pengertian dan pembagian warisan

13
[1] BAGIAN WARISAN Makalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah: Tafsir (Ahkam) Dosen pengampu: M. Dhofir, M.Ag Disusun oleh kelompok 8: 1. M. Iftah Hafara M (1410110046) 2. Saiful Huda (1410110071) 3. Ristiana Nisa’ (1410110074) Kelas: B SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS JURUSAN TARBIYAH PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN 2015

Upload: roismansur

Post on 22-Jan-2018

710 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

[1]

BAGIAN WARISAN

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah: Tafsir (Ahkam)

Dosen pengampu: M. Dhofir, M.Ag

Disusun oleh kelompok 8:

1. M. Iftah Hafara M (1410110046)

2. Saiful Huda (1410110071)

3. Ristiana Nisa’ (1410110074)

Kelas: B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2015

[2]

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring terbitnya matahari kehidupan yang bersinar cerah pada hari ini,

telah lahir sejumlah problem yang belim pernah muncul pada hari-hari

kemarin sebagai efek bola salju dari perkembangan dan perluasan wilayah

ilmu pengetahuan, baik secara vertical maupun horizontal, juga sebagai hasil

dari perkembangan sarana pengetahuan dan teknologi yang semakiln beragam

dan membengkak jumlahnya. Pada saat yang sama, muncul berbagai tuntutan

untuk memahami konsep usang tentang alam semesta.

Hukum Kewarisan menurut hukum Islam sebagai salah satu bagian

dari hukum kekeluargaan (Al ahwalus Syahsiyah) sangat penting dipelajari

agar supaya dalam pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi

kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan

mempelajari hukum kewarisan Islam maka bagi ummat Islam, akan dapat

menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta warisan setelah

ditinggalkan oleh muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang

berhak untuk menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat terhindar dari

dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya, karena tidak

ditunaikannya hukum Islam mengenai kewarisan

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman pembagian hukum kewarisan menurut Q.S An-Nisa: 9?

2. Mengapa anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan?

3. Apakah doktrin tersebut bersifat diskriminatif terhadap perempuan?

[3]

C. Teks Ayat dan Terjemahan

Dalam bab bagian warisan ini, ayat yang akan dibahas adalah dalam

surat An-Nisa’ (4) ayat 11, berikut adalah teks ayat beserta terjemahannya:

يوصيكم الله ف أوالدكم للذهكر مثل انأثثثيث

ثلهنه ثثلثا ما تث ث كنه ساء ثوق اثثنتث وا كا لها ر و

س هما الس منث ك الن صف ونأبثويه لكل وا له مها تثر ا

وورثه أبثواه ل يكن له ول ول كا له مألم ه الثثل

وصيهة يوصي س من بثع با أو دين آباؤكم خو مألم ه الس

رب لكم ثفع أيثهم أقث رو ه ا وأبثناؤكم ال ت الله ريضة من الله

كيما﴿ عليما ﴾۱۱كا Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan

bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan

lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;

jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan

untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta

yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang

[4]

meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),

maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai

beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian

tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah

dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak

mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya

bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

D. Makna Mufradat

Bagian anak laki-laki = للذهكر

Sama = مثل

= Bagian

Dua anak perempuan = انأثثثيث

Dua pertiga = ثثلثا

Setengah = الن صف

س Seperenam = الس

ل Sepertiga = الثث

Utang = دين

E. Asbabun Nuzul

Umrah binti Hazm, istri Sa’d ibn al-Rabi, menghadap kepada

Rasulullah SAW lalu berkata seraya menunjuk kepada dua anak kecil di

[5]

sisinya, “Wahai Rasulullah, ini adalah dua putri Sa’d ibn Al-Rabi. Ayah

mereka gugur di medan perang Uhud sehingga mereka kini yatim. Derita

semakin berat karena paman mereka mengambil harta mereka tanpa

menyisakan sedikit pun. Tentu saja kedua anak ini tidak akan bisa menikah

tanpa harta.”

Rasulullah kemudian terbayang sosok dan kewiraan Sa’d ibn Al-Rabi

ketika berperang melindungi beliau. Selain itu Rasul juga iba pada kedua anak

itu. Namun beliau belum bisa menetapkan keputusan yang akan berkaitan

dengan hak waris dari ayah mereka. Akhirnya Rasul bersabda, “Allah akan

menurunkan ketetapan mengenainya.” Tidak lama berselang, Allah

menurunkan ayat Al Qur’an kepada Rasulullah yaitu Surat An Nisa ayat 11.

[6]

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian warisan menurut Q.S An-Nisa’ Ayat 11

Telah kami jelaskan di dalam ayat-ayat yang terdahulu sebagian

riwayat-riwayat tentang sebab-sebab turunnya ayat mawaris.1 Berikut

adalah pembagian warisan menurut Q.S An-Nisa’ ayat 11:

1. Anak perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuanya

sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki dengan bandingan

seseorang anak laki-laki menerima sebanyak yang didapat dua orang

anak perempuan.2

a) Anak perempuan tunggal saja mendapat ½

b) Anak perempuan lebih dari dua orang mendapat 2/33

c) Anak perempuan bersama dengan anak laki-laki dengan bandingan

pembagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang

perempuan

2. Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun

perempuan. Begitu pula ayah sebagai ahli waris laki-laki berhak

menerima warisan dari anak-anaknya, baik laki-laki maupun

perempuan sebesar seperenam bagian, bila pewaris ada meninggalkan

anak. Hak ibu dan ayah dengan uraian:

a) Ibu dan ayah masing-masing menerima 1/6 bila pewaris meninggal

anak

أخرى رواية ونذكر المواريث ايات نزول اسباب فى الروايات بعض تقدم فيما لك ذكرنا قد.1 يقول هللا )يوصيكم هللا فى أوالدكم( أى يعهد إليكم فى ميراث أوالدكم وهذا إجمال بيانه مابعده )للذكر مثل حظ األنثيين( الخ أى إذا2

وترك أوالدا ذكورا وإناثا فللذكر مثل حظ االنثيين فيكون حظ الذكر ضعف حظ المرأة وإن كن نساء فوق اثنتين أى وإن مات الميت كان المتروكات نساء فوق اثنتين فلهن الثلثان وإن كانت واحدة أى وإن كانت واحدة أى وإن كانت المتروكة واحدة فلها النصف

فوق كن إذا للنساء الثلثين فجعل( ماترك ثلثا فلهن اثنتين فوق نساء كن فإن: )قال تعالى اناهلل ووجهه النصف هما وأعطا الواحدة بنت 3

الثلثين اثنتين كانتا إذا نعطيهما فال اثنتين

[7]

b) Ibu menerima 1/3 bila pewaris tidak ada meninggalkan anak

c) Ibu menerima 1/6 bila pewaris tidak meninggalkan anak namun

memiliki beberapa orang saudara4

B. Mengapa anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan?

Surat An-Nisa’ ayat 11 merinci pembagian warisan baik untuk ahli

waris laki-laki maupun perempuan dengan status mereka masing-

masing.Yang menjadi persoalan dalam masalah kesetaraan gender adalah

ketentuan yang terdapat pada awal ayat 11 yaitu bagian seorang laki-laki

sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Kenapa anak laki-laki

mendapat dua bagian anak perempuan? 5

1. Perspektif para mufasir

a. At-Thabari

Menurut at-Thabari, jika seseorang meninggal dunia dan

meninggalkan ahli waris laki-laki dan perempuan secara

bersamaan, maka anak laki-laki mendapat dua bagian anak

perempuan dari keseluruhan harta peninggalan. Ketentuan ini

berlaku tanpa melihat umur anak-anak tersebut , apakah anak itu

masih kecil atau sudah dewasa tetap mendapat bagian yang sama.

Ayat ini turun sebagai korelasi terhadap pembagian warisan yang

berlaku pasa masyarakat Arab kala itu, dimana mereka tidak

memberikan warisan bagi ahli waris yang belum pernah berperang

sekalipun alasan tidak pernah ikut perang itu karena masih kecil

dan juga mereka tidak membagi warisan kepada kaum prempuan.

السدس فألمه إخوة له كان فإن الثلث فألمه أبواه ورثه ولد له يكن لم فإن ولد له كان إن ترك مما السدس منهما واحد لكل وألبويه4

5 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an, Labda Press: Yogyakarta, 2006, hal:168

[8]

Dalam uraiannya at-Thabari tidak menjelaskan kenapa anak laki-

laki dapat dua bagian anak perempuan.

b. Ibn Katsir

Menurut Ibn Katsir dengan ayat ini allah memerintahkan

kepada kaum muslimim untuk berlaku adil dalam pembagian

warisan terhadap anak-anak, karena pada zaman jahiliyah mereka

memberikan semua warisan untuk anak laki-laki tanpa

memberikan sedikitpun untuk anak perempuan.6 Secara prinsip

Allah memerintahkan untuk menerapkan prinsip persamaan dalam

pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan. Kala

kemudian dalam ayat ini anak laki-laki diberi dua bagian anak

perempuan, hal itu disebabkan oleh karena kebutuhan laki-laki

terhadap harta lebih banyak dari pada perempuan.7

c. Ar-Razi

Ar-Razi mengemukakan beberapa alasan mengapa anak laki-laki

mendapat dua bagian anak perempuan:

1) Pengeluaran perempuan lebih sedikit karena suaminya telah

menjamin belanjanya, sedangkan pengeluaran laki-laki lebih

banyak karena dia yang menanggung belanja isterinya. Siapa

yang pengeluarannya lebih banyak tentu membutuhkan harta

lebih banyak.

2) Laki-laki lebih sempurna keadaanya dari pada perempuan, baik

akal maupun jabatan keagamaan seperti menjadi qadhi dan

ال أنهن بدعوى شيأ. ابأهن و أزواجهن ميراث من تعطيهن وال النساء تظلم والعرب جاءت اإلسالمية الشريعة أن الباحث يعلم ذلك6

ذلك ينسخ أن يودون فكانوا العرب على ذلك كبر و الميراث فى حقا لهن األية بهذه الشريعة فقررت الغنيمة يحزن وال العدر يقاتلن ألفوه، ما يخالف كان أنه لما ينسى أو الحكم

7 Ibid, hal:169

[9]

imam, begitu juga kesaksian perempuan bernilai separo

kesaksian laki-laki. Oleh sebab itu dia harus dapat lebih

banyak.

3) Perempuan akalnya sedikit nafsunya banyak, jika diberi harta

yang banyak semakin besarlah kerusakan yang terjadi. Lelaki

lebih bisa tidak emosional dibandingkan wanita, sedangkan

wanita lebih emosional.8

4) Laki-laki, karena kesempurnaan akalnya akan membelanjakan

hartanya untuk hal-hal yang terpuju di dunia dan mendapat

pahala di akhirat, seperti membangun sekolah, membantu

orang-orang yang teraniaya , anak-anak yatim dan para janda.

Laki-laki mampu melakukan itu karena dia banyak bergaul

dengan masyarakat. Sementara perempuan, karena kurang

pergaulannya dengan masyarakat tidak mampu melakukan hal

itu.

2. Perspektif Hamkan dan Hasbi

Menurut Hamka, laki-laki mendapat dua kali bagian

perempuan karena tanggung jawab laki-laki terhadap harta benda jauh

lebih berat dari pada tanggung jawab perempuan. Dalam Islam,

seorang perempuan tidaklah terlepas dari tanggung jawab dan

perlindungan laki-laki. Pada waktu kecil di bawah perlindungan

ayahnya, setelah bersuami dia berada dalam tanggung jawab

suaminya. Kalau suaminya telah tua atau mati dan dia sendirianpun

telah tua pula, dia di bawah tanggungan anak-anaknya yang laki-laki.

8 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender, Paramadina: Jakarta, 2001, hal:43

[10]

Oleh sebab itu wajar dan adil kalau bagian untuk laki-laki dua kali

bagian perempuan. 9

Hasbi juga mempunya pandangan yang sejalan dengan Hamka.

Anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dibandingkan anak

perempuan karena anak laki-laki membelanjakan harta untuk dirinya

dan isterinya, sedangkan perempuan membelanjakan untuk dirinya

saja. Jika ia telah bersuami, maka nafkahnya ditanggung suami.

Menurut hasbi, firman ini membantah dengan tegas adat jahiliyah

yang tidak memberikan warisan kepada anak perempuan.

C. Apakah doktrin tersebut bersifat diskriminatif terhadap perempuan?

Keadilan Dalam Pembagian Warisan Menurut Syadzali

Keadilan tidak harus didefinisikan sebagai membagi sama banyak

kepada semua pihak. Tapi termasuk juga keadilan membagi sesuatu

dengan prinsip keseimbangan. Dalam kasus warisan ini yaitu

keseimbangan antara hak dan kewajiban. Biaya kehidupan yang harus

ditanggung laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Jika

bapaknya meninggal dunia, sekalipun dia belum menikah tapi sudah

dewasa anak laki-laki akan menjadi tanggung jawab biaya hidup ibu dan

saudara-saudara perempuannya yang belum menikah. Apalagi setelah dia

menikah dan punya anak, tanggung jawab pembiayaan yang harus

dipikulnya semakin bertambah. Belum lagi untuk kebutuhan dirinya

sendiri. Bandingkan dengan perempuan yang sepanjang umurnya secara

normative tidak wajib membiayai dirinya sendiri. Sebelum menikah dia

menjadi tanggungan orang tua atau walinya. Setelah menikah menjadi

tanggungan suami.10

9 Ibid, hal:181 10 Yunahar Ilyas, Fenimisme Dalam Kajian afsir Al-Qur’an, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1997, hal:136

[11]

Dalam beberapa kasus warisan yang sering terjadi sebenarnya

dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah antara seluruh ahli waris

yang berhak mendapat warisan. Apabila di antara ahli waris ada yang kaya

raya, sementara yang lain miskin atau hidup dengan sangat sederhana,

maka bisa saja dengan cara musyawarah yang kaya raya melepaskan

haknya sepenuhnya atau sebagiannya kepada ahli waris lain yang lebih

membutuhkan dalam rangka saling pengertian dan tolong menolong

sesama karib kerabat.

Musyawarah dapat dilakukan karena ketentuan pembagian warisan

dalam An-Nisa’ ayat 11 termasuk golongan hukum voluntary law, artinya

hukum yang baru berlaku, jika yang berkepentingan tidak

mempergunakan alternative lain yang tersedia. Alternative yang tersedia

itu adalah musyawarah untuk mencari siapa yang secara suka rela

melepaskan haknya.

Apabila tidak ada yang suka rela ingin melepaskan haknya ,

barulah harta warisan tersebut dibagi sesuai dengan bagian masing-masing

yang telah ditentukan oleh ayat tersebut. Dengan demikian, pembagian

warisan tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam

surat An-Nisa’ ayat 11. Pada saat itulah baru hukum waris bersifat

compulsory law, artinya hikum yang mutlak berlaku.11

Demikianlah dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

ayat-ayat tentang kewarisan tidaklah bersifat diskriminatif terhadap kaum

perempuan. Ketentuan tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai bukti

inferioritas perempuan dibandingkan laki-laki. Namun demikian,

kesetaraan tidak berarti semua harus persis sama dalam aspek hukum.

Karena factor-faktor perbedaan fungsi, status sosian ekonomi, hak dan

kewajiban menjadi pertimbangan.

11 Op.cit, hal:137

[12]

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Warisan adalah harta yang ditinggalkan mayit untuk ahli warisnya.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Segala Sesuatu

yang telah ia tetapkan adalah yang seadil-adilnya bagi setiap makhluknya.

Keadilan tidak harus didefinisikan sebagai membagi sama banyak kepada

semua pihak. Tapi termasuk juga keadilan membagi sesuatu dengan prinsip

keseimbangan, karna adil tak harus sama. Dalam kasus warisan ini, kaum

laki-laki mendapat lebih banyak harta warisan dikarenakan memiliki beberapa

tanggung jawab yang telah disebutkan di atas tadi, sesuai kewajiban dan hak

masing-masing.

B. Saran

Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita bahas

bersama, tentang bagian warisan. Agar senantiasa kita semua menjadi insan

yang selalu menjaga dan mengutamakan keadilan dan keseimbangan.

[13]

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ali As-Shabuni, Tafsir Ayatul Ahkam

Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an, Labda Press:

Yogyakarta, 2006

Yunahar Ilyas, Fenimisme Dalam Kajian afsir Al-Qur’an, Pustaka Pelajar:

Yogyakarta, 1997

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender, Paramadina: Jakarta, 2001