ppt parasit kel 1-1

35
Kelompok 1 Di susun oleh: - Dewa Ayu APD - Eko Budiarto - Febriani Maghfiroh - Inda Supriyatin - Kusuma Dwi Utami - Nanik Fajar

Upload: nauvalaudia

Post on 28-Dec-2015

128 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Power Point ini merupakan tugas mata kuliah parasitologi yang membahasa tentang Ascaris lumbricoides, Toxocara cati dan Toxocara canis. semoga dapat membantu

TRANSCRIPT

Kelompok 1Di susun oleh:

-Dewa Ayu APD-Eko Budiarto

- Febriani Maghfiroh-Inda Supriyatin

- Kusuma Dwi Utami-Nanik Fajar

Hospes

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.

Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi Ascariasis lumbricoides cukup tinggi, sekitar 60-90%

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di rongga usus kecil . Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri atas telur yang dibuahi dan tidak dibuahi

dalam lingkungan yang sesuai,telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe,lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva diparu menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.

Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan kedalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva akan berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.

Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu

keadaan tersebut disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual,nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat : Pada anak dapat terjadi malabsorbsi

memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang diperlukan tindakan operasi.

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja.

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat 10mg/kg BB, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran A. lumbricoides dan T.trichiura.

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:

Obat mudah diterima di masyarakat Aturan pemakaian sederhana Mempunyai efek samping yang minim Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat

terhadap beberapa jenis cacing Harganya murah.

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-90%

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, dibawah pohon, ditempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk

tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25-30 C merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumbricoides menjadi bentuk infektif

Toxocara canis ditemukan pada anjing Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara dan menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.

Cacing tersebar secara kosmopolit juga ditemukan di Indonesia. Di jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26%.

Toxocara cati Toxocara canis

Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang 3,6 – 8,5 cm sedangkan yang betina 5,7 – 10,0 cm. Toxocara cati jantan 2,5 – 7,8 cm, yang betina 2,5 – 14,0 cm.

Bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar.

sehingga kepalanya menyerupai ular kobra. Bentuk ekor kedua spesies hampir sama yang jantan ekornya berbentuk seperti tangan dengan jari yang sedang menunjuk sedangkan yang betina ekornya bulat meruncing.

Telur yang keluar bersama tinja anjing atau kucing akan berkembang menjadi telur in fektif di tanah yang cocok. Hospes definitif dapat tertular baik dengan menelan telur infektif atau dengan memakan hospes paratenik yang tinggal ditanah seperti cacing tanah, semut. Penularan larva pada anak anjing atau anak kucing dapat terjadi secara transplasental dari induk anjing yang terinfeksi atau melalui air susu induk kucing yang terinfeksi

Telur tertelan manusia (hospes paratenik) kemudian larva menembus dinding usus dan ikut dalam peredaran darah menuju organ tubuh (hati, jantung, paru, otak dan mata). Di dalam orang, larva tersebut tidak mengalami perkembangan lebih lanjut.

Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam. Kelainan yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan, nekrosis, dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat terbungkus dalam granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.

Kematian larva menstimulasi respons imun immediate-type hypersensitivity yang menimbulkan penyakit visceral larva migran (VLM), dengan gejala demam, pembesaran hati dan limpa, gejala saluran nafas bawah seperti bronkhospasme (mirip hipergammaglobulinemia IgM, IgG dan IgE). Kelainan pada otak menyebabkan kejang, gejala neuropsikiatrik, atau ensefalopati. Berat ringannnya gejala klinis dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita. Umunya penderita VLM adalah anak usia <5 thn.

Kelainan karena migrasi larva pada retina mata disebut occular larva migrans (OLM). Biasanya unilateral dapat berupa penurunan penglihatan yang dapat disertai strabismus pada anak, invasi retina disertai pembentukan granuloma yang dapat menyebabkan terlepasnya retina, endofthalmitis, dan glaukoma hingga kebutaan.

Diagnosis pasti VLM dengan menemukan larva atau potongan larva dalam jaringan sukar ditegakkan. Diagnosis serologi melalui deteksi antibodi IgG terhadap antigen ekskretori-sekretori larva T. Canis disertai eosinofilia (>2000 sel/mm3) atau peningkatan total IgE (>500 IU/ml) dapat membantu menegakkan diagnosis.

Pada penderita OLM, immunodiagnosis kurang sensitif walaupun titer IgG yang lebih tinggi ditemukan pada cairan akuenus dan vitreus.

Teknik pencitraan seperti USG, CT scan, dan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi lesi granulomatosa yang berisi larva Toxocara.

Albendazol 400 mg dengan dosis dua kali perhari selama 5 hari dapat menyemuhkan penderita VLM. Reaksi alergi dapat diatasi dengan pemberian kortikosteroid. Pada penderita OLM dilakukan operasi vitektomi, pengobatan dengan anthelmintik, dan kortikosteroid.

Pengendalian infeksi dilakukan dengan mencegah pembuangan tinja anjing atau kucing peliharaan secara sembarangan terutama ditempat bermain anak-anak, dan kebun sayuran. Hewan yang terinfeksi diobati dengan mebendazol atau ivermectin. Anak anjing atau kucing secara rutin diobati mulai usia 2-3 minggu, setiap dua minggu hingga berusia 1 tahun. Anjing atau kucing dewasa diobati setiap 6 bulan.

Pada manusia, pencegahan dilakukan dengan pengawasan terhadap anak yang mempunyai kebiasaan makan tanah, peningkatan kebersihan pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan, tidak makan daging yang kurang matang dan membersihkan dengan seksama sayuran dan lalapan.