problematika belajar di perguruan tinggi

35
PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI PADA MAHASISWI SEMESTER V FAKULTAS PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Disusun Sebagai Pengganti Ujian Akhir Mata Kuliah Psikodiagnostik 3 Dosen Pembina: Iin Tri Rahayu, M.Si. Disusun Oleh: Qimmatul Khoiroh NIM. 08410083 Kelas C 1

Upload: qimmatul-khoiroh

Post on 30-Jun-2015

758 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWI SEMESTER V FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Disusun Sebagai Pengganti Ujian Akhir Mata Kuliah Psikodiagnostik 3

Dosen Pembina:

Iin Tri Rahayu, M.Si.

Disusun Oleh:

Qimmatul Khoiroh

NIM. 08410083

Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2010

1

Page 2: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar di kursi Perguruan Tinggi banyak berbeda dengan belajar di bangku

sekolah menengah. Dilihat dari seluruh sistem, banyak perbedaan antara

Perguruan Tinggi dan sekolah demikian pula lingkungan kampus tidak lagi

seperti lingkungan sekolah. Dalam kegiatan akademik, perlakuan terhadap

mahasiswa berbeda dengan yang diterima siswa. Cara dosen memberikan kuliah

kepada mahasiswa umumnya tidak sama dengan cara guru menjelaskan pelajaran

bagi siswa.

Perbedaan yang mencolok tersebut membawa kesulitan pada sebagian

mahasiswa dalam masa peralihan dari kebiasaan SMU kepada tuntutan di

Perguruan Tinggi. Semestinya sudah diantisipasi bahwa mahasiswa akan

menemui berbagai masalah khususnya pada masa awal studinya. Sebagian

masalah itu merupakan hal baru sama sekali karena mereka memang memasuki

dunia yang belum pernah dialami secara langsung.

Belajar di Perguruan Tinggi tidaklah sama dengan belajar di tingkat-tingkat

sebelumnya, dimana peranan dan kesungguhan mahasiswa sangat menentukan

pencapaian hasil belajar yang diharapkan. Belajar di Perguruan Tinggi bagi

mahasiswa bukan sekedar menerima materi yang diberikan tenaga pengajar,

tetapi justru mampu menganalisa, mengembangkan dan

mengimplementasikannya kembali melalui suatu rangkaian kegiatan belajar

dengan ketentuan sistem kredit semester di Perguruan Tinggi. Sehingga belajar di

Perguruan Tinggi akan sangat tergantung dari diri mahasiswa sendiri.

Namun tidak dapat dipungkiri, belajar di Perguruan Tinggi bukan berarti

tanpa masalah. Saat belajar di Perguruan Tinggi mahasiswa akan menghadapi

berbagai ragam hambatan atau masalah belajar, yang muncul dari dalam dirinya

sendiri, maupun dari luar dirinya.

2

Page 3: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

B. TUJUAN

Untuk mengetahui mengenai ragam problematika atau permasalahan mahasiswi

semester V Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

3

Page 4: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. BELAJAR

1. Definisi Belajar

C.T. Morgan dalam Introduction to Psychology, merumuskan belajar sebagai

“Suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau

hasil dari pengalaman yang lalu”

Crow & Crow dalam buku Educational Psychology, menyatakan belajar

adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Hal-hal

tersebut meliputi cara-cara yanhg baru guna melakukan suatu upaya memperoleh

penyesuaian diri terhadap situasi yang baru. Jadi belajar menunjuk adanya

perubahan yang progresif dari tingkah laku.

Laurine dalam bukunya Building the High School Curriculum,

mengemukakan, “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman.” Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses, kegiatan dan

bukan hasil atau tujuan.

Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory

berpendapat, belajar ialah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme

disebabkan pengalaman tersebut yang bisa memengaruhi tingkah laku

organisme.

Atkinson dkk mendefinisikan belajar sebagi perubahan yang relatif permanen

pada perilaku yang terjadi akibat latihan.

R. Gagne memberikan dua definisi belajar, yaitu:

1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,

keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh

dari instruksi.

Menurut Mc. Beach ( Lih Bugelski 1956 ) memberikan definisi mengenai

belajar. “Learning is a change performance as a result of practice”. Ini berarti

bahwa – bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, dan perubahan

itu sebagai akibat dari latihan ( practice ).

4

Page 5: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibagi

dalam dua bagian, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen (Alex Sobur, 244-

251):

1. Faktor Endogen

Faktor endogen atau faktor yang berada dalam diri individu-

meliputi dua faktor, yakni faktor fisik dan faktor psikis.

a. Faktor Fisik

Faktor fisik ini meliputi faktor kesehatan dan ada tidaknya cacat yang

dibawa sejak anak berada dalam kandungan. Anak yang kurang sehat atau

kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang

dibandingkan dengan anak yang sehat.

b. Faktor Psikis

a ) Faktor inteligensi atau kemampuan

Pada dasarnya, manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan

itu adalah dalam hal kemampuan atau inteligensi. Kenyataan

menunjukkan, ada orang yang dikaruniai kemampuan tinggi, sehingga

mudah mempelajari sesuatu. Dan, sebaliknya, ada orang yang

kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk

mempelajari sesuatu. Dengan demikian, perbedaan dalam mempelajari

sesuatu disebabkan, antara lain, oleh perbedaan pada taraf

kemampuannya. Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.

b ) Faktor Perhatian dan Minat

Dalam hat minat, tentu saja seseorang yang menaruh minat pada suatu

bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tersebut. Secara

sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi

atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Keinginan atau minat clan kemauan atau kehendak sank.

memengaruhi corak perbuatan yang akan cliperlihatkan seseorang.

Sekalipun seseorang itu mampu mempelajari sesuatu, tetapi bila tidak

mempunyai minat, ticlak mau, atau ticlak ada kehendak untuk

5

Page 6: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

mempelajari, ia ticlak akan bisa mengikuti proses belajar. Minat atau

keinginan ini erat pula hubungannya dengan perhatian yang dimiliki

karena perhatian mengarahkan timbulnya kehendak pada sesuatu,

Kehendak atau kemauan ini juga erat hubungannya dengan kondisi

fisik seseorang, misalnya dalam keadaan sakit, capai, lesu, atau mungkin

sebaliknya, yakni sehat dan segar. Juga erat hubungannya dengan kondisi

psikis, seperti senang, tidak senang, tegang, bergairah, dan lainnya,

c ) Faktor Bakat

Pada dasarnya bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya,

seorang anak yang memiliki inteligensi sangat cerdas (superior) atau

cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child yakni

anak berbakat.

Bakat setiap orang itu berbecla-beda. Seorang anak yang berbakat musik

akan lebih cepat mempelajari musik tersebut. Orang tua terkadang

kurang memperhatikan faktor bakat ini, sehuingga mereka memaksakan

kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya padaj keahlian tertentu

tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat anaknya itu. Pemaksaan

kehendak terhadap anak tentu berpengaruh buruk terhadap prestasi anak

yang bersangkutan.

d ) Faktor Motivasi

Motivasi adalah keadaan internal organisms yang mendorongnya untuk

berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang, berasal

dari dalam, faktor motivasi memegang peranan Pula. Kekurangan atau

ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat

eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam

melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran, baik di sekolah

maupun di rumah.

e ) Faktor Kematangan

Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-

organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses

belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena

itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan

6

Page 7: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini erat sekali

hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.

Kita tentu ticlak bisa melatih anak yang baru berumur 5 bulan untuk

belajar berjalan. Kalaupun kita paksa, anak itu tetap saja tidak akan

sanggup melakukannya, karena untuk bisa berjalan, ia memerlukan

kematangan potensi-potensi fisik maupun psikisnya. Begitu juga, kita

tidak bisa mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru clucluk Ali

bangku SLIP. Semua itu disebabkan pertumbuhan mentalnya belum

matang untuk menerima pelajaran itu. Mengajarkan sesuatu baru bisa

1wrhasil apabila taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya;

potensi-potensi jasmani maupun rohaninya telah matang untuk itu.

f) Faktor Kepribadian

Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar.

Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah

mahluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi, faktor

kepribadian anak mempengaruhi keadaan anak.

2 . Faktor Eksogen

Seperti sudah dijelaskan, faktor eksogen berasal dari luar diri anak yang

meliputi: (a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, dan (c) faktor lingkungan

lain, di luar keluarga sekolah.

a. Faktor Keluarga

Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam

belajar, dapat dibagi lagi menjadi tiga aspek, yakni: (1) kondisi ekonomi

keluarga, (2) hubungan emosional orang tua dan anak, serta (3) cara-

cara orang tua mendidik anak.

1) Kondisi ekonomi keluarga

Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap

kelangsungan kiehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan

antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari

faktor ekonomi ini. Begitu pula factor keberhasilan seorang anak.

2) Hubungan emosional orang tua dan anak

7

Page 8: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh

dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang

selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan

terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak

tidak bisa belajar dengan baik. Hubungan orang tua dan anak yang

ditandai oleh sikap acuh tak acuh dapat pula menimbulkan

reaksi frustrasi pada anak. Orang tua yang terlalu keras pada

anak dapat menyebabkan "jauh"-nya hubungan mereka yang

pada gilirannya menghambat proser belajar. Sebaliknya, hubungan

anak dan orang tua yang terlalu dekat, misalnya, ke mana pun

orang tua pergi, anak selalu lekat berada di samping, kadang dapat

mengakibatkan anak menjadi selalu "bergantung".

3) Cara orang tuamendidik anak

Biasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik.

Ado keluarga yang menjalankan cara-cara mendidik anaknya secara

didikan militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima

oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan

pendapat dari anggota keluarga. Ketiga cara mendidik ini,

langsung atau tidak langsung, dapat berpengaruh pada proses

belajar anak.

b. Faktor Sekolah

Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai

administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat memengaruhi semangat

belajar seorang anak.

Dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya

merupakan faktor yang penting pula. Bagaimana sikap dan epribadian

guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan

bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan itu kepada anak

didiknya, turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai anak.

c. Faktor Lingkungan

Meliputi faktor teman bergaul dan aktivitas dalam masyarakat dapat

pula mempengaruhi kegiatan belajar anak. Aktivitas di luar

8

Page 9: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

sekolah memang baik untuk membantu perkembangan seorang anak.

Nanum, tidak semua aktivitas dapat membantu anak. jika seorang

anak terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah dan di luar

sekolah, sementara ia kurang mampu membagi waktu belajar, dengan

sendirinya aktivitas tersebut akan merugikan anak karena kegiatan

belajarnya menjadi terganggu.

3. Teori Belajar Konstruktivistik

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha

untuk memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan

akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya.

Jean piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat

kontruktivistik, yang teori pengetahuannya dikenal dengan adaptasi kognitif.

Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan

yang harus ditanggapi secara kognitif (mental).

Lebih lanjut Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) sebagaimana dikutip oleh

Asri Budiningsih (2005:57) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan

yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu;

1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.

2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan

kesamaan dan perbedaan

3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengetahuan yang satu dari

pada yang lainnya.

Menurut Vygotsky (Elliot, 2003, 52), belajar adalah sebuah proses yang

melibatkan dua elemen penting, yaitu belajar merupakan proses secara biologi

sebagai proses dasar dan proses secara psikososial sebagai proses yang lebih

tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya.

Menurut cara pandang teori konstruktivistik bahwa belajar adalah proses

untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan.

Artinya siswa akan cepat memiliki pengalaman jika pengetahuan itu dibangun

atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat.

9

Page 10: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Proses belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada

pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu

konstruksi pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya.

B. BATASAN ISTILAH

Belajar di Perguruan Tinggi bagi mahasiswa bukan sekedar menerima materi

yang diberikan tenaga pengajar, tetapi justru mampu menganalisa, mengembangkan

dan mengimplementasikannya kembali melalui suatu rangkaian kegiatan belajar

dengan ketentuan sistem kredit semester di Perguruan Tinggi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Lusikooy, W (1983) bahwa secara umum

tercatat berbagai masalah yang dihadapi mahasiswa dalam belajar yaitu:

a. Pilihan untuk memasuki jurusan dipengaruhi oleh orangtua atau teman

sehingga ia belum menyadari betapa penting pilihan itu untuk dirinya sendiri.

b. Belum dapat menyesuaikan diri dengan cara belajar di perguruan tinggi

c. Rencana studi dan lamanya studi belum direncanakan dengan baik

d. Belum dapat menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia di

perpustakaan.

e. Belum dapat mengembangkan kebiasaan belajar yang baik (habit for mation)

f. Belum menyadari manfaat belajar untuk kepentingan dirinya sendiri 

g. Kemampuan belajar yang kurang.

Sedangkan menurut Paryati Sudarman beberapa problematik yang sering terjadi

ketika belajar di perguruan tinggi, yaitu:

a. Kejenuhan dan kemalasan

b. Ketidakmampuan mengelola waktu

c. Kurang berminat pada dosen tertentu

d. Kurang berminat pada mata kuliah tertentu

e. Lingkungan pergaulan

f. Tempat kos

g. Keuangan

h. Cinta dan pergaulan bebas

10

Page 11: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB III

METODOLOGI

A. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Metode Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab

sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan

penyelidikan (Hadi, 1993).

Wawancara adalah perbincangan yang menjadi sarana untuk mendapatkan

informasi tentang orang lain dengan tujuan penjelasan atau pemahaman tentang

orang tersebut dalam hal tertentu.

Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan

maksud tertentu, yang dilakukan oleh kedua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara

secara umum adalah untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari

perilaku subyek yang diteliti.

Secara garis besar, pedomen intervieu atau wawancara ada dua macam/

jenisnya, antara lain sebagai beriku

1. Pedoman wawancara tidak terstruktur

yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis- garis besar yang akan

ditanyakan. Dalam hal ini kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan

hasil wawancara dengan menggunakan pedoman ini lebih banyak tergantung

dari pewawancara.

2. Pedoman wawancara terstruktur

yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga

menyerupai check list. Oewawancara tinggal membubuhkan tanda check pada

nomor yang sesuai. Wawancara harus dilakukan dengan efektif, artinya dalam

kurun waktu yang sesinkat- singkatnya dapat diperoleh data yang sebanyak-

banyaknya. Bahasa harus jelas dan terarah. Suasana harus rileks agar data yang

diperoleh adalah data yang objektif dan dapat dipercaya.

Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik wawancara semi terstruktur.

11

Page 12: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

2. Metode Observasi

Observasi sebagai metode ilmiah dalam penelitian dimaksudkan sebagai

pengamat yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek

dengan menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2002:133).

3. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan mencari

data mengenai hal- hal atau variabel yang berup catatan, transkrip, buku, surt

kabar, majalh, prsasti, notulen, rapat, legger, agenda dan sebagainya.

Jika dibandingkan dengan metode- metode yang lainnya seperi observasi,

wawancara, tes, angket dan kuisioner, maka metode ini agak tidak begitu sulit,

dalam arti apabila terdapat kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum

berubah. Pada metode dokumentasi ini yang diamati adalah benda mati bkan

benda hidup.

Seperti yang telah dijelaskan, dalam menggunakan metode dokumentasi ini

peneliti memegang check list untuk mencatat variabel yang sudah ditentukan.

Apabila terdapat/ muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal

membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-

hal yang bersifat bebas atau belum ditentkan dalam daftar variabel, peneliti dapat

menggunakan kalimat bebas.

B. PEDOMAN WAWANCARA DAN PEDOMAN OBSERVASI

1. PEDOMAN WAWANCARA

a. Apakah Anda mengetahui belajar pada tingkat perguruan tinggi

merupakan belajar yang secara mandiri?

b. Adakah yang berbeda dengan belajar pada tingkat-tingkat sebelumnya

(seperti SD, SLTP, SLTA) menurut Anda?

c. Pernahkah Anda mengalami masalah saat belajar di perguruan tinggi?

d. Apakah masalah tersebut menyangkut kejenuhan dan kemalasan?

e. Apakah masalah tersebut menyangkut ketidakmampuan mengelola

waktu?

12

Page 13: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

f. Apakah masalah tersebut menyangkut kurang berminat pada dosen

tertentu?

g. Apakah masalah tersebut menyangkut kurang berminat pada mata kuliah

tertentu?

h. Apakah masalah tersebut menyangkut lingkungan pergaulan?

i. Apakah masalah tersebut menyangkut empat kos?

j. Apakah masalah tersebut menyangkut keuangan?

k. Apakah masalah tersebut menyangkut cinta dan pergaulan bebas?

2. PEDOMAN OBSERVASI

Observasi dilakukan secara menyeluruh dan didokumentasikan secara urut

menurut pertanyaan yang diajukan pada pihak observee.

C. IDENTITAS RESPONDEN

1. Subjek 1

Nama : Nk

TTL : Pekalongan, 25 Desember 1990

Alamat : Jl. Sunan Ampel No.11

Telp./HP : 085755063xxx

2. Subjek 2

Nama : Yw

TTL : Ngawi, 9 Juli 1990

Alamat : Jl. Sunan Kalijaga Dalam No.2

Telp./HP : 085645280xxx

D. GAMBARAN LOKASI

Lokasi wawancara dan observasi adalah di tempat kos masing-masing subjek.

Pada subjek 1 lokasi wawancara terletak di kamar subjek di lantai 2 di Jl. Sunan

Ampel No.11. Kamar subjek terlihat bersih dan rapi, buku-buku ditata rapi di atas

rak. Di dinding samping tempat tidur terpajang papan berukuran kecil yang berisi

tentang jadwal kegiatan subjek. Wawancara dan observasi berlangsung pada hari

Senin 20 Desember 2010 pada pukul 13.00-13.45.

13

Page 14: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Sedangkan lokasi wawancara subjek 2 terletak di kamar subjek di Jl. Sunan

Kalijaga Dalam No.2. Kamar subjek 2 juga terlihat rapi dan bersih. Buku-buku

diletakkan di atas meja belajar dan disusun dengan rapi. Di dinding depan tempat

tidur subjek 2 juga terpajang papan dari sterofoam yang berukuran agak besar. Di

dalamnya ditempel jadwal kuliah, foto keluarga subjek, kata-kata motivasi, dan

lainnya. Wawancara dan observasi berlangsung pada hari Kamis, 23 Desember 2010

pada pukul 12.00-13.00.

14

Page 15: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB IV

PAPARAN DATA

A. DATA DARI WAWANCARA

1. Subjek 1: Nk

Kode Pertanyaan Jawaban Interpretasi

1.a Apakah Anda mengetahui

belajar pada tingkat

perguruan tinggi

merupakan belajar yang

secara mandiri?

Ya. Subjek mengetahui

bahwa belajar pada

tingkat perguruan

tinggi merupakan

belajar yang secara

mandiri

1.b Adakah menurut Anda

yang berbeda antara

belajar di perguruan tinggi

dengan belajar pada

tingkat-tingkat

sebelumnya (seperti SD,

SLTP, SLTA)?

Pastinya beda. Bagi subjek ada

yang berbeda anta-ra

belajar di per-guruan

tinggi de-ngan

belajar pada tingkat

sebelumnya.

1.c Pernahkah Anda

mengalami masalah saat

belajar di perguruan

tinggi?

Ya, sering. Subjek sering

mengalami masa-lah

saat belajar di

perguruan tinggi

1.d Apakah masalah tersebut

menyangkut kejenuhan

dan kemalasan?

Iya. Subjek mengalami

masalah kejenuhan

dan kemalasan

dalam belejar

1.e Apakah masalah tersebut

menyangkut ketidakmam-

puan mengelola waktu?

Iya. Subjek mengalami

masalah ketidak-

mampuan menge-

lola waktu dalam

belajar

15

Page 16: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

1.f Apakah masalah tersebut

menyangkut kurang

berminat pada dosen

tertentu?

Iya. Subjek mengalami

masalah kurang

berminat pada dosen

tertentu

1.g Apakah masalah tersebut

menyangkut kurang

berminat pada mata kuliah

tertentu?

Tidak. Subjek tidak

mengalami masa-lah

mengenai kurangnya

minat pada mata

kuliah tertentu.

1.h Apakah masalah tersebut

menyangkut lingkungan

pergaulan?

Tidak. Subjek tidak

mengalami masa-lah

menyangkut

lingkungan

pergaulan.

1.i Apakah masalah tersebut

menyangkut tempat kos?

Tidak. Subjek tidak

mengalami masa-lah

menyangkut tempat

kos.

1.j Apakah masalah tersebut

menyangkut keuangan?

Tidak. Subjek tidak

mengalami masa-lah

menyangkut

keuangan.

1.k Apakah masalah tersebut

menyangkut cinta dan atau

pergaulan bebas?

Ya. Subjek mengalami

masalah menyang-

kut cinta dan atau

pergaulan bebas.

2. Subjek 2:Yw

Kode Pertanyaan Jawaban Interpretasi

2.a Apakah Anda mengetahui

belajar pada tingkat

perguruan tinggi

Ya, saya tahu. Subjek mengetahui

bahwa belajar pada

tingkat perguruan

16

Page 17: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

merupakan belajar yang

secara mandiri?

tinggi merupakan

belajar yang secara

mandiri

2.b Adakah menurut Anda

yang berbeda antara

belajar di perguruan tinggi

dengan belajar pada

tingkat-tingkat sebelum-

nya (seperti SD, SLTP,

SLTA)?

Tentunya ada,

banyak soal teman

dosen, gedungnya

apa lagi..

Bagi subjek ada

yang berbeda

antara belajar di

perguruan tinggi

dengan belajar pa-

da tingkat sebe-

lumnya, yaitu

dalam hal teman,

dosen dan fasilitas.

2.c Pernahkah Anda

mengalami masalah saat

belajar di perguruan

tinggi?

Pernah, kesulitan

belajar adaptasi

Subjek pernah

mengalami masa-

lah saat belajar di

perguruan tinggi

yaitu kesulitan

adaptasi.

2.d Apakah masalah tersebut

menyangkut kejenuhan

dan kemalasan?

Iya. Subjek mengalami

masalah kejenuhan

dan kemalasan

dalam belajar

2.e Apakah masalah tersebut

menyangkut ketidakmam-

puan mengelola waktu?

Iya sih.. Subjek mengalami

masalah ketidak-

mampuan menge-

lola waktu belajar

2.f Apakah masalah tersebut

menyangkut kurang

berminat pada dosen

tertentu?

Hmm.. Ada sih.. Subjek mengalami

masalah kurang

berminat pada

dosen tertentu

2.g Apakah masalah tersebut

menyangkut kurang

Mungkin iya.. Subjek mengalami

masalah mengenai

17

Page 18: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

berminat pada mata kuliah

tertentu?

kurangnya minat

pada mata kuliah

tertentu.

2.h Apakah masalah tersebut

menyangkut lingkungan

pergaulan?

Tidak juga. Subjek tidak

mengalami masa-

lah menyangkut

lingkungan

pergaulan.

2.i Apakah masalah tersebut

menyangkut tempat kos?

Ya. Subjek mengalami

masalah menyang-

kut tempat kos.

2.j Apakah masalah tersebut

menyangkut keuangan?

Hmmm.. Nggak

juga...

Subjek tidak

mengalami masa-

lah menyangkut

keuangan.

2.k Apakah masalah tersebut

menyangkut cinta dan atau

pergaulan bebas?

Kayaknya nggak

deh..

Subjek tidak

mengalami

masalah menyang-

kut cinta dan atau

pergaulan bebas.

B. DATA DARI OBSERVASI

1. Subjek 1:Nk

Kode Hasil Observasi Interpretasi

1.a Subjek menjawab dengan pasti. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.b Subjek menjawab sambil melihat

ke arah observer.

Subjek yakin dengan jawabannya.

1.c Pandangan mata subjek mengarah

ke samping.

Subjek tampak mengingat-ingat

1.d Subjek menjawab dengan lugas. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.e Subjek menjawab dengan lugas. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.f Subjek menjawab sambil Subjek ragu dengan jawabannya

18

Page 19: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

menggaruk-garuk kepala

1.g Subjek memandang ke arah

observer.

Subjek yakin dengan jawabannya.

1.h Subjek menjawab sambil melihat

ke arah observer.

Subjek yakin dengan jawabannya.

1.i Pandangan mata subjek mengarah

ke samping.

Subjek tampak berpikir sejenak.

1.j Subjek menjawab dengan lugas. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.k Subjek menjawab sambil

menggaruk-garuk hidung.

Subjek ragu denghan jawabannya.

2. Subjek 2:Yw

Kode Hasil Observasi Interpretasi

1.a Subjek menjawab dengan pasti. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.b Mata subjek melihat ke kiri. Subjek tampak mengingat-ingat.

1.c Pandangan mata subjek mengarah

ke bawah.

Subjek tampak sedikit ragu untuk

menjawabnya.

1.d Subjek menjawab dengan lugas. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.e Subjek menjawab dengan lugas. Subjek yakin dengan jawabannya.

1.f Subjek menjawab sambil

menggaruk-garuk kepala

Subjek tampaknya ragu-ragu

dalam menjawab.

1.g Subjek menjawab sambil

menggaruk-garuk telinga

Subjek kelihatan ragu-ragu dalam

menjawab.

1.h Subjek menjawab sambil melihat

ke arah observer.

Subjek yakin dengan jawabannya.

1.i Subjek menjawab sambil melihat

ke arah observer.

Subjek yakin dengan jawabannya.

1.j Subjek berpikir sejenak sebelum

menjawab.

Subjek kelihatan ragu-ragu dalam

menjawab.

1.k Subjek menjawab sambil

menggaruk leher.

Subjek tampaknya ragu-ragu

dalam menjawab.

19

Page 20: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

C. DATA DARI DOKUMENTASI

1. Wawancara dengan Subjek 1:Nk

2. Wawancara dengan Subjek 1:Yw

20

Page 21: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas diperoleh data sebagai

berikut. Subjek 1(NK) mengetahui bahwa belajar di perguruan tinggi adalah belajar

secara mandiri serta mengetahui bahwa terdapat perbedaan-perbedaan dengan belajar

pada tingkat sebelumnya. Namun NK mengakui bahwa dirinya sering mengalami

masalah dalam belajarnya. Problem belajar di perguruan tinggi yang dialami NK

yaitu menyangkut masalah kejenuhan dan kemalasan, ketidakmampuan mengelola

waktu, kurang berminat pada dosen tertentu, dan masalah cinta.

Sedangkan subjek 2 (YW) juga mengetahui bahwa belajar di perguruan tinggi

adalah belajar secara mandiri. Bagi YW terdapat perbedaan-perbedaan antara belajar

di perguruan tinggi dengan belajar pada tingkat sebelumnya. Misalnya dalam hal

pertemanan, dosen, dan gedung atau fasilitas. YW juga mengakui bahwa dirinya

pernah mengalami masalah dalam proses belajarnya di perguruan tinggi. Problem

belajar di perguruan tinggi yang dialami YW yaitu menyangkut masalah kejenuhan

dan kemalasan, ketidakmampuan mengelola waktu, kurang berminat pada dosen

tertentu, kurang berminat pada dosen tertentu, kurang berminat pada mata kuliah

tertentu, dan masalah di tempat kos.

Dari hasil wawancara kedua subjek tersebut dapat dilihat bahwa permasalahan

yang sama-sama muncul yaitu menyangkut masalah kejenuhan dan kemalasan,

ketidakmampuan mengelola waktu, serta kurang berminat pada dosen tertentu.

21

Page 22: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan

yang muncul pada mahasiswi yang belajar di perguruan tinggi, yaitu menyangkut

masalah kejenuhan dan kemalasan, ketidakmampuan mengelola waktu, serta kurang

berminat pada dosen tertentu.

22

Page 23: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.

Paryati Sudarman. 2004. Belajar Efektif di Perguruan Tinggi. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

Iin Tri Rahayu. Handout Wawancara. Fakultas Psikologi UIN MAlang

Iin Tri Rahayu. Handout Observasi. Fakultas Psikologi UIN MAlang

23

Page 24: PROBLEMATIKA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

24