polarimeter widya
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS INSTRUMEN 1
OLEH
SEPRINA SARI1120077
KA 2C
KELOMPOK : 3C
ANGGOTA :
SONYA RAHMI SARTIKA
SOVIA KASIH
SRIWAHYUNI(82)
RUDI YANTO
WILDAN FERNANDO
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
AKADEMI TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG
2012/201
POLARIMETER
I. TUJUAN
a. Mempelajari prinsip kerja polarimeter
b. Mengukur sudut putar jenis larutan gula (sukrosa) sebagai fungsi
konsentrasi
c. Menentukan konsentrasi dari larutan sampel gula (Cx)
II. TEORI DASAR
Polarimeter adalah instrument ilmiah yang digunakan untuk mengukur sudut
rotasi yang disebabkan oleh melewati cahaya terpolarisasi melalui optic aktif
substansi. Beberapa zat kimia optic aktif, dan terpolarisasi (alias searah) cahaya
akan memutar baik ke kiri (berlawanan arah jarum jam) atau ke kanan (searah
jarum jam) ketika melawati zat ini.
Jumlah dimana cahaya diputar dikenal sebagai sudut rotasi.
Bila cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma Nicol akan diperoleh suatu
cahaya monokromatik dan cahaya ini disebut cahaya terpolarisasi. Suatu isomer
optis aktif dapat berinteraksi dengan cahaya terpolarisasi dan memutar bidang
cahaya terpolarisasi dengan suatu sudut yang dilambangkan dengan α dan disebut
rotasi optik. Alat yang digunakan untuk mengukur besaran α adalah polarimeter.
Isomer optis merupakan senyawa-senyawa dengan rumus molekul sama tetapi
tatanan atom-atomnya dalam ruang berbeda. Isomer-isomer optis dapat
mengalami reaksi yang sama, mempunyai sifat fisika yang mirip, perbedaan
isomer-isomer tersebut terletak pada interaksinya dengan bidang cahaya
terpolarisasi. Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan isomer optis, maka
isomer aktif ini akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu.
Isomer optis mengandung atom karbon asimetris (atom karbon yang mengikat
empat atom/gugus yang berbeda) dalam strukturnya.
Molekul dengan satu atom karbon asimetris merupakan molekul kiral (tidak
simetris), molekul demikian dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi.
Molekul/senyawa tersebut dinamakan senyawa/isomer optis aktif. Molekul
dengan dua atau lebih atom karbon asimetris, tidak selalu membentuk molekul
kiral.
Dengan demikian mungkin saja terdapat molekul yang mempunyai atom-atom
karbon asimetris tetapi tidak optis aktif. Contoh isomer dengan satu atom karbon
asimetris adalah asam laktat.
Atom C dengan tanda * adalah atom karbon asimetris, atom karbon tersebut
mengikat empat atom/gugus yang berbeda (H, CH3, OH, dan COOH).
Skema dari alat polarimeter dapat dilihat pada gambar berikut.
Cahaya dari lampu sumber, terpolarisasi setelah melewati prisma Nicol pertama
yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian melewati senyawa optis aktif
yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Prisma Nicol ke
dua yang disebut analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara
maksimum.
Cahaya monokromatik dihasilkan dengan menggunakan sodium lamp (lampu
natrium) dimana gas natrium pijar akan menghasilkan lampu warna kuning. Cahaya
monokromatik pada dasarnya mempunyai bidang getar yang banyak sekali. Bila
dihayalkan maka bidang getar tersebut akan tegak lurus pada bidang datar. Bidang
getar yang banyak ini secara mekanik dapat dipisahkan menjadi dua bidang getar
yang saling tegak lurus.
Rotasi optis yang diamati/diukur dari suatu larutan bergantung kepada jumlah
senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya,
temperatur pengukuran, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Untuk
mengukur rotasi optik, diperlukan suatu besaran yang disebut rotasi spesifik yang
diartikan suatu rotasi optik yang terjadi bila cahaya terpolarisasi melewati larutan
OH H3C C* COOH
H
dengan konsentrasi 1 gram per mililiter sepanjang 1 desimeter. Rotasi spesifik
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Ket :
a = sudut putaran optik (yang teramati)
c = konsentrasi larutan gram/mL larutan
l = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeter
λ=panjang gelombang cahaya (bila menggunakan lampu natrium
dilambangkan dengan “D“)
t = temperatur (oC).
Rotasi optik yang termati dapat berupa rotasi yang searah jarum jam, rotasi
ini disebut putar kanan dan diberi tanda (+), sedangkan senyawa yang diukurnya
disebut senyawa dekstro (d). Rotasi yang berlawanan dengan arah jarum jam
disebut putar kiri dan diberi tanda (-), senyawanya disebut senyawa levo (l).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan polarimeter, yaitu:
Larutan sampel harus jernih atau tidak mengandung partikel yang
tersuspensi di dalamnya. Partikel tersebut akan menghamburkan cahaya
yang melewati larutan.
Tidak terdapat gelembung udara pada tabung sampel saat diisi larutan.
Selalu dimulai dengan menentukan keadaan nol untuk mengkoreksi
pembacaan.
Pembacaan rotasi optik dilakukan beberapa kali, sampai didapat data yang
dapat dihitung rata-ratanya.
Polerimetri dapat digunakan untuk mengukur rotasi optik, konsentrasi
sampel, dan juga untuk menghitung komposisi isomer optik dalam campuran
rasemik.
Tabel rotasi spesifik beberapa senyawa optis aktif
Senyawa Pelarut Temperature oC Rotasi Spesifik
[α]tλ =
Champor Alcohol 25 + 43,8o
Sukrosa Air 20 + 66,5o
D-glukosa Air 20 + 52,5o
L-fruktosa Air 20 - 93,0o
Laktosa Air 15 + 56,0o
Maltose Air 20 + 136,9o
Asam tartarat Air 20 + 13,4o
III. PROSEDUR KERJA
a. Alat yang digunakan
Polarimeter
Buret schelbach 50 mL
Gelas piala 250 mL
Labu ukur 50 mL
Standar dan klem
Labu semprot
Batang pengaduk
b. Bahan yang digunakan
Larutan sukrosa 25%
Aquades
Larutan sampel
c. Gambar Alat
Gambar alat Polarimeter
d. Cara Kerja
1) Pembuatan Larutan Standar
a. Diambil larutan induk sukrosa 25%, kemudian dimasukkan ke dalam
buret schelbach 50 mL.
b. Setelah itu dibuat larutan standar dengan konsentrasi 0, 2%, 4%, 8%,
12% dan 20% dengan mengencerkan larutan sukrosa 25% di dalam
labu ukur 50 mL, setelah itu ditambahkan aquades dan dipaskan sampai
tanda tera. Lalu dihomogenkan.
c. Kemudian diukur sudut putaran optis larutan standar dengan
menggunakan Polarimeter.
2) Pengukuran dengan Polarimeter
a. Hubungkan alat dengan sumber arus listrik dan ON kan alat, tekan
tombol pada bahagian belakang pada posisi “DEG” dan dibiarkan
stabil.
b. Buka tutup polarimeter, tempatkan pada posisi vertical, isi penuh
dengan aquades, usahakan seminimal mungkin adanya udara yang
terperangkap. Tempatkan posisi tabung pada bagian tengah alat
polarimeter (jika ada gelembung kecil, tempetkan dia pada bagian yang
tabung yang besar) lalu tutup. Lakukan pengamatan pada jenis okuler,
atur seperlunya agar pengamatan didapat cukup tajam.
c. Jika pengamatan indicator menunjukkan Gelap-Terang, tekan tombol
“R dan TEMP” secara bersamaan sampai zero set menyala, atau jika
pengamatan indicator menunjukkan Terang-Gelap, tekan tombol “L
dan TEMP” secara bersamaan sampai zero set menyala. Pengamatan
pada bahagian indicator didapat (baur-baur) merata. Tekan tombol
ZERO SET indicator alat akan menunjukkan 0.00 .
d. Diukur larutan standar 0, 2%, 4%, 8%, 12% dan 20% yang telah dibuat
tadi. Jika pengamatan indicator menunjukkan Gelap-Terang, maka
tekan tombol “R” sampai didapat baur-baur (untuk zat yang dextro
rotary) atau pengamatan indicator menunjukkan Terang-Gelap, maka
tekan tombol “L” sampai didapat baur-baur (untuk zat yang leuvo
rotary).
e. Pada saat didapatkan baur-baur dicatat nilai sudut putaran optisnya.
Pengamatan dilakukan dua kali, namun dari arah datang yang berbeda.
Kedua nilai yang didapat dirata-ratakan.
f. Setelah larutan standar diukur maka ganti dengan larutan sampel yang
telah disediakan, lakukan hal yang sama dan dapatkan nilai putaran
optisnya.
g. Dibuat kurva kalibrasi standar, dan gunakan kurva ini untuk
menentukan kadar Cx (sampel) ataupun dengan menentukan persamaan
regresi linear pengukuran polarimetris.
IV. HASIL DAN PERHITUNGAN
a) Pembuatan Larutan Standar
Larutan induk sukrosa adalah 25%
(V x C)pekat = (V x C)encer
Untuk 2%
Untuk 4%
Untuk 8%
Untuk 12%
Untuk 20%
b) Pengukuran Deret Standar
Rumus : a =
0%
a1 = 0 dan a2 = 0
2%
a1 = 2,20 dan a2 = 2,25
4%
a1 = 4,50 dan a2 = 4,70
8%
a1 = 9,75 dan a2 = 9,85
12%
a1 = 14,90 dan a2 = 14,90
20%
a1 = 24,70 dan a2 = 24,80
Mencari persamaan linear :
X y X2 x.y
0 0 0 0
2 2,225 4 4,45
4 4,60 16 18,40
8 9,80 64 78,40
12 14,90 144 178,80
20 24,75 400 495
∑ = 46 ∑ = 56,275 ∑ = 628 ∑ = 775,05
X rata-rata =
Y rata-rata =
b =
b = = = = 1,248
y = a +b (x)
9,379 = a + 1,248 (7,667)
A = 9,379 – 9,568
A = -0,189
Persamaan garis regresi:
Y = a + b(x)
Y= -0,189 +1,248 (x)
0%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (0)
Y= -0,189
2%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (2)
Y= 2,307
4%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (4)
Y= 4,803
8%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (8)
Y= 9,795
12%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (12)
Y= 14,787
20%
Y= -0,189 +1,248 (x)
Y= -0,189 +1,248 (20)
Y= 24,771
C) Pengukuran Larutan Sampel
Untuk Cx : a1 = 7,45 dan a2 = 7,50
Y = -0,189 +1,248 (x)
7,475 = -0,189 +1,248 (x)
1,248 (x) = 7,475 + 0,189
X =
= 6,14% CX
V. DISKUSI
Pada percobaan mengukur sudut putaran optis dari larutan sukrosa maka
dapat diketahui nilai sudut putaran optis dari senyawa optis aktif ini adalah 7,475
besaran ini didapatkan dari pengukuran gelap-terang ke baur-baur (a1) dan dari
terang-gelap ke baur-baur (a2).
Dari percobaan yang dilakukan dan melihat kurva kalibrasi standar maka
dapat diketahui bahwa konsentrasi dan jenis larutan akan mempengaruhi sudut
putar. Semakin tinggi konsentrasi maka sudut putar dari senyawa optis aktif atau
larutan sukrosa akan semakin tinggi pula, namun pengukuran yang didapatkan
tidak begitu linear itu berarti bahwa pengukuran yang dilakukan kurang teliti.
Dan konsentrasi larutan sampel yang didapatkan adalah 6,14%.
VI. KESIMPULAN
Setelah dilakukan praktikum pemgukuran senyawa optis aktif yakni larutan
sukrosa dengan metode polarimetri, maka didapatkan konsentrasi larutan sukrosa
tersebut adalah 6,14 %.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS
Tim Dosen Kimia Analisis Instrumen. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA UNM.
Zemansky, Sears. 1994. Fisika untuk Universitas 3 Optika. Jakarta: Bina cipta.