber hukum, tidak semua kitab
suci al-Qur`an dan hamba-hamba yang terpilih yang sanggup
menghafalnya (Zen, 1985: 35). Hal ini telah dibuktikan dalam firman
Allah SWT:
Artinya: “Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang
yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka
ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada
yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar.” (Fathir: 32) (Depag RI, 1987: 700).
al-Qur`an sebagai dasar hukum Islam dan pedoman hidup umat,
disamping diturunkan kepada hamba-Nya yang dipilih, al-Qur`an
diturunkan sesuai kebutuhan umat dimasa itu dan dimasa yang akan
datang. Selama dua puluh tiga tahun nabi Muhammad SAW menerima
wahyu al-Qur`an dan Allah SWT melalui Jibril Alaihis Salam tidak
26
melalui tulisan melainkan dengan lisan (hafalan) (Zen, 1985: 35). Hal
ini telah dibuktikan dengan firman Allah SWT:
Artinya : “Kami akan membacakan (al-Quran) kepadamu
(Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa” (Q.S. Al-A‟la:6).
Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-
Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya” (Q.S. Al-
Qiyamah: 16)
Artinya : Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur'an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Depag RI,
1987: 488-489).
Ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa al-Qur`an diturunkan
dengan hafalan (lisan) bukan dengan tulisan, setelah Nabi Muhammad
SAW menerima bacaan dari Jibril AS Nabi dilarang mendahuluinya
agar supaya nabi lebih mantap hafalannya. Oleh karena itu sebagai
dasar bagi orang-orang yang menghafal al-Qur`an adalah:
a. Al-Qur`an itu diturunkan secara hafalan
27
b. Mengikuti Nabi Muhammad SAW
c. Melaksanakan Anjuran Nabi Muhammad SAW
Atas dasar inilah para ulama dan Abdul Abas Ahmad bin
Muhammad Ajjurjani, berkata dalam kitab Assyafi`i bahwa hokum
menghafal mengikuti Nabi Muhammad SAW adalah fardhu kifayah
(Zen, 1985: 37). Dalam arti bahwa umat Islam harus ada (bahkan harus
banyak) yang hafal mengikuti nabi Muhammad SAW untuk menjaga
nilai mutawatir. Apabila hal ini tidak dilakukan maka seluruh umat
Islam ikut menanggung dosa, dan ketetapan hukum seperti itu tidak
berlaku pada kitab-kitab samawi yang lain (Ar-Rumi, 1997: 100).
Dengan demikian jelaslah bahwa menghafal al-Qur`an
hukumnya adalah fardlu kifayah (Ahsin, 1994: 24). Fardhu kifayah
sebagaimana yang dimaksud ulama yaitu apabila suatu pekerjaan di
suatu wilayah tidak ada yang mengerjakan maka semua orang yang
ada di wilayah tersebut kena (berdosa) semua. Karena tidak
melaksanakan perbuatan tersebut. Sedangkan menghafal sebagian
surat al-Qur`an seperti al-Fatihah, atau selainnya adalah fardhu `ain.
Hal ini mengingat bahwa tidaklah sah sholat seseorang tanpa membaca
al-Fatihah (Baqi, 1993: 223).
28
B. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pondok pesantren berasal dari kata funduk, (bahasa arab)
yang berarti rumah penginapan, sedangkan pondok pesantren adalah
lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
serta mengembangkan dan menyebarkan agama Islam (Nasir, 2005:
80). Pendapat lain tentang pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
Islam indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu
tentang agama islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup
keseharian (Dauly, 2004: 27).
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama
Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitarnya, dengan sistem
asrama (pemondokan di dalam komplek) dimana santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya di bawah kedaulatan kepemimpinan seorang atau beberapa
orang kyai (Farida, 2007: 8).
Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman prilaku sehari-hari (Rofiq, 2005: 1).
Pondok pesantren secara definisi tidak dapat diberikan
batasan yang tegas, melainkan makna yang luas tentang pengertian
29
yang memberikan ciri-ciri pondok pesantren, pada zaman dahulu
Pondok adalah tempat pendidikan tradisional yang di kelola oleh kyai,
bunyai dan ada muridnya melakukan kegiatan pembelajaran untuk
mendalami ilmu agama Islam dan ilmu yang lainnya, sampai sekarang
pondok pesantren ini berkembang luas mempunyai pengertian yang
luas sesuai dengan kebutuhan di era sekarang ini.
2. Macam-macam pesantren
Seiring dengan perkembangan di masa sekarang, pondok
pesantren baik tempat, sistem pengajaran, sistem pengorganisasian
yang telah mengalami perubahan. Pesantren di zaman sekarang ada
yang sudah tidak memakai kebiasaan-kebaisaan tradisional pada
zaman dahulu, akan tetapi pesantren ini mengalami perubahan sesuai
dengan berkembangnya zaman dimasa sekarang.
a. Pondok Pesantren Tradisional
Pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan
kitab-kitab klasik dan tanpa di berikan pengetahuan umum, model
pengajarannyapun lazim diterapkan dalam pesantren salafi yaitu
dengan metode sorogan dan wetonan (Ghazali, 2003: 14).
b. Pondok pesantren Modern
Yaitu pesantren yang menerapkan sisitem pengajaran
klasikal (madrasah) memberikan ilmu umum dan ilmu agama,
30
serta juga memberikan pendidikan keterampilan (Ghazali, 2003:
14).
c. Pondok Pesantren Campuran/kombinasi
Berbagai macam pondok pesantren yang berkembang pada
masa sekarang, pasti mempunyai kelebihan sendiri-sendiri untuk
mencetak manusia sebagai khalifah di bumi (khalifatu filard),
untuk menghidupkan agama Allah dengan berbagai cara menurut
ajaran agama islam.
3. Elemen-elemen pondok pesantren
Pondok pesantren bukan hanya terbatas dengan kegiatan-
kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri
menjadi suatu lembaga pengembangan masyarakat, oleh karena itu
pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan
kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut
(Ghazali, 2003: 18).
a. Masjid
Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan
mulimin baik dalam dimensi ukhrawi maupun maknawi masjid
memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi dalam
mengabdi kepada Allah yang disimbolkan dengan adanya masjid
(Ghazali, 2003: 19).
31
b. Pondok
Pondok adalah asrama bagi para santri yaitu sebuah
asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal
bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru
yang di kenal dengan sebutan kyai (Ghofur, 2009: 9).
c. Kyai/Nyai
Ciri yang paling memasyarakat di pondok pesantren
adalah kyai. Kyai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan
kepada seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam
hal ini agama Islam (Ghazali, 2003: 22).
d. Santri
Istilah santri hanya ada di pesantren sebagai
pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kyai yang memimpin
sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan
erat dengan keberadaan kyai dan pesantren (Ghozali, 2003: 24).
Santri terbagi menjadi dua:
1) Santri Mukim
Santri mukim adalah para santri datang tempat yang
jauh sehingga ia tinggal dan menetap di pondok (asrama)
pesantren (Maksum, 2003: 14).
32
2) Santri Kalong
Adalah santri yang berasal dari wilayah sekitar
pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal
dan menetap di pondok pesantren mereka bolak balik dari
rumahnya masing-masing (Maksum, 2003:15).
e. Pengkajian kitab-kitab kuning
Secara lughowi (bahasa) kitab kuning diartikan sebagai
kitab yang berwarna kuning, kerena kertas-kertas yang
dipergunakan berwarna kuning atau karena terlalu lamanya kitab
tersebut tersimpan sehingga berwarna kuning (Ghofur, 2009:
28).
Kitab-kitab klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning
yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh
ulama-ulama zaman dahulu yang berisikan tentang ilmu
keislaman seperti: fiqih, hadist, tafsir, maupun tentang akhlaq.
4. Metode Pengajaran Dalam Pondok Pesantren
Di bawah ini disebutkan metode pembelajaran di pondok
pesantren sebagai berikut:
a. Sorogan
Metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran bagi santri
yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan
33
perseorangan (individu) di bawah bimbingan seorang ustadz atau
kyai (Departemen Agama RI, 2003: 74).
b. Bandongan
Metode ini juga disebut dengan metode wetonan, pada
metode ini berbeda dengan metode sorogan. Metode bandongan
dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok
peserta didik, atau santri untuk mendengarkan atau menyimak apa
yang dibacanya dari sebuah kitab (Departemen Agama RI, 2003:
86).
c. Metode Musyawarah (Bahtsul Masail)
Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut
dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih
mirip dengan metode diskusi atau seminar (Departemen Agama RI,
2003: 92).
d. Metode Hafalan Muhafadzoh
Kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks
tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai,
santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka
waktu tertentu (Departemen Agama RI, 2003:100).
Metode ini menjadikan santri untuk berlatih kebiyasaan
istiqomah (ajek) karena dalam menghafal ini santri harus
mengulang-ulang bacaan atau lafadz yang di hafalkan sesuai tarjet
34
yang di tentukan, juga melatih kecerdasan otak santri untuk
mengingat-ingat materi pembelajaran, biasanya metode ini di
tekankan pada pelajaran alatnya (nahwunya) seperti, jurumiyah,
tasrif, imriti dan alfiyah ibnu malik, tetapi ada juga pelajaran lain di
pondok pesantren yang mengguakan metode hafalan ini.
5. Fungsi Pondok Pesantren
Fungsi pondok pesantren sebagai berikut:
a. Pesantren sebagai lembaga pendidikan
b. Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah
c. Pondok pesantren sebagai lembaga sosial
Fungsi pondok pesantren disini sangat mempengaruhi
menjadikan citra pondok pesantren benar-benar baik untuk mencetak
generasi yang Islami. Dan siap untuk di terjunkan ketengah-tengah
masyarakat untuk diharapkan menyebarkan ilmu-ilmu Islam yang telah
didapatkannya ketika di pondok pesantren.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan
kualitatif karena penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian yang
bersifat deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif kualitatif karena
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil pengolahan data yang
berupa kata-kata, gambaran umum yang terjadi di lapangan
Menurut Moleong (2008:6) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain, secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan menurut jenis penelitian ini merupakan penelitian
lapangan (field research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya
dilakukan di lapangan. Lapangan dalam hal ini diartikan sebagai lokasi
penelitian, yaitu di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo
Salatiga.
36
Penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap sebagai
pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk
mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti
berangkat ke „lapangan‟ untuk mengadakan pengamatan tentang suatu
fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau „in situ’ (Moloeng, 2011:
26).
Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.
Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan. Lapangan
dalam hal ini diartikan sebagai lokasi penelitian, yaitu di Pondok
Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Pondok Pesantren al-
Muntaha, jalan Soekarno-Hatta, Cebongan Argomulyo Salatiga.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-
kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22).
Dalam penelitian ini sumber utama data adalah pengasuh,
pengurus, ustadz dan santriwati pondok pesantren Al-Muntaha Salatiga.
37
Sedangkan untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik
wawancara terpimpin.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
grafis ( tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film,
rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data primer
(Arikunto, 2010: 20). Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk
memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara.
Adapun untuk data sekunder penulis melakukan pengumpulan
data dengan cara observasi dan dokumentasi pondok pesantren.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui prosedur pengumpulan, maka penulis tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam
penelitian ini ada beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data,
yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyasa,
38
2004: 180). Wawancara dapat diartikan sebagai metode yang digunakan
untuk interview dengan subyek penelitian dalam rangka penyimpulan data.
Sumber wawancara ini diajukan kepada santriwati Pondok Pesantren al-
Muntaha.
2. Observasi
Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Dalam penelitian
ini peneliti terlibat langsung dengan kegiatan dan mengamati subjek
sebagai sumber data penelitian. Peneliti menggunakan observasi
partisipatif, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan
sampai mengetahui pada tingkat mana perilaku yang Nampak. Metode ini
juga digunakan untuk mengamati obyek penelitian yaitu problematika
santri dalam menghafal al-Qur‟an.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
1998: 236).
Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menelusuri data historis. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar fakta dan data sosial tersimpan dalam bentuk dokumentasi.
Metode ini digunakan untuk melengkapi dan memperkuat data-data yang
telah ada. Penulis mengambil dokumen-dokumen untuk mengetahui jumlah
39
guru dan santri yang mengikuti pembelajaran al-Qur‟an, sarana dan
prasarana yang mendukung serta dokumen lainnya yang mendukung
penelitian serta untuk mengetahui problematika santri dalam menghafal al-
Qur‟an.
E. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Data yang terkumpul berupa catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen
berupa laporan-laporan yang berkaitan dengan subyek yang diteliti, foto-foto,
dan biografi responden. Setelah data terkumpul, maka penulis akan membaca,
menganalisis data secara cermat sehingga penulis data dapat mengobservasi,
wawancara, dan dokumentasi dari penelitian.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Agar data yang disajikan dalam penelitian ini dapat dikatakan valid,
maka untuk menguji validasi data tersebut penulis menggunakan teknik
triangulasi.
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data untuk
keperluan pengukuran kevalidan data, atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut (Moleong, 2011: 330).
Jenis teknik Triangulasi yang digunakan anatara lain:
40
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: hasil
wawancara pengasuh, ustadz, santriwati dan pengurus pondo
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik pengumpulan data digunakan untuk menguji
kredibilitas data yang digunakan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Dalam penelitian ini dimana peneliti menggunakan teknik
wawancara, pada seorang sumber dengan data permasalahan yang sama.
Sumber yang dimaksud yaitu santriwati Pondok Pesantren al-Muntaha.
c. Triangulasi Waktu
Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan dengan wawancara dalam waktu yang berbeda (sekarang dan
sudah berlangsung).
G. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanna penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan
laporan yang ditempuh sebagai berikut:
1. Tahap Sebelum Ke Lapangan
41
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan focus penelitian,
penyusunan paradigm teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin
kepada subjek yang diteliti dan konsultasi focus penelitian.
2. Tahap Pekerja Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan kegiatan menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha.
Data ini diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Menurut Miles and huberman yang dikutip oleh Sugiyono (2007:
337) analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan yaitu: mereduksi data, penyajian data, dan penarika
kesimpulan atau verifikasi.
a. Mereduksi atau merangkum data, memiliki hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema serta polanya serta
membuang yang tidak perlu.
b. Penyajian data dalam uraian singkat bagan, hubungan antar kategori
dan sejenisnya.
c. Penarika kesimpulan yang berupa penemuan baru yang belum ada.
Dari peneliti menyimpulkan bahwa analisis data kualitatif terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: mereduksi
data, penyajian data, dan penarika kesimpulan atau verifikasi.
42
4. Tahapan Penulisan Laporan
Tahapan penulisan laporan adalah tahap penyusunan data-data
hasil temuan peneliti secara sistematis. Dalam penulisan laporan
penelitian ini tentunya mencakup semua kegiatan peneliti mulai dari
tahap awal penelitian sampai tahap akhir yaitu tahap penarikan
kesimpulan. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan
dosen pembimbing untuk mendapat perbaikan, saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan
tersebut dengan penulisan skripsi yang sempurna.
43
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian
Berdasarkan hasil observasi di Pondok Pesantren al-Muntaha,
maka penulis menyajikan data sebagai berikut:
a. Profil Pondok Pesantren al-Muntaha
Nama Pondok Pesantren : Pondok Pesantren Tahfidz al-Muntaha
No. Statistik : 510033730016
NPWP : 31.539.851.1-505.00
Alamat : kel. Cebongan, kec. Argomulyo, kota
Salatiga
Jalan : Soekarno-Hatta no. 39
Kelurahan : Cebongan
Kecamatan : Argomulyo
Kota/kabupaten : Kota Salatiga
Provinsi : Jawa Tengah
Badan Penyelenggara : Yayasan al-Muntaha Salatiga
Nama Pengasuh : Hj. Siti Zulaecho, AH
Status Tanah : Wakaf
44
Akta Notaris : Yayasan al-Muntaha Salatiga, no. 44
tgl 30 Mei 2012 MUHAMMAD FAUZAN, SH
(Dokumen di Pondok Pesantren al-Muntaha).
b. Sejarah Singkat Pondok Pesantren
Pondok pesantren al-Muntaha yang awalnya bernama al-Azhar
yang didirikan oleh Drs. KH Muntaha Azhari dan Ny. Hj. Siti
Zulaecho pada tahun 1993. Yang berada di wilayah Jl. Soekarno-
Hatta no.39 Sidoharjo, kel. Cebongan, kec. Argomulyo, kota Salatiga
50731.
Sebelum pondok al-Azhar berdiri, sudah ada 4 santri putri yang
ikut dengan Ibu Nyai untuk menghafal al-Qur‟an. Santri masih
bertempat tinggal satu rumah dengan ibu Nyai dikarenakan belum
mempunyai bangunan khusus untuk santri, sesuai dengan rencana
awal pendiriannya yakni membangun pondok pesantren putri khusus
untuk menghafal al-Qur‟an.
Pada tahun 1996 pondok pesantren al-Azhar sudah tercatat di
lembaga kota Salatiga dan mendapatkan akta notaris. Kemudian pada
tahun 2012 pondok pesantren al-Azhar diganti nama menjadi Pondok
Pesantren al-Muntaha, dengan nama alasaan legalitas dari Kemenag
Kota Salatiga.
45
Pada tahun 2013, Pondok Pesantren al-Muntaha mendapatkan
uang pembangunan yang bersumber dari Swadaya dari wali santri,
masyarakat, dan donatur dari luar.
Pondok Pesantren al-Muntaha dalam hubungan eksternal dengan
masyarakat yaitu berupa Syiar agama dan lembaga kemasyarakatan.
Pada tahun 2005 pengasuh pondok pesantren al-Muntaha ikut serta
dalam mendirikan JQH Salatiga, dan pada tahun 2014 turut
mendirikan rutinan tadarus Muslimat kota Salatiga.
c. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Muntaha terletak di Jl. Soekarno-Hatta
no. 39 Sidoharjo, kelurahan Cebongan, kecamatan Argomulyo, kota
Salatiga. Pondok Pesantren al-Muntaha menempati area tanah 3.300
m2 yang digunakan untuk pembangunan pondok pesantren putri,
lingkungan koperasi pondok pesantren, aula sebagai pusat kegiatan di
Pondok Pesantren al-Muntaha.
1) Barat : Eks Pabrik Mega Rager
2) Timur : Perumahan Tingkin Indah
3) Utara : Pinus Shofenir dan Persewaan
4) Selatan : Lampu Merah Jalan Pondok Joko Tingkir
(Dokumen di Pondok Pesantren al-Muntaha)
46
d. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Muntaha
1) Visi
Membentuk generasi pecinta al-Qur‟an, berakhlak mulia,
berkepribadian sholihah, berwawasan luas & kreatif
2) Misi
a) Menyelenggarakan ta‟lim al-Qur‟an yang komprehensif.
b) Membimbing santri menjadi muslimah yang berkarakter.
e. Tata Tertib Pondok Pesantren Al-Muntaha
1) Pasal 1 (Tingkah Laku/Adab)
a) Santri wajib menjaga nama baik pondok pesantren
dimanapun dan kapanpun.
b) Santri wajib menggunakan pakaian yang tertutup dan sopan,
terutama ketika di luar pondok.
c) Santri dilarang membawa atau memakai celana jeans dan
celana yang ketat, kecuali hanya untuk dalaman rok.
d) Dilarang keluar dari kamar mandi mengguakan handuk.
e) Mengambil makan menggunakan baju panjang atau baju
yang tertutup.
f) Dilarang memanjangkan kuku, meminjamkan seragam
almamater tanpa seizin pengasuh.
47
g) Santri tidak boleh tidur di atas jam 10.00 malam selain
tadarus dan belajar, tidak boleh menerima telfon kecuali
dalam keadaan penting.
2) Pasal 2 (Mengaji)
a) Santri wajib mengikuti sorogan 3x yaitu ba‟da subuh,
dzuhur dan magrib ketika di pondok.
b) Santri wajib mengikuti sorogan 2x 1 hari, yaitu ba‟da
magrib dan dzuhur ketika udzur dan di pondok.
c) Santri wajib mengikuti mudarasah sesuai jadwal yang telah
ditentukan, bagi santri yang suci di makam sampai jam
setengah sepuluh.
3) Pasal 3 (Pendidikan)
a) Santri wajib mengikuti jamaah sholat magrib, isya‟ dan
subuh, jika tidak jamaah dikenakan denda Rp. 5.000,00 serta
mengaji di ndalem.
b) Santri wajib qiyamul lail setiap malam jum‟at, kecuali yang
udzur, jika tidak dilaksanakan maka takziran mencuci
karpet.
c) Santri wajib mengikuti kegiatan malam jum‟at dan minggu.
d) Mengikuti simaan ahad legi tanpa terkecuali.
e) Wajib mengikuti tartilan jum‟at pagi bagi yang suci,
sedangkan untuk santri yang tidak mengikuti kegiatan
48
tersebut, maka sebagai takziran ia harus menulis kalimah
istighfar sebanyak 10 x
f) Dilarang membawa/menggunakan HP pada jam 17.30-
22.00 WIB.
g) Mengenakan baju muslim atau jas ketika mengaji kitab. Dan
dilarang menggunakan kaos atau jaket.
4) Pasal 4 (Keamanan)
a) Santri diperbolehkan pulang apabila sudah muqim minimal
2 bulan, dan santri diizinkan maxsimal 5 hari 4 malam di
rumah. Jika ada yang melanggar batas waktu ijin
perpulangan, maka didenda Rp 5.000, per hari, dan takzir
melaksanakan tugas kebersihan sesuai yang telah ditentukan.
b) Santri diperbolehkan di luar pondok pesantren hingga batas
waktu sholat magrib, apabila melebihi batas waktu, yang
bersangkutan menemui sie. Keamanan dan pengasuh.
c) Tamu yang menginap harus izin pengurus dan pengasuh seta
mengikuti kegiatan yang berlaku di pondok.
d) Santri yang sudah kembali setelah pulang, diwajibkan
sesegera mungkin untuk sowan ke ndalem dan tidak boleh
bermalam di pondok jika belum sowan.
e) Santri dilarang keras melakukan pelanggaran berat, seperti:
pacaran, merokok, bertato, mencuri, melakukan kekerasan,
49
menyimpan ponografi atau pornoaksi, dan menggunakana
narkoba atau mengedarkannya.
f) Santri dilarang merusak atau menghilangkan inventaris
pondok pesantren dan fasilitasnya.
g) Seluruh handphone dikumpulkan ke pengurus sie
keamanan/pendidikan mulai pukul 17.30-22.00 WIB.
h) Santri hanya diperbolehkan keluar pondok pada hari ahad 1x
per bulan.
5) Pasal 5 (Kebersihan)
a) Santri wajib melaksanakan piket harian, ro‟an mingguan,
ataupun piket tahunan hari raya.
b) Bagi santri yang pulang hendaknya mencari pengganti
piket/segera lapor ke sie. Kebersihan.
c) Santri wajib menjaga kebersihan pondok pesantren.
d) Meninggalkan piket dengan sengaja maka dikenakan denda
Rp. 10.000 seketika.
e) Mengembalikan peralatan sesuai dengan tempatnya jika
seusai melaksanakan piket.
f. System Pendidikan dan Pengajaran
System pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren al-
Muntaha antara lain:
50
1) Sorogan
System pengajaran dengan pola sorogan dilaksankan
dengan jalan santri yang biasanya menyorogkan sebuah kitab
kepada ibu Nyai atau ustadzah untuk dibaca sendiri
dihadapannya. Apabila ada salahnya, kesalahan itu langsung
dibenarkan seketika itu juga oleh ibu Nyai atau ustadzah
tersebut.
2) Bandongan
System pengajaran yang serangkaian dengan system
sorogan dan wetonan adalah bandongan yang dilakukan dengan
saling kait-mengait dengan yang sebelumnya. Dalam system
bandongan, seorang santri tidak harus mengerti bahwa ia
mengerti pelajaran yang dihadapi karena santri cukup
menyimak apa yang dijelaskan oleh kiyai atau guru.
Adapun kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren
al-Muntaha meliputi:
a) Pendidikan Madrasah Diniyah
Pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren al-
Muntaha dilaksanakan setiap ba‟da isya yang diikuti oleh
santri bin-nadhor dan santri tahfidz yang sedang
berhalangan. Adapun kitab yang dikaji yaitu tafsir jalalain.
51
b) Kegiatan Umum Harian
Pendidikan dan pengajaran ini dilaksanakan setiap
hari yang diikuti oleh semua santri di luar pembelajaran
madrasah diniyah, kegiatan ini meliputi:
(1) Sorogan al-Qur‟an
Dilaksanakan dengan cara santri membaca al-Qur‟an
dan disimak langsung oleh ibu Nyai.
(2) Setoran al-Qur‟an
Bagi santri yang menghafal al-Qur‟an, maka dia
menyetorkan hafalannya kepada ibu Nyai. Apabila
santri dalam menghafal al-Qur‟an ada kesalahan dalam
mahroj, tajwid dan harakatnya langsung dibenarkan
oleh ibu Nyai atau ustadzah.
(3) Kegiatan Mingguan
Kegiatan-kegiatan yang dilaksankan setiap minggu
sekali, diantaranya: sima‟an al-Qur‟an 30 juz, yasinan,
tahlil dan mujahadah, khitobah, tilawah, sholawat dan
rebana, muraja‟ah tahfidz bit tartil, bandongan kitab
fiqh, tajwid teori an praktik.
c) Kegiatan Bulanan
Kegiatan ini meliputi: Sorogan hafalan, sima‟an al-qur‟an
30 juz, tadarus dan kajian tafsir.
52
d) Kegiatan Tahunan
Kegiatan ini meliputi: pesantren kilat, khatmul Qur‟an &
haul, ziyarah, musabaqah.
g. Keadaan Fisik Pondok Pesantren al-Muntaha
Bangunan-bangunan yang ada di Pondok Pesantren al-Muntaha
secara fisik dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe, yaitu:
1) Aula
Di Pondok Pesantren al-Muntaha terhadap sebuah aula yang
berfungsi sebagai tempat beribadah dan kegiatan belajar
mengajar. Aula tersebut berada di depan pondok. Selain
berfungsi sebagai sarana pelaksanaan ibadah oleh para santri
juga sebagai tempat ziarah oleh masyarakat, karena di aula ada
maqam bapak kiyai Al-Muntaha Azhari, yaitu beliau selaku
pendiri Pondok Pesantren al-Muntaha.
2) Kamar
Kamar merupakan salah satu bangunan pondok yang berfungsi
sebagai tempat istirahat dan tidur para santri. Kamar ini terdapat
13 ruang.
53
h. Bangunan Pondok
Bangunan pondok terletak di belakang ndalem pengasuh, ada
tiga bangunan pondok. Tempat untuk santri khusus bil-ghaib di
belakang dapur ndalem dan masih satu atap dengan ndalem.
Kemudian dibelakang ndalem ada dua bangunan yang berhadapan
sebelah selatan ndalem khusus untuk santri bin-nadhor dan sebelah
utara ndalem ditempati santri bin-nadhor dan bil-ghoib.
i. Susunan Organisasi Pondok Pesantren al-Muntaha
Adapun susunan pengurus Pondok Pesantren al-Muntaha
sebagaimana dalam uraian berikut ini.
Susunan Personalia Pengurus Tahun 2017 sd 2018
Pengasuh : Ibu Nyai Hj Siti Zulaecho
: Nasif Ubadah
Ketua : Siti Zubaidah
Wakil Ketua : Siti Sofiyanti
Sekretaris : Ela Izzatul Laila
: Dewi Rahmawati
Bendahara : Afif Fatimatuzzahro
: Miratus Sa‟adah
Sie. Pendidikan : Rizkiana Kadarwati
: Siti Yuliyanti
: Ana Wahyuningsih
54
: Diah Puji Lestari
Sie. Keamanan : Nurul Lailatul Hidayah
: Dewi Muniroh
: Farichatul Chusna
: Dahlia Dwi Kusuma
Sie. Kebersihan : Siti Himatul Uliyah
: Hurun‟in
: Durrotun Nisa
Sie. Kesehatan : Eka Yuniyanti
: Yusi Damayanti
: Dzakiyyatuzzahroh
Sie. PHBI : Tri Oktaviani
: Mariya Rosyidah
Sie. Koperasi : Ryda Kusuma Wardani
: Nur Ika Kumalasari
: Maghfirotul Mafakhir
j. Keadaan Guru/Ustadz
Guru/ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren al-Muntaha
harus memenuhi berbagai syarat. Syarat yang utama yang harus
dimiliki adalah hafidz dan bersanad walaupun masih dalam proses
minimal harus sudah mencapai 10 juz, menguasai ilmu tajwid,
bacaan baik dan profesional, insyaallah tujuan, visi dan misi dalam
55
pendidikan akan tercapai. Apalagi dalam hal al-Qur‟an. Sebagian
kecil ustadz yang mengajar khususnya bidang tahfidz adalah orang
orang yang sudah hafidz dan sebagian besar masih dalam proses
hafidz. Ada 3 ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren al-Muntaha.
Namun, terkadang jika ustadz tidak bisa mengajar maka diganti santri
yang memang sudah ditunjuk bu nya’i yang mengajar khusus bidang
tahfidz.
k. Keadaan Santri
Dari hasil wawancara dengan NU pada 03 Maret 2018
diperoleh data bahwa Pondok Pesantren al-Muntaha memiliki 60
santri, semuanya santri putri. Santri bil-ghoib ada 45 dan santri bin-
nadzor ada 15. Rata-rata santri berusia 12-24 tahun. Mereka juga rata
rata berasal dari sekitar salatiga. Namun ada juga yang berasal dari
luar daerah ataupun provinsi, seperti Riau, Purwodadi, Demak dan
lain sebagainya. Untuk tingkat ekonomi pondok ini terbuka untuk
berbagai kalangan maka dari 60 santri, rata-rata orang tua santri
bekerja sebagai pekerja swasta dan petani.
l. Kegiatan Pembelajaran
Dalam melaksanakan program pembelajaran tahfidzul Qur‟an di
Pondok Pesantren al-Muntaha, maka disusunlah jadwal kegiatan
santri sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini :
56
Tabel. 3.1
Jadwal Kegiatan Harian Santri
No Waktu Jenis Kegiatan
1. 03.00-03.30 Jamaah Sholat Qiyamul Lail
(Wajib setiap malam jum‟at)
2. 04.30-04.45 Jamaah sholat subuh
3. 05.00-06.00 Makan pagi dan mandi
4. 06.00-07.30 Kegiatan mengaji al-Qur‟an
(Setiap hari minggu simaan bersama)
5. ISTIRAHAT
6. 14.00-15.00 Kegiatan mengaji al-Qur‟an
(bagi yang di pondok)
7. 15.30-16.30 Mengaji kitab (setiap kamis dan sabtu)
8 17.00-17.30 Makan sore
9. 17.55-18.15 Jamaah sholat magrib dan tadarusan
10. 18.15-18.50 Kegiatan mengaji al-Qur‟an
(bagi yang bin-nadzor)
57
11. 18.50-20.00 Jamaah sholat isya‟
12. 20.00-21.30 Tahfidz (setoran murajaah hafalan)
13 ISTIRAHAT
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha)
Para santri pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-muntaha juga diharuskan
melakukan kesunahan-kesunahan antara lain:
a. Qiyamullail, karena pada 1/3 malam adalah salah satu waktu
mustajabah.
b. Setoran hafalan sehabis sholat subuh. Mereka memilih waktu habis
subuh untuk setoran hafalan yang baru karena pikiran pada waktu
subuh masih jernih, sehingga anak akan lebih mudah untuk menghafal
dan membentuk hafalan.
c. Kegiatan muroja’ah dilakukan sendiri oleh masing-masing santri
d. Tahfidz sehabis isya‟ adalah kegiatan setoran pengulangan hafalan
yang telah dihafal sebanyak ¼ juz atau lebih.
e. Setiap hari minggu santri tahfidz melakukan kegiatan simaan bersama
bu nya‟i dengan tujuan untuk menguji sampai mana kemampuan
santri.
58
Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Ekstrakurikuler Santri
No Hari Waktu Jenis Kegiatan
1. Minggu 14.00-15.00 Pelatihan Tilawatil Qur‟an
2. Minggu 08.00-09.00 Pelatihan Tartil Qur‟an
3. Jum‟at 16.00-17.00 Seni rebana
4. Minggu 10.00-11.00 Merias, Menjahid
5. Jum‟at 20.30-21.30 Khitobah
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha)
2. Temuan Penelitian
a. Problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an.
Berdasarkan hasil wawancara melalui pengasuh, ustadz,
pengurus dan santriwati maka peneliti mengetahui problematika santri
dalam mengafal al-Qur‟an, diantaranya:
1) Rasa Malas
Malas merupakan salah satu penyakit santri dalam proses
menghafal al-Qur‟an, yang bisa menghambat perkembangan dalam
menghafal. Selain itu, malas juga menyebabkan hafalan mudah
hilang.
59
SZ selaku pengelola pondok pesantren menjelaskan:
“Kalau masalah problematika menghafal al-Qur‟an yaitu para
santri terkadang terkena penyakit malas sehigga ada yang sadar
akan pentingnya menjaga hafalan al-Qur‟an dan kurang sadar
bahkan ada sama sekali tidak sadar”(SZ/P/3-03-18/14.10).
NU sebagai ustadz pondok mengungkapkan:
“Berkenaan dengan problematika yang dihadapi para santri
yaitu, rasa malas yang berkepanjangan”(NU/U/3-03-18/15.00).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh TO, ia berpendapat:
“Salah satu penyakit yang paling sulit dihadapi dalam
menghafal al-Qur‟an yaitu rasa malas”(TO/M/02-03-18/17.30).
Dapat disimpulkan bahwa problematika santri dalam
menghafal al-Qur‟an yaitu rasa malas.
2) Kurang dapat membagi waktu
Hal yang sangat penting dalam proses menghafal al-Qur‟an
ialah mampu membagi waktu. Tetapi kebanyakan dari santri belum
bisa membagi waktu dengan baik, dikarenkan banyak tugas kampus
maupun banyaknya kegiatan di Pondok tersebut. Seperti yang di
paparkan oleh SZ, bahwa:
“Tidak bisa membagi waktu dengan baik, karena banyaknya
tugas yang selalu membebani, selain itu masih banyak kegiatan
di pondok mulai bangun pagi sampai malam”(SZ/P/2-02-
18/17.15).
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh EY, bahwa:
“Belum bisa membagi waktu”(EY/M/02-03-18/21.30).
60
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bahwa problematika
santri dalam menghafal al-Qur‟an yaitu belum bisa membagi
waktu dengan baik.
3) Pengaruh teknologi atau HP
Teknologi adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan
manuasia di zaman modern ini. Ada banyak sekali manfaat yang
dapat di ambil dari teknologi tersebut. Akan tetapi ada juga sisi
negative yang dapat menghambat santri dalam menghafal al-
Qur‟an, misalnya game, chatingan. Sebagaimana diungkapkan oleh
MS, bahwa:
“Penghambat terberat dalam proses menghafal yaitu ketika
sudah bermain hp bisa lupa waktu apalagi ketika menonton
film waktu muraja’ah hampir tidak ada. Dampaknya ketika
mengaji sudah dimulai hanya mengaji beberapa ayat saja dan
itupun tidak lancar” (MS/M/02-02-18/17.40).
EY juga mengungkapkan:
“Dengan adanya teknologi seperti laptop, sehingga membuat
saya lebih memilih nonton film daripada menghafal al-
Qur‟an”(EK/M/02-03-18/21.30).
Dari pernyataan responden bahwa adanya teknologi menjadi
penghambat utama dalam menghafal al-Qur‟an.
4) Tidak Menguasai Makhorijul Huruf dan Tajwid
Salah satu factor kesulitan dalam menghafal al-Qur‟an ialah
karena bacaan yang tidak bagus, baik dari segi Makhorijul huruf,
61
kelancaran membacanya, untuk menguasai al-Qur‟an dengan
benar. Orang yang tidak menguasai makhorijul huruf dan tajwid,
maka kesulitan dalam menghafal akan benar-benar terasa, dan
masa menghafal juga akan semakin lama.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh VZN bahwa:
“Salah satu dasar kendala dalam menghafal yaitu belum
memahami ilmu tadwid dengan baik, sehingga kesulitan
dalam menghafal yang selalu saya rasakan” (VZN/M/04-
03-18/14.00).
Dapat simpulkan bahwa kendala yang dirasakan santri dalam
menghafal al-Qur‟an yaitu tidak menguasai makhorijul huruf dan
tajwid
5) Teman yang buruk akhlaknya
Teman adalah salah satu yang paling berpengaruh terhadap diri
seorang, teman yang buruk akhlaknya akan membawa kita pada
keburukan pula, begitu juga sebaliknya, teman yang rajin dalam
menghafal al-Qur‟an secara tidak langsung akan menjadi motivator
untuk ikut rajin dalam menghafal al-Qur‟an juga. Seperti yang
diungkapkan oleh VZN bahwa:
“Problematika dalam menghafal adalah dari teman yang buruk
akhlanya, karena pergaulan atau teman yang tidak mendukung
untuk kita hafalan dan murajaah hafalan” (VZN/M/04-03-
18/14.00).
62
Jadi, teman juga merupakan salah satu problem yang
menyebabkan santri terpengaruh ke sisi positif maupun negative,
dan semua itu kembali ke pendirian idividu.
b. Upaya mengatasi problematika dalam menghafal al-Qur‟an
Setiap permasalahan pasti ada solusi tersendiri dalam
mengatasinya. Termasuk upaya dalam mengatasi problematika santri
dalam menghafal al-Qur‟an. Seperti diadakannya program dari
pengurus dan program dari pengasuh.
1) Program dari pengurus
Untuk mengurangi problem yang dapat menghambat
santri dalam menghafal al-Qur‟an, maka pengurus membuat
peraturan yang nantinya bisa membuat kemaslahatan bersama,
seperti:
a) Seluruh santri wajib mengumpulkan hp mulai dari jam 17.30-
22.00.
Yang yang diungkapkan oleh SZ,
“Seluruh santriwati wajib mengumpulkan hp mulai dari jam
17.30-22.00, supaya santri hanya fokus dengan kegiatan yang
sudah terstruktur dari pondok pesantren”(SZ/P/2-02-18/17.15).
63
Hal ini bertujuan supaya semua santri focus pada
kegiatan yang telah ada. Mulai dari jama‟ah sampai selesai
murajaah.
b) Semua santri wajib pulang ke pondok sebelum jam 18.00.
Seperti yang dipaparkan MS, bahwa:
“Untuk meningkatkan kedisiplinan bagi santriwati, maka saya
beserta segenap jajaran pengurus membuat program berupa
semua santri wajib pulang ke pondok sebelum jam 18.00
(MS/M/02-02-18/17.40)”.
Peraturan ini bertujuan supaya santri bisa
memanfaatkan waktunya dengan baik. Ketika ia sudah pulang
kuliah, maka sesegera mungkin untuk pulang ke pondok.
Karena untuk bisa disiplin dalam menghafal al-Qur‟an,
harusnya ia mampu memanfaatkan waktu dimulai dari hal
terkecil.
2) Program dari pengasuh
a) Semua santri tidak boleh pulang ke kamar sampai acara ngaji
selesai.
SZ selaku pondok pesantren menjelaskan:
“Untuk membentuk kedisiplinan santri dapat dimulai dari hal
terkecil, yaitu dengan cara santri tidak boleh kembali ke kamar
sampai acara ngaji selesai‟ (SZ/P/3-03-18/14.10).
Hal ini bertujuan untuk, supaya semua santri bisa mengikuti
kegiatan ngaji sampai akhir. Dikarenakan ketika santri
diperbolehkan pulang ke kamar sebelum ngaji selesai, maka ia
64
di kamar hanya akan bersantai-santai seperti nonton film,
tiduran dan bersendau gurau dengan temannya.
b) Hari minggu semua santri tidak diperbolehkan keluar dari
lingkungan pondok.
Selaku ustadz NU mengungkapkan:
“Untuk menghindari waktu yang dikatakan tidak penting,
maka saya segenap ustadz sekaligus pengasuh menghimbau
dan diharapkan untuk bisa ditaati oleh seluruh santri yang
berupa, khusus untuk hari minggu maka tidak diperbolehkan
keluar dari lingkungan pondok” (NU/U/3-03-18/15.00).
Peraturan ini bertujuan supaya semua santri untuk hari
minggu focus dengan kegiatan pondok maupun tugas kuliah.
Dari pengasuh berharap agar untuk hari minggu santrinya bisa
memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengaji dan
belajar.
B. Analisis Data
1. Problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha
Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantarkan
seseorang ketempat tujuan dan akan membentengi atau menjadi perisai
terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang merintanginya
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di
Pondok Pesantren al-Muntaha menunjukkan bahwa problematika santri
dalam menghafal al-Qur‟an terdiri dari lima permasalahan.
65
a. Rasa malas
Malas merupakan salah satu penyakit santri dalam proses
menghafal al-Qur‟an, yang bisa menghambat perkembangan dalam
menghafal. Selain itu, malas juga menyebabkan hafalan mudah
hilang.
b. Kurang dapat membagi waktu
Hal yang sangat penting dalam proses menghafal al-Qur‟an
ialah mampu membagi waktu. Tetapi kebanyakan dari santri
belum bisa membagi waktu dengan baik, dikarenkan banyak tugas
kampus maupun banyaknya kegiatan di Pondok tersebut.
c. Pengaruh teknologi atau HP
Di zaman yang sangat modern seperti saat ini, perkembangan
teknologi terus berkembang seiring perkembangan ilmu
pengetahuan yang semakin tinggi. Teknologi diciptakan untuk
memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia dalam
melakukan aktifitas sehari-hari dan memberikan nilai yang positif.
Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk
menghasilkan manfaat positif, disisi lain juga memungkinkan
digunakan untuk hal negatif.
Seperti halnya di pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha. dimana santri diperbolehkan membawa barang elektronik
seperti handphone dan laptop. Kecuali, pada saat pembelajaran
66
berlangsung santri tidak diperbolehkan membawa HP maupun laptop.
Hampir 99 % santri membawa HP dan laptop karna memang sebagian
besar santri dari kalangan anak sekolah atau mahasiswa.
Dilihat dari segi kegunaannya, HP tidak terlalu membawa
pengaruh positif terhadap santri, akan tetapi justru banyak pengaruh
negatifnya. Contohnya penjelasan dari EY penghambat terberat dalam
proses menghafal yaitu ketika sudah bermain gadget bisa lupa waktu
apalagi ketika menonton film waktu muraja’ah hampir tidak ada.
Dampaknya ketika mengaji sudah dimulai, santri hanya mengaji
beberapa ayat saja dan itupun tidak lancar. Dari sini terlihat bahwa
barang elektronik sangat memberikan dampak yang negatif daripada
dampak yang positif. Solusi yang dapat ditawarkan yaitu santri harus
lebih bisa membagi waktu antara mengaji dan bermain gadget atau Hp.
d. Tidak Menguasai Makhorijul Huruf dan Tajwid
Salah satu factor kesulitan dalam menghafal al-Qur‟an ialah
karena bacaan yang tidak bagus, baik dari segi Makhorijul huruf,
kelancaran membacanya, untuk menguasai al-Qur‟an dengan
benar. Orang yang tidak menguasai makhorijul huruf dan tajwid,
maka kesulitan dalam menghafal akan benar-benar terasa, dan
masa menghafal juga akan semakin lama.
67
e. Teman yang buruk akhlaknya
Teman adalah salah satu yang paling berpengaruh terhadap diri
seorang, teman yang buruk akhlaknya akan membawa kita pada
keburukan pula, begitu juga sebaliknya, teman yang rajin dalam
menghafal al-Qur‟an secara tidak langsung akan menjadi motivator
untuk ikut rajin dalam menghafal al-Qur‟an juga.
2. Solusi dalam mengatasi problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an
Di Pondok Pesantren al-Muntaha
Setiap permasalahan pasti ada solusi tersendiri dalam
mengatasinya. Termasuk upaya dalam mengatasi problematika santri
dalam menghafal al-Qur‟an. Seperti diadakannya program dari pengurus
dan program dari pengasuh.
a. Program dari pengurus
Untuk mengurangi problem yang dapat menghambat santri
dalam menghafal al-Qur‟an, maka pengurus membuat peraturan yang
nantinya bisa membuat kemaslahatan bersama
1) Seluruh santri wajib mengumpulkan hp mulai dari jam 17.30-
22.00.
Hal ini bertujuan supaya semua santri focus pada
kegiatan yang telah ada. Mulai dari jama‟ah sampai selesai
murajaah.
2) Semua santri wajib pulang ke pondok sebelum jam 18.00.
68
Peraturan ini bertujuan supaya santri bisa
memanfaatkan waktunya dengan baik. Ketika ia sudah pulang
kuliah, maka sesegera mungkin untuk pulang ke pondok. Karena
untuk bisa disiplin dalam menghafal al-Qur‟an, harusnya ia
mampu memanfaatkan waktu dimulai dari hal terkecil.
b. Program dari pengasuh
1) Semua santri tidak boleh pulang ke kamar sampai acara ngaji
selesai.
Hal ini bertujuan untuk, supaya semua santri bisa
mengikuti kegiatan ngaji sampai akhir. Dikarenakan ketika santri
diperbolehkan pulang ke kamar sebelum ngaji selesai, maka ia di
kamar hanya akan bersantai-santai seperti nonton film, tiduran dan
bersendau gurau dengan temannya.
2) Hari minggu semua santri tidak diperbolehkan keluar dari
lingkungan pondok.
Peraturan ini bertujuan supaya semua santri untuk hari
minggu focus dengan kegiatan pondok maupun tugas kuliah. Dari
pengasuh berharap agar untuk hari minggu santrinya bisa
memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengaji dan belajar.
69
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa:
1. Problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha disebabkan oleh banyak hal, seperti: rasa malas, kurang dapat
membagi waktu, tidak menguasai makhorijul huruf dan tajwid, pengaruh
teknologi atau hp dan teman yang buruk akhlaknya.
2. Adapun upaya dalam mengatasi problematika santri dalam menghafal al-
Qur‟an diantaranya, program yang bersumber dari pengurus. Yakni untuk
mengurangi problem yang dapat menghambat santri dalam menghafal al-
Qur‟an, maka pengurus membuat peraturan yang nantinya bisa membuat
kemaslahatan bersama, seperti:
a. Seluruh santri wajib mengumpulkan hp mulai dari jam 17.30-22.00.
b. Semua santri wajib pulang ke pondok sebelum jam 18.00.
Selain adanya program dari pengurus, dari pihak pengasuh juga
memberikan beberapa peraturan yang nantinya diharapkan bisa menambah
70
kedisiplinan santri baik dalam menghafal al-Qur‟an maupun proses
belajar-mengajar di dalam sekolah, yang meliputi:
a. Semua santri tidak boleh pulang ke kamar sampai acara ngaji selesai.
b. Hari minggu semua santri tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan
pondok.
B. Saran
1. Agar pengasuh Pondok Pesantren al-Muntaha selalu membimbing dan
memotivasi para santri dalam menghafal al-Qur‟an, supaya problematika
para santri dalam menghafal al-Qur‟an bisa berkurang.
2. Agar para santri Pondok Pesantren al-Muntaha selalu bersemangat dan
istiqomah dalam menghafal al-Qur‟an, karena Allah akan memudahkan
bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh dan ingin menghafalkan al-
Qur‟an.
3. Dengan adanya problematika yang dihadapi oleh para santri di Pondok
Pesantren al-Muntaha, hendaknya para santri lebih meningkatkan dalam
menghafal al-Qur‟an, memahami, menerapkannya, agar kelak menjadi
ahlul Qur‟an dan berakhlak mulia.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ahsin, W Alhafidz. 2000. Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an. Jakarta: Bumi
Aksara.
Alawiyah. Wiwi. 2015. Menghafal al-Qur’an Itu Gampang. Yogyakarta: Diva Press.
Badwilan, Ahmad Salim. 2009. Panduan Cepat Menghafal al-Qur‟an Dan Rahasia-
Rahasia Keajaibannya.
Departemen Agama Ri. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta.
Depag Ri. 1987. al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: PT. Serajaya Sentra.
Farida, Anik. 2007. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama.
Ghofur, abd. 2009. Pendidikan Anak Pengungsi. Malang: UIN Malang Press.
Ghozali, Bahri. 2003. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti
Junus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Jakarta: Balai Pustaka.
Maksum dkk. 2003. Pola Pembelajaran Pendidikan Pesantren, Jakarta: Departemen
Agama Ri.
Moeloeng, J Lexy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Munjahid. 2007. Strategi Menghafal al-Qur’an 10 Bulan Khatam. Jogjakarta: Idea
Press.
Munjahid, M.Ag. 2007. Kiat-Kiat Sukses Menghafal al-Qur’an. Yogyakarta: Idea
Press.
Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rofiq A dll. 2005. Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Sugianto, Ilham Agus. 2004. Kiat-kiat Praktis Menghafal al-Qur’an. Bandung:
Munjahid Press.
Sukron, Muhammad Dan Zaki. 2009. Menghafal al-Qur‟an Itu Gampang.
Yogyakarta: Mutiara Media.
72
Wahid. Wiwi Alawiyah. 2014. Cara Cepat Menghafal al-Qur’an. Yogyakarta: Diva
Press.
Zen, Muhaimin. 1985. Tata Cara Atau Problematika Menghafal al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka al-Husna.
1
2
3
4
5
6
KODE PENELITIAN
1. Narasumber
a. Asatidz
1) Hj. Siti Zulaicho, AH (SZ)
2) Nashif „Ubbadah, L.c (NU)
b. Santri
1) Eka Yuniyanti (EY)
2) Siti Zubaidah (SZ)
3) Mir‟atus Saadah (MS)
4) Tri Oktaviani (TO)
5) Vera Zuhrotun Nisa (VZN)
2. Metode
Kode Metode Penelitian
W Wawancara
O Observasi
D Dokumentasi
3. Kategori Data
Kode Keterangan
S Santri
U Ustadz/ustadzah
7
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PENGASUH PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : SZ
Kode Data : W/SZ
Hari/Tanggal : Sabtu, 03 Maret 2018
Tempat : Ndalem Pondok
Waktu : 14.10-14.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
8
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN USTADZ PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : NU
Kode Data : W/NU
Hari/Tanggal : Sabtu, 03 Maret 2018
Tempat : Ndalem Pondok
Waktu : 15.00-15.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
9
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PENGURUS PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : MS
Kode Data : W/MS
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Kamar Pondok
Waktu : 17.40-16.00
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
10
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : SZ
Kode Data : W/MS
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 17.15-17.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
11
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : TO
Kode Data : W/TO
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 17.30-17.40
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
12
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : EY
Kode Data : W/EY
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 21.30-21.45
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
13
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : VZN
Kode Data : W/VZN
Hari/Tanggal : Minggu, 04 Maret 2018
Tempat : Kamar Pondok
Waktu : 14.00-14.15
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
14
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN PENGASUH PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : SZ
Kode Data : W/SZ
Hari/Tanggal : Sabtu, 03 Maret 2018
Tempat : Ndalem Pondok
Waktu : 14.10-14.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Kalau masalah problematika menghafal al-Qur’an yaitu para santri terkadang
terkena penyakit malas sehingga ada yang sadar akan pentingnya menjaga
hafalan al-Qur’an dan kadang sadar bahkan sama sekali tidak sadar”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Solusi yang dapat mengatasi problematika yaitu berada dalam diri sendiri, jika
ia mempunyai motivasi yang tinggi maka ia tidak akan menyia-nyiakan waktu
begitu saja, apalagi untuk hal-hal yang tidak penting, misalnya mainan hp, tidur,
bersantai-santai.
15
Dan hal yang paling besar yaitu harus mempunyai semangat yang tinggi dan
harus bisa memanfaatkan waktu dengan baik”
16
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN USTADZ PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : NU
Kode Data : W/NU
Hari/Tanggal : Sabtu, 03 Maret 2018
Tempat : Ndalem Pondok
Waktu : 15.00-15.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Berkenaan dengan problematika yang dihadapi para santri yaitu rasa malas
yang berkepanjangan, selain itu karena di pondok sini diperbolehkan membawa
hp sehingga kebanyakan santri lebih banyak menggenggam hp daripada
menghahafalkan al-Qur’an”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Kalau menurut saya, akan lebih baik jika di pondok sini tidak diperbolehkan
membawa hp supaya tidak menjadi pengganggu dalam menghafal al-Qur’an”
17
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN PENGURUS PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : MS
Kode Data : W/MS
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Kamar Pondok
Waktu : 17.40-16.00
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Males, karena di pondok sini diperbolehkan membawa hp, kurang ketatnya
sebuah peraturan, lingkungan yang kurang mendukung, bangunan yang kurang
exotis sehingga kurang nyaman dalam menghafal al-Qur’an”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Lebih baik bangunan pondok diperbaiki supaya nyaman dalam proses belajar
mengajar, termasuk dalam menghafal al-Qur’an, selain itu bagi semua santri
untuk tidak diperbolehkan membawa hp”
18
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : SZ
Kode Data : W/MS
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 17.15-17.30
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha? “Tidak bisa membagi waktu dengan baik, males, kurangnya motivasi,
lingkungan yang kurang mendukung dalam menghafal al-Qur’an, ketika ada
masalah fikiran dan hati tidak bisa menyatu, ngantukan, dan tugas kuliah yang
selalu membebani”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Kalau berbicara mengenai solusi, berasal dari diri sendiri, buka dari orang
lain. Jadi menurut saya sih, problematika bisa dilawan dengan semangat yang
tinggi untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat. Selain itu, supaya bisa
memanfaatkan waktu dengan baik dan benar”
19
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : TO
Kode Data : W/TO
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 17.30-17.40
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Rasa malas, adanya hp yang menjadi salah satu pengganggu besar dalam
menghafal al-Qur’an, terkadang terbebani oleh masalah entah masalah dari
lingkungan maupun dari luar lingkungan, dan belum bisa membagi waktu
dengan baik”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Solusinya yaitu dengan mengurangi dalam penggunaan hp, dan digunakan
untuk hal-hal penting saja yang dapat menunjang dalam menghafal al-Qur’an.
Selain itu harus memanfaatkan waktu dengan baik dan tetap semangat dengan
adanya motivasi dari orang tua maupun dari teman”
20
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : EY
Kode Data : W/EY
Hari/Tanggal : Jum‟at, 02 Maret 2018
Tempat : Aula
Waktu : 21.30-21.45
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Males, belum bisa membagi waktu, tidak adanya tuntutan untuk menjadi
seorang hafidzoh, tidak adanya motivasi dari orang tua, masih senang
memanfaatkan waktu untuk bersendau gurau, bersantai dan nonton film”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Salah satu solusi untuk bisa menghafal al-Qur’an dengan baik yaitu dengan
cara mengatur jadwal hafalan. Apabila semua kegiatan harian dibuat jadwal,
maka semua akan berjalan dengan baik dan tertib”
21
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN SANTRI PONDOK PESANTREN
AL-MUNTAHA
Kode Responden : VZN
Kode Data : W/VZN
Hari/Tanggal : Minggu, 04 Maret 2018
Tempat : Kamar Pondok
Waktu : 14.00-14.15
Daftar Pertanyaan:
1. Apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-
Muntaha?
“Salah satu besar kendala saya dalam menghafal al-Qur’an yaitu belum
memahami ilmu tajwid dengan baik, sehingga kesulitan dalam menghafal. Selain
itu selalu dihantui dengan rasa malas. Adapun problematika yang paling
terberat di lingkungan pondok yaitu teman”
2. Bagaimana solusi dalam mengatasi problematika menghafal al-Qur‟an?
“Harus pandai-pandai dalam memilih teman yang akan membawa kita pada
kesuksesan hidup, selain itu harus adanya gemblengan mengenai pembelajaran
ilmu tajwid dari ustadz maupun ustadzah”
22
FOTO KEGIATAN
PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA
Simaan ahad legi
Simaan ahad kliwon
23
Kegiatan tilawatil Qur’an
Sorogan al-Qur‟an
24
Bandongan kitab dan tajwid
Pengurus Pondok Pesantren al-Muntaha
25
Pergantian kepengurusan tahun 2017/2018
Acara pensi dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW