pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah di bank sumut

27
PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print) URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 99 PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT SYARIAH KOTA MEDAN Oleh : Isnaini Fakultas Hukum-UMA [email protected] +6282166482077 ABSTRAK Artikel ini ditulis untuk menganalisis pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh bank SUMUT syariah Kota Medan Indonesia. Transaksi mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih iaitu pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian perkongsian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan sumbangan seratus persen modal daripada shahibul maal dan pengusaha daripada mudharib. Mudharabah adalah akad yang terjalin antara dua pihak yang melakukan perjanjian. Pihak pertama memberikan hartanya secara tunai kepada pihak kedua agar digunakan untuk berusaha, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi antara mereka sesuai dengan persentase yang telah disepakati. Kenyataannya, bank SUMUT Syariah di Kota Medan walaupun telah memiliki fasilitas mudharabah, justeru lebih menjalankan transaksi akad pembiayaan yang lazim. Ada kesan, mereka tidak secara serius untuk menerapkan akad pembiayaan secara mudharabah kepada para pedagang kecil dan menengah (UKM). Masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas pembiayaan mudharabah bukan saja menjadi kecewa tetapi juga dapat mempengaruhi bank syariah itu sendiri. Mengapa bank SUMUT syariah lebih mengusulkan model pembiayaan lazim berbanding dengan sistem mudharabah? Artikel kerja ini akan membahas mengenai persoalan-persoalan pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan. Untuk menjawab tulisan ini, kajian menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif dengan cara menganalisis data primer dan sekunder sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan yang ada. Hasil yang dicapai daripada kajian ini adalah untuk menganalisis penerapan sistem mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan sehingga dijangkakan boleh menguatkan UKM dalam penyediaan modal usaha dan penyempurnaan pembuatan akta pembiayaan mudharabah yang lebih berpihak kepada mudharib. Key word : Akad, Akad Pembiayaan, Mudharabah PENDAHULUAN Bank syariah sebagai institusi kewangan, tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan atau menyediakan pembiayaan saja. Malah bank syariah juga memberi perkhidmatan sokongan kepada beberapa keperluan pendeposit yang berkaitan dengan keperluan dalam peningkatan bisnisnya dalam bentuk kemudahan yang berdasarkan prinsip syariah 1 . Berdasarkan penjelasan 1 Berdasarkan Pasal 1 ayat 13 Undang- undang Nombor 10 Tahun 1998, Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk simpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Sedangkan Pasal 1 ayat 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 99

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT SYARIAH KOTA MEDAN

Oleh : Isnaini Fakultas Hukum-UMA [email protected] +6282166482077

ABSTRAK

Artikel ini ditulis untuk menganalisis pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh bank SUMUT syariah Kota Medan Indonesia. Transaksi mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih iaitu pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian perkongsian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan sumbangan seratus persen modal daripada shahibul maal dan pengusaha daripada mudharib. Mudharabah adalah akad yang terjalin antara dua pihak yang melakukan perjanjian. Pihak pertama memberikan hartanya secara tunai kepada pihak kedua agar digunakan untuk berusaha, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi antara mereka sesuai dengan persentase yang telah disepakati. Kenyataannya, bank SUMUT Syariah di Kota Medan walaupun telah memiliki fasilitas mudharabah, justeru lebih

menjalankan transaksi akad pembiayaan yang lazim. Ada kesan, mereka tidak secara serius untuk menerapkan akad pembiayaan secara mudharabah kepada para pedagang kecil dan menengah (UKM). Masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas pembiayaan mudharabah bukan saja menjadi kecewa tetapi juga dapat mempengaruhi bank syariah itu sendiri. Mengapa bank SUMUT syariah lebih mengusulkan model pembiayaan lazim berbanding dengan sistem mudharabah? Artikel kerja ini akan membahas mengenai persoalan-persoalan pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan. Untuk menjawab tulisan ini, kajian menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif dengan cara menganalisis data primer dan sekunder sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan yang ada. Hasil yang dicapai daripada kajian ini adalah untuk menganalisis penerapan sistem mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan sehingga dijangkakan boleh menguatkan UKM dalam penyediaan modal usaha dan penyempurnaan pembuatan akta pembiayaan mudharabah yang lebih berpihak kepada mudharib. Key word : Akad, Akad Pembiayaan, Mudharabah

PENDAHULUAN Bank syariah sebagai institusi kewangan, tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan atau menyediakan pembiayaan saja. Malah bank syariah juga memberi perkhidmatan sokongan kepada beberapa keperluan pendeposit yang berkaitan dengan keperluan dalam peningkatan bisnisnya dalam bentuk

kemudahan yang berdasarkan prinsip syariah1. Berdasarkan penjelasan

1 Berdasarkan Pasal 1 ayat 13 Undang-

undang Nombor 10 Tahun 1998, Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk simpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Sedangkan Pasal 1 ayat 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan

Page 2: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 100

Undang-undang Nombor 21 Tahun 2008 bahawa prinsip syariah

berasaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan rahmatan lil’alamin, kerana bank syariah melakukan kegiatan bisnisnya tidak berdasarkan riba dan menggunakan sistem, antara lain prinsip bagi hasil2. Masalah klasik yang dihadapi Usaha Kecil Menengah (UKM3) adalah modal dan kurangnya akses terhadap sumber-sumber institusi pembiayaan seperti perbankan, sementara UKM dalam pengembangan perniagaannya memerlukan sokongan dana daripada pihak bank. Pentingnya dana bagi aktiviti niaga pihak bank sebagai institusi pembiayaan harus mampu

bekerjasama dengan UKM sehingga saling menguntungkan. Bank syariah pula bertujuan menyokong pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka perubahan meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan UKM. Pada asasnya untuk mengikat adanya suatu hubungan hukum antara

fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.

2 Dalam Bahasa Malaysia prinsip bagi hasil adalah perkongsian untung

3 Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nombor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cawangan perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bahagian baik langsung maupun tidak langsung daripada Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini (Pasal 1 UU No 28 Tahun 2008).

mudharib (UKM) dengan shahibul maal (pemilik modal), maka akad dan

jaminan diperlukan dalam mendapatkan suatu modal usaha. Akad merupakan suatu ikatan/kesepakatan antara shahibul maal dengan mudharib untuk mengatispasi terjadinya resiko dikemudian hari. Menurut Rachmadi Usman (2003; 237) akad dibuat atas asas kepercayaan bahwasanya mudharib dalam waktu yang telah ditentukan akan melunasi pinjaman hutang kepada shahibul maal disertai faedah atau pembahagian hasil keuntungan sebagai imbalan jasanya. Secara umum perbankan Islam di Indonesia dikenal dengan perbankan syariah. Menurut Fuad Al-Omar dan

Muhammad Abdel-Haq (1996) dalam M. Cholil Nafis (2011; 139) perbankan Islam didefinisikan sebagai perbankan yang sesuai dengan sistem, nilai dan etos Islam. Ada lima prinsip yang disepakati oleh ulama untuk menjalankan aktiviti ekonomi Islam, iaitu tauhid (monoteisme), khilafah,’adalah, ta’awun dan maslahah ( Nur Ahmad Fadil Lubis 2004 dalam M. Cholil Nafis, 2011; 140). Dalam Undang-undang perbankan Indonesia membezakan kegiatan usaha perbankan kedua-dua jenis usaha antara lain bank yang

melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan bank melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana terdapat pada Pasal 1 ayat 13 yang menegaskan bahawa Prinsip Syariah adalah peraturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain, untuk penyimpan dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan

Page 3: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 101

prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip

penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Dalam bank syariah penerapan sistem syariah bukan hanya sekadar kebebasan berkontrak4 dan bagi hasil produk-produk yang dalam hukum positif disebut sebagai prinsip Islam,

4 Dalam kepustakaan common law, istilah

kebebasan berkontrak dituangkan dalam istilah freedom of contract atau liberty of conract atau party autonomy. Selain ketiga istilah tersebut, kebebasan berkontrak dalam kepustakaan system civil law dikenal pula istilah private autonomy. Heck, menyatakan bahwa private autonomy (dalam hukum Jerman) terdiri dari hak orang secara individual untuk menentukan sesuatu sesuai dengan keinginannya, dalam hubungan hukum mereka sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Heck juga memnambahkan, bahwa private autonomy itu seringkali disamakan dengan kebebasan berkontrak. Lihat Arthur Taylor von Mehren, The Civil Law System, Cases and Materials for Comporative Study of Law (Engelwood, N.J.: Prentice Hall, Inc, 1957, 471). Bagi Konrad Zweight dan Hein Kotz, privacy autonomy seringkali confused dengan istlah kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak adalah kebebasan untuk memilih dan membuat kontrak, kebebasan untuk membuat dan tidak membuat konrak dan kebebasan para pihak untuk menentukan isi dari janji mereka, dan kebebasan untuk memilih subjek perjanjian. Lihat Konrad Zweight dan Hein Kots, Inroduction to Comperative Law, Volume II-The Institutional of Private Law (Oxford Claradendon Press, 1987, 8-9) (dalam Ridwan Khairandy; 2003, 42)

akan tetapi dalam penerapan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang

harus tanamkan dalam sistem perbankan syariah secara kaffah5. Sebab bank syariah cenderung dioperasikan dengan prestasi yang menerapkan dan mempergunakan produk syariah akan tetapi pada prinsip penerapannya masih sama dengan bank konvensional. Menurut Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid (2008; 2) perbezaan prinsip operasional dalam institusi kewangan dan perbankan syariah berdasarkan sistem bagi hasil, sedang pada institusi kewangan dan perbankan konvensional berdasarkan sistem faedah. Dengan kata lain, kedudukan bank syariah dalam hubungannya dengan deposit adalah sebagai mitra

usaha, sedangkan pada institusi kewangan konvensional sebagai kreditor6 dan debitor7. Faktor perbezaan bank syariah dengan bank konvensional seperti yang diungkapkan oleh El Hawary et al. (2003) bahwa: The Islamic financial system as grounded in four basic principles: (a) Risk sharing, (b) Materiality, (c) No exploitation, and (d) No financing of sinful activities. Pada bank konvensional dalam penyaluran dana kepada mudharib/nasabah umumnya dilakukan dengan sistem kredit dan instrumen dasarnya adalah bunga,

maka bank syariah melakukan pembiayaan atau penyaluran dana dengan instrumen tanpa riba, antara lain dengan sistem jual beli dan bagi hasil.

5 Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 208 6 Istilah kreditor adalah pemberi

pembiayaan, penyandang pembiayaan (penagih pihutang)

7 Istilah debitor adalah orang yang berhutang

Page 4: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 102

Krisis kewangan yang terjadi di Amerika Syarikat telah membawa

implikasi pada keadaan ekonomi global secara menyeluruh8, UKM sangat berperanan dalam pembangunan negara, hal ini disebabkan UKM mampu menjadi pemacu bagi pertumbuhan baru di daerah luar bandar dan secara langsung membuka peluang kerja melalui pemanfaatan potensi sumber daya tempatan. Menurut I Wayan Dipta (2009; 14) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diakui memiliki peranan penting dan strategi. Bukan sahaja sebagai agen pertumbuhan, tetapi dapat menyerap tenaga kerja serta pengagihan barang dan

perkhidmatan. Peranan UKM begitu penting bagi kemajuan suatu negara dan bangsa. Selama tiga tahun terakhir, tingkat pertumbuhan UKM secara relatif meningkat. Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak UKM. UKM ini bukan saja menyumbang bagi kemajuan ekonomi tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja serta pengagihan barang dan perkhidmatan. Daripada data UKM di Provinsi Sumatera Utara seperti pada tabel 1.0 di atas mempamerkan

8 Hampir di setiap negara, baik di

kawasan Amerika, Eropa, mahupun Asia, merasakan dampak akibat krisis kewangan global tersebut. Gejolak tersebut mulai mempengaruhi stabiliti ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan perkhidmatan. Impor suatu negara merupakan eksport bagi negara lain. Diakses dari http://www.ipdn.ac.id/renbang/bab-1handbook.pdf

pertumbuhan UKM dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 meningkat

lebih kurang 30,168 unit, pertumbuhan yang paling tinggi dari segi jumlah adalah usaha industri kecil lebih kurang 27,167 unit. Keadaan ini memberi gambaran bahawa industri kecil sangat berpotensi mendapatkan bantuan modal. Perkembangan industri kecil setiap tahunnya terus meningkat, namun kebimbangan dan halangan para usahawan industri kecil pada masa ini di samping faktor kekurangan pengetahuan teknologi dan kemampuan untuk membiayai perniagaan mereka. Sampai saat ini masalah yang belum diselesaikan ialah ketiadaan modal daripada sebahagian UKM sebagai akibat

rendahnya akses ke perbankan (Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, 2010). Akibatnya, produk utama UKM di Provinsi Sumatera Utara, semakin hari semakin berkurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pembiayaan, keterbatasan tenaga pakar dan lemahnya pemasaran. Menurut Teuku Syarif dan Ethy Budhiningsi (2008; 65) yang menjadi akar permasalahan UKM adalah tidak boleh mendapat pembiayaan bank kerana tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang dilakukan oleh perbankan yang dikenal dengan 5 C (Caracter,

Capital, Colateral, Capacity of repayment dan Condition of ecomic). Pada sisi lain, UKM juga memiliki keterbatasan kemampuan mengakses sumberdaya produktif, terutama terhadap pembiayaan, teknonologi, informasi dan pasaran (I Wayan Dipta; 2008, 18). Dengan demikian sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan polisi pemerintah sendiri dalam bidang perbankan.

Page 5: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 103

Data di bawah ini menunjukkan bahawa beberapa produk UKM di

Provinsi Sumatara Utara yang dinilai cukup, mampu dan layak mendapat kemudahan modal daripada perbankan. Menurut Riana Panggabean (2008; 126-127) masih banyak atau sekurang-kurangnya 92 peratus UKM belum akses dengan sumber pembiayaan. Selain keterbatasan untuk memenuhi keperluan pembiayaan, UKM juga masih memiliki keterbatasan dalam pemasaran, kompetensi berusaha yang masih lemah dan kurang memiliki jaringan usaha baik antara UKM dan pengusaha besar untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan Menurut laporan BPS Dibyo Prabowo (2004) menyatakan bahawa

35.10 peratus UKM menyatakan kesukaran permodalan, kemudian diikuti oleh kepastian pasar 25.9 peratus dan kesulitan bahan baku 15.4 peratus. Jika di lihat jawaban tersebut sebenarnya kesukaran permodalan itu adalah kesukaran mendapatkan kepastian pasar karena ketidakmampuan menjamin kepastian pengeluaran. Menurut Tulus. T.H. Tambunan, (2002; 11) bahawa tiang ekonomi yang kuat sekarang ini adalah industri usaha kecil dan menengah, kerana UKM sangat luas terhadap perubahan atau gejolak ekonomi dan sanggup

bertahan dengan menampung tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Sementara Hal Hill (2001), menyatakan bahawa UKM memegang peranan yang penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, kerana : pertama, sumbangan yang signifikan berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja. Kedua, pemerintah Indonesia menempatkan prioriti lebih tinggi kepada UKM. Tiga, potensi sumbangan UKM dalam

mengembangkan usaha yang dilaksanakan oleh peribumi asli.

Keempat, pentingnya formulasi kebijakan perekonomian yang sesuai dengan karakteristik UKM. Lima, harapan atas sumbangan UKM untuk meletakkan dasar bagi pertumbuhan industri. Keenam, UKM telah terbukti lebih tahan terhadap krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997-1998. Industri kecil jelas sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi negara, maka pemerintah membuat suatu arah kebijaksanaan dalam bidang ekonomi guna memperkasakan masyarakat, khususnya industri kecil9. Hal itu disebabkan industri kecil berfungsi sebagai pemacu pusat

pertumbuhan ekonomi baru di daerah, sekaligus sebagai sarana untuk mengagih peluang pekerjaan, peluang perniagaan dan pemerataan pendapatan. Kelebihan lain daripada pengembangan industri ini adalah kemampuannya menjadi aktif dalam teknologi, keterampilan dan ahli korporat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Urata dikutip daripada Hayashi (2002) dalam Sri Budi Cantika Yuli (2009; 15), UKM terutama di

9 Dikatakan dalam PROPENAS 2000-2004,

Bab II Tentang Prioritas Pembangunan Nasional, bahawa upaya dalam mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasi dalam bidang ekonomi, tetapi hasilnya belum memadai salah satu penyebabnya adalah kerana kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antara daerah, antara pelaku dan antara golongan pendapatan telah meluas keseluruh aspek kehidupan sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan ekonomi di tangan sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu.

Page 6: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 104

Indonesia memiliki 4 permasalahan utama yang dapat menghambat

perkembangannya. Keempat permasalahan tersebut adalah: pertama, kurangnya pengetahuan tentang teknologi pengeluaran dan pengendalian mutu, kedua, kurangnya kemampuan pemasaran, ketiga, kurangnya pengetahuan dan terakhir, kurangnya akses ke pembiayaan secara formal. Meskipun UKM mempunyai peranan pada ekonomi negara, kenyataannya selama ini UKM masih dipinggirkan. Terutama masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini adalah ketiadaan pembiayaan untuk sebahagian besar UKM, kerana kurangnya akses terhadap sumber-

sumber pembiayaan terutama institusi kewangan10, baik bank11 mahupun institusi kewangan bukan bank (LKBB)12.

10 Istilah institusi kewangan merupakan

badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk asset kewangan (financial assets), lebih lanjut lihat Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm, 9.

11 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

12 Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. Kep.38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari 1972 dan No. 562/KMK/K.011/1982 tanggal 1 September 1982, LKBB adalah badan usaha yang melakukan kegiatan dalam bidang kewangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke masyarakat melalui membiayai pelaburan perusahaan, yang termasuk institusi kewangan bukan bank adalah insurans, pajakgadai, dana bersama (mutual funds), dan bursa efek (bursa saham).

Menurut Syukur (2002) pada

umumnya usaha mikro yang mendapat perkhidmatan kewangan pendapatannya meningkat per bulan dan faktor pembiayaan ini menjadi penyokong bagi UKM yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Pada dasarnya bank konvensional dalam memberikan kredit diukur dengan prinsip 5C dan yang paling sukar dipenuhi UKM adalah modal dan cagaran serta tingginya kadar bunga sehingga memberatkan UKM, sedangkan bank syariah pada umumnya menggunakan kontrak kerjasama, iaitu pada akad Musyarakah13 dan Mudharabah14. Sebagai institusi perantara kewangan,

bank syariah15 memiliki kegiatan

13 Musyarakah adalah perjanjian di antara

para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembahagian keuntungan diantara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/modal berdasarkan bahagian dana/modal masing-masing (M. Nadratuzzaman Hosen, AM. Hasan Ali, e-book Kamus Populer Kewangan dan Ekonomi Syariah, Pkes Publishing, Jakarta, 2008; 56)

14 Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik (shahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu , dengan pembahagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. (M. Nadratuzzaman Hosen, AM. Hasan Ali, e-book Kamus Populer Kewangan dan Ekonomi Syariah, Pkes Publishing, Jakarta, 2008; 53)

15 Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nombor 21 Tahun 2008, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri

Page 7: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 105

utama berupa himpunan dana daripada masyarakat melalui

simpanan dalam bentuk giro, tabungan, deposit yang menggunakan prinsip Wadi’ah Yad Damanah, dan mudharabah (perkongsian untung). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim, seperti skim jual beli (murabahah, baithaman ajil, salam, dan istishna), sewa (ijarah), perkongsian untung (mudharabah) dan perkongsian untung rugi (musyarakah), serta produk seperti yuran, hiwalah (alih hutang piutang), rahn (gadai), qard (hutang piutang), wakalah (perwakilan) dan kafalah (jaminan bank).16

Dalam bank syariah sistem bagi hasil (mudharabah) merupakan suatu mekanisme dilakukan oleh bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya. Dalam aktiviti usaha tersebut diperjanjikan adanya pembahagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan dalam peraturan syari’ah yang berkaitan dengan pembahagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan proporsi

bagi hasil antara kedua-dua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di

dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

16 Widjanarto (2003), Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2003), edisi IV, h.59-61, Tim Bank Syari’ah Mandiri (2005), Apa dan Bagaimana Bank Syari’ah, (Jakarta: BSM Cab. Meruya, 2005), h. 14-15.

masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Pembiayaan sangat penting bagi pembangunan ekonomi, kerana itu pembiayaan selalu diperlukan bagi memperluaskan usaha para pengusaha baik ahli korporat besar, menengah mahupun perniagaan kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Muhamad Djumhana, 2006; 111). Oleh sebab itu, perlu peningkatan kemampuan bagi UKM dalam mengaksek sumber dana dari institusi kewangan guna memenuhi keperluan modal perniagaannya. Untuk mengatasi kesukaran modal, pihak perbankan menyediakan

kemudahan pembiayaan, dalam permohonan pembiayaan bagi pengusaha besar tentu relatif mudah berbanding dengan pengusaha kecil. Selain aspek kepercayaan bagi mendapat kemudahan, pengusaha besar memiliki aset yang dapat dijadikan cagaran bagi kreditnya. Berbeza halnya dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki aset untuk dijaminkan, kecuali peralatan-peralatan yang digunakan untuk menjalankan usahanya harian akan mengalami kegagalan dalam mengajukan permohonan pembiayaan.

Tingkat suku bunga pembiayaan di bank konvensional selama ini relatif tinggi, yang dibebankan kepada UKM. Salah satu jalan untuk meningkatkan UKM adalah pembiayaan bagi hasil (Mudharabah). Bank syariah dalam melakukan aktivitinya lebih menekankan prinsip keadilan, pemerataan dan bagi hasil. Mekanisme bagi hasil menjadikan lebih merata dan adil kerana adanya aspek risiko iaitu masing-masing pihak bersama-sama menganggung

Page 8: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 106

risiko. Sementara sistem bagi hasil justeru menghindari prinsip

mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka sangat tepat jika pengembangan institusi kewangan dan Perbankan Syariah dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan UKM, sehingga dapat memperkuat tingkat pengharapan dan keyakinan UKM untuk berjaya. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakter umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan akad mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank Islam berfungsi sebagai kerjasama, baik dengan penabung mahupun dengan pengusaha yang

meminjam dana (Antonio, 2001:137). Prinsip mudharabah ini memberi manfaat kepada mudharib, kerana mudharib dalam melaksanakan pengelolaan perniagaannya tidak dikenakan tanggungan kerugian kecuali kerana kelalaian mudharib itu sendiri. Akad mudharabah merupakan salah satu bentuk mekanisme kewangan syariah yang digunakan untuk menggantikan sistem faedah. Dalam akad ini terdapat hubungan antara pemilik modal (shahibul mall) dengan pelaku usaha (mudharib). Akad mudharabah adalah akad kerjasama

yang menanggung untung dan rugi antara pemilik modal dengan pengusaha. Menurut Muhammad (2008:1) bank syariah mempunyai inti pati daripada berupa jasa pembiayaan produk bagi hasil yang dikembangkan dalam produk musyarakah dan mudharabah. Akad pembiayaan yang melibatkan penghutang sebagai peminjam dana dan pemberi hutang sebagai pemberi dana memiliki kepentingan yang

saling berkepentingan. Dalam meminjamkan dananya kepada

penghutang sebenarnya landasan umumnya ialah kepercayaan. Seperti dinyatakan oleh R. Tjiptonugroho (dalam Sentosa Sembiring 2008; 51) bahawa inti sari daripada pembiayaan sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah pembiayaan dalam erti sebenarnya, bagaimanapun bentuknya, jenis dan ragamnya dan dari mana pun asalnya serta kepada siapa diberikannya. Dalam amalannya transaksi yang dilakukan pihak bank berdasarkan sebuah perjanjian. Perjanjian bank dengan pendeposit dilandasi atas

dasar kesepakatan yang mengikat kedua-duanya. Dalam akad pembiayaan, pihak mudharib dapat membuat suatu perjanjian modal, yang biasanya akad pembiayaan dibuat oleh pihak bank (shahibul maal) guna menghindari terjadinya risiko. Untuk menghindari perselisihan, dalam akad mudharabah secara khusus ditentukan jumlah modal yang disertakan. Modal dalam akad mudharabah tidak dapat dijadikan sebagai hutang bagi pihak mudharib pada waktu terjadinya akad. Alasannya jika pelabur menjadikan

modal dalam kontrak mudharabah sebagai bentuk hutang, dimungkinkan akan menggunakannya sebagai tujuan untuk memdapatkan keuntungan daripada mudarib (Abdullah Saeed; 2008, 93-94). Sedangkan mengambil keuntungan daripada hutang adalah termasuk riba yang dilarang dalam Islam. Pembiayaan adalah penyerahan barang, perkhidmatan, atau wang daripada satu pihak atas dasar

Page 9: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 107

kepercayaan kepada pihak lain (pendeposit atau penghutang) dengan

janji membayar daripada penerima pembiayaan kepada pemberi pembiayaan pada tarikh yang telah disepakati kedua-dua pihak (Veithzal Rivai, Arvian Arifin; 2010, 4). Sementara Pembiayaan menurut Pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nombor 10 tahun 1998 adalah penyediaan wang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibayar untuk mengembalikan wang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Sehubungan dengan kerjasama antara bank (shahibulmaal) dan UKM (mudharib), maka dalam hal melakukan kegiatan perniagaan bank menggunakan pembiayaan mudharabah yang mekanismanya berasaskan kerjasama usaha dan bagi hasil. Dan dalam pelaksanaan bank syariah harus memenuhi aspek syariah dan aspek ekonomi (Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin; 2010, 680), setiap realisasi pembiayaan harus berpedoman pada syariat Islam tidak mengandung unsur maisyr, gharar, dan riba serta bidang niaganya harus halal.

Namun realitinya amalan akad pembiayaan mudharabah ini tidak sepenuhnya diamalkan oleh bank SUMUT dalam pemberian pembiayaan kepada UKM. Akad pembiayaan mudharabah sangat menyokong peningkatan UKM. Hal ini, tentu memerlukan kajian mengapa bank SUMUT tidak sepenuhnya menerapkan akad pembiayaan mudharabah melainkan pembiayaan laizim?. Oleh demikian, matlamat tesis ini adalah

untuk mengkaji akad, pembiayaan mudharbah, dan UKM di Medan

Indonesia.

Dilihat daripada hasil kajian penyelidikan yang telah dilakukan tentang UKM adalah hambatan yang dihadapi UKM ialah kesukaran mengakses sumber-sumber pembiayaan daripada institusi-institusi kewangan formal (Euis Amalia: 2009,15). I. Astrakhan, dan A. Chepurenko (2003: 349-450) mengatakan UKM di Rusia UKM di Rusia, sebahagian besar berada di Moskow atau St-Petersburg adapun kendala yang dihadapi ialah sukarnya akses pembiayaan bank,

kurangnya pengalaman bank dalam menggunakan teknologi yang moden pinjaman dan produk yang disesuaikan dengan keperluan UKM. Serta inflasi yang tinggi mengakibatkan tingginya suku bunga dan kurangnya keterampilan usaha dan pengetahuan market ditambah dengan kesukaran dalam mengakses informasi. Sementara United Republic Of Tanzania Ministry Of Industry And Trade (2002; 10), UKM di seluruh dunia diketahui memainkan peranan penting dalam pembangunan sosial ekonomi. Hal ini kasus Tanzania, di

mana UKM berkontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan stimulasi pertumbuhan di kedua daerah Bandar dan luar Bandar. Namun pada umumnya UKM dihadapkan dengan masalah yang unik termasuk biaya yang berat, selain itu pengembangan layanan usaha yang berkaitan dengan kewirausahaan, pelatihan, teknologi dan market serta kebijakan pengembangan sector UKM. (Hon. Dr

Page 10: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 108

Juma Ngasongwa MP. Menteri Perindustrian dan Perdagangan).

Edmore Mahembe (2011) mengatakan masalah UKM di Afrika Selatan di sebabkan kurangnya informasi yang tersedia, kurangnya jaminan, dan sukarnya untuk mengakses jasa kewangan, termasuk pembiayaan, serta kurangnya tingkat keterampilan pemilik usaha. Javed Qureshi and Gobind M. Herani (2011; 42) mengatakan masalah yang dihadapi UKM di Karachi-Pakistan di antaranya akses pembiayaan dan beberapa kendala lain dalam pertumbuhan UKM di Pakistan termasuk kekurangan keterampilan, kelangkaan barang modal,

manajemen yang buruk, serta kurangnya teknologi dan data pada sektor UKM, resistensi terhadap perubahan, serta pemasaran.

Mohd. Kamal Ariff (2011,3) mengatakan Perusahaan Kecil dan Sederhana (PKS) membentuk hampir 99 peratus daripada jumlah perusahaan perniagaan di Malaysia dan sektor ini dilaporkan menyumbang 31 peratus daripada Keluaran Dalam Negara Kasar (KDNK) Negara. Walau bagaimanapun, sektor ini masih mempunyai ruang yang banyak untuk dibangunkan melalui

kerjasama pelbagai agensi dan jabatan yang menyediakan pelbagai jenis bantuan, sama ada dalam bentuk dana, sokongan ataupun latihan (Mohd Kamal Ariff:2011,3). Menurut Ishak Shari dan Wook Endut (1989; 21) masalah Industri Berskala Kecil di Malaysia boleh dikatakan antara masalah kewangan dan kesukaran mendapat pembiayaan daripada bank, masalah tapak/bangunan, masalah buruh

mahir, masalah bahan mentah dan masalah pemasaran.

Hal yang demikian sangatlah menyulitkan bagi UKM dalam meningkatkan usahanya, karena kadar bunga perbankan sangat tinggi, tingginya kadar bunga menjadi hambatan bagi perkembangan UKM. Bagi perbankan dapat meminta jaminan untuk mengatasi terjadinya risiko apabila pelanggan tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad kerana kelalaian dan/atau kecurangan. Bentuk pengamanan pemberian kredit dalam amalan perbankan dilakukan dengan adanya ikatan jaminan. Perekonomian Sumatera Utara pada

triwulan I-2013 diperkirakan terakselerasi pada kisaran 6,2% - 6,5%. Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi mendatang masih ditopang oleh tingginya konsumsi. Dari sisi penawaran, perekonomian Sumut diperkirakan lebih banyak didorong oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV-2012, 2013, iv). Selama ini Bank SUMUT telah banyak dikenal dalam menyokong UKM di Provinsi Sumatera Utara, dan Bank SUMUT menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2012

sebesar Rp 200 miliar dengan nilai plafon yang akan disalurkan berkisar Rp 50 juta sampai Rp 500 Juta (lihat http://www.medanmagazine.com/bank-sumut-targetkan-penyaluran-kur-rp-200-m/). Berdasarkan komitmen Bank SUMUT, Bank SUMUT memberikan fasiliti pembiayaan kepada masyarakat pra se\jahtera yang memiliki usaha mikro untuk memperbaiki taraf hidup keluarga pra sejahtera atau yang berpenghasilan rendah menuju ke taraf

Page 11: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 109

kesejahteraan yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang

memiliki kelayakan usaha tetapi belum bankable sehingga menjadi nasabah bank, serta mewujudkan visi dan misi bank SUMUT khususnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dan membantu program pemerintah dalam rangka mengentasan kemiskinan (Bank SUMUT). Bank Sumut hingga kini telah memiliki jaringan kantor sebanyak 175 unit dan 155 unit mesin ATM yang tersebar di seluruh Sumatera Utara Bank Sumut Syariah telah mengalami pertumbuhan aset sebesar Rp334,6 miliar atau tumbuh sekitar 68,1 persen, sehingga total aset bank

syariah itu hingga akhir tahun 2010 mencapai Rp826,1 miliar. Khusus untuk dana pihak ketiga, Bank Sumut Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan, yakni sebesar Rp171,4 miliar atau tumbuh 65,9 persen dengan total dana pihak ketiga yang dihimpun per akhir tahun 2010 sebesar Rp431,5 miliar (Sumber : bisnis.com diakses 25 April 2011 09:29). Kinerja Bank SUMUT syariah juga mengalami peningkatan, terbukti dari asset terjadi kenaikan sebesar Rp. 501,36 miliar atau 60 peratus dan pulangan secara keseluruhan

mengalami kenaikan sebesar Rp. 4,62 miliar atau 25,80 peratus. Selain itu, dana pihak ketiga Bank SUMUT Syariah naik sebesar Rp. 235,35 peratus atau 54,53 peratus, sementara dari bahagian pembiayaan mengalami kenaikan sebesar Rp. 461,17 miliar atau 111,73 peratus. Bank SUMUT mempunyai fasiliti Pembiayaan Peduli Usaha Mikro Sumut Sejahtera (PPUM SS) merupakan penyediaan dana yang

memiliki tujuan iaitu falisiti pembiayaan kepada masyarakat pra

sejahtera yang memiliki usaha mikro untuk memperbaiki taraf hidup keluraga yang berpenghasilan rendah menuju ke taraf kesejahteraan yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang memiliki kelayakan usaha tetapi belum bankable sehingga menjadi layak menjadi nasabah bank, produk unggulan ini memiliki tingkat kualiti yang sangat baik dimana hingga saat ini tingkat koletibilitas dan NPL masih 0 peratus. Plafond pembiayaan mulai Rp. 1 juta hingga Rp. 5 juta dengan suku bunga 18 peratus dihitung secara flat dengan jangka waktu 16 sampai dengan 24 minggu. Bank SUMUT menyalurkan KPUM SS pada tahun 2011 sebesar Rp. 60.161 juta

meningkat menjadi Rp. 27.057 juta atau 81,73 peratus dibandig pada tahun 2010 yang dibukukan sebesar Rp. 33.105 juta (Annual Report Bank SUMUT, 2011; 122). Namun dalam menyalurkan pembiayaan kepada UKM Bank SUMUT tidak menerapkan sistem pembiayaan mudharabah melainkan pembiayaan lazim, dan pembiayaan mudharabah kurang diminati, jika dilihat realisasi bagi hasil yang diberikan kepada nasabah meningkat tinggi iaitu sebesar Rp. 27.9 miliar ditahun 2010 menjadi Rp. 44.8 miliar di tahun 2011. Bagi hasil yang diberikan

kepada nasabah berdasarkan kebijakan manajemen dengan metode perhitungan distribusi bagi hasil yang mengacu daripada metode Revenue Sharing (Bank SUMUT, 2011; 128). Menurut Muhammad (2007; 2-3) mekanisme operasi produk yang berbasis profit and loss sharing (PLS) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perbankan syariah antaranya, secara internal, kalangan

Page 12: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 110

perbankan belum memahami secara baik tentang konsep dan praktik

produk mudharabah. Faktor eksternal kondisi masyarakat pengguna pembiayaan mudharabah harus didukung dengan kondisi masyarakat yang jujur dan amanah. Sementara Muhammad Syafi’I Antonio (2001; 167) menyatakan, bahawa menyadari akan rumitnya persoalan yang dihadapi, maka bank syariah cenderung menghindari pembiayaan investasi dengan cara mudharabah dan sebagai gantinya digunakan skema musyarakah mutanaqisah. Hal menunjukan bahawa dalam kontrak pembiayaan mudharabah didalamnya sarat resiko, utamanya resiko yang berkaitan dengan mudharib.

Keadaan ini menarik dikaji kerana Bank SUMUT tidak menerapkan pembiayaan mudharabah dalam pemberian pembiayaan kepada UKM melainkan pembiayaan lazim. Padahal pembiayaan mudharabah mempunyai manfaat17 bagi kedua-dua

17 Manfaat pembiayaan mudharabah antaranya : 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank hingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halah, aman, dan menguntungkan karena keuntungannya yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 4. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. 5. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga

pihak. Kenapa pembiayaan mudharabah kurang diminati oleh

pihak UKM? Bagaimana sebenarnya mekanisme akad pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan oleh Bank Sumut syariah dalam memberikan pembiayaan kepada UKM? Kenapa dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan kepada UKM Bank SUMUT tidak menggunakan sistem pembiayaan syariah?

Walaupun Bank SUMUT telah mempunyai fasiliti Pembiayaan Peduli Usaha Mikro (PPUM) tanpa cagaran dengan cicilan ringan menggunakan sistem angsuran tetap yang diberikan kepada UKM dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk

mengembangkan perniagaan dengan plafon pembiayaan maksimal Rp. 1 juta, suku bunga 18 peratus per tahun dengan jangka waktu 12 bulan. Pembiayaan ini merupakan sala satu wujud komitemen Bank SUMUT dalam focus terhadap UKM kerana tidak mempersyaratkan izin mahupun bukti kepemilikan usaha. Bank SUMUT telah menyalurkan PPUM pada tahun 2011 sebesar Rp. 247 juta menurun Rp. 42 juta atau -14,44 peratus disbanding daripada tahun 2010 yang dibukukan sebesar Rp. 288 juta (Bank SUMUT, 2011; 116).

A. Kajian Toeritis

Untuk menjawab permasalahan diperlukannya suatu kajian teoritis agar dapat menjawab permalasahan yang ada melalui pendekatan perpustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

tidak memberatkan nasabah. (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001; 97-98)

Page 13: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 111

1. Akad Pembiayaan

a. Pengertian Akad

Pengertian akad menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah janji, perjanjian, kontrak (DPN-KBHI; 2001, 18). Hal ini didokung oleh pendapat para ahli di antaranya iaitu Jacob Hans Niewenhuis (1979), Hofman (1992), J. Satrio (1992), Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan (1978), Sudikno Mertokusumo (1987), Mariam Darus Badrulzaman (1996), Purwahid (1994), Titodingrat (1985), Lawrence M. Friedman, 2001), dan Salim (2009) .

Setidaknya ada 2 (dua) istilah dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan perjanjian iaitu al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). (Gemala Dewi, dkk;

2007, 45). Kata al- ‘aqdu terdapat dalam Surat Al Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut fathurrahman Djamil, istilah al‘aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUHPerdata. (Fathurahman Djamil dalam Mariam Darus Badrulzaman; 2001, 247-248). Sedangkan isilah al-‘ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, iaitu sutau pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain (Fathurahman Djamil dalam Mariam Darus Badrulzaman; 2001, 254).

Sedangkan akad menurut KUHPerdata18 adalah suatu

18 Hukum perdata di Indonesia pada

dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad Nomor 23 tahun 1847 tentang Burgerlijk Wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya

persetujuan ialah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat

dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Pasal 1313 KUHPerdata mengalami perubahan dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW) yang diatur dalam Pasal 6 iaitu a contract in the sense of this title is a multilateral juridical act whereby one or more parties assume an obligation towards one or more other parties (kontrak merupakan perbutan hukum yang timbal balik di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya). ( P.P.C. Haanapel & Ejan Mackaay; 1990 dalam Agus Yudha Hernoko; 2010, 18).

Menurut undang-undang perbankan Syariah Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (Pasal 1 (13) UU Perbankan Syariah).

Perbedaan yang terjadi dalam proses akad antara Hukum Islam dan komvensional (KUH Perdata) adalah tahap perjanjiannya. Pada Hukum akad Islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pada pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian lahir perikatan. Sedangkan komvensional (KUH Perdata), akad

antara pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan diantara mereka. Menurut A Gani Abdullah, dalam Hukum Perikatan Islam, titik tolak yang paling

merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing

Page 14: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 112

membedakan adalah pada pentingnya unsur ikrar (ijab dan Kabul) dalam

tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan kabul), maka terjadilah perikatan (aqdu). (Gemala Dewi Dkk, 2007, 47).

b. Akad Pembiayaan

Dalam konteks Indonesia dikenal adanya isntitusi kewangan (Sunaryo; 2008, 9). Pembiayaan dalam konteks Indonesia dikenal sebagai institusi pembiayaan19, baik institusi keuangan bank20 mahupun institusi keuangan bukan bank, keduanya mempunyai perbedaan pada kegiatan usaha yang dilakukan (Khotibul Umam; 2010, 1), institusi pembiayaan merupakan salah satu bagian dari lembaga kewangan. Lembaga kewangan terdiri dari tiga

lembaga yaitu : perbankan,21 pasar modal,22 dan institusi kewangan bukan bank.23

19 Menurut Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, Institusi pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

20 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan)

21 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

22 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

2009 institusi pembiayaan meliputi perusahaan pembiayaan24, perusahaan modal ventura25 dan perusahaan pembiayaan infrastruktur26. Menurut jenis kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi sewa guna usaha27, anjak piutang28, usaha kartu

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek

23 Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1988, Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan perusahaan.

24 Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

25 Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

26 Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

27 Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

28 Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Page 15: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 113

kredit29, dan pembiayaan konsumen30.

Pembiayaan atau financing, iaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi31 yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri mahupun institusi. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan (Veithzal Rivai, Arvian Arifin; 2010, 681).

Sedangkan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan

uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (UU Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 12)

Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif (Veithzal Rivai, Arvian Arifin; 2010, 681). Menurut Peraturan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Islam baik dalam rupiah mahupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,

29 Pembiayaan Konsumen (Consumer

Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

30 Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit

31 Investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk mendapat imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari, imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk financial atau wang (financial benefit)

piutang, qardh, surat berharga Islam, penempatan, penyertaan modal,

penyertaan modal sementara, komitmen, dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah. (Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/7/PBI/2003)

Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, iaitu saya percaya atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku shabibul maal. Dana tersebut harus dipergunakan dengan benar, adil dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta

saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. (Veithzal Rivai, Arvian Arifin; 698)

Dalam Firman Allah SWT Surah (4) ayat 29 ini menjelaskan bahwa Allah SWT melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan atau jual beli yang berlaku dengan suka sama suka tanpa ada paksaan. Dan Allah SWT melarang membunuh diri sendiri. Menurut ayat ini yang dilarang ialah membunuh diri sendiri dan orang lain. Membunuh orang lain bererti membunuh diri sendiri sebab setiap orang yang membunuh akan dibunuh, sesuai dengan hukum qishash32.

Pembiayaan dalam bank Islam adalah penyediaan dana atau tagihan yang disamakan dengan : a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk

mudharabah dan musyarakah.

32 Qishash (retaliation), adalah hukuman

atau balasan kerana melakukan dosa. Perimbangan antara hukuman dan tindakan kriminalnya (Ibnu Rusyd; 2007; 504)

Page 16: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 114

b) Transaksi sewa dalam bentuk ijarah atau sewa dengan pilihan

perpindahan hak milik dalam bentuk ijarah muntahiyah bit Tamlik.

c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.

d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh.

e) Transaksi hibrid dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah. (Veithzal Rivai, Arvian Arifin; 700).

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank atau institusi kewangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi kemudahan dana

untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan atau perkongsian untung.

Pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan bagi Bank merupakan sumber pendapatan dalam bentuk bunga (Bank Konvensional) dan dalam bentuk bagi hasil dan jual beli (Bank Syariah). Bank Syariah Mandiri sebagai Bank Syariah memperoleh pendapatan dari bagi hasil.

Akad pembiayaan telah dianggap sah sejak dilakukan kesepakatan antara kedua pihak baik secara tertulis maupun secara lisan. Dan akad dianggap sah, jika telah memenuhi

ketentuan syarat-syarat sahnya suatu akad yang telah ditetapkan. Menurut KUHPerdata Pasal 1320 disebutkan bahwa syarat sahnya suatu akad ialah : a. Adanya kesepakatan dalam

mengadakan perjanjian. b. Cakap menurut hukum. c. Adanya suatu obyek tertentu

dan jelas. d. Suatu sebab yang halal.

Dalam ketentuan syariah, ketentuan mengenai perjanjian pembiayaan

terkandung dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah ayat 282 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalat tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menulisnya sebagaimana Allah telah mengajarkan, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya, jika orang yang berhutang itu lemah akalnya/ lemah (keadaannya)/ dia sendiri

tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan 2 orang saksi dari 2 orang lelaki diantaramu”.

Berdasarkan ketentuan di atas maka dalam perjanjian Mudharabah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Perjanjian dilakukan secara

tertulis. b. Adanya kesepakatan para pihak. c. Ijab Kabul. d. Adanya 2 (dua) orang saksi.

c. Rukun dan Syarat Sahnya Akad

Dalam melaksanakan suatu perikatan

terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.

Dalam syariah, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak

Page 17: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 115

terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah

atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu, sedangkan definisi syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. (Gemala Dewi Dkk, 2007; 49-50).

Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad adalah al-aqidain (subyek akad), mahallul ‘aqd (obyek akad), sighat al-‘aqd (ijab dan kabul). Selain ketiga rukun tersebut Musthafa az-Zarqa menambah maudhu’ul ‘aqd (tujuan akad). Ia tidak menyebutkan keempat hal tersebut dengan rukun, tetapi dengan muqawimat ‘aqd

(unsur-unsur penegakan akad) (Ghufron A. Mas’adi, 2002, 81).

Sedangkan menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy keempat hal tersebut merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad (Gemala Dewi, 2007; 51).

a. Subyek Perikatan (Al-‘Aqidain)

Al-‘Aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan hukum akad (perikatan), dari sudut hukum adalah subyek hukum. Subyek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum sering juga diartikan sebagai pihak pengemban

hak dan kewajiban. Subyek hukum ini terdiri dari 2 (dua) macam yaitu manusia dan badan hukum. 1. Manusia.

Manusia sebagai subyek hukum perikatan adalah pihak yang sudah dapat dibebani hukum yang disebut mukallaf yaitu orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik

yang berhubungan dengan Tuhan maupun kehidupan social.

Untuk melakukan akad, manusia dapat terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yaitu :

1. Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun, seperti manusia yang cacat jiwa, cacat mental, anak kecil yang belum mumayyiz (dapat membedakan);

2. Manusia yang dapat melakukan akad tertentu, seperti anak yang sudah mumayyiz tetapi belum mencapai baligh;

3. Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yaitu untuk yang telah memenuhi syarat-syarat mukallaf. (Mas’adi, 2002, 32)

Pada prinsipnya tindakan hukum

seseorang akan dianggap sah, kecuali ada halangan-halangan yang dapat dibuktikan. Tindakan hukum seseorang yang telah baligh dapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan dengan dibuktikan adanya halangan-halangan (impediments) sebagai berikut : a. Masih di bawah umur (Minors/

safih); b. Kehilangan kesadaran atau gila

(Insanity/ junun); c. Idiot (Idiocy/ ‘atah); d. Royal, boros (Prodigality/ safah); e. Kehilangan kesadaran

(Unconsciousness/ ighma); f. Tertidur dalam keadaan tidur

lelap (Sleep/ naum); g. Kesalahan dan terlupa (Error/

khata dan forgetfulness/ nisyan); h. Memiliki kekurangan, kerusakan

(akal) atau kehilangan). (Acquired defects/ ‘awarid muktasabah). Kerusakan atau terganggunya akal seseorang dapat dikarenakan oleh mabuk, keracunan obat, dan sebagainya (intoxication/ sukr) atau karena ketidaktahuan atau

Page 18: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 116

kelalaian (igrorance/ jahl) (Mas’adi, 2002, 82)

2. Badan Hukum

Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. Badan hukum ini memiliki kekayaan yang terpisah dari perseorangan. Yang dapat menjadi badan hukum menurut R. Wirjono Prodjodikoro (1981) adalah dapat berupa negara, daerah otonom, perkumpulan orang-orang, perusahaan atau yayasan.

Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus. Namun terlihat pada beberapa dalil menunjukkan

adanya badan hukum dengan menggunakan istilah al-syirkah, seperti yang tercantum dalam QS. An-Nisa (4) : 12, disebutkan “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…., QS Shaad (38) : 24, bahwa “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman….. , pada Hadist Qudsi. riwayat Abu Dawud dan al-Hakim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SWA bersabda “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang

berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap yang lain, maka Aku keluar dari keduanya (Mas’adi; 2002, 192).

b. Obyek Perikatan (Mahallul Aqd)

Mahallul Aqd adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Mahallul Aqd adalah :

a. Obyek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan;

b. Obyek perikatan dibenarkan oleh syariah;

c. Obyek akad harus jelas dan dikenali;

d. Obyek dapat diserah terimakan (Mas’adi, 2002, 62)

c. Tujuan Perikatan (Maudhu’ul

Aqd)

Maudhu’ul Aqd adalah tujuan dan hukum suatu akad disyari’atkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum Islam tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam Hadist. Menurut ulama fiqif tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai

dengan ketentuan syari’ah tersebut. Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai akbiat hukum, yaitu : a. Tujuan akad tidak merupakan

kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan;

b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad;

c. Tujuan akad harus dibenarkan syara (Mas’adi, 2002, 64)

d. Ijab dan Kabul (Sighat al-Aqd)

Sighat al-Aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan Kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.

Page 19: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 117

Para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul

agar memiliki akibat hukum, yaitu :

a. Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki;

b. Tawafud, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul;

c. Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa (Djamil, 2010 , 253)

Ijab dan kabul dapat dilakukan

dengan empat cara, yaitu :

a. Lisan; b. Tulisan;

c. Isyarat; d. Perbuatan (Gemala Dewi, 2007,

63-64)

d. Berakhirnya Akad Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya.

Fasakh terjadi disebabkan sebagai

berikut :

a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’ seperti yang

disebutkan dalam akad rusak, misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan;

b. Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau mejelis;

c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad baru saja

dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut iqalah;

d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan;

e. Karena habis waktunya seperti dalam akad sewa menyewa;

f. Karena tidak dapat izin pihak berwenang;

g. Karena kematian (Mas’adi, 2001, 114 – 117)

2. Mudharabah 1. Konsep Mudharabah Transaksi mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih yang mana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola

(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi seratus persen modal shahibul maal dan keahlian dari mudharib.

Menurut pendapat ulama, mudharabah atau qiradh atau muamalah termasuk dalam jenis-jenis syirkah. Dalam merumuskan pengertian mudharabah, Wahbah Az-Zuhaili (2011:476) mengemukakan bahwa pemilik modal memberikan modal pada pengelola untuk mengelolahnya, dan keuntunganya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Sedangkan

kerugianya hanya menjadi tanggungan pemilik modal sahaja. Pengelola (’amil) tidak menanggung kerugian apa pun kecuali pada usaha dan kerjanya saja.

Muhammad (2001) menyebutkan bahawa mudharabah ialah suatu perkongsian antara dua pihak, iaitu pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas

Page 20: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 118

pengelolaan usaha. Keutungan dibagi sesuai dengan nisab laba yang telah

disepakati bersama pendahuluan, manakala rugi shahibu al-mal akan kehilangan sebahagian imbalan dari kerja keras dan kecakapan manajemen selama projek berlangsung.

Menurut Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud (2007, 82) mudharabah difahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, iaitu pemilik modal (shahib al-mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, pengusaha (mudharib), untuk menjalankan suatu aktiviti atau usaha.

Menurut Afzalur Rahman sebagaimana dikutip oleh Gemala Dewi dkk.,(2007: 119) syirkah mudharabah atau qiradh,

iaitu berupa kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta, seseorang (pihak pertama/supplier/ pemilik modal/mudharib) memberikan hartanya kepada pihak lain (pihak kedua/pemakai/pengelola/dharib) yang digunakan untuk bisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi oleh masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian, maka ketentuannya berdasarkan syara” bahwa kerugian dalam mudharabah dibebankan kepada harta, tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja.

Menurut Muhammad Syafii Antonio (2010: 8) mudharabah adalah satu bentuk kerjasama bisnis antara dua belah pihak atau lebih, di mana pihak pertama menyediakan dana (sahib al-mal) dan pihak kedua memberikan keahlian dan kemampuan manajemen (mudarib). Kedua belah pihak sepakat untuk berkongsi untung dan rugi dalam satu proyek atau unit usaha.

Jika terdapat keuntungan, keuntungan itu dibagi sesuai nisbah

(ratio) yang telah disepakati. Manakalah terjadi kerugian, kerugian itu akan ditanggung penyandang dana, selama tidak timbul dari kecurangan dan/atau kelalaian mudarib. Jika mudarib melakukan manipulasi yang berakibatkan pada kerugian, kerugian sepenuhnya ditanggung mudarib.

Muhammad Ayub (2007: 76) Mudarabah is a partnership arrangement in which one party provides capital to the partnership while the other party provides entrepreneurial skills. Any loss is borne by the financier; any profit is shared by the partners according to a pre-agreed ratio. (Mudarabah adalah

pengaturan kemitraan di mana satu pihak menyediakan modal untuk kemitraan sedangkan pihak lain memberikan keterampilan kewirausahaan. Kerugian ditanggung oleh pemodal; keuntungan apapun dibagi oleh para mitra sesuai dengan nisab yang telah disetujui sebelumnya).

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq (2010: 380) mudharabah adalah akad yang terjalin antara dua pihak yang melakukan perjanjian. Pihak pertama memberikan hartanya secara tunai kepada pihak kedua agar digunakan untuk berdagang, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi

antara mereka sesuai dengan persentase yang telah disepakati.

Sementara itu menurut Abdul Sami’ al-Misri (1993; 114) Mudharabah ialah sebuah syarikat atau suatu bentuk kerjasama di antara pihak pemodal dengan satu pihak lain yang bakal mengendalikan modal tersebut. Orang yang yang mengendalikan itu disebut dengan “Mudarib”, yang

Page 21: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 119

bererti orang yang merantau, kerana ada kalanya ia merantau di atas muka

bumi untuk memperniagakan modal tersebut untuk mencari untung.

Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi (1991; 8) Mudarabah bermakna bahawa satu pihak menyediakan modal dan pihak yang lain menggunakannya bagi tujuan perniagaan dengan persetujuan bahawa keuntungan daripada perniagaan akan dibahagikan mengikuti kadar yang ditentukan.

Menurut Nailul Authar sebagaimana dikutip oleh Muamalat Institute (1999; 70) mudharabah atau disebut juga Nuqaradha berarti berpergian untuk berdagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada

pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkang keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.

Sedangkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syariah) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam

kontrak ( Fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000).

Selain dipergunakan untuk pembiayaan modal kerja, secara umum pembiayaan mudharabah dapat dipergunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiayaan proyek. Pembiayaan mudharabah merupakan produk penyaluran dana

bank untuk membantu usaha nasabah melalui penyediaan modal usaha.

Karena itu sebagai kompensasinya, bank memperoleh keuntungan dari bagi hasil.

Pada mekanisma bank syariah, pendapatan perkongsian untung berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh mahupun sebahagian-sebahagian, atau dalam bentuk bisnis kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan projek.

Keuntungan harus dibagi secara proporsional antara shahibul mal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukan ke dalam biaya opersional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul mal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal.

Dalam mudharabah, salah satu pihak berfungsi sebagai pemilik modal/penyedia modal (shahibul maal) dan pihak yang lain berperan

sebagai pengelola (mudharib) dengan nisbah perkongsian untung menurut kesepakatan di muka. Sebagi orang yang diberi amanah, ia dituntut untuk bertindak hati-hati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi karena kelalainnya. Perjanjian mudharabah dapat dilakukan antara beberapa penyedia dana dan pelaku usaha. Jika usaha mengalami

Page 22: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 120

kerugian, maka seleuruh kerugian ditanggung oleh pemilik modal,

kecuali jika ditemukan adalanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

Dasar hukum mudharabah Dasar

hukum mudharabah antara lain

Firman Allah :

” Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebahagian karunia Allah SWT ( QS. Al-Muzammil ayat 20) ”Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan carilah

karunia Allah SWT. ( QS. Al-Jumu’ah ayat 10) ”Tidak ada dosa bagi kamu untuk mencari karunia (rezeki) hasil perniagaan Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah ayat 198).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasannya Syayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah,ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-

syarat tersebut ke Rasulullah SAW dan Rasulpun memperkenankannya ( Hadits dikutip oleh Imam Alfasi dalam Majama’assawaid 4/161 dan dikutip dari Muhammad ; 2008, 102)

Hadits lain yang telah diriwayatkan oleh Imam Darul Quthni dari perwai-perawi yang dapat dipercaya.

Dari Syu’aib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan, (1)

menjual dengan pembayaran secara kredit, (2) Muqaradah (nama lain dari Mudharabah), (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah). ”Rahmat Allah SWT tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkerjasama selama mereka tidak melakukan penghianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkahanpun akan sirna daripadanya.” (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakam).

Secara umum mudharabah terbagi

menjadi dua jenis yaitu (Sudarsono,

2005: 59-60):

a. Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

b. Mudharabah Muqayyadah (restricted mudharabah atau speciefied mudharabah) adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya si mudharib dibatasi

dengan batasan usaha, waktu dan tempat usaha. Dan adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis usaha.

Mudharabah muqayyadah terbagi

menjadi dua yaitu:

1. Mudharabah muqayyadah on Balance sheet yaitu simpanan khusus (restricted investment)

Page 23: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 121

dimana pemilik dana dapat menetapkan syaratsyarat tertentu

yang harus dipatuhi oleh bank. 2. Mudharabah muqayyadah off

Balance sheet yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha dan pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akandibiayai dalam pelaksanaan usahanya.

2. Rukun Mudharabah

Menurut Hanafiyah rukun mudharabah adalah ijab dan qabul

yang tepat; sedangkan menurut Jumhur ulama ada tiga rukunnya, yakni : a. Dua pihak yang berakad (pemilik

modal dan pengusaha/mudharib);

b. Materi yang diperjanjikan,

mencakup modal usaha dan

keuntungan;

c. Sighat (ijab dan qabul) (Wahbah

Al-Zuhaily; 2011, 479)

Sedangkan Gemala Dewi (2007; 122-123) mengemukakan rukun mudharabah ada empat, yakni

pemodal dan pengelola, sighat, modal dan nisbah keuntungan. Sedangkan menurut Syafi’iyah rukunnya ada lima, yakni harta/modal, pekerja/pengusaha, keuntungan, sighat (ijab dan qabul) serta dua pihak yang berakad. Wahbah Al-Zuhaily; 2011, 479)

3. Syarat-syarat Mudharabah

1. Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum

2. Syarat Modal yang digunakan

harus

a. Berbentuk uang (bukan barang) b. Jelas jumlahnya c. Tunai (bukan berbentuk

hutang) d. Langsung diserahkan kepada

mudharib

3. Pembagian keuntungan harus

jelas, dan besar sesuai nisbah

yang disepakati

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Untuk menjawab penyelidikan ini, kajian menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif

dengan cara menganalisis data primer dan sekunder sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan. Untuk mendukung perolehan data yang faktual dan akurat, penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analisis, yaitu hanya menggambarkan secara sistematis fakta-fakta terhadap permasalahan yang telah dikemukakan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penulisan kertas kerja ini, penulis melakukan sebuah kajian hukum normatif, maka kajian ini ditujukan untuk mengetahui pelaksanaan akad pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah Medan,

dengan demikian kajian ini menempatkan kaidah-kaidah hukum terkait dengan Mudharabah di bank syariah. Metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif didasarkan kepada berbagai pertimbangan, yaitu:

a. Analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep dan data

Page 24: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 122

yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori

dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan.

b. Data yang akan dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi dokumen yang bersumber dari bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Bank Indonesia No. 2 Tahun 2004, Himpunan Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah, Fiqh Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta peraturan-peraturan lain yang relevan.

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini berupa hasil-hasil seminar atau penemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pandangan kalangan pakar hukum sepanjang hal itu berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini. (Ronny Hanitijo Soemitro; 1984, 24).

4. Analisa Data

Selanjutnya data yang dianalisis secara kualitatif, dengan kata lain

bahwa analisis data lebih mengutamakan aspek menyeluruh dan mendalaminya dengan data yang bersangkutan, dari data yang sudah dikumpulkan. C. Pembahasan

Pada pelaksanaan pembiayaan Mudharabah, sebelumnya

dilaksanakan akad pembiayaan yang diadakan oleh Bank Sumut Syariah dengan nasabah. Akad ini dilakukan secara tertulis dalam akta akad pembiayaan yang berisi kesepakatan para pihak untuk melakukan akad pembiayaan.

Setelah isi perjanjian pembiayaan Mudharabah disepakati oleh pihak Bank Sumut Syariah dengan UKM (nasabah), selanjutnya dilakukan penandatanganan akta akad dihadapan seorang notaris yang telah ditunjuk. Adanya penandatanganan ini sebelumnya dilakukan ijab qabul oleh Bank dan nasabah dengan melafazkan perkataan yang menerangkan bahwa nasabah

menerima akad Mudharabah tersebut. Dalam syariah Islam tidak ditentukan mengenai kata-kata dalam lafaz-lafaz ijab qabul, karena yang terpenting dalam ijab kabul adalah maknanya bukan susunan kata-katanya.

Berdasarkan prinsip mudharabah bank Sumut syariah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana tersebut, sehingga langkah-langkah dalam proses penyaluran pembiayaan mudharabah ini sesuai dengan karakter dan standart dalam penyaluran dana. Sebelum memberikan pembiayaan pihak bank syariah melakukan

penilaian terlebih dahulu terhadap calon mudharib atau nasabah/mudharib yang mengajukan permohonan pembiayaan. Hal ini dilakukan agar pembiayaan yang diberikan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Keamanan pembiayaan (safety) yaitu harus benar diyakini bahwa

Page 25: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 123

pembiayaan tersebut dapat dilunasi kembali.

2. Terarahnya tujuan pembiayaan, yaitu bahwa pembiayaan akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

3. Menguntungkan, baik untuk bank sendiri maupun kepada mudahrib atau nasabah/mudharib dengan semakin berkembangnya usaha mereka. (Ascary,2007; 69)

Awal dari proses pemberian pembiayaan pada bank adalah ketika para calon nasabah/mudharib telah mengajukan terlebih dahulu permohonan pembiayaan kepada

bank syariah. Pada prinsipnya permohonan pembiayaan ini berfungsi sebagai bukti adanya permohonan dari perorangan atau badan usaha kepada bank dengan catatan bahwa permohonan tersebut menyertakan lampiran-lampiran sebagai informasi dalam evaluasi dari pemberian pembiayaan sebagai berikut : 1. Tahap Permohonan Pembiayaan 2. Tahap Penelitian Berkas

Investigasi Pembiayaan 3. Analisis Pembiayaan.

Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria pembiayaan mudharabah setiap bank mempunyai standar yang sama. Biasanya kriteria penilaian

yang harus dilakukan oleh bank untuk memberikan persetujuan terhadap nasabah yang benar-benar dilakukan dengan berpedoman kepada formulasi 4P dan 5C. (Hermansyah, 2008: 63-65).

Selain unsur di atas dalam pemberian pembiayaan ini memerlukan analisis risiko pembiayaan mudharabah yang terdiri dari :

1. Risiko Pembiayaan Risiko pembiayaan adalah risiko yang

disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko pembiayaan korporasi.

2. Risiko Pasar (market Risk) Risiko pasar adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variable pasar berupa suku bunga dan nilai tukar termasuk diantaranya risiko tingkat suku bungan (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), risiko harga (price risk) dan risiko likuiditas (liquidity risk).

3. Risiko Operasional (Operational

Risk) Risiko Operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan system atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank diantaranya risiko reputasi, risiko kepatuhan, risiko strategic, risiko transaski dan risiko hukum. ( Adiwarman A. Karim, 2011, 260)

E. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraikan di atas, maka dapat disimpulkan :

1. Pelaksanaan akad pembiayaan

mudharabah Bank Sumut Syariah Medan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian yang tinggi dan berpedoman pada prinsip 5 C (character, capacity, capital, collateral, conditon of economy) ditambah delapan (8) aspek yaitu : aspek yuridis, manajemen, teknis, pemasaran, keuangan,

Page 26: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 124

2. Pembiayaan Mudharabah dilaksanakan tanpa adanya

penyerahan cagaran oleh mudarib, walaupun dalam amalanya untuk menghindari terjadinya kegagalan oleh pengelola usaha/mudharib dan untuk mengurangi risiko, pihak perbankan akan meminta cagaran dari mudharib sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

2. Saran

1. Hendaknya perbankan syariah lebih mensosialisasikan kepada masyarakat, terutama tentang akad pembiayaan mudharabah kerana sebahagian masyarakat belum mengetahui system pembiayaan yang ada di bank

syariah apalagi usaha kecil yang enggan berurusan dengan perbankan dikeranakan masalah kalsik yaitu ribah, padahal konsep perbankan syariah itu berasaskan prinsip bagi hasil (kemitraan).

2. Diharapkan pihak Bank Sumut Syariah dalam memberdayakan usaha kecil menengah ditingkatkan terutama dalam penyediaan modal serta persyaratan cagaran dipermudah, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, guna menghindarkan risiko kerugian bagi pihak Perbankan.

Daftar Pustaka

Adiwarman A. KArim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011

Al-Zuhaily, Wahbah, 2011, Al-Fiqhu Al-Islaamiyu wa Adillatuhu, Juz IV, Gema Insani, Darulfikir, Jakarta

Albdul Sami’ al-Misri, 1993, Perniagaan Dalam Islam,

Penerjemah Ahmad Haji Hasbullah, Kuala Lumpur,

Dewan bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia

El-Hawary, D., W. Grais and Z. Iqbal. 2003. Regulating Islamic Financial Institutions. Policy Research Working Paper, World Bank, Washington DC.

Ghufron A. Mas’adi,Fiqih Muamalah Kontekstual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002

Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2000

Muhammad Syafi’I Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press

M. Ridwan, Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Azhari Akmal Tarigan, (editor), Ekonomi dan Bank Syariah Pada Milenium Ketiga, IAIN Pers, Medan, 2002

Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

Gemala Dewi,dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia,Jakarta, Kencana, 2007

Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah,

Yogyakarta: Yogyakarta: UII Press, 2000

Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung, Cipta Media, 2002

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana, 2010

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Gahlia Indonesia,1982

Page 27: PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT

PENEGAKAN HUKUM/ VOLUME 1/NOMOR 2/DESEMBER 2014 ISSN 2355-987X (Print)

URNAL ILMU – ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UMA 125

Fathurrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah dalam

Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama, 2001

Niewenhuis, J.H. Hoofdstukken Verbentennissenrecht. Kluwer-Debventer, 1976

Satrio, J. Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992

Prawirohamdjojo, Soetojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya, Bina Ilmu, 1978

Badrulzaman, Mariam Darus et al. Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Cira Aditya Bakti, 2001

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar

Hukum Perikatan, Bandung, Mandar Maju, 1994

Suryadiningrat, R.M., Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung Tarsito, 1985

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2009

Ascary, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2007

Muhammad Syafi’i Antonio dan Tim Tazkia,2010, Ensiklopedia Leadership and Manajemen Muhammad SAW. Jilid 2 Bisnis dan Kewirausahaan, Tazkia Publishing, Cetakan I, Jakarta

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, 2007, Perbankan Syari’ah Prinsip, Praktik dan Prospek Diterjemahkan dari Islamic Banking, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta

Muhammad Ayub, 2007, Understanding Islamic Finance, John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate,

Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England

Muhammad Nejatullah Siddiqi, 1991, Perkongsian Dan Pengongsian Untung Dalam Hukum Islam, Penerjemah Salmi Bahron, Kuala Lumpur, Dewan bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.

Sayyid Sabiq, 2010, Fiqih Sunnah, Jilid 3, Penertbit Al-Itshom, Jakarta

Sudarsono, Heri. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi Ekonisia, Yogyakarta

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1981

Widjanarto,2003, Hukum dan

Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta

http:/www.kantorberitasyariah.com, “Bank Syariah I”, tanggal akses 15 Oktober November 2012.