penelitian pemanfaatan zona nilai tanah berbasis penataan

118
Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan Ruang DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2015 DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2015

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan Ruang

DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG /BADAN PERTANAHAN NASIONAL2015

DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL2015

Page 2: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

i

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

LAPORAN AKHIR

Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan Ruang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional2015

Page 3: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

ii

Amanah pengelolaan tanah secara filosofis lahir dengan dasar konsepsi pasal 33 ayat 3 dimana tanah sebagai sumber daya alam yang mampu mensejahterakan masyarakat

harus berkontribusi secara langsung lewat negara.Lebih maju lagi konsepsi tersebut disempurnakan oleh pendahulu kita dalam UUPA 1960. Secara rinci dapat diuraikan dalam mengelola tanah harus mengelaborasikan fungsi ekonomi dan fungsi sosial tanah secara seimbang.

Mekanisme pasar tanah akhir-akhir membuat nilai tanah tidak wajar, upaya melambungkan harga penawaran tanah. Akibatnya terjadi perbedaan yang begitu jauh dengan harga permintaannya. Gejala meningkatnya harga tanah tanpa melalui mekanisme pasar yang wajar, umumnya mengikuti pola penggunaan tanah. Untuk mengendalikannya diperlukan intervensi pemerintah. Fenomena ini terasa lebih timpang apabila suatu saat pemerintah membutuhkan tanah dimana masyarakat enggan melepas tanahnya sehingga pembangunan bisa saja terhambat.

Oleh karena itu dalam kajian ini telah mengimpulkan bahwa pemerintah perlu hadir dalam mengontrol nilai tanah yang wajar sehingga tercipta kesesuaian dan mekanisme penilaian tanah menggunakan zona nilai tanah dan instrumennya serta penilaian yang dilakukan dengan pendekatan appraisal menjadi sebuah solusi komprehensif serta perlunya peraturan kebijaksanaan terkait aspek tata ruang dan pertanahan yang terintegrasi sehingga menjawab tantangan akan penyediaan ruang dan tanah untuk segenap kepentingan masyarakat Indonesia.

Penyusun,

Tim Peneliti

Mekanisme pasar tanah akhir-akhir membuat nilai tanah tidak wajar, upaya melambungkan harga penawaran tanah. Akibatnya terjadi perbedaan yang begitu jauh dengan harga permintaannya

Kata Pengantar

Page 4: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

iii

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 2

1.2 Tujuan Penelitian 6

1.3 Rumusan Masalah 6

1.4 Studi Terdahulu 6

BAB II KAJIAN TEORITIS 9

2.1 Teori Konsentris (Concentric Theory) 10

2.2 Teori Sektoral (Sector Theory) 10

2.3 Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory) 11

2.4 Teori Konsektoral (Tipe Eropa) 12

2.5 Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin) 12

2.6 Teori Poros 13

2.7 Teori Historis 13

2.8 Pemahaman tentang Nilai Lahan 14

2.9 Pola dan Struktur Nilai dan Harga Tanah 16

BAB III METODE PENELITIAN 19

3.1 Teknik Pengumpulan Data 20

3.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 23

4.1 Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 24

4.2 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 25

4.3 Provinsi Bali 27

4.4 Provinsi Nusa Tenggara Barat 28

4.5 Provinsi Bengkulu 28

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 31

5.1 Zona Nilai Tanah Sebagai Parameter Penilaian Tanah 32

5.1.1 Jakarta dengan Nilai tanah Metropolitan 32

5.1.2 Beberapa Faktor Penyebab Nilai Tanah 33

5.1.2.1 Kondisi Alam 37

5.1.2.2 Jarak ke Pusat Kota 38

5.1.2.3 Penggunaan Lahan Permukiman 38

5.1.2.4 Ketersediaan Fasilitas Umum dan Aksesbilitas Masyarakat 38

5.2 Pariwisata Pendorong Peningkatan Zona Nilai Tanah di Provinsi Bali 39

5.2.1 Kabupaten Badung 39

Page 5: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

iv

5.2.2 Kabupaten Tabanan 43

5.2.3 Kabupaten Karang Asem 45

5.3 Wisata Merubah Zona Nilai Tanah di Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta 47

5.3.1 Kota Yogyakarta 47

5.3.1.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 49

5.3.1.2 Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah 50

5.3.1.3 Peran Tata Ruang sebagai Penentu Zona Nilai Tanah 57

5.3.2 Kabupaten Sleman 58

5.3.2.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 60

5.3.2.2 Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah 62

5.3.2.3 Peran Tata Ruang sebagai Penentu Zona Nilai Tanah 67

5.3.3 Peran ZNT Sebagai Pengendali Harga Tanah 68

5.4 Provinsi Bengkulu 70

5.4.1 Kabupaten Kepahiang 70

5.4.1.1 Peran Tata Ruang sebagai Penentu Zona Nilai Tanah 70

5.4.1.2 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 75

5.4.2 Kabupaten Rejang Lebong 76

5.4.2.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 76

5.4.2.2 Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah 77

5.4.2.3 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 80

5.4.3 Kabupaten Seluma 81

5.4.3.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 81

5.4.3.2 Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah 82

5.4.3.3 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 89

5.5 Provinsi Nusa Tenggara Barat 90

5.5.1 Kota Mataram 90

5.5.1.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 90

5.5.1.2 Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah 91

5.5.1.3 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 92

5.5.2 Kabupaten Lombok Barat 93

5.5.2.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 93

5.5.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah 95

5.5.2.3 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 96

5.5.3 Kabupaten Lombok Utara 96

5.5.3.1 Persebaran Zona Nilai Tanah 96

5.5.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah 97

5.5.3.3 Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 99

5.6 Zona Nilai Tanah Sebagai Instrument Pemerintah Dalam Pengendalian Harga Tanah 99

5.7 Konsekuensi Harga Yang Berbeda 101

Page 6: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

v

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 103

6.1 Kesimpulan 104

6.1.1 Hubungan Tata Ruang Sebagai Salah Satu Penentu Zona Nilai Tanah 104

6.1.2 Peran peran ZNT Sebagai Instrumen Pemerintah Dalam Pengendalian

Harga Tanah 104

6.2 Saran 104

DAFTAR PUSTAKA 105

Page 7: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

vi

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Perbandingan Penilaian Tanah Kementerian ATR/BPN dengan Institusi lain 4

Tabel 4.1. Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertipikat Hak Milik Atas tanah

di Provinsi D.I. Yogyakarta 26

Tabel 4.2. Luas Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu 29

Tabel 4.3. Cakupan Peta ZNT Pulau Sumatera 29

Tabel 4.4. Cakupan Peta ZNT Pulau Jawa dan Bali 30

Tabel 4.5. Cakupan Peta ZNT Pulau Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi 30

Tabel 5.1. Perbandingan Nilai Penggunaan Peta ZNT dengan nilai NJOP 32

Tabel 5.2. Permasalahan antara Peta ZNT dan Nilai NJOP di Daerah Kajian 33

Tabel 5.3. Zona Nilai Tanah di Kecamatan Matraman 33

Table 5.4. Zona Nilai Tanah di Kecamatan Mampang 33

Tabel 5.5. Sampel ZNT di Jakarta Selatan 36

Tabel 5.6. Sampel ZNT di Jakarta Timur 36

Tabel 5.7. Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per Kecamatan

di Kabupaten Badung Tahun 2012 39

Tabel 5.8. Klasifikasi Kesesuaian Lahan di Kabupaten Badung 40

Tabel 5.9. Luas Wilayah Pola Ruang Kabupaten Tabanan Tahun 2012 – 2032 45

Tabel 5.10. Zona Nilai Tanah di Kabupaten Karangasem 45

Tabel 5.11. Luas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta 48

Tabel 5.12. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kota

Yogyakarta 50

Tabel 5.13. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 54

Tabel 5.14. Rincian Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 55

Tabel 5.15. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang 58

Tabel 5.16. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman 59

Tabel 5.17. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Sleman 61

Tabel 5.18. Rencana Tata Ruang Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031 65

Tabel 5.19. Rincian Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2012 66

Tabel 5.20. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kabupaten Sleman 67

Tabel 5.21. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang 73

Tabel 5.22. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Kepahiang 75

Tabel 5.23. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kabupaten Kepahiang 75

Tabel 5.24. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Rejang Lebong 76

Tabel 5.25. Rincian Luas wilayah Pola Ruang Kabupaten Rejang Lebong 77

Tabel 5.26. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kabupaten Rejang Lebong 80

Page 8: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

vii

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabel 5.27. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Seluma 81

Tabel 5.28. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di kabupaten Seluma 89

Tabel 5.29. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kota Mataram 91

Tabel 5.30. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kota Mataram 92

Tabel 5.31. Potensi Unggulan Kabupaten Lombok Barat 94

Tabel 5.32. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Lombok Barat 94

Tabel 5.33. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kabupaten Lombok Barat 96

Tabel 5.34. Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan

di Kabupaten Lombok Utara 97

Tabel 5.35. P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

di Kabupaten Lombok Utara 99

Tabel 5.36. Kelengkapan ZNT dan Tata Ruang dan Faktor Pendorong Nilai Tanah 99

Tabel 5.37. Korelasi antara Pola Ruang dan Zona Nilai Tanah Secara Faktual 100

Page 9: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

viii

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Struktur kota Menurut Teori Konsentris 10

Gambar 2.2. Struktur kota Menurut Teori Sektoral 11

Gambar 2.3. Struktur kota Menurut Teori Inti Ganda 11

Gambar 2.4. Struktur kota Menurut Teori Konsektoral (Tipe Eropa) 12

Gambar 2.5. Struktur kota Menurut Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin) 13

Gambar 2.6. Struktur kota Menurut Teori Poros 13

Gambar 2.7. Struktur kota Menurut Teori Historis 14

Gambar 2.8. Pola dan Struktur Tanah Kota 17

Gambar 4.1. Diagram Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta 25

Gambar 4.2. Diagram Penggunaan Tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta 26

Gambar 4.3. Prosentase Luas Lahan Provinsi Bali Menurut Penggunaannya (2009) 28

Gambar 5.1. Peta ZNT Sebagian Jakarta Selatan 34

Gambar 5.2. Peta ZNT Sebagian Jakarta Timur 35

Gambar 5.3. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Badung 40

Gambar 5.4. Model Penggunaan Ruang Pariwisata Pantai Bali 43

Gambar 5.5. Kondisi Persawahan di Kabupaten Badung 44

Gambar 5.6. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Tabanan 44

Gambar 5.7. Peta Kawasan Strategis Kabupaten Karangasem 46

Gambar 5.8. Peta Administrasi Kota Yogyakarta 48

Gambar 5.9. Peta Zona Nilai Tanah Kota Yogyakarta Tahun 2014 49

Gambar 5.10. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 57

Gambar 5.11. Peta Administrasi Kabupaten Sleman 60

Gambar 5.12. Peta Zona Nilai Tanah Tahun 2014 Kabupaten Sleman 61

Gambar 5.13. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Kepahiang Tahun 2012 70

Gambar 5.14. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang 71

Gambar 5.15. Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang 74

Gambar 5.16. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2010 76

Gambar 5.17. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2012 – 2032 78

Gambar 5.18. Peta Zona Nilai Tanah Sebagian Kabupaten Seluma Tahun 2011 81

Gambar 5.19. Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten Seluma 82

Gambar 5.20. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Seluma Tahun 2012-2032 87

Gambar 5.21. Peta Struktur Ruang Kabupaten Seluma Tahun 2012-2032 88

Gambar 5.22. Peta Zona Nilai Tanah Kota Mataram Tahun 2015 90

Gambar 5.23. Peta Rencana Pola Ruang Kota Mataram Tahun 2011-2031 91

Gambar 5.24. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2015 93

Gambar 5.25. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011 – 2031 95

Gambar 5.26. Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Lombok Utara Tahun 2015 96

Gambar 5.27. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Lombok Utara Tahun 2011-2031 98

Page 10: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

1

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG1Bab IPendahuluan

Page 11: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

2

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Amanah pengelolaan tanah secara filosofis lahir dengan dasar konsepsi pasal 33 ayat 3 dimana tanah sebagai sumber daya alam yang mampu mensejahterakan masyarakat harus berkontribusi secara langsung lewat negara. Lebih maju lagi konsepsi tersebut disempurnakan oleh pendahulu kita dalam UUPA 1960. Secara rinci dapat diuraikan dalam mengelola tanah harus mengelaborasikan fungsi ekonomi dan fungsi sosial tanah secara seimbang.

Indonesia pada dasarnya adalah negara yang memiliki area yang sangat luas beserta seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk juga tanah. Dengan wilayah dan tanah yang sedemikian luas, seharusnya Indonesia sudah dapat dikategorikan sebagai negara yang makmur. Sayang seluruh potensi yang ada belum terkelola secara optimal.Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang belum terkelola secara optimal dimana segelintir orang menguasai luasan yang sangat luas sementara orang kebanyakan hanya menguasai kisaran 0-100 meter persegi. Kondisi ini membuat pasar dan nilai tanah secara teori memiliki kecenderungan tidak sehat apabila kita melihat dari jumlah luasan tanah Indonesia yang relatif tetap.

Mekanisme pasar tanah akhir-akhir ini tidak sesuai akibat upaya melambungkan harga penawaran tanah. Akibatnya terjadi perbedaan yang begitu jauh dengan harga permintaannya. Gejala meningkatnya harga tanah tanpa melalui mekanisme pasar yang wajar, umumnya mengikuti pola penggunaan tanah.Untuk mengendalikannya diperlukan intervensi pemerintah.Tanah sebagai bagian dari ruang muka bumi adalah sarana bagi manusia untuk melaksanakan segala aktivitasnya. Penilaian orang atas sebidang tanah akan menjadi sangat berbeda, karena tanah memiliki beberapa dimensi dan ukuran yang berbeda-beda pula. Istilah tanah, bisa diartikan menjadi tiga hal, yakni:

1. Benda tempat tumbuhnya tanaman (soil), ukurannya adalah tingkat kesuburannya;2. Benda yang dapat diangkat dan dipindahkan (material), ukurannya adalah beratnya

dalam ton, meter kubik atau kilogram;3. Bagian dari wilayah muka bumi (space) yang sering disebut dengan tempat, ukurannya

adalah luasnya, dalam hektar, meter persegi dan sebagainya.

Untuk keperluan yang berkaitan dengan tanah sebagai tempat, Sandy (1983) membedakannya menjadi dua hal yakni yang terkait dengan hak (hukum) atas tanah tersebut dan yang terkait dengan penggunaannya. Untuk melakukan transaksi atas tanah sebagai tempat, diperlukan beberapa parameter lain (selain luasnya) yang harus dapat

BAB IPENDAHULUAN

Negara Indonesia disebut sebagai negara kepulauan, karena berdasarkan data yang ada, terdapat 17.508 buah pulau besar dan kecil.

Page 12: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

3

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

mewakili tanah tersebut dengan lebih baik lagi. Jual beli, ganti rugi, agunan, garansi, gadai maupun hipotik adalah beberapa contoh transaksi atas tanah yang memerlukan suatu “harga” atau “nilai” sebagai cerminan dari manfaat atau kegunaan tanah tersebut. Penilaian atas sebidang tanah memerlukan keahlian tersendiri. Selain membutuhkan pengalaman, penilaian tanah juga membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang prinsip-prinsip penilaian, teknik pendekatan dalam penilaian, faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung ataupun pengetahuan tentang teknik/metode yang dapat dipakai untuk mempermudah estimasi nilai tanah

Kebutuhan akan tanah diindikasikan oleh adanya permintaan (demand) yang pada gilirannya akan dipenuhi dengan adanya penawaran (supply). Melihat aspek permintaan dan penawaran ini, maka seharusnya pada suatu saat akan terjadi keseimbangan harga (equilibrium price). Namun demikian, pada kenyataannya pasar sempurna tidak pernah ada, mengingat mekanismenya selalu “diganggu” oleh aktifitas manusia sendiri, sehingga harga pasar yang terjadi sering tidak mencerminkan “kenikmatan”yang sesungguhnya dirasakan. Dalam bahasa penilaian, harga “kenikmatan” itu sering diartikan sebagai nilai ekonomis. Di Indonesia, nilai pasar tanah yang wajar jauh lebih rendah daripada nilai ekonomisnya. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh seorang penilai senior, Dolly D. Siregar. Pernyataan tersebut memang perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk dibuktikan kebenarannya, akan tetapi apabila hal itu benar-benar terbukti, maka nilai pasar tanah di Indonesia belum mencerminkan nilai tanah yang sebenarnya. Ray M. Northam (1975) mengemukakan dua buah pengertian tentang nilai tanah, yakni:

1. Nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yaitu harga jual beli tanah yang terjadi pada suatu waktu tertentu;

2. Nilai tanah adalah nilai assessment (assessed value) yaitu nilai yang diestimasi oleh seorang penilai. Market value merupakan data dasar bagi assessed value.

Untuk melakukan penilaian tanah, perlu diketahui beberapa prinsip penilaian. Joseph K. Eckert (1990) mengemukakan empat prinsip penilaian tanah, yakni penawaran dan permintaan (supply and demand), penggunaan yang tertinggi dan terbaik (highest and the best use), keuntungan produktivitas (surplus productivity), serta prinsip perubahan dan antisipasi (change and anticipation).

Konteks lebih luas dalam melihat nilai tanah tidak lagi bisa melihat sebagai komponen tunggal dimana tanah tidak akan lepas dari konteks keruangannya Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Berlanjut oleh Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash andspread effect. Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.

Page 13: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

4

Berpijak pada pengertian diatas maka penilaian tanah seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.Sebagai informasi awal berikut kami berbagai macam survei yang melatarbelakangi harga tanah baik dari ATR/BPN maupun Profesi penilai.

Tabel 1.1 Perbandingan Penilaian Tanah Kementerian ATR/BPN dengan Institusi Lain.

Penilaian Tanah Kementerian ATR/BPN Penilaian Tanah MAPPI, GAPPI, Kemenkeua. Penilaian untuk pasar (tanah) & Bangunan

jika diperlukan untuk berbagai kepentingan (multipurpose uses), PNBP, uang pemasukan, Insentif desinsentif Perpajakan.

b. Penilaian kompensasi untuk pengadaan tanah c. Penilaian untuk ekonomi kawasand. Penilaian aset pertanahan e. Pemetaan nilai (spasial) dan GISf. Penyediaan data transaksi g. Standar akuntansi + Standar ekonomi sumber

daya + GIS

a. Penilaian real property aset tekstualb. Penilaian hak sewa c. Penilaian aset tak berwujudd. Penilaian personal propertie. Penilaian usaha f. Penilaian properti agrig. Pendekatan Biaya untuk pelaporan keuangan h. Penilaian property usaha khususi. Penilaian masal untuk kepentiangan

perpajakan j. Penilaian properti industri tambangk. Standar Akuntansi

Analisis pola spasial harga tanah sesuai pasar di wilayah sampel sangat diperlukan sebagai salah satu instrumen dalam mengambil kebijakan land reform, land banking dan pola pemanfaatan sumberdaya tanah serta untuk mengatur intensitas persaingan dalam mendapatkan tanah misalnya untuk keperluan utilitas, perumahan, perkantoran, Central Business District, public space, ruang terbuka hijau maupun kawasan industri. Fakta yang terjadi dari persaingan ini menyebabkan tingkat penawaran tanah dan tingkat permintaan tanah yang sangat tidak seimbang. Supply terhadap tanah tetap sedangkan demand terhadap tanah terus mengalami peningkatan sehingga menyebabkan harga tanah diperkotaan terus mengalami kenaikan.

BPN telah menginisiasi terwujudnya informasi nilai tanah, nilai properti, nilai ekonomi kawasan, serta nilai total aset pertanahan sebagai rujukan nasional untuk mewujudkan fungsi tanah bagi sebesar-besar kemakmuran. Salah satu yang sudah diwujudkan adalah Zona Nilai Tanah (ZNT). Zona nilai Tanah dimaknai sebagai area yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang batasannya bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Mengingat ZNT berbasis nilai pasar, maka ZNT dapat dimanfaatkan untuk: (1) penentuan tarif dalam pelayanan pertanahan; (2) referensi masyarakat dalam transaksi; (3) penentuan ganti rugi; (4) inventori nilai aset publik maupun asset masyarakat; (5) monitoring nilai tanah dan pasar tanah.

Survey internal yang dilakukan oleh tim peneliti (Januari - Februari 2015) terhadap seratus rumah tangga di wilayah perbatasan kota ibukota meliputi, Jakarta, depok, bekasi enampuluh persen warga tidak mengetahui secara pasti apa itu Zona Nilai Tanah

Page 14: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

5

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

(ZNT). Data yang diperoleh dari BPS menyatakan harga tanah di sekitaran wilayah tempat tinggal mereka mengalami kenaikan antara 500.000-1.000.000 per meter/tahun1. Harga tanah disuatu wilayah/ kawasan yang sifatnya sangat dinamis seiring berjalannya waktu membuat peneilitian terkait penilaian tanah menarik dikaji. Seringkali masyarakat belum mengetahui konsekuensi atau kesiapan apabila nilai properti atau aset tanahnya bernilai tinggi. Menyadari bahwa harga tanah menyebar mengikuti pola keruangan tertentu, maka penataan ruang memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam membentuk harga tanah. Penataan ruang yang tercermin dalam pola penggunaan tanahnya akan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan nilai tanah.

Jika dicermati lebih jauh maka dapat diketahui bahwa pola harga tanah cenderung mengikuti pola keruangan penggunaan tanahnya. Fakta tersebut masih relevan dengan teori yang dikemukakan Von Thunen yang membuat model tentang sewa tanah dan jarak. Makin dekat jarak dari pusat kota, makin tinggi harga sewa tanah. Demikian pula sebaliknya, makin jauh jarak dari pusat kota, maka makin rendah harga sewa tanah. Pola keruangan penggunaan tanah juga telah dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi Jerman dalam Teori Tempat Sentral (Central Place Theory). Teori ini mengemukakan bahwa tempat sentral merupakan lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan manusia (Nursid Sumaatmadja, 1981). Teori yang berhubungan dengan harga tanah baik secara langsung ataupun tidak langsung selalu berdasarkan pada “ruang”. Teori lokasi yang dikemukakan oleh model Von Thunen maupun model Christaller, keduanya melandasinya pada substansi “ruang”. Jadi karena harga atau nilai tanah merupakan suatu gejala ruang, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya juga akan lebih banyak berkaitan dengan gejala ruang. Dikemukakan juga ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu:

1. Faktor ekonomi.

Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi global/internasional, nasional, regional maupun lokal. Variabel-variabel permintaan (demand) yang mempengaruhi nilai tanah termasuk di dalamnya ialah jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tersedianya keuangan, tingkat suku bunga dan biaya transaksi.

2. Faktor sosial.

Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah.Kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan kebanggaan memiliki (daerah bergengsi) adalah faktor-faktor sosial yang mempengaruhi nilai tanah.

3. Faktor politik dan kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah di bidang hukum dan politik mempengaruhi nilai tanah. Beberapa contoh kebijakan yang dapat mempengaruhi biaya dan alokasi penggunaan tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan harga tanah, antara lain; kebijakan pemilikan sertifikat tanah, peraturan penataan ruang dengan penentuan mintakat atau zoning, peraturan perpajakan, peraturan perijinan (SIPPT, IMB dan lain-lain) ataupun penentuan tempat pelayanan umum (sekolah, pasar, rumah sakit, dan lain-lain).

1 Data BPS terkait kisaran kenaikan harga tanah per tahun di kota-kota penyangga Jakarta

Page 15: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

6

4. Faktor fisik dan lingkungan.

Ada dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan lingkungan, yaitu site dan situasi (situation). Pengertian tentang site adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu persil atau daerah tertentu, termasuk di dalamnya adalah ukuran (size), bentuk, topografi dan semua keadaan fisik pada persil tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi (situation) ialah yang berkenaan dengan sifat-sifat eksternalnya. Situasi suatu tempat berkaitan erat dengan relasi tempat itu dengan tempat-tempat di sekitarnya pada suatu ruang geografi yang sama. Termasuk dalam pengertian situasi adalah aksesibilitas jarak ke pusat pertokoan (CBD), jarak ke sekolah jarak ke rumah sakit, dan lain-lain), tersedianya sarana dan prasarana (utilitas kota) seperti jaringan transportasi, sambungan telepon, listrik, air minum dan sebagainya. Site mempengaruhi nilai tanah karena “sumberdaya”-nya, sedangkan situasi mempengaruhi nilai tanah karena kemudahan atau kedekatannya (aksesibilitas) dengan “sumberdaya” yang lain di sekitarnya.

1.2. TUJUAN PENELITIAN

1. Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Zonasi Tata Ruang dengan Nilai Tanah;

2. Untuk memberikan preferensi baru terkait penerapan Zona Nilai tanah di Indonesia.

1.3. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan diatas penelitian ini ingin mengetahui:

1. Bagaimana hubungan Tata Ruang sebagai salah satu penentu Zona Nilai Tanah? 2. Bagaimana Peran peran ZNT sebagai instrument pemerintah dalam pengendalian

harga tanah?

1.4. STUDI TERDAHULU

Nama Judul SimpulanVevin Syoviawati Ardiwijaya 2014 Disertasi UI

Permodelan Rejuvenasi Lahan Terlantar untuk keberlanjutan kota (studi di Bandung Metropolitan area)

Lahan terlantar semakin banyak diwilayah terbangun dengan kota yang tumbuh secara sprawl

Andu Nusantara 2006 Tesis

Analisis cluster dalam penilaian harga tanah (Studi kasus Pengadaan tanah jalan lintas utara kabupaten bekasi tahap II)

Perbedaan yang mencolok antara harga transaksi dan harga permintaan masyarakat menghambat proses pengadaan tanah Indikasi harga tanah terendah didasarkan pada nilai pasar, mengingat NJOP sudah tidak menggambarkan harga pasar saat ini. Sedangkan indikasi harga tanah tertinggi di dasarkan pada nilai pasar ditambah dengan kenaikan terkecil antara harga permintaan terhadap nilai pasar.

Mohamed M. El-Barmelgy, Ahmad M. Shalaby, Usama A. Nassar, and Shaimaa M. Ali jurnal internasional ekonomi dan statistik 2014

Economic Land Use Theory and Land V.value in Value Model

Finally, If we apply this model in lands with high urbanvalue, we can get a highly disaggregated description of theentire valuable lands.Land has special characteristics compared to othereconomic good: the supply of land is fixed (with the exceptionof land reclamation), every parcel of land has a fixed area,which is a unique property, and the use of a parcel of landaffects the use and value of adjacent parcels.

Page 16: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

7

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Nama Judul SimpulanAndrayani 2010 Tesis ITB Bandung

Permodelan Nilai Tanah Wilayah Jabodetabek

Kepadatan penduduk berbanding lurus dengan nilai tanah di bodetabek tapi berbanding terbalik dengan nilai tanah di wilayah Jakarta.

Arif Rachman 2006 Tesis ITB Bandung

Model Prediktor NIR (Nilai Indikasi Rata-Rata) berdasarkan Laporan Bulanan Notaris PPAT.

Data laporan resmi transaksi nilai tanah yang diperoleh dari PPAT juga tidak akurat dalam menggambarkan nilai tanah sesungguhnya

Hendro Wibowo, dkk 2009 LIPI

Optimasi penataan ruang untuk menjamin ketersediaan dan kelestarian sumberdaya air wilayah Jabodetabek.

Indikasi penyebaran penduduk dan bertambahnya kebutuhan pemukiman meningkatkan area terbangun dan terkait erat dengan meningkatnya nilai tanah.

Ika Arsianti Dewi Efektifitas Tata Ruang sebagai instrument instrument pengendali perubahan penggunaan lahan sawah menjadi penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Bekasi.

Tata Ruang di Bekasi tidak efektif sebagai instrument pengendali konversi lahan sawah hal ini didorong oleh faktor ekonomi & sosial,dan pembangunan infrastruktur.

Page 17: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

8

Page 18: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

9

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG2Bab IIKajian Teoritis

Page 19: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

10

BAB IIKAJIAN TEORITIS

Kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat.

2.1 TEORI KONSENTRIS (CONCENTRIC THEORY)

Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda. Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar. Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.

Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute transportasi dan komunikasi.

2.2 TEORI SEKTORAL (SECTOR THEORY)

Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan

Gambar 2.1 Struktur Kota Menurut Teori Konsentris

Page 20: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

11

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

2.3 TEORI INTI GANDA (MULTIPLE NUCLEUS THEORY)

Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.

kota lebih berdasarkan sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District) yang terletak di pusat kota.Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat terbentuk? Para geograf menghubungkannya dengan kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.

Gambar 2.3 Struktur kota Menurut Teori Inti Ganda

Gambar 2.2 Struktur kota Menurut Teori Sektoral

Page 21: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

12

Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus.Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi.Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.

Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu kota.

2.4 TEORI KONSEKTORAL (TIPE EROPA)

Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris.Teori ini mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.

2.5 TEORI KONSEKTORAL (TIPE AMERIKA LATIN)

Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin.Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.4 Struktur kota Menurut Teori Konsektoral (Tipe Eropa)

Page 22: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

13

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

2.6 TEORI POROS

Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 2.5 Struktur kota Menurut Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Gambar 2.6 Struktur kota Menurut Teori Poros

2.7 TEORI HISTORIS

Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 23: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

14

Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru khususnya dari zona 2 (c). Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

2.8 PEMAHAMAN TENTANG NILAI LAHAN

Nilai dapat ditafsirkan sebagai “makna” atau “arti” dari suatu benda atau barang. Nilai Lahan dapat ditafsirkan sebagai suatu makna yang dibayar oleh pembeli yang mampu, bersedia danberkelayakan untuk membeli dari penjual yang bersedia,berkelayakan dan mempunyai hak untuk menjualnya. Nilai pasar terbuka adalah harga dari suatu transaksi yang memenuhi criteriameliputi 1. pembeli dan penjual yang ingin melakukan transaksi dalam keadaan pasar terbuka 2. penjual dan pembeli mempunyai pengetahuan, pengalaman dan Informasi yang mencukupi, 3. jangka waktu penawaran mencukupi 4. tidak mempertimbangkan pembeli dan penjual istimewa. Nilai pasar Mengacu pada (Standar Penilaian Indonesia 2007) didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual-beli atau hasil penukaran suatu lahan, antara pembeli yangberminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalamsuatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukansecara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atasdasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpapaksaan (SPI 1 3.0.3.1)

Gambar 2.7 Struktur kota Menurut Teori Historis

Page 24: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

15

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Pengertian nilai tanah dibedakan antara tanah yang diusahakan (improved land) dan tanah yang tidak diusahakan (unimproved land).Nilai tanah yang tidak diusahakan adalah harga tanah tanpa bangunan diatasnya.Sedang nilai tanah yang diusahakan adalah harga tanah ditambah dengan harga bangunan yang terdapat di atasnya (Sukanto 1985, dalam Ernawati 2005). Nilai tanah menurut Chapin , dalam Johara (1999), dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, antara lain:

1. Nilai keuntungan yang dihubungkan dengan tujuanekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli tanah dipasaran bebas.

2. Nilai kepentingan umum yang dihubungkan dengankepentingan umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial yang merupakan hal mendasar bagi kehidupandan dinyatakan penduduk dengan perilaku yangberhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan dansebagainya.

Menurut Supriyanto (1999), dalam Presylia (2002), nilai tanah adalah suatu pengukuran yang didasarkan kepada kemampuan tanah secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomisnya. Di dalam realitanya, nilai tanah dibagi menjadi dua, yaitu nilai tanah langsung dan nilai tanah tidak langsung. Nilai tanah langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan tanah yang secara langsung memberikan nilai produktifitas dan kemampuan ekonomisnya, seperti misalnyalahan atau tanah yang secara langsung dapat berproduksi, contohnya tanah pertanian.Nilai tanah tidak langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan tanah dilihat dari segi letak strategis sehingga dapat memberikan nilai produktifitas dan kemampuan ekonomis, seperti misalnya tanah yang letaknyaberada di pusat perdagangan, industri, perkantoran dan tempat rekreasi.Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa suatu tanah mungkin saja nilainya secara langsung rendah karena tingkat kesuburunnya rendah, tetapi berdasarkan letak strategisnya sangat ekonomis.Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kesatuan moneter yang melekat pada suatu properti yang dipengaruhi oleh factor sosial, ekonomi, politik dan faktor fisik yang dinyatakan dalam harga dimana harga ini mencerminkan nilai dari property tersebut (Presylia, 2002).

Menurut Sujarto (1986), dalam Ely (2006), nilai tanah adalah perwujudan dari kemampuan tanah sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah, dimana penentuan nilai tanahnya tidak terlepas dari nilai keseluruhan tanah dimana tanah itu berlokasi. Sedangkan menurut Suryanto (1997), dalam Ernawati (2005), nilai tanah adalah perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah sebagai ilustrasi, dimana harga tanah merupakan salah satu refleksi dari nilai tanah dan sering dig unakan sebagai indeks bagi nilai tanah. Harga tanah adalah penilaian atas tanah yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas tertentu pada pasaran lahan (Riza, 2005).Nilai tanah dan harga tanah mempunyai hubungan yang fungsional, dimana harga tanah ditentukan oleh nilai tanah atau harga tanah mencerminkan tinggi rendahnya nilai tanah.Dalam hubungan ini, perubahan nilai tanah serta penentuan nilai dengan harga tanah dipengaruhi oleh faktor - faktor yang menunjang kemanfaatan, kemampuan dan produktifitas ekonomis tanah tersebut.

Page 25: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

16

Menurut Riza (2005), harga sebidang tanah ditentukan oleh jenis kegiatan yang ditempatkan di atasnya dan terwujud dalam bentuk penggunaan tanah. Harga tanah dalam keadaan sebenarnya dapat digolongkan menjadi harga tanah pemerintah (Goverment Land Price) dan harga tanah pasar (Market Land Price). Menurut Brian Berry (1984), dalam Luky (1997), harga tanah merupakan refleksi dari nilai tanah artinya harga merupakan cerminan dari nilai tanah tersebut. Pengertian umum dari nilai dan harga tanah adalah : Nilai tanah (land value) adalah perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah. Harga tanah (land prize) adalah salah satu refleksi dari nilai tanah dan sering digunakan sebagai indeks bagi nilai tanah.

Menurut Luky (1997), dengan adanya investasi pada tanah yang terus - menerus maka harga tanah juga meningkat secara non-linier. Hal ini disebabkan karena harga tanah merupakan harga pasar tidak sempurna (imperfect market), artinya harga tanah tidak mungkin turun karena tidak berimbangnya supply dan demand. Sebidang tanah akan memiliki nilai atau harga yang tinggi bila terletak pada lokasi yang strategis (aktifitas ekonomi yang tinggi, lokasi mudah dijangkau dan tersediainfrastruktur yang lengkap). Harga tanah bergerak turun seiring jarak dari pusat kota (produktif) ke arah pedesaan (konsumtif). Pada daerah sub - sub pusat kota, harga tanah tersebut naik kemudian turun mengikuti jarak dan tingkat aktifitas diatasnya (Cholis 1995, dalam Luky 1997).

2.9 POLA DAN STRUKTUR NILAI DAN HARGA TANAH

Menurut Sincalir (Hadi Sabari Yunus 2002, dalamErnawati 2005), nilai tanah dibagi ke dalam 2 tipe yang berbeda, yaitu nilai tanah pertanian yang dikaitkan dengan usaha - usaha dalam bidang pertanian dan nilai tanah spekulatif sebagai akibat adanya derajad antisipasi terhadap perluasan fisik kota yang meningkat pada areal yang bersangkutan sehingga penentuan besarnya nilai tanah selalu dikaitkan dengan kepentingan non agraris. Karena gejala perluasan kota dianggap sebagai sesuatu yang berjalan terus, walau lambat namun pasti, maka para petani mempunyai penilaian bahwa nilai tanah yang mendekati kota mempunyai nilai spekulasi yang semakin tinggi.

Menurut Von Thunen, dalam Haris, ketersediaan infrastruktur (termasuk di dalamnya sarana dan prasarana perhubungan) di kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif dan efek saling ketergantungan dengan nilai tanah. Dengan adanya infrastruktur, menyebabkan nilai tanah menjadi lebih tinggi, sebaliknya proyek infrastruktur juga urung dilaksanakan jika harga tanah yang menjadi calon lokasi harganya terlalu mahal. Menurut Chapin (Sri Purwati 1999, dalam Ernawati 2002), pola dan struktur nilai tanah kota dikemukakan sebagai berikut:

1. Pusat wilayah perdagangan atau CBD (Central Business District) mempunyai nilai tanah tertinggi dibandingkandengan wilayah - wilayah lain.

2. Pusat wilayah kerja dan pusat perkotaan yang terletakdisekeliling perbatasan pusat kota mempunyai nilai tanahtertinggi setelah CBD.

3. Di luar dari kawasan tersebut, terdapat kawasan perumahandengan nilai tanah yang semakin jauh dari pusat kotasemakin berkurang nilai tanahnya.

4. Pusat-pusat pengelompokan industri dan perdaganganyang menyebar mempunyai

Page 26: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

17

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

nilai tanah yang tinggidibanding dengan sekelilingnya , dimana biasanya kawasanini dikelilingi perumahan.

Gambar 2.8 Pola dan Struktur Tanah Kota

Page 27: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

18

Page 28: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

19

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG3Bab IIIMetode Penelitian

Page 29: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

20

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif.

Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif penelitian ini menjelaskan hubungan antara Zona Nilai Tanah dengan Tata Ruang. Secara kualitatif, penelitian ini mendeskripsikan peran Zona Nilai Tanah sebagai instrumen pemerintah dalam mengendalikan harga tanah.

3.1 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.1.1. Pengambilan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling, yakni menentukan sampel berdasarkan provinsi yang paling banyak cakupan peta ZNT, yang mewakili pulau besar di Indonesia, yakni sebagai berikut:

1. Pulau Jawa diwakili Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta karena cakupan peta ZNT mencapai 100% dari cakupan wilayah provinsi;

2. Pulau Bali diwakili Provinsi Bali dengan cakupan peta ZNT mencapai 99,22% dari cakupan wilayah provinsi;

3. Pulau Sumatera diwakili Provinsi Bengkulu dengan cakupan peta ZNT mencapai 42,17% dari cakupan wilayah provinsi;

4. Pulau Nusa Tenggara diwakili Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan cakupan peta ZNT mencapai 55,26% dari cakupan wilayah provinsi.

Provinsi tersebut diharapkan memberikan gambaran mengenai pemanfaatan Zona Nilai Tanah di Indonesia.

3.1.2. Data yang Dibutuhkan

Data yang dibutuhkan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer didapat dari wawancara dengan penjual/pembeli dengan notaris/PPAT untuk mendapatkan informasi mengenai harga transaksi yang terjadi. Selain itu, data primer juga didapat dari wawancara dengan aparatur terkait baik di kantor pertanahan, dan pemerintah daerah (tata ruang) berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat agar didapat gambaran mengenai peran ZNT sebagai instrumen pemerintah dalam mengendalikan harga tanah.

2. Data Sekundera. Peta Zona Pola Ruang;b. Peta Zona Nilai Tanah.

Page 30: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

21

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

3.2 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan berikut:

1. Mengetahui hubungan antara Tata Ruang dengan Zona Nilai Tanah

Penentuan hubungan antara Tata Ruang dengan Zona Nilai Tanah dilakukan dengan menguji hubungan antara variabel luas Zona Nilai Tanah dengan luas wilayah Pola Ruang, dengan unit analisis desa/kelurahan.Hubungan antar dua variabel tersebut dianalisis dengan bantuan uji hubungan dari software SPSS.

2. Mengetahui hubungan antara Zona Nilai Tanah dengan Harga Tanah

Penentuan hubungan antara ZNT dengan harga tanah dilakukan melalui wawancara dengan pelaksana jual – beli untuk mendapatkan informasi mengenai harga tanah dan hubungannya dengan ZNT. Setelah dikumpulkan dilakukan rekapitulasi data untuk mendapatkan gambaran mengenai penilaian ZNT dan peran ZNT sebagi instrumen pemerintah dalam mengendalikan harga tanah. Dari gambaran tersebut dianalisa upaya untuk meningkatkan efektifitas pemanfaatan Zona Nilai Tanah sebagai instrumen pemerintah dalam mengendalikan harga tanah.

Page 31: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

22

Page 32: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

23

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG4Bab IVDeskripsi Wilayah

Penelitian

Page 33: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

24

BAB IVDESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1. PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta Tokubetsu Shi (1942-1945) dan Djakarta (1945-1972). Di dunia internasional Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town2, atau lebih populer lagi The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding New York City (Big Apple) di Indonesia3.

Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 10.187.595 jiwa (2011)4. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,[3] merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.

Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota yang berpenduduk di atas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stres, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stres warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stres. Tata ruang kota yang tidak partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI5.

Fenomena perpindahan penduduk dari Jakarta ke daerah-daerah penyangga, menurut Spreitzhofer dan Heintel (1998 :106), tidak terlepas dari faktor demografi dan ekonomi, sebagai akibat konsekuensi politik pro barat semenjak akhir 1960-an. Pemerintah Orde Baru dengan memperkenalkan kebijakan liberalisasi dan deregulasi yang mentransportasikan latarbelakang spasial dan sosial ekonomi dan mempercepat perubahan sektoral dengan menggunakan tenaga kerja lokal. Akibat kebijakan ini, Jakarta menjadi pusat bagi perkembangan bisnis dan perkantoran sehingga lahirlah kebijakan ruang strategis dengan merelokasi perumahan penduduk kota ke daerah penyangga (Botabek). Begitu juga dengan membangun kawasan industri dengan menggunakan tenaga kerja dari Jakarta dan penduduk lokal. Tetapi karena pertumbuhan industrialisasi sangat cepat, maka terjadi kekurangan tenaga kerja, lalu diisi oleh pendatang. Tetapi pendatang pertumbuhannya lebih cepat dari pertumbuhan industrialisasi sehingga berdampak kepada pertumbuhan sektor informal dan pengangguran. Hal menarik dari fenomena urbanisasi dengan tujuan

2 “A Day in J-Town”. Jetstar Magazine. April 2012. Diakses 23 Januari 2013.3 Suryodiningrat, Meidyatama (2007-06-22). “Jakarta: A city we learn to love but never to like”. The Jakarta Post.Diarsipkan dari aslinya

tanggal 2008-02-21. ”Travel Indonesia Guide – How to appreciate the ‘Big Durian’ Jakarta”. Worldstepper-daworldisntenough.blogspot.com. 8 April 2008. Diakses 27 April 2010.

4 Data sensus penduduk BPS 2010.5 https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Diakses tanggal 23 juli 2015.

Page 34: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

25

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

utama Jakarta, telah memasuki “masyarakat transisi akhir (late transitional society)“, yang mengakibatkan terjadi perpindahan penduduk dari Jakarta ke daerah-daerah penyangga (sub urban), yaitu daerah-daerah pinggiran di Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek). Penduduk dari Jakarta Selatan merupakan yang paling banyak melakukan perpindahan ke daerah sub urban. Terjadinya perpindahan penduduk dari Jakarta ke daerah sub urban ini bisa disebabkan karena beberapa faktor, antara lain terjadi pengusuran karena daerah asal telah dirubah menjadi daerah bisnis, perkantoran dan perlebaran dan penambahan jalan6.

4.2. PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA

Provinsi D.I. Yogyakarta yang merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia, memiliki luas 317.413 Ha. Provinsi ini, memiliki 4 Kabupaten dan 1 Kota dimana 4 Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo dan Sleman. Sedangkan 1 (satu) kota yang terdapat di Provinsi ini adalah Kota Yogyakarta, atau biasa disebut sebagai ibukota Provinsi D.I. Yogyakarta. Secara geografis, D.I. Yogyakarta terletak di koordinat 8o 30’ – 7o 20’ LS 109o 40’ – 111o 0’ BT. Kabupaten terluas terdapat di Kabupaten Gunung kidul dengan luas wilayah sebesar 147.533 Ha atau 46,5% dari luas total provinsi D.I. Yogyakarta. Kabupaten/Kota kedua terluas terdapat di Provinsi Sleman, dengan luas wilayah sebesar 57.598 Ha atau seluas 18,1%. Sedangkan luas wilayah terkecil terdapat di Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 3.340 Ha atau sebesar 1,05%. Berikut adalah diagram yang menunjukkan luas wilayah administrasi per kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Gambar 4.1 Diagram Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta

Mengenai penggunaan tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta, dari luas wilayah total provinsi sebesar 317.413 Ha, dibagi kedalam 2 (dua) bagian penggunaan tanah, yaitu kawasan hutan dan kawasan non-hutan. Untuk luas kawasan hutan di Provinsi D.I. Yogyakarta hanya seluas 6.022 Ha, sedangkan untuk kawasan Non-Hutan, baik dimanfaatkan sebagai lahan terbangun seperti permukiman, perdagangan dan lainnya, seluas 311,121 Ha.

6 Asep Ahmad Saefuloh Urbanisasi, Kesempatan Kerja Dan Kebijakan Ekonomi Terpadu Peneliti Madya Bidang Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.

Page 35: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

26

Gambar 4.2 Diagram Penggunaan Tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta

Tabel 4.1 Jumlah Bidang Tanah Yang Telah Memiliki Sertipikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta.

No. Tahun Swadaya Prona Petani Nelayan MBR UKM Transmigrasi1. s.d 2003 181.130 0 0 0 0 0 02. 2004 6.823 0 0 0 0 0 03. 2005 7.110 380 0 0 0 0 04. 2006 3.684 0 255 0 0 100 05. 2007 5.274 8.410 0 0 0 150 06. 2008 4.752 11.616 0 0 0 150 07. 2009 3.564 13.561 1.400 100 0 361 08. 2010 4.114 9.223 1.225 200 500 400 809. 2011 4.862 15.182 975 100 300 400 326

10. 2012 2.867 32.142 1.000 200 350 300 10111. 2013 5.631 17.700 1.550 100 400 400 0

Total 229.811 108.214 6.405 700 1.550 2.261 507

Sumber: BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014

Jumlah dan nilai transaksi tanah ini dapat melihat bagaimana nilai ekonomi tanah yang dimiliki oleh suatu wilayah, yang mana angka-angka yang terdapat di jumlah dan nila transaksi tanah ini dapat mengindikasikan tingkat perkotaan yang dimiliki suatu wilayah. Untuk jumlah dan nilai transaksi tanah yang terdapat di Provinsi D.I.Yogyakarta, hingga tahun 2013, berjumlah 9.738 bidang dengan jumlah nilai transaksi tanah yang mencapai Rp.1.165.960.596,43. Ini dapat menandakan bahwa nilai dan jumlah transaksi jual-beli yang terdapat di Provinsi ini termasuk tinggi dan menunjukkan bahwa provinsi ini masuk kedalam kategori kota yang cukup dominan.

Untuk LP2B yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyelamatkan lahan pertanian pangan di D.I.Yogyakarta, belum dibagi secara mendetail mengingat lahan yang terbatas. Berikut adalah diagram yang menunjukkan pembagian penggunaan tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Page 36: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

27

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

4.3. PROVINSI BALI

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan atau Bedugul, Buyan, Tamblingan, dan Batur. Alam Bali yang indah menjadikan pulau Bali terkenal sebagai daerah wisata.

Tiga dekade lalu, perekonomian Bali sebagian besar mengandalkan dan berbasis pada pertanian baik dari segi output dan kesempatan kerja. Sekarang, industri pariwisata menjadi objek pendapatan terbesar bagi Bali. Hasilnya, Bali menjadi salah satu daerah terkaya di Indonesia. Pada tahun 2003, sekitar 80% perekonomian Bali bergantung pada industri pariwisata. Pada akhir Juni 2011, non-performing loan dari semua bank di Bali adalah 2,23%, lebih rendah dari rata-rata non-performing loan industri perbankan Indonesia (sekitar 5%).

Saat ini, sektor pertanian Bali kembali menjadi sorotan. Tidak sedikit kalangan dan praktisi yang beranggapan bahwa pertanian bisa menjadi pilar pendukung bagi perekonomian Bali. Kendati demikian, pertanian Bali juga dihadapkan dengan banyak kendala.Salah satunya adalah mengenai penyesuaian dan penggunaan lahan.Bahkan beberapa tahun terakhir ini, alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke lahan bukan pertanian mengalami peningkatan. Secara umum, penggunaan lahan dibedakan atas penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian.Potensi penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis tanah, sumber daya mineral, vegetasi, topografi, iklim, dan lokasi. Pada tahun 2009, lahan pertanian di Bali mencapai 356.023 hektar atau telah terjadi pengurangan sebesar 0,06 persen dari tahun sebelumnya 356.237 hektar. Sedangkan lahan bukan pertanian mencapai 207.643 hektar atau terjadi peningkatan 0,10 persen dari tahun sebelumnya 207.429 hektar.

Khusus penggunaan lahan sawah, Kabupaten Tabanan masih menempati posisi pertama di tahun 2009 dengan luas lahan sawah mencapai 22.465 hektar. Namun luas areal lahan sawah ini berkurang 0,43 persen dari tahun sebelumnya seluas 22.562 hektar. Hal ini sesuai dengan julukan Tabanan sebagai “lumbung beras” Bali.Dengan melihat data perubahan luas lahan sawah ke bukan sawah di Bali dapat diperkirakan mempunyai pola yang tidak menentu. Artinya kita tidak dapat menduga secara pasti kapan terjadi peralihan fungsi lahan sawah ke bukan sawah karena perubahan peralihan itu sangat ditentukan oleh banyak faktor, seperti pertumbuhan ekonomi, fenomena industri pariwisata, dan biasanya

Page 37: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

28

4.4. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT.

Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia dalam gugusan Sunda Kecil.Provinsi ini biasa disingkat NTB memiliki 10 Kabupaten/Kota. Digolongkan sebagai provinsi dalam Kepulauan Nusa Tenggara. Di awal kemerdekaan Indonesia, wilayah ini termasuk dalam wilayah Provinsi Sunda Kecil yang beribukota di Singaraja. Kemudian terbagi atas 3 provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Saat ini nama “Nusa Tenggara” digunakan oleh dua daerah administratif: Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok. Nusa Tenggara Barat terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki luas wilayah 20.153,15 km2. Terletak antara 115° 46’ - 119° 5’ Bujur Timur dan 8° 10’ - 9 °g 5’ Lintang Selatan. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 148 m dari permukaan laut, sementara Raba terendah dengan 13 m dari permukaan laut. Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, Gunung Rinjani merupakan gunung tertinggi dengan ketinggian 3.775 m, sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m.

4.5. PROVINSI BENGKULU

Provinsi Bengkulu terletak disebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.991.933 hektar atau 19.919,33 kilometer persegi.Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567 kilometer.

Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Provinsi Bali Menurut Penggunaannya (2009)

akan dibarengi dengan pertumbuhan penduduk terutama penduduk pencari kerja. Berikut pola penggunaan tanah di provinsi Bali, seperti terlihat pada Gambar 4.3.

Page 38: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

29

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Secara astronomis, Provinsi Bengkulu terletak di antara 2° 16’ LU dan 3° 31’ LS dan antara 101° 01\’ - 03° 41’ BT. Sementara jika ditinjau dari posisi geografisnya, Provinsi Bengkulu di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Provinsi Lampung, disebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang lebih kurang 525 kilometer. Bagian timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan diselingi daerah yang bergelombang. Berikut pembagian administrasi Provinsi Bengkulu:

Tabel 4.2 Luas Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu

No Kabupaten /Kota Luas (km2) Prosentase1 Kab. Bengkulu Selatan 1,186.10 5.952 Kab. Rejang Lebong 1,639.98 8.233 Kab. Bengkulu Utara 4,424.60 22.214 Kab. Kaur 2,369.05 11.895 Kab. Seluma 2,400.44 12.056 Kab. Mukomuko 4,036.70 20.277 Kab. Lebong 1,929.00 9.688 Kab. Kepahiang 665.00 3.349 Kab. Bengkulu Tengah 1,123.94 5.64

10 Kota Bengkulu 144.52 0.74Total 19,919.33 100.00

Penelitian zona nilai tanah berbasis penataan ruang ini memilih 5 sampel provinsi yang memiliki data zona nilai tanah yang beragam mulai dari zona nilai yang tinggi sampai zoning nilai yang rendah.Pemilihan ini dilakukan mempertimbangkan cakupan peta ZNT yang secara nasional belum sepenuhnya terlaksana di setiap provinsi. Sebagai ilustrasi berikut ini adalah sebaran peta zona nilai tanah di Indonesia berdasarkan provinsinya, seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Cakupan Peta ZNT Pulau Sumatera

No. Provinsi Luas Wilayah (Ha)

Cakupan ZNT (Ha) Presentasi (%)

1. Nanggroe Aceh Darussalam 5.795.600 768.586 13,262. Sumatera Utara 7.298.127 1.658.733 22,733. Sumatera Barat 4.201.289 750.775 17,874. Riau 8.702.366 84.876 0,985. Kepulauan Riau 820.172 274.929 33,526. Jambi 5.005.816 245.082 4,907. Bangka Belitung 1.642.414 455.126 27,718. Sumatera Selatan 9.159.243 892.116 9,749. Bengkulu 1.991.215 839.662 42,17

10. Lampung 3.450.380 1.177.879 34.14

Page 39: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

30

Tabel 4.4 Cakupan Peta ZNT Pulau Jawa dan Bali

No. Provinsi Luas Wilayah (Ha) Cakupan ZNT (Ha) Presentasi (%)1. Banten 966.292 850.048 87,972. DKI Jakarta 66.401 66.401 1003. Jawa Barat 3.537.776 1.930.607 54.574. Jawa Tengah 3.280.069 2.752.432 83,915. D.I. Yogyakarta 313.315 313.315 1006. Jawa Timur 4.779.975 2.927.031 61,247. Bali 578.006 573.512 99,22

Tabel 4.5 Cakupan Peta ZNT Pulau Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi

No. Provinsi Luas Wilayah (Ha)

Cakupan ZNT (Ha)

Presentasi (%)

1. Nusa Tenggara Barat 1.857.232 1.026.279 55,262. Nusa Tenggara Timur 4.871.810 315.859 6,483. Kalimantan Barat 14.730.700 722.967 4,914. Kalimantan Selatan 3.874.423 1.403.416 36,225. Kalimantan Tengah 15.356.450 159.006 1,046. Kalimantan Timur 12.906.664 658.293 5,107. Kalimantan Utara 7.546.770 67.908 0,908. Sulawesi Utara 1.385.164 228.314 16,489. Sulawesi Barat 1.678.718 331.169 19,73

10. Sulawesi Tengah 6.184.129 385.716 6,2411. Sulawesi Selatan 4.671.748 1.250.993 26,7812. Sulawesi Tenggara 3.806.770 732.294 19,2413. Gorontalo 1.125.707 316.792 28,14

Berdasarkan data tersebut maka dipilih lokasi sampel provinsi DKI Jakarta dan D.I Yogjakarta dan Bali dengan asumsi pemanfaatan ZNT yang mencapai 100 persen. Pemilihan provinsi Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat karena cakupan ZNT yang cukup tinggi dikisaran 45-55 persen.

Page 40: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

31

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG5BAB VAnalisis dan

Pembahasan

Page 41: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

32

BAB VANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. ZONA NILAI TANAH SEBAGAI PARAMETER PENILAIAN TANAH

5.1.1. Jakarta dengan Nilai tanah Metropolitan

ZNT merupakan peta nilai tanah yang akan menggambarkan atau mendekati nilai tanah (harga pasar) yang sebenarnya. Sedangkan ZNEK akan menggambarkan nilai ekonomi dari suatu kawasan yang dinilai dengan tata cara tertentu. ZNEK dapat digunakan untuk mengetahui berapa nilai tanah untuk area terentu yang digunakan untuk pariwisata, penilaiannya dapat dilakukan dengan melihat kapitalisasi pendapatan maupun nilai historis dari kawasan tersebut, dan tentunya ada faktor-faktor lain yang dapat menjadi ukuran penilaian.

Hasil diskusi lapangan secara teknis dan dengan aparatur kantor pertanahan mengindikasikan bahwa NJOP sudah tidak sesuai dengan harga pasar. NJOP jauh lebih rendah dibandingkan nilai pasar tanah saat ini.Sebagai pembanding berikut data NJOP dan ZNT di Jakarta Selatan.

Tabel 5.1 Perbandingan Nilai Penggunaan Peta ZNT dengan Nilai NJOP

No. No. Berkas NIB Kelurahan Nilai ZNT Nilai NJOP% ZNT

terhadap NJOP

1. 54754 7601 Pondok Pinang Rp. 23.823.000 Rp. 8.875.000 268,432. 44126 10603 Cilandak Barat Rp. 15.314.000 Rp. 4.155.000 368,573. 46605 7974 Lebak Bulus Rp. 4.892.000 Rp. 2.925.000 167,254. 45985 1125 Karet Kuningan Rp. 24.351.000 Rp. 8.145.000 298,975. 53353 5423 Bangka Rp. 18.619.000 Rp. 6.805.000 273,61

Rata-Rata : 275,36

Data yang diperoleh dari Indonesia Property Watch (IPW) menilai bahwa saat ini memang NJOP tidak dapat dijadikan patokan harga pasar, karena tidak sesuai dengan mekanisme pasar yang ada. “Transaksi yang saat ini tercatat melalui notaris/PPAT dapat dipastikan tidak ada yang sesuai dengan nilai transaksi riil dan hampir semunya dibawah harga transaksi,”Kementerian ATR/BPN berencana berencana untuk membuat peta ZNT yang dapatmenggambarkan harga tanah yang sebenarnya. NJOP saat ini terlalu rendah, bahkan sekitar 1/3 dari nilai pasar.DKI Jakarta sudah menaikkan NJOP tersebut. Tetapi, itu pun masih lebih kecil dari nilai tanah sebenarnya7. Berdasarkan lokasi penelitian ada beberapa karakteristik yang menarik untuk di kaji secara ringkas sebagaimana tabel berikut:

7 Data dihimpun oleh tim peneliti dan dari berbagai sumber dalam rentang waktu 8 bulan maret-september 2015

Page 42: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

33

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabel 5.2 Permasalahan antara Peta ZNT dan Nilai NJOP di Daerah Kajian

No Provinsi Kab/kota Keterangan 1 DKI Jakarta Jaksel & Jaktim a. Peta ZNT telah menjangkau seluruh wilayah

b. Terjadi kesenjangan antara nilai ZNT dengan nilai NJOP2 DI Yogjakarta Sleman & kota

Yogjakartaa. Peta ZNT telah menjangkau seluruh wilayahb. Terjadi kesenjangan antara nilai ZNT dengan nilai NJOP

3 Bali Karang Asem, Badung &Tabanan

a. Peta ZNT telah menjangkau seluruh wilayahb. Terjadi kesenjangan antara nilai ZNT dengan nilai NJOP

4 Nusa Tenggara Barat

Lombok Barat, Kota Mataram &Lombok Utara

a. Peta Peta ZNT telah menjangkau seluruh wilayah tetapi yang siap menerapkan sebagai informasi pertanahan hanya kota mataram

b. Terjadi kesenjangan antara nilai ZNT dengan nilai NJOP5 Bengkulu Seluma,

Kepahiang &Rejang Lebong

a. Peta ZNT belum menjangkau seluruh wilayah(terpusat di beberapa pusat kab/kota)

b. Terjadi kesenjangan antara nilai ZNT dengan nilai NJOP

5.1.2. Beberapa Faktor Penyebab Nilai Tanah

Pada bagian ini peneliti mengkaji berdasarkan kondisi factual di lapangan yang menentukan nilai tanah pada provinsi lokasi penelitian pertama di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur lebih dikarenakan beragamnya penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah kecamatan Mampang dan Kecamatan Mataraman.

Tabel 5.3 Zona Nilai Tanah di Kecamatan Matraman

KelurahanZona Nilai tanah

1 2 3 4 5 6 7 8Kayumanis 0.0424 22.1342 9.7020 0.0129 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Kebon Manggis 59.0678 6.8276 8.9784 0.0000 0.0000 48.0319 0.0000 42.3917Palmeriam 0.0000 6.7322 15.1902 35.2505 0.0000 0.0000 0.0000 57.6083Pisangan 13.0219 41.4912 0.6804 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Utan Kayu Selatan 27.8679 11.8697 37.0557 20.9685 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Utan Kayu Utara 0.0000 10.9452 28.3933 43.7681 100.0000 51.9681 100.0000 0.0000

Tabel 5.4 Zona Nilai Tanah di Kecamatan Mampang

KelurahanZona Nilai tanah

1 2 3 4 5 6 7 8Bangka 0.0000 15.9977 0.7633 0.0000 18.0384 72.4868 75.9394 0.6418Kuningan Barat 5.2753 1.7771 6.2590 20.4802 2.1667 0.0000 5.8350 63.7625Mampang Prapatan 0.0000 57.6356 20.5595 1.0053 2.0705 2.3792 0.0000 23.0758Pela Mampang 51.7524 9.5593 33.3642 19.2439 66.3234 21.6700 18.2256 2.8721Tegal Parang 42.9724 15.0303 39.0540 59.2707 11.4009 3.4640 0.0000 9.6478

Page 43: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

34

Gam

bar 5.1 Peta ZN

T Sebagian Jakarta Selatan

Page 44: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

35

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Gam

bar 5

.2

Peta

ZN

T Se

bagi

an Ja

kart

a Ti

mur

Page 45: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

36

Berdasarkan peta ZNT kecamatan matraman zona terluas dengan dengan harga paling mahal adalah kelurahan utan kayu utara dengan penggunaan rumah tinggal besar, sedangkan zona terluas dengan harga paling murah ada kebon manggis dengan penggunaan rumah tinggal sederhana Sementara pada kecamatan mampang zona terluas dengan dengan harga paling mahal adalah kelurahan kuningan barat didominasi oleh perkantoran dan pusat bisnis, sementara zona terluas dengan harga paling murah pela mampang dimana didominasi dengan rumah-rumah padat penduduk.Secara umum sebagian besar provinsi DKI telah di lakukan pemetaan dan survey zona nilai tanah dengan proporsi sebagaimana berikut:

Tabel 5.5 Sampel ZNT di Jakarta Selatan

No Kecamatan Luas (ha) Jumlah SampelJenis Sampel

Penawaran Transaksi Individual 1 Tebet 953

6.029 3.881 506 1.268

2 Setiabudi 9053 Mampang Prapatan 7744 Kebayoran Lama 1.7375 Cilandak 1.8206 Kebayoran Baru 1.2917 Pancoran 8238 Pesanggrahan 1.347

Tabel 5.6 Sampel ZNT di Jakarta Timur

Kecamatan Jumlah Sampel

Keadaan tanah Status Hak Tanah Kososng Bangunan TMA HM HGB

Matraman 434

935 565 17 1444 39Pulogadung 347Cakung 399Duren Sawit 320

Jumlah 1500 935 565 17 1444 39

Sesuai teori ekonomi, seperti halnya dengan barang-barang yang lain, sebenarnya yang menjadi faktor-faktor penentu suatu barang menjadi barang ekonomi juga berlaku pada tanah. Suatu barang digolongkan sebagai barang ekonomis, jika memiliki syarat-syarat (Dj. A. Simarta, 1997), sebagai berikut:

1. Barang tersebut harus mempunyai nilai guna bagi manusia (utility);2. Barang tersebut relatif langka (ketersediaannya) dibandingkan penggunaannya

(scarcity);3. Barang tersebut mempunyai hak-hak kepemilikan (property rights).

syarat pertama, maka tanah yang tidak berguna sama sekali bagi manusia tidak menjadi obyek ekonomi, seperti misalnya tanah yang ada di dasar lautan, danau, gunung es dan sebagainya. Kecenderungan yang ada jelas bahwa semakin tinggi kegunaan sebuah tanah,

Page 46: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

37

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

maka semakin tinggi harga tanah tersebut.Untuk syarat yang kedua ternyata memiliki banyak konsekuensi karena kelangkaan tanah.Sebagaimana diketahui bersama, bahwa ketersediaan tanah adalah tetap dan terbatas, sedangkan manusia dan makhluk hidup lainnya selalu bertambah jumlahnya. Akibat kelangkaan inilah yang menyebabkan tanah menjadi semakin tinggi dari waktu ke waktu, apalagi ketika memiliki posisi yang strategis dan tidak mudah ditemukan di lokasi-lokasi yang lain.

Peningkatan kebutuhan penduduk akan ruang sebagai akibat peningkatan kualitas hidup juga bisa menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah (Rusmadi Murad, 1997). Hal ini terjadi baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan yang mempunyai delineasi wilayah tertentu seringkali tanah yang ada didalamnya menjadi rebutan dan akibatnya dengan tidak seimbangnya jumlah pengguna dan ketersediaannya, maka menjadikan tanah tersebut menjadi semakin mahal. Fenomena tingginya harga tanah di kawasan perkotaan ternyata sesuai dengan teori von Thunen yang menjelaskan bahwa lokasi satu persil tanah dalam ruang memiliki konsekuensi terhadap harganya.

Menurut von Thunen, kedekatan tanah dengan daerah pemasaran, seperti halnya kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak akan menyebabkan nilai margin keuntungan penjualan tanah menjadi lebih tinggi dbandingkan lokasi lain yang jauh dari daerah pemasaran, seperti kawasan perdesaan terutama di pusat bisnis (Central Business District atau CBD) . Di lain pihak, ketersediaan infrastruktur di kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif

Berdasarkan teori ekonomi di atas serta berbagai kondisi nyata yang ada, maka secara umum faktor-faktor penentu harga tanah bisa dikelompokkan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal tanah datang dari berbagai ciri alamiah tanah itu sendiri, misalnya kondisi geografis, topografis, daya dukung tanah serta kondisi fisik tanah lainnya. Tanah berpasir akan memiliki harga yang berbeda dengan tanah berawa atau tanah bergambut. Sedangkan faktor eksternal lebih banyak terkait dengan berbagai tindakan manusia, seperti penatagunaan tanah. Dengan adanya kegiatan penatagunaan tanah akan menentukan pembangunan berbagai prasarana dan sarana (infrastruktur) buatan manusia yang diperlukan oleh pengguna tanah tersebut, seperti jaringan jalan, listrik, air bersih, sistem drainase, jaringan telepon, sarana perumahan, perdagangan, pendidikan dan sebagainya. Provinsi DKI Jakarta telah memberikan gambaran bahwa harga tanah yang tinggi akibat beragamnya penggunaan dan pemanfaatan tanah secara internal dapat di analisis sebagai berikut:

5.1.2.1. Kondisi Alam

Wilayah Jakarta lainnya. Topografi kawasan yang cenderung datar, iklimnya yang tropis, tekstur tanah alluvial yang cocok untuk didirikan bangunan, hal ini sangat sesuai dengan potensi perkembangan permukiman berkembang di daerah ini.Permukiman berkembang secara alami ke arah yang menguntungkan atau berpotensi untuk dikembangkan sebuah perumahan, hal ini berbeda dengan kondisi alam suatu wilayah yang memiliki penurunan

Page 47: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

38

kualitas seperti misalnya, potensi bencana. namun di wilayah penelitian tidak ada potensi negatif tersebut, sehingga nilai tanah cenderung naik dan memiliki potensi stategis sebab baik Jakarta selatan maupu Jakarta Timur merupakan pusat-pusat pertumbuhan yang dekat dengan pusat-pusat industri, bisnis dan pemerintahan.

5.1.2.2. Jarak ke Pusat Kota

Berdasarkan data yang ada, ternyata di Jakarta jarak mempengaruhi dinamika harga lahan.dinamika yang terjadi menunjukkan semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga lahannya, sebab masyarakat beranggapan di kedua wilayah sample kecamatan mampang prapatan dan kecamatan matraman fasilitas dan penunjang segala aktifitas kehidupan masyarakat telah membantu meningkatkan dan pandangan bahwa nilai tanah yang ada di wilayah tersebut layak naik serta merupakan keuntungan tersendiri. Kondisi ini semakin nyata meski pada lokasi sampel yang sama terdapat beberapa wilayah tempat tinggal yang relatif kurang representatif untuk tinggal dikarenakan kurang memiliki akses jalan dan luasan tanah yang kurang representatif sebagai kawasan hunian tetapi hasil survey yang telah dilakukam oleh kantor pertanahan di Jakarta selatan dan di Jakarta timur membuat harga tanah tetap tidak berpengaruh terhadap wilayah-wilayah semacam ini.

5.1.2.3. Penggunaan Lahan Permukiman

Pertumbuhan luasan permukiman di Surabaya Barat terus meningkat. Ketersediaan lahan yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan penduduk terus meningkat membuat harga lahan menjadi sangat tinggi dan penggunaan lahan permukiman akan terus berkembang ke arah kawasan yang tersedianya lahan kosong. Maka asumsi penggunaan lahan tertentu mempengaruhi harga lahan adalah benar.

5.1.2.4. Ketersediaan Fasilitas Umum dan Aksesbilitas Masyarakat

Hubungan dan keterkaitan yang erat antara manusia dengan lahan dalam kehidupan sehari-hari sangat tinggi karena lahan mempunyai nilai sosial ekonomi. Lahan diperlukan sebagai sarana dan prasarana untuk melaksanakan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi.Suatu daerah yang mengalami perkembangan fisik yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya lahan terbangun.Perkembangan fisik suatu daerah membutuhkan ruang, yang mengakibatkan perubahan penggunaan tata guna lahan.Oleh sebab itu, semakin cepat perkembangan fisik suatu daerah maka semakin besar pula perubahan tata guna lahan yang terjadi.

Beberapa faktor pendukung yang digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih lokasi untuk ditempati dan dikembangkan antara lain: tersedianya lahan potensial yang dapat dikembangkan sebagai sarana pendukung berbagai pemanfaatan lahan, pemilihan lokasi yang strategis, karakteristik topografi yang relatif datar, ketersediaan berbagai sarana/ kelengkapan utilitas dan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, dan kemudahan akses sebagai sarana untuk berinteraksi dengan lokasi lain (Santoso, 2005).

Page 48: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

39

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Penetuan tingkat harga lahan yang memiliki kecenderungan meningkat secara dinamis dipengaruhi oleh parameter yang mempengaruhi harga lahan diantaranya penggunaan lahan, aksesibilitas lahan positif, aksesibilitas lahan negatif, dan kelengkapan fasilitas umum.Secara keseluruhan wilayah Jakarta telah terlayani oleh fasilitas kelistrikan, air bersih dan telepon dengan baik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakatnya. Adanya ketersediaan fasilitas diasumsikan semakin lengkap fasilitas penunjang permukiman maka terdapat nilai tambah suatu lokasi dan nilai tambah dari suatu nilai lahan. Sehingga masyarakat memperkirakan harga yang layak untuk sebuah lokasi yang telah terlayani kelengkapan fasilitas.Hal ini berarti ketersediaan fasilitas mempengaruhi dinamika harga lahan.

5.2. PARIWISATA PENDORONG PENINGKATAN ZONA NILAI TANAH DI PROVINSI BALI

5.2.1. Kabupaten Badung

Kondisi pemnafaatan lahan Kabupaten Badung tahun 2012 semakin ke utara persentase lahan terbangun semakin kecil dibandingkan pada bagian selatan. Hal ini memberi indikasi bahwa secara fisik pembangunan berlangsung lebih cepat di bagian selatan, sehingga dapat dikatakan bahwa makin ke selatan wilayah Kabupaten Badung semakin bersifat Urban dan semakin ke utara semakin Rural, seperti disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5.7 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per Kecamatan Di Kabupaten Badung Tahun 2012

No. KecamatanLuas

Wilayah (km²)

Persentase Luas

Wilayah (%)

Persentase di Banding Luas Bali

(%)

Ketinggian dari

Permukaan Laut (m)

Jarak ke Denpasar

(km)

Luas Kawasan Terbangun

(Ha) (%)

1 Kuta Selatan 101,13 24,16 1,8 28 18,3 3.586 35,462 Kuta 17,52 4,19 0,31 27 9,6 1288 73,523 Kuta Utara 33,86 8,09 0,6 65 7 1.181 34,884 Mengwi 82 19,59 1,46 0 - 350 15 1.265 15,435 Abiansemal 69,01 16,49 1,23 75 - 350 15 804 11,656 Petang 115 27,48 2,04 275 - 2075 30 93 0,81

Kabupaten 418,52 100 7,44 0 - 2075 - 7.900 18,88

Sumber: Badung Dalam Angka Tahun 2013

Berdasarkan analisis data dan studi kepustakaan, disusun klasifikasi kesesuaian lahan untuk lahan basah (sawah) dan lahan kering disertai dengan faktor pembatas yang ada dan upaya untuk menanggulangi faktor pembatas tersebut. Untuk lebih jelasnya klasifikasi kesesuaian lahan di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Page 49: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

40

Tabel 5.8 Klasifikasi Kesesuaian Lahan di Kabupaten Badung

No. Kecamatan/Desa

Tanaman Pangan

Padi SawahLahan Kering

Tanaman Semusim

Tanaman Tahunan

1. Kec. Petang S2tn S2twn S2wn2. Kec. Abiansemal S2n S2wn S2wn3. Kec. Mengwi S2n S2n S2n4. Kec. Kuta, Kuta Selatan & Kuta

Utaraa. Dalung S2wn S2wn S3wb. Canggu S2wn S2wn S3wc. Kuta N S3swn Nd. Jimbaran N S3swn Ne. Ungasan N N Nf. Pecatu N N N

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2009Keterangan: S1 = sangat sesuai n = unsur hara w = ketersediaan air S3 = sesuai bersyarat t = temperatur N = tidak sesuai S2 = sesuai s = kedalaman efektif r = kondisi medan

Gambar 5.3 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Badung

Page 50: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

41

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Pada uraian tabel di atas Nampak berdasarkan RT/RW Kabupaten Badung telah terjadi ketidak sesuaian lahan di wilayah kuta, pecatu, ungasan dan jimbaran dimana wilayah pertanian telah bergeser menjadi pusat-pusat aktifitas ekonomi masyarakat.Kecamatan kuta, kuta utara, dan kuta selatan mengalami kenaikan harga tanah yang sangat signifikan dimana faktor pendorong utamanya adalah kegiatan pariwisata. Kecamatan kuta menjadi denyut utama aktititas kepariwisataan di bali secara umum.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tahun 2012 memberikan konstribusi terhadap PDRB tertinggi di Kabupaten Badung (44,52%), kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi (26,97%), jasa-jasa (8,61%), pertanian (7,63%) dan bangunan (5,27%), sedangkan kontribusi sektor lainnya dibawah 3%. Begitupula berdasarkan analisis LQ, diketahui sektor basis Kabupaten Badung adalah sektor sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Untuk menjaga keseimbangan antara pendekatan pertumbuhan dan pemerataan, maka ketiga sektor tersebut termasuk sektor pertanian perlu dipertimbangkan sebagai sektor unggulan. Sektor Pariwisata di Kabupaten Badung secara umum merupakan sektor yang paling diunggulkan dan berkontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Badung tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan banyaknya obyek daya tarik wisata (ODTW) yang berada di Kabupaten Badung, yang sebagian besar tersebar di Kecamatan Kuta Selatan dan Kecamatan Kuta. Perkembangan sektor pariwisata di Kabupaten Badung juga dipengaruhi adanya Bandara Ngurah Rai di Tuban Kecamatan Kuta.

Masyarakat badung menilai nilai tanah di wilayah kuta selatan menjadi primadona sebab di wilayah tersebut geliat aktifitas ekonomi warga terpacu dengan banyaknya wisatawan asing maupun domestic yang berkunjung sepanjang tahun. Fakta ini membuat nilai tanah di wilayah kecamatan kuta memiliki nilai prestise dimana tidak hanya warga local yang ingin berinvestasi tanah di sana tetapi wisatawan asing dan domestik sudah melirik tanah di sepanjang jalan di kuta. Secara teori Keberhasilan suatu kawasan wisata adalah apabila memiliki tiga unsur, yaitu atraksi, aksesibilitas dan fasilitas sebagai sumberdaya pariwisata, serta unsur manusia yang akan mengelolanya8 (Mclntosh & Goeldner, 1986). Menurut Page (1995), wisatawan tertarik mengunjungi kota karena adanya berbagai fungsi khusus yang dimiliki suatu kota dan serangkaian pelayanan yang diberikan. Fasilitas wisata umum cenderung mengelompok di bagian wilayah yang ramai dengan aksesibilitas yang baik, sedangkan fasilitas wisata pribadi/ khusus cenderung mengelompok dan berlokasi di sekitar obyek wisata (Lovingwood & Mitchell (dalam Hall, 2002)9. Menurut Inskeep10 (1990), jenis fasilitas yang terdapat di kawasan meliputi akomodasi, fasilitas komersial, fasilitas rekreasi dan budaya, fasilitas kesehatan, fasilitas pertemuan, fasilitas hiburan khusus, obyek wisata arkeologi, wilayah konservasi air tanah, administrasi pariwisata, zone penyangga, perumahan pegawai dan fasilitas lain yang terkait.

Gambaran umum dari model penggunaan tanah kawasan pantai yang dikemukakan oleh 8 Mclntosh, R.W. & Goeldner, Charles R. 1986. Tourism Principles, PracticesPhilosophies. 5th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York9 Hall, Michael C. and Page, Stephen J, 2002. The Geography of Touristm and Recreation Enviroment, Place and Space; 2nd ed.

Routledge, London and New York10 Inskeep, Edward. 1990. Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nostrand Reinhold, New York.

Page 51: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

42

Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery (dalam Burton, 1995) adalah dibentuk dari 3 zona penggunaan tanah: (1) Zona pertokoan dan hotel besar. Pertokoan hanya buka pada saat musim wisatawan datang dan semata-mata hanya menyediakan untuk shopping pada waktu senggang. Zona perdagangan pantai ini biasa disebut sebagai Recreational Business District (RBD). (2) Pusat perdagangan (commercial core), situasinya tergantung pada RBD, terdiri dari penggunaan tanah pusat kota, seperti pertokoan, perkantoran, jasa (bank). Zona ini dinamakan Central Business District (CBD). (3) Zona akomodasi wisatawan dan tempat tinggal wisatawan, daerahnya semakin menjauhi pantai, kepadatan bangunan dan harga semakin berkurang. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai; (a) Zona perluasan RBD, daerah ini harga-harga sangat mahal, akomodasi pelayanannya lengkap, seperti lokasi hotel mewah dengan pemandangan pantai yang indah. Fasilitas didirikan di atas bidang tanah yang sangat mahal dan perkembangannya intensif; (b) Zona pedalaman, harga tanah sedikit murah, kepadatan dan perkembangannya lebih rendah. Zone ini didominasi oleh rumah pondokan dan guest house; (c) Zona berikutnya ditempati akomodasi yang lebih murah (tempat tidur & makan pagi), kepadatan lebih rendah; (d) Zona tempat tinggal.

Barret & Lavery (dalam Burton, 1995), membuat suatu pola perkembangan penggunaan tanah kawasan wisata, yang terdiri dari 6 tahap : Tahap 1, Masih tradisional (Early traditional); tahap ini masih dihuni oleh masyarakat petani/ nelayan, wisatawan masih jarang; Tahap 2, Pasca tradisional (Late traditional); desa telah menjadi sebuah kawasan kecil (minor resort); Tahap 3, Eksplorasi awal wisatawan (Initial tourist – exploration), Wisatawan asing sudah mulai ada, dengan jumlah sedikit, perluasan akomodasi dengan gaya guest house; Tahap 4, Keterlibatan awal kepariwisataan (Early tourism – involvement), kawasan menjadi suatu model yang mutakhir dengan kenaikan jumlah pengunjung. Mulai dibangun hotel mewah yang pertama kalinya; Tahap 5, Pengembangan kepariwisataan (Expanding tourism – development), kawasan telah dipromosikan oleh industri swasta dan pemerintah; Tahap 6, Konsolidasi intensif kepariwisataan (Intensive tourism – consolidation), kegiatan pariwisata menggantikan fungsi desa asli.

Kondisi Faktual Jumlah akomodasi yang terdapat di kecamatan Kuta 328 unit, yang terdiri dari hotel berbintang 57 hotel, hotel melati 233 dan pondok wisata 38. Posisi dari sebuah hotel tergantung pada lokasi pasar, dan seharusnya hotel terletak di dalam atau di sekitar pusat wisata. (Foster,1985). Lokasi hotel berbintang di Kuta, terkonsentrasi di bagian barat, sekitar obyek wisata utama yaitu sepanjang pantai Kuta, pantai Legian, pantai Seminyak dan pantai Tuban. Sebaran hotel berbintang cendererung linier sepanjang jalan utama tepian pantai. Lokasi hotel melati dan pondok wisata tersebar ke arah timur menjauhi pantai dan lokasinya tersebar diantara perumahan penduduk. Sebaran hotel melati dan pondok wisata cenderung mengelompok di koridor jalan lingkungan, terutama terkonsentrasi di jl. Poppies I, jl Poppies II dan jl. Benesari. Kawasan wisata pantai kecamatan Kuta – Bali, menggambarkan model penggunaan ruang sesuai dengan model Barrett, Stansfield & Rickert, Lavery, yaitu region hotel berbintang, yang terletak di bagian barat, sebaran hotel cendererung linier sepanjang jalur jalan utama tepian pantai; (2) region hotel melati dan pondok wisata tersebar ke arah timur menjauhi pantai dan lokasinya tersebar diantara

Page 52: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

43

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.2.2. Kabupaten Tabanan

Wilayah Kabupaten Tabanan adalah salah satu dari 9 Kabupaten/Kota dari luas wilayah sebesar 839,33 km2 atau 14,90% dari luas propinsi Bali, dan terletak pada ketinggian wilayah 0 – 2.276 m di atas permukaan air laut. Sebanyak 23.358 Ha atau 28,00 % dari luas lahan yang ada di Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan, sehingga Kabupaten Tabanan dikenal sebagai daerah agraris.

Sebagaimana telah dimaklumi bersama, bahwa potensi unggulan Kabupaten Tabanan adalah bidang pertanian kerena sebagian besar mata pencaharian, soko guru perekonomian daerah, serta penggunaan lahan wilayah Tabanan masih didominasi bidang pertanian dalam arti luas. Kabupaten Tabanan terdiri dari 10 Kecamatan.

Berdasarkan peta RTRW kabupaten tabanan memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi sebagian besar kawasan budidaya dipergunakan untuk tanah pertanian sawah dengan sistem subak seluas 30 persen dari luas kawasan budidaya di tabanan dan menjadi pusat wisata kawasan khusus dimana kecamatan Penabel yang telah berkembang menjadi pusat subak terbesar di bali. Sementara untuk pusat pertumbuhan dan sektor ekonomi tidak menjadi sebuah fenomena yang menarik sebab kabupaten ini hanya menjadi perlintasan sebab kabupaten ini langsung berbatasan dengan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yang berjarak tidak terlalu jauh. Khusus wilayah tabanan kecamatan Penabel perlu di kaji secara detail terkait ZNT dan penggunaan sawah wisata subak sebab kondisi ini menjadi daya tarik tersendiri.

perumahan penduduk; (3) region perbelanjaan, cenderung disepanjang jalan lokal dan mengelompok diantara usaha sejenis, seperti pakaian, kerajinan, restoran. Apabila dilihat tahap perkembangan penggunaan ruang kawasan wisata, maka model perkembangan kawasan ini telah mencapai tahap akhir yaitu Intensive tourism – consolidation.

Gambar 5.4 Model Penggunaan Ruang Pariwisata Pantai Bali

Dikutip dari M.H. Dewi Susilowati, Djamang Ludiro, Tito Latif Indra, Aditya PutraPPGT – Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Page 53: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

44

Gambar 5.5 Kondisi Persawahan di Kabupaten Badung

Perlunya penelusuran lebih lanjut terkait akurasi dan kebenaran zona nilai tanah di Kecamatan Penabel sebab banyaknya wisatawan asing yang bermukim dan memiliki vila di wilayah tersebut peneliti menyangsikan akurasi data. Desa Jatiluwih merupakan desa wisata yang berlokasi di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Desa ini memiliki panorama alam yang indah dengan keunikan sawah berundak-undak yang berada di kaki Gunung Batukaru. Pola hidup masyarakat yang agraris relegius berkaitan dengan potensi pertanian yang dimiliki. Desa Jatiluwih terdiri dari Subak Jatiluwih, Subak Abian Jatiluwih, dan Subak Abian Gunungsari. Subak Jatiluwih meliputi tujuh subak, dengan luas wilayah pertanian 303 hektar. Pada tanggal 29 Juni 2012 oleh UNESCO Subak Jatiluwih ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia.

Gambar 5.6 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Tabanan

Page 54: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

45

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabel 5.9 Luas Wilayah Pola Ruang Kabupaten Tabanan Tahun 2012 – 2032

No. Arahan Fungsi Kawasan Dalam RTRW Luas Wilayah (Ha) Persentase Terhadap Luas Wilayah (%)

A. KAWASAN LINDUNG 11.134 13,271 Hutan Lindung 8.668 10,332 Cagar Alam 758 0,903 Taman Wisata Alam 543 0,654 Danau Beratan 397 0,475 Waduk Telaga Tunjung 16 0,026 Kawasan Perlindungan Setempat 752 0,90

B. KAWASAN BUDIDAYA 72.799 86,731 Kawasan Permukiman 12.283 14,632 Pusem Kabupaten Tabanan 8 0,013 Rumah Sakit 7 0,014 Kawasan Pariwisata 1.065 1,275 Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) 664 0,796 Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) 5 0,017 Kawasan Budidaya Tanaman Pangan 25.731 30,668 Kawasan Budidaya Hortikultura 5.879 7,009 Kawasan Budidaya Perkebunan 14.665 30,66

10 Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat 9.511 11,3311 Jalan, Sungai, dan Irigasi 2.980 3,55

Total 83.933 100,00

Sumber: Materi Teknis RTRW Kabupaten Tabanan Tahun 2011 - 2031

Apabila menggunakan peta ZNT sebaran prosentase luasan zona berdasarkan kecamatan di wilayah Kabupaten Tabanan dapat di lihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.10 Zona Nilai Tanah di Kabupaten Karangasem

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Baturiti 34.330 21.247 15.540 0.283 0.000 0.000 0.789 3.9842 Kediri 0.000 12.900 48.399 22.944 10.669 0.002 0.040 4.7943 Kerambitan 4.010 48.400 44.184 0.228 1.740 0.721 0.000 0.0004 Marga 29.172 25.543 7.575 12.714 0.000 0.000 8.038 16.4135 Penebel 14.520 66.183 0.042 0.000 0.000 0.000 0.000 0.0006 Pupuan 52.305 33.033 0.999 0.000 0.000 0.000 0.000 0.0007 Tabanan 22.296 45.337 14.577 11.456 0.156 2.999 0.000 3.1798 Selemadeg 10.599 73.255 10.228 0.000 0.000 0.000 0.000 0.0009 Selemadeg Barat 71.851 23.933 3.478 0.000 0.728 0.000 0.000 0.00010 Selemadeg Timur 20.809 72.210 5.612 0.000 0.000 0.955 0.000 0.000

5.2.3. Kabupaten Karang Asem

Kabupaten Karangasem yang terletak di ujung Timur Pulau Bali dan merupakan salah satu dari 9 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali, mempunyai batas wilayah adalah

Page 55: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

46

meliputi: di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan - berbatasan dengan Samudera Indonesia, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Klungkung, Bangli, Buleleng dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Lombok.

Gambar 5.7 Peta Kawasan Strategis Kabupaten Karangasem

Page 56: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

47

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Secara geografis Kabupaten Karangasem berada pada posisi 8000’00’’– 8041’37,8’’ Lintang Selatan dan 115035’9,8’’ – 115054’8,9’’ Bujur Timur. Luas Kabupaten Karangasem adalah 839,54 Km atau 14,90 % dari luas Provinsi Bali (5.632,86 Km). Dari seluruh luas wilayah tersebut, sekitar 7.070 Ha. (8,42%) merupakan lahan persawahan, sedangkan bukan lahan sawah 76.884 Ha (91,58%). Wilayah Kabupaten Karangasem mempunyai topographi sangat bervariasi, berupa dataran, perbukitan, pegunungan (termasuk Gunung Agung). Karangasem mempunyai pantai dengan panjang 87 km, yang sebagian diantaranya merupakan potensi dan telah ditetapkan sebagai kawasan wisata. Secara administratif Kabupaten Karangasem (tahun 2009) terdiri dari dari 8 kecamatan, dengan 78 desa/kelurahan (75 desa definitif, 3 kelurahan), 532 banjar dinas, 52 lingkungan. Sedangkan secara adat, Kabupaten Karangasem terdiri dari 189 desa adat dengan 605 banjar adat.

Kawasan Strategis Provinsi di Kabupaten Karangasem Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi:

1. Kawasan strategis Pelabuhan meliputi Pelabuhan Padangbai di Desa Padangbai, Pelabuhan Pariwisata Tanah Ampo di Desa Ulakan, Pelabuhan Amed di Desa Purwakherti, dan Pelabuhan Depo Minyak Labuhan Amuk di Desa Antiga.

2. Kawasan Pariwisataa. Kawasan Pariwisata Candidasa meliputi Desa Antiga Kelod, Antiga, Padangbai,

Ulakan, Manggis, Sengkidu, Nyuh Tebel, Bugbug, Pertima dan Kelurahan Subagan dengan panjang pantai 24 kilometer dan kedalaman maksimum 1000 meter dihitung dari garis pantai ke darat dengan luas 2.400 Ha.

b. Kawasan Pariwisata Ujung meliputi Kelurahan Karangasem, Desa Tumbu, Desa Seraya Barat, Desa Seraya dan Desa Seraya Timur dengan panjang pantai 15 kilometer dan kedalaman maksimum 1500 meter dihitung dari garis pantai ke darat dengan luas 2.250 Ha.

c. Kawasan Pariwisata Tulamben meliputi Desa Bunutan, Purwakerti, Culik, Labasari, Datah, Tulamben, Dukuh, Kubu, dan Baturinggit, dengan panjang pantai 23,5 kilometer dengan kedalaman maksimum 1000 meter dihitung dari garis pantai ke darat dengan luas 2.350 Ha.

5.3. WISATA MERUBAH ZONA NILAI TANAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA

5.3.1. Kota Yogyakarta

Luas wilayah Kota Yogyakarta berdasarkan Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 adalah 3.250,00 Ha atau 32,5 Km2 (Pasal 2 ayat (2)), sementara berdasarkan perhitungan digital adalah 3.300,65 Ha. Perhitungan digital yang dilakukan oleh Kanwil BPN DIY menggunakan sumber single base map DIY, peta bidang/persil Kota Yogyakarta dan Ground Chek mengenai batas wilayah administrasi. Selanjutnya, data yang digunakan dalam perhitungan dan analisis Neraca Penatagunaan Tanah ini adalah data luas berdasarkan hasil perhitungan digital.

Page 57: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

48

Gambar 5.8 Peta Administrasi Kota Yogyakarta

Tabel 5.11 Luas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta

No. Kecamatan Luas (Ha) Persentase Terhadap Luas Wilayah(%)

1 Danurejan 136,4 4,132 Gedongtengen 296,51 8,983 Gondokusuman 302,32 9,164 Gondomanan 232,85 7,065 Jetis 832,52 25,226 Kotagede 174,2 5,287 Kraton 97,69 2,968 Mantrijeron 112,34 3,49 Mergangsan 403,76 12,23

10 Ngampilan 84,46 2,5611 Pakualaman 270,73 8,2

12 Tegalrejo 178,42 5,4113 Umbulharjo 114,13 3,4614 Wirobrajan 64,32 1,95

Jumlah 3.300,65 100

Sumber: Kanwil BPN DIY Tahun 2013

Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 614 RW dan 2.524 RT. Luas wilayah administrasi setiap kecamatan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 5.11. Sedangkan wilayah administratif Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Page 58: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

49

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.3.1.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Zona Nilai Tanah adalah area yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang batasannya bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Peta Zona Nilai Tanah adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek hak bidang tanah yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan dalam satu wilayah administrasi Desa dan kelurahan.

Gambar 5.9 Peta Zona Nilai Tanah Kota Yogyakarta Tahun 2014

Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 5.9. Peta ZNT terdiri dari 8 (delapan) zona mulai dari zona warna hijau tua bagi zona yang paling kecil nilainya hingga zona berwarna merah untuk zona yang tertinggi nilai tanahmya. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5.9., ZNT pada masing-masing kecamatan didominasi oleh zona sedang hingga tinggi, yakni mulai zona 4 hingga 8. Nilai tanah di Kota Yogyakarta sebagian besar bernilai tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena tingginya nilai investasi di pusat Kota Yogyakarta yang selalu meningkat setiap tahunnnya. Luas wilayah masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel 5.12 Zona tertinggi yakni zona 8 dominan dijumpai di Kecamatan Danurejan, Gedongtengen, Gondokusuman, Gondomanan, dan Jetis.

Page 59: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

50

Kecamatan Pakualaman didominasi oleh zona 6 dan 8. Zona 6 lainnya terluas dijumpai pada Kecamatan Kraton dan Umbulharjo. Zona nilai 5 terluas dijumpai di Kecamatan Mantrijeron dan Wirobrajan. Zona nilai 4 terluas banyak dijumpai di Kecamatan Kotagede, Mergangsan, dan Tegalrejo.

Tabel 5.12 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kota Yogyakarta

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8

1 Danurejan 1.84 0.00 0.00 10.25 41.25 0.08 3.00 43.58 100 2 Gedongtengen 0.73 0.00 7.81 0.00 0.04 28.12 13.34 49.97 100 3 Gondokusuman 0.44 1.05 0.00 3.64 18.07 15.13 15.76 45.90 100 4 Gondomanan 9.95 23.47 0.00 0.00 4.57 0.00 1.94 60.08 100 5 Jetis 0.99 0.47 3.10 9.48 19.06 8.20 11.63 47.07 100 6 Kotagede 10.71 0.72 30.45 38.50 0.00 14.88 0.00 4.73 100 7 Kraton 11.14 0.00 0.00 6.52 2.23 49.38 18.48 12.25 100 8 Mantrijeron 10.43 8.57 19.11 8.05 23.49 15.12 4.90 10.32 100 9 Mergangsan 6.61 3.11 8.30 33.14 20.02 2.06 11.66 15.11 100

10 Ngampilan 1.12 2.90 6.11 32.12 22.15 5.45 11.33 18.83 100 11 Pakualaman 2.65 10.02 0.00 33.06 11.52 3.98 4.87 33.90 100 12 Tegalrejo 4.19 8.23 14.91 26.55 16.34 2.41 11.69 15.68 100 13 Umbulharjo 3.11 9.96 18.70 15.72 8.83 22.99 10.29 10.41 100 14 Wirobrajan 0.99 2.42 12.94 0.00 58.68 4.36 0.84 19.78 100

5.3.1.2. Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta yang digunakan dalam penyusunan neraca penatagunaan tanah ini adalah rencana tata ruang wilayah berdasarkan Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029. Ringkasan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta ini adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah daerah meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang.

2. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:a. Pemantapan dan pengembangan hierarki sistem perkotaan untuk pelayanan

perkotaan dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata untuk mendukung terlaksananya Daerah sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan;

b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, pengelolaan lingkungan dan penerangan jalan yang terpadu, adil dan merata di seluruh wilayah Daerah untuk mendukung terlaksananya Daerah sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan.

3. Strategi pemantapan dan pengembangan hierarki sistem perkotaan untuk pelayanan perkotaan dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata meliputi:

Page 60: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

51

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

a. Menjaga keterkaitan kawasan dalam kota; b. Mempertahankan pusat pertumbuhan di kawasan yang telah memberikan

pelayanan secara optimal; c. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang ditetapkan sebagai

Kawasan Tumbuh Cepat Ekonomi; d. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan

lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya. 4. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,

energi, telekomunikasi, pengelolaan lingkungan dan penerangan jalan yang terpadu, adil dan merata meliputi:a. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan

pelayanan transportasi darat maupun udara; b. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi dalam memenuhi

kebutuhan informasi; c. Meningkatkan jaringan energi listrik dengan memanfaatkan energi terbarukan dan

tak terbarukan secara optimal; d. Meningkatkan jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan

pengelolaan lingkungan; e. Meningkatkan jaringan prasarana penerangan jalan umum.

5. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; b. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya dan; c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis Daerah.

6. Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi:a. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;b. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan hidup; c. Memantapkan fungsi lindung melalui pemeliharaan dan pelestarian terhadap

kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan serta pencegahan dampak negatif kegiatan manusia terhadapnya.

d. Memantapkan fungsi lindung dan upaya menyelamatkan manusia serta kegiatan hidupnya terutama pada kawasan rawan bencana.

7. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi:a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan

budidaya; b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya

dukung dan daya tampung lingkungan. 8. Kebijakan pengembangan kawasan strategis adalah pelestarian dan peningkatan nilai

kawasan lindung yang ditetapkan sebagai cagar budaya dan ilmu pengetahuan serta warisan dunia.

9. Rencana Struktur Ruang meliputi:a. Sistem perkotaan;

Page 61: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

52

b. Sistem jaringan transportasi; c. Sistem jaringan energi; d. Sistem jaringan telekomunikasi; e. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan; f. Sistem jaringan penerangan jalan.

10. Rencana Pola Ruang Wilayah terdiri dari :a. Kawasan lindung daerahb. Kawasan budidaya daerah

11. Kawasan Lindung Daerah meliputi :a. Kawasan perlindungan setempat; b. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; c. Kawasan rawan bencana;

12. Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan sepadan sungai dan ruang terbuka hijau Kota Yogyakarta;

13. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan yang menunjukkan pentingnya untuk dilestarikan;

14. Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang rawan gempa, tanah longsor dan erupsi vulkanis Gunung Merapi.

15. Rencana pengembangan kawasan budidaya Daerah terdiri dari :a. Rencana kawasan peruntukan industri mikro, kecil dan menengah; b. Rencana kawasan peruntukan pariwisata; c. Rencana kawasan peruntukan permukiman; d. Rencana kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;e. Rencana kawasan peruntukan fasilitas pelayanan umum lainnya.

16. Penetapan Kawasan Strategis diarahkan untuk menetapkan kawasan yang di dalamnya terbentuk Citra Kota sebagai unsur pendukung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap tata ruang sekitarnya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta dimaksudkan untuk mewadahi sejarah dan masa depan.

17. Komponen fisik pembentuk citra kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 terdiri dari jalur (path), simpul (node), pembatas (edge), blok lingkungan (district) dan tetenger (land mark).

18. Pembentukan citra kota yang berkaitan dengan komponen fisik diarahkan pada usaha pelestarian dan pengembangan arsitektur kota yang mencakup tata ruang, tata bangunan dan tata hijau.

19. Kriteria untuk menentukan komponen fisik Citra Kota sebagai inti pelestarian didasarkan pada :a. Mempunyai nilai filosofi dan atau religius-kultural;b. Mempunyai nilai sejarah perjuangan bangsa;c. Mempunyai nilai semangat dan wawasan kebangsaan;d. Mempunyai nilai seni, keindahan dan sifat khas, dane. Mempunyai nilai arkeologi.

20. Kriteria untuk menentukan Citra Kota sebagai inti pengembangan didasarkan pada :

Page 62: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

53

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

a. Mempunyai akar filosofi dan atau religius-kultural;b. Mempunyai akar budaya;c. Mempunyai masyarakat pendukung; dand. Mempunyai peluang pengembangan ekonomi selaras dengan citra kota.

21. Kriteria untuk menentukan penyangga citra kota adalah sesuai dengan sifat inti.22. Kawasan strategis penyangga citra kota merupakan pembatasan atau penyangga

kawasan yang dapat berupa pembatas fisik maupun non-fisik dari kawasan budaya, pendidikan, perjuangan dan pariwisata.

23. Kawasan RTH disediakan guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bencana meliputi taman kota, lapangan olah raga, lapangan upacara, jalur hijau, taman lingkungan dan pemakaman umum.

24. Penyediaan dan pemanfaatan RTH diarahkan untuk mempertahankan dan mengendalikan fungsi lingkungan.

25. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah meliputi :a. Ketentuan Pemanfaatan Ruang;b. Intensitas Pemanfaatan Ruang;c. Indikasi Program Pemanfaatan Ruang.

26. Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan :a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;b. Standar kualitas lingkungan; danc. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam

Neraca tataguna tanah, air dan udara.27. Pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang secara vertikal

maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi yang meliputi infrastruktur/utilitas, sarana dan prasarana serta subway.

28. Intensitas Pemanfaatan Ruang Kota diperhitungkan atas dasar jenis, fungsi dan luas lantai bangunan.

29. Rencana intensitas pemanfaatan ruang diklasifikasikan intensitas, meliputi:a. Intensitas tinggi;b. Intensitas agak tinggi;c. Intensitas sedang; dand. Intensitas rendah.

30. Perizinan yang dikenakan pada kegiatan dan pembangunan di Daerah, meliputi :a. Perizinan pemanfaatan ruang;b. Perizinan peningkatan pemanfaatan ruang;c. Perizinan mendirikan bangunan;d. Perizinan gangguan;e. Perizinan teknis operasional.

31. Peran serta masyarakat dalam penataan ruang di daerah dapat dilakukan dengan :a. Memelihara kualitas ruang dan ikut serta dalam proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

Page 63: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

54

b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkaitan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang;

c. Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam menyusun strategi dan struktur pemanfaatan ruang;

d. Melaksanakan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang dengan memberikan laporan dan informasi apabila terjadi penyimpangan rencana tata ruang.

Analisis kesesuaian penggunaan tanah terhadap perencanaan wilayah disini menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta, yang lebih idealnya analisis kesesuai penggunaan tanah terhadap perencanaan wilayah di perkotaan menggunakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), akan tetapi saat penyelesaian kegiatan Neraca Penatagunaan Tanah Kota Yogyakarta ini Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Kota Yogyakarta belum disyahkan, maka dalam kegiatan ini menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta yang digunakan dalam analisis penyusunan neraca penatagunaan tanah ini adalah rencana tata ruang wilayah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029. Arahan fungsi kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 5.13. Fungsi kawasan terluas diperuntukkan untuk kawasan perumahan (38,28%), diikuti dengan peruntukan kawasan perdagangan dan jasa (26,31%), zona industri (8,08 %), kemudian Ruang Terbuka Hijau (7,56%).

Tabel 5.13 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029

No. Arahan Fungsi Kawasan Dalam RTRW Luas Wilayah (Ha) Persentase Terhadap

Luas Wilayah (%)1 Budaya 51,05 1,552 Jalan 92,20 2,793 Jasa Kesehatan 16,48 0,504 Jasa Pendidikan 80,66 2,445 Makam Umum 1,25 0,046 Pariwisata 139,78 4,237 Perdagangan & Jasa 868,80 26,328 Perkantoran & Jasa 187,35 5,689 Perumahan 1.263,35 38,28

10 Prasarana Transport 37,93 1,1511 Rekreasi & OL 45,57 1,3812 Ruang Terbuka Hijau 249,59 7,5613 Zona Industri 266,63 8,08

Total 3.300,65 100,00

Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029

Page 64: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

55

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabe

l 5.1

4 Ri

ncia

n Re

ncan

a Ta

ta R

uang

Wila

yah

Kota

Yog

yaka

rta

Tahu

n 20

10 –

202

9

No

Kec

amat

an

Ara

han

Fung

si K

awas

an D

alam

RTR

WJu

mla

h

Budaya

Jalan

Jasa Kesehatan

Jasa Pendidikan

Makam Umum

Pariwisata

Perdagangan & Jasa

Perkantoran dan Jasa

Perumahan

Prasarana Transport

Rekreasi& OL

Ruang Terbuka Hijau

Zona Industri

Luas (Ha)

Persentase Terhadap

Wilayah (%)

1D

anur

ejan

-4,

03-

1,36

- -

29,7

515

,76

43,6

84,

39-

13,3

6-

112,

343,

402

Ged

ongt

enge

n -

2,47

- -

- -

77,8

00,

58-

10,6

90,

076,

08-

97,6

92,

963

Gon

doku

sum

an -

18,2

915

,78

26,0

1 -

-84

,77

64,9

815

7,66

22,8

43,

3210

,11

- 40

3,76

12,2

34

Gon

dom

anan

8,37

3,85

0,70

- -

13,6

661

,89

- 17

,73

- -

7,93

- 11

4,13

3,46

5Je

tis -

4,55

- 11

,65

- -

70,1

215

,41

49,9

4-

3,39

19,1

3-

174,

205,

286

Kot

aged

e7,

345,

87-

- 1,

2519

,92

45,5

9-

141,

51-

6,62

19,0

155

,22

302,

329,

167

Kra

ton

30,1

8 1

,07

- -

-10

3,68

2,53

- -

- -

- -

136,

404,

138

Man

trije

ron

0,35

9,09

- -

- -

61,6

2-

141,

33-

1,86

14,0

542

,43

270,

738,

209

Mer

gang

san

-8,

61-

2,23

-2,

5152

,23

2,42

119,

42-

0,07

25,0

120

,37

232,

857,

0510

Nga

mpi

lan

-3,

31-

- -

-47

,36

- 5,

22-

- 9,

7418

,83

84,4

62,

5611

Pak

uala

man

4,81

3,06

- -

- -

19,0

46,

2827

,89

- -

3,23

- 64

,32

1,95

12Te

galre

jo -

5,35

- 2,

13 -

-63

,97

1,59

126,

83-

0,75

58,7

437

,16

296,

518,

9813

Um

bulh

arjo

-18

,98

- 34

,29

- -

216,

1480

,34

370,

43-

28,2

448

,75

35,3

483

2,52

25,2

214

Wiro

braj

an -

4,76

- 2,

99 -

-35

,98

- 61

,71

- 1,

2414

,45

57,2

817

8,42

5,41

Tota

l Lua

s (H

a)51

,05

92,2

016

,48

80,6

61,

2513

9,78

868,

8018

7,35

1.26

3,35

37,9

345

,57

249,

5926

6,63

3.30

0,65

100,

00%

Lua

s W

ilaya

h1,

552,

790,

502,

440,

044,

2326

,32

5,68

38,2

81,

151,

387,

568,

0810

0,00

Sum

ber:

Renc

ana

Tata

Rua

ng K

ota

Yogy

akar

ta T

ahun

201

0 –

2029

(Per

da K

ota

Yogy

akar

ta N

omor

2 T

ahun

201

0)

Page 65: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

56

Dalam RTRW Kota Yogyakarta tersebut dibagi menjadi 13 (tiga belas) kawasan. Pembagian arahan fungsi kawasan pada RTRW ini terdiri dari kawasan budaya, jalan, jasa kesehatan, jasa pendidikan, makam umum, pariwisata, perdagangan & jasa, perkantoran & jasa, perumahan, prasarana transport, rekreasi & olahraga, ruang terbuka hijau dan zona industri. Sedangkan rincian luas wilayah tiap kecamatan di Kota Yogyakarta menurut arahan fungsi kawasan dalam RTRW Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Melihat dari Tabel 5.14. tidak semua arahan fungsi kawasan dalam RTRW terdapat di masing-masing kecamatan. Arahan fungsi kawasan budaya ada di Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Kotagede, Kecamatan Kraton, Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Pakualaman. Seperti diketahui bahwa di kelima kecamatan tersebut terdapat banyak tempat-tempat bersejarah, budaya daerah, kesenian dan pendidikan juga berkembang di lima kecamatan ini.

Arahan fungsi kawasan jalan terdapat di semua kecamatan, karena jalan merupakan sarana umum yang sangat penting dan utama sebagai penghubung dan penggerak kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Arahan fungsi kawasan jasa kesehatan terdapat di 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Gondokusuman dan Kecamatan Gondomanan. Sedangkan untuk arahan jasa pendidikan, terdapat di seluruh kecamatan kecuali di Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Kotagede, Kecamatan Kraton, Kecamatan Mantrijeron, Kecamatan Ngampilan dan Kecamatan Pakualaman.

Selain itu, melihat dari Tabel 5.14. terdapat arahan kawasan untuk makam umum, yaitu di Kecamatan Kotagede, dimana di Kecamatan Kotagede terdapat Makam Raja-Raja Mataram, salah satunya adalah Makam Panembahan Senopati. Arahan fungsi kawasan yang lain, yaitu sebagai pariwisata yang terdapat di 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Kotagede, Kecamatan Kraton dan Kecamatan Mergangsan.

Arahan fungsi kawasan perdagangan dan jasa serta ruang terbuka hijau terdapat di seluruh kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta, kecuali di Kecamatan Kraton tidak terdapat arahan fungsi kawasan untuk ruang terbuka hijau. Hal ini bukan berarti di Kecamatan Kraton tidak terdapat ruang terbuka hijau, sesuai dengan definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 disebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan tidak tersedianya kawasan ruang terbuka hijau di Kecamatan Kraton berarti bahwa ruang terbuka hijau yang ada di Kecamatan Kraton ini merupakan ruang terbuka hijau yang bersifat privat.

Selain itu, arahan fungsi kawasan perkantoran dan jasa terdapat di seluruh kecamatan, kecuali di Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Kotagede, Kecamatan Kraton, Kecamatan Matrijeron dan Kecamatan Wirobrajan. Kecamatan yang tidak ada fungsi arahan untuk perumahan adalah Kecamatan Gedongtengen dan Kecamatan Kraton, karena di 2 (dua)

Page 66: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

57

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

kecamatan ini banyak terdapat tanah-tanah Sultan Ground (SG). Arahan fungsi kawasan prasarana transport terdapat di Kecamatan Danurejan, Kecamatan Gedongtengen dan Kecamatan Gondokusuman. Sedangkan untuk kecamatan yang tidak ada arahan fungsi kawasan rekreasi dan olahraga adalah Kecamatan Danurejan, Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Kraton, Kecamatan Ngampilan dan Kecamatan Pakualaman.

Zona industri terdapat di Kecamatan Kotagede, Kecamatan Mantrijeron, Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Tegalrejo dan Kecamatan Wirobrajan. Industri yang ada di Kota Yogyakarta ini merupakan industri kecil dan industri rumah tangga.

Arahan fungsi kawasan dalam RTRW Kota Yogyakarta dapat dilihat pada peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029 yang tercantum pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2029

5.3.1.3. Peran Tata Ruang Sebagai Penentu Zona Nilai Tanah (Hubungan Tata Ruang dengan Zona Nilai Tanah)

Zona Nilai Tanah ditentukan oleh hasil survey yang dilakukan oleh BPN serta mempertimbangkan harga pasar serta lokasi bidang tanah secara faktual Selama ini ZNT tidak memasukkan peran tata ruang sebagai landasan penentuan zona. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji korelasi antara luas pola ruang dengan luas zona nilai tanah dengan unit analisis kecamatan secara proporsional. Uji korelasi tersebut dimaksudkan untuk

Page 67: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

58

melihat secara kuantitatif/ statistik apakah ada korelasi antara zona nilai tanah dengan keberadaan tata ruang yang dalam hal ini menggunakan pola ruang sebagai instrumennya.

Uji korelasi dilakukan terhadap variabel luas ZNT dengan luas pola ruang di masing-masing kecamatan. Variabel yang satu dengan yang lain dikatakan memiliki korelasi atau hubungan jika pada analisis bivariatnya mempunyai nilai p (p value) < 0,05. P - Value uji korelasi luas ZNT dengan luas pola ruang dapat dilihat pada Tabel 5.15. memperlihatkan bahwa tidak semua pola ruang memiliki korelasi di setiap zonanya, yakni pada hasil uji korelasi dengan nilai P- Value > 0,05. Pola ruang yang dimaksud adalah untuk kawasan perumahan, makam umum, jalan, perkantoran, prasarana transport, jasa pendidikan, dan zona industri. Namun demikian, di beberapa kawasan peruntukan memperlihatkan hasil uji korelasi denganP – Value < 0,05 yang berarti bahwa antar variabel tersebut memiliki hubungan atau korelasi. Beberapa kawasan peruntukan yang memiliki korelasi adalah Ruang Terbuka Hijau, perdagangan, pariwisata, industri, budaya, rekreasi dan olahraga, serta jalan. Hal ini dikarenakan tinggi rendahnya nilai tanah di Kota Yogyakarta dapat dihubungan dengan keberadaan kawasan peruntukan Ruang Terbuka Hijau, perdagangan, pariwisata, industri, budaya, rekreasi dan olahraga, serta jalan. Hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa pada Tata Ruang dalam hal ini pola ruang memiliki hubungan terhadap penentuan zona nilai tanah, yakni pada peruntukan tanah tertentu.

Tabel 5.15 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Luas Zona Nilai Tanah

1 2 3 4 5 6 7 8

POLA

RU

AN

G

Perumahan 0.797 0.772 0.098 0.170 0.327 0.094 0.151 0.210Ruang Terbuka Hijau 0.302 0.916 0.671 0.236 0.265 0.011 0.670 0.941Perdagangan 0.162 0.520 0.441 0.476 0.484 0.555 0.951 0.022Pariwisata 0.045 0.700 0.390 0.522 0.240 0.002 0.153 0.499Industri 0.934 0.660 0.026 0.396 0.058 0.375 0.147 0.025Budaya 0.046 0.746 0.211 0.702 0.158 0.020 0.363 0.796Rekreasi dan OL 0.950 0.889 0.025 0.777 0.598 0.568 0.741 0.286Makam Umum 0.139 0.512 0.010 0.092 0.280 0.854 0.136 0.204Jalan 0.080 0.415 0.133 0.916 0.250 0.016 0.596 0.107Perkantoran 0.050 0.576 0.152 0.691 0.588 0.639 0.690 0.152Prasarana Transport 0.115 0.213 0.419 0.123 0.634 0.404 0.313 0.051Jasa Pendidikan 0.070 0.437 0.559 0.335 0.611 0.939 0.254 0.335Jasa Kesehatan 0.454 0.941 0.273 0.295 0.905 0.977 0.313 0.176

Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

5.3.2. Kabupaten Sleman

Wilayah Kabupaten Sleman terletak antara 7034’00” - 7047’00” Lintang Selatan dan 110013’00” - 110033’00” Bujur Timur, dengan batas-batas administrasi wilayah sebagai berikut:

Page 68: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

59

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

1. Sebelah utara : Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah2. Sebelah timur : Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah3. Sebelah selatan : Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta DIY4. Sebelah barat : Kabupaten Kulon Progo DIY

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.613,712 Ha (Perhitungan secara spasial, Kanwil BPN DIY Tahun 2012 menggunakan single base map), sedangkan Luas Kabupaten Sleman menurut BPS Kabupaten Sleman adalah 57.482,000 Ha. Selanjutnya, data yang digunakan dalam perhitungan dan analisis Neraca Penatagunaan Tanah ini adalah data luas berdasarkan hasil perhitungan digital. Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa/kelurahan dan 1.212 dusun. Luas wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Sleman tercantum pada Tabel 5.16, sedangkan wilayah administratif Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Gambar 5.11.

Tabel 5.16 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman

No. Kecamatan Luas (Ha) Persentase Terhadap Luas Wilayah (%)

1 Moyudan 2.743,819 4,7622 Minggir 2.707,246 4,6993 Seyegan 2.665,115 4,6264 Godean 2.674,208 4,6425 Gamping 2.922,817 5,0736 Mlati 2.886,775 5,0117 Depok 3.474,446 6,0318 Berbah 2.322,268 4,0319 Prambanan 4.097,182 7,111

10 Kalasan 3.472,455 6,02711 Ngemplak 3.742,990 6,49712 Ngaglik 3.733,628 6,48013 Sleman 3.115,617 5,40814 Tempel 3.215,838 5,58215 Turi 3.970,936 6,89216 Pakem 5.322,646 9,23917 Cangkringan 4.545,726 7,890

Jumlah 57.613,712 100,000

Sumber : Kanwil BPN DIY Tahun 2012

Page 69: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

60

Gambar 5.11 Peta Administrasi Kabupaten Sleman

5.3.2.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Gambar 5.12. Peta ZNT terdiri dari 8 (delapan) zona mulai dari zona warna hijau tua bagi zona yang paling kecil nilainya hingga zona berwarna merah untuk zona yang tertinggi nilai tanahmya. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5.12., ZNT pada masing-masing kecamatan didominasi oleh zona sedang hingga rendah. Nilai tanah di Kabupaten Sleman sebagian besar masuk pada kelas rendah terutama pada kecamatan dengan kemiringan lereng yang curam. Semakin landai maka nilai tanah semakin tinggi. Gambar 5.12. memperlihatkan semakin mendekati pusat kota maka semakin tinggi zona nilai tanahnya. Hal ini didukung dengan keberadaan fasilitas sosial ekonomi dan aksesibilitas yang semakin lengkap di pusat kota. Luas wilayah masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Zona terendah yakni zona 1 banyak didominasi di Kecamatan yang kemiringan lerengnya curam seperti Kecamatan Cangkringan, Turi, Pakem, Prambanan, dan Moyudan. Zona 2 banyak ditemui di Kecamatan Minggir, Sayegan dan Sleman. Zona 3 banyak ditemui di Kecamatan Tempel. Zona 4 banyak ditemui di Kecamatan Kalasan. Zona sedang pada zona 5 banyak ditemui di Kecamatan Berbah, Godean, Mlati, dan Ngemplak. Zona 6 banyak ditemui di Kecamatan Gamping dan Ngaglik. Zona yang tertinggi yakni zona 8 banyak ditemui di Kecamatan Depok yang mendekati pusat Kota Yogyakarta.

Page 70: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

61

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Gambar 5.12 Peta Zona Nilai Tanah Tahun 2014 Kabupaten Sleman

Tabel 5.17 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Sleman

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8

1 Berbah 17.91 15.01 10.79 8.53 25.92 12.32 4.61 4.92 100 2 Cangkringan 43.49 41.56 0.00 12.34 1.52 1.09 0.00 0.00 1003 Depok 0.00 0.32 0.00 2.08 0.90 16.69 33.25 46.76 1004 Gamping 0.00 1.58 18.61 8.03 10.70 27.12 14.84 19.12 100 5 Godean 2.26 16.41 6.17 27.11 31.82 7.75 5.65 2.83 100 6 Kalasan 0.80 20.20 21.67 31.42 13.37 10.26 0.94 1.34 100 7 Minggir 32.54 34.49 8.76 14.53 3.48 6.20 0.00 0.00 100 8 Mlati 0.08 1.40 0.04 1.32 42.02 17.66 18.63 18.84 100 9 Moyudan 65.18 17.24 10.61 5.50 0.72 0.76 0.00 0.00 100

10 Ngaglik 0.00 0.33 13.72 4.05 17.62 35.24 22.25 6.81 100 11 Ngemplak 0.00 8.73 2.06 5.30 42.61 32.56 8.59 0.15 100 12 Pakem 40.44 19.83 19.62 15.65 2.60 1.86 0.00 0.00 100 13 Prambanan 56.02 11.06 16.77 8.49 6.07 0.80 0.72 0.06 100 14 Seyegan 2.24 34.07 18.27 29.06 15.08 0.74 0.54 0.00 100 15 Sleman 4.52 27.43 19.90 21.00 12.00 7.33 5.00 2.82 100 16 Tempel 7.73 10.11 70.57 10.60 0.00 0.00 0.00 0.99 100 17 Turi 51.70 26.56 17.59 2.33 0.76 1.05 0.00 0.00 100

Page 71: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

62

5.3.2.2. Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman yang digunakan dalam penyusunan neraca penatagunaan tanah ini adalah rencana tata ruang wilayah berdasarkan Perda Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031. Ringkasan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman ini adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Sleman meliputi :a. pengintegrasian dan pengembangan pusat kegiatan di luar kawasan bencana; b. pengelolaan kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung geologi;c. pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup; d. pengembangan kawasan pertanian dalam rangka keamanan dan ketahanan

pangan; e. pengembangan kawasan pariwisata terintegrasi; f. pengembangan kawasan pendidikan; g. pengembangan industri menengah, kecil dan mikro yang ramah lingkungan; h. pengembangan kawasan permukiman yang aman, nyaman, dan berwawasan

lingkungan; i. pemantapan prasarana wilayah; dan j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

2. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Sleman :a. Strategi dalam rangka pengintegrasian dan pengembangan pusat kegiatan di luar

kawasan bencana meliputi : 1) mengembangkan prasarana dan sarana perkotaan yang terintegrasi dengan

sistem prasarana dan sarana di dalam KPY; 2) meningkatkan hubungan PPL dengan PPK, PKL, dan/atau PKW; 3) menjaga keterkaitan antara kawasan perkotaan dengan kawasan pedesaan;

dan 4) mengembangkan pusat pelayanan di luar kawasan rawan bencana Merapi III.

b. Strategi dalam rangka pengelolaan kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung geologi meliputi: 1) mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system); 2) mengembangkan jalur evakuasi bencana; 3) mengembangkan ruang evakuasi bencana; dan 4) mengembangkan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap).

c. Strategi dalam rangka pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup meliputi: 1) mengendalikan kegiatan budidaya pada kawasan lindung; 2) mengendalikan kawasan terbangun pada kawasan lindung; 3) mengendalikan kegiatan budidaya pertambangan; dan 4) mengendalikan fungsi kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung

Merapi. d. Strategi pengembangan kawasan pertanian dalam rangka keamanan dan

ketahanan pangan meliputi:

Page 72: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

63

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

1) mengendalikan alih fungsi lahan pertanian; dan 2) mengembangkan agropolitan dan minapolitan.

e. Strategi dalam rangka pengembangan kawasan pariwisata terintegrasi meliputi: 1) mengembangkan obyek dan daya tarik wisata; 2) mengembangkan prasarana dan sarana pendukung pariwisata; dan 3) melestarikan situs warisan budaya.

f. Strategi dalam rangka pengembangan kawasan pendidikan meliputi: 1) melakukan revitalisasi pendidikan; dan 2) mengembangkan prasarana dan sarana pendidikan.

g. Strategi dalam rangka pengembangan industri menengah, kecil dan mikro yang ramah lingkungan meliputi: 1) mengembangkan kawasan peruntukan industri; 2) mengembangkan sentra industri kecil dan menengah; dan 3) mengembangkan industri ramah lingkungan.

h. Strategi dalam rangka pengembangan kawasan permukiman yang aman, nyaman, dan berwawasan lingkungan meliputi: 1) mengembangkan kawasan permukiman di luar kawasan rawan bencana; 2) mengembangkan ruang terbuka hijau perkotaan; dan 3) mengembangkan prasarana dan sarana dasar permukiman yang berwawasan

lingkungan. i. Strategi dalam rangka pemantapan prasarana wilayah meliputi:

1) memelihara dan mempertahankan fungsi jaringan prasarana wilayah; dan 2) mengembangkan prasarana transportasi masal.

j. Strategi dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara meliputi: 1) mendukung penetapan kawasan strategi nasional dengan fungsi khusus

pertahanan dan keamanan negara; 2) mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar

kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara;

3) mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya tidak terbangun; dan

4) menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara. 3. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Sleman terdiri atas:

a. Pengembangan sistem pusat kegiatan; dan b. Pengembangan sistem jaringan prasarana.

4. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Sleman terdiri atas:a. Kawasan lindung; danb. Kawasan budidaya.

5. Kawasan lindung terdiri atas:

Page 73: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

64

a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; dan e. kawasan lindung geologi.

6. Kawasan budidaya terdiri atas:a. kawasan peruntukan hutan rakyat; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; dan h. kawasan peruntukan lainnya.

7. Kawasan strategis wilayah Kabupaten Sleman terdiri atas:a. kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;b. kawasan strategis soial dan budaya;c. kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi;

dand. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

8. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Sleman terdiri atas:a. ketentuan umum peraturan zonasi;b. ketentuan perizinan;c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dand. arahan pengenaan sanksi.

9. Arahan fungsi kawasan pada RTRW Kabupaten Sleman terdiri atas:a. Jalanb. Kawasan Holtikulturac. Kawasan Hutan Rakyatd. Kawasan Industrie. Kawasan Permukimanf. Kawasan Pertahanan dan Keamanang. Kawasan Pertanian Tanaman Panganh. Kawasan Sungaii. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman yang digunakan dalam analisis penyusunan neraca penatagunaan tanah ini adalah rencana tata ruang wilayah berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031. Arahan fungsi kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Page 74: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

65

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabel 5.18 Rencana Tata Ruang Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031

No. Arahan Fungsi Kawasan Dalam RTRW Luas Wilayah (Ha) Persentase Terhadap Luas Wilayah (%)

1 Jalan 1.239,505 2,1512 Kawasan Holtikultura 9.205,864 15,9793 Kawasan Hutan Rakyat 1.153,794 2,0034 Kawasan Industri 260,285 0,4525 Kawasan Permukiman 22.157,449 38,4596 Kawasan Pertahanan dan Keamanan 474,152 0,8237 Kawasan Pertanian Tanaman Pangan 21.080,482 36,5898 Kawasan Sungai 313,805 0,5459 Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 1.728,376 3,000

Total 57.613,712 100,000

Sumber: RTRW Kabupaten Sleman (Perda Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012) dan Perhitungan Digital Kanwil BPN DIY Tahun 2012.

Dalam RTRW Kabupaten Sleman tersebut dibagi menjadi 9 (sembilan) kawasan. Pembagian arahan fungsi kawasan pada RTRW ini terdiri dari kawasan jalan, holtikultura, hutan rakyat, industri, permukiman, pertahanan dan keamanan, kawasan pertanian tanaman pangan, sungai dan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Sedangkan rincian luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten Sleman menurut arahan fungsi kawasan dalam RTRW Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 5.19. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang merupakan analisis relasi jenis penggunaan tanah saat ini dengan kondisi ideal yang akan diwujudkan, yang tercermin dalam rencana penataan ruang.

Page 75: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

66

Tabe

l 5.1

9 Ri

ncia

n Re

ncan

a Ta

ta R

uang

Wila

yah

Kabu

pate

n Sl

eman

Tah

un 2

012

No

Kec

amat

an

Ara

han

Fung

si K

awas

an D

alam

RTR

WJu

mla

h

Jala

nK

awas

an

Hol

tikul

tura

Kaw

asan

H

utan

R

akya

tK

awas

an

Indu

stri

Kaw

asan

Pe

rmuk

iman

Kaw

asan

Pe

rtah

anan

da

n K

eam

anan

Kaw

asan

Pe

rtan

ian

Tana

man

Pa

ngan

Kaw

asan

Su

ngai

Kaw

asan

Ta

man

N

asio

nal

Gun

ung

Mer

api

Luas

(Ha)

%

Wila

yah

1B

erba

h59

,971

337,

163

0,00

079

,759

703,

479

18,7

631.

110,

035

14,5

820,

000

2.32

3,75

34,

033

2C

angk

ringa

n54

,191

1.81

0,06

889

8,82

20,

000

604,

083

0,00

01.

093,

463

4,82

880

,275

4.54

5,73

07,

890

3D

epok

168,

992

55,8

410,

000

0,00

02.

801,

135

420,

806

12,8

0614

,877

0,00

03.

474,

457

6,03

14

Gam

ping

79,0

1935

5,79

40,

000

51,7

071.

954,

353

31,1

0344

2,07

610

,972

0,00

02.

925,

024

5,07

75

God

ean

60,8

8221

7,52

60,

000

0,00

01.

118,

529

0,00

01.

267,

149

10,1

220,

000

2.67

4,20

94,

642

6K

alas

an10

7,88

041

4,70

60,

000

80,1

691.

336,

164

3,48

01.

506,

120

23,9

510,

000

3.47

2,47

06,

027

7M

ingg

ir41

,573

435,

405

0,00

00,

000

767,

233

0,00

01.

381,

489

78,5

460,

000

2.70

4,24

64,

694

8M

lati

80,1

9167

,172

0,00

00,

000

2.09

8,53

50,

000

616,

157

24,7

200,

000

2.88

6,77

55,

011

9M

oyud

an42

,777

509,

466

0,00

00,

000

862,

651

0,00

01.

270,

443

58,4

810,

000

2.74

3,81

94,

762

10N

gagl

ik98

,778

215,

458

0,00

00,

000

2.04

8,17

80,

000

1.36

3,00

24,

215

0,00

03.

729,

631

6,47

411

Nge

mpl

ak83

,678

596,

920

0,00

00,

000

1.15

7,19

80,

000

1.88

8,88

68,

853

0,00

03.

735,

536

6,48

412

Pak

em62

,226

888,

837

66,4

320,

000

1.05

7,84

10,

000

1.65

2,78

80,

883

1.59

3,64

35.

322,

649

9,23

913

Pra

mba

nan

67,5

951.

385,

926

188,

540

48,6

501.

297,

224

0,00

01.

098,

155

11,1

800,

000

4.09

7,27

07,

112

14S

eyeg

an44

,010

310,

170

0,00

00,

000

893,

371

0,00

01.

419,

957

8,20

00,

000

2.67

5,70

74,

644

15S

lem

an73

,441

224,

220

0,00

00,

000

1.28

5,57

70,

000

1.52

0,32

312

,056

0,00

03.

115,

617

5,40

816

Tem

pel

65,2

8137

1,99

40,

000

0,00

01.

090,

934

0,00

01.

664,

661

23,0

120,

000

3.21

5,88

35,

582

17Tu

ri49

,019

1.00

9,19

90,

000

0,00

01.

080,

964

0,00

01.

772,

970

4,32

654

,458

3.97

0,93

66,

892

Tot

al L

uas

(Ha)

1.23

9,50

59.

205,

864

1.15

3,79

426

0,28

522

.157

,449

474,

152

21.0

80,4

8231

3,80

51.

728,

376

57.6

13,7

1210

0,00

0%

Lua

s W

ilaya

h2,

151

15,9

792,

003

0,45

238

,459

0,82

336

,589

0,54

53,

000

100,

000

Sum

ber:

RT

RW K

abup

aten

Sle

man

(Per

da K

abup

aten

Sle

man

No.

12

Tahu

n 20

12) d

an P

erhi

tung

an D

igita

l Kan

wil

BPN

DIY

Tah

un 2

012

Page 76: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

67

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.3.2.3. Peran Tata Ruang sebagai Penentu Zona Nilai Tanah

Zona Nilai Tanah ditentukan oleh hasil survey yang dilakukan oleh BPN serta mempertimbangkan harga pasar serta lokasi bidang tanah secara factual Selama ini ZNT tidak memasukkan peran tata ruang sebagai landasan penentuan zona. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji korelasi hubungan antara luas pola ruang dengan luas zona nilai tanah dengan unit analisis kabupaten secara proporsional. Uji korelasi tersebut dimaksudkan untuk melihat secara kuantitatif/statistik apakah ada korelasi antara zona nilai tanah dengan keberadaan tata ruang yang dalam hal ini menggunakan pola ruang sebagai instrumennya.

Uji korelasi dilakukan terhadap variabel luas ZNT dengan luas pola ruang di masing-masing kecamatan. Variabel yang satu dengan yang lain dikatakan memiliki korelasi atau hubungan jika pada analisis bivariatnya mempunyai nilai p (p value) < 0,05. P - Value uji korelasi luas ZNT dengan luas pola ruang dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20. memperlihatkan bahwa tidak semua pola ruang memiliki korelasi di setiap zonanya, yakni pada hasil uji korelasi dengan nilai P- Value > 0,05. Pola ruang yang dimaksud adalah untuk kawasan industri, kawasan hutan tanaman pangan, kawasan sungai, kawasan pertahanan keamanan, dan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Namun demikian, di beberapa kawasan peruntukan memperlihatkan hasil uji korelasi dengan P – Value < 0,05 yang berarti bahwa antar variabel tersebut memiliki hubungan atau korelasi. Beberapa kawasan peruntukan yang memiliki korelasi adalah jalan, kawasan hortikultura, kawasan hutan rakyat, dan permukiman. Hal ini dikarenakan tinggi rendahnya nilai tanah di Kabupaten Sleman dapat dihubungkan dengan keberadaan kawasan peruntukan jalan, kawasan hortikultura, kawasan hutan rakyat, dan permukiman. Hasil uji korelasi memperlihatkan bahwa pada Tata Ruang dalam hal ini pola ruang memiliki hubungan terhadap penentuan zona nilai tanah, yakni pada peruntukan tanah tertentu.

Tabel 5.20 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang di Kabupaten Sleman

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

LUAS ZONA NILAI TANAH

1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

L Jalan 0.004 0.004 0.467 0.494 0.365 0.017 0.000 0.000L K. Hortikultura 0.000 0.024 0.795 0.780 0.112 0.053 0.011 0.040L K. Hutan Rakyat 0.859 0.250 0.013 0.949 0.591 0.765 0.738 0.738L K. Industri 0.561 0.401 0.724 0.907 0.410 0.464 0.531 0.561L K. Permukiman 0.016 0.001 0.506 0.231 0.363 0.023 0.001 0.001L K. Hutan Tanaman Pangan

0.686 0.173 0.335 0.207 0.473 0.674 0.092 0.031

L K. Sungai 0.984 0.929 0.793 0.742 0.708 0.886 0.771 0.877L K. Pertahanan Keamanan

. . . . . . . .

L K. TNG Merapi . . . . . . .Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

Page 77: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

68

5.3.3. Peran ZNT Sebagai Pengendali Harga Tanah

Peran Zona Nilai Tanah sebagai Instrumen Pemerintah dalam Pengendalian Harga Tanah. Pada prinsipnya penggunaan zona nilai tanah merupakan sebuah instrument terhadap penilaian tanah pada awalnya memang berupa taksiran awal pengolahan data hasil survey yang dikombinasikan dengan nilai fisik (bangunan), sebagaimana untuk penentuan tarif informasi pertanahan sesuai dengan PP No 13 Tahun 2010. Akan tetapi dengan berkembangnya nilai tanah dan beberapa factor pendorong lainnya hasil updating Kanwil BPN DIY untuk kota jogja ZNT kota mengalami perubahan drastis dan signifikan hal ini dipacu oleh tingkat perkembangan sektor ekonomi dan jasa perdagangan serta pariwisata sehingga zona merah dalam ZNT yang memiliki nilai tinggi hampir sebagaian besar telah merombak harga tanah di kota yogja.

Perubahan zona maupun land use tersebut sangat nyata dan jelas tampak di wilayah kecamatan mantrijeron jalan prawirotaman dimana dalam RTRW masih tercatat sebagai kawasan pemukiman dan hunian tapi secara factual jelas telah beralih fungsi menjadi tempat aktifitas ekonomi berupa hotel dan infrastruktur pendukung bidang pariwisata. Kondisi semacam ini lazim terjadi di kota yogjakarta karena masyarakat tergiur oleh mudahnya kawasan hunian beralih ke hotel membuat harga tanah di jogja sangat melejit kenaikannya sehingga zona yang ada di ZNT terasa kurang up to date. Berdasarkan data PHRI tahun 2013 di kota Yogjakarta terdapat 1160 hotel dari tipe melati hingga bintang. Periode 2013-2014 ada moratorium akan tetapi hasil up dating pada 2015 telah dikeluarkan ijin oleh pemko yogjakarta 110 ijin hotel baru.

Berkaca dari kondisi tersebut jelas bahwa perubahan nilai ZNT dipengaruhi oleh perubahan penggunaan dan perubahan pemanfaatan tanah. Masyarakat di kota Jogjakarta menyambut positif karena dampak yang dirasakan langsung adalah nilai tanah mereka menjadi lebih tinggi. Daya dorong ini dipicu oleh belum tune in nya data tata ruang dengan data pertanahan. Sehingga ada kesan tata ruang dengan leading sektornya pemko lebih tertarik dengan investasi ke sektor pariwisata tetapi daya dukung pertanahannya kurang representatif

Ada beberapa hal yang perlu kita cermati terkait proses updating nilai ZNT agar dapat di jadikan acuan dalam penilaian tanah antara lain dengan memperbanyak sample bidang dan informan pemilik tanah sebab selama ini masih belum mencerminkan representasi nilai tanah yang sesungguhnya, kedua perlunya pencermatan terkait nilai-nilai transaksi jual beli di masyarakat apakah nilai yang tertera dalam ajb atau perjanjian tersebut adalah nilai yang semestinya. Sebab apabila nilai ini masih nilai yang bukan sebenarnya kami memandang ZNT belum dapat di jadikan acuan. Faktanya menarik sebab nilai tanah yang teretera dalam jual beli tanah tersebut menjadi parameter besaran pajak apabila terjadi manipulative maka nilai tanah yang sesungguhnya tidak dapat dipetakan.

Pemanfaatan Peta Zona Nilai Tanah oleh BPN dalam penghitungan tarif pelayanan pertanahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan

Page 78: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

69

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola PBB dan BPHTB. Untuk (1) Mengetahui kehendak BPN dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kerjasama dengan pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengadaan dan pemanfaatan peta zona nilai tanah. (2) Mengetahui kemungkinan teknis pembuatan peta zona nilai tanah yang berskala besar dan berbasis bidang-bidang tanah. informasi yang berbentuk opini dari berbagai pihak terkait untuk mengkaji kehendak BPN dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengadaan peta zona nilai tanah serta informasi mengenai nilai tanah untuk pembuatan peta zona nilai tanah.

Pendekatan keruangan dalam menganalisis zona nilai tanah yang terbentuk berdasarkan karakteristik keruangannya. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sleman, dengan obyek penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman serta Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman. Dalam kajian teknis pembuatan peta zona nilai tanah yang berskala besar dan berbasis bidang-bidang tanah, penelitian dilaksanakan di Desa Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, mewakili Kabupaten Sleman. Berdasarkan analisis yang dilaksanakan, baik Kantor Pertanahan. Kabupaten Sleman maupun Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman sangat mengharapkan adanya kerjasama dalam pembuatan peta zona nilai tanah yang berskala besar dan berbasis bidang-bidang tanah.

Pembuatan peta zona nilai tanah tersebut dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi dan sumber informasi yang ada serta menggunakan metode penilaian secara masal. Teknologi yang digunakan meliputi software ArcGIS, AutoCAD dan Microsoft Excel sedangkan sumber informasi yang ada meliputi Peta Pendaftaran, Peta Blok PBB, Peta Jaringan Jalan, Peta Administrasi dan Tempat Penting, serta Peta Penggunaan Tanah.

Operasional dilapangan menunjukkan, ZNT produk BPN yang digunakan Daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB memunculkan banyak persoalan berkenaan dengan PBB dan peralihan hak atas tanah. Persoalan tersebut antara lain, 1) nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dibandingkan dengan NJOP; 2) perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi dan eksesibilitasnya berbeda; 3) penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan; 4) metode samping yang minimalis sangat berpengaruh terhadap generalisasi penetapan range nilai tanah; 5) peta yang diturunkan dari citra Quickbird ataupun Ikonos skalanya terlalu kecil untuk digunakan dalam penentuan zoning; 6) akta peralihan hak produk PPAT sering ditolak oleh kantor pajak ataupun Dipenda,karena nilainya dianggap tidak wajar; 7) validasi yang dilakukan oleh petugas pajak ataupun Dipenda dianggap sebagai penghambat penyetoran pajak dan proses peralihan hak; 8) pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan menjadikan ketidakpastian instrumen yang digunakan sebagai dasar penentuan pajak bagi pemkab/kota. Beberapa persoalan diatas apabila tidak segera mendapatkan penyelesaian,maka peluang pengelolaan PBB dan BPHTB oleh daerah justru akan memunculkan ketidakpastian nilai, kegelisahan masyarakat dan terhambatnya berbagai proses yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah. Beberapa hal

Page 79: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

70

yang dapat dilakukan untuk mengatasi haltersebut yakni 1) pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit; 2) metode penilaian yang digunakan perlu ditinjau kembali, agar hasilnya lebih fair dan betul-betul mencerminkan nilai tanah sebenarnya; 3) ZNT perlu segera ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB; 4) penerapan ZNT perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan insentif dan disinsentif dalam penetapan pajak; 5) validasi nilai tanah dalam akta tanah produk PPAT oleh petugas pajak tidak perlu dilakukan, mengingat keduanya adalah pejabat yang menjalankan tugas Negara.

5.4. PROVINSI BENGKULU

5.4.1. Kabupaten Kepahiang

5.4.1.1. Peran Tata Ruang sebagai Penentu Zona Nilai Tanah (ZNT)

Gambar 5.13 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Kepahiang Tahun 2012

Kabupaten Kepahiang adalah bagian dari wilayah Provinsi Bengkulu yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong dan dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang di Propinsi Bengkulu, Kabupaten Kepahiang terletak pada dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan yang sebagian besar daerahnya berada pada ketinggian antara 500 meter sampai

Page 80: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

71

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Gambar 5.14 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang

Pusat kegiatan di wilayah kabupaten merupakan simpul pelayanan sosial ekonomi masyarakat di wilayah kabupaten, yang dapat terdiri atas:

1. PKN yang berada di wilayah kabupaten;2. PKW yang berada di wilayah kabupaten;3. PKL yang berada di wilayah kabupaten;4. PKSN yang berada di wilayah kabupaten; dan5. Pusat-pusat lain di dalam wilayah kabupaten yang wewenang penentuannya ada pada

dengan 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Memiliki relief tanah yang didominasi daerah perbukitan dengan kemiringan lahan cukup tajam dan curam (diatas 40%), terutama yang termasuk jalur pegunungan Bukit Barisan.

Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kepahiang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten. Untuk melayani kegiatan skala kabupaten tersebut dihubungkan dengan berbagai sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kepahiang disajikan pada gambar 5.14.

Page 81: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

72

pemerintah daerah kabupaten, yaitu:a. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang memiliki skala pelayanan kegiatan skala

kecamatan atau beberapa desa; danb. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang pusat permukiman yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala antar desa.

Struktur ruang Kabupaten Kepahiang dibentuk oleh:

1. Sistem kota-kota, yang terdiri dari kota-kota/simpul-simpul dengan fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah.

2. Jaringan prasarana utama wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan.

Sistem kota yang akan dikembangkan di Kabupaten Kepahiang dilakukan berdasarkan pertimbangan:

1. Hirarki sistem permukiman yang di analisis berdasarkan Indeks Sentralitas dan tingkat aksesilbilitas dari setiap kecamatan di Kabupaten Kepahiang.

2. Memiliki perkembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang pesat serta dapat menarik minat investasi.

3. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat: meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

4. Daya dukung lahan terkait dengan sebaran kawasan lindung dan kawasan rawan bencana di sekitar pusat-pusat pemukiman yang ada.

5. Sebaran penduduk perkotaan dan pedesaan yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban).

6. Memiliiki akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. 7. Arahan kebijakan yang telah ada.

Rencana pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Kepahiang bertujuan untuk mendorong peran dan fungsi setiap kota dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun mendatang menentukan perencanaan yang jelas untuk mendukung perencanaan yang tergambar dalam RTRW Kabupaten Kepahiang. Rencana pengembangan setiap kegiatan dilakukan melalui pembentukan pusat-pusat kegiatan yang ditetapkan secara berhirarki sesuai potensi yang dimiliki setiap pusat kegiatan, atau didasarkan pada arah kebijakan pengembangan yaitu bahwa penetapan peran dan fungsi kawasan perkotaan didasarkan potensi pada kondisi saat ini, baik yang menyangkut sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan. Sedangkan arah kebijakan pengembangan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai melalui pengembangan suatu pusat kegiatan. Pertimbangan yang lebih penting adalah pada rencana pengembangan ke depan dalam kurun waktu perencanaan, sedangkan sumberdaya yang ada serta kondisi saat ini menjadi pertimbangan selanjutnya. Rencana pengembangan pusat kegiatan di Kabupaten Kepahiang ini mengacu pada rencana struktur

Page 82: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

73

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

ruang nasional, rencana struktur ruang wilayah Provinsi Bengkulu dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan. Sistem pusat pelayanan Kabupaten Kepahiang direncanakan terdiri atas 4 (empat) hirarki jenjang. Hirarki I yaitu (PKWp), hirarki II (PKL), hirarki III (PPK), hirarki IV (PPL). Adanya empat pusat kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih mendorong perkembangan kota, pemerataan pelayanan dan pembangunan.

Tabel 5.21 Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang

Tingkat Pelayanan Wilayah Pelayanan

Arahan Pengembangan Kegiatan Utama

Arahan Pengembangan Kegiatan Penunjang

PKWp (Pusat Kegiatan Wilayah Promosi)→ Kota Kepahiang

Seluruh wilayah Kabupaten Kepahiang, dan kabupaten Sekitarnya.

a. Perkantoran Kabupatenb. Pelayanan dan jasa

penunjang kegiatan pemerintahan

c. Pelayanan transportasi publik

d. Perdagangan dan jasa

a. Peribadatanb. Fasilitas umumc. Fasilitas sosiald. Pasare. Terminal tipe Penumpang

Bf. Pertokoan

PKL (Pusat Kegiatan Lokal)→ Kota Keban Agung

Seluruh wilayah Kecamatan dan kecamatan sekitarnya.

a. Perkantoran Kecamatan;

b. Pusat Pemerintahan Kecamatan;

c. Pusat Perdagangan dan jasa skala lokal;

d. Pusat Pertanian dan Perkebunan karet, kelapa sawit, kopi dan kelapa skala lokal.

a. Pertanianb. Pariwisatac. Industri kecil dan

menengahd. Fasilitas umum dan

fasilitas sosiale. Pusat agropolitan dan

layanan sosial regional.f. Pasarg. Terminal tipe penumpang

CPKLp→ Kota Ujan Mas Atas

Seluruh wilayah Kecamatan dan kecamatan sekitarnya

a. Perkantoran Kecamatan;

b. Pusat Pemerintahan Kecamatan;

c. Pusat Perdagangan dan jasa skala lokal;

d. Pusat Pertanian dan Perkebunan kopi, kakau, tanaman pangan, dan kelapa skala lokal.

a. Pertanianb. Pariwisatac. Industri kecil dan

menengahd. Fasilitas umum dan

fasilitas sosiale. Pusat agropolitan dan

layanan sosial regional.f. Pasarg. Terminal tipe Penumpang

CPPK (Pusat Pelayanan Kawasan) → Penanjung Panjang→ Durian Depun

a. Kecamatan Tebat Karai

b. Kecamatan Muara Kemumu

c. Kecamatan seberang Musi

d. Kecamatan Merigi

a. Perdagangan dan jasa skala kecamatan

b. Arahan pengembangan kegiatan di pusat sekunder untuk menunjang pusat pelayanan primer

a. Pertanianb. Pariwisatac. Industri kecil dan

menengahd. Fasilitas umum dan

fasilitas sosiale. Pusat agropolitan dan

layanan sosial regional.f. Terminal Penumpang C

PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan)→ Batu Kalung→ Tangsi Baru→ Lubuk Saung

Desa-desa yang berada di dalam wilayah:a. Kecamatan

Muara Kemumub. Kecamatan

Kabawetanc. Kecamatan

Seberang Musi

a. Sebagai pusat layanan administrasi lokal (kecamatan)

b. Pusat pelayanan dan skala lokal/tersier

c. Pusat koleksi dan distribusi skala lokal/tersier.

a. Pertanianb. Pariwisatac. Industri kecild. Pergudangan skala lokale. Fasilitas umum dan

fasilitas sosialf. Terminal tipe Penumpang

C

Sumber: Hasil Rencana, Tahun 2010

Page 83: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

74

Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Kepahiang berfungsi sebagai berikut:

1. sebagai alokasi ruang untuk kawasan budi daya bagi berbagai kegiatan sosial;2. ekonomi dan kawasan lindung bagi pelestarian lingkungan dalam wilayah provinsi;3. mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;4. sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan

untuk dua puluh tahun; dan5. sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang skala Kabupaten.

Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Kepahiang dirumuskan berdasarkan:

1. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten dengan memperhatikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi dan nasional;

2. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah Kabupaten Kepahiang yang dilakukan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan, penataan kawasan hutan dan lain-lain;

3. kebutuhan ruang untuk pengembangan kawasan budi daya dan kawasan lindung dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah, perkembangan tataguna lahan, kesesuaian lahan, dan penataan kawasan hutan di wilayah ini; dan

4. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait antara lain Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990.

Gambar 5.15 Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten Kepahiang

Page 84: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

75

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990. Batasan mengenai kawasan lindung dan budidaya adalah sebagai berikut:

1. Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa untuk kepentingan pembagunan yang berkelanjutan;

2. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia.

Tabel 5.22 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Kepahiang

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Bermani Ilir 63.056 32.189 0.000 0.000 0.000 0.000 0.725 0.7432 Kabawetan 12.683 25.300 0.000 0.012 0.000 1.947 1.697 0.8733 Kepahiang 3.917 19.822 10.174 14.689 0.000 7.385 0.000 7.2974 Merigi 21.432 55.550 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10.7405 Muara Kemumu 73.497 6.006 0.000 0.000 0.000 0.133 0.288 0.5776 Seberang Musi 59.180 0.512 1.528 0.001 0.092 0.091 0.379 0.4407 Tebat Karai 28.380 40.508 4.256 5.243 0.000 0.214 0.000 2.4598 Ujan Mas 27.060 17.617 6.952 0.000 0.000 0.000 1.528 2.046

Penetapan Kawasan Hutan di Kabupaten Kepahiang yang meliputi kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, mengacu pada Kebijakan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan kebijakan-kebijakan peraturan menteri kehutanan, tanpa mengubah fungsi dan penggunaan ruangnya.

5.4.1.2. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.23 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang di Kabupaten Kepahiang

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Zona Nilai Tanah1 2 3 4 5 6 7 8

Pol

a R

uang

Cagar Alam 3.6795 2.0046 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Lindung 5.5494 0.3701 0.0880 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0079Permukiman 21.8305 31.0855 4.6346 6.5619 0.0000 4.2112 3.7732 23.1200Pertanian Tanaman Pangan

1.5777 76.0548 4.4976 0.0000 0.0000 0.0000 7.9099 6.9543

Sungai/Danau/Situ/Telaga

24.9406 22.3779 5.0327 3.2215 0.0000 0.0000 0.7803 1.3116

Taman Wisata Alam 3.2715 0.4183 0.0000 0.0000 0.0000 0.0076 0.0000 0.1131Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber : Olah Data Puslitbang, 2015

Page 85: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

76

5.4.2. Kabupaten Rejang Lebong

5.4.2.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Gambar 5.16 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2010

Tabel 5.24 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Bermani Ulu 77.6468 1.2447 0.0896 0.0005 0.0000 0.1043 0.0000 0.00002 Bermani Ulu Raya 42.6387 1.0551 0.2320 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00003 Binduriang 62.3729 0.0000 0.0171 0.0000 0.3011 0.0000 0.0000 0.00004 Curup 17.6537 2.7775 0.0656 11.8088 11.8757 18.2542 10.0274 27.53715 Curup Selatan 64.7075 6.6838 0.4791 2.1958 0.1900 1.8371 0.0000 0.74276 Curup Tengah 68.9718 0.0000 0.5468 0.6302 1.8137 1.0040 0.0235 0.11447 Curup Timur 57.7426 16.0139 9.4543 2.6394 4.4701 0.3924 0.4500 8.83748 Curup Utara 71.1417 0.9637 2.3054 0.2428 0.3356 0.5043 0.0000 0.17829 Kota Padang 55.0269 0.5021 0.0560 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

10 Padang Ulak Tanding

94.7312 0.9549 1.2189 0.7561 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

11 Selupu Rejang 39.7312 0.0127 1.0959 0.6032 0.1717 0.1292 0.0000 0.818812 Sindang Beliti Ilir 74.3307 0.1978 0.3254 0.2505 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

Page 86: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

77

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.4.2.2. Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung seluas kurang lebih 181.392.612,05 Ha terdiri atas:

1. Kawasan hutan lindung;2. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;3. kawasan perlindungan setempat;4. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;5. kawasan rawan bencana;6. kawasan lindung geologi; dan7. kawasan lindung lainnya.

Kawasan budidaya terdiri atas:

1. kawasan peruntukan hutan produksi;2. kawasan peruntukan hutan rakyat;3. kawasan peruntukan pertanian;4. kawasan peruntukan perikanan;5. kawasan peruntukan pertambangan;6. kawasan peruntukan industri;7. kawasan peruntukan pariwisata;8. kawasan peruntukan permukiman; dan9. kawasan peruntukan lainnya.

Tabel 5.25 Rincian Luas wilayah Pola Ruang Kabupaten Rejang Lebong

No. Arahan Fungsi Kawasan Dalam RTRW Luas Wilayah (Ha)

A. KAWASAN LINDUNGHutan lindung Bukit Daun 1.973Hutan lindung Rimbo Pangadang 3.158Hutan lindung Bukit Balai rejang 16.754KAWASAN SUAKA ALAMTaman Nasional Kerinci Seblat 26.028Taman wisata alam Bukit Kaba 5.499

Sumber: Materi Teknis RTRW Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2012 - 2032

Page 87: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

78

Gam

bar 5.17 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2012 - 2032

Page 88: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

79

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Kebijakan pengembangan wilayah sangat erat kaitannya dengan struktur ruang dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Rejang Lebong yang mendefinisikan fungsi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Terkait fungsi kawasan lindung yang berada di Kabupaten Rejang Lebong, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan antara lain: (1) Penetapan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sebagai kawasan lindung; (2) Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba sebagai kawasan lindung; dan (3) Ditetapkan sebagai kawasan andalan di Propinsi Bengkulu dengan potensi pada sektor pertanian, industri, perkebunan, perikanan dan pariwisata. Melalui RTRW Propinsi Bengkulu tahun 2010-2030, wilayah Kabupaten Rejang Lebong memiliki arahan struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis sebagai berikut:

1. Struktur Ruanga. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), tepatnya di Kota Curup sebagai ibukota kabupaten

dengan fungsi Kota Curup sebagai:1) Pusat pemerintahan kabupaten;2) Pusat perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan beberapa kabupaten

tetangga;3) Pusat industri;4) Simpul transportasi utama penghubung ke jaringan Lintas Tengah Sumatera

(PKN: Palembang);5) Pusat Kegiatan Pertanian (tanaman pangan dan perkebunan, peternakan dan

perikanan budidaya);6) Pusat Pariwisata Alam (Agrowisata)

b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kota Padang yang dapat melayani beberapa kecamatan dan berfungsi sebagai sentra pelayanan kegiatan lokal serta fungsi lainnya sebagai berikut:1) Pusat Pemerintahan Kecamatan2) Simpul transportasi jalan rel kereta api dan jalan raya (Musi Rawas ke Bengkulu)3) Pusat perdagangan dan jasa skala lokal

2. Pola Ruang

Berdasarkan arahan pola ruang Propinsi Bengkulu, maka Kabupaten Rejang Lebong memiliki fungsi lahan antara lain:

a. Kawasan Lindung, suaka alam, kawasan lindung yang meliputi, hutan lindung Bukit Basa1) Kawasan Hutan Lindung

a) Hutan Lindung Bukit Basa seluas 128,89 Ha;b) Hutan Lindung Bukit Daun seluas 90.805,07 Ha (bersama Lebong,

Kepahiang, dan Bengkulu Utara)c) Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba seluas 13.490 Ha

(bersamaan Kepahiang)d) Hutan Lindung Bukit Balai Rejang seluas 18.069 Ha (bersamaan Kepahiang)

2) Kawasan Suaka Alama) Suaka Alam dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)

Page 89: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

80

b) Cagar Alam (CA) yang meliputi CA Talang Ulu 1 seluas 0,51 Ha dan CA Talang Ulu 2 seluas 0,06 Ha.

3) Kawasan Rawan Bencana4) Kawasan Perlindungan Setempat

b. Kawasan Budidaya1) Kawasan Perkebunan dengan komoditas kopi, lada, karet, kakao dan kelapa

seluas 52.993,11 Ha;2) Kawasan Hutan Rakyat seluas 5.727,29 Ha;3) Kawasan Permukiman seluas 16.968,93 Ha;4) Kawasan Pariwisata (wisata alam).

c. Kawasan Strategis

Kabupaten Rejang Lebong merupakan kawasan strategis bagi Propinsi Bengkulu dan sekitarnya sebagai kawasan strategis bidang ekonomi untuk mendukung sektor produksi wilayah sekitarnya seperti pertanian, perkebunan, agro industri, peternakan dan perikanan. Pertanian merupakan sektor primer dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Rejang Lebong yakni mencapai 53,51% pada tahun 2009 dengan produksi yang relatif terus meningkat setiap tahunnya. Hingga tahun 2009, Kabupaten Rejang Lebong memiliki wilayah produktif mencapai 68.760 ha dan yang dimanfaatkan sebagai wilayah budidaya sekitar 64.668 ha (Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Rejang Lebong 2010). Lahan pertanian tanaman pangan tersebar di setiap kecamatan, terutama di Kecamatan Curup Utara, Curup Selatan, Selupu Rejang, Sindang Kelingi, Bermani Ulu Raya, Padang Ulak Tanding, Kota Padang dan Sindang Beliti Ilir.

5.4.2.3. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.26 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang Di Kabupaten Rejang Lebong

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Luas Zona Nilai Tanah1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

Hutan Lindung 0.7711 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Produksi 97.7491 0.9706 0.1021 0.0000 0.0000 0.0775 0.0000 0.0000Industri 95.8876 0.0000 4.1124 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Perkebunan 98.4900 0.3270 0.2662 0.0966 0.0278 0.0000 0.0000 0.0000Permukiman Pedesaan 53.4039 18.6115 12.4708 2.8291 11.7342 0.4510 0.0000 0.0000Permukiman Perkotaan 25.8312 10.4366 11.5906 11.5037 7.7167 9.8025 3.6023 19.5163Pertanian Holtikultura 96.3735 1.1717 0.6109 0.2210 0.2176 0.0480 0.0000 0.0665Pertanian Tanaman Pangan

91.7218 2.4633 1.3792 0.9126 0.6899 1.2625 0.1530 0.8990

Sempadan Sungai 81.0872 1.4151 0.6251 0.3083 0.2637 0.1004 0.0000 0.4260Suaka Alam 4.5394 0.0767 0.0019 0.0021 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Sungai/Danau/Situ/Telaga 87.3183 1.5057 0.8237 0.2875 0.0222 0.0000 0.0000 0.0000

Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

Page 90: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

81

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Gambar 5.18 Peta Zona Nilai Tanah Sebagian Kabupaten Seluma Tahun 2011

Tabel 5.27 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Seluma

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Air Periukan 16.5962 9.2609 36.1623 20.8550 2.0199 0.6718 6.4337 5.03842 Ilir Talo 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00003 Lubuk Sandi 26.5730 0.7725 1.6806 3.0091 3.2681 3.5827 0.4502 0.56224 Seluma 5.8612 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00005 Seluma Barat 28.7772 21.6878 29.5256 14.2261 0.0000 2.6113 0.5260 0.46236 Seluma Selatan 0.7463 0.0000 5.6423 0.4468 0.0000 0.0000 0.0000 0.00007 Seluma Timur 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00008 Seluma Utara 2.5573 0.0000 0.0000 0.0717 0.0000 0.0000 0.0000 0.00009 Semidang Alas 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

10 Semidang Alas Maras 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.000011 Sukaraja 3.2988 7.2718 10.3950 36.5262 18.5891 7.3577 1.6897 2.068512 Talo 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.000013 Talo Kecil 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.000014 Ulu Talo 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

5.4.3. Kabupaten Seluma

5.4.3.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Page 91: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

82

5.4.3.2. Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah

Gambar 5.19 Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten Seluma

Page 92: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

83

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Dilihat dari sudut pandang letak Kabupeten Seluma, posisi Kabupaten Seluma sangat stategis karena disamping dilewati jalur Jalan Lintas Sumatera juga daerahnya berbatasan langsung dengan Kota Bengkulu selaku ibukota Provinsi Bengkulu. Sebagai salah satu rencana tata ruang skala kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan tahapan penting dalam proses penataan ruang secara keseluruhan, memuat rumusan konsep-konsep dan kebijakan pengembangan, serta koordinasi antar instansi terkait dalam proses pengaturan ruang.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur wilayah Kabupaten yang menjadi pedoman bagi penyusunan RDTR Kabupaten Seluma. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, mengamanatkan bahwa dalam penataan ruang perlu diperhatikan tiga tahapan yaitu perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang.

Penataan ruang sebagaimana dimaksud diatas berprinsip aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sehingga perumusan rencana struktur ruang, rencana pola ruang dan rencana penetapan kawasan strategis dirumuskan dengan memperhatikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dalam Rangka penataan ruang wilayah Kabupaten Seluma, Pemerintah Kabupaten Seluma bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Seluma telah menetapkan Perda RTRW Kabupaten Seluma Nomor 2 Tahun 2013.

Pemanfaatan ruang bertujuan Menyusun dan merumuskan strategi pengembangan wilayah Kabupaten Seluma, Menyusun Rencana Pola Ruang dan Struktur Ruang Kabupaten Seluma, Memantapkan pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang dan Mensinergikan dan mensinkronkan perencanaan ruang Nasional, Provinsi Bengkulu, dan Kabupaten Seluma.

1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Seluma ditetapkan bahwa ada 1 (satu) PusatKegiatan Lokal (PKL) di Kabupaten Seluma yang melayani semua wilayah di Kabupaten Seluma.Pusat pelayanan primer berada di Kota Tais.

Kota Tais berfungsi sebagai pusat perkantoran Kabupaten yang melayani seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Seluma, pusat primer ini memiliki fungsi pelayanan pemerintahan yang berada diKecamatan Seluma sebagai pusat pelayanan pemerintahan.Beberapa fasilitas yang mendukung Tais sebagai PKL pusat primer dengan fungsi jasa danpemerintahan meliputi:

a. Kawasan Perkantoran Pemerintahan,yaitu seluruh instansi tingkat kabupaten.b. Fasilitas Jasa Pelayanan Perkantoran

2. Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK )

Pusat Pelayanan kawasan Merupakan pusat kegiatan yang melayani wilayah skala Kecamatan. Untuk kabupaten seluma Pusat pelayanan Kawasan terdiri dari 13

Page 93: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

84

kecamatan yaitu antara lain ;Cahaya Negeri di Kecamatan Sukaraja, Masmambang di Kecamatan Talo, Rimbo kedui di Kecamatan Seluma Selatan, Dermayu di Kecamatan Air Periukan, Pajar Bulan di Kecamatan Semidang Alas, Puguk di Kecamatan Seluma Utara, Renah Panjang di Kecamatan Lubuk Sandi, Pagar Agung di Kecamatan Seluma Barat, Kembang Mumpo di Kecamatan SAM, Selebar di Kecamatan Seluma Timur, Air Keruh di Kecamatan Ulu Talo, Padang Cekur di Kecamatan Ilir Talo dan Sukamerindu di Kecamatan Talo Kecil.

Beberapa fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung Pusat Pelayanan Kawasan meliputi:

a. Pemerintahan seluruh instansi tingkat kecamatan.b. Perdagangan yaitu : pusat grosir,pusat pertokoan dan warung.c. Tranportasi yaitu : sistem transportasi yang melayani transportasi antar wilayah.d. Pendidikan yaitu : Jenjang pendidikan sampai SMA.e. Kesehatan yaitu : Fasilitas Puskesmas,poliklinik dan rumah sakit bersalin.f. Fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk pelayanan dengan skala wilayah kecamatan.

3. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Pusat Pelayanan Lingkungan berperan memberikan pelayanan pada beberapa kawasan/desasekitar.Di Kabupaten Seluma berdasarkan hasil perhitungan analisis Skalogram merupakan PPL dimana hanya melayani kebutuhan kecamatan sendiri,kemudian PPL diKabupaten Seluma ditetapkan pada:

a. Desa sukasari kecamatan air periukanb. Desa kayu elang kecamatan semidang alasc. Desa muara maras kecamatan SAMd. Desa rawa indah kecamatan ilir taloe. Desa dusun tengah kecamatan lubuk sandi.

Penataan ruang wilayah kabupaten bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Seluma yang maju, mandiri, aman, adil dan sejahtera serta perekonomian rakyat berdaya saing tinggi melalui tumbuhnya kegiatan jasa lingkungan dan agribisnis dalam kerangka agropolitan dan pariwisata alam yang bersinergi dan bermitra bersama wilayah sekitarnya dengan mengutamakan perencanaan berbasis mitigasi bencana. Penguatan pengendalian pemanfaatan kawasan rawan bencana dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat yang dilaksanakan dengan strategi sbb:

1. Menetapkan kawasan rawan bencana alam melalui zona-zona kawasan dengan perda rawan bencana gempa, tsunami dan banjir;

2. Mengembangkan ruang-ruang dan jalur evakuasi bencana dan jalur-jalur penyelamatan bencana tsunami;

3. Mengendalikan pemanfaatan kawasan rawan bencana dengan melibatkan masyarakat; 4. Peringatan dini dilakukan di lokasi yang rawan bencana; dan 5. Melakukan sosialisasi mitigasi bencana melalui media masa.

Sistem evakuasi bencana yang dilaksanakan meliputi:

Page 94: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

85

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

1. Jalur evakuasi bencana meliputi : Kecamatan Sukaraja; Kecamatan Air Periukan; Kecamatan Lubuk Sandi; Kecamatan Seluma Barat; Kecamatan Seluma Timur; Kecamatan Seluma Selatan; Kecamatan Talo; Kecamatan Talo Kecil; Kecamatan Ilir Talo; Kecamatan Semidang Alas; dan Kecamatan Semidang Alas Maras.

2. Ruang evakuasi bencana meliputi : a. pusat evakuasi meliputi : Kecamatan Sukaraja; Kecamatan Air Periukan; Kecamatan

Seluma; Kecamatan Talo; dan Kecamatan Semidang Alas. b. pusat berkumpul sementara meliputi : Kecamatan Sukaraja; Kecamatan Air

Periukan; Kecamatan Seluma Barat; Kecamatan Seluma Selatan; Kecamatan Ilir Talo; Kecamatan Seluma; Kecamatan Talo; Kecamatan Semidang Alas; dan Kecamatan Semidang Alas Maras.

Seluruh Kecamatan di Kabupaten Seluma merupakan kawasan rawan bencana alam geologi dan kawasan rawan tsunami. Kawasan rawan tanah longsor meliputi:

1. Kecamatan Seluma Utara seluas kurang lebih 1.650 (seribu enam ratus lima puluh) hektar;

2. Kecamatan Talo seluas kurang lebih 2.440 (dua ribu empat ratus empat puluh) hektar; 3. Kecamatan Talo Kecil seluas kurang lebih 1.880 (seribu delapan ratus delapan puluh)

hektar; 4. Kecamatan Ulu Talo seluas kurang lebih 2.370 (dua ribu tiga ratus tujuh puluh) hektar; 5. Kecamatan Semidang Alas seluas kurang lebih 34.410 (tiga puluh empat ribu empat

ratus sepuluh) hektar; dan 6. Kecamatan Semidang Alas Maras seluas 1.150 (seribu seratus lima puluh) hektar.

Kawasan rawan banjir yang dimaksud meliputi:

1. Kecamatan Seluma seluas kurang lebih 96 (sembilan puluh enam) hektar; 2. Kecamatan Seluma Utara seluas kurang lebih 27 (dua puluh tujuh) hektar; 3. Kecamatan Seluma Timur seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga) hektar; 4. Kecamatan Seluma Selatan seluas kurang lebih 777 (tujuh ratus tujuh puluh tujuh)

hektar; 5. Kecamatan Talo seluas kurang lebih 3 (tiga) hektar; 6. Kecamatan Semidang Alas Maras seluas kurang lebih 1.569 (seribu lima ratus enam

puluh sembilan) hektar; 7. Kecamatan Sukaraja seluas kurang lebih 32 (tiga puluh dua) hektar 8. Kecamatan Air Periukan seluas kurang lebih 463 (empat ratus enam puluh tiga) hektar; 9. Kecamatan Semidang Alas seluas kurang lebih 2.671 (dua ribu enam ratus tujuh puluh

satu) hektar; 10. Kecamatan Ulu Talo seluas kurang lebih 2.995 (dua ribu sembilan ratus sembilan puluh

lima) hektar;dan 11. Kecamatan Ilir Talo seluas kurang lebih 2.304 (dua ribu tiga ratus empat) hektar

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

Page 95: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

86

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, serta prasarana lainnya yang memiliki skala layanan satu kabupaten.

Adapun Rencana struktur ruang wilayah kabupaten seluma meliputi:

1. Sistem perkotaan; 2. sistem jaringan transportasi; 3. sistem jaringan energi; 4. sistem jaringan telekomunikasi; 5. sistem jaringan sumberdaya air; dan 6. sistem prasarana lainnya.

Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten 20 (dua puluh) tahun yang dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya perencanaan 20 (dua puluh) tahun.

Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten terdiri atas:

1. kawasan kawasan lindung; dan 2. kawasan budidaya

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta Struktur Ruang dan Pola Ruang Kabupaten Seluma pada lembar berikut ini:

Page 96: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

87

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Gam

bar 5

.20

Peta

Ren

cana

Pol

a Ru

ang

Kabu

pate

n Se

lum

a Ta

hun

2012

-203

2

Page 97: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

88

Gam

bar 5.21 Peta Struktur Ruang Kabupaten Selum

a Tahun 2012-2032

Page 98: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

89

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.4.3.3. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.28 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang Di Kabupaten Seluma

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Luas Zona Nilai Tanah1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

Cagar Alam 2.0042 0.0000 4.0754 7.9934 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Lindung 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Produksi Terbatas

0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

Perkebunan 11.5650 4.8974 8.7305 14.8339 4.9030 1.6602 0.4263 0.6711Permukiman 3.2298 0.9726 5.2619 3.7861 2.1277 1.9582 3.4388 1.2836Pertambangan 0.8010 0.4305 5.4711 4.4177 0.0514 0.0000 1.1020 0.1025Pertanian Holtikultura

5.8479 3.5509 7.6991 4.0421 2.8855 2.4488 1.2086 1.3986

Pertanian Tanaman Pangan

8.5663 3.1010 4.0362 0.9300 0.8434 1.2764 0.6077 0.6880

Sempadan Pantai 0.0000 0.0000 0.0769 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Sempadan Sungai 6.6388 3.0297 6.5994 7.2442 4.0763 2.9573 0.9193 1.9678Sungai/Danau/Situ/Telaga

6.5790 2.9355 6.8800 6.8239 3.6196 2.7679 0.5666 1.4211

Taman Buru 3.5814 0.0000 0.0000 0.7111 0.1616 0.0000 0.0000 0.0000Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

Page 99: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

90

5.5. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

5.5.1. Kota Mataram

5.5.1.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Gambar 5.22 Peta Zona Nilai Tanah Kota Mataram Tahun 2015

Page 100: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

91

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Tabel 5.29 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kota Mataram

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Ampenan 1.4963 18.8528 17.1035 19.8007 17.5862 16.2072 7.0810 16.88792 Cakranegara 7.2455 9.6935 8.3400 7.5786 24.5560 6.2381 3.8300 17.60243 Mataram 48.2294 0.5909 21.4756 15.3898 19.0991 17.2161 39.6346 6.03934 Sandubaya 1.8182 50.6066 6.9252 15.5840 5.3450 17.4126 20.4664 19.98055 Sekarbela 20.8025 2.0181 41.3789 21.0141 32.9085 22.0608 15.7859 6.87116 Selaparang 20.4081 18.2381 4.7769 20.6328 0.5051 20.8653 13.2019 32.6188

5.5.1.2. Uraian Rencana Tata Ruang Wilayah

Arahan fungsi kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.23 Peta Rencana Pola Ruang Kota Mataram Tahun 2011-2031

Mataram selain dikenal sebagai ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai ibu kota Pemda Kota Mataram. Kota Mataram yang letaknya sangat strategis dan menjadi pusat berbagai aktifitas seperti pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri dan jasa, saat ini sedang dikembangkan untuk menjadi kota pariwisata. Keberadaan berbagai fasilitas penunjang seperti fasilitas perhubungan seperti Bandara Internasional Selaparang sebagai pintu masuk Lombok melalui udara, pusat perbelanjaan, dan jalur transportasi yang menghubungkan antar kabupaten dan propinsi inilah yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan Kota Mataram menjadi kota pariwisata. Kota Mataram terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Mataram, Ampenan dan Cakranegara dengan 23 kelurahan dan 247 Lingkungan. Kecamatan cakranegara sebagai

Page 101: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

92

pusat pertumbuhan utama dan wilayah yang memiliki zona nilai tanah yang paling tinggi. Dikarenakan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang relatif kompleks dimana sebagian berupa perumahan teratur dengan luasan yang signifikan, pusat-pusat pertumbuhan semacam hotel adan perkantoran serta pemukiman masyarakat secara adat.

5.5.1.3. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.30 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang di Kota Mataram

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

ZONA NILAI TANAH1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

Air 0.0589 0.6283 0.4592 0.7885 0.4895 0.1212 0.0206 0.1960Cagar Budaya 0.0045 1.9747 0.0238 0.0000 0.2926 1.3588 1.6226 0.1188Industri 0.0544 0.3743 0.0000 0.0000 0.6445 0.0671 0.9402 1.4701Jalan 0.0000 0.0004 0.0000 0.2808 0.0000 0.0000 0.0000 0.0112Pariwisata 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.4988 0.0000 0.0000 0.0000Pelabuhan 0.0000 7.8379 0.0000 0.0127 0.0000 0.1474 0.2446 0.0480Pelayanan Umum 0.0045 1.2299 3.0011 5.9327 1.3226 12.6245 3.8211 15.1622Perdagangan dan Jasa 0.8388 5.8188 2.8656 2.8715 15.2468 8.2108 23.3622 19.7238Perkantoran 0.0000 0.1460 0.3436 0.5002 3.7571 10.1043 5.7301 3.5656Permukiman 32.5958 25.8904 46.0955 46.9846 38.4462 39.1681 44.0166 33.0946Pertahanan Keamanan 0.2584 0.0000 0.0000 0.6572 0.0157 2.2564 1.8213 0.4053Pertanian 42.5300 28.3583 35.1258 21.9185 24.9823 10.6311 12.7373 5.4089Ruang Terbuka Hijau 19.4332 26.9973 12.0853 19.6666 12.6106 15.3103 5.6801 20.7955Ruang Terbuka Non Hijau 4.2213 0.7435 0.0000 0.3866 1.6936 0.0000 0.0032 0.0000

Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

Page 102: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

93

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.5.2. Kabupaten Lombok Barat

5.5.2.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Gambar 5.24 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2015

Page 103: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

94

Dengan letak geografis tersebut, Kabupaten Lombok Barat memiliki posisi yang strategis, yaitu sebagai pintu gerbang Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan Provinsi Bali dengan adanya Pelabuhan Lembar, dan merupakan daerah perlintasan Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah dengan pusat pemerintahan Provinsi NTB yang terletak di Kota Mataram. Selain itu, Pulau Lombok yang telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata baru oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif setelah pulau bali, menjadikan peluang besar untuk mengembangkan sektor pariwisata. Kabupaten Lombok Barat juga ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata terbaik (destinasi wisata) setelah pulau Bali sehingga angka kunjungan wisata dari tahun ke tahun terus meningkat. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan pusat pemerintahan Provinsi NTB, di Kabupaten Lombok Barat telah berkembang pesat perumahan dan pemukiman penduduk. Di Wilayah Kabupaten Lombok Barat tercatat terdapat sejumlah 149.593 unit bangunan rumah.Jumlah bangunan rumah paling banyak berada di Kecamatan Narmada sebanyak 23.206 unit. Dan jumlah bangunan paling sedikit di Kecamatan Batulayar sebanyak 8.863 unit.

Selain hal tersebut diatas dengan luas wilayah 1.053,92 km2 Kabupaten Lombok Barat memiliki potensi sumber daya alam yang sangat bervariatif untuk dikembangkan, mulai dari Pariwisata, Pertanian, Industri Kerajinan, Agro Industri, Agro Wisata, Perdagangan, Perikanan, Kehutanan, dan Pertambangan. Beberapa potensi unggulan yang potensial untuk dikembangkan di Wilayah Kabupaten Lombok Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.31 Potensi Unggulan Kabupaten Lombok Barat

No Jenis Klaster Industri Wilayah1 Pariwisata, industri kerajinan, pertanian Batu layar, Gunungsari 2 Agroindustri, Agrowisata, Narmada, Lingsar 3 Pusat Pemerintahan, dan Perdagangan Gerung4 Pariwisata, Perikanan, Pertanian, pertambangan Sekotong Tengah 5 Perikanan Perdagangan dan jasa Lembar 6 Pendidikan, Pertanian dan industri kerajinan Kediri, labuapi, kuripan

Tabel 5.32 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Batu Layar 0.0000 0.0000 0.2385 1.9742 0.8564 0.1218 18.9122 70.25012 Gerung 7.1007 11.3339 0.8543 26.5762 13.0980 32.7875 8.4448 7.61803 Gunung Sari 0.2036 0.8736 6.6197 10.3416 0.2511 4.4100 45.4914 8.00854 Kediri 0.1913 0.5012 1.3442 1.9808 18.5116 7.1656 7.8120 5.45325 Kuripan 1.5510 15.1972 4.3867 3.3492 5.2431 5.0546 1.0885 0.10066 Labu Api 0.9032 1.4300 0.8526 1.2023 16.7324 17.7344 7.3414 3.03717 Lembar 30.9088 10.3592 5.9252 1.7727 0.7525 4.6020 0.7261 0.84748 Lingsar 0.4139 36.0015 8.8681 39.3814 13.0508 0.5977 3.6062 0.58959 Narmada 1.2482 20.9272 9.9039 10.1958 30.7073 25.8663 6.5776 4.0957

10 Sekotong 57.4793 3.3763 61.0067 3.2259 0.7967 1.6601 0.0000 0.0000

Page 104: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

95

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.5.2.2. Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas:

1. kawasan hutan lindung;2. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;3. kawasan perlindungan setempat;4. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;5. kawasan rawan bencana;6. kawasan lindung geologi; dan7. kawasan lindung lainnya.

Kawasan budidaya terdiri atas:

1. kawasan peruntukan hutan produksi;2. kawasan peruntukan hutan rakyat;3. kawasan peruntukan pertanian;4. kawasan peruntukan perikanan;5. kawasan peruntukan pertambangan;6. kawasan peruntukan industri;7. kawasan peruntukan pariwisata;8. kawasan peruntukan permukiman; dan9. kawasan peruntukan lainnya.

Gambar 5.25 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011 – 2031

Page 105: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

96

5.5.2.3. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.33 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang di Kabupaten Lombok Barat

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Luas Zona Nilai Tanah1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

Hutan Bakau 0.1914 0.0000 0.0000 0.0072 0.8842 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Konservasi 2.8853 0.4228 0.0728 0.0000 0.0105 0.0000 0.0000 0.2537Hutan Lindung 5.0451 0.2535 1.7393 0.1916 2.0406 0.0000 0.0036 0.8704Hutan Produksi 0.2802 0.0000 0.0000 1.5734 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000Hutan Produksi Terbatas

2.9886 0.0000 0.4620 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

Industri 1.3051 0.4455 0.4293 3.8906 1.5222 2.2819 0.0996 0.0000Pariwisata 0.6906 0.7554 12.4187 0.0000 0.0000 0.1072 0.7471 8.6275Perkebunan 56.3560 18.5196 43.0759 14.8517 22.6721 23.4008 11.2875 28.0256Permukiman 5.8888 15.7138 5.4499 16.4758 11.3518 26.7633 37.0748 22.7238Pertahanan & Keamanan

6.8373 3.3997 2.3311 0.4169 4.8933 3.3043 0.6943 0.7995

Pertanian 17.5316 60.4897 34.0209 62.3990 56.6253 44.1424 50.0616 38.6996Pertanian Lahan Kering

0.0000 0.0000 0.0000 0.1940 0.0000 0.0000 0.0314 0.0000

Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

5.5.3. Kabupaten Lombok Utara

5.5.3.1. Persebaran Zona Nilai Tanah

Gambar 5.26 Peta Zona Nilai Tanah Kabupaten Lombok Utara Tahun 2015

Page 106: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

97

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Kawasan wisata Senggigi adalah bagian dari wilayah kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diperuntukkan untuk pengembangan wisata yang mampu menjaring wisatawan domestik maupun internasional. Daerah ini disebut kawasan wisata karena terdiri dari beberapa pantai atau bentangan garis pantai yang cukup luas. Seiring dengan berkembangnya kawasan ini berpengaruh pada pembangunan, hal ini terlihat jelas dengan munculnya hotel-hotel dan fasilitas lain pendukung parawisata. Pembangunan hotel maupun fasilitas pendukung ini mengindikasikan bahwa telah banyak transaksi yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2010-2015. Pembangunan yang berkelanjutan berbanding lurus dengan meningkatnya permintaan akan tanah, hal ini menyebabkan peningkatan nilai yang signifikan di kawasan ini, namun peningkatan nilai tanah tersebut sangat bervariasi dan belum ada acuan yang terstruktur. Informasi yang mampu menyajikan nilai tanah sangat dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berupa peta nilai tanah yang menggambarkan persebaran variasi nilai tanah pada kawasan wisata Senggigi. Peta nilai tanah yang terbentuk dari proses pemodelan diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi calon pembeli baik masyarakat umum ataupun investor pengembang dalam melakukan transaksi jual beli untuk mendapatkan harga yang tepat.

Tabel 5.34 Persentase Luas Wilayah Zona Nilai Tanah per Kecamatan di Kabupaten Lombok Utara

No. KecamatanPersentase Luas Zona Nilai Tanah (%)

1 2 3 4 5 6 7 81 Bayan 55.6908 43.8073 34.9272 54.2558 5.4375 66.2801 0.0000 0.00002 Gangga 4.9314 2.3451 45.7448 4.7656 52.7628 24.5754 1.0249 0.50783 Kayangan 27.1252 52.5107 3.8996 38.5448 3.2097 6.1134 0.0000 0.00004 Pemenang 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 32.6583 1.5944 12.3930 43.97145 Tanjung 12.2526 1.3369 15.4283 2.4338 5.9317 1.4366 86.5820 55.5209

5.5.3.2. Rencana Tata Ruang Wilayah

Penataan ruang wilayah Kabupaten Lombok Utara bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah aman, nyaman, produktif yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan pariwisata, perkebunan dan agro industri. Rencana pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran, meliputi: kawasan lindung sebesar 30,87% (seluas kurang lebih 24.992 Ha); dan kawasan budidaya sebesar 69,13% (seluas kurang lebih 55.961 Ha). Kawasan budidaya terdiri dari:

1. kawasan peruntukan hutan produksi;2. kawasan peruntukan pertanian;3. kawasan peruntukan perikanan;4. kawasan peruntukan pertambangan;5. kawasan peruntukan industri;6. kawasan peruntukan pariwisata;7. kawasan peruntukan permukiman;8. kawasan peruntukan pemerintahan;9. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;10. kawasan peruntukan lainnya.

Page 107: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

98

Gambar 5.27 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Lombok Utara Tahun 2011-2031

Page 108: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

99

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.5.3.3. Uji Korelasi Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tabel 5.35 P – Value Uji Korelasi Zona Nilai Tanah dengan Pola Ruang Di Kabupaten Lombok Utara

Uji Korelasi ZNT dengan Pola Ruang

Luas Zona Nilai Tanah1 2 3 4 5 6 7 8

PO

LA R

UA

NG

Danau 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.2198 0.0001Hutan Konservasi 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2.7066 35.6548Hutan Lindung 0.0410 0.0000 0.7949 0.0000 1.0806 0.0000 0.0292 0.0000Hutan Produksi Terbatas

0.0000 0.0000 0.0339 0.0000 0.0004 0.0000 0.0000 0.0000

Hutan Produksi Tetap

1.0111 0.0942 10.8807 0.3016 0.7721 0.0000 0.0000 0.0000

Pariwisata 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 20.5332 0.7305 10.2484 35.2248Perkebunan 13.7552 19.7092 4.2763 18.9678 6.4771 11.3444 0.0000 0.0000Pertanian Lahan Kering

53.7839 60.7947 43.6981 19.2427 41.6246 37.8442 62.0371 0.9541

Pemukiman Desa 0.5395 1.2471 1.3277 1.5377 0.4877 2.2218 0.5348 3.0899Pemukiman Kota 0.0000 0.0201 0.3273 1.2536 1.8339 1.8490 2.0016 1.6516Recn Kawasan Perkotaan

0.0466 0.0240 6.9853 1.0076 2.3874 14.8554 16.6803 23.3307

Renc Kawasan Pemukiman

0.0000 0.0563 0.0000 0.7205 5.6906 0.0000 0.0000 0.0000

Sawah Irigasi 4.1243 0.5475 3.6251 7.6552 4.5060 4.7875 5.5422 0.0940Sawah Tadah Hujan

26.6984 17.5070 28.0507 49.3132 14.6064 26.3672 0.0000 0.0000

Keterangan: : memiliki korelasi dengan P – Value < 0,05

Sumber: Olah Data Puslitbang, 2015

5.6. ZONA NILAI TANAH SEBAGAI INSTRUMENT PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN HARGA TANAH

Berdasarkan data lima provinsi lokasi pengambilan sample menunjukan adanya hubungan korelasi antara zona nilai tanah dengan pola ruang dimana beberapa kawasan peruntukan memperlihatkan hasil uji korelasi dengan P – Value < 0,05 yang berarti bahwa antar variabel tersebut memiliki hubungan atau korelasi. Faktor-faktor yang menentukan korelasi antara pola ruang dengan zona nilai tanah di 14 lokasi kabupaten kota memiliki variasi yang beragam. Sebagai penjelas kami uraikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.36 Kelengkapan ZNT dan Tata Ruang dan Faktor Pendorong Nilai Tanah

Kota/ Kabupaten ZNT Tata Ruang/ RDTR

Sektor Pendorong Nilai tanah

Implementasi ZNT

Jaksel Lengkap RDTR Metropolitan Sudah

Jaktim Lengkap RDTR Metropolitan Sudah

Page 109: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

100

Kota/ Kabupaten ZNT Tata Ruang/ RDTR

Sektor Pendorong Nilai tanah

Implementasi ZNT

Jogjakarta Lengkap Ada Pariwisata &Pendidikan Sudah

Sleman Lengkap Ada Pariwisata &Pendidikan Sudah

Karang Asem Lengkap Ada Pariwisata Sudah

Badung Lengkap Ada Pariwisata Sudah

Tabanan Lengkap Ada Pertanian Khusus Sudah

Lombok Barat Lengkap Ada Pariwisata Baru mulai juni 2015

Lombok Utara Lengkap Ada Pariwisata Masih tahap sosialisasi

Mataram Lengkap Ada Ekonomi Sudah

Seluma Sebagian Ada Kota baru Masih tahap sosialisasi

Kepahiang Sebagian Ada Kota baru Masih tahap sosialisasi

Rejang Lebong Sebagian Ada Agribisnis Masih tahap sosialisasi

Berdasarkan tabel tersebut kondisi lapangan tim peneliti juga telah melakukan uji petik terhadap korelasi antara pola ruang dan zona nilai tanah secara faktual.

Tabel 5.37 Korelasi antara Pola Ruang dan Zona Nilai Tanah Secara Faktual

No. Provinsi Kabupaten/ kota Kecamatan Kondisi

1 Jakarta Jaksel Mampang Prapatan

Perubahan dari kawasan hunian ke kawasan bisnis pertokoan di pinggir jalan yang membuat kesenjangan harga dengan bangunan yang tidak berada di pinggir jalan serta sedikit merubah kondisi RDTR wilayah setempat.

Jaktim Matraman Pemukiman adat yang berada di sekitar jl pramuka dengan aksesbilitas yang kurang memadai tetapi memiliki nilai tanah yang tinggi karena memiliki aksesbilitas dekat dengan fasum dan fasos primer di Jakarta

2 Bali Tabanan Penabel Merupakan wilayah kawasan wisata khusus subak menjadi daya tarik wisata tetapi infrastruktur nya masih kurang dan nilai ZNT dirasa kurang relevan zoningnya

3 Bengkulu Seluma Sukaraja Kota akan berkembang dimana infrastruktur ZNT dan tata ruang masing belum optimal

4 Nusa Tenggara Barat

Mataram Cakranegara Pusat pertumbuhan tetapi juga sebagai penyumbang kawasan dapat penduduk terbesar dengan luas bangunan yang minimum

5 D.I Yogyakarta Yogyakarta Mantrijeron Perubahan kawasan hunian menjadi kawasan wisata berdasarkan tata ruang membuat rumah tinggal disana berubah menjadi hotel dan nilai tanah yang melonjak signifikan

Page 110: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

101

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

5.7. KONSEKUENSI HARGA YANG BERBEDA

Kondisi ini mengemuka sebagai sebuah konsekuensi logis dimana harga NJOP berdasarkan obyek pajak harga ini jika di kaitkan dengan realita yang ada sunnguh tidak dapat menggambarkan kondisi lapangan secara aktual. Apabila harga NJOP itu untuk kawasan hunian yang bukan merupakan aset untuk diperjual belikan. Hasil survey zona nilai tanah dengan menggunakan metode penawaran dan wawancara relatif bagus sayang untuk bisa digeneralisasi dalam sebuah zoning menjadi sangat tidak produktif dimana ada penyamarataan terhadap obyek tanah yang secara riil memiliki nilai tanah yang berbeda sehingga apabila tidak di update secara series atau berkelanjutan cenderung tidak relevan. Karena dari berbagai sample yang telah dilakukan sesuai dengan Tabel korelasi antara pola ruang dan zona nilai tanah secara faktual perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi dan eksesibilitasnya berbeda. Kedepan untuk melengkapi data yang ada hendaknya kementerian Agraria & Tata Ruang /BPN hendaknya melakukan perekaman data transaksi jual-beli sebagai data pembanding apabila data NJOP dirasa kurang pas.

Hasil diskusi lapangan apabila harga ZNT diterapkan secara konsekuen terhadap masyarakat terasa berat sebab beban pajak yang harus ditanggung akibat transaksi tanah relatif tinggi, namun apabila menggunakan pendekatan NJOP dalam menghitung pajak potensi penerimaan daerah berkurang. Fenomena ini terasa lebih timpang apabila suatu saat pemerintah membutuhkan tanah dimana masyarakat enggan melepas tanahnya atas dasar NJOP padahal dasar yang digunakan masyarakat menghitung nominal pajaknya tetap NJOP.

Page 111: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

102

Page 112: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

103

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG6BAB VIKesimpulan dan Saran

Page 113: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

104

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

6.1.1. Hubungan Tata Ruang Sebagai Salah Satu Penentu Zona Nilai Tanah

1. Berdasarkan uji statitistik terdapat korelasi antara pola ruang dan zona nilai tanah. Kesesuaian antara ZNT degan penggunaan tanah relatif signifikan beberapa kawasan peruntukan memperlihatkan hasil uji korelasi dengan P – Value < 0,05 yang berarti bahwa antar variabel tersebut memiliki hubungan atau korelasi;

2. Apabila di detailkan dengan pemanfaatan terjadi perbedaan yang signifikan Seringkali perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dilakukan pemerintah daerah memicu kenaikan harga tanah;

3. Potensi yang dimiliki wilayah kab/kota mempengaruhi secara langsung nilai tanah.

6.1.2. Peran peran ZNT Sebagai Instrument Pemerintah Dalam Pengendalian Harga Tanah

1. Penggunaan ZNT sebagai preferensi menilai tanah menggantikan NJOP perlunya melakukan updating dan sosialisasi ke berbagai pihak terkait;

2. ZNT memiliki kelebihan dan kekurangan apabila dilaksanakan karena infrastruktur dasar belum merata di Indonesia;

3. Perlunya metode pembanding mengingat hasil penilaian surveyor dalam melakukan penilaian masih bersifat estimasi.

6.2. SARAN

1. Pengaturan lebih detail yang saling terkait dan mendukung antara Tata Ruang, Neraca Penggunaan, dan ZNT yang sifatnya integrasi kebijakan;

2. Sebagai antisipasi berkembangnya nilai transaksi tanah di Indonesia sebaiknya Kementerian Agraria & Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional mencoba untuk membuat perekaman data transaksi secara time series sebagai uji pembanding;

3. Kegiatan ZNT hendaknya lebih tersosialisasi secara aktif ke pemerintah daerah.

Page 114: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

105

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

Daftar Pustaka

Page 115: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

106

Asep Ahmad Saefuloh Urbanisasi, 2010 Kesempatan Kerja Dan Kebijakan Ekonomi Terpadu Peneliti Madya Bidang Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI;

Chauncy D. Harris and Edward L. Ullman, 1945. The Nature of Cities The Annals of the American Academy of Political and Social Science Vol. 242, Building the Future City;

Ernest W. Burgess. 2008. Urban Ecology : The Growth of the City: An Introduction to a Research Project, Springer Science, Business Media, LLC;

Hall, Michael C. and Page, Stephen J, 2002. The Geography of Touristm and Recreation Enviroment, Place and Space; 2nd ed. Routledge, London and New York;

Inskeep, Edward. 1990. Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nostrand Reinhold, New York;

Hoyt, H. 1939 The Structure and Growth of Residential Neighbourhoods in American Cities, Washington, Federal Housing Administration;

Joseph K. Eckert, Ph.D., Robert J. Gloudemans, Richard R. Almy, 1990. Property Appraisal and Assessment Administration, International Association of Assessing Officers, Pennsylvania;

Mclntosh, R.W. & Goeldner, Charles R. 1986. Tourism Principles, PracticesPhilosophies. 5th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York;

DISERTASI/TESIS

Vevin Syoviawati Ardiwijaya 2014 Permodelan Rejuvenasi Lahan Terlantar untuk keberlanjutan kota (studi di Bandung Metropolitan area) disertasi Universitas Indonesia;

Andrayani 2010 Permodelan Nilai Tanah Wilayah Jabodetabek Tesis ITB Bandung;

Hendro Wibowo, dkk , 2009 Optimasi penataan ruang untuk menjamin ketersediaan dan kelestarian sumberdaya air wilayah Jabodetabek LIPI;

Mohamed M. El-Barmelgy, Ahmad M. Shalaby, Usama A. Nassar, and Shaimaa M. Ali, 2014 jurnal internasional ekonomi dan statistik;

Ika Arsianti Dewi, 2010, Efektifitas Tata Ruang sebagai instrument instrument pengendali perubahan penggunaan lahan sawah menjadi penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Bekasi Tesis IPB;

DAFTAR PUSTAKA

Page 116: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

107

PENELITIAN PEMANFAATAN ZONA NILAI TANAH BERBASIS PENATAAN RUANG

PERATURAN

Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan BPHTB

Peraturan pemerintah No 13 Tahun 2010 PNBP Badan Pertanahan Nasional

Surat Edaran 2/SE-100/I/2005 tentang Evaluasi Pelayanan Pemetaan Tematik Dan Nilai Tanah Berdasarkan Perarturan Pemerintah No 13 tahun 2010

Page 117: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

108

Page 118: Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis Penataan

ASEP DINDIN HAERUDIN, ST ROMI NUGROHO, S.SI SURYALITA, A.PTNH

Pembantu Peneliti

Peneliti Muda/Koordinator

INDRIAYATIIndriayati merupakan peneliti muda di Puslitbang-BPN RI. Pendidikan S1 diselesaikan dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta pada tahun 2001 dan meraih master dalam bidang Administrasi Publik dari STIA-LAN Jakarta tahun 2011. Beberapa penelitian yang pernah dilaksanakan diantaranya, pengembangan SDM dalam mendukung pelayanan pertanahan (2009), penataan kebijakan pertanahan di kawasan bekas pertambangan (2010), model access reform dan pemberdayaan masyarakat di wilayah perkebunan (2011), pelimpahan kewenangan di BPN (2012) dan peluang peningkatan optimalisasi penggunaan CORS dalam mendukung pelayanan pertanahan (2013).

Pembantu Peneliti

PROBO SOCOWIBOWO, S.Kom., M.APSEPTI MARRYANTI P., S.Si., M.Si

Arditya Wicaksono, S.IPKoordinator