pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah …repository.ub.ac.id/7472/1/khoirus...

58
i PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRIZUS) PADA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) YANG DIINDUKSI DIAZINON TERHADAP KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Oleh: Khoirus Viestaria 135130101111035 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • i

    PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH

    NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRIZUS) PADA

    TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) YANG

    DIINDUKSI DIAZINON TERHADAP KADAR

    MALONDIALDEHIDA (MDA) DAN

    GAMBARAN HISTOPATOLOGI

    LAMBUNG

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan

    Oleh:

    Khoirus Viestaria

    135130101111035

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERAN HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrizus)

    Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi DiazinonTerhadap

    Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran

    Histopatologi Lambung

    Oleh:

    Khoirus Viestaria

    135130101111035

    Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

    Pada tanggal 14 Desember 2017

    dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS drh. Viski Fitri Hendrawan, M. Vet

    NIP. 19520412 198002 1 001

    NIK. 19880518 201504 1 003

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

    Universitas Brawijaya

    Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES

    NIP. 19600903 198802 2 001

  • iii

    Lembar Pernyataan

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Khoirus Viestaria

    NIM : 135130101111035

    Program Studi : Kedokteran Hewan

    Penulis Skripsi berjudul:

    Efek pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada tikus

    putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi Diazinoon terhadap kadar

    Malondialdehida dan Histopatologi lambung.

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaksud di isi

    dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.

    2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung resiko yang akan saya

    terima.

    Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

    Malang, 14 Desember 2017

    Khoirus Viestaria

    135130101111035

  • iv

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrizus)

    Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Diazinon Terhadap

    Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran

    Histopatologi Lambung

    Abstrak

    Diazinon merupakan insektisida jenis organofosfat yang banyak digunakan

    pada sebagian besar sektor pertanian. Hasil metabolisme senyawa organofosfat ini

    dapat meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh, sehingga akan

    menyebabkan komplikasi ke berbagai organ, termasuk lambung. Ekstrak kulit

    buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki aktivitas antioksidan yang

    tinggi dalam menurunkan ROS pada kasus keracunan diazinon. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah naga merah dalam

    menurunkan kadar MDA dan memperbaiki kerusakan gambaran histopatologi

    lambung tikus yang diinduksi diazinon. Penelitian ini menggunakan tikus putih

    (Rattus norvegicus), jantan strain Wistar berumur 8-12 minggu, berat badan rata-

    rata 150 g sebagai hewan coba sebanyak 20 ekor. Terdapat 5 kelompok perlakuan,

    yaitu kelompok K(-), K(+), P1, P2, dan P3. Dosis diazinon yang digunakan

    sebanyak 40 mg/kg BB per-oral selama 5 hari berturut-turut. Ekstrak kulit buah

    naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang diberikan dengan dosis bertingkat yaitu

    150 mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, dan 250 mg/150 g BB per-oral, selama 14

    hari. Data kadar MDA dianalisis kuantitatif dengan ANOVA menggunakan

    program komputer SPSS version 22 for Windows serta dilanjutkan dengan uji

    Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5% dan gambaran histopatologi lambung dianalisis

    secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak kulit buah

    naga merah (Hylocereus polyrhizus) dosis 150 mg/150g BB secara sangat

    signifikan (p

  • v

    Effect of Extract Red Pitaya peel (Hylocereus Polyrizus) In Rat (Rattus

    norvegicus) The Induced Diazinon Against Malondialdehida

    levels and Histopathology of Gastric

    Abstract

    Diazinon is an organophosphate type insecticide widely used in most

    agricultural sectors. The metabolic results of these organophosphate compounds

    can increase Reactive Oxygen Species (ROS) in the body, thus causing

    complications to the various organs of one of the stomach. Red pitaya peel extract

    has high antioxidant activity in lowering ROS, in cases of diazinon poisoning.

    This study aims to determine the effectiveness of Red-pitaya peel extract in

    reducing levels of Malondialdehyde (MDA) and repair histopathological damage

    to rat induced diazinone. This study used white rats (Rattus norvegicus) male

    Wistar strain aged 8-12weeks, average weight 150 g as a trial animal of 20 tails.

    There were 5 treatment groups, which were K (-), K (+), P1, P2, and P3. The dose

    of diazinone used was 40 mg / kg BW with oral sonde for 5 consecutive days. Red

    pitaya peel (Hylocereus polyrhizus) extract given with a multilevel dose of 150

    mg/150 g BW, 200/150 g BW mg and 250 mg/150 g BW, for 14 days. MDA

    levels were measured using the Thiobarbituric acid (TBA) test and gastric

    histopathology features using Hematoxylin-Eosin (HE) staining. The MDA

    content was analyzed quantitatively by ANOVA using SPSS version 22 computer

    program for Windows and continued with honestly significant difference (HSD)

    test (α = 5%) and gastric histopathology were analyzed descriptively. The results

    showed that the extract of red pitaya peel (Hylocereus polyrhizus) dose 150

    mg/150 g BW significantly (p

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas diberikannya nikmat, limpahan

    rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

    yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus

    polyrizus) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diindusuksi Diazinon

    Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran Histopatologi

    Lambung”. Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, halangan dan rintangan

    terus menerus muncul pada diri penulis, sehingga dalam penyelesaian tulisan ini

    melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

    terimakasih banyak kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS., selaku pembimbing I tugas akhir ini atas

    segala bantuan, kesempatan, nasihat, bimbingan, dan arahan yang

    diberikan kepada penulis.

    2. drh. Viski Fitri Hendrawan, M. Vet., selaku pembimbing II tugas akhir ini

    yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, serta saran

    kepada penulis.

    3. Drh. Desi Wulansari, M. Vet., selaku dosen penguji I atas saran yang telah

    diberikan.

    4. Drh. Rahadi Swastomo, selaku dosen penguji II atas saran yang telah

    diberikan.

    5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Hewan Universitas Brawijaya atas kepemimpinan dan dukungan demi

    kemajuan FKH UB.

    6. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada

    Bapak Choirur Rofiq dan Ibu Rosidatul Islamiah, Mbak Safitri Dian

    Novita, serta keluarga besar atas doa, kasih sayang, semangat dan

    dukungan dalam bentuk moril maupun materil kepada penulis selama

    menempuh pendidikan di FKH UB.

    7. Teman dalam penelitian, Amilia Yunita, Previana Rahmawati, Diah wahyu

    Atika Suri, dan Fega Okta P.

  • vii

    8. Sahabat di Kota Rantau, Ristanti P, Tia Sundari, Mentari Putri A, Luh

    Putu S, Novita S, Nurma A, Eka, Tri indah L dan Dina Sahmiranda atas

    bantuan motivasi, kebersamaan, keluarga, serta memaknai kehidupan di

    perantauan.

    9. Seluruh staf dan karyawan FKH UB yang telah membantu proses

    administrasi dalam membuat tugas akhir.

    10. Keluarga besar B-Tis dan CAVITAS sebagai keluarga baru selama

    menempuh studi di FKH UB.

    Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

    kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran maupun

    kritik yang bersifat membangun atas tulisan ini. Penulis sangat berharap

    skripsi ini akan banyak bermanfaat baik bagi penulis pribadi maupun

    pembaca.

    Malang, 14 Desember 2017

    Khoirus Viestaria

    135130101111035

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii

    ABSTRAK ....................................................................................................... iv

    ABSTACT ........................................................................................................ v

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ...................................................... xiv

    BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 5

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3

    1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 4

    1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5

    1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

    2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ...................................................... 6

    2.2 Diazinon ........................................................................................ 7

    2.2.1 Pengaruh Diazinon ............................................................... 9

    2.3 Lambung ..................................................................................... 10

    2.3.1 Anatomi Lambung .............................................................. 10

    2.3.2 Histologi Lambung ............................................................. 11

    2.4 Radikal Bebas ............................................................................. 12

    2.5 Malondialdehida (MDA) ............................................................. 12

    2.6 Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) .......................... 14

  • ix

    BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........... 17

    3.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 17

    3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 20

    BAB 4. METODE PENELITIAN................................................................... 21

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 21

    4.2 Populasi dan Sampel ....................................................................... 21

    4.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 21

    4.4 Penetapan Jumlah Perlakuan dan Ulangan ...................................... 23

    4.5 Variabel Penelitian .......................................................................... 23

    4.6 Alat dan Bahan ............................................................................... 24

    4.6.1 Alat ...................................................................................... 24

    4.6.2 Bahan .................................................................................... 24

    4.7 Tahapan Penelitian .......................................................................... 25

    4.7.1 Persiapan Hewan Coba .......................................................... 25

    4.7.2 Pembuatan Ekstrak Kulit

    Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ............................ 25

    4.7.3 Induksi Diazinon pada Tikus Putih

    (Rattus norvegicus) ................................................................ 26

    4.7.4 Terapi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

    (Hylocereus polyrhizus) ........................................................ 26

    4.7.5 Pengambilan Organ Lambung ................................................ 27

    4.7.6 Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung .......... 27

    4.7.7 Pembuatan dan Pengamatan Preparat

    Histopatologi Lambung ......................................................... 28

    4.7.8 Analisis Data ......................................................................... 30

    BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31

    5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah

    Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) terhadap

    Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung..................................... 31

    5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah

  • x

    Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) terhadap

    Gambaran Histopatologi Lambung................................................ 34

    BAB VI. PENUTUP ........................................................................................ 41

    6.1 Kesimpulan .................................................................................. 41

    6.2 Saran ............................................................................................ 41

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42

    LAMPIRAN ................................................................................................... 45

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) strain Wistar ................................. 7

    Gambar 2.2 Struktur Kimia Diazinon ............................................................... 8

    Gambar 2.3 Anatomi Lambung ...................................................................... 10

    Gambar 2.4 Histologi Lambung ...................................................................... 12

    Gambar 2.5 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ................................. 15

    Gambar 2.6 Struktur Kimia Antosianin ........................................................... 16

    Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ................................................... 17

    Gambar 5.1 Gambaran histopatologi lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) kelompok K(-)

    dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 35

    Gambar 5.2 Gambaran histopatologi lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) kelompok K(+)

    dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 35

    Gambar 5.3 Gambaran histopatologi lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) kelompok P1

    dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 36

    Gambar 5.4 Gambaran histopatologi lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) kelompok P2

    dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 36

    Gambar 5.5 Gambaran histopatologi lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) kelompok P3

    dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 37

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 2.1 Kandungan Ekstrak Kulit Buah

    Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ................................................ 16

    Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian ...................................................... 22

    Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA)

    Lambung Setiap Kelompok Perlakuan .............................................. 31

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1 Kerangka Operasional Penelitian ................................................. 45

    Lampiran 2 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah

    Naga Merah (Hylocereus polyrhizus ............................................. 46

    Lampiran 3 Perhitungan Dosis Diazinon ......................................................... 47

    Lampiran 4 Perhitungan Dosis Ekstrak Kulit

    Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus ................................... 48

    Lampiran 5 Prosedur Pengukuran Malondialdehida (MDA) Lambung ............ 50

    Lampiran 6 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi Lambung ................. 51

    Lampiran 7 Keterangan Kelaikan Etik ............................................................. 53

    Lampiran 8 Surat Keterangan Identifikasi Tanaman ........................................ 54

    Lampiran 9 Hasil Uji LC-MS Kulit Buah Naga

    Merah (Hylocereus plyrhizus) ....................................................... 55

    Lampiran 10 Hasil Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung ...... 56

    Lampiran 11 Analisis Statistika Malondialdehida (MDA) Lambung ................ 57

  • xiv

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

    Simbol/ Singkatan Keterangan

    µl : mikroliter

    µg : mikrogram

    ANOVA : Analysis of Variance

    ATP : Adenosina trifosfat

    BB : Berat Badan

    BHC : Benzane hexacloride

    BMR : Batas Maksimum Residu

    DNA : Deoxyribose-nucleic acid

    EC : Emulsifiable consentrates

    gr : Gram

    GRP : Gastrin releasing peptide

    HE : Hematoxylin Eosin

    HCL : Hydrochloric Acid

    K(-) : Kontrol Negatif

    K(+) : Kontrol Positif

    KEP-UB : Komisi Etik Penelitian

    Universitas Brawijaya

    Kg : Kilogram

    L : Liter

    LD : Lethal Dose

    MDA : Malondialdehida

    mg : Miligram

    ml : Mililiter

    mm : Milimeter

    N : Natrium

    NaCL : Natrium Klorida

    P1 : Perlakuan satu

    P2 : Perlakuan dua

    P3 : Perlakuan tiga

    ppm : Part per Million

    PUFA : Polyunsaturated fatty acid

    RAL : Rancangan Acak Lengkap

    ROS : Reactive Oxygen

    SSP : Sistem Syaraf Pusat

    TBA : Thiobarbiturat acid

    TCA : Trichloroacetic acid

    UPHP : Unit Pengembangan Hewan

    Percobaan.

  • 1

    BAB 1.PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pestisida saat ini menjadi ancaman besar bagi masyarakat Indonesia,

    dimana penggunaan hampir sebagian besar pada sektor pertanian yaitu sebagai

    pengendali hama seperti wereng, belalang, semut, lalat, ulat dan serangga lain.

    Pada tahun 2010 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar

    5000-10.000 orang keracunan pestisida dan akan terus meningkat, terutama pada

    negara-negara berkembang, seperti negara Kamboja, pada tahun 2013 telah

    dilaporkan sebanyak 88% petani positif keracunan akut pestisida. Di Indonesia

    telah dilaporkan sekitar 12.000 kasus kematian akibat keracunan pestisida setiap

    tahunnya (Zulmi, 2016).

    Berdasarkan target organisme sasaran, pestisida dikelompokkan menjadi

    tiga, yaitu herbisida, fungisida dan insektisida. Insektisida merupakan pestisida

    yang seringkali digunakan untuk membasmi hama tanaman. Insektisida yang

    paling sering digunakan oleh para petani adalah jenis organofosfat. Insektisida

    golongan organofosfat terdiri atas sekelompok zat kimia yang memiliki struktur

    dan aktivitas kimia yang bervariasi. Salah satu jenis insektisida yang sering

    digunakan adalah golongan organofosfat diazinon. Pemakaian hampir selalu

    digunakan pada seluruh kegiatan pertanian terutama digunakan untuk mengontrol

    serangga pada dedaunan, sayuran, buah-buahan, dan tanaman pertanian lain. Efek

    samping diazinon secara terus-menerus adalah dapat meninggalkan residu pada

    tanaman, baik pada daun, buah, batang maupun tanah. Pada dosis tertentu dapat

    meracuni manusia yang mengkonsumsi tanaman tersebut (Budiyono, 2012).

  • 2

    Keracunan organofosfat dapat menyebabkan penumpukan radikal bebas

    dan stress oksidatif. Stress oksidatif akan menginduksi peroksidasi lipid,

    peroksidasi lipid merupakan proses oksidasi asam tidak jenuh berantai panjang

    (polyunsaturated fatty acid) pada membran sel yang menghasilkan radikal

    peroksida-lipid, hidroperoksida, dan produk aldehida, misal Malondialdehida

    (MDA) (Palupi dkk., 2012).

    Menurut Lesmana dkk., (2013), salah satu organ pencernaan yang pertama

    kali terpapar oleh diazinon yang diinduksikan secara per-oral adalah organ

    lambung, ada stress oksidatif akan meningkatkan kerusakan sel pada jaringan

    lambung, sehingga perlu dilakukan pengamatan histopatologi organ lambung.

    Menurut Kumari dan Mirshra (2015), diazinon memiliki efek yang berbahaya

    apabila terkonsumsi oleh tubuh, salah satu efek diazinon dapat dilihat pada saat

    pemeriksaan histopatologi lambung adalah terjadi kerusakan epitel pada tunika

    mukosa, terjadi ruptur pada tunika submukosa bahkan terkadang sampai pada

    tunika muskularis, hiperemik pembuluh darah, dan tampak infiltrasi sel radang

    pada tunika submukosa dan muskularis.

    Saat ini pengobatan pada kasus keracunan pestisida hanya mengandalkan

    obat kimia, seperti atropin sulfat, yang diketahui bahwa obat kimia tersebut juga

    memiliki efek samping terhadap kesehatan manusia, antara lain peningkatan

    tekanan intraokuler, midriasis, mulut kering, takikardi, konstipasi, ruam kulit,

    fotofobia, dan peningkatan terhadap rangsangan susunan syaraf pusat. Hal ini

    membuat masyarakat banyak yang beralih kepada pengobatan tradisional yang

    dinilai aman dan tidak membahayakan bagi tubuh, karena berasal dari alam.

  • 3

    Bahan alam yang diketahui memiliki efek dalam mengatasi keracunan

    organofosfat adalah sambiloto, dimana bahan ini memiliki aktivitas antioksidan

    yang tinggi dalam menangkal radikal bebas dari residu pestisida yang masuk

    kedalam tubuh (Wulandari, 2006).

    Bahan alami lain yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi adalah

    buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) karena memiliki aktivitas antioksidan

    yang tinggi, sehingga baik untuk kesehatan apabila dikonsumsi. Menurut

    beberapa penelitian aktivitas antioksidan yang tertinggi terdapat pada kulit. Kulit

    buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) saat ini belum banyak dimanfaatkan,

    masyarakat cenderung mengkonsumsi buahnya dan kulitnya dibuang sebagai

    limbah pertanian. Dalam bidang farmakologi kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrhizus) dapat dijadikan sebagai obat herbal yang bermanfaat sebagai

    antioksidan dalam menangkan radikal bebas dalam tubuh (Putri dkk., 2015).

    Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk

    mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

    Polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi organofosfat

    diazinon terhadap kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apakah pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus)

    pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat

    menurunkan kadar MDA Lambung?

  • 4

    2. Apakah pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus)

    pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat

    memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung?

    1.3 Batasan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi

    pada:

    1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan,

    strain Wistar, umur 8-12 minggu, dengan berat badan rata-rata 150 g.

    2. Penelitian yang dilakukan sudah mendapatkan surat laik etik dari Komisi Etik

    Penelitian Universitas Brawijaya (765-KEP-UB) (Lampiran ).

    3. Insektisida yang digunakan untuk menginduksi tikus putih (Rattus

    norvegicus) agar mendapatkan model hewan coba dengan gejala keracunan,

    yaitu organofosfat diazinon, berbentuk cair yang diinduksikan per-oral

    sebanyak 40mg/kg BB per hari selama 5 hari.

    4. Kulit buah naga yang digunakan adalah kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrizus) segar, yang memiliki ciri daging buah berwarna merah. Dosis

    ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang digunakan

    adalah 150 mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, 250 mg/150 g BB diberikan per

    hari per-oral selama 14 hari. Ekstrak diperoleh dari Laboratorium Materia

    Medika Batu.

    5. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah hasil terapi ekstrak kulit

    buah naga merah berdasarkan kadar MDA dan gambaran histopatologi

    lambung tikus putih (Rattus norvegicus).

  • 5

    1.4 Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat

    menurunkan kadar MDA lambung.

    2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat

    memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat

    tentang pengaruh antioksidan dalam ekstrak kulit buah naga (Hylocereus

    polyrhizus) dalam menangkal radikal bebas pada kasus keracunan insektisida jenis

    organofosfat, seperti diazinon.

  • 6

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    Hewan laboratorium merupakan hewan percobaan yang sengaja dipelihara

    dan diternakkan, bertujuan untuk dijadikan sebagai hewan model dalam beberapa

    penelitian agar dapat dipelajari dan dikembangkan dalam berbagai bidang ilmu

    skala penelitian, serta pengamatan laboratoris. Tikus putih yang memiliki nama

    ilmiah Rattus norvegicus merupakan hewan coba yang seringkali digunakan

    dalam berbagai penelitian. Kriteria tikus putih (Rattus norvegicus) yang

    dibutuhkan oleh peneliti sebagai syarat hewan laboratorium, yaitu kontrol pakan,

    kontrol kesehatan, jenis (strain), jenis kelamin, umur, berat badan, dan silsilah

    genetik. Terdapat tiga galur tikus putih (Rattus norvegicus) yang seringkali

    digunakan dalam penelitian antara lain strain Wistar, Long Evans, dan Sprague

    Dawley (Prasetyo dkk., 2013).

    Taksonomi tikus putih adalah sebagai berikut (Robinson, 1979):

    Kingdom : Animal

    Filum : Chordata

    Kelas : Mamalia

    Ordo : Rodentia

    Family : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus norvegicus

  • 7

    Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) strain

    Wistar (Alexandru, 2011)

    2.2 Diazinon

    Diazinon merupakan salah satu insektisida golongan organofosfat yang

    seringkali digunakan dalam bidang agro pertanian sebagai senyawa kimia untuk

    mengendalikan hama pada semua jenis tanaman dan setiap penggunaan akan

    meninggalkan residu pada tanaman tersebut. Residu diazinon dapat ditemukan

    pada sayuran seperti kubis, selada, dan tomat dengan kadar residu 0,0069-0,0591

    ppm. Kadar tersebut masih dibawah Batas Maksimum Residu (BMR) yang

    ditetapkan yaitu 0,75 ppm. Apabila penggunaan diazinon yang terlalu sering akan

    sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat menyebabkan keracunan (Ngabekti dan

    Wiwi, 2000).

    Diazinon bersifat racun kontak dan racun sistemik, senyawa ini memiliki

    rumus empirik C12H21N2O3PS dengan nama kimia O-Diethyl-O-(2-isopropyl-

    6methyl-pyrimidine-4-yl). Senyawa diazinon termasuk dalam senyawa

    thiophsphoric acid ester. Seseorang yang mengalami keracunan diazinon akan

    menunjukkan gejala, seperti lemas, inkoordinasi, kelemahan anggota gerak,

    dispnea, depresi, hipersalivasi, kejang, diare, tremor bahkan beberapa kasus

    keracunan dapat menimbulkan kematian (Lesmana dkk., 2014).

  • 8

    Menurut Baehaki (1993), bahan aktif diazinon diperdagangkan sebagai

    Diazinon®, Basminon

    ®, Basudin

    ®, Dharmazinon

    ®, Neocidal

    ®. Diazinon

    memiliki struktur kimia sebagai berikut :

    Gambar 2.2 Struktur Kimia Diazinon (Cox, 2000)

    Menurut Baehaki (1993), insektisida diazinon dapat dipergunakan sebagai

    arkarisida, merupakan racun kontak, dan racun perut. Diazinon memiliki LD50

    melalui mulut tikus adalah 300-850 mg/kg, sedangkan melalui kulit tikus adalah

    2.150 mg/kg. Diazinon secara umum digunakan untuk mengendalikan hama

    tanaman, seperti kutu perisai daun pada anggrek Parlatoria proteu, kutu arben

    Euchlora viridis, Spodoptera mauritia, Aphis tavaresii, Lamproseme indicate,

    Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, kutu kapuk kelapa Aleurodicus destructor,

    Artona sp., Sexava sp., dan lain-lain. Formulasi yang diperdangangkan adalah

    sebagai berikut: (1) Basminon 60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (2) Basudin

    60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (3) Basudin 10G mengandung 10% gr

    diazinon/L; (4) Diazinon 60EC mengandung 641 gr diazinon/L; (5) Diazinon 10G

    mengandung 11,3 gr diazinon/I; (6) Diazinon 90ULV mengandung 960 gr

    diazinon/L; (7) Dharmazinon 60EC mengandung 60% diazinon/L; (8) Dezimin

    60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (9) Neocidal 40WP mengandung 40%

  • 9

    diazinon/L. Insektisida ini khusus dikembangkan untuk mengatasi caplak

    Boophilus annulatus dan B. Spirophylus pada hewan.

    2.2.1 Pengaruh Diazinon

    Dampak langsung dari penggunaan pestisida adalah keracunan bagi

    seseorang yang secara langsung terlibat dalam penggunaan senyawa ini, baik

    secara akut maupun kronis. Seseorang dengan keracunan akut akan menunjukkan

    gejala, seperti sakit kepala, pusing, mual, diare, dan muntah. Pada kasus yang

    berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan

    dapat menyebabkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak

    langsung menimbulkan gejala klinis, akan tetapi dalam jangka waktu yang

    panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan

    yang dapat ditimbulkan seperti kanker, gangguan syaraf, fungsi hati, ginjal,

    gangguan pernafasan serta keguguran (Djojosumarto, 2000).

    Senyawa metabolit diazinon yang terbentuk, akan meningkatkan radikal

    bebas dalam tubuh karena aktivasi senyawa ini memiliki sifat yang lebih poten

    dan efek yang ditimbulkan lebih toksik dalam menyebabkan kerusakan sel

    dibandingkan dengan senyawa pembentuk. Senyawa ini akan menyebar ke

    seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan gangguan aliran ion melalui membran sel.

    Ketidakseimbangan ion dalam sel akan meningkatkan ROS dan menginduksi

    stress oksidatif yang akan berdampak pada kerusakan sel (Elsrek dan Metka,

    2011).

    Selain dampak pestisida bagi pengguna dan konsumen, residu dari

    pertisida juga akan berdampak pada lingkungan. Bagi lingkungan umum,

  • 10

    pestisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan pada tanah, udara, dan air

    (Djojosumarto, 2000).

    2.3 Lambung

    2.3.1 Anatomi Lambung

    Lambung merupakan organ pertama saluran pencernaan pada cavum

    abdominalis, dimana banyak terjadi aktifitas enzimatis. Lambung memiliki bentuk

    seperti buah pir, pada bagian superior dibatasi oleh spihgter esophagus dan bagian

    inferior dibatasi oleh sphincter pylorus. Lambung terdiri atas antrum cardia,

    fundus, corpus, dan pylorus. Dinding lambung terbagi atas 4 tunika yaitu tunika

    serosa yang terletak pada bagian luar, tunika muskularis propria yang terdapat

    selubung serabut otot polos, tunika submukosa, dan tunika mukosa yang terletak

    pada bagian dalam lambung (Saunders, 1987).

    Menurut Harris (2009), tikus termasuk dalam hewan monogastrik yang

    hanya memiliki satu lambung dan terletak pada sisi kiri rongga abdomen, serta

    berbatasan langsung dengan hati. Lambung tikus terbagai menjadi dua bagian,

    yaitu sisi glandular dan sisi lambung bagian depan non-glandular, yang keduanya

    dibatasi oleh sebuah jembatan (ridge).

    Gambar 2.3 Anatomi Lambung (Singh, 2014)

  • 11

    2.4.2 Histologi Lambung

    Menurut Harris (2009), secara mikroskopis pada sisi lambung depan non-

    glandular memiliki lipatan mukosa yang menyerupai mukosa dalam lumen dan

    dilapisi oleh sel epitel skuamosa bertingkat, sedangkan pada sisi glandular

    lambung (corpus) terdapat sumur lambung yang dilapisi oleh sel epitel kolumnar

    selapis. Pada bagian pylorus dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang juga

    melapisi perpanjangan sumur lambung. Lambung tikus dilapisi oleh mukosa,

    selaput lendir ini dibentuk oleh sel epitel permukaan dimana akan menginvaginasi

    lamina propria yang berada dibawah untuk membentuk sumur-sumur atau biasa

    dikenal dengan gastric pit. Menurut Wibowo (2005), diantara sel-sel yang

    membentuk gastric pits terdapat sel yang menghasilkan asam lambung (HCL),

    pepsin, dan mukus. Produksi HCL dapat dirangsang oleh syaraf, pikiran atau

    emosi dan makanan yang terdapat dalam mulut atau lambung.

    Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat, sel otot polos, dan sel

    limfoid. Tunika mukosa dan submoka yang berada dibawah dipisahkan oleh otot

    polos yang disebut sebagai tunika muskularis mukosa (Harris, 2009). Dinding

    lambung diperkuat oleh otot yang memanjang, melintang, dan serong. Kedua jenis

    otot pertama terdapat dalam semua organ pencernaan yang lain akan tetapi otot

    serong hanya terdapat pada lambung. Pada bagian akhir lambung yaitu pylorus,

    otot melintang terdapat lebih tebal dan berfungsi sebagai sphincter yang berfungsi

    untuk menahan makan tidak langsung turun kedalam duodenum (Wibowo, 2005).

  • 12

    Gambar 2.4 Histologi Lambung

    (Tortora dan Grabowski, 1996)

    2.5 Radikal Bebas

    Menurut Swastika (2013) radikal bebas merupakan setiap unsur yang

    memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit yang paling luar,

    dimana radikal bebas mempunyai sifat yang sangat reaktif, dapat mengubah

    molekul menjadi radikal, dan menyebabkan kerusakan membran sel yang banyak

    mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksidasi yang tidak stabil

    dan reaktif. Kerusakan sel atau jaringan akibat lipid peroksidasi dapat secara

    langsung dan tidak langsung. Efek langsung menyebabkan kerusakan struktur

    membran sel, sedangkan efek yang tidak langsung melalui produk-produk

    metabolit dari lipid peroksidasi. Menurut Palupi dkk., (2012) peroksidasi lipid

    merupakan proses oksidasi asam tidak jenuh berantai panjang (polyunsaturated

    fatty acid) pada membran sel yang menghasilkan radikal peroksida-lipid,

    hidroperoksida, dan produk aldehida yaitu MDA.

    2.6 Malondialdehida (MDA)

    Malondialdehida (MDA) dapat digunakan sebagi biomarker terhadap

    stress oksidatif yang ditimbulkan oleh paparan radikal bebas. Radikal bebas

    bersifat reaktif dan tidak stabil, sehingga sulit mengukur secara langsung, akan

  • 13

    tetapi dengan terbentuk produk peroksidasi lipid, seperti MDA secara tidak

    langsung dapat digunakan sebagai marker atau tanda ada radikal bebas tersebut.

    Malondialdehida merupakan produk dekomposisi dari polyunsaturated fatty acid

    peroksidasi. Malondialdehida termasuk dalam senyawa dialdehida, yang

    merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. Malondialdehida

    menunjukkan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh sebagai akibat dari adanya

    radikal bebas dalam tubuh. Paparan radikal bebas yang tinggi dan terus menerus

    akan menyebabkan terjadi stress oksidatif. Peningkatan stress oksidatif ini

    sebanding dengan peningkatan MDA. Stress oksidatif dapat menyebabkan

    kerusakan sel yang dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan akibat sel yang

    rusak dan mengalami kematian (Swastika, 2013).

    Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Safitri (2016), yang

    menyatakan bahwa MDA dihasilkan oleh radikal bebas melalui suatu proses, yaitu

    peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi dimana radikal bebas

    maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan karbon ganda terutama

    pada polyunsaturated fatty acid. Peroksidasi lipid melibatkan pemisahan hidrogen

    dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen untuk menjadikan lipid peroksil

    radical dan lipid hidroperoksida. Radikal hidroksil memiliki sifat yang sangat

    reaktif karena dapat menginduksi reaksi peroksidasi lipid. Hasil akhir dari

    peroksidasi lipid, antara lain MDA, propanal, hexanal, dan 4-hydroxynoneal.

    Lipid peroksida akan menempel pada free fatty acid, triasilgliserol, fosfolipid, dan

    sterol pada membran sel. Malondialdehida merupakan senyawa yang mutagenik

    bagi tubuh dan dapat berikatan kembali pada polyunsaturated fatty acid melalui

  • 14

    omega-6 dari polyunsaturated fatty acid menyebabkan fragmentasi dan membran

    sel menjadi rapuh.

    2.7 Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

    Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berasal dari daerah yang

    memilki iklim tropis kering, merupakan jenis tanaman memanjat. Buah naga

    merah (Hylocereus polyrhizus) banyak dibudidayakan di Indonesia pada kota-kota

    besar, seperti Pasuruan, Malang, Banyuwangi, dan Jember. Habitat asli buah ini

    berasal dari negara Meksiko, Amerika Utara, dan Amerika Selatan bagian utara.

    Pertumbuhan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dipengaruhi oleh

    beberapa faktor seperti suhu, kelembaban tanah, dan curah hujan. Dalam beberapa

    penelitian buah naga memiliki manfaat yang luar biasa untuk kesehatan. Hal

    tersebut dikarenakan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung

    senyawa antioksidan yang tinggi, beberapa penelitian juga menyatakan bahwa

    aktivitas antioksidan pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) lebih

    tinggi dari pada daging buah. Dalam bidang farmakologi kulit buah naga merah

    (Hylocereus polyrhizus) dapat dijadikan sebagai obat herbal alami yang

    bermanfaat sebagai antioksidan dalam menangkan radikal bebas dalam tubuh.

    Pada 1 mg/ mL kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mampu

    menghambat radikal bebas sebesar 83,48 ± 1,02%, sedangkan pada daging buah

    hanya 27,45 ± 5,03%. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ekstrak klorofom

    kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki aktivitas antioksidan

    dengan nilai IC50 sebesar 43,836 µg/mL (Putri dkk., 2015).

  • 15

    Gambar 2.5 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) (Minh, 2014).

    Dalam penelitian Putri (2015), menyatakan bahwa kulit buah naga

    tergolong memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dalam menangkal radikal

    bebas, hal tersebut didasarkan pada hasil uji aktivitas antioksidan menggunakan

    metode DPPH dan diperoleh nilai IC50 sebesar 96,9454 mg/L. Suatu senyawa

    dapat dikatakan memiliki antioksidan yang kuat pada uji DPPH apabila

    didapatkan nilai IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang apabila didapatkan nilai

    IC50 antara 100-150 ppm, dan dapat dikatan senyawa tersebut memiliki aktivitas

    antioksidan yang lemah apabila nilai IC50 antara 150-200 ppm. Salah satu

    antioksidan yang dapat ditemukan dalam kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrhizus) adalah antosianin.

    Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan tersebar luas

    dalam tumbuhan. Antosianin memiliki pigmen berwarna kuat dan mudah larut

    dalam air, sehingga menyebabkan hampir semua warna merah jambu, merah

    marak, merah, ungu dan biru dalam daun bunga. Secara kimiawi antosianin dapat

    dikelompokkan dalam golongan flavonoid dengan rumus molekul C15H110.

    Senyawa flavonoid merupakan senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan

    pelarut yang polar juga. Adapula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

  • 16

    stabilitas dari senyawa antosianin meliputi PH, enzim, cahaya, oksigen, suhu,

    oksidator, dan penyimpanan (Ingrath dkk., 2015).

    Gambar 2.6 Struktur Kimia Antosianin (Simanjuntak dkk., 2014)

    Menurut Hambali dkk., (2014), antosianin mampu menghalangi laju

    kerusakan sel akibat radikal bebas dari penggunaan bahan kimia, seperti diazinon.

    Menurut Lianiwati (2011), Antosianin menghambat radikal bebas dengan cara

    mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas dan menyebabkan senyawa

    tersebut menjadi stabil. Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan

    menyebabkan tingkat stress oksidatif menjadi berkurang. Kandungan ekstrak kulit

    buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) seperti ditunjukan pada Tabel 2.1

    Tabel 2.1 Kandungan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

    Jenis Jumlah (per 100 gram)

    Kandungan Gizi

    Kadar Air (%)

    Kadar Protein (%)

    Kadar Lemak (%)

    Kadar Abu (%)

    Antioksidan

    Aktifitas antioksidan DPPH (Nilai IC50)

    Betasianin (mg/100 g)

    Phenol (GAE/ 100g)

    Flavonoid (katechin/ 100g)

    Antosianin

    4.9% ± 0.3

    3.2% ± 0.2

    0.7% ± 0.2

    19.3% ± 0.2

    94,9454 mg/L

    6.8 ± 0.3 mg

    19.8 ± 1.2 mg

    9.0 ± 1.4 mg

    58,0720 mg/L

    (Saneto, 2012)

  • 17

    BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konseptual

    Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

    Diazinon Tikus Putih

    (Rattus norvegicus)

    Absorbsi

    Radikal Bebas

    ROS

    Metabolisme

    Kerusakan Sel

    Lambung

    Stres Oksidatif

    Perubahan

    Gambaran

    Histopatologi

    Lambung

    MDA

    Peroksidasi Lipid

    Oxono-organophosphat

    Ekstrak Kulit

    Buah Naga

    (Hylocereus

    polyrhizus)

    Atom S

    Dialkylphospate Leaving group

    Oksidasi

    Hidrolisis Antosianin

  • 18

    Keterangan :

    : patomekanisme : penurunan

    Senyawa organofosfat diazinon masuk kedalam tubuh melalui mulut

    menuju saluran pencernaan, kemudian senyawa tersebut akan langsung

    mengiritasi epitel lambung, selanjutnya diabsorbsi dan dimetabolisme dalam

    hepar menjadi bentuk yang aktif. Metabolisme organofosfat terjadi dalam dua fase

    yaitu fase I dan fase II. Metabolisme fase I senyawa organofosfat melibatkan

    proses oksidasi dan hidrolisis. Reaksi oksidasi merupakan reaksi yang penting

    dalam aktivasi thiono-organofosfat menjadi bentuk yang lebih aktif, dengan

    bantuan enzim Cytochrome P450 (CYP), thiono-organofosfat dioksidasi menjadi

    oxono-organofosfat dengan pengikatan atom oksigen pada atom sulfur, sehingga

    terjadi intermediet yang tidak stabil. Oxono-organofosfat hasil oksidasi memiliki

    toksisitas yang tinggi, sehingga akan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh.

    Sedangkan, pengaruh aktif dari atom S sebagai produk sampingan reaksi ini masih

    belum diketahui. Oxono-organofosfat yang terbentuk dari reaksi oksidasi

    kemudian akan dihidrolisis dengan bantuan enzim esterase A yang juga disebut

    sebagai reaksi Paraoxonase (PON), kemudian terpecah menjadi dealkylphospate

    dan leaving group. Dealkylphospate selanjutnya akan dikatalis oleh enzim pada

    fase II yang akan menghasilkan molekul yang lebih bersifat hidrofilik, sehingga

    lebih mudah diekskresikan lewat urin, sedangkan leaving grup yang terbentuk

    : peningkatan

    :Menghambat : Terapi

    : Variabel tergantung : Variabel bebas

    : Induksi

  • 19

    dapat meningkatkan ROS. Reactive Oxygen Species (ROS) yang meningkat akan

    menyebabkan ketidakseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas yang ada

    didalam tubuh. Peningkatan radikal bebas yang tidak diimbangi dengan

    peningkatan antioksidan akan menginduksi terjadi stress oksidatif, sehingga

    berdampak pada kerusakan sel termasuk sel-sel pada lambung. Perubahan struktur

    sel dapat diamati melalui pengamatan histopatologi lambung. Stress oksidatif

    akan menginduksi peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi

    dimana radikal bebas maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan

    karbon ganda terutama pada polyunsaturated fatty acid. Peroksidasi lipid

    melibatkan pemisahan hidrogen dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen

    untuk menjadikan lipid peroxyl radicals dan lipid hidroperoksida. Radikal

    hidroksil memiliki sifat yang sangat reaktif karena dapat menginduksi reaksi

    peroksidasi lipid. Salah satu hasil akhir dari peroksidasi lipid adalah MDA.

    Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan stress oksidatif akan sebanding

    dengan peningkatan MDA.

    Stress oksidatif akibat paparan organofosfat diazinon dapat diturunkan

    oleh senyawa antioksidan. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki

    aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga baik untuk kesehatan bagi orang yang

    mengkonsumsi. Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyhizus) yang

    masuk kedalam tubuh akan diabsorbsi lalu dimetabolisme dan menyebar

    keseluruh tubuh. Kandungan antioksidan dalam kulit buah naga merah

    (Hylocereus polyhizus) dipercaya mampu menangkal radikal bebas adalah

    antosianin. Antosianin juga mampu menghalagi laju kerusakan sel akibat radikal

  • 20

    bebas dari penggunaan bahan kimia, seperti diazinon. Antosianin bekerja dalam

    menangkal radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogen pada radikal

    bebas yang menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil dan kurang reaktif.

    Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan akan menurunkan ROS, sejalan

    dengan itu terjadi penurunan stress oksidatif dan peroksidasi lipid. Penurunan

    stress oksidatif akan sebanding dengan penurunan kadar MDA dalam jaringan.

    Penurunan tersebut juga berpengaruh pada perbaikan histopatologi lambung.

    Kandungan antioksidan yang tinggi dalam ekstrak kulit buah naga merah

    (Hylocereus polyhizus) dapat menghalagi laju kerusakan sel dengan menghambat

    radikal bebas tersebut, sehingga perbaikan sel dapat diamati pada gambaran

    histopatologi lambung.

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitin tentang pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga

    merah (Hylocereus undatus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi

    diazinon adalah :

    1. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat

    menurunkan kadar MDA lambung tikus putih (Rattus norvegicus) diinduksi

    diazinon.

    2. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat

    memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung tikus putih (Rattus

    norvegicus) yang diinduksi diazinon.

  • 21

    BAB 4. METODE PENELITIAN

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017 yang bertempat

    di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

    Malang sebagai tempat untuk pemeliharaan hewan coba sekaligus untuk

    pengukuran kadar MDA lambung. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)

    Material Medica Batu sebagai tempat dalam pembuatan ekstrak kulit buah

    naga merah (Hylocereus polyrizus). Laboratorium Patologi Anatomi

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sebagai tempat untuk

    pembuatan dan pengamatan preparat histopatologi lambung.

    4.2 Populasi dan Sampel

    Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

    (Rattus norvegicus) jantan, strain Wistar, umur 8-12 minggu, dengan berat

    badan rata-rata 150 g.

    4.3 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan

    desain The Post Test-Only Control Group. Penelitan ini menggunakan

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan membagi kelompok hewan coba

    menjadi 5 kelompok perlakuan, sehingga setiap kelompok perlakuan

    terdiri dari 4 ekor hewan coba, yaitu K(-), K(+), P1, P2 dan P3. K(-) atau

    kelempok kontrol negatif, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang tidak

    diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan pakan dan minum ad-

    libitum. K(+) atau kelompok kontrol positif, yaitu tikus putih (Rattus

  • 22

    norvegicus) yang hanya diinduksi diazinon dengan dosis 40mg/kgBB per-

    hari per-oral selama 5 hari. P(1) atau kelompok perlakuan 1, yaitu tikus

    putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari

    per-oral selama 5 hari dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga

    merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 150 mg/150 g BB per-hari

    per-oral selama 14 hari. P(2) atau kelompok perlakuan 2, yaitu tikus putih

    (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari per-

    oral selama 5 hari dan diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah

    (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 200 mg/150 g BB per-hari per-oral

    selama 14 hari. P(3) atau kelompok perlakuan 3, yaitu tikus putih (Rattus

    norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari per-oral selama

    5 hari dan diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrhizus) dengan dosis 250 mg/150 g BB per-hari per-oral selama 14

    hari.

    Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian

    Kelompok Perlakuan Perlakuan

    Kelompok K(-) Tidak diberikan perlakuan apapun

    Kelompok K(+) Diazinon 40 mg/kg BB

    Kelompok P(1) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah

    naga merah (Hylocereus polyrhizus)

    150 mg/150 g BB

    Kelompok P(2) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah

  • 23

    naga merah (Hylocereus polyrhizus)

    200 mg/150 g BB

    Kelompok P(3) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah

    naga merah (Hylocereus polyrhizus)

    250 mg/150 g BB

    4.4 Penetapan Jumlah Perlakuan dan Ulangan

    Penelitian ini meggunakan hewan coba berupa tikus putih (Rattus

    norvegicus) jantan, strain Wistar umur 8-10 minggu, berat badan rata-rata 150

    gram. Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok dan estimasi besar sampel

    dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Kusrinigrum, 2008):

    T (n-1) ≥ 15

    5 (n-1) ≥ 15

    5n-5 ≥ 15

    5n ≥ 15

    n ≥ 15

    Berdasarkan perhitungan diatas, maka untuk 5 kelompok perlakuan

    kelompok diperlukan ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok dan

    hewan coba yang diperlukan sebanyak 20 ekor.

    4.5 Variabel Penelitian

    Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Variabel bebas : Dosis induksi diazinon dan dosis terapi ekstrak

    kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus).

    Keterangan :

    T = jumLah kelompok hewan

    perlakuan

    N = jumLah ulangan yang diperlukan

  • 24

    Variabel terikat : Kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung

    tikus putih (Rattus norvegicus).

    Variabel kontrol : Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, strain

    Wistar, umur, berat badan, suhu dan kelembapan

    kandang serta pakan dan air minum.

    4.6 Alat dan Bahan

    4.6.1 Alat

    Alat yang digunakan untuk pemeliharan hewan coba dalam penelitian ini

    meliputi, kandang, botol minum, dan tempat makan, serta disposable syringe

    untuk melakukan sonde. Pada pembuatan ekstrak alat yang digunakan meliputi

    blander, timbangan digital, gelas ukur, mikropipet, dan evaporator. Pada saat

    pengambilan organ alat yang digunakan meliputi pinset, scalpel, blade, jarum

    pentul, gunting, dan styrofoam. Pada saat pengukuran kadar MDA alat digunakan

    meliputi, microtube, mortir, vortex, water bath, tabung eppendorf, dan

    spektrofotometer. Pada pembuatan preparat HE alat yang digunakan meliputi,

    gelas objek, cover glass, lemari pendingin, mikrotom dan mikroskop cahaya.

    4.6.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

    norvegicus) strain Wistar jantan sebagai hewan coba, pakan dan minum PDAM

    untuk pemeliharan hewan coba. Bahan yang digunakan untuk induksi hewan coba

    agar keracunan digunakan senyawa organofosfat diazinon 600 EC. Pada

    pembuatan ekstrak untuk terapi keracunan, bahan yang digunakan adalah kulit

    buah naga merah (Hylocereus polyrizus), HCL dan etanol 96%. Pada pengukuran

  • 25

    kadar MDA bahan yang digunakan meliputi organ lambung, HCL 1%, Na-Thiol,

    NaCL 0,9%, TCA, dan aquadest. Pada pembuatan preparat histopatologi bahan

    yang digunakan meliputi, formalin 10%, paraffin, xylol,etanol absolut, etanol

    bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, dan pewarna HE.

    4.7 Tahap Penelitian

    1. Persiapan hewan coba

    2. Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocerus polyrhizuzus)

    3. Induksi diazinon pada tikus putih (Rattus norvegicus).

    4. Terapi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocerus polyrhizuzus).

    5. Pengambilan organ lambung

    6. Pengukuran kadar malondialdehida (MDA) lambung.

    7. Pembuatan preparat histopatologi organ lambung.

    8. Analisis data.

    4.7.1 Persiapan Hewan Coba

    Persiapan hewan coba meliputi pembuatan surat laik etik dari komisi etik

    penelitian universitas brawijaya. Aklimatisasi tikus putih (Rattus norvegicus)

    sebelum mendapatkan perlakuan selama 7 hari dengan diberikan pakan dan

    minum ad-libitum serta dipersiapkan kandang tikus putih (Rattus norvegicus)

    berukuran 17,5 cm x 23,75 cm yang dilengkapi dengan penutup kawat. Tikus

    putih (Rattus norvegicus) ditempatkan di tempat yang tenang dan bebas dari

    polusi dengan lantai kandang mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum

    ruangan untuk tikus putih (Rattus norvegicus) adalah 22-24ºC dan memiliki

    kelembapan udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.

  • 26

    4.7.2 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrizus)

    Pada pebuatan ekstrak, sebanyak 1000 gram kulit buah naga merah

    (Hylocereus polyrizus) yang telah halus kemudian dimaserasi selama 24 jam

    menggunakan pelarut etanol 96% dan HCL 1% dengan perbandingan volume 9:1

    sebanyak 1000 mL, hasil maserasi kemudian disaring. Masetrat yang telah

    disaring kemudian ditampung dan disimpan pada suhu kamar yang terlindung dari

    cahaya matahari. Hasil dari seluruh masetrat etanol 96% diuapkan dengan alat

    evaporator putar pada suhu 40 ºC sampai didapatkan hasil ekstrak etanol kental

    (Putri dkk., 2015)

    4.7.3 Induksi Diazinon pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Wulandari,

    2006)

    Diazinon yang diinduksi pada tikus putih (Rattus norvegicus) berupa

    sediaan cair diazinon 600EC dengan dosis 40 mg/kg BB yang diberikan per-oral

    setiap satu kali sehari selama 5 hari.

    Dosis yang digunakan adalah 40 mg/kg BB , sehingga volume yang

    diberikan untuk 1 ekor tikus dengan berat 150 gr harus diberikan sebanyak:

    x 40 mg = 6 mg

    4.7.4 Terapi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrizus) (Katuuk,

    2015)

    Pemberian terapi menggunakan ekstrak buah naga merah (Hylocereus

    polyrizus) digunakan dosis pada perlakuan 1 (P1) adalah 150 mg/ 150 g BB,

    perlakuan 2 (P2) adalah 200 mg/ 150 g BB, dan perlakuan 3 (P3) adalah 250 mg/

    150

    1000

  • 27

    150 g BB. Terapi diberikan pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang sebelumnya

    telah diinduksi oleh diazinon. Terapi diberikan setiap satu hari sekali selama 14

    hari diberikan per-oral.

    4.7.5 Pengambilan Organ Lambung

    Pengambilan organ dilakukan setelah dilakukan eutanasi tikus putih

    (Rattus norvegicus) dengan cara dislokasi leher pada hari ke 26. Selanjutnya pada

    hari yang sama dilakukan pembedahan bagian abdomen untuk diambil dan

    dilakukan pencucian organ lambung menggunakan NaCl fisiologis 0,9% yang

    bertujuan untuk menghilangkan darah, namun sebelum itu tikus diletakkan diatas

    stiroform pada posisi dorsal (terlentang), kemudian dilakukan fiksasi pada

    keempat ekstremitas menggunakan jarum pentul. Nekropsi dilakukan tepat pada

    linea alba tikus putih (Rattus norvegicus) dengan membuka kulit dan fascia.

    Setelah rongga abdomen terbuka, dilakukan pengambilan organ lambung dan

    dimasukkan ke dalam larutan formalin 10% untuk pengamatan histopatologi dan

    sebagian lainnya dimasukkan kedalam larutan PBS-Azida untuk pengukuran

    kadar MDA, untuk selanjutnya sampel langsung dikirim ke laboratorium.

    4.7.6 Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung (Palupi dkk.,

    2012)

    Lambung sebanyak 0,225 gram diperoleh dari pendedahan hewan coba.

    Organ lambung dipotong kecil-kecil, diberikan sedikit pasir kuarsa dan digerus

    dalam mortar dingin. Sampel yang telah hancur ditambahkan 1 mL NaCL 0.9%.

    Homogenat dipindah ke dalam microtube dan disentrifugasi pada kecepatan 8000

    rpm selama 20 menit. Setelah dilakukan sentrifugasi, supernatan yang terbentuk

  • 28

    diambil sebanyak 100 µL, dipindahkan kedalam microtube baru. Aquadest

    ditambahkan sebanyak 500 µL kedalam microtube dan dihomogenkan dengan

    vortex. Larutan TCA ditambahkan sebanyak 100 µL kedalam microtube dan

    dihomogenkan lagi menggunakan vortex. Laruran HCL IN ditambahkan kedalam

    microtube sebanyak 250 µL dan dihomogenkan kembali dengan vortex.

    Ditambahkan sebanyak 100 µL larutan Na-Thiol ke dalam microtube dan

    dihomogenkan kembali dengan vortex lalu microtube disentrifugasi dengan

    kecepatan 500 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dari

    microtube dan dimasukkan ke dalam microtube yang baru. Diinkubasi dalam

    waterbath pada suhu 100ºC selama 30 menit, setelah itu microtube dibuka dan

    dibiarkan dalam suhu ruang. Dilakukan pengukuran absorbansi dengan uji TBA

    pada λmax (530 mm) menggunkan spektrofotometer (Shimadzu UV-visible

    spectrophotometer UV-1601) dan diplotkan pada kurva standar yang telah dibuat

    untuk perhitungan konsentrasi sampel.

    4.7.7 Pembuatan dan Pengamatan Preparat Histopatologi Lambung

    (Junquiera dan Carneiro, 2007).

    Proses pembuatan preparat histopatologi terbagi menjadi beberapa tahap

    diantaranya fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi paraffin, embedding,

    sectioning, penempelan digelas objek, dan pewarnaan. Pada proses fiksasi organ

    lambung yang didapat segera dimasukkan kedalam larutan formalin 10% sampai

    maksimal 2 hari untuk mencegah terjadi kerusakan organ.

    Pada tahap dehidrasi, jaringan dimasukkan kedalam larutan etanol dengan

    konsentarasi bertingkat yaitu 70% selama 2 jam, 80% selama 2 jam dan etanol

  • 29

    90%, 95% sampai etanol absolute masing-masing 20 menit. Setelah tahap

    dehidrasi jaringan dipindahkan kedalam larutan xylol I (20 menit) dan xylol II (30

    menit) untuk proses penjernihan. Pada tahap embedding, jaringan dicelupkan

    dalam cetakan yang berisi paraffin cair dan ditunggu beberapa saat sampai cairan

    memadat dan terbentuk blok-blok, kemudian disimpan dalam lemari pendingin.

    Setelah blok paraffin terbentuk, dilanjutkan tahap sectioning, pada tahap

    ini dilakukan pengirisan dari jaringan yang telah dipadatkan dengan paraffin,

    dimana ketebalan irisan ± 6-8 µm menggunakan sebuah alat khusus, yaitu

    mikrotom. Hasil potongan diapungkan kedalam air hangat bersuhu 60ºC

    (waterbath) untuk merenggangkan agar jaringan tidak berlipat. Diangkat sediaan

    dan diletakkan pada gelas objek untuk dilakukan pewarnaan hematoksilin dan

    eosin. Sebelum proses pewarnaan HE terlebih dahulu dilakukan penempelan

    preparat jaringan pada gelas objek. Perendaman sediaan preparat dalam xylol 1

    dan 2 selama masing-masing lima menit untuk dilakukan deparafinasi dan

    rehidrasi secara berturut dengan melakukan perendaman dalam larutan etanol

    absolute, 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama dua menit lalu

    dilakukan pencucian dengan air mengalir. Setelah tahap tersebut selesai,

    dilakukan pewarnaan hematoksilin selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir,

    dan kemudian dicuci dengan aquades selama 5 menit. Selanjutnya, dilakukan

    pewarnaan dengan eosin selama 2-3 menit. Sediaan yang telah terwarnai dengan

    eosin dicuci dengan air mengalir dan dicuci kembali dengan aquades selama 5

    menit. Sediaan dimasukkan kedalam etanol 70%, 80%, 90%, 95% masing-masing

    beberapa detik dan etanol absolute I, II, III masing-masing 2 menit. Dilanjutkan

  • 30

    dengan perendaman ke dalam larutan xylol I, II, III selama 2 menit. Sediaan

    diteteskan dengan perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian

    preparat yang telah jadi dapat dilakukan pemeriksaan dan diamati dibawah

    mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 400x.

    Pengamatan preparat jaringan lambung dimulai dari tunika mukosa sampai

    serosa untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi pada lambung tikus

    putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon sebelum diterapi dan sesudah

    diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrizus). Bagian

    yang diamati berupa kerusakan pada tunika mukosa lambung, seperti terdapat

    erosi epitel dan infiltrasi sel-sel radang.

    4.7.8 Analisis Data

    Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah penurunan kadar

    MDA dan perbaikan gambaran kerusakan histopatologi lambung tikus putih

    (Rattus norvegicus). Kadar MDA diukur dengan menggunakan uji TBA. Data

    kadar MDA yang diperoleh dilakukan analisis secara kuantitatif menggunakan

    alanalisis ragam ANOVA dengan menggunakan SPSS version 22 for windows,

    dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5%. Gambaran kerusakan

    histopatologi lambung dianalisis secara deskriptif dengan mengamati kerusakan

    yang terlihat melalui mikroskop cahaya perbesaran 100x dan 400x.

  • 31

    BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus

    Polyrhizus) Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung

    Malondialdehida (MDA) termasuk dalam senyawa dialdehida yang

    merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh karena ada stress oksidatif

    akibat paparan radikal bebas. Secara tidak langsung peningkatan kadar MDA

    dapat dijadikan sebagai biomarker terjadi stress oksidatif, sedangkan penurunan

    kadar MDA menunjukkan ada perbaikan kerusakan organ. Kadar MDA diperoleh

    dari uji TBA, yang kemudian dilakukan analisis statistika menggunakan ANOVA.

    Analisis ANOVA menunjukkan perbedaan hasil terhadap kadar MDA antar

    kelompok perlakuan secara sangat signifikan (p

  • 32

    Berdasarkan analisis diatas pada Tabel 5.1 kelompok K(+) memiliki rata-rata

    kadar MDA yang lebih tinggi dibanding kelompok K(-). Perbedaan ini

    menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar MDA kelompok K(+) berbeda nyata

    dengan kelompok K(-) yang dibuktikan dengan ada notasi yang berbeda. Pada

    kelompok K(+) hewan coba diinduksi dengan diazinon dengan dosis 40mg/kg

    BB, didapatkan rata-rata kadar MDA sebesar 0,445 ± 0,08

    ng/100mg dan terjadi

    peningkatan kadar MDA sebanyak 171% yang dibandingkan dengan kelompok

    K(-). Hasil tersebut menunjukkan bahwa induksi diazinon dapat meningkatkan

    kadar MDA lambung.

    Menurut Elsrek dan Metka (2011), terbentuk oxono-organofosfat dan

    leaving group dari metabolisme aktif senyawa diazinon dapat meningkatkan ROS

    dalam tubuh karena senyawa tersebut mempunyai sifat yang lebih poten dan lebih

    toksik dalam menyebabkan kerusakan sel dalam tubuh, sehingga menginduksi

    stress oksidatif dan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi

    dimana radikal bebas maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan

    karbon ganda terutama pada PUFA. Peroksidasi lipid melibatkan pemisahan

    hidrogen dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen untuk menjadikan

    lipid peroxyl radicals dan lipid hidroperoksida. Radikal hidroksil memiliki sifat

    yang sangat reaktif karena dapat menginduksi reaksi peroksidasi lipid. Hasil akhir

    dari peroksidasi lipid adalah MDA. Sehingga, dapat dikatakan bahwa peningkatan

    stress oksidatif akan sebanding dengan peningkatan MDA.

    Pada kelompok P1, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi

    dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga

  • 33

    merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 150 mg/150 g BB, didapatkan hasil

    rata-rata kadar MDA sebesar 0,233±0,05 ng/100mg dan dengan dosis tersebut

    dapat menurunkan kadar MDA sebesar 47% dibandingkan dengan kelompok

    K(+).

    Kelompok P2, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi

    dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga

    merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 200 mg/150 g BB, didapatkan hasil

    rata-rata kadar MDA sebesar 0,219 ± 0,036 ng/100mg dan dengan dosis tersebut

    dapat menurunkan kadar MDA sebesar 50% dibandingkan dengan kelompok

    K(+).

    Kelompok perlakuan 3, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang

    diinduksi dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit

    buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 250 mg/150 g BB,

    didapatkan hasil rata-rata kadar MDA sebesar 0,209 ± 0,104 ng/100mg dan

    dengan dosis tersebut dapat menurunkan kadar MDA sebesar 53% dibandingkan

    dengan kelompok K(+).

    Secara keseluruan kelompok P1, P2, dan P3 memiliki nilai kadar MDA

    yang berbeda nyata dengan kelompok K(+), yang dibuktikan dengan perbedaan

    notasi antar kelompok P1, P2, P3 dengan kelompok K(+). Kelompok K(+)

    memiliki nilai rata-rata kadar MDA yang tinggi, sedangkan pada setiap kelompok

    P1, P2, P3 terjadi penurunan rata-rata kadar MDA. Penurunan tersebut

    dikarenakan pada kelompok P1, P2, P3, tikus putih (Rattus norvegicus) diterapi

    menggunakan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang

  • 34

    menggandung senyawa antioksidan, yaitu antosianin yang dapat menangkal

    senyawa radikal bebas dalam tubuh. Berdasarkan analisis uji LC-MS juga

    menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

    memiliki kandungan antosianin (Lampiran 9). Menurut Lianiwati (2011),

    Antosianin bekerja dengan mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas dan

    menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil. Keseimbangan antara oksidan

    dengan antioksidan menyebabkan tingkat stress oksidatif menjadi berkurang,

    sehingga akan menurunkan kadar MDA pada jaringan.

    . Kelompok K(-) memiliki nilai rata-rata kadar MDA relatif sama

    dengan kelompok P1, P2, dan P3, yang dibuktikan dari notasi yang sama antara

    kelompok K(-) dengan kelompok P1, P2, dan P3. Persamaan ini menunjukkan

    ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki pengaruh

    terhadap penurunan kadar MDA lambung, yang sebelumnya meningkat pada tikus

    putih (Rattus norvegicus) akibat diinduksi diazinon, dimana pemberian ekstrak ini

    dapat mengembalikan kadar MDA lambung seperti pada kelompok K(-). Notasi

    yang sama juga ditunjukkan pada kelompok P1, P2, dan P3, sehingga didapatkan

    hasil yang tidak berbeda nyata pada kelompok P1, P2, dan P3. Untuk

    membedakan besar penurunan kadar MDA lambung pada kelompok P1, P2, dan

    P3 dengan membandingkan rata-rata kadar MDA lambung antar kelompok P1,

    P2, dan P3, sehingga didapatkan dosis terbaik yaitu 250 mg/150 g BB.

    5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus

    Polyrhizus) terhadap Gambaran Histopatologi Lambung

    Pemeriksaan gambaran histology dan histopatologi lambung dilakukan

    dengan pembuatan preparat pewarnaan HE, kemudian diamati dengan

  • 35

    menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100x dan 400x untuk mengamati

    perubahan yang terjadi, seperti kerusakan epitel dan infiltrasi sel-sel radang pada

    tunika mukosa. Pada pengamatan secara histopatologis akan dapat dibedakan

    secara deskriptif perubahan struktur sel-sel jaringan lambung pada setiap

    kelompok perlakuan.

    Gambar 5.1 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)

    kelompok K(-) dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.

    Keterangan: TM = tunika mukosa, SB = Submukosa, M= muskularis mukosa.

    Gambar 5.2 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)

    kelompok K(+) dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.

    Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel akibat erosi epitel pada tunika

    mukosa,( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( ) menunjukkan inti

    piknotik sel parietal. TM = tunika mukosa, SB = Submukosa, M=

    muskularis mukosa

    TM

    TM

    A

    B

    A

    TM

    SB

    M

    TM

    SB M

    100x 400x

    100x 400x

  • 36

    Gambar 5.3 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)

    kelompok P1 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.

    Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel berkurang pada tunika

    mukosa, ( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( ) menunjukkan

    regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan pada sebagian

    permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB = Submukosa,

    MM= muskularis mukosa.

    Gambar 5.4 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)

    kelompok P2 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.

    Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel yang sudah berkurang pada

    tunika mukosa, ( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( )

    menunjukkan regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan pada

    sebagian permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB =

    Submukosa, MM= muskularis mukosa.

    TM

    TM

    C

    D

    TM

    SB

    TM

    100x 400x

    100x 400x

  • 37

    Gambar 5.5 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)

    kelompok P3 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.

    Keterangan: ( ) menunjukkan regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan

    seluruh permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB =

    Submukosa, MM= muskularis mukosa.

    Gambaran histologi lambung pada kelompok K(-), yaitu hewan coba

    tikus putih (Rattus norvegicus) tidak diberikan perlakuan apapun menunjukkan

    gambaran histopatologi lambung yang masih normal, tampak tunika mukosa

    lambung yang masih utuh dibuktikan dengan tidak ditemukan lesi ataupun

    kerusakan epitel pada tunika mukosa seperti ada reruntuhan epitel akibat erosi

    maupun hemoragi. Sedangkan gambaran histopatologi pada kelompok K(+)

    tampak secara jelas pada gambaran histopatologi lambung terjadi erosi epitel pada

    tunika mukosa, nekrosis piknotik sel parietal, dan ditemukan infiltrasi sel radang.

    Kerusakan ini terjadi karena pada kelompok K(+) hewan coba diinduksi dengan

    diazinon dengan dosis 40 mg/kg per-oral. Penggunaan zat kimia seperti diazinon

    akan langsung dapat mengiritasi sel epitel pada tunika mukosa dengan

    menurunkan barier mukosa lambung, radikal bebas yang terbentuk akan dapat

    merusak membran sel dengan meningkatkan anion superoksida dan produksi

    radikal hidroksil serta peroksidasi lipid, yang meninggalkan hasil akhir berupa

    TM

    E

    TM

    SB MM

    100x 400x

  • 38

    peningkatan kadar MDA pada mukosa lambung. Stress oksidatif yang dihasilkan

    juga dapat meningkatkan permeabilitas mitokondria dan depolarisasi mitokondria

    menyebabkan kematian sel (Sugiyanta dkk., 2013). Sebelum sel mengalami

    nekrosis atau kematian sel, inti sel akan mengalami piknotik. Pada gambaran

    histopatologi tampak inti sel parietal mengalami piknotik yang ditandai dengan

    inti sel tampak berwarna gelap dibandingkan dengan inti sel parietal normal. Hal

    ini dikarenakan kromosom didalam inti yang mengalami piknotik mengalami

    homogenesasi, sehingga inti sel banyak menyerap zat warna dan menjadikan inti

    sel tersebut berwarna gelap. Sedangkan, sel yang telah mengalami nekrosis akan

    tampak sel yang hancur dengan inti dan bagian-bagial sel tidak terlihat jelas

    (Yulihastuti dkk., 2016). Penggunaan zat kimia tersebut juga dapat menyebabkan

    erosi epitel, yang merupakan rupturnya sel epitel pada permukaan tunika mukosa

    dengan bagian dalam mukosa masih tetap utuh (Romdhoni, 2015).

    Gambaran histopatologi lambung pada kelompok perlakuan P1, P2, dan

    P3 menunjukkan ada perbaikan gambaran histopatologi dibandingkan dengan

    kelompok K(+). Perbaikan gambaran histopatologi ditunjukkan dengan penurnan

    tingkat kerusakan sel epitel pada tunika mukosa organ lambung. Pada kelompok

    P1, gambaran histopatologi menunjukkan tingkat kerusakan pada tunika mukosa

    yang mulai berkurang ditandai dengan sudah tidak terjadi erosi sel epitel namun

    masih ditemukan infiltrasi dari sel radang. Pada kelompok P2, gambaran

    histopatologi tampak sel epitel yang melapisi tunika mukosa sudah kembali utuh

    pada beberapa bagian walaupun ada beberapa yang masih mengalami ruptur.

    Perbaikan ini terjadi karena sel epitel telah mengalami re-epitelisasi namun masih

  • 39

    ditemukan infiltrasi sel radang. Pada kelompok P3, gambaran histopatologi

    menunjukkan bahwa jaringan sudah mulai tampak seperti kelompok K(-) yang

    normal, ditandai dengan tunika mukosa pada jaringan lambung sudah kembali

    utuh dan sudah tidak tampak lagi reruntuhan epitel akibat erosi dan infiltrasi sel

    radang.

    Menurut Hehi dkk., (2013), sel epitel lambung yang ruptur diakibatkan

    karena terjadi iritasi yang disebabkan oleh beberapa faktor perusak endogen,

    seperti HCL, pepsinogen, dan garam empedu, serta faktor eksogen seperti obat-

    obatan, alkohol, bakteri dan senyawa kimia lain, seperti insektisida. Perbaikan sel

    epitel pada kelompok kontrol P1, P2, dan P3 disebabkan karena pada setiap

    kelompok perlakuan diberikan terapi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

    polyrhizus) dengan dosis berbeda pada setiap kelompok perlakuan, yaitu 150

    mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, dan 250 mg/150g BB. Kulit buah naga merah

    banyak mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam menangkal radikal bebas

    dalam tubuh adalah antosinin.

    Menurut Sugiyanta dkk., (2013), aktivitas antosianin dalam

    menurunkan kerusakan epitel pada mukosa lambung dengan mendonorkan atom

    hidrogen dan mengikat perpindahan ion logam, menghambat enzim oksidan atau

    produksi radikal bebas oleh sel, serta dapat meregenerasi mukosa lambung.

    Menurut Lianiwati (2011), antosianin bekerja dengan mendonorkan atom

    hidrogen pada radikal bebas dan menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil.

    Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan menyebabkan tingkat stress

  • 40

    oksidatif menjadi berkurang. Stress oksidatif yang berkurang akan menurunkan

    kerusakan sel pada jaringan, sehingga akan terjadi perbaikan pada jaringan.

  • 41

    BAB 6 PENUTUP

    6.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat diambil

    kesimpulan bahwa:

    1. Pemberian Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada

    dosis 150 mg/ 150 g BB dapat menurunkan kadar MDA secara signifikan

    pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon.

    2. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada

    dosis 150 mg/150 g BB dapat memperbaiki gambaran kerusakan

    histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi

    diazinon.

    6.2 Saran

    Perlu dilakukan uji lanjutan mengenai berapa banyak total kandungan

    antosianin dalam ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan

    uji lanjutan lain seperti, uji kolinesterase untuk mengetahui kadar

    kolinesterase darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai indikator

    terjadi keracunan akibat diazinon untuk mengetahui tingkat residu pestisida di

    dalam tubuh.

  • 42

    DAFTAR PUSTAKA

    Alit, S., Suma A, M., dan Dharmayuda O. 2013. Identifikasi Senyawa Kimia

    Ekstrak Kulit Buah Naga Putih dan Pengaruhnya Terhadap Glukosa

    Darah Tikus Diabetes. Indonesia Medicus Veterinus. Vol 2(2): 151-161.

    Alexandru, I. 2011. Experimental Use of Animals in Research Spa. Balneo

    Research Journal. Vol 2(1): 65-69.

    Baehaki. 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Bandung : Angkasa.

    Budiyono. 2012. Kajian Sistematis Dampak Pestisida Diazinone Terhadap

    Manusia, Mamalia Lainnya Dan Lingkungan. Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas Indonesia.

    Cox, C. 2000. Diazinon: Toksikology. Journal of Pesticide Reform. Vol. 20 (2).

    Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta :

    Kasinus.

    Elsrek, T., dan Metka F. 2011. “Organophosphorous Pesticides” Mechanisms of

    Their Toksikity. Slovenia: National Institute of Biology.

    Hambali, M., Febriana M., dan Fitriadi N. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Ubi

    Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven dan Lama Waktu Ekstraksi.

    Jurnal Teknik Kimia Vol. 20(2): 25-35.

    Harris. 2009. Peran Capsaicin Dalam Mempercepat Penyembuahan Ulkus pada

    Lambung yang Diberi Paparan Deksametason. Skripsi. Jakarta: Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.

    Hehi, F. K., Durry, M. F., dan Loho, L. 2013. Gambaran Histopatologi Tikus

    Wistar Pasca Pemberian Metanol. Jurnal e-Biomedik Vol 1(2): 890-895.

    Ingrath, W., Wahyunanto A. N., dan Rini Y. 2015. Ekstrak Pigmen Antosianin

    dari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis) Sebagai

    Pewarna Alami Makanan dengan Menggunakan Microwave. Jurnal

    Bioproses Komoditas Tropis Vol.3(3).

    Junqueira, L. C and J. Carneiro. 2004. Basic Histology Text and Atlas. McGraw-

    Hill Education, New York.

    Katuuk, S. H. H. 2015. Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus)

    Terhadap Penurunan Kadar Trigliserida pada Tikus Wistar Jantan.

    Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

  • 43

    Kusriningrum, R. S. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak

    Lengkap. Airlangga University Press, Surabaya.

    Lesmana, G. L., Diana A., dan Asus M. 2013. Pengamatan Jaringan Lambung

    Kijing Taiwan (Anodonta Woodiana Lea) yang Terdedah Pestisida

    Diazinon 60 EC pada Beberapa Konsentrasi. Journal of Experimental

    Life Science Vol 3 (2).

    Lianiwati, B.V. 2011. Pemberian Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus

    Polyrhizus) Menurunkan kadar F2 Isoprostan pada Tikus Putih Jantan

    (Albino rat) yang Diberi Aktivitas Berlebih. Tesis. Denpasar: Program

    Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.

    Minh, N. P. 2014. Various Factors Influencing to Red Dragon Fruit (Hylocereus

    polyrhizus) Wine Fermentation. International Journal of

    Multidisciplinary Research and Development. 1(5): 94-98.

    Mishra, B. K. P., dan Kumari R. 2015. Effect of Pesticide on Hystology of

    Stomach and Liver of a Water Breathing Teleost, Mystus Tengara.

    Research Journal of Chemical and Enviroment Science. 3 (5): 32-36.

    Ngabekti, S., dan Wiwi I. 2000. Pemanfaatan Kurkumin untuk Mengeliminir

    Pengaruh Diazinon Terhadap Kerusakan Hati Mencit (Mus musculus,

    L). Jurnal Manusia dan Lingkungan Hidup. 1(7): 24-34.

    Palupi, N. H., Aulanni’am, dan Dyah K.W. 2012. Studi Terapi Air Perasan Buah

    Labu Siam (Sechium endule) pada Tikus (Rattus norvegicus) Model

    Inflammatory Bowel Disease Pasca Induksi Indometasin Terhadap

    Kadar Malondialdehida dan Gambaran Histopatologi Duodenum.

    Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya.

    Putri, N. K. M., I Wayan G. G., dan I Wayan S. 2015. Aktivitas Antioksidan

    Dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus

    costaricensis) dan Analisis Kadar Totalnya. Jurnal Kimia. 9 (2): 243-

    251.

    Prasetyo, E., Wiwik W., Eka S., Ana S., dan Ita M. R. 2013. Pengembangan

    Usaha Tikus Putih (Rattus norvegicus) Tersertivikasi dalam Upaya

    Memenuhi Hewan Laboratorium. Fakultas Peternakan dan Pertanian,

    Universitas Diponegoro.

    Robinson. 1979. Taxonomi and Genetic. Didalam Beker HJ, JR Lindsay, S

    Weisbroth, editor. The Laboratory Rat London. Academic press.

    Romdhoni, M. F. 2015. Pengaruh Pemberian Formalin Per-oral Terhadap

    Mukosa Lambung Tikus Putih Strain Wistar (Rattus norvegicus).

    Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiah Purwokerto.

  • 44

    Saneto, B. 2012. Karakterisasi Kulit Buah Naga Merah (H.polyrhizus). Jurnal

    Agrika. 2(2): 143-149.

    Safitri, E. E. 2016. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum)

    Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Kadar MDA Hati Mencit yang

    diinduksi Isoniazid. Skripsi. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas

    Jember.

    Saunders, W. B. 1987. Alih bahasa oleh Petrus A dan Timan I.S (1992). Buku

    Ajar Bedah. Jakarta: EGC.

    Simanjuntak L., Chairina S., dan Fatimah. 2014. Ekstrak Pigmen Antosianin dari

    Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Teknik Kimia.

    3(2): 25-29.

    Singh, V. 2014. Text book of anatomy: Abdomen and Lower Limb. 2nd

    ed, Vol. 2.

    Elsevier

    Sugiyanta, Dewi O. S., dan Azham P. 2013. Pengaruh Pemberian Madu

    Terhadap Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Wistar (Rattus

    norvegicus) Jantan yang Diinduksi Metanol. Fakultas Kedokteran

    Universitas Jember.

    Swastika, A. P. A. 2013. Kadar Malondialdehida (MDA) Pada Abortus Inkomplit

    Lebih Tinggi Dibandingkan Dengangan Kehamilan Normal. Tesis.

    Denpasar: Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

    Universitas Udayana.

    Tortora, G. J., and Grabowski, S. R. 1996. Principles of Anatomy and Physiology.

    New York, NY: HarperCollins Collage.

    Wibowo, D.S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo.

    Wulandari T. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis

    paniculata Ness.) Terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar

    Glutamat Piruvat Transaminase yang Terpapar Diazinon. Fakultas Ilmu

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

    Yulihastuti D. A., Wayan N. S., Iriana S., dan Made N. S. 2016. Pengaruh Fungsi

    Hati Tikus Betina (Rattus norvegicus) yang Diinjeksi White Vitamin C

    dosis Tinggi Dalam Jangka Waktu lama Ditinjau dari Kadar SGPT,

    SGOT, Serta Gambaran Histologi Hati. Jurnal Metamorfosa Vol.3 (1):

    44-51.

    Zulmi, N. 2016. Hubungan Antara Frekuensi dan Lama Penyemprotan dan

    Interval Kontras Pestisida Dengan Aktivitas Cholinesterase Petani di

    Desa Kembangkuning Kecamatan Cepogo. Fakultas Ilmu Kesehatan,

    Universitas Surakarta.

    2. BAGIAN AWAL.pdf3. BAB 1 PENDAHULUAN.pdf4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf5. BAB 3 KERANGKA KONSEP.pdf6. BAB 4 MOTODE PENELITIAN.pdf7. BAB 5 PEMBAHASAN & HASIL.pdf8. BAB 6 PENUTUP.pdf9. DAFTAR PUSTAKA.pdf