pemikiran ki hajar dewantara

128
i SKRIPSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Disusun Oleh: MAY MUFLIHAH AR ROZI NIM: 121 08 008 JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013

Upload: fren

Post on 17-Dec-2015

139 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

pemikiran

TRANSCRIPT

  • i

    SKRIPSI

    PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP

    PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

    Disusun Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

    Disusun Oleh:

    MAY MUFLIHAH AR ROZI

    NIM: 121 08 008

    JURUSAN TARBIYAH

    PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

    SALATIGA

    2013

  • ii

  • iii

    KEMENTERIAN AGAMA RI

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

    SALATIGA

    Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]

    SKRIPSI

    PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP

    PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

    DISUSUN OLEH:

    MAY MUFLIHAH AR ROZI

    NIM: 12108008

    Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan

    Tarbiyah Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam

    Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 03 April 2013 dan telah dinyatakan

    memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

    Susunan Panitia Penguji

    Ketua Penguji : Dr. M. Zulfa, M.Ag

    Sekretaris Penguji : Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd

    Penguji I : Drs. Bahrudin,M.Ag

    Penguji II : Drs. Kastolani, M. Ag

    Penguji III : Drs. Miftahuddin, M.Ag

    Salatiga, 03 April 2013

    Dr. Imam Sutomo, M.Ag

    NIP: 19580827 198303 1002

  • iv

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudari:

    Nama : May Muflihah Ar Rozi

    NIM : 12108008

    Jurusan : Tarbiyah

    Program Studi : Pendidikan Agama Islam

    Judul : PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

    TENTANG KONSEP PENDIDIKAN BUDI

    PEKERTI

    Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

    Salatiga, 15 Maret 2013

    Pembimbing

    Drs. Miftahuddin, M.Ag.

    NIP. 19700922 199403 1 002

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : MAY MUFLIHAH AR ROZI

    NIM : 12108008

    Jurusan : Tarbiyah

    Program Studi : Pendidikan Agama Islam

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

    saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

    orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

    etik ilmiah.

    Salatiga, 15 Maret 2013

    Yang Menyatakan

    May Muflihah Ar Rozi

    12108008

  • vi

    MOTTO

    (QS. Ali Imran: 104)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    Kedua orang tua Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang senantiasa

    membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang, serta doa

    yang tak pernah luput untuk penulis

    Bapak Drs. Miftahudin, M.Ag yang telah membimbing penulis dalam

    pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan.

    Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifator agar adik-

    adiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah

    putus menyemangati dan memberi doa.

    Keluarga besar Ponpes. Annida Salatiga, Alm. Bpk. KH. Ali Asad, Alm.

    Bpk. KH. Nuh Muslim, Bpk. KH. Syamsudin dan Ibu Nyai Siti Fatimah

    selaku pengasuh. Ust. Abdul Ghoni, Ust. Sukedi, Ust. Dahlan, dan Ibu

    Ngatiyah Terima kasih sebanyak-banyaknya atas ilmu yang beliau ajarkan

    kepada penulis.

    Keluarga Besar Ponpes. Al Hasan Banyuputih timur Salatiga, Bpk. KH.

    Tafrikhan beserta isteri dan keluarga, Ibu Nyai Kamalah Ishom dan

    keluarga, Terimakasih yang tiada terkira atas bimbingan, ajaran serta

    kesabaranya kepada penulis selama menjadi santri.

    Keluarga Besar lembaga Pendidikan Islam Al Azhar Kec. Wirosari Kab.

    Grobogan.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Alhamdulillahi robilalamin, segala curahan rasa syukur kami panjatkan

    kepada Dzat yang menjadi Rabb Al samaawaati Wa Al Ardl Allah SWT yang

    telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    dengan judul Pemikiran Ki Hajar Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi

    Pekerti

    Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada uswah hasanah kita,

    sang putera padang pasir yang membawa pedang kebenaran, mengubah gelapnya

    kejahiliyahan menuju terangnya dinnul islam. Beliaulah Nabi Agung Muhammad

    SAW, serta kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikut-

    pengikutnya.

    Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk

    memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Sekolah Tinggi Agama

    Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul Pemikiran Ki Hajar

    Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi Pekerti

    Peneliti skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari

    berbagai pihak yang telah berkenan membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

    Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-

    dalamnya kepada:

    1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.

  • ix

    3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga.

    4. Bapak. Drs. Miftahuddin, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah

    memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga

    skripsi ini dapat terselesaikan.

    5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu

    pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi

    ini.

    6. Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan

    serta bantuan.

    7. Kedua orang tua penulis, Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang

    senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang,

    serta doa yang tak pernah luput untuk penulis

    8. Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifasi agar adik-

    adiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah

    putus menyemangati dan memberi doa.

    9. Rekan-rekan seperjuangan di LDK Darul Amal (Lembaga Dakwah

    Kampus), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Kota Salatiga yang

    telah mewarnai kehidupan penulis.

    10. Sahabat-sahabat yang telah banyak melakukan hal terbaik kepada

    penulis, sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan

    pernah bisa terbalaskan baik budinya untuk Mas. Ishlah, Maz. Imam,

    Dedy, Ulya, Hida, Fina, Puz, Dek. Rozi dll

  • x

    Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka peneliti mengharapkan kritik

    dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat

    berguna bagi peneliti khususnnya serta para pembaca pada umumnya.

    Salatiga, 15 Maret 2013

    Penulis

    May Muflihah Ar Rozi

    12108008

  • xi

    ABSTRAK

    Muflihah Ar Rozi, May. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep

    Pendidikan Budi Pekerti Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi

    Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

    Salatiga. Dosen Pembimbing Drs. Miftahuddin, M.Ag..

    Kata kunci: Budi Pekerti, konsep pendidikan, Ki Hajar Dewantara

    Di era globalisasi ini manusia diajak untuk tanggap segala informasi aktual

    dengan segera melalui teknologi-teknologi modern. Kemajuan teknologi dan

    Informasi menuntut persaingan bebas menjadikan manusia berusaha memenuhi

    kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan pokok ataupun kebutuhan yang sebenarnya

    tidak perlu dalam rangka memenuhi persaingan global.Selain itu globalisasi juga

    dapat menyebabkan ancaman moral dan budaya bangsa. Budaya global akan

    muncul dan dapat mematikan budaya lokal. Hal ini sangat membahayakan sebab

    budaya lokal akan hilang terggantikan dengan budaya global setelahnya identitas-

    identitas bangsa yang bermoral hanya tinggal cerita saja.Berdasarkan latar

    belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan kedudukan budi pekerti yang

    dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Adapun tujuan daripenelitian ini adalah

    untuk mengetahui karir intelektual Ki Hajar Dewantara, status sosialnya,

    karakteristik pemikiran, konseppemikiran beliau tentang pendidikan budi pekerti

    dan relevansinya di masa kini.

    Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada refrensi buku

    dan sumber-sumber yang relevan. Pencarian data dicari dengan pendekatan

    library research yaitu suatu penelitian kepustakaan murni, menggunakan metode

    dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang

    berupa catatan seperi buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen

    harian, catatan rapat, dan sebagainya.

    Dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah Ki Hajar Dewantar

    seorang pejuang yang di segani dan di hormati rakyat, Memiliki keunikan berfikir

    dimana beliau memberikan nafas kebangsaan yang beraliran kebudayaan pada

    konsep pendidikanya. Dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti memiliki

    maksud dan tujuan, berusaha memberi nasehat-nasehat, anjuran-anjuran, materi-

    materi yang dapat mengantarkan anak didik menjadi sadar untuk berbuat baik dan

    terbentuk watak dan kepribadian dengan baik juga. Di ajarkan sesuai tingkatan

    usia perkembangan anak, dari masa kecilnya hingga dewasa agar mencapai

    kebahagiaan lahir dan batin. Dalam proses pendidikanya berdasarkan

    pancadharma yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan

    kemanusiaan. Menggunakan metode ngerti, ngrasa dan ngelakoni. Sebagaimana

    disampaikan diatas, perlu kiranya penulis memberikan sumbangsih berupa saran-

    saran antara lain, konsep pemikiran KI Hajar Dewantara memiliki konsep tujuan

    yang bagus, serta teta[ re;evan hingga saat ini. Konsep tersebut sangat tepat di

    terapkan kepada bangsa ini yang telah mengalami degradasi moral. Sebagai

    seorang guru hendaknya dapat menjadi sosok yang patut dijadikan suri tauladan

    digugu lan ditiru.

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iii

    PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................... iv

    MOTTO ............................................................................................................ v

    PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

    ABSTRAK ........................................................................................................ viii

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

    C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7

    D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 8

    E. Metode Penelitian .......................................................................... 8

    F. Telaah Pustaka ............................................................................... 10

    G. Sistematika Penulisan .................................................................... 14

    BAB II RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA ............................ 16

    A. Biografi Ki Hajar Dewantara ......................................................... 17

    B. Peran Sosial KI Hajar Dewantara .................................................. 21

    a. Ki Hajar Dewantara sebagai Pejuang Bangsa .................... 22

    b. Ki Hajar Dewantara Sebagai Pendidik .............................. 27

    c. Ki Hajar Dewantara Sebagai Budayawan .......................... 31

    d. Ki Hajar Dewantara Sebagai Pemimpin Rakyat ................ 32

    C. Karya-Karya Ki Hajar

    Dewantara...................................................................................... 33

    BAB III PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG

    KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI ............................ 36

    A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ........................................ 37

  • xiii

    B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti .............................................. 39

    C. Dasar Pendidikan Budi Pekerti ................................................ 40

    a. Kodrat Alam ...................................................................... 42

    b. Azas Kemerdekaan ............................................................ 44

    c. Azas Kebudayaan .............................................................. 46

    d. Azas Kebangsaan ............................................................... 47

    e. Azas Kemanusiaan ............................................................. 48

    D. Materi Pendidikan Bud Pekerti ............................................... 49

    a. Taman Indria dan Taman Anak (5-8 tahun) ...................... 50

    b. Taman Muda (umur 9-12 tahun ......................................... 51

    c. Taman Dewasa (umur 14-16 tahun .................................... 51

    d. Taman Madya dan Taman Guru (umur 17-20 tahun) ........ 52

    E. Metode Pendidikan Budi Pekerti ............................................ 53

    BAB IV Pemikiran Ki hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan

    Budi Pekerti Dalam Konteks Keknian .................................... 57

    A. Implementasi ............................................................................ 57

    B. Relevansi Pemikiran ................................................................ 59

    C. Implikasi .................................................................................. 68

    BAB V PENUTUP ......................................................................................... 109

    A. Kesimpulan ................................................................................... 109

    B. Satan-saran .................................................................................... 112

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 114

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Di era globalisasi ini manusia diajak untuk tanggap segala informasi

    aktual dengan segera melalui teknologi-teknologi modern. Kemajuan

    teknologi dan Informasi menuntut persaingan bebas menjadikan manusia

    berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan pokok ataupun

    kebutuhan yang sebenarnya tidak perlu dalam rangka memenuhi persaingan

    global.

    Seperti yang dikatakan oleh Firedman maupun Kenich Ohmae,

    globalisasi telah merubah cara hidup individu demikian pula negara dan

    masyarakat, tidak ada seorangpun lagi yang dapat keluar dari arus globalisasi

    dewasa ini. Setiap orang hanya ada dua pilihan yaitu dia memilih dan

    menempatkan dalam arus perubahan globalisasi atau dia hanyut dibawa arus

    gelombang globalisasi yang anonim. (H. A. R Tilaar, 2006: 143)

    Gelombang arus globalisasi mempunyai aspek positif dan aspek

    negatif. Aspek positif dari era ini antara lain adalah peserta didik diajak untuk

    meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakat dunia,

    mengetahui kemampuan dasar intelektual dan bertanggungjawab memasuki

    dunia yang baru. (Nurani Soyomukti, 2010: 6). Kini setiap orang merasa

    bertanggung jawab dengan keadaan lingkungan sekitarnya seperti menjaga

  • 2

    kelestarian planet bumi agar dapat meminimalisir global warming, illegal

    logging, polusi udara, darat dan laut.

    Aspek negatifnya menurut H. M Arifin bahwa teknologi modern telah

    menampakan diri di depan mata kita, yang pada drinsipnya melemahkan daya

    mental dan spiritual yang sedang tumbuh dan berkembang dengan segala

    bentuk penampilannya. Kondisi inilah salah satu yang mengakibatkan

    terjadinya penyimpangan para remaja ( Prof. H.Muzayyin Arifin, M.Ed.

    2011: 10).

    Selain itu globalisasi juga dapat menyebabkan ancaman moral dan

    budaya bangsa. Budaya global akan muncul dan dapat mematikan budaya

    lokal. Hal ini sangat membahayakan sebab budaya lokal akan hilang

    terggantikan dengan budaya global setelahnya identitas-identitas bangsa yang

    bermoral hanya tinggal cerita saja.

    Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi

    manusia cenderung bersikap individualis. Mereka menjadi gandrung

    teknologi menyibukkan diri dengan penemuan-penemuan baru di bidang

    IPTEK tanpa memperhatikan kesejahteraan dirinya sebagai manusia sosial.

    Bahkan secara faktual di era globalisasi ini banyak merebak isu-isu

    moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-ibatan

    terlarang (narkoba), tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik

    orang lain, perampasan, penipuan, pengguguran kandungan, penganiyaan,

    perjudian, pelacuran, pembunuhan dan lain-lain ( Dr. C. Asri Budiningsih,

    2008 : 1).

  • 3

    Hal tersebut diatas tadi sudah menjadi masalah sosial yang sampai

    saat ini belum bisa diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup

    serius dan tidak bisa lagi disebut sebagai permasalahan yang sederhana.

    Karena tindakan-tindakan tersebut sudah mengarah kepada tindakan kriminal

    yang harus diproses secara hukum. Kondisi ini tentunya sangat

    memprihatinkan di kalangan masyarakat, terutama orangtua, para guru

    (pendidik), sebab para pelakunya beserta korban-korbanya adalah kaum

    remaja, khususnya kaum pelajar dan mahasiswa.

    Menurut Dr. C. Asri Budiningsih Kondisi demikian diduga bermula

    dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang

    sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kondisi ini.

    Mereka yang telah melewati system pendidikan selama ini, mulai dari

    pendidikan dalam keluarga,lingkungan sekitar, dan pendidikan sekolah,

    kurang memiliki kemampuan mengelola konflik dan kekacauan tersebut (Dr.

    C. Asri Budiningsih, 2008: 1).

    Masih segar dalam ingatan kita bahwa Pendidikan Karakter Untuk

    Membangun Keberadaban Bangsa adalah sebuah tema yang diusung oleh

    kementrian pendidikan dalam memperingati hari pendidikan nasional tahun

    2010. Sejak saat itu banyak sekali para ahli pendidikan, pengamat pendidikan

    dan praktisi pendidikan mencoba menterjemahkan pendidikan karakter

    menurut versinya masing-masing.

    Isu pendidikan karakter mengedepan tidak hanya karena sebagai

    peringatan hari pendidikan padatahun 2010, akan tetapi juga sebagai wujud

  • 4

    keprihatinan terhadap dunia pendidikan yang semakin hari semakin tidak

    jelas arah dan hasilnya. Karena semakin hari pendidikan di Indonesia

    semakin mengalami degradasi moral.

    Apa yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia, setelah lebih

    dari enam puluh tahun kita merdeka, pendidikan nasional belum mampu

    berfungsi menunjang bangsa yang berkarakter.

    Sebenarnya pendidikan agama telah mencakup aspek pendidikan

    karakter yang menjadi pengendali dari setiap tindakan yanag akan dilakukan.

    Orang yang pernah mendapatkan pendidikan agama setidaknya dapat

    mengontrol dirinya agar tidak melakukan hal-hal yang mencoreng citra

    pendidikan nasioa; dan dapat membantu kesuksesan tujuan pendidikan

    nasional. Hal ini sesuai dengan risalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad

    SAW bahwa beliau bersabda dalam hadist nya aku diutus Allah untuk

    menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti).

    Ini menjadi rujukan agar kita semua para pendidik sadar untuk

    memberikan Pendidikan akhlak (budi pekerti) kepada peserta didik agar ia

    mampu mengemban tugasnya sebagai seorang pelajar dan dapat

    mengharumkan citra pendidikan.

    Pendidikan agama merupakan pondasi kehidupan harusnya mencakup

    keseluruhan hidup sebagai pengendali tindakan. Seseorang yang tidak pernah

    mendapatkan pendidikan agama dia tidak mampu bertindak dengan sukarela

    untuk norma yang harus ia patuhi dan norma yang harus ia tinggalkan.

  • 5

    Apabila agama masuk ke dalam pembinaan pribadi seseorang, maka

    dengan sendirinya segala sikap, tindakan, perbuatan dan perkataanya akan

    dikendalikan oleh pribadi, yang telah terbina di dalamnya pendidikan agama,

    yang akan menjadi pengendali bagi moralnya ( Zakiyah Darajat, 1977 : 49 ).

    Ungkapan-ungkapan di atas menegaskan urgensinya pendidikan akhlak yang

    terdapat dalam pendidikan agama sebagai pengendali pribadi.

    Selaras dengan pendidikan agama, bahwa kepentingan pendidikan

    budi pekerti yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh

    pendidikan nasional yang mempunyai andil yang sama dalam membentuk

    kepribadian manusia.

    Hal ini masih tetap abadi untuk disimak kembali sebagaimana yang

    telah diungkapkan oleh Ki Hajar dewantara bahwa pengajaran budi pekerti

    tidak lain adalah:

    Menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodratnya menuju kearah peradaban dalam sifatnya yang

    umum (Ki hajar Dewantara : 1977 : 485).

    Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

    bab I Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa:

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan

    potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan

    ketrampilan yang dipelukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

    Negara.( Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : 2003 : 4)

    Namun pada kenyataanya banyak warga Negara yang tidak berakhlak

    mulia seperti melakukan tindakan-tindakan kriminal yang telah disebut diatas

    tadi, tidak mandiri karena bersifat komsumtif, tidak bertanggung jawab

  • 6

    terhadap hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Hal itu semua sangat

    bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.

    Citra pendidikan bangsa Indonesia yang semakin tidak jelas arahnya.

    Semakin banyak kaum yang dianggap terpelajar dan berpendidikan telah

    bercitra seperti orang yang tidak mengenal pendidikan. Semakin maraknya

    perkelahian pelajar, tindakan kriminal yang dilakukan pelajar, serta tindakan-

    tindakan asusila lainnya, mencerminkan gagalnya dunia pendidikan dalam

    mencetak generasi yang beradab. Sekolah tidak berhasil melaksanakan

    konsep mendidiknya.

    Berdasarkan latar belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan

    kedudukan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, yang

    meliputi tujuan, materi pendidikan dan metode pendidikannya. Pemikiran-

    pemikiran beliau tentang budi pekerti selaras dengan pendidikan karakter

    yang sedang mengedepan dalam pendidikan nasional Indonesia. Maka

    penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan penulisan skripsi yang

    berjudul Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan

    Budi Pekerti.

    B. Rumusan Masalah

    Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam

    penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana konsep pendidikan

    budi pekerti yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ?. Rumusan masalah

    tersebut akan dijawab dengan sub sub pertanyaan sebagai berikut:

  • 7

    1. Bagaimana latar belakang kehidupan Ki Hajar Dewantara?

    2. Bagaimana perjalanan karir intelektual Ki Hajar Dewantara?

    3. Bagaimana peran sosial Ki Hajar Dewantara?

    4. Bagaimana pokok-pokok pemikiran Ki Hajar Dewantara?

    5. Bagaimana karakteristik pemikiran Ki Hajar dewantara?

    6. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan

    budi pekeri?

    7. Bagaimana relevansi konsep pemikiran budi pekerti Ki Hajar dewantara

    dalam konteks kekinian ?

    C. Tujuan Peneltian

    Dengan sub-sub pertanyaan dalam rumusan masalah di atas maka

    tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Ki Hajar Dewantara.

    2. Untuk mengetahui perjalanan karir intelektual Ki Hajar Dewantara.

    3. Untuk mengetahui peran sosial Ki Hajar Dewantara.

    4. Untuk mendeskripsikan pokok-pokok pemikiran Ki Hajar Dewantara

    5. Untuk mendiskripsikan karakteristik pemikiran Ki Hajar Dewantaraan

    6. Untuk mendiskripsikan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep

    pendidikan budi pekerti

    7. Untuk mengetahui relevansi konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam

    konteks kekinian.

  • 8

    D. Kegunaan Penelitian

    Manfaat hasil penelitian yang penulis harapkan adalah:

    1. Teoritis: Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan

    pendidikan Indonesia secara umum dan pendidikan islam pada khususnya.

    2. Praktis: memberikan Informasi ulang kepada praktisi pendidikan tentang

    konsep budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara. Untuk dijadikan rujukan

    dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

    E. Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari

    penelitian, antara lain: Jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan

    data, dan analisis data.

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada

    refrensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer lebih di

    fokuskan kepada studi kepustakaan. ( Tatang M. Amirin, 1995: 135)

    2. Sumber data

    Dalam penelitian ini untuk melengkpai sumber data-datanya

    penulis menggunakan karya ilmiah Ki Hajar Dewantara berupa buku

    dengan judul Bagian Pertama : Pendidikan terbitan tahun 1977 oleh

    Majelis luhur persatuan taman siswa Yogjakarta. Buku ini merupakan

    karya pertama Ki Hajar Dewantara Yang dibukukan, di dalamnya memuat

    beberapa hal meliputi pedoman pendidikan,landasan pendidikan, alat

  • 9

    pendidikan, lembaga pendidikan, dan kajian tentang konsep pendidikan

    budi pekerti.

    Dalam buku ini fokus utama tentang pendidikan nasionalisme dan

    budi pekerti. Ki Hajar Dewantara berargumentasi bahwa kondisi sosial

    bangsa pada masa itu menghadapi penjajah, sehingga nasionalisme perlu

    ditanamkan kepada anak didik di dunia pendidikan Indonesia. Sebagai

    bukti konkrit penanaman nilai nasionalisme itu berupa pemakaian bahasa

    Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan di sekolah. Adapun

    konsep budi pekerti dijadikan landasan pendidikan bangsa Indonesia saat

    itu, karena budi pekerti sebagai tiang penyangga akhlak bangsa Indonesia

    untuk melawan penjajah.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Pencarian data dicari dengan pendekatan library research yaitu

    suatu penelitian kepustakaan murni. Dengan demikian pengumpulan data

    dalam penelitian ini adalah menggunakan metode dokumentasi yang

    mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang berupa catatan

    seperi buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen harian,

    catatan rapat, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2010: 202).

    Dimana semua data-data atau variable-variabel tersebut berupa

    karya Ki Hajar Dewantara atau karya-karya mengenai beliau baik tentang

    sejarah kehidupanya maupun konsep pemikirannya.

  • 10

    4. Teknik analisis data

    Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan

    skripsi ini adalah:

    a. Deduktif

    Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada

    pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang

    khusus. (Sutrisno Hadi, 1981: 42). Metode ini digunakan untuk

    menjelaskan konsep pendidikan budi pekerti yang merupakan salah

    satu sistem pendidikan karakter di Indonesia.

    b. Induktif

    Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari

    fakta-fakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik

    generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.(Sutrisno Hadi, 1981:

    42). Metode ini digunakan untuk membahas sejumlah data tentang

    konsep budi pekerti menurut Ki hajar dewantara guna di tarik

    kesimpulan di dalamnya dan dicari relevansinya dengan dunia

    pendidikan nasional pada masa kini.

    F. Telaah Pustaka

    Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang penting di Indonesia. Ia

    adalah tokoh yang mendapat gelar Bapak Pendidikan Indonesia dan menjadi

    salah seorang yang mendapatkan gelar pahlawan di mata pemerintah.

  • 11

    Karena begitu besar pengaruh dan peranannya, maka ada beberapa yang

    telaj mengkaji mengenai Ki Hajar Dewantara. Baik berupa karya, skripsi, tesis

    dan buku.

    Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penulusuran mengenai

    pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan maupun konpes

    pendidikan budi pekerti, baik berupa thesis maupun skripsi diantaranya yaitu:

    1. Ratna Setyawati (PAI 2003) Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

    ditinjau dari Konsep Pendidikan Islam. Dengan kesimpulanya bahwa

    pendidikan yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara mengedepankan nila-

    nilai kemaslahatan umat dan memerangi kebodohan. Karena Ki Hajar

    Dewantara memunculkan ide konsep pendidikan pada masa penjajahan

    maka beliau mengedepankan nilai kebangsaan. Sedangkan pendidikan

    islam selalu berkembang seiring dengan penenmuan-penemuan baru para

    pakar Islam Yang menyesuaikan perkembangan zaman.

    2. Cholifah Rodiyah (2011) Pendidikan Karakter dalam prespektif

    pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dengan kesimpulanya disarankan tetap

    mempertahankan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara yang baik, sambil

    menggapai strategi pembelajaran yang lebih baik. Andaikan menemukan

    kejanggalan atau sesuatu yang kontradiktif dalam pembelajaran Ki Hajar

    Dewantara, hendaknya dijadikan sebagai pijakan atau tantangan secara

    ilmiah(sains) bagi intellektual dan para pakar pendidikan untuk

    membuktikan kebenaran atau positif dan negatif dari konsep Ki Hajar

    Dewantara tentang pendidikan karakter. Hasil penelitian ini belum bisa di

  • 12

    katakan final secara sempurna, untuk itu di harapkan terdapat penelitian

    lebih lanjut yang mengkaji ulang hasil penelitian dengan topik yang

    serumpun.

    3. Nur Idlokh (2011) Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan

    Keluarga dalam Perspektif Hadist-Hadist Nabi SAW tentang Pendidikan.

    Dengan Kesinpulanya meliputi: Pertama Konsep pendidikan keluarga

    yaitu, keluarga sebagai pusat pendidikan, yang berarti menuntut adanya

    berbagai pendidikan baik pendidikan individual maupun pendidikan sosial

    bagi anak dilakukan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan lembaga

    pendidikan lain berfungsi sebagai pelengkap dan pendorong bagi jalannya

    pendidikan keluarga. Orang tua berperan penting dalam mendidik anak-

    anaknya, karena pertumbuhan budi pekerti anak sangat dipengaruhi oleh

    lingkungan keluarganya masingmasing. Alam keluarga merupakan tempat

    terbaik untuk melangsungkan pendidikan, karena lingkungan keluarga

    adalah tempat pendidikan permulaan bagi setiap individu sebab disitulah

    pertama kalinya pendidikan yang diberikan oleh orangtua, yang

    kedudukannya sebagai guru (penuntun), pengajar dan sebagai pemimpin

    pekerjaan (pemberi contoh). Pendidikan dalam keluarga merupakan

    pondasi pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan

    kesehariannya, anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah

    laku orang tua terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak

    merupakan peniru yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua

    tidak memberikan kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan

  • 13

    teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap

    kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila

    kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati,

    menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat

    masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran islami,

    maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa

    akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore

    hari. Kedua Sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan

    adalah menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan.

    Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan

    kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil

    meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Jika dikaitkan dengan

    pendidikan Islam, maka dapat ditegaskan bahwa Ki Hajar Dewantara

    mengajak masyarakat untuk meningkatkan pendidikan agar nantinya dapat

    mendapatkan kecerdasan, keteladanan serta merasakan hidup bahagia di

    dunia dan di akhirat. Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan

    informasi dan masukan bagi mahasiswa, orang tua, tenaga pengajar, para

    peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan.

    Adapun buku buku yang telah terbit mengenai beliau diantaranya:

    1. Ditulis oleh Banbang Dewantara yang merupakan putera beliau dengan

    100 Tahun Ki hajar Dewantara, Buku inimembahas perjalanan hidup

    beliau, mulai dari kehidupan keluarganya dan perjuangannya melawan

    penjajah. Dan diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada tahun 1989 di Jakarta.

  • 14

    2. Ditulis oleh H. A. H Harahap dan B. S Dewantara dengan judul Ki Hajar

    Dewantara Dkk, diterbitkan oleh PT. Gunung Agung pada tahun 1980 di

    Jakarta.

    3. Ditulis oleh Abdurrachman Surjomihardjo dengan judul Ki Hajar

    Dewantara Dan Taman siswa Dalam Sejarah Modern, diterbitkan oleh

    penerbit sinar harapanpada tahun 1986 di Jakarta.

    Dari beberapa tulisan tersebut diatas, sejauh pengamatan penulis

    belum ada yang membahas secara murni pemikiran beliau tentang konsep

    pendidikan budi pekerti. Harapan penulis konsep yang akan disampaikan ini

    dapat melengkapi informasi yang ada sebelumnya dan menambah wacana

    khasanah keilmuan.

    G. Sistematika Penulisan

    Agar mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh dalam skripsi ini

    terdapat lima bab untuk membahas Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang

    Konsep Pendidikan Budi Pekerti, sebagaimana dijelaskan di bawah ini

    BAB I: Pendahuluan

    Dalam pendahuluan ini memuat tentang Latar Belakang Masalah,

    Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode

    Penelitian dan Sistematika Penulisan skripsi.

    BAB II: Biografi Ki Hajar Dewantara

  • 15

    Sebelum melangkah jauh ke penelitian mengenai konsep pemikiran

    beliau tentang pendidikan budi pekerti, penulis mengajak terlebih dahulu

    untuk menganal sosok Ki Hajar Dewantara melalui Riwayat Hidup Ki Hajar

    Dewantara, Setting-sosial Politik dan pengaruhnya terhadap pemikiran Ki

    Hajar Dewantara, Karya Karya Ki Hajar Dewantara.

    BAB III: Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hajar Dewantara

    Untuk memaparkan pemikiran beliau yang merupakan inti dari skripsi

    ini maka penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai Pengertian dan

    Dasar Pendidikan Budi Pekerti, Tujuan Pendidikan Budi Pekerti, Dasar

    Pendidikan Budi Pekerti, Materi Pendidikan Budi Pekerti, Metode Pendidikan

    Budi Pekerti.

    BAB IV: PEMBAHASAN

    Mengingat konsep beliau ini merupakan pengkajian ulang setelah

    sekian lama terpendam, maka penulis mencoba merelavansikan dengan dunia

    pendidikan nasional saat ini dengan memaparkan Signifikansi Pemikiran Ki

    Hajar Dewantara, Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Implikasi

    pemikiran Ki Hajar Dewantara.

    BAB V: Penutup

    Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan, saran-saran dan

    penutup.

  • 16

    BAB II

    RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA

    Sosok Ki Hajar Dewantara sudah tidak asing lagi di mata penduduk

    bangsa Indonesia. Beliau adalah tokoh yang mempunyai jiwa pejuang yang tidak

    kenal kata menyerah, seorang pemimpin yang dapat menuntun anak buahnya,

    seseorang yang kritis terhadap dunia pendidikan, yang telah menghasillkan

    berbagai gagasan yang meliputi masalah politik dan budaya, sehingga beliau

    dikenal sebagai seorang pejuang, pendidik sejati dan sekaligus menjadi

    budayawan Indonesia.

    Orang pertama di Indonesia seorang Ir. Soekarno bahkan sangat

    menghormati dan memuliakan beliau, seperti yang disampaikan dalam pidatonya

    bahwa saya datang di sini sebagai Presiden ataupun sebagai Bung Karno. Dalam

    kedua duanya hal itu saya yakin, menjadi penyambung lidah rakyat, dan saya

    datang disini ialah untuk menyatakan pangabekti kepada Ki Hajar Dewantara dan

    Nyi Hajar Dewantara (Bambang S Dewantara, 1989: 11).

    Ki Hajar Dewantara juga sangat disegani masyarakat luas karena

    kesederhanaanya, beliau tidak segan bergaul dengan masyarakat awam di luar

    termasuk dengan hamba sahaya nya meski beliau adalah seorang keturunan

    berdarah biru.

    Untuk mengetahui keseluruhan tentang Ki Hajar Dewantara maka penulis

    mengajak pembacaa untuk membahas bersama mengenai beliau diantaranya yaitu:

  • 17

    A. Biografi Ki Hajar Dewantara

    Ki Hajar Dewantara Lahir pada 2 Mei 1889 (Ensiklopedi Nasional

    Indonesia Jilid 4, 1989: 330). Beliau adalah putera ke lima pangeran

    Soeryaningrat putera dari Sri Paku alam III. Pada waktu dilahirkan diberi

    nama Soewardi Soeryaningrat, karena beliau masih keturunan bangsawan

    maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian nama lengkapnya

    menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (Darsiti Soeratman, 1983/1984:

    8-9). Alasan utama pergantian nama itu adalah keinginan Ki Hadjar

    Dewantara untuk lebih merakyat atau mendekati rakyat. Dengan pergantian

    nama tersebut, akhirnya dapat dengan leluasa bergaul dengan rakyat.

    Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh

    rakyat pada masa itu. Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati

    Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan

    Sunan Kalijaga (Darsiti Soeratman, 1983/1984: 171).

    Jadi Ki Hadjar Dewantara adalah keturunan bangsawan dan juga

    keturunan ulama, karena merupakan keturunan dari Sunan Kalijaga.

    Sebagaimana seorang keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara

    dididik dan dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural dan religius yang

    tinggi serta kondusif. Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara

    dilingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai

    kultural sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga yang tersalur

    melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, dan pendidikan agama turut

    mengukir jiwa kepribadiannya.

  • 18

    Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan Nikah Gantung

    antara R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya

    adalah cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari

    sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya

    diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Suryaningratan Yogyakarta (H.

    A. H. Harahap dan B. S. Dewantara, 1980: 12)

    Jadi Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-

    sama cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan. Sebagai tokoh

    Nasional yang disegani dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan, Ki

    Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten,

    konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti

    berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi

    dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan

    yang tinggi dalam mengantar bangsanya ke alam merdeka (Ki Hariadi, 1989:

    39)

    Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28

    November 1959, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan

    Nasional. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan

    tanggal lahir Ki Hajar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan

    Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959 (Ki

    Hajar Dewantara, 1977 : XIII).

    Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di

    rumahnya Mujamuju Yogyakarta. Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki

  • 19

    Hajar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo

    Taman Siswa, kemudian diserahkan kepada Majlis Luhur Taman Siswa. Dari

    pendopo Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makam Wijaya Brata

    Yogyakarta. Dalam upacara pemakaman Ki Hajar Dewantara dipimpin oleh

    Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto. Dalam lingkungan budaya

    dan religius yang kondusif demikianlah Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan

    dididik menjadi seorang muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek

    hakikat daripada syariat.

    Dalam hal ini Pangeran Ki Hariyadi, Ki Hajar Dewantara sebagai

    Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hajar Dewantara

    dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, Soeryaningrat pernah

    mendapat pesan dari ayahnya: syariat tanpa hakikat adalah kosong, hakikat

    tanpa syariat batal (Darsiti soeratman, 1981/1982 : 16).

    Selain mendapat pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam

    tersebut. Ki Hadjar Dewantara juga mendapat pendidikan formal di luar

    antara lain:

    1. ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III.

    2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.

    3. STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Artsen) yaitu sekolah

    kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tak dapat

    diselesaikannya, karena Ki Hadjar Dewantara sakit (Gunawan, 1992:

    302-303).

    4. Europeesche Akte, Belanda 1914.

  • 20

    Selain itu Ki Hajar Dewantara memiliki karir dalam dunia jurnalistik,

    politik dan juga sebagai pendidik sebagai berikut, diantaranya:

    a. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,

    Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara (Bambang Sokawati

    Dewantara, 1981 : 48).

    b. Pendiri National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional

    Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 Bambang Sokawati Dewantara, 1981 :

    66).

    c. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

    d. Boedi Oetomo 1908

    e. Syarekat Islam cabang Bandung 1912

    f. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran

    nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912

    Penghargaan penghargaan yang pernah diraih oleh beliau diantaranya

    adalah:

    a. Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari

    Pendidikan Nasional Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan

    Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

    b. Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957

  • 21

    B. Peran Sosial Ki hajar Dewantara

    Mengangkat pemikiran seorang tokoh besar seperti Ki Hajar

    Dewantara (Soewardi Soeryaningrat) tanpa terlebih dahulu memahami dan

    mempertimbangkan kondisi sosio-kultural dan politik masa hidupnya yang

    melingkari pertumbuhan ataupun mobilitas pemikirannya, boleh jadi akan

    memberikan citra kurang baik, sebab pada dasarnya ia merupakan produk

    sejarah masanya. Oleh karena itu situasi dan kondisi yang berkembang ikut

    menentukan perkembangan dan corak pemikiran Ki Hajar Dewantara.

    Ki Hajar Dewantara terlahir dari keluarga kerajaan Paku Alaman

    merupakan keturunan bangsawan, lahir di Yogyakarta pada hari kamis legi

    tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889 dengan nama R.M. Suwardi

    Suryaningrat. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat , putra

    dari Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat yang bergelar

    Sri Paku Alam III.

    Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan dari Paku Alam III. Beliau

    mendapat pendidikan agama dari ayahnya yang tunanetra itu dengan

    berpegang pada ajaran yang berbunyi syariat tanpa hakikat adalah kosong,

    hakikat tanpa syariat adalah batal. (Darsini Soeratman, 1985 : 16) Beliau juga

    mendapat pelajaran falsafah Hindu yang tersirat dari cerita wayang dan juga

    satra jawa gending.

    Di lingkungan keluarga sendiri, Ki Hajar Dewantara banyak

    bersentuhan dengan iklim keluarga yang penuh dengan nuansa kerajaan yang

    feodal. Walaupun ayahnya seorang keturunan dari peku alam III, namun

  • 22

    demikian, ia seorang yang sangat dekat dengan rakyat, karena pada masa

    kecilnya ia suka bergaul dengan anak-anak kebanyakan di kampung-kampung,

    sekitar puri tempat tinggalnya. Ia menolak adat foedal yang berkembang di

    lingkungan kerajaan. Hal ini dirasakan olehnya bahwa adat yang demikian

    menganggu kebebasan pergaulannya (Darsini Soeratman, 1985 : 19-20) Ia

    juga cinta terhadap ilmu pengetahuan dan agama.

    Pada masa itu pendidikan sangatlah langka, hanya orang-orang dari

    kalangan Belanda, Tiong Hoa, dan para pembesar daerah saja yang dapat

    mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan Belanda.

    Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan

    formal pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena

    teman sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang

    anak dari rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan

    kesan yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan

    perjuangannya baik dalam dunia politik sampai dengan pendidikan. Ia juga

    menentang kolonialisme dan foedalisme yang menurutnya sangat

    bertentangan dengan rasa kemanusiaan kemerdekaan dan tidak memajukan

    hidup dan penghidupan manusia secara adil dan merata (Darsini Soeratman,

    1985: 19-20).

    a. Ki Hajar Dewantara sebagai Pejuang Bangsa

    Kurang berhasilannya beliau dalam menempuh pendidikan tidaklah

    menjadi hambatan untuk berkarya dan berjuang. Akhirnya perhatiannya

    dalam bidang jurnalistik inilah yang menyebabkan Soewardi

  • 23

    Soeryaningrat diberhentikan oleh Rathkamp, kemudian pindah ke

    Bandung untuk membantu Douwes Dekker dalam mengelola harian De

    Expres. Melalui De Expres inilah Soewardi Soeryaningrat mengasah

    ketajaman penanya mengalirkan pemikirannya yang progesif dan

    mencerminkan kekentalan semangat kebangsaannya. Tulisan demi tulisan

    terus mengalir dari pena Soewardi Soeryaningrat dan puncaknya adalah

    Sirkuler yang mengemparkan pemerintah Belanda yaitu Als Ik Eens

    Nederlander Was! Andaikan aku seorang Belanda ! tulisan ini pula yang

    mengantar Soewardi Soeryaningrat ke pintu penjara pemerintah Kolonial

    Belanda, untuk kemudian bersama-sama dengan Cipto Mangun Kusumo

    dan Douwes Dekker di asingkan ke negeri Belanda (Gunawan, 1992 :303).

    Tulisan tersebut sebagai reaksi terhadap rencana pemerintah Belanda

    untuk mengadakan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari

    penindasan Perancis yang akan dirayakan pada tanggal 15 November

    1913, dengan memungut biaya secara paksa kepada rakyat Indonesia.

    Dengan tersebarnya tulisan tersebut, pemerintah Belanda menjadi

    marah. Kemudian Belanda memanggil panitia De Expres untuk diperiksa.

    Dalam suasana seperti itu, Cipto Mangun Kusumo menulis dalam harian

    De Expres 26 Juli 1913. Untuk menyerang Belanda, yang berjudul Kracht

    of Vress (Kekuatan atau ketakutan). Selanjutnya Soewardi Soeryaningrat

    kembali menulis dalam harian De Expres tanggal 28 Juli 1913 yang

    berjudul Een Voor Allen, Maar Ook Allen Voor Een. (Satu buat semua,

    tetapi juga semua buat satu) (Moch. Tauhid, 1963 : 21).

  • 24

    Pada tanggal 30 juli 1913 Soewardi Soeryaningrat dan Cipto

    Mangunkusumo ditangkap, seakan-akan keduanya orang yang paling

    berbahaya di wilayah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan

    singkat keduanya secara resmi dikenakan tahanan sementara dalam sel

    yang tepisah dengan seorang pengawal di depan pintu.

    Douwes Dekker yang baru datang dari Belanda, menulis

    pembelaannya terhadap kedua temannya melalui harian De Expres, 5

    Agustus 1913 yang berjudul Onze Heiden: Tjipto Mangoenkoesoemo En

    R.M. Soewardi Soeryaningrat (Dia pahlawan kita: Tjipto

    Mangoenkoesoemo dan R.M. Soewardi Soeryaningrat) (Gunawan, 1992 :

    299). Untuk menguji keberanian dan kepahlawanan mereka berdua.

    Atas putusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 18 Agustus 1913

    Nomor: 2, a, ketiga orang tersebut diinternir. Ki Hajar Dewantara ke

    Bangka, Cipto Mangunkusuma ke Banda, dan Douwes Dekker ke Timur

    Kupang. Namun ketiganya menolak dan mengajukan dieksternir ke

    Belanda meski dengan biaya perjalanan sendiri. Dalam perjalanan menuju

    pengasingan Ki Hajar Dewantara menulis pesan untuk saudara dan kawan

    seperjuangan yang ditinggalkan dengan judul: Vrijheidsherdenking end

    Vrijheidsberoowing. (Peringatan kemerdekaan perampasan

    kemerdekaan). Tulisan tersebut dikirim melalui kapal Bullow tanggal 14

    September 1913 dari teluk Benggala Moch. Tauhid, 1963 : 22).

    Di Belanda Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusuma, Douwes

    Dekker langsung aktif dalam kegiatan politik. Di Denhaag Ki Hadjar

  • 25

    Dewantara mendirikan Indonesische Persbureau (IPB), yang merupakan

    badan pemusatan penerangan dan propaganda pergerakan nasional

    Indonesia.

    Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara tetap aktif

    dalam berjuang. Oleh partainya Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai

    sekretaris kemudian sebagai pengurus besar NIP (National Indische Partij)

    di Semarang. Ki Hajar Dewantara juga menjadi redaktur De Beweging,

    majalah partainya yang berbahasa Belanda, dan Persatuan Hindia dalam

    bahasa Indonesia. Kemudian juga memegang pimpinan harian De Expres

    yang diterbitkan kembali. Karena ketajaman pembicaraan dan tulisannya

    yang mengecam kekuasaan Belanda selama di Semarang, Ki Hajar

    Dewantara dua kali masuk penjara Moch. Tauhid, 1963 : 27-28).

    Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari

    pengasingan di negeri Belanda. Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan

    Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Melalui

    bidang pendidikan inilah Ki Hajar Dewantara berjuang melawan penjajah

    kolonial Belanda. Namun pihak kolonial Belanda juga mengadakan usaha

    bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan politik yang dipelopori

    oleh Taman Siswa. Tindakan Kolonial tersebut adalah Onderwijs

    Ordonantie 1932 (Ordinansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh

    Gubernur Jendral tanggal 17 September 1932. pada tanggal 15-16 Oktober

    1932 MLPTS mengadakan Sidang Istimewa di Tosari Jawa Timur untuk

    merundingkan Ordinansi tersebut.

  • 26

    Hampir seluruh Mass Media Indonesia ikut menentang ordonansi

    tersebut. Antara lain: Harian Perwata Deli, Harian Suara Surabaya, Harian

    Suara Umum dan berbagai Organisasi Politik (PBI, Pengurus Besar

    Muhamadiyyah, Perserikatan Ulama, Perserikatan Himpunan Istri

    Indonesia, PI, PSII dan sebagainya. Dengan adanya aksi tersebut, maka

    Gubernur Jendral pada tanggal 13 Februari 1933 mengeluarkan ordonansi

    baru yaitu membatalkan OO 32 dan berlaku mulai tanggal 21 Februari

    1933 (Sugiyono, 1989 :113-114).

    Menjelang kemerdekaan RI, yakni pada pendudukan Jepang (1942-

    1945) Ki Hadjar Dewantara duduk sebagai anggota Empat Serangkai

    yang terdiri dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai

    Mansur. Pada bulan Maret 1943, Empat Serangakai tersebut mendirikan

    Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang bertujuan untuk memusatkan

    tenaga untuk menyiapkan kemerdekaan RI. Akhirnya pada tanggal 17

    Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia dapat diproklamasikan oleh Ir.

    Soekarno dan Moh. Hatta. Pada hari minggu pon tanggal 17 Agustus 1945,

    pemerintah RI terbentuk dengan Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan

    Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Disamping itu juga mengangkat

    Menteri-Menterinya. Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri

    Pendidikan dan Kebudayaan (Bambang S Dewantara, 1989 : 111). Pada

    tahun 1946 Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Ketua Panitia

    Penyelidikan Pendidikan dan Pengajaran RI, ketua pembantu

    pembentukan undang-undang pokok pengajaran dan menjadi Mahaguru di

  • 27

    Akademi Kepolisian. Tahun 1947, Ki Hadjar Dewantara menjadi Dosen

    Akademi Pertanian. Tanggal 23 Maret 1947, Ki Hajar Dewantara diangkat

    menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI dan menjadi anggota

    Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam di Sekolah Rakyat

    (Bambang S Dewantara, 1989 : 119).

    Pada tahun 1948, Ki Hajar Dewantara dipilih sebagai ketua

    peringatan 40 tahun Peringatan Kebangkitan Nasional, pada kesempatan

    itu Beliau bersama partai-partai mencetuskan pernyataan untuk

    menghadapi Belanda. Pada peringatan 20 tahun ikrar pemuda (28 Oktober

    1948), Ki Hadjar Dewantara ditunjuk sebagai ketua pelaksana peringatan

    Ikrar Pemuda. Setelah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda Desember

    1949 Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai anggota DPR RIS yang

    selanjutnya berubah menjadi DPR RI. Pada tahun 1950, Ki Hadjar

    Dewantara mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI dan kembali ke

    Yogyakarta untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Taman Siswa

    sampai akhir hayatnya.

    b. Ki Hajar Dewantara sebagai pendidik

    Seorang tokoh seperti Ivan Illich pernah berseru agar masyarakat bebas

    dari sekolah. Niat deschooling tersebut berangkat dari anggapan Ivan Illich

    bahwa sekolah tak ubahnya pabrik yang mencetak anak didik dalam paket-paket

    yang sudah pasti. bagi banyak orang, hak belajar sudah digerus menjadi

    kewajiban menghadiri sekolah, kata Illich. Demikian pula halnya

    dengan Rabindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah seakan-akan

    sebuah penjara. Yang kemudian ia sebut sebagai siksaan yang tertahankan.

  • 28

    Sebagai tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara tidak seperti Ivan

    Illich atau Rabrindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah

    sebagai siksaan yang harus segera dihindari. Ki Hajar berpandangan

    bahwa melalui pendidikan akan terbentuk kader yang berpikir,

    berperasaan, dan berjasad merdeka serta percaya akan kemampuan sendiri.

    Arah pendidikannya bernafaskan kebangsaan dan berlanggam kebudayaan

    (http//:edukasi kompasiana.com).

    Kepeloporan Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan kehidupan

    bangsa yang tetap berpijak pada budaya bangsanya diakui oleh bangsa

    Indonesia. Perannya dalam mendobrak tatanan pendidikan kolonial yang

    mendasarkan pada budaya asing untuk diganti dengan sistem pendidikan

    nasional menempatkan Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan

    nasional yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

    Sistem pendidikan kolonial yang ada dan berdasarkan pada budaya

    barat, jelas-jelas tidak sesuai dengan kodrat alam bangsa Indonesia. Oleh

    karena itu, Ki Hajar Dewantara memberikan alternatif lain yaitu kembali

    ke jalan Nasional Pendidikan untuk rakyat Indonesia harus berdasarkan

    pada budaya bangsanya sendiri. Sistem pendidikan kolonial yang

    menggunakan cara paksaan dan ancaman hukuman harus diganti dengan

    jalan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada anak didik dengan tetap

    memperhatikan tertib damainya hidup bersama (Ki Hariadi, 1989 : 42).

    Reorientasi perjuangan Ki Hajar Dewantara dari dunia politik ke

    dunia pendidikan mulai disadari sejak berada dalam pengasingan di negeri

  • 29

    Belanda. Ki Hajar Dewantara mulai tertarik pada masalah pendidikan,

    terutama terhadap aliran yang dikembangkan oleh Maria Montessori dan

    Robindranat Tagore. Kedua tokoh tersebut merupakan pembongkar dunia

    pendidikan lama dan pembangunan dunia baru. Selain itu juga tertarik

    pada ahli pendidikan yang bernama Freidrich Frobel. Frobel adalah

    seorang pendidik dari Jerman. Ia mendirikan perguruan untuk anak-anak

    yang bernama Kindergarten (Taman Kanak-kanak). Oleh Frobel diajarkan

    menyanyi, bermain, dan melaksanakan pekerjaan anak-anak. Bagi Frobel

    anak yang sehat badan dan jiwanya selalu bergerak. Maka ia menyediakan

    alat-alat dengan maksud untuk menarik anak-anak kecil bermain dan

    berfantasi. Berfantasi mengandung arti mendidik angan anak atau

    mempelajari anak-anak berfikir (Darsini Soeratman, 1985 : 69).

    Ki Hajar Dewantara juga menaruh perhatian pada metode

    Montessori. Ia adalah sarjana wanita dari Italia, yang mendirikan taman

    kanak-kanak dengan nama Case De Bambini. Dalam pendidikannya ia

    mementingkan hidup jasmani anak-anak dan mengarahkannya pada

    kecerdasan budi. Dasar utama dari pendidikan menurut dia adalah adanya

    kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan hidup yang

    seluas-luasnya. Ini berarti bahwa anakanak itu sebenarnya dapat mendidik

    dirinya sendiri menurut lingkungan masingmasing. Kewajiban pendidik

    hanya mengarahkan saja. Lain pula dengan pendapat Tagore, seorang ahli

    ilmu jiwa dari India. Pendidikan menurut Tagore adalah semata-mata

    hanya merupakan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan

  • 30

    dalam arti yang sedalam dalamnya, yaitu menyangkut keagamaan. Kita

    harus bebas dan merdeka. Bebas dari ikatan apapun kecuali terikat pada

    alam serta zaman, dan merdeka untuk mewujudkan suatu ciptaan.

    Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan nusa dan

    bangsa untuk mengejar keselamatan dan kesejahteraan rakyat tidak hanya

    dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan. Oleh

    karenanya timbullah gagasan untuk mendirikan sekolah sendiri yang akan

    dibina sesuai dengan cita-citanya.

    Untuk merealisasikan tujuannya, Ki Hajar Dewantara mendirikan

    perguruan Taman Siswa. Cita-cita perguruan tersebut adalah Saka

    saka adalah singkatan dari Paguyuban Selasa Kliwonan di

    Yogyakarta, dibawah pimpinan Ki Ageng Sutatmo Suryokusumo.

    Paguyuban ini merupakan cikal bakal perguruan taman siswa yang

    didirikan oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta(Darsiti Soeratman,

    1985: 84-85). Yakni: mengayu-ayu sarira (membahagiakan diri),

    mengayu-ayu bangsa (membahagiakan bangsa) dan mengayu-ayu

    manungsa (membahagiakan manusia). Untuk mewujudkan gagasannya

    tentang pendidikan yang dicitacitakan tersebut. Ki Hadjar Dewantara

    menggunakan metode Among yaitu Tutwuri Handayani. (Among

    berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi

    kebebasan anak asuh bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut

    kemampuannya. Tutwuri Handayani berarti pemimpin mengikuti dari

    belakang, memberi kebebasan dan keleluasaan bergerak yang

  • 31

    dipimpinnya. Tetapi ia adalah handayani, mempengaruhi dengan daya

    kekuatannya dengan pengaruh dan wibawanya (www.tamansiswa.org).

    Metode Among merupakan metode pendidikan yang berjiwa kekeluargaan

    dan dilandasi dua dasar, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan (Djumhur dan

    Danasuparta, 1976 : 174). Metode among menempatkan anak didik

    sebagai subyek dan sebagai obyek sekaligus dalam proses pendidikan.

    Metode among mengandung pengertian bahwa seorang pamong/guru

    dalam mendidik harus memiliki rasa cinta kasih terhadap anak didiknya

    dengan memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan anak didik dan

    menumbuhkan daya inisiatif serta kreatifitas anak didiknya. Pamong tidak

    dibenarkan bersifat otoriter terhadap anak didiknya dan bersikap Ing

    Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani

    (www.tamansiswa.org). .

    c. Ki Hajar Dewantara sebagai Budayawan

    Teori pendidikan taman siswa yang dikembangkan oleh Ki Hadjar

    Dewantara sangat memperhatikan dimensi-dimensi kebudayaan serta nilai-

    nilai yang terkandung dan digali dari masyarakat dilingkungannya.

    Sebagaimana disampaikan oleh DJumhur dan Danasuparta bahwa

    Trikon nya Ki Hadjar Dewantara adalah:

    Bahwa dalam mengembangkan dan membina kebudayaan nasional, harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri

    (kontuinitas) menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia

    (konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian dalam

    lingkungan kemanusian sedunia (konsentrisitas). Dengan demikian

    jelas bagi kita bahwa terhadap pengaruh budaya asing, kita harus

    terbuka, disertai sikap selektif adaptif dengan pancasila sebagai

    tolak ukurnya (Djumhur dan Danasuparta, 1976 : 174-174)

  • 32

    Selektif adaptif berarti dalam mengambil nilai-nilai tersebut harus

    memilih yang baik dalam rangka usaha memperkaya kebudayaan sendiri,

    kemudian disesuikan dengan situasi dan kondisi bangsa dengan

    menggunakan pancasila sebagai tolak ukurnya. Semua nilai budaya asing

    perlu diamati secara selektif. Manakala ada unsur kebudayaan yang bisa

    memperindah, memperhalus, dan meningkatkan kualitas kehidupan

    hendaknya diambil, tetapi jika unsur budaya asing tersebut berpengaruh

    sebaliknya, sebaiknya ditolak. Nilai kebudayaan yang sudah kita terima

    kemudian perlu disesuaikan dengan kondisi dan psikologi rakyat kita, agar

    masuknya unsur kebudayaan asing tersebut dapat menjadi penyambung

    bagi kebudayaan nasional kita.

    Demikian luas dan intensnya Ki Hadjar Dewantara dalam

    memperjuangkan dan mengembangkan kebudayaan bangsanya, sehingga

    karena jasanya itu, M Sarjito Rektor Universitas Gajah Mada

    menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa (DR-Hc) dalam ilmu

    kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara pada saat Dies Natalis yang

    ketujuh tanggal 19 Desember 1956 (Bambang Sokawati Dewantara, 1989 :

    76). Pengukuhan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Soekarno.

    d. Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin Rakyat

    Sebagai seorang pemimpin, Ki Hadjar Dewantara tidak diragukan

    lagi. Dalam memimpin rakyat, Ki Hadjar Dewantara menggunakan teori

    kepemimpinan yang dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan yang telah

    berkembang dalam masyarakat. Trilogi kepemimpinan tersebut adalah Ing

  • 33

    Ngharsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani: Di

    depan seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan dan contoh bagi

    anak buahnya, ditengah (dalam masyarakatnya) seorang pemimpin harus

    mampu membangkitkan semangat dan tekad anak buah. Dan dibelakang

    harus mampu memberikan dorongan dan semangat anak buah.

    Ki Hadjar Dewantara adalah seorang demokrat yang sejati, tidak

    senang pada kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin yang

    mengandalkan pada kekuasannya tanpa dilandasi oleh rasa cinta kasih.

    Dalam hal ini, kita merasakan betapa demokratis dan manusiawinya Ki

    Hadjar Dewantara memperlakukan orang lain.

    Ki Hadjar Dewantara selalu bersikap menghargai dan menghormati

    orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dengan sikap yang arif

    beliau menerima segala kekurangan dan kelebihan orang lain, untuk saling

    mengisi, memberi dan menerima demi sebuah keharmonisan dari lembaga

    yang dipimpinnya.

    C. Karya Karya Ki Hajar Dewantara

    Diantara karya-karya Ki Hajar Dewantara yaitu:

    1. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian pertama: tentang Pendidikan Buku ini

    khusus membicarakan gagasan dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam

    bidang pendidikan di antaranya tentang hal ihwal Pendidikan Nasional. Tri

    Pusat Pendidikan, Pendidikan Kanak-Kanak, Pendidikan Sistem Pondok,

    Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan.

  • 34

    2. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian kedua: tentang Kebudayaan Dalam

    buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan kesenian di

    antaranya: Asosiasi Antara Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan

    Nasional, Perkembangan Kebudayaan di Jaman Merdeka, Kebudayaan

    nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian Daerah dalam

    Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila dan lain-

    lain.

    3. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian ketiga: tentang Politik dan

    Kemasyarakatan. Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai politik

    antara tahun 1913-1922 yang menggegerkan dunia imperialis Belanda, dan

    tulisan-tulisan mengenai wanita, pemuda dan perjuangannya.

    4. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan

    Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hadjar Dewantara Dalam buku ini

    melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan

    kemerdekaan Ki Hadjar Dewantara.

    5. Tahun 1912 mendirikan Surat Kabar Harian De Ekspres (Bandung),

    Harian Sedya Tama (Yogyakarta) Midden Java (Yogyakarta),

    KaumMuda (Bandung), Utusan Hindia (Surabaya), Cahya Timur

    (Malang) ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 330).

    6. Monumen Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli

    1922( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 331).

    7. Pada tahun 1913 mendirikan Komite Bumi Putra bersama Cipto

    Mangunkusumo, untuk memprotes rencana perayaan 100 tahun

  • 35

    kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis yang akan dilaksanakan

    pada tanggal 15 November 1913 secara besar-besaran di Indonesia

    (Bambang S. Dewantara, 1989 : 116).

    8. Mendirikan IP (Indice Partij)tanggal 16 September 1912 bersama Dauwes

    Dekker dan Cjipto Mangunkusumo ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid

    4, 1989 : 330).

    9. Tahun 1918 mendirikan Kantor Berita Indonesische Persbureau di

    Nederland.

    10. Tahun 1944 diangkat menjadi anggota Naimo Bun Kyiok Yoku Sanyo

    (Kantor Urusan Pengajaran dan Pendidikan) (Bambang S. Dewantara,

    1989 : 76).

    11. Pada tanggal 8 Maret 1955 ditetapkan pemerintah sebagai perintis

    Kemerdekaan Nasional Indonesia.

    12. Pada tanggal 19 Desember 1956 mendapat gelar kehormatan Honoris

    Causa dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Negeri Gajah Mada.

    13. Pada tanggal 17 Agustus dianugerahi oleh Presiden/Panglima Tertinggi

    Angkatan Perang RI bintang maha putera tinggat I

    14. Pada tanggal 20 Mei 1961 menerima tanda kehormatan Satya Lantjana

    Kemerdekaan (Irna HN dan Hadi Soewito, 1985 : 132).

  • 36

    BAB III

    PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG

    KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

    Sebagaimana yang diwasiatkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa

    pendidikan budi pekerti sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

    manusia. Perkembangan yang tidak hanya dilihat dari jasmaninya, karena

    perkembangan jasmani tanpa diimbangi dengan budi pekerti dapat berdampak

    buruk terhadap perkembangan manusia, yang pada akhirnya akan melahirkan

    manusia yang sombong dan durjana.

    Secara mendalam Ki Hajar Dewantara tidak sepakat dengan sistem

    pendidikan yang diwariskan oleh kolonial belanda, orientasi pada pendidikan

    warisan tersebut hanya pada segi kognitf (penalaran) tanpa melihat dari segi yang

    lain, yaitu pendidikan budi pekerti (akhlak) sehingga produk yang di hasilkan oleh

    sistem pendidikan tersebut adalah lahirnya manusia yang sombong, tidak

    mempunyai perangai yang baik dan pembentukan moral yang baik merupakan

    tugas dari pendidikan budi pekerti.

    Dengan pendidikan budi pekerti, anak didik diharapkan mampu menjadi

    manusia yang luhur dan berguna bagi masyarakat luas. Kecerdasan otak bukanlah

    hal yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana peserta didik memilki

    budi pekerti yang mulia merupakan tujuan utama dalam pendidikan.Sehingga

    peserta didik yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan

    menyalahgunakan kecerdasanya untuk menipu orang lain. Untuk menumbuhkan

  • 37

    perasaan dan kehalusan budi pekerti, Ki Hajar Dewantara mempunyai konsep

    tentang pendidikan budi pekerti yang kemudian di kembangkan dalam Perguruan

    Taman Siswa. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:

    A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

    Peranan pendidikan bagi manusia sangatlah penting karena manusia

    telah menyadari tentang arti sebuah kehidupan sehingga pendidikan menjadi

    perhatian tersendiri dalam rangka mencari eksistensi dirinya. Sebelum masuk

    pada pembahasan definisi dari pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar

    Dewantara, penulis akan membahas tentang definisi pendidikan secara umum

    menurut Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara mengemukan beberapa

    definisi tentang pendidikan.

    Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa pendidikan adalah:

    Menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah

    mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara, 1977 : 20).

    Lebih jelas lagi Ki Hajar dewantara mengungkapkan pengertian

    pendidikan adalah:

    Pendidikan, umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dank arakter), pikiran

    (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman siswa tidak boleh

    dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan

    kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang

    kita didik selaras dengan dunianya( Ki Hajar Dewantara, 1977 : 14-15).

    Definisi pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara,

    menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai

    suatu yang proses yang dinamis dan berkesinambungan. Disini tersirat pula

  • 38

    wawasan kemajuan, karena sebagai proses pendidikan harus mampu

    menyesuaikan diri dengan tuntunan kemajuan zaman. Keseimbangan unsur

    cipta, rasa dan karsa yang tidak dapat dipisah-pisahkan ini memperlihatkan

    bahwa Ki Hajar Dewantara tidak memandang pendidikan hanya sebagai

    proses penulasan atau transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowladge)

    saja. Hal ini sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh Ki Hajar Dewantara

    bahwa pendidikan pada masa itu (kolonial Belanda) penuh dengan semangat

    keduniawian (materialism), penalaran (intellektualism) serta individualism

    (Ki Hajar Dewantara, 1977 : 139).

    Jadi secara simultan menurut beliau pendidikan juga merupakan

    proses penularan nilai dan norma serta penularan keahlian dan ketrampilan.

    Pendapat Ki Hajar Dewantara di atas dapat diambil kesimpulan sementara

    yaitu pendidikan merupakan usaha secara sadar dalam rangka menumbuh

    kembangkan segala potensi yang terdapat pada peserta didik. Hal ini sejalan

    dengan pendapat Langeveld seperti yang dikutip Zahara Idris dalam bukunya,

    bahwa pendidikan merupakan proses mempengaruhi anak dalam usaha

    membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing merupakan

    usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja (Zahara Idris dan

    Lisma Jamal, 1992 : 3).

    Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar

    Dewantara juga mengembangkan pendidikan budi pekerti yang merupakan

    salah satu pendukung utama dalam melaksanakan tujuan pendidikan nasional.

    Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti berarti pikiran, perasaan,

  • 39

    kemauan. Sedangkan pekerti berarti tenaga. Budi pekerti itu sifatnya jiwa

    manusia, mulai angan-angan sampai terjelma sebagai tenaga. Jadi yang

    dimaksud budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara adalah bersatunya gerak

    pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan yang akhirnya menimbulkan

    tenaga (Ki Hajar Dewantara, 1977 :25).

    Ki Hajar Dewantara meringkaskan tentang pengertian pendidikan budi

    pekerti adalah Segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan

    maksud menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki

    bertumbuhnya segala kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak

    karena kodrat irodatnya sendiri.

    B. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

    Pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pengukuran dari

    proses pendidikan tersebut adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai.

    Tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya merupakan

    sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam diri pribadi

    manusia. Terbentuknya nilai-nilai tersebnut dapat diaplikasikan dalam

    perencanaan kurikulum pendidikan sebagai landasan dasar operasional

    pelaksanaan itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan

    dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan

    kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia

    dan sebagai anggauta masyarakat dapatlah mencapai keselamatan

    dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Ki Hajar Dewantara, 1977 :20).

  • 40

    Jika dilihat dari tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara di

    atas dapat diketahui bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam

    kehidupan manusia yang mempunyai fungsi untuk membantu

    perkembangan manusia untuk mencapai manusia yang seutuhnya. Hal ini

    sejalan dengan pendapat Zahara Idris, bahwa tujuan pendidikan adalah

    memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Dalam arti,

    supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,

    pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia

    dewasa.

    Sejalan dengan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara, Undang-

    undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan

    pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

    agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha

    esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

    warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

    Pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar

    Dewantara dijelaskan bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk

    menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin dari sifat kodrati

    menuju keperadapan sifatnya yang lebih umum (Ki Hajar Dewantara, 1977 :

    485).

    C. Dasar Pendidikan Budi Pekerti

    Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu

    keprihatinan kita semua, kemerosotan akhlak (budi pekerti) itu agaknya

  • 41

    terjadi pada semua lapisan masyarakat. Sebagai akibatnya banyak keluarga

    yang kehilangaan kebahagiaan dan ketentraman, bahkan banyak para pejabat

    yang tak berakhlak dan berhati nurani. Untuk itu dalam Islam dianjurkan

    bahwa sebuah keluaraga itu haruslah dijaga dengan sebaik-baiknya Karen

    anak adalah titipan dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-

    Tahrim ayat 6:

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

    keluargamum dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

    dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang

    tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

    kepada mereka Dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

    Dalam menjalankan pendidikannya Ki Hajar Dewantara menggunakan

    azas atau dasar yang dicetuskan beliau pada juli 1922 sebagai berikut :

    1. Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengikuti tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum

    (maatschappelijk saamhoorigheid), itulah azas kita yang pertama. Tertib

    dan damai (tata lan tentrem, orde en vrede) itulah tujuan kita yang

    setinggi-tingginya. Tidak adalah ketertiban terdapat, kalau tak bersandar pada perdamaian. Sebaliknja tak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh

    menurut kodrat (natuurlijke groi) itulah perlu sekali untuk segala

    kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluasnya. Maka dari itu

    pendidikan yang beralaskan syarat paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde, ini perkataan dalam ilmu pendidikan) kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak. yang kita pakai sebagai alat

    pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat

    tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sedikit. Inilah

    kita namakanAmong methode; 2. dalam systeem ini maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia merdeka batinnya, merdeka

    fikirannya dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi

    pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus djuga mendidik

    si murid akan dapat mecjari sendiri pengetahuan itu dan memakainya

    guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang

    manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama; 3. tentang

  • 42

    zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada didalam kebingungan.

    Seringkali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan harus

    untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sukar

    didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali

    kita merusak sendiri kedamaian hidup kita; 4. oleh karena pengajaran

    yang hanya terdapat oleh sebagian kecil dari pada rakyat kita itu tidak

    berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakjat yang terbesar

    dapat pengajaran secukupnja. Kekuatan bangsa dan negeri itu jumlahnya

    kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan

    pengajaran untuk rakyat umum dari pada mempertinggi pengajaran kalau

    usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran;

    5. untuk dapat berusaha menurut azas dengan bebas dan laluasa, maka

    kita harus bekedja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak

    menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan

    mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Itulah

    jalannya orang yang tak mau terikat atau terperintah pada kekuasan,

    karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri; 6. oleh karena

    kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belanja

    dari usaha kita itu di pikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah

    yang kita namakan zalfbedruipingsysteem, yang jadi alatnya semua perusahaan yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri; dan 7.

    dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian hati, berniatlah kita

    berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta hak, akan tetapi

    menyerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak. (Ki Hajar Dewantara, 1977: 48-49).

    Apa yang telah dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara tentang azas

    pendidikannya pada tahun 1947 diadakan perbaikan yang tidak jauh berbeda

    dari rumusan awal. Seperti yang disampaikan oleh Djumhur dan Danusuparta

    Azas tersebut yang meliputi :

    a. Kodrat Alam

    Dasar pendidikan budi pekerti yang pertama yaitu azaz kodrat alam

    yaitu azaz yang dimanfaatkan untuk dapt mengembangkan segenap bakat,

    potensi dan kemungkinan yang terdapat dalam diri manusia secara

    kodrati. Menurut azas kodrat alam manusia itu terlahir sama dan

    merdeka.

  • 43

    Jadi Ki Hadjar Dewantara selalu menganggap bahwa semua orang

    itu sama dan merdeka. Ki Hajar Dewantara tidak setuju dan menentang

    sikap rasis dan foedalisme walaupun beliau adalah keturunan bangsawan.

    Sesuai dengan kodrat alam semua orang dilahirkan sama. Tidak ada yang

    tinngi dan tidak ada yang lebih rendah.

    Menurut Ki Hadjar Dewantara harga atau nilai seseorang bukan

    karena bangsawan, bukan pula karena ia seorang yang kaya raya, nilai

    atau harga sesorang ditentukan oleh jasa dan perbuatannya terhadap

    masyarakat. Mulia tidaknya sesorang tergantung pada perbuatannya.

    Islam mempunyai konsep kodrat alam dapat diartikan dengan fitrah..

    Pemaknaan fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, dan budi nurani.

    Sebagaimana disampaikan dalam surat Al Rum ayat 30:

    Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama

    Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia

    menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.

    Sebagaimana diketahui bahwa secara eksplisit Ki Hajar Dewantara

    adalah alur keturunan bangsawan dan ulama. Ki Hajar Dewantara dididik

    dan dibesarkan dalam lingkungan sosiokultural dan religius yang tinggi

    serta kondusif. Dia dididik dan dibesarkan menjadi seorang muslim yang

    lebih menekankan aspek hakekat dari pada syariat.

    Dengan azasnya kodrat alam, penulis dapat memahami bahwa

    sesungguhnya Ki Hadjar Dewantara juga mengakui adanya kekuasaan

    Tuhan karena yang dimaksud kodrat alam adalah kekuasaan Tuhan.

  • 44

    Meskipun beliau seorang yang agamis, tetapi beliau lebih suka

    menggunakan bahasa-bahasa budaya untuk mencurahkan pemikiran-

    pemikirannya dari pada bahasa-bahasa Islami. Tetapi semua itu tidak

    bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.

    b. Azas Kemerdekaan

    Kemerdekaan merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh

    Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya, termasuk juga manusia,

    setiap manusia mempunyai hak unruk merdeka dan bebas mengatur

    dirinya. Dalam mencapai kebahagiaan hidupnya, setiap orang mempunyai

    kebebasan untuk berpikir dan berbuat. Semua orang berhak hidup bahagia.

    Akan tetapi kebebasan di sini bukan berarti kebebasan berbuat

    semaunya. Sunguhpun setiap orang bebas berpikir dan berbuat, namun ia

    harus memperhatikan ketertiban masyarakat. Kebebasan seseorang jangan

    sampai mengganggu dan merusak ketertiban masyarakat.

    Ki Hajar Dewantara menjunjung tinggi kemerdekaan. beliau

    menolak penjajahan. Dari ketidaksetujuanya mengenai hal itu bahkan

    beliau menolak bantuan subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah Hindia-

    Belanda kepada Taman Siswa. Dapat dikatakan azas kemerdekaan dapat

    dimaknai dengan independensi dari seseorang atau organisasi. Tidak

    adanya keterikatan dengan apapun yang dapat mengurangi rasa

    kemerdekaan yang ada pada tiap-tiap individu maupun masyarakat, akan

    tetapi dalam kebebesan ada nilai-nilai yang mengatur.

  • 45

    Didalam prinsip sistem among yang dikembangkan oleh Ki Hadjar

    Dewantara, kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan

    menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka,

    tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun. Kemerdekaan ini

    diinternalisasi dengan sedemikian rupa dalam kehidupan praksis anak

    didik sehingga mereka merasa sudah berada dalam kehidupannya, bukan

    kehidupan yang lain yang diupayakan masuk dalam kehidupannya (Moh

    Yamin, 2009 :174). Hal tersebut merupakan Cita-cita pendidikan Ki Hajar

    Dewantara lewat Taman Siswanya yaitu denagan cara membina manusia

    yang merdeka lahir dan batin. Ki Hajar Dewantara, mendidik orang agar

    berpikir merdeka dan bertenaga merdeka. Dalam pandangan Ki Hajar

    Dewantara manusia merdeka ialah manusia yang tidak terikat lahir dan

    batinnya, orang yang merdeka ialah orang yang tidak tergantung pada

    orang lain (mandiri). Kemerdekaan manusia dibatasi oleh potensi yang ada

    pada dirinya. Kemerdekaan manusia ada 3 macam: berdiri sendiri

    (zelfstanding), tidak tergantung kepada orang lain (anafhankelijk) dan

    dapat mengatur dirinya sendiri (zelfsbeschikking) (Ki Hajar Dewantara,

    1977 :4).

    Dari uraiaan di atas dapat dipemahami bahwa kemerdekaan yang

    sejati tidak hanya dalam arti kebebasan, akan tetapi keharusan memelihara

    tertib damainya diri dan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup

    bersama, berdasarkan harmonisasi kehidupan secara individuil dan

    masyarakat.

  • 46

    c. Azas Kebudayaan

    Azas kebudayaan merupakan landasan yang memiliki peran penting dalam

    kemajuan pendidikan budi pekerti. Azas ini digunakan untuk membimbing

    anak agar tetap mennghargai serta mengembangkan kebudayaan sendiri.

    Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslihan budaya lokal, sehingga Ki

    Hadjar Dewantara mempunyai konsentrasi tersendiri dalam

    mengembangkan pendidikan nasional yang berlandaskan atas kebudayaan

    murni indonesia. Azas kebudayaan. Perlunya memlihara,

    mengembangakan dan melestarikan nilai-nilai dan bentuk kebudayaan

    nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan Indonesia harus

    berpangkal pada kebudayaan sendiri. Namun Ki Hadjar Dewantara selalu

    bersikap terbuka dan tidak menolak unsur-unsur kebudayaan dari luar

    yang dapat mengembangkan khazanah kebudayaan Indonesia.

    Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayan Indonesia merupakan segala

    puncak dari sari kebudayaan bernilai di seluruh kepulauan Indonesia.

    Puncak-puncak kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan usur-unsur

    budaya lokal yang dapat memperkuat solidaritas nasional (H. A.R Tilaar,

    2007: 90).

    Jadi, menurut Ki Hajar Dewantara Kebudayaan nasional Indonesia

    didukung oleh kebudayan-kebudayaan daerah yang tinggi mutunya, baik

    yang lama maupun yang ciptaan baru. Kebudayaan nasional Indonesia

    bersumber pada kebudayaan kita sendiri. Kebudayaan Indonseia harus

    bersambungan (kontuinitas) dengan kebudayaan lama. Kebudayaan

  • 47

    nasional Indonesia harus mengumpul menuju ke arah kebudayaan

    universal ((konvergensi) degan memiliki kepribadian nasional sendiri

    (konsentrisitas). Tujuan semua ini adalah untuk mengenal budaya dan jati

    diri tanpa harus meniru dan menjiplak budaya asing yang dapat merusak

    kebudayaan sendiri.

    d. Azas Kebangsaan

    Azas kebangsaan menurut Ki Hajar Dewatara harus pula

    menghargai kebangsaan orang lain. Azas kebangsaan yang dicita-citakan

    oleh Ki Hajar Dewantara kebangsaan yang mengh