perilaku petani padapemakai alat pelindung diri …repository.utu.ac.id/401/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
PERILAKU PETANI PADAPEMAKAI ALAT PELINDUNG
DIRI (APD)DALAM PENYEMPROTAN PESTISIDA DI DESA KRUENG PANTOKECAMATAN
KUALA BATEE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
OLEH
ARIFIR NANDA NIM : 08C10104005
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FALKUTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR TAHUN 2012/2013
BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh
jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan
manusia untuk kesejahteraan hidupnnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti
membunuh.
Penggunaan pestisida biasanya dilakukan dengan bahan lain misalnya
dicampur minyak dan air untuk melarutkannya, juga ada yang menggunakan
bubuk untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan
penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer umumnya dalam
formulasi dust, atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, juga bahan
yang bersifat sinergis lainnya untuk penambah daya racun.
Pembangunan nasional yang meningkat sejalan dengan terjadinya
peningkatan industrialisasi, sehingga diperlukan saran-sarana yang mendukung
lancarnya proses industrialisasi tersebut, salah satunya yaitu dengan
meningkatkan sektor pertanian. Kondisi pertanian di Indonesia saat ini banyak
yang diarahkan untuk kepentingan agroindustri. Salah satu bentuknya akan
mengarah pada pola pertanian yang makin monokultur, baik itu pada pertanian
darat maupun akuakultur. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya berbagai jenis
penyakit yang tidak dikenal atau menjadi masalah sebelumnya akan menjadi
kendala bagi peningkatan hasil berbagai komoditi agroindustri Peningkatan
sektorpertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai
hasil(Sugiartoto Agus, S Lolit, Warsono,1999).
2
yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional
dalam bidang pangan / sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan
mengekspor hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan
hasil di bidang pertanian ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia
yang termasuk di dalamnya adalah pestisida.
Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida kadang-kadang menyalahi
aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga sering
mencampur beberapa jenis pestisida, dengan alasan untuk meningkatkan daya
racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang demikian sebenarnya sangat
merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi tingkat pencemaran pada
lingkungan oleh pestisida (Sugiartoto Agus, S Lolit, Warsono,1999).
Pencemaran lingkungan pada industri pertanian disebabkan oleh
penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Penggunaan bahan-bahan kimia
pertanian dalam hal ini pestisida dapat membahayakan kehidupan manusia dan
hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan
perairan, untuk meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga
keseimbangan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan
pestisida perlu diketahui peranan dan pengaruh serta penggunaan yang aman dari
pestisida dan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan pestisida
pada lingkungan pertanian dalam mengendalika hama, penyakit dan gulma.
(Mualim, K,2002).
Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan
banyak dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya
keracunan pada petani yang dapat dilakukan dengan jalan memeriksa aktifitas
3
kholinesterase darah. Faktor yang berpengaruh dengan terjadinya keracunan
pestisida adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal).
Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi,
tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari luar tubuh
mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis
pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan,
masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung
diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian
tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah
angin,Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah
golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam.
Golongan organofosfat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat
kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam mengantarkan
impuls sepanjang serabut syaraf(Mualim, K,2002).
Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, pestisida dapat mempunyai
dampak buruk bagi lingkungan. Pestisida yang ditemukan dalam berbagai
medium lingkungan hanya sedikit sekali, namun kadar ini mungkin akan lebih
tinggi bila pestisida terus bertahan di lingkungan (residu). ( Departemen
Kesehatan RI. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer
Kit,Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. 1992.)
Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan program
lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP). 1-5 juta kasus keracunan pestisida
terjadi peda pekerja yang bekerja disektor pertanian. Sebagian besar kasus
pestisida tersebut terjadi di Negara sedang berkembang, yang 20.000 kasus
4
diantaranya berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya yang terjadi
diperkirakan lebih tinggi lagi mengingat angka-angka tersebut di dapat dari kasus
yang dilaporkan oleh korban sendiri, belum termasuk dari laporan instasi
Aceh Utara akibat dibandingkan dengan besarnya kandungan residu
pestisida dalam tanah, kandungan pestisida dalam air mamang lebih rendah.
Meskipun demikian hasil penelitian membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran
di lingkungan perairan akibat pestisida. Contohnya kematian 13 orang di Aceh
Utara akibat mengkonsumsi tiram (Ostrea culcullata) yang tercemar pestisida.
Pencemaran itu menurut Kompas 10 Mei 1993 berasal dari tambak udang yang
menggunakan Brestan untuk membunuh siput dan hama yang memakan benur.
Lingkungan perairan yang tercemar menyebabkan satwa yang hidup di dalam dan
sekitarnya ikut tercemar. Ini dapat dibuktikan dari penelitian Dr. Therestia tahun
1993.
Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida adalah
petani kurang memperhatikan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam
melakukan penyemprotan dalam menggunakan pestisida. APD adalah
perlengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai dan resiko kerja untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang yang sekelilingnya. Kewajiban
itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik
Indonesia (Anonim,2010).
Penggunaan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaan sangat penting
sekali agar terhindar dari kecelakan kerja. Para petani dalam melakukan
penyemprotan hama harus menggunakan alat pelindung diri agar terhindar dari
paparan pestisida, ternyata petani dilapangan jarang menggunakan alat pelindung
5
diri pada waktu menyemprot. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan
penelitiaan yang bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
berhubungan dengan penggunana alat pelindung diri pada petani tersebut.
Penelitian ini termasuk explanatory, dengan menggunakan metode corss sectional
populasi dalam penelitian ini adalah 48 petani yang aktif dalam menyemprot
hama di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat
Daya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas penyuluh pertaniaan
pada wilayah kerja di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya. Masih banyak petani yang tidak menggunakan APD pada saat
melakukan pencampuran dan penyemprotan tanaman. Oleh karena itu, penulis
terasa tertarik untuk melakukan penelitian pada petani di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya. Untuk mengetahui
sejauhmana kepatuhan perilaku, pengetahuan petani padi pada penggunaan
pestisida pada tahun 2013.
Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya,
salah satu desa yang memiliki penduduk sebanyak 812 jiwa, yang terdiri dari 228
kepala keluarga (KK). Masyarakat Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee
Kabupaten Aceh Barat Daya yang memiliki beragam profesi mulai dari pertanian,
buruh bangunan, tukang mekanik, dan pegawai negeri sipil, dari keseluruhan
propfesi masyarakat tersebut 70% bekerja sebagai petani, di Desa Krueng Panto
memiliki lahan pertanian seluas 510 hektar (Ha) yang sudah dimanfaatkan secara
maksimal oleh petani Krueng Panto dalam pembangunan potensi yang ada.
6
Petani Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat
Daya, juga tidak terlepas dari berbagai masalah yang ada, terutama masalah
kesehatan kerja petani yang tidak memakai alat pelindung diri (APD) pada
penyemprotan pestisida. Kebiasaan petani menggunakan pestisida kadang-kadang
menyalahi aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga
sering mencampur beberapa jenis yang alasan petani untuk meningkatkan daya
racun pada hama tanaman. Tindakan demikian sebenarnya sangat merugikan,
karena semakin tinggi tingkat pencemaran lingkungan oleh pestisida.
Hasil wawancara penulis dengan beberapa petani di Desa Krueng Panto,
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya. Menyatakan : petani tidak
memakai alat pelindung diri (APD) pada penyemprotan pestisida, di karenakan
mereka tidak biasa memakai alat pelindung diri (APD) dan jika menggunakan
APD mereka merasa tidak nyaman, dan tidak bebas mereka bergerak seperti
biasanya pada penyemprotan pestisida.
Hal serupa dengan hasil survey penulis 2013 menunjukkan bahwa petani
yang tidak memakai APD pada penyemprotan pestisida petani sering mengalami
mual, pusing, dan kadang-kadang muntah, pada saat penyemprotan pestisida
sudah selesai. Hal ini sering terjadi pada petani, dikarenakan petani tidak
memakai APD, dan dosis yang digunakan terlalu tinggi atau melebihi takaran.
Melihat fakta dan kejadian diatas dapat disimpulkan bahwa petani Krueng
Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya. Masih kurang
pengetahuan tentang penggunaan APD, dan bahaya penggunaan pestisida oleh
petani yang tidak memakai APD, serta merekapun tidak tahu penyakit apa yang
disebabkan oleh pestisida.
7
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan yraian dari latar belakang maka dibuatalah rumusan masalah
Prilaku petani pada pemakaia Alat pelindung diri ( APD ), Dalam penyemprotan
peatisida di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat
Daya Tahun 2013.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penggunaan petani
pengguna pestisida dalam menggunakan alat pelindung diri di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuai pengetahuan masyarakat yang tidak memakai a lat
pelindung diri (APD) pada penyemprotan pestisida o leh petani di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap masyarakat yang tidak memakai alat
pelindung diri di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya.
3. Untuk mengetahui hubungan tindakanmasyarakat yang tidak memakai alat
pelindung diri di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya.
8
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi pihak petani :
Dapat mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang di timbulkan oleh
pestisida dalam penyemprotan pestisida, sehingga dapat digunakan sebagai
acuan dalam memberikan pendekatan atau intervensi dalam mengatasi
masalah-masalah akibat tidak menggunakan APD pada petani.
2. Bagi pihak peneliti :
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan masyarakat petani
tidak mamakai APD pada penyemprotan pestisida.
3. Bagi instasi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan semangat informasi mengenai
kebiasaan masyarakat petani tidak menggunakan APD pada penyemprotan
pestisida dan dapat menambah referensi kepustakaan yang telah ada
1.3.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan
pertimbangan lebih lanjut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APD
2.1.1 Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri adalah alat-alat yang mampu memberikan pelindung
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Sumamur,1991).
Alat pelindung diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-
bahaya yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati
agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Menurut ketentuan
balai hiperkes, syarat-syarat pelindung diri adalah :
1. APD harus dapat memberikan pelindungan yang adekuat terhadap bahaya yang
spesifik yang dihadapi oleh petani penyemprotan pestisida.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan
rasa ketidak nyamanan yang berlebihan.
3. Alat harus dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaiaan yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakai yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah
menggunakannya.
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya suku
cadangannya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
Sumamur,(1994).
10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri
Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan disamping harus melakukan
prosedur kerja yang standar juga harus memakai alat pelindung diri. Ini untuk
menjaga supaya resiko bahaya yang mungkin terjadi dapat dihindari. Alat
pelindung adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang
pekerja, yang berfungsi melindungi tenaga kerja dari bahaya-bahaya dilingkungan
kerja baik fisik maupun kimiawi. Alat pelindung diri yang akan digunakan di
tempat kerja harus memperhatikan, yaitu :
1. Berat alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.
2. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel, bentuknya harus cukup menarik, alat
pelindung diri harus tahan untuk pemakaian lama.
3. Alat pelindung diri tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi
pemakainya.
Alat pelindung diri harus memberi perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh tenaga kerja (Usman dalam
Wulandari,2004).
Peralatan perlindungan diri meliputi semua peralatan atau pakaian dan
berbagai macam rupa yang dapat melindungi pemakainya terhadap cedera atau
lapisan kedua. Di dalam beberapa pekerjaan yang khusus seperti pekerjaan
pertanian maka keselamatan kerja tidak memungkinkan atau tidak dapat
dilaksanakan maka perlindungan untuk pekerja pada bidang tersebut dapat
bergantung pada perlindungan diri ( Rini, 2001)
11
Oleh karena itu, sangat diperlukan alat perlindungan diri bagi pekerja
penyemprot pestisida. Adapun jenis-jenis alat pelindung diri sebagai berikut :
2.3 Pakaian Pelindung
Untuk melindungi badan dari pemaparan pestisida, kita harus
mempergunakan pakaian pelindung yang terdiri dari :
1. Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan- lipatan terlalu banyak, kalau
perlu tidak usah diberi kantong atau lipatan lengan erat leher harus di ikat
menutup leher.
2. Celana panjang tidak boleh ada lipatan karena lipatan- lipatan itu akan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan partikel-partikel pestisida.
3. Pakaian terusan (Wepaak) merupakan pakaian kerja yang diinginkan karena
bentuknya yang dapat menutupi seluruh tubuh praktis dan lebih khusus lengan
bajunya harus lengan panjang.
4. Sarung tangan (Gloves) bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai
konsentrasi tinggi (highconcentrate) maka diperlukan sarung tangan neoprene.
Syarat-syarat sarung tangan yang digunakan bagi pekerja penyemprot adalah :
a. sarung tangan harus panjang sehingga menutupi bagian pergelangan
tangan.
b. Sarung tangan untuk menangani pestisida tidak boleh terbuat dari kulit
karena pestisida yang melekat akan sukar dicuci.
c. Sarung tangan harus dipakai menutupi lengan baju bagian bawah. Agar
kemungkinan masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tangan dapat
dicegah, atau kemungkinan mengalirnya pestisida dapat dihindari.
12
5. Topi (hat) untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka
diperlukan topi penutup kepala. Beberapa persyaratan topi yang diperlukan
adalah :
a. Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan (li kuidproof) dan tidak
terbuat dari kain atau kulit.
b. Topi yang digunakan sedapat mungkin harus melindungi bagian kepala
(tengkuk, mulut, mata, dan muka) oleh karena itu topi harus berpinggiran
lebar.
c. Topi yang diperlukan harus bersifat kedap air dan tidak boleh terasa bila
dipakai di bawah terik matahari.
6. Sepatu boot (boots) sepatu boot sangat penting bila pekerja dengan jenis
pestisida yang bersifat debu (dust) atau manyemprot residual. Sepatu boot
dapat terbuat dari neoprene.
7. Pelindung muka (fase shield) pelindung muka merupakan suatu pelindung
yang terbuat dari bahan transparan yang anti api tergantung pada ikatan kepala
yang dapat disesuaikan, juga dapat dengan mudah diturun naikkan didepan
muka. Alat tersebut ringan dan dapat dipakai untuk bekerja penyemprotan
pestisida. Pelindung muka berguna untuk melindungi muka dari penetrasi
pestisida. Biasanya google ini terbuat dari bahan yang anti air, sehingga muka
tidak terkena partikel dan pestisida.
2.4.Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan
cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara
13
umum pesti sida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara
langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama - hama dan penyakit - penyakit yang
merusak tanaman, bagian – bagian tanaman atau hasil - hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian – bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
5. Memberantas atau mencegah hama - hama luar pada hewan - hewan piaraan
atau ternak
6. Memberantas atau mencegah hama - hama air
7. Memberantas atau mencegah binatang - binatang dan jasad - jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat - alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang - binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air Menurut The United States
Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut.
9. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
14
gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri
atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
10. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhantanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.4.1. Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat - sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda
- beda,Karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan
menurutberbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan
sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya dan berdasarkan bentuknya. Penggolongan pestisida berdasarkan
sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, vi Sastroutomo, Sutikno2001):
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisamematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba - laba.
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
15
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di
tambak.
8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Sedangkan jika dilihat
dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi
menjadi tiga golongan, yaitu ( Sastroutomo, Sutikno 1992)
2.4.2. Teknik Aplikasi Pestisida
1. Memilih pestisida Sebelum membeli pestisida pastikan jenis hama atau
penyakit apa yang menyerang tanaman. Perhatikan gejala - gejala serangannya.
Bagian tanaman mana yang terserang apakah daun, batang, buah, atau akarnya.
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam
penggunaan pestisida. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida
berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida
yang berbentuk cairan, bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibanding
pestisida berbentuk tepung. Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih
formulasi pestisida adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan pestisida
tersebut (Wudianto, 2005).
2. Petani dan pengguna pestisida pada umumnya perlu mengetahui nama dagang
ataupun nama umum pestisida agar tidak salah memilih pestisida. Pestisida
dengan bahan aktif yang sama sering dijual dengan nama dagang yang berbeda.
Dengan mengetahui kandungan bahan aktif masing - masing pestisida, maka
tidak perlu terlalu terikat pada satu nama dagang, tetapi dapat memilihnya dari
16
berbagai nama dagang yang ada. Demikian halnya jika hendak mencampur
pestisida, maka dapat menghindari pencampuran dua atau lebih pestisida yang
bahan aktifnya sama (Djojosumarto, 2004).
3. Alat penyemprot pestisida Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan
pestisida dengan cara penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun
bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau
memecah larutan semprot, yang dilakukan oleh nozzle , menjadi bagian -
bagian atau butiran - butiran yang sangat halus ( droplet ). Menurut sumber
tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau menjalankan sprayer
tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (Djojosumarto, 2004):
a. Sprayer manual Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan dengan
tangan. Contoh sprayer manual adalah:
- Trigger pump, yakni pompa tangan ( hand pump ) yang banyak
digunakan untuk pengendalian hama di rumah tangga.
- Bucket pump atau trombone pump dan garden hose sprayer , untuk
mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.
- Sprayer gendong otomatis (pre pressurized knapsack sprayer,
compressionSprayer), yang banyak digunakan di bidang pertanian
- Sprayer gendong yang harus dipompa terus - menerus ( Level operated
knapsack sprayer ), banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia.
b. Sprayer tenaga mesin Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang digerakkan
oleh tenaga mesin. Contoh sprayer tenaga mesin adalah :
17
- Sprayer punggung bermesin ( moto rized knapsack sprayer )
- Mesin pengkabut ( mist blower )
- Power sprayer atau gun sprayer , yang digerakkan oleh motor stasioner
atau traktor.
- Sprayer - sprayer yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau
truk: boom sprayer, boomless sprayer, air blast sprayer.
- Sprayer atau otomizer yang dipasang pada pesawat udara untuk
penyemprotan udara.
4. Pencampuran pestisida Dalam aplikasi pestisida adakalanya pestisida harus
dicampur dengan surfaktan. Pencampuran ini boleh dilakukan sejauh dalam
kemasan tidak disebutkan larangan pencampuran. Dua macam pestisida bila
dicampur dapat menimbulkan interaksi sinergistik, aditif, atau antagonistik.
Pestisida bila dicampur menimbulkan interaksi antagonistik berarti pestisida
tersebut tidak boleh dicampur. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah
sifat asam basanya. Pestisida yang sama - sama bersifat asam atau sama - sama
bersifat basa tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya senyawa
garam dapat menimbulkan penurunan daya bunuh. Untuk memastikan bisa
tidaknya dua atau lebih jenis pestisida dicampur, perlu diperhatikan label
kemasan. Bisakah pestisida tersebut dicampur dengan pestisida lain. Atau
terkadang tertulis “jangan dicampur dengan pestisida lain bersifat basa”.
Berarti pestisida tersebut bersifat asam. Jadi dapat dicampur dengan pestisida
yang bersifat asam juga. Untuk mengetahui asam basa suatu larutan, bisa
digunakan kertas lakmus (Wudianto, 2005).
18
5. Penyemprotan pestisida Pestisida yang digunakan akan mampu menampilkan
efikasi biologis yang optimal jika penyemprotan dilakukan dengan benar.
Penyemprotan yang benar harus memenuhi syarat, kriteria, atau parameter
sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):
6. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat
semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena
pekerja harus sering mengisinya.
7. Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos
tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
8. Penyempro tan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium
larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa
dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.
9. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran
udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00 - 11.00 WIB atau sore hari pukul
15.00 - 18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan
mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu
lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.
Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan
menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar ultraviolet.
10. Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak
pestisida yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot dengan
11. melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang
menyemprot.
19
12. Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan
biaya sia - sia.
13. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
14. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas
cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
15. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian
yang digunakan segera dicuci.
2.5Kerangka Tiori
Gambar 2.5 Tiori
( Notoatmojo 2005 )
Pengetahuan
Perilaku Petani pada
Pemakaian APD Dalam Penyemprotan Pestisida
Sikap
Tindakan
20
2.6Kerangka Konsep
Berdasarkan tiori yang dikemukakan oleh notoatmojo ( 2005 ) maka dapat
di gambarkan sebagai berikut
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.6 Konsep
Hipotesis Penelitian
1. Ada hubunganpengetahuan terhadap perilaku petani pada pemakaian APD
dalam penyemprotan pestisida
2. Ada hubungansikap terhadap perilaku petani pada pemakaian APD dalam
penyemprotan pestisida
3. Ada hubungantindakan terhadap perilaku petani pada pemakaian APD
dalam penyemprotan pestisida
Pengetahuan
Perilaku Petani pada
Pemakaian APD Dalam Penyemprotan Pestisida
Sikap
Tindakan
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik, yaitu untuk
melihat hubungan antara Prilaku petani pada pemakaian alat pelindung diri pada
penyemprotan pestisida. Dengan desain Cross Sectional.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee
Kabupaten Aceh Barat Daya yang akan dilakukan pada tanggal 13 s/d 25 bulan
juni 2013.
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya. Yang berjumlah 48 orang
petani.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
( Sugiono,2002 ). Selanjutnya ( Arikunto, 2002 ) mengemukakan bahwa : apabila
populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga sampel sampel
sehingga sampel penelitian merupakan populasi adalah total populasi. Apabila
lebih dari 100, maka dapat di ambil sampel 10-15%, 20-25%, atau 30-35% dan
seterusnya.
22
Dengan demikian sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasiyaitu
48 petani di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat
Daya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperolah dengan wawancara langsung
dengan responden, menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur- literatur lainnya
yang berhubungan dengan penelitian.
23
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
No Variabel Independen
1. Variabel : Pengetahuan
Devinisi : Tingkat pemahaman petani tentang pemakaian APD
pada penyemprotan pestisida.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Kuesioner
Hasil Ukur : a. Baik
b. Kurang
Skala ukur : Ordinal
2. Variabel : Sikap
Definisi : Reaksi yang ditampilkan petani terhadap pemakaian
APD pada penyemprotan pestisida.
Car ukur : Wawancara
Alat ukur : Kuesioner
Hasil Ukur : a. Baik
b. Kurang
Skala Ukur : Ordinal
3. Variabel : Tindakan
Definisi : Aksi nyata dari petani yang Pemakaian APD pada
penyemprotan pestisida.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ikur : a. Baik
: b.kurang
Variabel Dependen
4. Variabel : Tingkat pemakaian APD
Defenisi : Dapat dilihat pada petani yangmemakai APD dengan
yang tidak memakai APD.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : a. Baik
Hasil ukur : b. Tidak Baik
Sakala ukur : Ordinal
24
3.6.Aspek Pengukuran
Pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dilakukan berdasarkan
perolehan skor nilaidari pertanyaan yang diajukan, dimana jika menjawab “ya”
diberi skor “2” danjawaban “tidak” diberi skor “1”.Skala pengukuran
pengetahuan, sikap, dan tindakan didasarkanpada jawaban respondendari semua
pertanyaan yang diberikan:
1.PengetahuanJumlah pertanyaan 8 buah dengan total skor 16. Jadi
kriteriapengukuranpengetahuan responden adalah:
a.Tingkatpengetahuan baik jika responden mampu menjawab
pertanyaandengan total skor >12
b.Tingkat pengetahuan kurang jika responden menjawab pertanyaandengan
totalskor <12
2.SikapJumlah pertanyaan 4 buah dengan total skor 8. Jadi kriteriapengukuran
sikapresponden adalah:
a. Tingkat sikap baik jika responden mampu menjawab
pertanyaandengantotal skor >6
b. 2.SikapJumlah pertanyaan 4 buah dengan total skor 8. Jadi
kriteriapengukuran sikapresponden adalah:
3. Tingkat tindakan kurang jika responden menjawab pertanyaan dengan totalskor
<6.
a. Tingkat tindakan baik jika responden mampu menjawab
pertanyaandengantotal skor >6
b. Tingkat tndakan kurang jika responden menjawab pertanyaan dengan
totalskor <6.
25
3.7.Analisis Data
Setelah semua data terkumpul,maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
data,Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan tekhnik sebagai
berikut:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian
da;lam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap
variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan tehadap dua variabel yang diduga
berhubungan,Untuk uji statistik data dengan skala ordinal dan data ordinal
menggunakan uji statistik chi square karena sesuai dengan data yang
digunakan. Taraf kepercayaan 95% atau dengan alfa 5% ( 0,05 ), dikatakan
bermakna apabila P < 0,05 dan jika P > 0,005 dikatakan tidak ada hubungan
yang bermakna ,rumus statistik yang dipakai adalah: (Notoatmodjo, 2010).
Rumus : (O – E) 2
X 2 =
E
Keterangan:
X 2=Chi-Square
O= Nilai Oservasi
E=Nilai epected (Nilai harapan)
26
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELIIAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Keadaan Desa
Desa Krueng Panto Kecamantan Kuala Batee, Kabupaen Aceh Barat Daya
merupakan satu Desa yang memiliki penduduk sebanyak 812 jiwa yang terdiri
dari 228 kk.
Masyarakat Desa Krueng Panto memiliki beragam profesi pekerjaan
masyarakatnya, dimulai dari profesi petani, buruh bangunan, pedagang, maupun
PNS. Mata pencaharian yang paling dominan adalah profesi petani.
4.1.2 Batasan Tempat Penelitian
Secara umum Desa Krueng Pantoe berbatasan dengan Desa :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa PantoCut
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasar Kota Bahagia
3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa kampung tengoh
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Blang Makmur
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 2013,
mengenai Perilaku Petani Pemakai Alat Pelindung Diri (APD) Dalam
Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng PantoKecamatan Kuala Batee
Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013, diperoleh hasil penelitian sebagai
berikut :
27
Tabel 4.2.1 Distribsi Frekuensi Pengetahuan Petani Pada Pemakai Alat
Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di
Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya Tahun 2013
No Pengetahuan Petani Frekuensi %
1 Rendah 35 72,9
2 Tinggi 13 27,1
48 100
Data Primer ( Diolah tahun 2013)
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh35 (72,9%) responden yang pengetahuannya rendah dan 13
(27,1%) responden yang pengetahuannya tingi.
Tabel 4.2.2 Distribsi Frekuensi Sikap Petani PadaPemakai Alat Pelindung
Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng
Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya
Tahun 2013
No Sikap Petani Frekuensi %
1 Tidak Baik 26 54,2
2 Baik 22 46,8
48 100
Data Primer ( Diolah tahun 2013)
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh26 (54,2%) responden yang sikap tidak baik dan 22 (46,8%)
responden yang sikap baik.
28
Tabel 4.2.3 Distribsi Frekuensi Tindakan Petani PadaPemakai Alat
Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di
Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya Tahun 2013
No Tindakan Petani Frekuensi %
1 Tidak Baik 33 68,8
2 Baik 15 31,3
48 100
Data Primer ( Diolah tahun 2013)
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh33 (68,8%) responden tindakan yang tidak baik dan 15 (31,3%)
responden tindakan yang baik.
Tabel 4.2.4 Distribsi Frekuensi Sikap Petani PadaPemakai Alat Pelindung
Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng
Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya
Tahun 2013
No Tingkat Pemakaian APD Frekuensi %
1 Tidak Baik 32 66,7
2 Baik 16 33,3
48 100
Data Primer ( Diolah tahun 2013)
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh32 (66,7%) responden tingkat pemakaian alat APD yang tidak baik
dan 16 (33,3%) responden tingkat pemakaian alat APD yang baik
29
4.3 Analisis Univariat
Tabel 4.3.1 PengetahuanPerilaku Petani Pada Pemakai Alat Pelindung Diri
(APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun
2013
No Pengetahuan Tingkat Pemakaian APD Total P Value Α
Petani Tidak Pakai
N % N % N %
1 Tidak Baik 24 68,6 11 31,4 35 100 0,909 0,05
2 Baik 8 61,5 5 38,5 15 100
Total 32 66,7 16 33,3 48 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat 11 dari 35(31,4%)
respodenpengetahuan petani tidak baik yang pakai APD. Sedangkan pengetahuan
petani yang baik terdapat 5 dari 15 (38,5%) responden yang pakai APD.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara pengetahuan petani dengan tingkat pemakaian
APD menunjukkan nilai p value = 0,909 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan petani dengan tingkat petani pada
pemakai alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng
Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
30
Tabel 4.3.2SikapPerilaku Petani PadaPemakai Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun
2013
No Sikap Tingkat Pemakaian APD Total P Value Α
Petani Tidak Pakai
N % N % N %
1 Tidak Baik 18 69,2 8 30,8 33 100 0,764 0,05
2 Baik 14 63,6 8 36,4 15 100
Total 32 66,7 16 33,3 48 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat 8 dari 33(30,8%)
respodensikap petani tidak baik yang pakai APD. Sedangkan sikap petani yang
baik terdapat 8 dari 15 (36,4%) responden yang pakai APD.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sikap petani dengan tingkat pemakaian APD
menunjukkan nilai p value = 0,764 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara sikap petani dengan tingkat petani pada pemakai
alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
Tabel 4.3.3Tindakan PerilakuPetani PadaPemakai Alat Pelindung Diri
(APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Pantoe
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun
2013
No Tindakan Tingkat Pemakaian APD Total P Value Α
Petani Tidak Pakai
N % N % N %
1 Tidak Baik 29 87,9 4 12,1 33 100 0,000 0,05
2 Baik 3 20,0 12 80,0 15 100
Total 32 66,7 16 33,3 48 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
31
Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat 4 dari 33(12,1%)
respodentindakan petani tidak baik yang pakai APD. Sedangkan tindakanpetani
yang baik terdapat 12 dari 15 (36,4%) responden yang pakai APD.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sikap petani dengan tingkat pemakaian APD
menunjukkan nilai p value = 0,000 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara tindakan petani dengan tingkat petani pada pemakai
alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
4.4 Pembahasan
4.4.1 PengetahuanPerilaku Petani PadaPemakai Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Pantoe Kecamatan
Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Hasil penelitian dari 48Perilaku PetaniPada PemakaiAlat Pelindung Diri
(Apd) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Pantoe Kecamatan Kuala
Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013, maka diperoleh26 (54,2%)
responden yang sikap tidak baik dan 22 (46,8%) responden yang sikap baik.
Analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara pengetahuan petani dengan tingkat pemakaian
APD menunjukkan nilai p value = 0,909 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan petani dengan tingkat petani pada
pemakai alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng
Pantoe Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
32
4.4.2 SikapPerilaku Petani PadaPemakai Alat Pelindung Diri (APD) Dalam
Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala
Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh26 (54,2%) responden yang sikap tidak baik dan 22 (46,8%)
responden yang sikap baik.
Analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sikap petani dengan tingkat pemakaian APD
menunjukkan nilai p value = 0,764 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara sikap petani dengan tingkat petani pada pemakai
alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
4.4.3 Tindakan PerilakuPetani Pada Pemakai Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto Kecamatan
Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013
Hasil peneltian menunjukkan bahwa dari 48Perilaku PetaniPada
PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa
Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013,
maka diperoleh32 (66,7%) responden tingkat pemakaian alat APD yang tidak baik
dan 16 (33,3%) responden tingkat pemakaian alat APD yang baik.
Analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sikap petani dengan tingkat pemakaian
33
APDmenunjukkan nilai p value = 0,000 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara tindakan petani dengan tingkat petani pada pemakai
alat pelindung diri (APD) dalam penyemprotan pestisida di Desa Krueng Panto
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian dari 48Perilaku PetaniPada PemakaiAlat Pelindung Diri
(APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto Kecamatan
Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013. Maka diperoleh
veriabel pengetahuan nilai P Value = 0,909 dan variable sikap nilai p
Value = 0,764 lebih besar dari nilai α = 0,05 maka dapat disimpulkan hawa
variable pengetahuan dan variable sikap tidak mempengaruhi Perilaku
PetaniPada PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam Penyemprotan
Pestisida
2. Hasil penelitian dari 48Perilaku PetaniPada PemakaiAlat Pelindung Diri
(APD) Dalam Penyemprotan Pestisida Di Desa Krueng Panto Kecamatan
Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013. Maka diperoleh
veriabel tindakan nilai P Value = 0,000lebih kecil dari nilai α = 0,05 maka
dapat disimpulkan hawa variable tindakan dan dapat mempengaruhi
Perilaku PetaniPada PemakaiAlat Pelindung Diri (APD) Dalam
Penyemprotan Pestisida
5.2 Saran
1. Kepada pihak peyuluh pertanian agar terus memberi pemahaman dan
pengetahuan kepada para petani tentang bahaya tidak memakai APD
dalam melakukan penyomprotan pestisida dengan cara memberi pelatihan
dan simulasi bahaya pestisida terhadap kesehatan petani
35
2. Kepada Petani Di Desa Krueng Panto Kecamatan Kuala Batee Kabupaten
Aceh Barat Daya agar dapat memakai APD dalam melakukan
penyemprotan pestisida agar terhindar dari baahaya pemakain pestisida
22
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2002 Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. RINEKA CIPTA
Jakarta:
Anonim, (2010),Komponen Ekosistem, http://www.edukasi.net/komponenekosist
em.html (diakses 05 April 2013)
Budiono, 2003,Bunga Rampai Hiperkes dan KK.Badan penerbit
Diponogoro,Semarang
Departemen Kesehatan RI. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer
Kit,Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. 1992.)
Djojosumarto P. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.Yoagyakarta.2008.
Djojosumarto P. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.Yoagyakarta.2004
Notoatmodjo, Soekijo 2005. Promosi Kesehatan konsep dan Aplikasi. Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekijo2007. Promosi KesehatanTeori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta.
Mualim, K. Analisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan
pestisidaorganofosfat pada petani penyemprot hama tanaaman di
Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. 2002
Komisi Pestisida, Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan, Departemen Pertanian
RI,Jakarta, 2000
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang penga wasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida,
22
Rini, Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penerbit Swadaya, Jakarta, 5,2001
Soemirat Juli, Toksikologi Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Bandung,
2003
Sugiartoto Agus, S Lolit, Warsono, Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan ,
Penerbit Yayasan Duta Awam, Solo, 1999,
Sugiono 2002 metode penelitian kuantitatif Kualitatif Dan R&D cetakan ke 6
Bandung Alfbeta
SK Mentri Pertanian RI Nomor.434.1/Kpts/TP.270/7/2001, tentang syarat dan tata
cara pendaftaran pestisida
Suma’mur PK., 1994. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Penerbit
CV.Haji Masagung, Jakarta.
Suma’mur PK., 1986.Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV.Haji
Masagung, Jakarta
Usman dalam Wulandari,Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Gadjah
Mada University Press, Bandung, 2004
vi Sastroutomo, Sutikno, Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunannya,
Gramedia, Jakarta,1992.
Wudianto, vi Sastroutomo, Sutikno, Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak
Penggunannya, Gramedia, Jakarta,2001
Wudianto,Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.Yoagyakarta 2005
(WHO) dan program lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) 2005.