pengaruh digitalis terhadap jantung
DESCRIPTION
JantungTRANSCRIPT
BLOK 12
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PENGARUH DIGITALIS TERHADAP JANTUNG
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Ira Mutia ( 0710174)
2. Muhammad Ahmad S (0810148)
3. Christina (0810149)
4. Stefanus Santoso (0810154)
5. Renny Anggraeni (0810155)
6. Ronauly Verananda (0810160)
7. Richo Bastian (0810162)
8. Yuliana Devona G (0810175)
9. Firsandi P. F (0810176)
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung 2009
ABSTRAK
PENGARUH DIGITALIS TERHADAP JANTUNG
Glikos ida jantung adalah a lka lo id yang berasa l dar i tanaman Digi ta l i s
purpurea yang kemudian d ike tahui ber i s i d igoks in dan d ig i toks in .
Kegunaan eks t rak dar i Digi ta l i s purpurea sebagai obat d iperkenalkan
per tama ka l i o leh Wil l iam Wither ing . Sebagai obat , g l ikos ida dar i
tanaman in i d igunakan untuk memperkuat ker ja jan tung (pos i t i f
inot rop) . Eks t rak dar i d ig i ta l i s b iasanya d iambi l dar i daun-daun
tanaman yang tumbuh pada tahun kedua . Bagian-bagian yang murni
dar i tanaman in i juga d ikenal dengan nama digoks in a tau digi toks in .
Digi ta l i s beker ja d i tubuh dengan cara menghalangi fungs i enz im
nat r ium-kal ium ATPase sehingga meningkatkan kadar ka ls ium di
da lam se l -se l o to t jan tung. Meningkatnya kadar ka ls ium di da lam oto t
se l -se l jan tung in i lah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan
kont raks i jan tung.
Pada Percobaan pengaruh d ig i ta l i s ins i tu te rhadap jantung akan
memper l iha tkan ba ik i tu perubahan Kontraks i j an tung, f rekuens i
denyut jan tung dan pengaruh te rhadap tonus vagus jantung
I tu yang k i ta kenal ( inot ropik + ,kronot ropik( - ) ,dromotropik( - ) .
Pada percobaan in i juga akan memper l iha tkan adannya pars ia l dan
to ta l AV blok pada in toks ikas i d ig i ta l i s .
BAB I
PENDAHULUAN
Digitalis adalah genus dari sekitar 20 spesies tumbuhan dua tahunan atau tahunan, yang
dahulu digolongkan ke keluarga Scrophulariaceae. Menurut penelitian ilmiah baru
dalam bidang genetika, tumbuhan ini dapat digolongkan dalam keluarga Plantaginaceae.
Nama "digitalis" juga digunakan untuk obat penyakit jantung, terutama digoksin yang
diekstraksi dari tanaman ini. Sebagai obat, glikosida dari tanaman ini digunakan untuk
memperkuat kerja jantung (positif inotropik).
Tujuan dari pecobaan ini adalah untuk mengetahui kegunaan digitalis sebagai
obat untuk meningkatkan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi denyut
jantung. Dan juga untuk mengetahui efek digitalis yang berfungsi sebagai racun apabila
digunakan secara berlebihan. Dengan reaksi-reaksi keracunan yang pertama mulai dari
mual, muntah, diare, sakit perut, halusinasi, sakit kepala hingga delirium. Tergantung
pada tingkat keracunan, korban keracunan juga mempunyai denyut nadi yang lemah,
tremor, xanthopsis (apa yang dilihat terlihat kuning), kejang-kejang dan bahkan dapat
menyebabkan gangguan irama jantung yang mematikan.
Percobaan dilakukan dengan cara meneteskan larutan digitalis 1 tetes tiap 2 menit
dengan menggunakan spuit pada jantung katak percobaan sampai tercapainya efek
toksik. Dan dicatat frekuensinya tiap 2 menit. Kemudian dilakukan rangsangan mekanis
dengan dengan cara pemijatan dengan pinset anatomis, dan dengan penyuntikan larutan
ringer 0.2 ml secara intracardial pada katak pertama dan 0.06 ml/mg BB, 0.012 ml/mg
BB, 0.024 ml/mg BB pada katak kedua, tiga dan empat.
Efek digitalis terhadap jantung insitu adalah inotropik positif, kronotrofik negatif
dan mengurangi aktivitas saraf simpatis. Dan pada penggunaan berlebihan terjadinya
efek toksik yang akhirnya terjadi kematian pada katak percobaan.
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis
purpurea. Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan tidak
langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek
inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPase
dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke intrasel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh
digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap
neurotransmiter. Bila timbul keracunan digitalis maka pemberian obat digitalis
dihentikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Dengan
perkataan lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh (forward failure), atau
kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi
(backward failure) atau kedua – duanya. Gejalanya dapat berupa lemah, fatique, dan
sesak nafas. Penyebab gagal jantung akut adalah infark miokard, dan penyebab gagal
jantung kronis adalah penyakit a.coronaria dan hipertensi. Bila terjadi gagal jantung kiri
gejalanya berupa kongesti pulmonal dan bila terjadi gagal jantung kanan gejalanya
oedem perifer. Dan biasanya disertai dengan kelainan seperti peningkatan volume darah
dan peningkatan cairan interstitial sehingga jantung, vena, serta kapiler berdilatasi.
Jika terjadi gagal jantung, maka akan terjadi mekanisme kompensasi. Ada 3
mekanisme utama untuk meningkatkan cardiac output, yaitu:
1. Peningkatan aktivitas simpatis
Aktivasi reseptor B adrenergic di jantung menyebabkan peningkatan denyut
dan kuat kontraksi jantung meningkat, disertai vasokonstriksi pembuluh
darah, dengan tujuan meningkatkan venous return dan cardiac output.
Namun, respon kompensasi ini memperberat kerja jantung, sehingga dapat
justru akan menyebabkan kemunduran fungsi jantung.
2. Retensi cairan
Cardiac output yang menurun akan menurunkan aliran darah ginjal, sehingga
terjadi pelepasan renin dan menyebabkan terbentuknya angiotensin II serta
aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan resistensi perifer dan retensi Na
dan air, sehingga volume darah meningkat dan terjadi peningkatan aliran
darah ke jantung. Namun, jantung tak mampu untuk pompa darah, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan vena dan menimbulkan oedem paru dan
atau oedem jaringan perifer.
3. Hipertrofi miokardium
Pada gagal jantung, ukuran jantung bertambah, ruang jantung berdilatasi dan
terjadi peregangan otot jantung, dengan maksud memperkuat kontraksi
jantung. Namun, serabut otot jantung yang sangat meregang justru akan
melemahkan kontraksi otot jantung yang telah mengalami kegagalan.
Keadaan ini disebut decompensated heart failure dan mekanisme di atas
mampu meningkatkan cardiac output yang adekuat.
Tujuan terapi yang utama pengobatan gagal jantung adalah peredaan gejala,
merupakan akibat langsung dari gangguan hemodinamika yang terjadi. Peningkatan
volume intravaskuler serta naiknya tekanan pengisian ventrikel mengakibatkan
hipertensi vena sistemik dan pulmonal, yang menyebabkan dypsnoe saat tubuh
melakukan gerak dan orthopnoe. Berkurangnya curah jantung menyebabkan timbulnya
rasa lelah dan menurunkan kemampuan kerja fisik. Pada jangka pendek, pengobatan
gejala diarahkan pada peningkatan fungsi hemodinamika melalui penggunaan obat –
obat yang meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel.
Pada pasien rawat inap karena gejala gagal jantung yang parah, pengobatan segera
meliputi penggunaan diuretic intravena, senyawa inotropik positif (agonis reseptor B
adrenergic atau inhibitor fosfodiesterase) dan vasodilator (nitroprusid atau nitrogliserin).
Pada pasien rawat jalan yang tidak terlalu gawat, tujuan yang sama didekati melalui
penggunaan diuretic, digitalis, dan vasodilator secara oral. (misalnya ACE inhibitor).
Pada jangka panjang, pengobatan diarahkan untuk memperlambat atau mencegah
semakin parahnya remodeling miokardial.
Pada awalnya, disfungsi miokardial menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler dan aktivitas system neurohormonal, terutama system saraf simpatik dan
system renin angiotensin. Respon kompensasi sederhana ini memepertahankan perfusi
organ vital dengan meningkatkan preload ventrikel kiri, menstimulasi daya kontraktilitas
myocardial, dan meningkatkan tonus arteri. Namun, seiring dengan waktu, masing –
masing respon ini turut berperan dalam patofisiologi penyakit dengan mendorong
semakin memburuknya disfungsi miokardial yang telah terjadi. Pengingkatan volume
intravascular mengakibatkan naiknya tekanan pengisian ventrikel yang akan
mengningkatkan tegangan dinding ventrikel. Aktivitas neurohormonal menyebabkan
konstriksi arteri dan vena yang turut menyebabkan peningkatan tegangan dinding
ventrikel. Selain, beberapa neurohormon (mis : norepinephrine dan angiotensin) dapat
bekerja secara langsung terhadap miokardium untuk mendorong remodeling dengan
menyebabkan apoptosis miosit, ekspresi gen yang abnormal, dan atau perubahan matriks
ekstrasel.
Obat yang mengurangi tegangan dinding ventrikel (mis: vasodilator) dan atau
menghambat system renin angiotensin (mis: inhibitor enzim pengkonversi angiotensin)
atau system saraf simpatik (mis: antagonis reseptor B adrenergic) diketahui mengurangi
remodeling ventrikel patologis, sehingga menjadi andalan untuk pengobatan jangka
panjang gagal jantung. Beberapa senyawa yang memperlambat perkembangan penyakit
ini juga memberikan efek bermanfaat yang segera terhadap fungsi dan gejala
hemodinamik (mis: vasodilator dan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin). Obat lain
yang memperlambat berkembangnya remodeling miokardial (mis: antagonis reseptor B
adrenergic), sebetulnya dapat memberikan efek merugikan terhadap fungsi hemodinamik
dan dapat memperburuk gejala dalam jangka pendek.
Glikosida Jantung
Mempunyai struktur molekul umum suatu inti steroid yang mengandung satu
lakton tak jenuh pada posisi C 17 dan satu atau lebih residu glikosida pada C 3. Digoksin
dan digitoksin keduanya bersifat aktif secara oral, tetapi hanya digoksin yang banyak
digunakan secara klinis. Perbedaanya terletak pada tidak adanya gugus hidroksil pada C
12 digitoksin, sehingga menghasilkan senyawa yang kurang hidrofilik dengan
farmakokinetika yang berbeda dibandingkan dengan digoksin.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat Na+ K+ ATPase. Semua glikosida
jantung merupakan inhibitor transport aktif Na+ dan K+ yang kuat dan sangat selektif
untuk melintasi membrane sel, dengan cara berikatan pada suatu tempat khusus pada sisi
ekstrasitoplasma di subunit α pada Na+ K+ ATP ase, sejenis enzim pompa Na+ dalam sel.
Pengikatan glikosida jantung dengan Na+ K+ ATP ase dan penghambatan pompa ion
dalam sel ini bersifat reversible dan dihantarkan secara entropic. Obat – obatan ini
khususnya berikatan dengan enzim tersebut setelah fosforilasi pada suatu B aspartat di
sisi sitoplasma pada subunit α dan menstabilkan konformasi ini. K+ ekstrasel
menyebabkan defosforilasi enzim tersebut sebagai tahap awal translokasi aktif kation ini
ke dalam sitosol sehingga menurunkan afinitas enzim tersebut untuk mengikat glikosida
jantung. Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa peningkatan K+ ekstrasel dapat
membalikkan beberapa efek toksik obat glikosida jantung.
Efek inotropik positif. Ion Na+ dan Ca+ masuk ke dalam sel otot jantung pada tiap
siklus depolarisasi, kontraksi, dan repolarisasi. Ca2+ yang memasuki sel melalui saluran
Ca 2+ lain kedalam sitosol dari suatu kompartemen intrasel, yaitu reticulum sarkoplasma.
Semakin banyak Ca2+ yang mengaktivasi, maka semakin kuat kontraksinya. Selama
repolarisasi dan relaksasi miosit, Ca2+ dipompa kembali ke RS ke Ca2+ ATP ase dan juga
dikeluarkan dari dalam sel oleh penukar ion Na+ Ca2+ ATPase sarkolema. Penting untuk
diketahui bahwa kemampuan penukar untuk mengeluarkan Ca2+ dari sel bergantung pada
konsentrasi Na+ intrasel. Pengikatan glikosida jantung dengan Na+, K+ ATPase sarkolema
dan penghambatan aktivitas pompa Na+ di sel menyebabkan penurunan laju pengeluaran
aktif Na+ serta meningkatkan Na+ di sitosol. Peningkatan Na+ intrasel mengurangi
gradient konsentrasi Na+ transmembran yang mendorong keluarnya Ca2+ intrasel selama
repolarisasi miosit. Sehingga, kelebihan Ca2+ diambil ke dalam RS agar dapat digunakan
sebagai unsur kontraksi selama siklus depolarisasi sel berikutnya, dan daya kontraktilitas
otot jantung bertambah.
Kerja elektrofisiologis. Otot atrium dan ventrikel serta pacu jantung dan serat
konduksi khusus memperlihatkan respon dan sensitivitas yang berbeda terhadap
glikosida jantung yang merupakan keseluruhan efek langsung obat ini pada sel jantung,
dan efek tidak langsungnya diperantarai secara neuron. Pada konsentrasi terapeutik
nontoksik dalam serum atau plasma, digoksin menurunkan automatisasi dan
meningkatkan potensial membrane istirahat diastolic maksimum terutama dalam jaringan
nodus atrium dan atrioventrikular, karena meningkatnya tonus vagus dan menurunnya
aktifitas system saraf simpatik. Refractory period (periode depolariasi membrane sel
setelah eksitasi sehingga saraf tidak dapat merespon rangsangan kedua) yang efektif
bertambah lama dan kecepatan konduksi dalam jaringan nodus AV menurun. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi, ini dapat menyebabkan sinus bradikardia. Selain itu,
glikosida jantung pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan aktivitas
system saraf simpatik dan secara langsung mempengaruhi automatisasi jaringan jantung,
suatu kerja yang dapat menyebabkan aritmia atrium dan ventrikel. Meningkatnya muatan
Ca2+ di intrasel dan meningkatnya tonus simpatik menyebabkan peningkatan laju spontan
depolarisasi diastolic serta tertundanya pasca depolarisasi yang dapat mencapai nilai
ambang untuk timbulnya penyebaran potensial aksi. Peningkatan tak seragam dan
simultan ini untuk automatisasi dan depresi konduksi pada serat his purkinje dan otot
ventrikel dapat menyebabkan aritmia, yang dapat menyebabkan takikardia/fibrilasi
ventrikel.
Pengaturan aktivitas system saraf simpatik. Peningkatan aktivitas system saraf
simpatik merupakan salah satu respons fisiologis terhadap menurunnya fungsi jantung
hingga di bawah yang dibutuhkan untuk mempertahankan curah jantung yang cukup
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism berbagai jaringan tubuh. Ini
diantaranya disebabkan oleh menurunnya sensitifitas respon reflex baroreseptor arteri
terhadap tekanan darah, yang menyebabkan penurunan supresi reflex baroreseptor tonus
pada aktivitas simpatik yang diatur SSP. Penurunan sensitifitas lengkung reflex
baroreseptor normal ini juga diduga bertanggung jawab atas peningkatan norepinephrine,
renin dan vasopressin dalam plasma yang berkesinambungan pada gagal jantung, dan
juga berbagai petunjuk lain pada aktivitas neurohumoral sistemik yang teramati secara
khas pada pasien gagal jantung. Peningkatan aktivitas system saraf simpatik pada
awalnya membantu menjaga tekanan darah dan curah jantung dengan meningkatkan
frekuensi jantung, daya kontraktilitas, serta resistensi pembuluh sistemik, dan dengan
mengurangi ekskresi garam dan air oleh ginjal. Namun, jika terus terjadi dalam jangka
waktu lama, efek – efek aktivitas simpatik yang berlebihan ini dapat menyebabkan
patofisiologi gagal jantung dan memburuknya penyakit miokardial.
Farmakokinetik. Waktu paruh eliminasi untuk digoksin adalah 36 – 48 jam pada
pasien dengan fungsi ginjal normal atau mendekati normal. Ini memungkinkan
memberikan dosis sekali sehari pada pasien tersebut, dan kadar darah yang mendekati
kadar tunak dicapai seminggu setelah terapi pemeliharaan dimulai. Sebagian besar
digoksin diekskresi dalam keadaan tidak berubah dengan laju bersihan yang sebanding
dengan laju filtrasi glomerulus. Pada pasien gagal jantung kongestif dengan cadangan
jantungnya (cardiac reserve) kecil, peningkatan curah jantung dan aliran darah ginjal
karena terapi vasodilator atau senyawa simpatomimetik dapat meningkatkan bersihan
digoksin di ginjal, sehingga perlu penyesuaian dosis pemeliharaan setiap hari. Meskipun
demikian, digoksin tidak dapat dihilangkan secara efektif dengan hemodialisis atau
peritoneal karena volume distribusi obatnya besar (4 – 7 liter/kg). Jaringan tempat
penimbunan yang utama adalah otot rangka dan bukan jaringan lemak, sehingga,
penentuan dosis harus berdasarkan perkiraan berat tubuh tanpa lemak. Bayi dan balita
dapat menerima digoksin dan tampaknya memerlukan dosis yang lebih besar untuk
mendapat efek terapeutik yang ekuivalen dibandingkan dengan anak – anak yang lebih
besar atau orang dewasa, walaupun laju absorbsi dan laju bersihannya di ginjal sama.
DIgoksin dapat melintasi plasenta, dan kadar obat dalam darah ibu sama dengan kadar
dalam darah vena umbilicus.
Penggunaan klinis digoksin untuk gagal jantung. Kurang lebih sejak pergantian
abad ke 19 dan 20, timbul perdebatan mengenai khasiat glikosida jantung untuk
pengobatan pasien gagal jantung yang memiliki ritme sinus (ritme jantung normal yang
berasal dari nodus sinoatrial). Meskipun digoksin telah digunakan secara luas, sedikit
sekali data objektif dari berbagai uji terkendali dan acak mengenai keamanan dan khasiat
digoksin hingga tahun 1990-an.
Toksisitas Digoksin. Sangatlah penting untuk tetap waspada dan melakukan
pemantauan dini terhadap gangguan pembentukkan impuls, konduksi, atau keduanya. Di
antara manifestasi elektrofisiologis yang umum adalah terjadinya denyut ektopik yang
berasal dari ventrikel atau sambungan AV, blok AV derajat pertama, merupakan suatu
respons laju ventrikel yang sangat lambat terhadap fibrilasi atrium, atau percepatan
pemacu jantung (pace maker) sambungan AV. Hal ini seringkali hanya membutuhkan
penyesuaian dosis dan pemantauan yang tepat. Bradikardia sinus, sinoatrial arrest atau
exit blok (kegagalan impuls untuk dihantarkan dari pacu jantung ke jaringan sekeliling),
serta penundaan konduksi AV derajat 2 atau derajat 3. Biasanya respon terhadap
atropine, walaupun mungkin diperlukan pemacuan ventrikel sementara. Perlu
dipertimbangkan pemberian kalium untuk pasien yang automatisasi ventrikel atau
sambungan AV nya jelas meningkat, bahkan jika kalium serum berada pada rentang
yang normal, kecuali juga terjadi blok AV derajat tinggi. Lidocaine / penitoin, yang
mempunyai efek minimum terhadap konduksi AV, dapat digunakan untuk pengobatan
memburuknya aritmia ventrikel yang mengancam terganggunya hemodinamika.
Imunoterapi antidigoksin. Antidot yang efektif untuk toksisitas digoksin atau
digitoksin kini tersedia berupa imunoterapi anti digoksin dengan menggunakan fragmen
Fab yang dimurnikan dari anti serum antidigoksin domba. Dosis penetralan sempurna
Fab yang berdasarkan pada perkiraan total dosis obat yang diingesti atau total beban
digoksin dalam tubuh dapat diberikan secara intravena dalam larutan NaCl selama 30 –
60 menit.
Pada percobaan pada katak, katak mengalami intoksikasi digitalis yang
menyebabkan complete heart block, karena obat golongan digitalis menghambat Na K
ATP ase yang berakibat kalium intrasel meningkat.
BAB III
METODE DAN CARA KERJA
ALAT-ALAT, BAHAN-BAHAN, DAN HEWAN COBA YANG DIPERLUKAN
1. Papan lilin
2. Pinset
3. Spuit
4. Gunting kecil
5. Jarum pentul
6. Jarum penusuk medulla spinalis
7. Tinctura Digitals / Digoxin / Lanoxin
8. Procain HCl
9. Empat ekor katak
CARA KERJA :
1. Ambillah seekor katak dan suntikkan dalam saccus lymphaticus dorsalis 1 ml
larutan Procain HCl
2. Setelah teranestesi, fiksasi katak tersebut di atas papan lilin dengan jarum pentul
3. Buka dadanya dengan membuat sayatan berhuruf V. Perdarahan diusahakan
sesedikit mungkin
4. Buka perikardiumnya dan perhatikan: siklus jantung, bentuk, serta warna
ventrikel dalam keadaan sistol dan diastole. Selama percobaan basahi jantung
dengan larutan Ringer
5. Hitung frekuensi jantung, bila tidak ada perubahan (konstan) teteskan larutan
Digitalis 1 tetes tiap 2 menit denag menggunakan spuit
6. Pelajari perubahan-perubahan pada sistol, catatlah frekuensinya tiap 2 menit
7. Penetesan diteruskan sampai tercapai efek toksik, yaitu mula-mula terjadi partial
A-V block (partial heart block) sampai berakhir dengan ventricular standstill
8. Periksalah apakah jantung yang sudah berhenti dapat dirangsang lagi dengan
rangsangan mekanis (pijat dengan pinset anatomis) dan dengan penyuntikan
larutan Ringer 1,2 ml secara intracardial
9. Buatlah grafik yang menghubungkan antara frekuensi jantung (atrium + vertikel)
sebagai ordinat dengan jumlah larutan Digitalis yang digunakan secara absis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah tetesan digitalis Denyutan Atrium (x/menit) Denyutan Ventrikel
(x/menit)
0,5 (2 menit) 80 84
1 (4 menit) 80 76
1,5 (6 menit) 76 76
2 (8 menit) 84 80
2,5 (10 menit) 80 80
3 (12 menit) 84 76
3,5 (14 menit) 84 80
4 (16 menit) 80 76
4,5 (18 menit) 76 68
5 (20 menit) 62 68
5,5 (22 menit) 62 68
6 (24 menit) 76 62
6,5 (26 menit) 68 68
7 (28 menit) 64 64
7,5 (30 menit) 64 64
8 (32 menit) 60 56
8,5 (34 menit) 52 56
9 (36 menit) 48 40
9,5 (38 menit) 28 28
10 (40 menit) 24 20
10,5 (42 menit) 12 12
11 (44 menit) 0 0
Gambaran Umum
Digoxin adalah suatu obat diperoleh dari foxglove [tumbuhan], Digitalis lanata. Digoxin
digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga
digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal
denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan TherapeuticWindow sempit (jarak antara
MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration]
mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat
menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga
kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat
menimbulkan efek toxic/keracunan). Efek samping pada pemakaian dosis tinggi,
gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan
saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti
gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya
payudara pria)mungkin terjadi.
Mekanisme Kerja Digoksin
Mekanisme kerja digoxin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan sodium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran
sodim/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular. Hal tersebut dapat meningkatkan
penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot jantung, dan
dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot.
Digoxin juga dapat dapat menimbulkan vagally mediated slowing of AV conduction dan
meningkatkan atrial ventricular block. Digoxin diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu,
pasien dengan renal insufficiency perlu dimonitor secara ketat.
Farmakokinetik Digitalis
Absorbsi setelah pemberian per oral baik (digoxin 75%)
Digoxin terikat pada protein < 30%
Half life digoxin adalah 30-50 jam
Onset of action digoxin singkat, untuk kasus gawat darurat
Digoxin diekskresikan dalam urin dalam bentuk utuh
Kontra Indikasi
Pasien dengan hipokalemi, second-degree AV block, third-degree AV block, dan pasien
dengan atrial fibrillation dan juga yang menderita penyakit Wolfe-Parkinson-White
syndrome sebaiknya tidak diberikan digoxin.
Efek Digitalis pada jantung
1. Meningkatkan kuat kontraksi otot jantung (Inotropik Positif)
2. Peningkatan konsumsi oksigen miokardium
3. Aktivitas Elektrofisiologi (Dromotropik Negatif)
4. Denyut jantung menurun (konotropik Negatif)
Efek Samping
Gangguan saluran anoreksia (kehilangan nafsu makan), kekacauan/kebingungan,
disorientasi, afasia. penglihatan buram, gangguan kecepatan/frekuensi, konduksi dan
ritme jantung, reaksi alergi kulit dan ginekomastia (pembesaran payudara
pria).pencernaan.
Pembahasan Grafik
Digitalis digunakan untuk memperlambat denyut jantung, hal ini bisa dilihat dari grafik.
Grafik meningkat mungkin dikarenakan pemberian digitalis yang terlalu banyak. Jika
digitalis diberikan berlebih bisa mengakibatkan takikardia.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa margin of safety dari Digoxin sempit.
Dibuktikan dari penggunaan Digoxin yang dosisnya terus ditambahkan setiap 2 menit
menyebabkan frekuensi denyut jantung melemah karena adanya partial cardiac block dan
pada intoksikasi lebih lanjut akan menyebabkan jantung berhenti berdenyut. Rangsang
mekanik kemudian dapat menyebabkan jantung kembali berdenyut namun sangat lemah.
Pemberian ringer laktat juga menyebabkan jantung kembali berkontraksi sebab pada
ringer laktat terdapat ion natrium, kalium dan kalsium yang berperan dalam kontraksi
otot jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Bertram G. Katzung. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta : EGC
Setiawati, Arini dan Nafrialdi. 2008. Obat Gagal Jantung dalam Farmakologi dan Terapi
FKUI. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI