pemeriksaan umum mata

22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeriksaan fisik mata Meliputi : A. Pemeriksaan Segmen anterior a) Palpebra Penderita melihat lurus ke depan maka pinggir palpebra atas akan menutupi limbus atas (pinggir kornea) selebar 1 – 2 mm. b) Konjungtiva Normalnya tidak berwarna dan transparan c) Kornea Normalnya bening d) Bilik mata depan (COA) Normalnya mata cukup dalam dan jernih. e) Iris dan pupil Normalnya pupil mata kiri dan kanan sama lebarnya dan letaknya simetris di tengah. Lebar pupil + 3 mm. Pemeriksaan ada 2 cara : 1. Refleks pupil langsung ( Unconsensual)Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan cahaya yang terang , pupil akan konstriksi ( mengecil ). 1

Upload: desriani-anisa-yakub

Post on 19-Jul-2016

79 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pemeriksaan oftalmologik

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan fisik mata

Meliputi :

A. Pemeriksaan Segmen anterior

a) Palpebra

Penderita melihat lurus ke depan maka pinggir palpebra atas akan menutupi limbus atas

(pinggir kornea) selebar 1 – 2 mm.

b) Konjungtiva

Normalnya tidak berwarna dan transparan

c) Kornea

Normalnya bening

d) Bilik mata depan (COA)

Normalnya mata cukup dalam dan jernih.

e) Iris dan pupil

Normalnya pupil mata kiri dan kanan sama lebarnya dan letaknya simetris di tengah.

Lebar pupil + 3 mm.

Pemeriksaan ada 2 cara :

1. Refleks pupil langsung ( Unconsensual)Respon pupil langsung di nilai ketika

diberikan cahaya yang terang , pupil akan konstriksi ( mengecil ).

2. Refleks pupil tidak langsung ( consensual )Dinilai bila cahaya diberikan pada

salah satu mata , maka fellow eye akan memberikan respon yang sama.

f) Lensa mata

Normalnya jernih

1

B. Pemeriksaan segmen posterior

Pemeriksaan reflex fundus, untuk memeriksa bagaimana jaln refraksi cahaya, apakah terganggu

atau tidak. Pemeriksaan ini menggunakan alat yang bernama oftalmoskop langsung (direct) atau

tak langsung (indirect)

2.2. Pemeriksaan tajam penglihatan

Penglihatan dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan sentral

diukur dengan memperlihatkan objek dalam berbagai ukuran yang diletakkan pada jarak standar

dari mata. Penglihatan lapang pandang perifer dapat dinilai secara cepat dengan uji konfrontasi.

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan

pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya visus.Visus

perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.

Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin

Landolt, kartu uji E dan kartu uji Sheridan/Gardiner.Optotype Snellen teridiri atas sederetan

huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar.Huruf

yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype

Snellen dari jarak 6m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat

atau tanpa akomodasi. Pembacaan mula-mula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu

menutup mata kiri.Lalu dilakukan secara bergantian.Tajam penglihatan dinyatakan dalam

pecahan. Pembilang menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sendangkan penyebut adalah jarak

pasien yang penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu. Dengan

demikian dapat ditulis rumus:

V= D/d

Keterangan:

     V = ketajaman penglihatan (visus)

     d = jarak yang dilihat oleh penderita

2

     D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak

ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.

Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat

seseorang, seperti : 

1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang

normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

2.  Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti

tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti

tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang

normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji

hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak

3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat

dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih buruk daripada

1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti

visus adalah 1/300.

8. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan

‘pen light’. Bila dapat melihat sinar, berartivisusnya 1/~. Orang normal dapat melihat

adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

Tentukan arah proyeksi:

Bila pasien dapat meyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~

dengan proyeksi positif.

Proyeksi sinar ini di cek dari 4 sisinya, temporal, nasal, superior dan inferior.

Bila tidak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~

dengan proyeksi negatif.

3

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka

dilakukan uji pinhole. Bila denagn pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti terdapat kelainan

refraksi pada mata tersebut yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan

berkurang dengan diletakkkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau

kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.

2. Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan pinhole (lubang kecil):

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan

refraksi atau kelainan organik media penglihatan.Penderita duduk menghadap kartu Snellen

dengan jarak 6 meter.Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat dengan

jelas.Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar

0.75 mm).Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti

terdapat kelainan refraksi.Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan

pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan

badan kaca, dan kelainan makula lutea.

3. Uji Pengkabutan (Fogging Test)

Uji pemeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi dengan

memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatism dial(juring

astigmatisme). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada

retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negatif dengan

sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder diberikan sampai garis pada juring

astigmatisme terlihat sama jelasnya

4. Uji Duokrom (Uji Keseimbangan Merah Biru)

Pada mata emetropia sinar merah dibiaskan di belakang retina sedangkan sinar hijau di depan,

demikian pula dengan mata yang telah dikoreksi dengan tepat. Penderita duduk dengan satu mata

ditutup dan melihat pada kartu merah hijau yang ada huruf diatasnya.Pada pasien diminta untuk

memberitahu huruf diatas warna yang tampak lebih jelas. Bila terlihat huruf diatas hijau lebih

jelas berarti mata hipermetropia, sedang pada miopi akan lebih jelas huruf pada warna merah.

Pada keadaan diatas dilakukan koreksi sehingga huruf diatas warna hijau sama jelas dibanding

huruf diatas warna merah.

4

5. Uji Crowding Phenomenon

Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya ambliopia. Penderita diminta membaca huruf kartu

Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi

huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam

penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya crowding

phenomenon pada mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia

2.3. Pemeriksaan pada kornea

1. Angiografi fluoresein

Kemampuan fotografi bayangan fundus dapat digunakan dengan fluoresein, suatu pewarna yang

molekul-molekulnya memancarkan cahaya hijau bila dirangsang cahaya biru. Bila difoto,

pewarna ini menonjolkan detil vaskularisasi dan anatomi fundus. Sejumlah kecil fluoresein

disuntikkan ke dalam vena di lengan, yang kemudian beredar di dalam badan sebelum akhirnya

dieksresi ginjal.Sewaktu melalui sirkulasi retina dan koroid, pewarna itu dapat dilihat dan difoto

karena sifat fuloresensinya.Pewarna itu menampilkan perubahan struktur vascular, seperti

aneurisma atau neovaskularisasi.Perubahan aliran darah, seperti iskemia dan oklusi vascular

tampak sebagai pola perfusi normal yang terputus-putus.Permeabilitas vascular abnormal tampak

sebagai kabut cairan edema terpulas-pewarna yang bocor, yang makin lama makin

meluas.Perdarahan tidak terpulas pewarna, tetapi tampak sebagai ruang gelap berbatas tegas. Ini

disebabkan oleh terhalang dan kaburnya latar belakang berfluoresensi yang ada di bawahnya

 

5

Gambar 4. Keratitis epiteleal pada kornea ditunjukkan dengan fluoresein tes dengan cahaya biru

(atas), dengancahaya biasa (bawah)

2. Keratometer

Keratometer adalah sebuah alat terkalibrasi yang mengukur radius kelengkungan kornea dalam

dua meridian yang terpisah 90 derajat. Pada kornea yang tidak bulat sempurna, kedua radius itu

akan berbeda. Ini disebut astigmatisme dan ditetapkan dengan mengukur perbedaan antara kedua

radius lengkung kornea tadi.Pengukuran keratometer digunakan pada penyesuaian lensa kontak

dan perhitungan daya lensa intraokular sebelum operasi katarak.

3. Uji sensibilitas kornea (untuk fungsi trigeminus kornea)

Penderita yang diminta melihat jauh ke depan dirangsang dengan kapas kering dari bagian lateral

kornea. Dilihat terjadinya reflex mengedip, rasa sakit dan mata berair. Bila ada reflex tersebut

berarti fungsi trigeminus dan fasial baik.

2.4. Pemeriksaan pada retina dan makula

1. Pemeriksaan Oftalmoskopi

Oftalmoskop adalah suatu teknik pemeriksaan yang digunakan untuk melihat adanya kelainan

pada fundus okuli. Pada pemeriksaan ini cahaya yang berasal dari alat oftalmoskop akan

memberikan reflex pada fundus dan akan tampak gambaran yang ada.

6

Oftalmoskopi dibedakan dalam oftalmoskopi langsung dan tidak langsung. Perbedaan antara

oftalmoskopi langsung adalah pada oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer

sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik dan pembesaran 15

kali. Dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali diameter papil

dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek

stereoskopik dan dengan pembesaran 2-4 kali.

Pemeriksaan dengan oftalmoskop dilakukan di kamar gelap.

a) Oftalmoskopi langsung.

Oftalmoskopi langsung memberikan gambaran normal atau tidak terbalik pada fundus okuli.

Pemeriksaan dilakukan di kamar gelap dengan pasien duduk dan dokter berdiri di sebelah mata

yang diperiksa. Mata kanan diperiksa dengan mata kanan demikian pula sebaliknya. Jarak

pemeriksaan antara kedua mata pemeriksa dan pasien adalah 15 cm. Setelah terlihat refleks

merah pada pupil maka oftalmoskop didekatkan hingga 2-3cm dari mata pasien. Bila kelopak

memperlihatkan tanda menutup maka kelopak tersebut ditahan dengan tangan yang tidak

memegang alat oftalmoskop. Untuk memperluas lapang penglihatan maka pasien dapat disuruh

melirik ke samping ataupun ke bawah dan ke atas.

b) Oftalmoskopi tak langsung.

Oftalmoskopi tak langsung memberikan bayangan terbalik, dan kecil serta lapangan penglihatan

yang luas di dalam fundus okuli pasien.

Jarak periksa adalah 50 cm atau sejarak panjang lengan. Selain dipergunakan oftalmoskop tak

langsung juga dipergunakan lensa 15-20 dioptri yang diletakkan 10 cm dari mata sehingga letak

fundus berada di titik api lensa. Sama dengan oftalmoskopi langsung pasien dapat diminta untuk

melihat ke berbagai jurusan untuk dapat diperiksa bagain-bagian retina.

7

Gambar 1.A. Oftalmoskopi direk dan B. Oftalmoskopi indirek

Gambar 2.Fundus Normal.Pembuluh darah retina tidak menyebrangi fovea.

Sebelum pemeriksaan dilakukan, pupil dibuat dilatasi kecuali bila terdapat keadaan sebagai

berikut :

1. Bilik mata dangkal

2. Kerusakan pupil (terjadi trauma)

3. Glukoma dengan sudut sempit

Penting untuk mencoba memeriksa retina dalam urutan yang tepat sehingga tidak ada yang

terlewat

Pertama temukan lempeng optik, nilainlah batasnya (apakah jelas?), nilailah warna

lempeng (apakah pucat?), nilailah mangkuk optik

Periksa daerah makula. Apakah refleks fovea normal. Apakah terdapat lesi abnormal

seperti perdarahan, eksudat atau cotton wool spot?

8

Kembalilah ke lempeng optik dan ikuti tiap cabang pembuluh darah utama hingga ke

perifer. Apakah diameter pembuluh darah normal, apakah arteri menekan vena di tempat

mereka bersilangan, apakah terdapat emboli di arteriol? Juga periksa apakah ada

abnormalitas di sekitar retina.

Periksa retina perifer dengan gerakan menyapu 360°

2. Elektroretinografi

Pemeriksaan ini mengukur respons listrik retina terhadap kilatan cahaya, flash

electroretinogram(ERG) atau terhadap stimulus pembalikan ‘checkerboard’, pattern ERG

(PERG).

3. Amsler grid/Uji kisi-kisi Amsler

Merupakan kartu pemeriksaan untuk mengetahui fungsi penglihatan sentral makula. Pemeriksaan

didasarkan pada gangguan kuantitatif sel kerucut makula yang akan mengakibatkan

metamorfopsia.

Penderita disuruh melihat kartu Amsler yang mempunyai garis-garis sejajar berjarak 1 derajat

bila dilihat pada jarak baca 30cm. Apabila pasien melihat kelainan bentuk garis pada kartu

Amsler berarti terdapat kelainan makula yang akan menggaggu fungsi penglihatan makula

sentral.

Uji ini berguna untuk dengan cepat melihat adanya skotoma pada lapang pandangan dan

dokumentasi metamorfopsia.

Kisi-kisi Amsler yang memakai penerangan sinar X pada sebuah kotak dapat dipakai untuk

meramalkan penglihatan pasca bedah katarak.

Kemampuan uji kisi-kisi Amsler untuk meramalkan prognosis katarak pada katarak ringan sama

dengan interferometer.

4. Uji Ishihara

Merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna didasarkan pada menentukan

angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna.Merupakan pemeriksaan

untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan

besar berbeda (gambar pseudokromatik), sehingga dalam keseluhuran terlihat warna pucat dan

9

menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau

dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat

melihat gambaran yang diperlihatkan.

Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam

waktu 10 detik.Penyakit tertentu dapat terjadi gangguan penglihatan warna seperti buta merah

dan hijau pada atrofi saraf optic, optic neropati toksik dengan pengeculian neuropati iskemia,

glaucoma dengan atrofi optic yang memberikan gangguan penglihatan biru kuning.

Buta biru kuning juga terdapat pada pasien retinopati hipertensif, retinopati diabetes dan

degenerasi makula senil.Degenerasi Stangardt dan fundus flavimakulatus memberikan gangguan

penglihatan warna merah.

Gambar 3. Uji ishihara angka 45

2.5. Pemeriksaan fungsi sistem lakrimal

Uji Anel

Untuk mengetahui fungsi ekskresi dalam sistem lakrimal.Diberikan anestesia topikal dan

dilakukan dilatasi pungtum lakrimal.Jarum anel dimasukan ke dalam pungtum dan kanalikuli

lakrimal.Dilakukan penyemprotan dengan garam fisiologik.Ditanyakan apakah pasien merasa

cairan masuk ke tenggorokannya,atau dilihat apakah ada refleks menelan pada pasien . Bila hal

ini ada maka menunjukan fungsi ekskresi lakrimal masih baik.Bila tidak,maka kemungkinan

terjadi penyumbatan pada duktus nasolakrimal.

 

10

2.6. Pemeriksaan lensa

Uji bayangan iris atau shadow test, diketahui bahwa semakin sedikit lensa keruh semakin besar

bayangan iris pada lensa yang keruh. Sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45

derajat dengan dataran iris, dan dilihat bayangan iris pada lensa keruh.Bila letak bayangan jauh

dan besar berarti katarak imatur, sedang bila baying kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak

matur.

Gambar 5.Shadow Test

2.7. Pemeriksaan tambahan

1. Loupe dengan sensolop dan lampu celah (sliplamp)

Loupe merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran

normalnya.Loupe mempunyai kekuatan 4-6 dioptri.Untuk melihat benda dengan loupe

berkekuatan 5 dioptri maka benda harus terletak 20 cm (100/5) atau pada titik api lensa loupe.

Dengan jarak ini mata tanpa akomodasi akan melihat benda menjadi lebih besar.

Bila benda yang dilihat disinari dengan sensolop, maka benda yang dilihat akan lebih tegas.Hal

ini dipergunakan sebagai pengganti slitlamp (lampu celah) dan akan lebih sempurna jika

dilakukan di kamar yang digelapkan.

11

2. Pemeriksaan Tonometri Schiotz

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengethui tekanan bola mata (tekanan intraocular) meningkat

atau rendah. Alat ini diberi beban dan diletakkan pada permukaan kornea dan akan menekan bola

mata ke dalam. Adanya tekanan tonometri akan mendapatkan perlawanan tekanan yang ada

dalam bola mata. Pemeriksaan ini dilakukan pada pederita yang dicurigai menderita glaucoma,

klien pra dan pasca bedah mata.Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada penderita yang mengalami

luka pada kornea.

 

Gambar 3. TonometriSchiotz

3. Gonioskopi

 Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan

glaukoma.Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai

adanya glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di

dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestesi. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat

sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat. 

4. Tes Provokasi

Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.Untuk

glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test, dan tes

steroid.Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes membaca

dan tes midriasis.

12

Uji lain pada glaukoma

• Uji Kopi

Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15- 20 mmHg setelah

minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.

• Uji Minum Air

Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum dengan

cepat 1 liter air.Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit.Bila tekanan bola mata naik 8-15

mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.

• Uji Steroid

Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma simpleks pada

keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata

diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik

setelah 2 minggu.

• Uji Variasi Diurnal

Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3 hari biasanya

pasien dirawat.Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada

glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg.Perubahan 4-5 mmHg sudah

dicurigai keadaan patologik.

• Uji Kamar Gelap

Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam

kamar gelap selama 60-90 menit.Pada akhir 90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien

glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.

• Uji provokasi pilokarpin

Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1% selama 1 minggu 4

kali sehari kemudian diukur tekanannya.

13

5. Eksoftalmometer Hertel

Eksoftalmometri adalah tindakan mengukur penonjolan bola mata dengan alat Hertel.Dengan

alat Hertel terlihat tingginya eksotalmos.

Penderita disuruh melihat ke depan dan melihat mata pemeriksa. Diletakkan alat Hertel yang

bersandar pada tepi orbita lateral kedua mata. Pemeriksa mengintip permukaan depan kornea

melalui cermin bersakala pada alat Hertel. Tinggi penonjolan bola mata ditentukan oleh derajat

skala dalam mm pada alat Hertel tersebut.

Nilai penonjolan mata normal 12-20 mm dan beda penonjolan lebih dari 2mm antara kedua mata

dinyatakan sebagai mata menonjol patologik atau eksoftalmos.

Penonjolan:

-kurang 20mm : mata normal

-21-23mm : enteng

-23-27mm : sedang

-lebih 28mm : berat

6. Menguji gerak ekstraokular

Kedua mata pasien diminta mengikuti obejk saat objek tersebut digerakkan ke salah satu dari

empat arah pandangan utama. Pemeriksa memperhatikan kecepatan, kelancaran, rentang jarak,

dan simetri gerakan serta mencatat adanya ketidakstabilan fiksasi (mis, nistagmus).

Gangguan gerak mata bisa disebabkan oleh gangguan neurologik (mis kelumpuhan saraf

cranial), kelemahan otot ektraokular primer (mis miastena gravis) atau kendala mekanik di dalam

orbita yang membatasi rotasi bola mata (mis fraktur lantai orbita dengan m. rectus inferior

terjepit). Jika besarnya penyimpangan mata tersebut sama di semua arah pandangan , disebut

‘comitant’. Sebaliknya, disebut ‘incomitant’ jika derajat deviasinya bervariasi pada arah

pandangan yang berbeda.

7. Uji kesejajaran

Pasien normal memiliki penglihatan binocular. Karena setiap mata menghasilkan bayangan

visual yang terpisah dan independen dari mata yang lain, otak harus mampu menyatukan kedua

14

bayangan untuk menghindari ‘penglihatan ganda’. Hal ini dicapai dengan menempatkan masing-

masing mata sedemikian rupa sehingga kedua fovea terfiksasi secara serentak pada objek yang

dilihat.

Uji sejajaran sederhana dilakukan dengan meminta pasien melihat ke senter yang berjarak

beberapa kaki. Sebuah refleksi cahaya kecil atau ‘pantulan’, akan tampak pada setiap kornea dan

seharusnya terletak di pusat masng-masing pupil jika kedua mata berpadu lurus.

Jika posisi mata konvergen – sehingga satu mata mengarah ke dalam (esotropia), pantulan

cahaya akan berada di sebelah temporal pupil mata tersebut. Jika posisi mata divergen sehingga

satu mengarahke luar (eksotropia), pantulan cahaya akan jatuh lebih ke nasal pada mata tersebut.

Uji menutup (cover test) adalah cara yang lebih akurat untuk memastikan kesejajaran mata yang

normal. Uji ini mensyaratkan penglihatan kedua mata yang baik.Pasien diminta membuka kedua

matanya dan menatap objek yang jauh. Jika kedua mata terfiksasi bersama pada objek, menutup

satu mata tidak akan mempengaruhi posisi atau kelanjutan fiksasi mata yang satunya.

Untuk melakukan uji itu, pemeriksa secara mendadak menutup satu mata dan dengan cermat

mengamati apakah mata kedua tidak bergerak (menunjukkan bahwa mata tersebut telah terfiksasi

pada objek yang sama). Jika mata kedua tidak terpadu identik (berputar abnormal ke luar atau ke

dalam), mata ini tidak mungkin berfiksasi bersamaan pada objek. Jadi, mata tersebut akan segera

bergerak mencari objek pada saat mata yang terfiksasi itu ditutup. Fiksasi masing-masing mata

diuji bergantian.

Hasil uji menutup yang abnormal diperikirakan terjadi pada pasien diplopia. Namun, diplopia

tidak selalu ada pada pasien dengan kelainan kesejajaran mata yang telah lama diderita.Bila uji

ini abnormal, prisma lensa dengan berbagai kekuatan dapat dipakai untuk menetralkan gerak

memfiksasi-kembali mata yang tidak padu itu (prism cover test).Jadi, besarnya deviasi mata

dapat dihitung berdasarkan besarnya kekuatan prisma yang diperlukan.

15