pedoman - kemenagsbw.files.wordpress.com · maret 1992 tentang petunjuk pengisian formulir ntcr c....

50
M. Firdaus, SKH, MPd Pedoman CALON PENGANTIN (CATIN)

Upload: doanque

Post on 19-Aug-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

M. Firdaus, SKH, MPd

Pedoman

CALON PENGANTIN

(CATIN)

ii Pedoman Calon Pengantin

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................

BAB I. PEDOMAN PELAKSANAAN AKAD NIKAH………..….

A. Latar Belakang.......................................................................

B. Dasar Hukum.........................................................................

C. Tujuan .................................................................................

D. Persiapan ...............................................................................

E. Pemeriksaan Ulang................................................................

F. Waktu Pelaksanaan Akad Nikah ..........................................

G. Tempat Pelaksanaan Akad Nikah .........................................

H. Yang Menghadiri Akad Nikah..............................................

I. Pelaksanaan Akad Nikah ......................................................

J. Penandatanganan Surat-surat yang diperlukan .....................

K. Pembacaan Taklik Talak.......................................................

L. Pengumuman Pernikahan Telah Selesai................................

M. Penyerahan Mas kawin .........................................................

N. Penyerahan Buku Nikah .......................................................

BAB II. RUKUN DAN SYARAT NIKAH.......................................

A. Menurut Syariat Agama Islam ...............................................

B. Menurut Peraturan Perundang-undangan................................

C. Pernikahan yang dilarang........................................................

D.Tertib Wali Nikah ....................................................................

E. Contoh Khutbah Nikah ...........................................................

BAB III. KRITERIA PERNIKAHAN ISLAMI…………………….

BAB IV. NIKAH DAN PERMASALAHAN TERKAIT...................

BAB V. PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM.......

Pedoman Calon Pengantin iii

Pedoman Calon Pengantin 1

BAB I

PEDOMAN PELAKSANAAN AKAD NIKAH

A. Latar Belakang Pernikahan merupakan suatu perbuatan yang sakral, yang

dalam istilah agama disebut "Mitsaqan Galizha " yaitu suatu

perjanjian yang sangat kokoh dan luhur, yang ditandai dengan

pelaksanaan sighat ijab dan qabul antara wali nikah dengan

mempelai pria, dengan tujuan untuk membentuk suatu rumah

tangga yang bahagia. sejahtera dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Peristiwa pernikahan tersebut oleh masyarakat disebut

sebagai peristiwa yang sangat penting dan religius, karena

peristiwa nikah disamping erat kaitannya dengan pelaksanaan

syariat agama. juga dari pernikahan inilah akan terbentuk suatu

rumah tangga atau keluarga sehat, sejahtera dan bertaqwa, yang

menjadi landasan terbentuknya masyarakat dan bangsa Indonesia

yang religius sosialistis.

Keberadaan Pegawai Pencatat Nikah (PPN/Penghulu/

Pembantu PPN di luar Jawa) pada setiap peristiwa Pernikahan

pada hakekatnya mempunyai fungsi ganda, karena disamping

tugas pokoknya mengawasi dan mencatat pernikahan, juga

sekaligus memandu acara akad nikah agar pelaksanaannya dapat

berlangsung dengan baik dan hidmat,

Oleh sebab itu setiap PPN/Penghulu/Pembantu PPN dalam

melaksanakan tugasnya dituntut untuk mampu menciptakan

suasana yang hidmat dan sakral selama akad nikah itu

berlangsung.

Kenyataan yang sering dijumpai dilapangan, baik

berdasarkan pemantauan maupun berdasarkan pengaduan

masyarakat, masih banyak diantara PPN/Penghulu/ Pembantu

PPN dalam memirnpin acara akad nikah kurang mampu untuk

menciptakan suasana yang hidmat tersebut sehingga kurang

memuaskan masyarakat.

Oleh sebab itu dipandang perlu pedoman tentang

pelaksanaan akad nikah untuk dijadikan pedoman dasar bagi PPN/

Penghulu/Pembantu PPN dalam setiap melaksanakan tugasnya

sebagai pegawai/petugas pencatat nikah.

B. Dasar Hukum 1. Undang-undang No. 22 Tahum 1946 tentang Pencatatan

Nikah, Talak dan Rujuk;

2. Undang-undang No, 32 Tahun 1954 tentang Penetapan

Berlakunya Undang-undang RI tanggal 21 Nopember 1946 No.

22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di

seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura;

3. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

4. Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

5. Keputusan Menteri Agama No. 477 Tahun 2004 tentang

Pencatatan Nikah;

6. Peraturan Menteri Agama No. 30 tahun 2005 leniang Wali

Hakim:

7. Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji canggal 9

Maret 1992 tentang Petunjuk Pengisian Formulir NTCR

C. Tujuan 1. Terciptanya kehidmatan dalam memimpm dan memandu acara

akad nikah.

2 Pedoman Calon Pengantin

2. Adanya pedoman umum bagi PPN/Penghulu/Pembantu PPN

dalam menghadiri dan memimpin acara akad nikah.

3. Terwujudnya mutu pelayanan yang baik kepada masyarakat

dalam masalah pemikahan. 4. Terciptanya keabsahan nikah sesuai dengan hukum munakahat

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

D. Persiapan 1. Pelajari dan fahami rangkaian acara yang akan dilaksanakan.

2. Siapkan dan periksa ulang perlengkapan administratif yang

dibutuhkan.

3. Kuasai di mana lokasi tempat acara berlangsung dan

perhitungan waktu serta daya jangkau menuju lokasi tersebut.

4. Siapkan toga petugas. periksa kebersihannya dan kelayakan

untuk dipakai dalam acara serimonial.

5. Datanglah ke lokasi sebelum acara dimulai.

6. Konfirmasikan sebelumnya kepastian urutan waktu acara

dimaksud.

E. Pemeriksaan Ulang 1. Sesuai dengan ketentuan KMA Nomor 477 Tahun 2004. akad

nikah dapai dilangsungkan setelah lampau waktu 10 (sepuluh]

hari kerja sejak pengumuman akad nikah.

2. Sebelum akad nikah dilangsungkan PPN/ Penghulu/Pembantu

PPN yang menghadiri akad nikah harus mengadakan

pengecekan ulang untuk melengkapi kolom yang belum terisi

pada model NB pada saat pemeriksaan awal di kantor dan atau

bila ada perubahan data hasil pemeriksaan awal tersebut.

3. Apabila akad nikah dilaksanakan di luar Balai Nikah (bedolan)

pengecekkan ulang dapat dilakukan dengan 2 (dua) Cara sesuai

dengan situasi upacara akad nikah:

a. Dilakukan sebelum hari upacara pelaksanaan akad nikah

(hari H) misalnya pada upacara mido-dareni (Jawa), yaitu

satu hari sebelum hari pelaksanaan akad nikah yang ada.

b. Dilakukan pada hari H, yaitu sebelum upacara resmi

pelaksanaan Ijab Qabul dimulai, yang pelaksanaanya dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan terpisah terhadap

calon mempelai, wali nikah dan saksi-saksi.

4. Untuk keperluan sebagaimana point 3.b di alas, PPN/Penghulu/

Pembaniu PPN yang bertugas harus datang lebih awal dari

waktu yang telah ditetapkan.

5. Teknis pemeriksaan ulang tidak boleh bertele-tele dan tidak perlu

diperiksa setiap kolom pemeriksaan, akan tetapi cukup

mengecek :

a. Ada atau tidaknya penambahan/ pembahan tentang nama

calon pengantin, wali, saksi dan jumlah atau bentuk

maskawin,

b. Apakah ada persetujuan dari calon mempelai.

c. Melengkapi kolom yang belum terisi pada model NB dari

hasil pemeriksaan awal.

6. Untuk menjaga kerapihan setiap berkas pernikahan yang akan

dilaksanakan serta untuk menjaga wibawa petugas

PPN/Penghulu/ Pembantu PPN berkas pernikahan harus

disimpan dalarn map yang layak (map batik).

F. Waktu Pelaksanaan Akad Nikah. Akad nikah dilangsungkan setelah lewat 10 (sepuluh) hari kerja

terhitung sejak tanggal pengumuman. Apabila akad nikah akan

Pedoman Calon Pengantin 3

dilangsungkan kurang dari 10 (sepuluh) hari tersebut karena suatu

alasan yang penting, harus ada dispensasi dari Camat atas nama

Bupati Kepala Daerah.

G. Tempat Pelaksanaan Akad Nikah. Tempat dilangsungkannya akad Nikah dapat dilaksanakan :

1. Di Balai Nikah/ Kantor Urusan Agama yang disediakan di ruang

khusus lengkap dengan perlengkapannya, baik tempat duduk

calon pengantin, wali dan saksi maupun tempat para pengantar.

2. Di luar Balai Nikah, seperti di rumah calon istri atau di masjid,

yang pengaturannya diserahkan kepada yang mempunyai hajat,

asal tidak menyalahi hukum Islam dan peraturan yang berlaku,

seperti tempat duduk calon pengantin. wali/ wakilnya, saksi-

saksi, PPN/Penghulu/Pembantu PPN dan undangan.

H. Yang menghadiri Akad Nikah. 1. PPN/FenghuIu/Penibantu PPN,

2. Wali Nikah atau Wakilnya

3. Calon suami atau wakilnya.

4. Calon istri (sesuai keadaan setempat),

5. Dua orang saksi yang memenuhi syarat

6. Para pengantar/undangan.

I. Pelaksanaan Akad Nikah Rangkaian kegiatan pelaksanaan akad nikah diatur sebagai berikut:

1. PPN/Penghulu/Pembantu PPN terlebih dahulu memeriksa ulang

tentang persyaratan dan adminis-trasinya kepada kedua calon

pengantin dan wali, kemudian menetapkan dua orang saksi yang

memenuhi syarai.

2. PPN/Penghulu/Pembantu PPN menanyakan kepada calon istri di

hadapan dua orang saksi, apabila dia bersedia dinikahkan dengan

calon .suaminya atau tidak.

3. Jika calon istri bersedia dinikahkan dengan calon suaminya.

a. PPN/Penghulu/Pembantu PPN memper-silahkan walinya,

untuk menikahkan atau mewalikan anaknya.

b. Jika wali mewakilkan, maka PPN/Penghulu/Pembantu PPN

mewakilinya.

c. Jika tidak ada wali nasab maka calon istri meminta kepada

wali hakim untuk bersedia menjadi wali.

4. Sebelum akad nikah dilaksanakan, dapat didahului dengan :

a. Pembacaan ayat suci AI-Qur'an.

b. Pembacaan Khutbah nikah.

Khutbah nikah diawali dengan Hamdalah, Syahadat,

Shalawat, beberapa ayat AI-Qur'an dan Hadits serta nasihat

yang berhubungan dengan perkawinan dan penjelasan

tentang tujuan perkawinan unluk mencapai rumah tangga

bahagia (sakinah).

Sejauh yang memungkinkan, disebutkan juga sedikitnya

satu pasal dari Undang-Undang Perkawinan. Yang membaca

khutbah nikah tidak mesti PPN / Penghulu / Pembantu PPN.

sebaiknya ditanyakan kepada pihak keluarga pengantin,

siapa yang ditunjuk untuk membaca khutbah.

c. Pembacaan Istighfar dan Syahadatain secara bersama-sama

dipimpin oleh PPN/ Penghulu / Pembantu PPN atau wali

yang akan bertindak melakukan ijab:

5. Akad nikah antara wali/wakilnya dengan calon suami/wakilnya,

yaitu :

a. Ijab

4 Pedoman Calon Pengantin

Ananda/Saudara .......... saya nikahkan..................... anak

perempuan saya/Saudaraperempuan saya kepada engkau

dengan maskawin berupa ....................................

Di dalam Ijab. juga dapat diberi tambahan, jika di daerah

setempat memerlukan seperti:

b. Qabul

"Saya terima nikah dan kawin dengannya dengan maskawin

tersebut"

6. Apabila Wali mewakilinya kepada PPN Penghulu /Pembantu

PPN maka wali harus mengatakan :

"Bapak penghulu/naib (istilah yang lazim dipakai setempat), saya

mewakilkan kepada Bapak untuk mewalikan dan

menikahkan..........anak perempuan saya/Saudara perempuan

saya dengan ....................dengan maskawin berupa ....................

Penghulu menjawab :

"Saya terima untuk mewalikan dan menikahkan ....................

dengan..................................

1. Apabila yang menikahkan itu bukan walinya maka Ijabnya

sebagai berikut:

"Saudara................,,..,,saya nikahkan ............. binti.............yang

walinya mewakilkan kepada saya dengan Saudara dengan

maskawin berupa............

2. Setelah Ijab-Qabul dilaksanakan, PPN/ Penghulu/Pembantu PPN

menanyakan kepada saksi-saksi, apakah Ijab-Qabul sudah sah

atau belum. Apabila saksi-saksi menyatakan belum sah maka

ljab-Qabul diulang kembali sampai ljab-Qabul dinyatakan sah.

Apabila sudah sah maka dibacakan :

9. Pembacaan do'a.

J. Penandatanganan surat-surat yang diperlukan.

Pedoman Calon Pengantin 5

1. Apabila akad nikah dilaksanakan di Balai Nikah maka

penandatanganan oleh suami, istri, wali, dua orang saksi dan

PPN dibubuhkan pada buku Akta Nikah (model N).

2. Apabila akad nikah dilaksanakan di luar Balai Nikah maka

penandatanganan tersebut dibubuhkan pada halaman 4 Daftar

Pemeriksaan Nikah (model NB).

H. Pembacaan Ta'lik Talak 1. Setelah acara penandatanganan akta nikah atau

penandatanganan pada halaman 4 model NB selesai, segera

dilanjutkan dengan pembacaan ta'lik talak oleh suami, bila

suami telah menyatakan kesediaannya.

2. Untuk tidak mengurangi kehidmatan upacara akad nikah,

pembacaan ta'lik talak sebaiknya tidak memakai pengeras

suara, kecualil apabila wali nikah atau keluarga mempelai

menghendakinya.

3. Setelah ta'lik talak selesai dibacakan, PPN atau Penghulu

yang menghadiri mempersilahkan kepada suami untuk

menandatangani ikrar ta'lik talak yang terdapat pada buku

nikah.

4. Apabila suami tidak bersedia mengucapkan maka tidak bolek

dipaksa, tetapi harus diberitahukan kepada istri bahwa

suaminya tidak mengikrarkan ta'lik talak meskipun tidak

dibaca, keduanya mempelai perlu memahami maksud ikrar

ta'lik talak tersebut.

K. Pengumuman Pernikahan Telah Selesai PPN/Penghulu/Pembantu PPN menyatakan kepada hadirin bahwa

upacara akad nikah telah selesai dan kedua pengantin telah sah

menurut hukum sebagai suami istri. Jika perlu dapat ditambahkan

penyuluhan/ penasehatan, antara lain :

a. Yang berhubungan dengan masalah nikah.

b. Hak dan kewajiban suami istri.

c. Kehidupan rumah tangga bahagia.

L. Penyerahan Maskawin (Mahar) 1. Tiap-tiap perkawinan / pernikahan menimbulkan kewajiban bagi

suami untuk membayar maskawin atau mahar kepada istrinya,

baik berupa perhiasan (emas), uang atau Benda berharga lainya.

2. Sebaiknya kitab suciAl-Qur'an tidak dijadikan mahar,

3. Setelah acara akad nikah selesai suami langsung

menyerahkan maskawin kepada istrinya. Dan apabila istri tidak

ikut hadir pada majelis akad nikah, maka maskawin diserahkan

melalui wali nikahnya.

M. Penyerahan Buku Nikah 1. Sesaat setelah akad nikah, PPN atau Penghulu segera

rnenyerahkan Buku Nikah kepada kedua mempelai.

2. Pada saat penyerahan Buku Nikah, agar lebih terkesan dan

menggugah kedua mempelai. sebaiknya PPN atau Penghulu

mengucapkan kalimat: "Bersama ini kami serahkan Buku Nikah

kepada saudara sebagai bukti bahwa perkawinan Saudara sah

tercatat di KUA Kecamatan. sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan yang berlaku, agar diterima dun disimpan

dengan sebaik-baiknya, " Penyerahan Kutipan Akta Nikah ini

agar tidak diselingi dengan kata-kata atau kalimat yang tidak

perlu atau tidak pantas.

3. Setelah Buku Nikah diserahkan kepada kedua mempelai. PPN

atau Penghulu yang menghadiri menyatakan kepada hadirin

bahwa akad nikah telah selesai dan kedua mempelai telah sah

6 Pedoman Calon Pengantin

menurut Undang-Undang dan Hukum Agama Islam sebagai

suami isteri.

N. Nasehat Perkawinan 1. Setiap mempelai perlu diberikan nasehat perkawinan untuk bekal

mereka dalam membina rumah tangga bahagia dan sejahtera.

2. Nasehat perkawinan sebaiknya diberikan setelah akad nikah

selesai.

3. Nasehat perkawinan yang diberikan sebelum akad nikah. atau

yang biasa disebut penyuluhan perkawinan, bisa dilakukan secara

perorangan oleh Korp Penasehatan BP4 Kecamatan atau

dilakukan secara kolektif melalui Suscaten,

4. Nasehat perkawinan yang diberikan setelah akad nikah selesai

atau yang dikenal dengan ceramah perkawinan, tidak harus

dilakukan oleh PPN atau Penghulu, bahkan sebaiknya oleh ulama.

tokoh masyarakat atau dari kalangan keluarga pengantin sendiri,

tergantung dari permintaan keluarga mempelai.

5. Apabila PPN/Penghulu/Pembantu PPN yang menghadiri

pernikahan tersebut diminta untuk memberikan nasehat atau

ceramah perkawinan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Isi nasehat/ceramah perkawinan hal-hal yang berkaitan

dengan nikah, hak, dan kewajiban suami istri dan tuntunan

tentang membentuk rumah tangga sakinah (bahagia

sejahtera).

b. Dalam ceramah/nasehat perkawinan agar menggunakan

bahasa yang baik dan sopan, hindari dari perkataan yung

kurang etis, urakan, porno atau yang menyinggung

perasaan orang lain, Khususnya keluarga mempelai.

M. Contoh Lay Out (penataan tempat) Personil pada

Acara Akad

Nikah

Pedoman Calon Pengantin 7

BAB II

RUKUN DAN SYARAT NIKAH

A. Menurut Syariat Agama Islam Menurut Syariat Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi

dua unsur. yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) dalam

setiap perbuatan hukum, sedang syarat ialah unsur pelengkap dalam

setiap perbuatan hukum.

Apabila kedua unsur ini tidak dipenuhi, maka perbuatan itu

dianggap tidak sah menurut hukum. Demikian pula untuk sahnya suatu

pernikahan harus dipenuhi Rukun dan Syarat.

1. Rukun Nikah 1) Calon mempelai laki-laki dan perempuan.

2) Wali dan calon mempelai perempuan.

3) Dua orang saksi (laki-laki).

4) Ijab dari wali calon mempelai perempuan atau wakilnya,

5) Kabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya.

2. Syarat Nikah :

a. Menurut Syariat Islam.

1) Syarat calon pengantin pria sebagai berikut : a) Beragama Islam.

b) Terang prianya (bukan banci).

c) Tidak dipaksa.

d) Tidak beristri empat orang.

e) Bukan mahram bakal istri.

f) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal

istri.

g) Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya.

h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.

2) Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut: a) Beragama Islam,

b) Terang wanitanya (bukan banci),

c) Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya.

d) Tidak bersuami dan tidak dalam iddah.

e) Bukan mahram bakal suami.

f) Belum pernah dili'an (sumpah li'an) oleh bakal suami.

Terang orangnya.

g) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.

3) Syarat wali sebagai berikut: a) Beragama Islam.

b) Baligh

c) Berakal

d) Tidak dipaksa

e) Terang lelakinya

f) Adil (bukan fasik)

g) Tidak sedang ihram haji atau umrah.

h) Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh

Pemerintah (mahjur bissafah),

i) Tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya.

4) Syarat saksi a). Beragama Islam.

b). Laki-laki

8 Pedoman Calon Pengantin

c). Baligh

d). Berakal

e). Adil

f). Mendengar (tidak tuli)

g). Melihat (tidak buta)

h). Bisa bercakap-cakap (tidak bisu).

i). Tidak pelupa (mughaffal).

j). Menjaga harga diri (menjaga muru'ah).

k. Mengerti maksud ijab dan qabul.

1. Tidak merangkap menjadi wali

5) Ijab dan kabul. Ijab dan kabul harus berbentuk dari asal kata "inkah" atau "tazwij"

atau terjemahan dari kedua asal kata tersebut, yang dalam bahasa

Indonesia berarti "menikahkan".

Contoh :

a. Ijab dari wali calon mempelai perempuan: "Hai Fulan

bin, saya nikahkan Fulanah. anak saya dengan

engkau. dengan mas kawin (mahar)

b. Kabul dari calon mempelai pria ; "Saya terima

nikahnya Fulanah binti.................dengan maskawin

(mahar) ......................

Catatan :

Apabila wali dan calon mempelai laki-laki berhalangan. ijab

dan kabul dapat diwakilkan dengan surat kuasa yang disahkan oleh

PPN setempat atau Perwakilan RI di luar negeri.

B. Menurut Peraturan Perundang-undangan

Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah :

(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon

mempelai,

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari

kedua orang tua.

(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang.tua telah meninggal

dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan

kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) Pasal ini cukup

diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua

yang mampu menyatakan kehendaknya.

(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka

izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga

yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus

ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat

menyatakan kehendaknya.

(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang

disebut dalam ayat (2). (3) dan (4). Pasal ini, atau salah

seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan

pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat

tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas

permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah

lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut. dalam ayat

(2),(3) dan (4) Pasal ini,

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) Pasal ini

berlaku sepanjang hukurn masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan

lain.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahim 1974 ialah :

Pedoman Calon Pengantin 9

(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai

umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah

mencapai umur 16 (enam belas) lahun.

(2) Dalam penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta

dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk

oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua

Orang tersebut dalam Pasal 6 ayai (3) dan (4) Undang-Undang

ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat

(2) Pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam

Pasal 6 ayat (6).

C. Pernikahan Yang Dilarang (MAHRAM) Menurut syari'at Islam, pernikahan yang dilarang ada 10 (sepuluh),

yaitu karena :

- Hubungan darah terdekat (nasab).

- Hubungan persusuan (radha'ah).

- Hubungan persemendaan (mushaharah).

- Talak bain kubra.

- Permaduan.

- Poligami.

- Li'an.

- Masih bersuami/dalam iddah.

- Perbedaan agama.

- Ihram haji/umrah.

Larangan nikah tersebut dapat digolongkan kepada :

- Larangan untuk selamanya ialah larangan karena : Hubungan darah

terdekat.

- Hubungan persusuan.

- Htibungan persemendaan. Li'an.

Larangan untuk sementara waktu ialah larangan karena :

- Talak bain kubra.

- Permaduan.

- Poligami.

- Masih bersuami/dalarn iddah.

- Perbedaan agama.

- Ihram haji/umroh.

a. Hubungan darah terdekat.

Seorang pria dilarang menikah dengan :

1) Wanita yang menurunkan, yaitu :

- Ibu dan nenek (baik melalui ayah maupun melalui ibu).

2) Keturunan wanita. yaitu :

- anak wanita dan cucu/cicit (dari keturunan anak pria dan dari

keturunan anak wanita).

3) Wanita dari keturunan ayah dan wanita dari keturunan ibu, yaitu:

- saudara kandung, saudara seayah dan saudara seibu.

- kemenakan, yaitu anak saudara kandung, anak saudara seayah

Dan anak saudara seibu.

- cucu/cicit kemenakan, yaitu cucu/cicit dari ketiga saudara

tersebut di atas.

4) Wanita saudara dari yang menurunkan, yaitu :

- saudara ayah (ammah) sekandung, (khalah) seayah dan (ammah)

seibu.

- saudara ibu (khalah) sekandung, (khalah) seayah dan (khalah)

seibu.

- saudara kakek/nenek dari keturunan ayah/ibu sekandung atau

seayah atau seibu.

10 Pedoman Calon Pengantin

Dari uraian diatas dapai disimpulkan bahwa seorang pria dilarang

menikah dengan seorang wanita :

- dalam garis keturunan ke atas dan lurus ke bawah dari keturunan

ayah dari keturunan ibu tanpa batas.

- dalam garis keturunan menyamping lurus ke atas dan lurus ke

bawah dari keturunan ayah dan dari keturunan ibu tanpa batas.

anak-

anak dari kakek/nenek, sedangkan cucu/ cicit dari kakek sudah

boleh dinikahi.

b. Hubungan susuan

Seorang wanita yang menyusui seorang anak yang berumur

dua tahun ke bawah dengan sekurang-kurangnya lima kali susuan,

anak tersebut dinamakan anak susuan. Sedangkan wanita yang

menyusui dan suaminya disebut ibu dan ayah susuan.

Larangan nikah karena persusuan sama dengan larangan nikah

karena hubungan darah terdekat. Oleh karena itu seorang pria

dilarang menikah dengan :

1) Ibu susuan :

- yang menyusui ibu susuan, yang menyusui ayah susuan.

- yang menyusui ibu, ayah. kakek dan nenek.

- yang menurunkan ibu susuan.

- yang menurunkan ayah susuan.

2) Anak susuan :

- anak susuan dari anak pria/cucu pria.

- keturunan dari anak wanita/cucu wanita.

- keturunan anak susuan.

- keturunan susuan dari anak susuan.

3) Saudara susuan :

- anak susuan dari ibu.

- anak susuan dari ayah, yaitu yang menyusu kepada istri

ayah, karena air susu yang disusu itu rnilik ayah.

- anak susuan dari ibu susuan.

- anak dari ibu susuan.

- anak dari ayah susuan.

4) Kemenakan susuan/cucu kemenakan susuan, yaitu:

- keturunan nasab dari kelima saudara susuan tersebut 3 diatas.

keturunan susuan dari kelima saudara susuan tersebut 3 di atas.

anak susuan dari saudara wanita.

- anak susuan dari saudara pria.

- keturunan nasab dari anak susuan saudara wanita dan saudara

pria.

- keturunan susuan dari anak susuan saudara pria.

5) Bibi susuan. yaitu :

- saudara wanita (saudara nasab) dari ibu susuan.

- saudara wanita (saudara susuan) dan ibu susuan.

- saudara wanita (saudara nasab) dari ayah susuan.

- saudara wanita (balk nasab maupun susuan) dari pria yang

menurunkan ayah susuan dan dari wanita yang menurunkan ibu

susuan.

c. Hubungan persemendaan.

Seorang pria dilarang menikah dengan :

1) Ibu/nenek tiri, yaitu :

- bekas istri ayah.

- bekas istri ayah susuan.

- bekas istri orang yang menurunkan ayah.

- bekas istri orang yang menurunkan ayah susuan.

Pedoman Calon Pengantin 11

2) Menantu/cucu menantu. yaitu :

- bekas istri anak.

- bekas istri anak susuan.

- bekas istri keturunan anak.

- bekas istri ketumnan anak susuan.

3) Ibu/nenek mertua, yaitu :

- ibu istri

- ibu susuan istri.

- ibu yang menurunkan ibu istri.

- ibu yang menurunkan ibu susuan istri.

4) Anak/cucu tiri, yaitu :

- anak dan cucu dari

- anak susuan dan cucu susuan dari istri.

Larangan menikah dengan anak tiri tidak berlaku, apabila la

belum mengadakan hubungan langsung dengan ibu dari anak tiri tersebut.

Jadi apabila seorang pria menikahi seorang wanita

bernama A umpamanya, kemudian A ini meninggal diminta atau

dicerai sebelum mengadakan hubungan kelamin, maka anak dari A ini

boleh dinikahi oleh iaki-laki tersebut.

Yang dimaksud dengan anak tiri adalah anak bawaan istri dari

suaminya dahulu atau anak bawaan suami dari istrinya dahulu ke dalam

suatu perkawinan baru kemudian.

D. TERTIB WALI NIKAH

E. CONTOH KHUTBAH NIKAH

12 Pedoman Calon Pengantin

Sampai di sini pokok khutbah bagi mereka yang menghendaki

bahasa Arab saja dan dapat ditambah dengan nasehat yang berhubungan

dengan kehidupan berumah tangga menurut Islam.

Bagi mereka yang menghendaki bahasa Indonesia dapat diteruskan

sebagai berikut :

Pedoman Calon Pengantin 13

PEDOMAN KHUTBAH NIKAH BENTUK

CERAMAH "Hai sekalian manusia, takutlah kamu kepada Allah yang

menciptakan kamu dari satu jenis dan menjadikan dari seorang diri, dan

dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah

mengembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang dengan

(mempergunakan) namaNya kamu saling meminta sata sama lain, dan

(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga

dan mengawasi kamu. "

(An Nisa : )

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama, sebab

merupakan asas pokok dalam kehidupan kemasyarakatan yang sempurna,

bukan saja perkawinan itu suatu jalan yang sangat mulia untuk mengatur

kehidupan dan keturunan yang juga dipandang sebagai suatu jalan

menuju perkenalan antara satu kaum yang lainnya. Dengan demikian

akan terjadi saling bertolong-tolongan antara satu dengan yang lainnya.

Sesungguhnya pertalian dengan perkawinan adalah sangat teguh dalam

hidup dan kehidupan manusia. Sebab itu untuk mendapatkan kepastian

hukum dan perlindunganya serta melindungi hak dan kewajiban yang

timbul dari perkawinan itu maka perkawinan itu perlu dicatat. Akibat

hukum yang timbul bukan saja antara suami-isieri bahkan antara kedua

belah pihak keluarga. Hubungan antara suami-isteri sangat

mempengaruhi antara keluarga kedua belah pihak baik segi kebaikannya

maupun keburukannya,

Diundang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa seorang suami

cukup beristeri satu. terkecuali dalam keadaan terpaksa dapat beristri

lebih dari satu dengan izin Pengadilan Agama.

DidalamAl Qur'an dijelaskan bahwa bagi laki-laki boleh kawin dua atau

tiga atau empat, tetapi dengan syarat adil. Hal ini untuk mencegah

kewenang-wenangan laki-laki untuk beristri lebih dari satu.

Perkawinan bukanlah sekedar untuk kebutuhan sex semata. tetapi

rnerupakan titik awal dari pembangunan masyarakat, dari sini akan

dibangun satu masyarakat besar.

Untuk menjaga keutuhan rumah tangga, antara kedua belah pihak

sebelum berumah tangga harus sudah matang lahir-batin. Di samping itu

harus mengetahui tugas dan kewajibannya dan saling pengertian, isi

mengisi dan toleransi.

Firman Allah di dalamA!Qur'an :

"Sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah, diciptakannya

jodoh-jodoh uniuk kamu dari foils kamu sendiri, supaya kamu

menghayati kehidupan dan kebahagiaan. Dipatrikannya pula di antara

kamu saling cinta dan mencintai dan kasih mengasihi. Sesunggunya yang

demikian menjadi pelajaran bagi orang yang berfikir. "

(ArRum.2I

14 Pedoman Calon Pengantin

Menciptakan Rumah Tangga Bahagia

1. Mempelajari IlmuAgama. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal. Karena itu, suami-isteri harus saling melengkapi dan saling

membantu setiap kekurangan masing-masing pihak. Di samping itu

faktor ajaran agama Islam adalah unsur pokok yang paling penting

dalam pembinaan rumah tangga yang bahagia, sebab ajaran Islam

raemberikan petunjuk antara yang baik dengan yang buruk. antara

yang menguntungkan dengan yang merugikan, yang akhirnya

memberikan semacam pegangan dalam hidup dan kehidupan,

bagaimana sikap jiwa sewaktu rnendapat nikmat dan ketika mendapat

musibah.

Banyak pemimpin rumah tangga yang mengutamakan ilmu dunia

saja. sehingga anak-anak dan keluarganya mendapat pengajaran dan

pendidikan umum yang cukup sampai mendapat titel sarjana. tetapi

mengabaikan pendidikan Agama. Anggota keluarganya tidak

mcngenal huruf Al Qur'an, tidak pernah sujud menghadap kiblat,

dirumah itu tidak terdengar hanya lagu-lagu pop saja, Di dinding

rumah hanya terdapat gambar bintang film dan tidak satupun terdapat

lukisan yang menunjukan jiwa keagamaan, Tidak heran apabila

rumah tangga yang demikian mendapat sedikit cobaan. sudah panik

dan gelisah.

Adapun rumah tangga yang mementingkan ajaran-ajaran agama,

mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah. disamping berusaha

mencapai kenikmatan hidup di dunia, maka dari dalam rumah tangga

itu selalu memantul sinar hahagia. ketenangan. kenikmatan

rohaniyah, walaupun berada dalam situasi kekurangan dan

kemiskinan dan kesulitan.

2. Akhlaq dan Kesopanan. Unsur kedua rumah tangga bahagia ilu ialah terciptanya hubungan

yang harmonis antara sesama keluarga, antara suami-isteri, antara

anak-anak, antara anak dengan ibu-bapaknya dan dengan yang

lainnya. Yang tua mengasihi yang muda dan yang muda menghormati

yang tua.

Sikap saling menghormati dan mengasihi ini, digariskan Jalam satu

Hadists :

Tidaklah termasuk umat kami orang-orang yang tidak menghormati

orang-orang besar dan orang-orang yang tidak nenyayangi orang-

orang kecil dari kami.

3. Harmonis dalam Pergaulan Dalam rumah tangga bahagia, senantiasa tergalang pergaulan yang

harmonis antara sesama keluarga, Semuanya menempatkan diri

laksana awak kapal yang sedang mengarungi samodra luas dan penuh

gelombang, masmg-masing sejak dari Kapten sampai Mualim dan

penjaga mesin, kelasi dan tukang masak menjalankan tugas masing-

masing dengan gembira dan bertanggungjawab demi untuk

keselamatan bersama.

Setiap anggota keluarga hidup rukun dan mesra, tidak saling curiga

mencurigai, salah menyalahkan dan sebagainya. Apabila terjadi

kericuhan diselesaikan secara kekeluargaan dengan menjauhkan

Pedoman Calon Pengantin 15

akibatnyayang merupakan bom waktu dan dapat meledak sewaktu-

waktu.

4. Hemat dan Hidup Sederhana. Unsur keempat ialah hemat dan hidup sederhana. Sebagian besar

kehancuran suatu rumah tangga karena keroyalan hidup. Tidak

berhemat dan tidak memikirkan hari esok, tidak mengerti ada musim

hujan dan musim panas,

Hawa nafsu ingin hidup mewah tidak seimbang dengan sumber yang

ada, sehingga timbullah satu keadaan yang gawat di rumah tangga itu,

Besar pasak dari pada tiang.

Ajaran Islam selalu memperingatkan supaya manusia hidup qona'ah

yaitu mencukupkan apa yang ada serta menyesuaikan dengan keadaan

kita sendiri dan tidak perlu mencontoh orang lain.

5. Menyadari Cacat Sendiri Unsur kelima dalam pembinaan rumah tangga bahagia ialah

menyadari cacat diri sendiri. Banyak orang terlalu rajin melihat cacat

orang lain tetapi jarang sekali melihai cacatnya sendiri setiap orang

mempunyai kelebihan dan kekurangannya; apabila setiap pemimpin

rumah tangga menyadari ini sepenuhnya maka dapatlah dihindarkan

perasaan benar sendiri.

Itulah sebabnya ahli hikmat sering menasehatkan agar orang itu

sering mengacakan diri sendiri, supaya dia tahu di mana kelebihannya

dan di mana pula kekurangannya. Apabila orang itu sudah menyadari

dirinya, dia akan selalu mawas diri dan akhirnya berusaha

memperbaikinya atau bertobat. Dengan demikian perkawinan tetap

kekal selama-lamanya.

BAB III

KRITERIA PERNIKAHAN ISLAMI

Pernikahan yang dibenarkan oleh islam ialah pernikahan yang

memiliki beberapa kriteria berikut:

A. Wali Yang Menyetujui dan Merestui Pernikahan

Tersebut. Islam benar-benar menjaga dan menghormati hak-hak manusia, yaitu

dengan mengajarkan syari‟at yang dapat menjamin keutuhan hak

setiap orang, termasuk hak kaum wanita/ istri.

Kaum wanita pada umumnya senantiasa diselimuti oleh berbagai

kelemahan, dimulai dari kelemahan fisik, pengalaman, keberanian,

kesabaran, dan hingga perasaan. Islam dalam syari‟at pernikahannya

benar-benar memperhatikan fenomena ini. Oleh karenanya Islam

mensyaratkan agar pernikahannya dilangsungkan oleh ayah /walinya,

guna melindungi mereka agar tidak menjadi korban orang-orang yang

tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dengan memanfaatkan

berbagai kelemahan tersebut.

Sebagaimana kaum wanita juga bersifat pemalu, sehingga mereka

sering kali tidak dapat mengutarakan keinginannya dengan baik,

apalagi yang berhubungan dengan pernikahan. Oleh karena itu sering

kali seorang wanita bila ditanya tentang kesiapannya untuk menikah

atau menerima lamaran seseorang ia tertunduk dan terdiam malu

bahkan menangis. Sampai-sampai Rasulullah menjadikan terdiamnya

16 Pedoman Calon Pengantin

seorang gadis ketika ditanya tentang sikapnya terhadap lamaran

seorang pria sebagai pertanda persetujuannya:

ب ىذ خ ٠ جبس٠ عي هللا r ػ ا ذ س عأ ذ: ب ب ل ظ هللا ػ شخ س ػ ػبئ

شخ: ذ ػبئ مب زأش( ف غ ؼ ر عي هللا : ) ب س مبي زأش أ ال؟ ف غ ب، أر أ

زذ( ى ع ب ئرا ه ئر ز عي هللا r: )ف مبي س زذ. ف غ ب ر ا : ف ذ م ف

١ فك ػ ز

“Dari „Aisyah semoga Allah meridhainya, ia menuturkan: Aku

pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang anak gadis yang

dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia dimintai pendapatnya atau

tidak? Maka Rasulullah saw bersabda : “Ya, ia dimintai

pendapatnya”, maka „Aisyah berkata kepada beliau: Sesungguhnya

ia malu. Maka Rasulullah bersabda: Maka itulah persetujuannya,

bila ia diam”. Muttafaqun „alaih.

Oleh karena itu semua, islam mengharuskan agar pernikahan setiap

wanita dilangsungkan oleh wali, demi mencapai berbagai tujuan di

atas, dan demi membedakan antara pernikahan yang benar )syar‟i(

dari perzinaan.

Pada hadits „Aisyah di atas, beliau menyebutkan bahwa diantara

kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam syari‟at islam ialah:

)دةا أ دي يجسيا يئ يجسيا ةغر(

“Yaitu seorang pria datang melamar kepada pria lain wanita yang

dibawah perwaliannya atau anak gadisnya”.

Dan pada hadits lain, Rasulullah lebih tegas lagi menyatakan :

جصد ديا حاصيا ئف اطف حأسيا جصد اي حأسيا حأسيا جصد اي(

جب صذذ األ ط ذاسل بج ا ب( سا اث غ ف

“Dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi saw: “Seorang wanita

tidaklah dapat menikahkan wanita lain, dan seorang wanita tidaklah

menikahkan dirinya sendiri, sebab pelacurlah yang menikahkan

dirinya sendiri.” Riwayat Ibnu majah, Ad Daraquthny dan

dishahihkan oleh Al Albany. Dan dalam hadits lain Rasulullah

bersabda:

ححص حجا ةا رسديا داد ةأ دحأ اس )ية ايئ حان اي(

جب األ

“Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya seorang

wali.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah, dan

dishahihkan oleh Al Albany.

Bahkan seandainya seorang wali telah dihadirkan ketika proses

pernikahan, akan tetapi ia tidak menyetujui pernikahan tersebut, maka

pernikahan tersebut tidak sah. Dengan demikian keberadaan wali

bukan hanya sekedar suatu formalitas atau sekedar pelengkap semata

yang tidak memiliki peran. Akan tetapi seorang wali benar-benar

memiliki peran utama dalam proses pernikahan. Oleh karena itu

Rasulullah bersabda:

احانف ،يغاة احانف ،يغاة احانف اي رئ سؽة دحن حأسا اأ(

زجشا ش ب، ئ ا شج زذ ف ع ب ا ش ث ب ا ب ف ا دخ ث بغ، ف ث

جب صذذ األ غبئ غخ ئال ا خ ب. سا ا ال طب غ ب ف

“Wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya

bathil (tidak sah), maka pernikahannya bathil (tidak sah), maka

pernikahannya bathil (tidak sah). Dan bila lelaki itu telah

menggaulinya, maka ia berhak mendapat mahar sebagai ganti atas

hubungan yang telah dilakukan oleh lelaki itu dengan dirinya. Dan

bila para wali berselisih, maka penguasa adalah wali bagi wanita

yang tidak memiliki wali.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy,

Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albany.

Hukum ini bukan hanya berlaku pada wanita yang belum pernah

menikah atau yang disebut dengan perawan, akan tetapi berlaku juga

pada wanita yang pernah menikah atau yang disebut dengan janda.

Sebagai salah satu dalilnya ialah ayat berikut:

Pedoman Calon Pengantin 17

اج{ أص أ ٠ىذ فال رؼع أج اغبء فجغ ئرا غمز ئرا ا ث١ رشاظ

ؼشف 232حسقةيا}ثب

“Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu habis masa iddahnya,

maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi

dengan mantan suaminya bila telah terdapat kerelaan di antara

mereka dengan cara yang baik (ma‟ruf).” )Surat Al Baqarah 232(.

Ayat ini diturunkan berkenaan kisah saudara wanita sahabat Ma‟qil

bin Yasar t, sebagaimanya yang ia kisahkan sendiri:

ب، ج خط ب، جبء ٠ عذ ػذر م ز ئرا ا ب د م ط سج، ف زب صجذ أخ

زه ف : صج ذ م ب؟! ال ف ج خط ئذ ر ج ب ث ز م ط زه، ف ش زه أو ش س

ذ أ ش٠ شأح ر ذ ا ب ، و أط ث ال ال ث ب سج ذا. و ١ه أث ؼد ئ هللا ال ر

ب ؼ ٠ ذ: ا٢ أف م } ف ع ؼ ال ر خ }ف ز ا٠٢ ضي هللا أ ، ف ١ شجغ ئ ر

جخبس. ب. سا ا ب ئ٠ ضج بي: ف عي هللا، ل س

“Aku pernah menikahkan saudariku dengan seorang pria, kemudian

pada suatu saat ia menceraikannya, hingga ketika masa iddahnya

telah berlalu, ia datang untuk melamarnya kembali, maka sayapun

berkata kepadanya: Aku pernah menikahkanmu (dengannya), aku

pernah pasrahkan dia kepadamu, dan aku pernah memuliakanmu

dengannya, kemudian engkau ceria dia, dan sekarang engkau datang

melamarnya kembali?! Tidak, sungguh demi Allah, selama-lamanya

ia tidak akan pernah menjadi istrimu lagi. Padahal dia adalah pria

yang baik, dan saudariku juga ingin untuk kembali membina

pernikahan dengannya, maka Allah menurunkan firman-Nya berikut

ini : { maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka}

(Mendengar ayat ini) aku-pun berkata: Sekarang juga saya akan aku

laksanakan wahai Rasulullah. Perawi kisah ini menuturkan:

Kemudian ia-pun menikahkan saudarinya kepada mantan suaminya

tersebut”. (Riwayat Al Bukhary)

Pada kisah ini, Allah Ta‟ala melarang kaum lelaki yang menjadi wali,

dari menghalangi wanita yang berada dibawah perwaliannya untuk

dinikahi oleh pria yang pernah menikahinya. Seandainya wanita yang

telah menjanda dibolehkan untuk menikah tanpa wali, maka tidak

perlu adanya larangan semacam ini, sebab pada kisah yang menjadi

penyebab diturunkan ayat ini, wanita tersebut berhasrat untuk

menerima kembali lamaran mantan suaminya. Sehingga bila ia

dibenarkan untuk menikah tanpa wali, maka dengan mudah baginya

untuk langsung menikah dengan mantan suaminya. Akan tetapi

karena pernikahan tidak dibenarkan tanpa adanya wali, maka Allah

menurunkan larangan terhadap perbuatan wali tersebut, yaitu

menghalangi pernikahan mereka berdua.

Dan bagi wanita yang tidak memiliki wali yang dapat

menikahkannya, maka yang berhak menikahkannya adalah

pemerintah yang sah, dalam hal ini, petugas DEPAG (KUA) atau

KJRI atau KBRI, sebagaimana ditegaskan dalam hadits di atas:

جب صذذ األ غبئ غخ ئال ا خ ب. سا ا ال طب غ ب ف

”Penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.”

Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa wanita yang menikah tanpa

dihadiri oleh wali atau orang yang ia tunjuk untuk mewakilinya dan

tanpa persetujuan wali, maka pernikahannya batal dan tidak sah. Dan

bila tidak sah, maka seperti yang ditegaskan pada salah satu hadits di

atas:

ا) ١خ ف ضا ا ز ضج ا ب ر غ ف )

“Pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri.”

18 Pedoman Calon Pengantin

Adapun guru ngaji atau pemuka masyarakat atau direktur perusahaan

atau majikan pekerjaan atau ketua penampungan dan yang serupa,

maka mereka semua tidaklah berhak untuk menikahkan seorang

wanita yang bukan anak atau saudaranya. Dan wanita yang telah

terlanjur mereka nikahkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan

walinya (orang tua wanita tersebut) maka pernikahan tersebut tidak

sah, sehingga hubungan antara wanita tersebut dengan pasangannya

adalah hubungan yang haram alias zina.

Sebagaimana guru ngaji atau ketua penampungan tak ubahnya

bagaikan mucikari (pengelola rumah pelacuran), karena sama-sama

tidak berhak menikahkan.

B. Pengantin Pria Membayar Mahar/Mas Kawin Kepada Pengantin

Wanita.

Pada hadits „Aisyah semoga Allah meridhainya dinyatakan bahwa

diantara kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam islam ialah

dengan ditunaikannya mas kawin/ mahar. Mas kawin merupakan

pertanda bagi penghargaan kepada wanita yang dinikahi dan bukan

sebagai uang sewa atau pembelian. Oleh karena itu mas kawin dalam

Al Qur‟an disebutkan sebagai nihlah )pemberian yang diberikan

dengan penuh ketulusan).

آرا{ اغبء غبء }ذخ صذلبر 4 ا

“Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh ketulusan.” )An Nisa‟ 4(

Dan dalam hadits Nabi bersabda:

ع صذاق ضج اشأح ػ عي هللا r: ) ر بي س بي: ل شح t ل ش٠ أث

ئ إد٠ أ ال ٠ ٠ ب صا، ادا د٠ ب ف ١ ئ إد٠ أ ال ٠ ٠

صذذ م ١ ج جضاس ا شصاق ا جذ ا عبسق( سا ػ ج ف صبد

. جب األ

“Dari sahabat Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda:

“Siapa saja yang menikahi seorang wanita dengan suatu mas kawin/

mahar, sedangkan ia berniat untuk tidak menunaikan kepadanya mas

kawin tersebut, maka ia adalah pezina, dan barang siapa yang

menghutang suatu piutang, sedangkan ia berniat untuk tidak

membayar kepada pemiliknya, maka ia adalah pencuri.” )Riwayat

Abdurrazzaq, Al Bazzar, Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al

Albany.

Dalam kacamata Islam, pernikahan adalah ikatan/akad penghormatan

dan penghargaan dari kedua belah pihak, dan bukan akad perniagaan.

Oleh karena itu mas kawin bukanlah uang sewa atau sebagai uang

pembelian, melainkan sebagai tanda penghargaan dari suami kepada

istri.

Karena Mas kawin adalah sebagai simbul penghargaan, dan

penghormatan, maka dalam syari‟at Islam, mas kawin yang paling

baik adalah yang paling mudah dan murah, sebagaimana disabdakan

oleh Nabi :

١ش) صذاق خ غش ا سا (أ٠ ذبو م ا ١ ج ا

“Sebaik-baik mas kawin/mahar ialah yang paling mudah/murah”.

(Riwayat Al Hakim dan Al Baihaqy).

Inilah pernikahan dalam Islam, suatu ikatan yang didasari oleh

penghargaan, penghormatan, dan kepercayan dari kedua belah pihak.

Sehingga tidak mengherankan bila setelah terjalin tali pernikahan

antara dua insan, syari‟at Islam mewajibkan kepada keduanya untuk

menjalankan tugasnya dengan tanpa pamprih, sehingga terjalinlah

Pedoman Calon Pengantin 19

hubungan yang romantis. Istri berkewajiban untuk mentaati suaminya

dan suami berkewajiban untuk menafkahi, melindungi dan mendidik

istri.

Rasulullah bersabda tentang kewajiban istri kepada suaminya

( ذ غجذ أ أدذا آشا و ذ ٠ شأح ألشد ألد غجذ أ ا ب ر ضج زشز سا ( ا

صذذ جب األ

“Seandainya aku dibolehkan untuk memerintahkan seseorang untuk

bersujud kepada seseorang, niscaya aku akan perintahkan kaum istri

untuk bersujud kepada suaminya.” )Riwayat At Tirmizy dan

dishahihkan oleh Al Albany.)

Dan tentang kewajiban suami terhadap istrinya, Rasulullah saw

bersabda:

ف) شء و ب ب ث جظ أ ئث ذ ه ػ ٠ ٠ ر سا ( ل غ

“Cukuplah bagi seseorang sebagai dosa besar, bila ia menahan

nafkah orang yang di bawah kekuasaannya.” )Riwayat Muslim(

Karena asas hubungan yang didasari oleh keikhlasan dan

penghargaan semacam inilah, Allah menjadikan tugas yang dilakukan

oleh masing-masing dari suami istri sebagai bagian dari amalan

ibadah, sampai-sampai Rasulullah bersabda:

( عغ ف ، ث خ أدذو صذل ا . ب ب ل عي ٠ ، س هللا أر ب أ٠ أدذ ر ش

ى ٠ ب ١ بي أجش؟ ف ز :ل أسأ٠ ب ؼ ظ ب دشا ف ١ أو ب ػ ١ صس؟ ف

ه ىز ب ئرا ف ؼ ظ ذالي، ف ب ا و سا (أجش غ

“Dan pada hubungan intim kalian adalah amalan shodaqoh. Para

sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimana salah seorang dari

kami melampiaskan syahwatnya, kok ia mendapatkan pahala? Beliau

menjawab: Apa pendapatmu bila ia melampiaskannya dengan cara-

cara yang haram, bukankah ia akan berdosa karenanya? Demikian

juga bila ia melampiaskannya dengan cara-cara yang halal.”.

Riwayat Imam Muslim.

Demikian juga halnya dengan setiap kewajiban yang dijalankan oleh

seorang istri kepada suaminya, bahkan ketaatan istri kepada suaminya

merupakan salah satu sebab dimudahkannya ia untuk masuk surga:

ذ ئرا) ص شأح ب ا غ صبذ خ ب ش ش ذ ص ب د شج ب أغبػذ ف ١ صج ب ل :

( خ ادخ ج اة أ ا خ أث ج ئذ ا ش أدذ سا ( جشا ط صذذ ا جب األ

“Bila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa bulan

ramadhan, menjaga kemaluannya (tidak berzina) dan taat kepada

suaminya, kelak akan dikatakan kepadanya: “Masuklah ke surga dari

pintu-pintu surga yang engkau suka”. Riwayat Ahmad, At Thabrany

dan dishahihkan oleh Al Albany.

Demikianlah hubungan yang romantis, dan tulus, sehingga dengan

hubungan yang indah ini, akan tercapai keluarga yang damai

sejahtera. Dan kisah berikut adalah salah satu gambaran nyata dari

hubungan suami istri yang romantis :

خ ػ ىش ػ ػ جبط اث ظ ػ هللا س ب بي ػ :ل ت ئ أ ألد ض٠ شأح أر

ب أ أدت و زض٠ ، ر هللا أل مي ج ػض ٠: } ث از ػ١

ؼشف ب} ثب طف أ أدت ز ع ١غ أ دك ج ب ١ ػ هللا أل مي ج ػض ٠

جبي { ش سا .} دسجخ ػ١ اث جخ أث ١ ش م ١ ج ا

“Dari Ikrimah ia mengisahkan dari sahabat Ibnu Abbas –semoga

Allah meridhai keduanya- bahwasannya beliau berkata:

“Sungguh aku suka berdandan dihadapan istriku, sebagaimana aku

suka bila ia berdandan dihadapanku. Yang demikian itu karena Allah

Azza wa Jalla berfirman:

“Dan para wanita/istri memiliki hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf (baik).” Dan saya tidak

20 Pedoman Calon Pengantin

ingin menuntut seluruh hak-ku atasnya, karena Allah Azza wa Jalla

berfirman: “Akan tetapi para suami, mempunyai suatu tingkat

kelebihan daripada istrinya.” )Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Al

Baihaqy)

C.Pernikahan Diumumkan Di Masyarakat. Diantara kriteria pernikahan yang selaras dengan syari‟at islam ialah:

pernikahan dilangsungkan dihadapan para saksi atau dengan

diumumkan kepada masyarakat melalui pesta pernikahan. Tuntunan

ini guna menjaga kehormatan tali pernikahan yang telah terjalin

antara pria dan wanita. Sebab bila masyarakat telah mengetahui

bahwa seorang wanita telah dinikahi oleh seorang pria, maka tidak

akan ada lagi pria lain yang melamarnya, atau ceroboh menggodanya

dst. Dan bila dikemudian hari wanita tersebut hamil dan melahirkan

anak, tidak ada orang yang meragukan status kehamilan dan anaknya

tersebut. Oleh karena itu Rasulullah benar-benar menekankan akan

pentingnya pesta pernikahan, sampai-sampai beliau bersabda:

ص) ب ف ١ ذالي ث ذشا ا صد ا ذف ا ب زشز أدذ سا (ث ا غبئ ا

بجخ اث ذبو ا

“Perbedaan antara perbuatan halal )pernikahan( dari perbuatan haram

(perzinaan) ialah dengan ditabuhnya rebana.” )Riwayat Ahmad, At

Tirmizy, An Nasa‟i, Ibnu Majah dan Al Hakim.

Dan ketika ada salah seorang sahabat Nabi yang menikah, yaitu

sahabat Abdurrahman bin Auf , beliau memerintahkannya untuk

membuat pesta walimah, sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat

berikut :

ظ ػ أ ه ث ب t ج أ سأ r ا جذ ػ شد ػ ا ش ػف ث فشح، أث ص

مبي ب :ف زا؟ بي ب :ل عي ٠ هللا س ضجذ ئ اشأح ر اح ص ػ ت بي .ر :ل

جبسن) هللا ف ه، أ شبح فك (ث ز ١ ػ

“Dari sahabat Anas bin Malik , bahwasannya pada suatu hari Nabi

menyaksikan pada diri Abdurrahman bin „Auf terdapat bekas minyak

Za‟faran, maka Beliau bertanya: Apakah ini? Sahabat Abdurrahman-

pun menjawab: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah menikahi

seorang wanita dengan mas kawin berupa emas seberat biji kurma.

Beliau bersabda: Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu.

Buatlah pesta walimah walau hanya dengan menyembelih seekor

kambing.” Muttafaqun „alaih.

D.Pasangan Yang Shaleh dan Shalehah. Pernikahan adalah suatu akad yang menyatukan antara dua insan

dengan ikatan yang suci. Oleh karena itu Islam memerintahkan

umatnya untuk selektif dalam menentukan pilihan, agar pernikahan

yang mereka jalin benar-benar menjadi nikmat dan keberkahan dalam

hidup. Dan agar pernikahan yang mereka jalin benar-benar menjadi

salah satu tanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan Allah, sebagaimana

yang Allah firmankan:

} سد دح ث١ى جؼ ب اجب زغىا ئ١ أص أفغى خك ى أ آ٠بر ف ح ئ

٠زفىش م ه ٠٢بد 21 سيا }ر

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan

merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” )Ar Rum 21(.

Oleh karena itu Rasulullah ketika menjelaskan kepada umatnya

tentang berbagai alasan yang dijadikan masyarakat sebagai standar

dalam menentukan pasangan hidup/istri, beliau menganjurkan agar

faktor iman dan ketakwaan sebagai standar utama dalam menentukan

pilihan.

Beliau bersabda:

Pedoman Calon Pengantin 21

ديا دارة سفظاف ،ادي اياج اةطحي اياي عةسأي حأسيا حند(

١ فك ػ ز ذان( ذ ٠ شث ر

“Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat hal: karena hartanya,

karena nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka

hendaknya engkau memilih wanita yang beragama (bertakwa),

niscaya engkau akan beruntung.” Muttafaqun „alaih.

Diantara kriteria wanita yang shaleh ialah sebagaimana yang

disebutkan dalam firman Allah Ta‟ala berikut:

الل{ ب فع ػ اغبء ث ا جبي ل اش ا أ ب أفما ث ػ ثؼط ثؼع

ب دفع الل غ١ت ث ذبد لبزبد دبفظبد ب }فبص

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebahagian mereka (kaum lelaki) atas

sebagian yang lainnya (kaum wanita), dankarena mereka (kaum

lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu,

maka wanita yang shaleh ialah yang ta‟at (kepada Allah Ta‟ala dan

kepada suaminya) lagi memelihara diri ketika suaminya sedang tidak

ada, berikat pemeliharaan Allah terhadap mereka .” An Nisa‟ 34.

Pada suatu hadits, Rasulullah lebih merinci tentang kriteria wanita

shaleh, yang layak untuk dijadikan pasangan hidup :

١ش) غبء خ ز ا ظشد ئرا ا ب ١ ه، ئ عشر ب ئرا زه أشر جذ ئرا أغبػ غ

ب زه ػ فظ د ب ف غ ف ه ب بي ( ال :ل ز ر خ شجبي{ ا٠٢ ا ا ل ػ

غبء }… ا خ آخش ا سا .ا٠٢ ش اث جش٠ غ داد أث ١ب ط ا ذبو ا

“Sebaik-baik wanita ialah wanita yang bila engkau memandang

kepadanya, ia akan membuatmu senang, dan bila engkau

memerintahnya niscaya ia mentaatimu, dan bila engkau

meninggalkannya, ia menjaga kehormatanmu dalam hal yang

berikaitan dengan dirinya dan hartamu. Dan kemudian Rasulullah

membaca ayat berikut, yang artinya: “”Kaum lelaki itu adalah

pemimpin bagi kaum wanita, …”hingga akhir ayat.” Riwayat Ibnu

jarir, Abu Dawud At Thoyalisy dan Al Hakim.

Demikian juga halnya dengan kriteria pasangan pria, Rasulullah

mengajarkan agar standar pilihannya ialah kesholehan dan akhlaq

yang mulia :

ى خطت ئرا) ١ ظ ئ ش ر م د٠ ضج، خ ال ف ا ئ ؼ ف ى ر خ ر ز ف

ض ف غبد األس ط ف زشز سا (ػش٠ ١ذ ا ؼ ع صس ث جشا ط ا

م ١ ج ا غ د جب األ

“Bila telah datang (untuk melamar) kepada kalian seorang lelaki

yang kalian ridhai agama dan perangainya (akhlaqnya), maka

nikahkanlah dia, bila kalian tidak melakukannya, niscaya akan

terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang merajalela.” Riwayat At

Tirmizy, Sa‟id bin Mansur, At Thabrany, Al Baihaqy dan dihasankan

oleh Al Albany

Sebagian ulama‟ menjelaskan maksud dari fitnah dan kerusakan yang

disebutkan dalam hadits dengan berkata: “Yang demikianitu karena

bila kalian tidak akan menikahkan wanita-wanita kalian melainkan

dengan orang yang kaya, berkedudukan, maka akan menyebabkan

kebanyakan wanita-wanita kalian tidak bersuami dan kebanyakan

lelaki kalian tidak beristri, dan kemudian merajalelalah perzinaan.

Dan bisa saja para wali merasa dipermalukan, sehingga timbullah

fitnah (peperangan) dan kekacauan. Bila demikian, maka

kesinambungan generasi penerus akan terancam, berkurang jumlah

orang shaleh, dan juga orang-orang yang menjaga kehormatannya.”.

22 Pedoman Calon Pengantin

Bila islam mengajarkan agar senantiasa memilih pasangan hidup yang

sholeh dan shalihah, maka sebaliknya Islam juga memperingatkan

umatnya agar tidak memilih pasangan hidup yang tidak baik. Hal ini

karena pilihan adalah standar jati diri seseorang, Allah Ta‟ala

berfirman:

ط١جبد{ اط١ج ١ج١ ط اط١جبد خج١ثبد خج١ث ا خج١ث١ خج١ثبد س 62 } ا ا

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-

laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula) dan

wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang

baik untuk wanita-wanita yang baik( pula(.” An Nur 26.

Sebagian ulama‟ ahli tafsir menafsirkan: ayat ini bahwa ada kaitannya

dengan ayat ke-3 dari surat yang sama, yaitu firman Allah Ta‟ala:

ا { صا١خ ئال ٠ىخ ال اض ششوخ أ ا١خ اض ب ال ئال ٠ىذ صا شش أ ن دش ه ػ ر

١ إ س } ا 3 ا

“Lelaki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang

berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina

tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang

musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang

beriman.” An Nur 3.

Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan bahwa lelaki yang tidak

baik adalah pasangannya wanita yang tidak baik pula, dan sebaliknya

wanita yang tidak baik adalah pasangannya orang yang tidak baik

pula. Dan haram hukumnya bagi lelaki baik atau wanita baik untuk

menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.

Sebagian ulama‟ menjabarkan penafsiran ini dengan lebih jelas lagi:

Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat,

maka ia telah meridhai perbuatan zina, dan orang yang meridhai

perbuatan zina seakan ia telah berzina. Dan bila seorang lelaki rela

bila istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan lebih ringan

baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika mengetahui

istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk

berbuat serupa?! Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina

yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan

tersebut, dan barang siapa yang rela dengan perbuatan zina, maka ia

seakan-akan telah berzina. Dan bila seorang wanita rela bila suaminya

merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun

melakukan hal yang sama. Dan ini merupakan sunnatullah di alam

semesta ini: balasan suatu amalan adalah amalan serupa. Dalam suatu

pepatah dinyatakan :

فا ؼف ػ ر غبؤو بؤو شا أث ث بءو أث جشو ٠ بؤو أث

“Jagalah dirimu niscaya istri dan anakmu mu akan menjaga dirinya

dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti

kepadamu.” Dan dalam pepatah arab lainnya dinyatakan:

ب ض ا عبؤ د٠ ل هأ ف

“Perbuatan zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada

keluargamu.”

Dan pada hadits berikut terdapat suatu isyarat yang menguatkan

keterangan ulama‟ di atas:

عي هللا ! ب س مبي : ٠ ج r ف ا ب أر شبث ز بي : ئ ف خ t ل ب أ ػ أث

أ . ف ض ب ث ز . ائ مبي : )اد ! ف ا ب ضجش ل ١ ف م ػ ج ا ل

ؼ بي : ال هللا، ج ج أله ؟ ل ذ بي: أر ظ. ل ج بي: ف جب. ل ش٠ ل ب ذ ف

زه ؟ ج الث زذ بي: أف . ل ألبر ج ذ بط ٠ بي : ال ا ذان . ل هللا ف

ج ذ بط ٠ بي : ال ا ذان . ل هللا ف ؼ عي هللا ! ج ب س بي : ال هللا ٠ ل

Pedoman Calon Pengantin 23

بي: ال ذان. ل هللا ف ؼ بي: ال هللا ج زه ؟ ل ج ألخ ذ بي أر . ل بر ج

هللا ؼ بي : ال هللا ج زه ؟ ل ؼ ج ذ بي أر . ل ار ألخ ج ذ بط ٠ ا

بي : ال زه ؟ ل خب ج ذ بي أر . ل ؼبر ج ذ بط ٠ بي: ال ا ذان . ل ف

خبالر ج ذ بط ٠ بي: ال ا ذان . ل هللا ف ؼ ظغ هللا ج بي: ف . ل

ى ٠ شج( . ف ص ف ج د ش ل ج غ فش ر اغ بي : ا ١ ل ذ ػ ٠

م ١ ج ا جشا ط شء. سا أدذ ا فذ ئ ز ز ٠ ف ه ا ؼذ ر ث

جب صذذ األ

“Dari sahabat Abu Umamah, ia mengisahkan: “Ada seorang pemuda

yang datang kepada Nabi lalu ia berkata: Wahai Rasulullah!

Izinkanlah aku untuk berzina. Maka sepontan seluruh sahabat yang

hadir menoleh kepadanya dan menghardiknya, sambil berkata

kepadanya: Apa-apaan ini! Kemudian Rasulullah bersabda

kepadanya: “Mendekatlah”, maka pemuda itupun mendekat ke

sebelah beliau, lalu ia duduk. Rasulullah kemudian bersabda

kepadanya: “Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa

ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga

aku menjadi tebusanmu. Rasulullah bersabda: Demikian juga orang

lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka. Rasulullah kembali

bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa anak

gadismu? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku

menjadi tebusanmu,

Rasulullah menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila

itu menimpa anak gadis mereka. Kemudian beliau bertanya lagi:

Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudarimu? Ia

menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi

tebusanmu. Rasulullah menimpalinya: Demikian juga orang lain

tidak suka bila itu menimpa saudari mereka. Rasulullah kembali

bertanya : Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudari

ayahmu (bibikmu)? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah.

Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah menimpalinya:

Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari ayah

mereka. Rasulullah kembali bertanya: Apakah engkau suka bila

perbuatan zina menimpa saudari ibumu (bibikmu)? Ia menjawab:

Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu.

Rasulullah menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila

itu menimpa saudari ibu mereka. Kemudian Rasulullah meletakkan

tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: “Ya Allah,

ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah

kemaluannya.” Maka semenjak hari itu, pemuda tersebut tidak

pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan

untuk berbuat serong). ” Riwayat Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy

dan dishahihkan oleh Al Albany.

Rasulullah pada kisah ini mengingatkan pemuda tersebut agar

memperlakukan orang lain dengan perilaku yang baik dan ia sukai

bila perilaku tersebut mengenai dirinya. Dan beliau menjelaskan

bahwa setiap wanita yang akan ia zinai, memiliki ayah atau saudara

laki-laki, atau kerabat laki-laki atau suami, dan mereka semua pasti

tidak rela bila anak atau saudara wanitanya atau istrinya dizinai oleh

seseorang, sebagaimana iapun tidak suka bila perbuatan zina tersebut

menimpa anak atau saudara wanitanya atau istrinya. Sehingga pada

kisah ini terdapat isyarat bahwa bila kita tidak menjaga perasaan

orang lain yaitu dengan menzinai anak atau saudara wanita mereka,

maka tidak mengherankan bila pada suatu saat ada orang lain yang

memperlakukan kita dengan perilaku yang serupa.

Oleh karena itu hendaknya masing-masing dari kita bertanya kepada

hati nurani masing-masing: Relakah anda bila anak gadismu, atau

saudara wanitamu atau ibumu dizinai oleh orang lain? Bila tidak rela,

maka janganlah anda berzina dengan anak atau saudara wanita orang

lain atau ibu orang lain.

Dan bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu

seseorang, maka semenjak itu ingatlah selalu bahwa pada suatu saat

24 Pedoman Calon Pengantin

perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara

wanita anda atau bahkan ibu anda.

Diantara kriteria pasangan yang shaleh ialah bila ia tidak rela untuk

menjalin hubungan dengan lelaki yang bukan mahramnya dengan

ikatan selain pernikahan, misalnya dengan berpacaran atau kenalan

atau yang serupa. Perbuatan ini tidak diragukan lagi telah menodai

kehormatan dan kepribadian seorang wanita muslimah yang baik,

sekaligus mencerminkan rendahnya harga dirinya. Sebagaimana

perbuatan ini nyata-nyata diharamkan dalam syari‟at Islam.

Rasulullah bersabda:

ال) خ بشأح سج ٠ ال ث ب ئ فك (ذش ر ؼ ز ١ ػ

“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu tempat berduaan

dengan seorang wanita, melainkan bila wanita tersebut ditemani oleh

mahramnya.” Muttafaqun „alaih.

Dan pada hadits lain beliau menyatakan :

ال) ال أ خ بشأح سج ٠ ال ث ب ئ ب و ث ب ١طب ث ش زشز أدذ سا (ا ا

صذذ جب األ

“Ketahuilah, tidaklah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu

tempat berduaan dengan seorang wanita, melainkan setan akan

menjadi orang ketiganya.” Riwayat Ahmad, At Tirmizy dan

dishahihkan oleh Al Albany.

Bila setiap wanita berfikir jernih dan jauh dari bisikan setan dan

dorongan nafsu birahinya, niscaya ia tidak akan pernah sudi untuk

diajak berpacaran oleh seorang lelaki. Hal ini dikarenakan –biasanya-

alasan orang yang berpacaran ialah untuk saling menjajagi atau

mencoba. Bukankah alasan ini adalah sama saja menghinakan kaum

wanita, sehingga memposisikannya bak barang dagangan, sehingga

bisa dicoba dulu, bila cocok maka jadi dibeli dan bila tidak maka

dikembalikan begitu saja. Penjajagan dan percobaan dengan cara

bergandengan tangan, berduaan ditempat yang jauh dari pandangan

orang lain, bahkan mungkin sampai melakukan perbuatan yang nyata-

nyata tidak dibenarkan dalam islam, misalnya berpelukan, dan bahkan

mungkin berciuman, dan tidak jarang sampai melakukan perzinaan

besar layaknya suami dan istri. Na‟uzubillahi min zalika.

Betapa banyak wanita yang setelah sekian lama berpacaran dan

dicoba berbagai hal yang ada pada dirinya, kemudian dicampakkan

serta ditinggalkan?. Dan betapa banyak lelaki yang berpacaran

dengan sekian banyak wanita, semuanya ia lakukan dengan alasan

saling menjajagi dan mengenal?. Bila halnya demikian ini, maka apa

bedanya wanita-wanita tersebut dengan barang dagangan, yang

dengan bebas dapat dicoba dan dijajaginya oleh setiap orang yang

ingin membelinya ?!

Akankan kepribadian, kehormatan dan keluhuran diri seorang wanita

dapat terjaga setelah sekian lama ia dijajagi oleh seorang lelaki atau

bahkan oleh sekian lelaki?! Sadarlah wahai saudaraku, renungkanlah

hal ini dengan hati yang jujur dan bersih dari godaan hawa nafsu,

niscaya anda akan dapat memahaminya dengan baik.

Pertanyaan selanjutnya yang semestinya senantiasa diingat-ingat oleh

setiap muslim yang mendambakan keluarga yang damai, tentram dan

bahagia: Mungkinkah keluarga yang damai dan diberkahi Allah

Ta‟ala akan dapat dicapai bila benih-benih rumah tangga kita

dibangun dengan cara-cara yang haram semacam ini?

Bila Islam melarang umatnya untuk menikahi orang yang tidak baik

akhlaqnya, walaupun ia adalah seorang muslim atau muslimah, maka

Pedoman Calon Pengantin 25

sudah barang tentu Islam melarang umatnya untuk menikahi orang-

orang musyrik.

ال د { أػججزى ششوخ خ خ١ش إ خ أل ششوبد دز ٠إ ال رىذا ا ىذا

ئ ـئه ٠ذػ أ أػججى ششن خ١ش إ ؼجذ ا دز ٠إ ششو١ ابس ا

٠ززوش بط ؼ آ٠بر ٠ج١ غفشح ثار ا جخ ئ ا الل ٠ذػ 221 حسقةيا }

“Dan janganlah engkau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman .

Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukminah)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih

baik dari lelaki musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Mereka

mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga, dan

ampunan-Nya dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-

Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia, supaya mereka

mengambil pelajaran.” Al Baqarah 221.

E. Memilih Istri Yang Tepat

Allah berfirman:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan

orang-orang yang layak (kawin) dan hambahamba sahayamu yang lelaki

dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah

akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas

(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”. )An-Nur: 32).

Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat

sebagai berikut: Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya,

keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau

utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua

tanganmu akan berdebu (miskin, merana).

Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132. Dunia semuanya

adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita

shalihah. Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat

An-Nasa dari Ibnu Amr, Shahihul Jami, hadits no.3407 Hendaklah salah

seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir

dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat. Hadits

riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban,

Shahihul Jami, hadits no. 5231 Dalam riwayat lain disebutkan : Dan isteri

shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah

sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia. Hadits riwayat Al-Baihaqi

dalam Asy-Syuab dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami, hadits no.

4285 Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur

peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya

jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat. Hadits riwayat Imam

Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwaul Ghalil, Hadits ini

shahih, 6/195 (Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih

banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima

dengan sedikit (qanaah). Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam

As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623

Dalam riwayat lain disebutkan : Lebih sedikit tipu dayanya. Sebagaimana

wanita shalihah adalah salah satu dari empat sebab kebahagiaan maka

sebaliknya wanita yang tidak shalihah adalah salah satu dari empat

26 Pedoman Calon Pengantin

penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih: Dan di antara

kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau memandangnya lalu engkau

kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa

aman dengan dirinya dan hartamu.

Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau

memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-

kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak

merasa aman atas dirinya dan hartamu Hadits riwayat Ibnu Hibban dan

lainnya, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah,

Apabila isteri adalah wanita shalihah maka inilah kenikmatan serta

anugerah besar dari Allah Taala. Jika tidak demikian, maka kewajiban

kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan. Hal itu bisa terjadi

karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah

dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki

tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau

ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa

memperbaikinya, atau karena tekanan keluarganya.

Beberapa Metode Memperbaiki Isteri:

Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada

Allah Taala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan

berikutnya. Upaya meningkatkan keimanannya, misalnya:

(1) Menganjurkannya bangun malam untuk shalat tahajjud

(2) Membaca Al Quranul Karim.

(3) Menghafalkan dzikir dan doa pada waktu dan kesempatan

tertentu.

(4) Menganjurkannya melakukan banyak sedekah.

(5) Membaca buku-buku Islami yang bermanfaat.

(6) Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat, baik dalam soal

keimanan maupun ilmiah dan terus

(7) Mengupayakan tambahan koleksi kaset yang sejenis.

(8) Memilihkan teman-teman wanita shalihah baginya sehingga

bisa menjalin ukhuwah yang kuat,

(9) Saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama serta

saling mengunjungi untuk tujuan yang baik.

(10) Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya.

Pedoman Calon Pengantin 27

BAB IV

NIKAH DAN PERMASALAHAN TERKAIT

Hakekat Nikah a. Pengertian

Menikah dan kehidupan berkeluarga merupakan salah satu sunnatullah

terhadap makhluk, yang mana dia merupakan sesuatu yang umum dan

mutlak dalam dunia kehidupan hewan serta tumbuh-tumbuhan.

Adapun manusia: bahwasanya Allah tidak menjadikannya seperti apa

yang ada pada kehidupan selainnya yang bebas dalam penyaluran

syahwat, bahkan menentukan beberapa peraturan yang sesuai dengan

kehormatannya, memelihara kemuliaan dan menjaga kesuciaannya, yaitu

dengan melakukan pernikahan syar'i yang menjadikan hubungan antara

seorang pria dengan seorang wanita merupakan hubungan mulia,

dilandasi oleh keridhoan, dibarengi oleh ijab kabul, kelembutan serta

kasih sayang.

Sehingga bisa menyalurkan syahwatnya dengan cara benar, menjaga

keturunan dari kerancuan dan juga sebagai penjagaan bagi wanita agar

tidak dijadikan sebagai mainan bagi setiap orang yang menjamahnya.

Keutamaan Menikah:

Menikah termasuk dari sunnah yang paling ditekankan oleh setiap Rasul,

dan juga termasuk dari sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

1- Allah berfirman:

آ٠بح أ خك ى أفسى أصاجب خسىا إ١ب جع ب١ى دة سدت إ ف ره

٠٢بث م ٠خفىش

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir" (Ar-Ruum: 21)

2- Firman Allah:

.. مذ أسسب سسال لبه جعب أصاجب رس٠ت

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rosul sebelum kamu

dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan .." (Ar-

Ra'd: 38)

3- Berkata Abdullah bin Mas'ud r.a: suatu ketika kami beberapa orang

pemuda sedang bersama Nabi SAW dalam keadaan tidak memiliki apa-

apa, berkatalah kepada kami Rasulullah SAW:

, أدص فشج, فئ أغض بصش, اسخطبع ى اببءة ف١خضج, ٠ب عشش اشببة"

حفك ع١" ٠سخطع فع١ ببص فئ جبء

"Wahai sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah

mampu hendaklah dia menikah, karena yang demikian itu lebih menjaga

pandangan dan lebih menjaga kemaluannya, dan barang siapa yang

belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena itu merupakan benteng

baginya" Muttafaq Alaihi1

b. Nikah: Adalah ikatan syar'i yang menghalalkan percumbuan dari

setiap suami dan isteri.

Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori nomer (5066), ini adalah lafaznya dan Muslim nomer

(1400). 1

28 Pedoman Calon Pengantin

Hikmah disyari'atkannya nikah:

Pernikahan merupakan suasana solihah yang menjurus kepada

pembangunan serta ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan

dan menjaganya dari segala keharaman, nikah juga merupakan

ketenangan dan tuma'ninah, karena dengannya bisa didapat

kelembutan, kasih sayang serta kecintaan diantara suami dan

isteri.

Nikah merupakan jalan terbaik untuk memiliki anak,

memperbanyak keturunan, sambil menjaga nasab yang dengannya

bisa saling mengenal, bekerja sama, berlemah lembut dan saling

tolong menolong.

Nikah merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan

kebutuhan biologis, menyalurkan syahwat dengan tanpa resiko

terkena penyakit.

Nikah bisa dimanfaatkan untuk membangun keluarga

solihah yang menjadi panutan bagi masyarakat, suami akan

berjuang dalam bekerja, memberi nafkah dan menjaga keluarga,

sementara isteri mendidik anak, mengurus rumah dan mengatur

penghasilan, dengan demikian masyarakat akan menjadi benar

keadaannya.

Nikah akan memenuhi sifat kebapaan serta keibuan yang

tumbuh dengan sendirinya ketika memiliki keturunan.

c. Hukum Nikah:

Nikah berhukum sunnah bagi dia yang memiliki syahwat namun

tidak takut untuk terjerumus dalam perzinahan; yang mana nikah

mengandung berbagai macam kemaslahatan bagi pria, wanita

serta budak.

Nikah akan berhukum wajib bagi dia yang takut untuk

terjerumus dalam perzinahan jika dia tidak menikah. Ketika

menikah, selayaknya bagi kedua suami isteri untuk berniat

memelihara kehormatan serta menjaga diri dari berbagai aspek

yang telah Allah haramkan, sehingga ketika berhubungan badan

keduanya akan mendapatkan ganjaran darinya.

d. Melamar Wanita

Dianjurkan bagi dia yang akan meminang seorang wanita

untuk melihat darinya apa-apa yang bisa menjadikannya tertarik

untuk menikahinya tanpa holwat, juga tanpa menyalami ataupun

menyentuhnya serta tidak boleh pula baginya untuk menyebarkan

apa yang telah dia lihat. Begitu pula bagi seorang wanita

dianjurkan pula untuk melihat kepada dia yang melamarnya. Jika

laki-laki tersebut tidak bisa melihatnya, hendaklah dia mengutus

seorang wanita yang bisa dipercaya untuk melihatnya, kemudian

mensifatinya kepada dirinya.

Seorang wanita yang telah meninggal suaminya, kemudian

menikah lagi setelahnya, maka pada hari kiamat dia akan

dikumpulkan kembali bersama suaminya yang terakhir.

Haram hukumnya bertukar photo ketika melamar ataupun

lainnya, begitu pula diharamkan bagi seorang laki-laki untuk

melamar wanita yang telah dilamar oleh saudaranya, sampai

orang yang pertama meninggalkannya (membatalkan lamaran),

memberi idzin kepadanya ataupun jika dia telah ditolak oleh

pihak wanita, namun jika dia melamar diatas lamaran laki-laki

pertama, maka lamarannya sah, akan tetapi dia berdosa dan telah

berbuat maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya SAW.

Diwajibkan bagi dia yang menjadi wali atas seorang

wanita untuk mencarikan suami untuknya seorang laki-laki soleh,

Pedoman Calon Pengantin 29

tidak menjadi masalah bagi seseorang untuk menawarkan putri

ataupun saudarinya kepada orang-orang baik dengan tujuan agar

mereka mau menikahinya.

Diharamkan untuk melamar dengan terang-terangan

terhadap seorang wanita yang masih berada dalam iddah atas

kematian suaminya dan mubanah, akan tetapi dibolehkan baginya

untuk menawarkan, seperti dengan perkataan: saya menyukai

wanita seperti anda, sedangkan si wanita cukup menjawab: orang

sepertimu tidak akan ditolak, dan lainnya dari perkataan yang

serupa.

Dibolehkan untuk berterus terang ataupun menyindir

ketika meminang seorang wanita yang masih berada dalam iddah

perceraian jika perceraian itu dalam bentuk talak bain, walaupun

belum mencapai talak tiga, dan diharamkan untuk berterus terang

ataupun menyinggung dia yang masih dalam iddahnya yang

dalam bentuk talak roj'i.

e. Hukum nikah jika salah seorang suami isteri tidak melaksanakan

shalat:

Jika seorang suami yang tidak melaksanakan shalat, maka

isterinya tidak boleh tinggal bersamanya, diapun tidak boleh

menyetubuhinya; karena meninggalkan shalat merupakan kekafiran,

sedangkan seorang kafir tidak boleh memimpin muslimah. Jika yang

meninggalkan shalat itu isterinya, maka wajib bagi suami untuk

mencerainya jika dia tidak mau bertaubat kepada Allah, karena dia

seorang wanita kafir.

Jika kedua suami dan isteri tidak melaksanakan shalat pada

saat akad nikah, maka akadnya sah, adapun jika isterinya shalat ketika

akad sedangkan suaminya tidak, ataupun sebaliknya, lalu

dilangsungkan akad nikah kemudian keduanya mendapat hidayah,

maka yang harus dilakukan adalah mengulangi lagi akad nikahnya,

karena salah satu dari keduanya dalam keadaan kafir ketika

dilangsungkan akad. Pernikahan seorang wanita pada masa iddah

saudarinya, jika talaknya berupa talak roj'i maka nikahnya tidak sah,

dan jika berupa talak bain maka nikahnya haram.

f. Syarat-syarat yang rusak dalam pernikahan ada dua jenis:

A. Pertama: Syarat-syarat rusak yang membatalkan akad

nikah, diantaranya:

1. Nikah Syighor: yaitu seorang laki-laki menikahkan putrinya,

saudarinya ataupun lainnya yang mana dia menjadi walinya

dengan syarat agar laki-laki lain menikahkannya dengan salah

seorang putrinya, saudarinya ataupun lainnya. Nikah seperti ini

rusak dan haram, baik dengan cara menyebutkan mahar ketika

akad dilangsungkan ataupun tidak menyebutkannya.

Jika pernikahan seperti ini telah terjadi, maka bagi setiap

dari mereka harus memperbaharui akad tanpa meminta syarat

kepada yang lain, akad akan sempurna dengan mahar baru, akad

nikah baru, seperti apa yang telah lalu, begitu pula dengan

pasangan kedua, tanpa didahului oleh perceraian.

خفك ع١. ع اشغبسملسو هيلع هللا ىلصأ سسي هللا : ع اب عش سض هللا عب

Dari Ibnu Umar r.a: bahwa Rasulullah SAW melarang

pernikahan syighor. Muttafaq Alaihi2.

2. Nikah Al-Muhallil: yaitu seorang pria menikahi wanita yang telah

ditalak tiga oleh suaminya, dengan syarat jika telah menjadi halal

kembali dengan suami pertamanya, dia harus menceraikannya,

Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori nomer (5112), lafadz ini darinya, dan Muslim nomer

(1415). 2

30 Pedoman Calon Pengantin

ataupun dia hanya berniat saja dalam hatinya, atau ada

kesepakatan diantara keduanya sebelum akad.

Pernikahan jenis ini rusak dan haram, barang siapa

melakukannya maka dia akan dilaknat, sebagaimana sabda Rosul

SAW:

أخشج أب داد اخشز" ع هللا اذ اذ "

"Allah melaknat laki-laki yang menikah untuk

menghalalkan orang lain dan laki-laki yang memintanya untuk

melakukan hal tersebut" H.R Abu Dawud dan Tirmidzi3.

3. Nikah Mut'ah: yaitu seorang laki-laki melakukan akad terhadap

seorang wanita hanya untuk satu hari atau satu minggu atau satu

bulan atau satu tahun atau mungkin juga lebih maupun kurang

dari itu, dia membayar mahar kepada wanitanya dan jika waktu

yang telah ditentukan habis dia akan meninggalkannya.

Pernikahan seperti ini rusak dan tidak boleh, karena akan

mendatangkan mudhorot bagi pihak wanita, dia hanya dijadikan

seperti sebuah barang yang berpindah-pindah dari satu tangan kepada

tangan lainnya, ini juga akan mendatangkan kerugian terhadap anak-

anaknya, karena mereka tidak akan mendapat rumah tetap yang akan

tinggal dan terdidik padanya. Tujuan pernikahan seperti ini hanyalah

untuk menyalurkan syahwat, bukan mencari keturunan dan mendidik.

Pernikahan ini pada permulaan Islam dihalalkan hanya untuk

beberapa saat saja, kemudian diharamkan untuk selamanya.

3 Hadits Shohih/ riwayat Abu Dawud nomer (2076) lafadz ini darinya, shohih sunan

Abu Dawud nomer (1827). Riwayat Tirmidzi nomer (1119), shohih sunan Tirmidzi

nomer (894).

٠ب أ٠ب ابط إ لذ وج أرج ى : " ع سبشة اج سض هللا ع أ سسي هللا ملسو هيلع هللا ىلص لبي

شء , إ هللا لذ دش ره إ ٠ ام١بت, ف االسخخبع اسبء ف وب عذ

سب١ ب آح١خ ش١ئب , ف١خ أخشج س" ال حأخزا

Dari Saburah Al-Juhani r.a: bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Wahai sekalian manusia, aku pernah memberi idzin kepada kalian

untuk bermut'ah dengan wanita, sesungguhnya Allah telah

mengharamkan hal tersebut sampai hari kiamat, barang siapa yang

memiliki sesuatu pada mereka hendaklah dia membiarkannya, dan

janganlah kalian mengambil kembali apa yang telah kalian berikan

kepadanya" (H.R Muslim)4.

Barang siapa yang telah memiliki empat orang isteri kemudian

melakukan akad nikah dengan wanita kelima, maka akad yang kelima

tersebut rusak, nikahnya batal dan wajib untuk langsung diputus.

g. Hukum pernikahan wanita muslimah dengan pria non muslim:

Haram hukumnya pernikahan antara seorang muslimah dengan

laki-laki yang bukan muslim, baik laki-laki tersebut termasuk ahli kitab

ataupun selainnya, karena dia lebih tinggi derajatnya dibandingkan laki-

laki tersebut berdasarkan ketauhidan, keimanan serta kehormatannya.

Jika pernikahan ini telah terjadi maka sesungguhnya dia itu rusak, haram

dan harus langsung dipisahkan, karena tidak boleh bagi seorang kafir

untuk memimpin muslim ataupun muslimah.

Allah berfirman:

ال حىذا اششوبث دخ ٠ؤ ألت ؤت خ١ش ششوت أعجبخى ال حىذا

: ابمشة )اششو١ دخ ٠ؤا عبذ ؤ خ١ش ششن أعجبى

"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari

Riwayat Muslim nomer (1406)

4

Pedoman Calon Pengantin 31

wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik

dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu" (Al-Baqarah: 221)

h. Syarat-syarat rusak yang tidak membatalkan akad nikah,

diantaranya:

- Jika seorang suami ketika dalam akad nikah meminta syarat yang

berhubungan dengan peniadaan hak isteri, seperti meminta syarat

agar dia tidak harus membayar mahar, atau tidak harus memberi

nafkah, atau membagi bagian lebih sedikit dari isterinya yang

lain, atau lebih banyak, ataupun jika wanitanya mensyarati agar

dia menceraikan isteri tuanya, maka pernikahan tersebut tetap sah

namun apa yang disyaratkan rusak.

- Jika suami mensyarati agar mempelai wanitanya seorang

muslimah, tapi ternyata wanita ahli kitab, atau dia mensyarati

seorang gadis tapi ternyata janda, atau mensyarati tidak adanya

aib yang tidak menyebabkan batalnya nikah seperti buta, bisu dan

semisalnya, akan tetapi kenyataannya tidak seperti yang

diinginkan, maka pernikahannya tetap sah, namun dia memiliki

pilihan untuk membatalkan atau melanjutkan pernikahan tersebut.

- Jika seseorang menikahi seorang wanita merdeka, tapi ternyata

dia itu seorang budak, maka dia memiliki pilihan jika wanita

tersebut termasuk yang halal untuk dinikahinya. Begitu pula jika

seorang wanita dinikahi oleh seorang laki-laki merdeka, tapi

ternyata diketahui kalau dia itu seorang budak, maka wanita

tersebut memiliki pilihan untuk melanjutkan pernikahannya atau

berpisah.

i. Beberapa Aib dalam pernikahan

Aib yang terdapat dalam pernikahan ada dua:

1. Aib yang menghalangi persetubuhan, pada laki-laki

terputusnya kemaluan, ketidakadaan buah zakar, lemah

syahwat. Pada wanita tertutup kemaluannya, qorn dan afal.

2. Aib yang tidak menghalangi persetubuhan akan tetapi

menjijikan atau mengganggu, baik pada laki-laki maupun

wanita, seperti kusta, gila, lepra, basur, nasur, nanah yang

menetes dari kemaluan dan lainnya.

Siapa saja diantara wanita yang mendapatkan suaminya majbuban,

atau ada sesuatu yang menjadikannya tidak mampu bersetubuh, maka

baginya hak untuk minta pisah, dan jika dia telah mengetahuinya sebelum

akad atau merasa ridho setelahnya, maka lepaslah darinya hak untuk

berpisah.

Setiap aib yang menjadikan orang lain menghindari pasangannya

seperti kusta, bisu, aib pada kemaluan, luka yang terus mengalirkan

kotoran, gila, juzam, tidak bisa menahan kencing, hisho, sul, bau mulut,

bau badan yang menyengat dan lainnya, semua ini membolehkan dari

setiap pasangan untuk meminta perceraian jika dia menghendakinya,

barang siapa yang telah menyatakan keridhoannya sebelum akad nikah,

maka dia tidak memiliki pilihan untuk meminta perceraian, dan jika aib-

aib tersebut terjadi setelah akad nikah, maka pasangannya memiliki hak

untuk memilih.

Jika telah terjadi perceraian yang disebabkan oleh salah satu aib

tersebut, jika perpisahannya terjadi sebelum persetubuhan, maka

pasangan wanita tidak berhak atas maharnya, dan jika perpisahan terjadi

setelah persetubuhan, maka dia berhak untuk menerima mahar sesuai

dengan apa yang telah disebutkan dalam akad, kemudian pasangan laki-

laki tersebut mengambil gantinya dari orang yang telah menipunya. Tidak

32 Pedoman Calon Pengantin

sah pernikahan khunsa musykil sebelum diketahui keadaan yang

sebenarnya.

Jika diketahui kalau suaminya seorang yang mandul, maka isterinya

memiliki hak untuk meminta cerai, karena dia memiliki hak untuk

mempunyai keturunan.

Lemah syahwat: adalah laki-laki yang tidak mampu bersetubuh, siapa

saja diantara wanita yang mendapati hal tersebut ada pada suaminya,

hendaklah dia menundanya selama satu tahun, jika telah mampu

menyetubuhinya hubungannya berlanjut, dan jika tidak, maka dia

memiliki hak untuk meminta pisah, dan jika dia ridho dengan kelemahan

suaminya maka hilanglah haknya untuk meminta perceraian.

Mahar (mas kawin)

Islam telah mengangkat kedudukan wanita dan memberinya hak

untuk bisa memiliki, mewajibkan untuknya mahar ketika menikah,

dengan menjadikan hal tersebut sebuah hak baginya dari laki-laki sebagai

tanda kemuliaan baginya; keagungan untuk dirinya serta perasaan akan

keberhargaannya, sebagai pengganti bagi dia yang mencumbuinya,

mengharumkan dirinya serta keridhoannya terhadap bimbingan laki-laki

terhadapnya.

Allah berfirman:

آحا اسبء صذلبح ذت فئ طب ى ع شء فسب فى ١ئب ش٠ئب

"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagian pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang

hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya" (An-Nisaa: 4).

Mahar merupakan sebuah hak bagi wanita, wajib bagi laki-laki

untuk memberikan kepadanya untuk menghalalkan kemaluannya, dan

tidak halal bagi siapapun untuk mengambil sedikitpun darinya kecuali

dengan ridhonya, khusus untuk ayahnya dibolehkan mengambil dari

mahar tersebut apa-apa yang sekiranya tidak akan merugikannya dan

tidak pula diperlukan olehnya, walau tanpa izin darinya.

Ukuran mahar bagi seorang wanita:

Dianjurkan bagi seorang wanita untuk meringankan maharnya,

mempermudahnya, karena sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.

Mahar jika terlalu besar akan menjadi penyebab kemurkaan seorang

suami terhadap isterinya. Bahkan dia akan menjadi haram jika telah

mencapai derajat berlebih-lebihan dan menjadi sebuah kebanggaan,

sehingga memberatkan suami dengan berhutang dan meminta karenanya.

و وب صذاق سسي هللا ص هللا : ع أب ست سض هللا ع أ سأي عبئشت سض هللا عب

: أحذس ب اش؟ لبي: لبج, وب صذال ألصاج ثخ عششة أل١ت شب: ع١ س ؟ لبج

أخشج . صف أل١ت فخه خسبئت دس فزا صذاق سسي هللا ملسو هيلع هللا ىلص ألصاج: لبج. ال: لج

س

Bahwasanya Abu Salamah bertanya kepada Aisyah r.a: berapa

banyakkah mahar yang dibayarkan oleh Rasulullah SAW? dia

menjawab: mahar beliau terhadap isteri-isterinya sebesar sepuluh

uqiyyah dan nassya, bertanya Aisyah: tahukah kamu apa itu nassya? Aku

menjawab: tidak. Dia berkata: setengah uqiyyah, jadi jumlah seluruhnya

limaratus dirham, itulah mahar yang Rasulullah SAW berikan kepada

isteri-isterinya. (H.R Muslim)5.

Pada waktu itu mahar yang diberikan Nabi SAW kepada para

isterinya lima ratus dirham, untuk sekarang kira-kira menyamai (140)

Riyal Saudi. Sedangkan mahar putri-putri beliau sebesar empatratus

dirham, untuk sekarang kira-kira menyamai (110) Riyal Saudi, dan bagi

kita Rasulullah SAW merupakan suri tauladan dalam kebaikan dengan

memperhatikan perbedaan jaman, harga dan nilai barang.

Riwayat Muslim nomer (1426).

5

Pedoman Calon Pengantin 33

Segala sesuatu yang berharga bisa dijadikan mahar, walaupun

murah, tidak ada batas bagi besarnya mahar. Laki-laki miskin boleh

membayar mahar dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti mengajarkan

Al-Qur'an, menjadi pelayan dan lainnya. Boleh juga bagi seorang laki

untuk memerdekakan budak perempuannya lalu menjadikan

kemerdekaan tersebut sebagai mahar dan menjadikannya isteri.

Dianjurkan agar mahar disegerakan, namun dia boleh diakhirkan,

atau dengan membayar sebagiannya dengan segera, lalu sisanya

diakhirkan. Jika dalam akad nikah tidak disebutkan jumlah mahar,

pernikahan tetap sah dan dia wajib membayar mahar yang besarnya sama

dengan mahar yang memasyarakat disana, akan tetapi jika keduanya

saling bersepakat, walaupun atas sesuatu yang sedikit, pernikahannya

tetap sah.

Jika seorang ayah menikahkan putrinya dengan mahar yang

sesuai, atau lebih sedikit ataupun lebih banyak, sah nikahnya. Hanya

dengan akad saja mahar itu menjadi milik putri tadi, dan akan menjadi

milik dia sepenuhnya setelah dipertemukan dan berduaan dengan

suaminya.

Apabila seorang suami meninggal setelah akad nikah tetapi belum

berjima‟ )bersetubuh( dengan isterinya dan juga belum menyebutkan

jumlah mahar, maka mempelai wanita berhak untuk mendapat mahar

yang sesuai dengan besarnya apa yang didapat oleh wanita sekitarnya, dia

langsung melaksanakan iddah dan berhak atas harta warisan.

Diwajibkan untuk menerima mahar yang sesuai dengan kebiasaan

daerah setempat bagi wanita yang disetubuhi dengan pernikahan yang

tidak sah, seperti ketika dijadikan isteri kelima, dinikahi masih dalam

iddahnya, digauli yang disebabkan oleh sesuatu yang syubhat dan

lainnya.

Apabila terjadi perselisihan diantara pasangan suami-isteri dalam

jumlah ataupun jenis mahar, maka yang dipegang adalah ucapan suami

setelah dia bersumpah, akan tetapi jika perselisihan tersebut dalam

permasalahan sudah menerima ataupun belumnya mahar, maka yang

dipegang adalah perkataan isteri selama tidak terdapat bukti dari kedua

belah pihak.

II. Talak (Cerai) a. Pengertian Talak: Adalah melepas seluruh ikatan suami-isteri

ataupun sebagiannya

b. Hikmah disyari'atkannya:

Allah mensyari'atkan pernikahan untuk mendirikan kehidupan

suami isteri yang mapan, dibangun atas kecintaan dan kasih sayang

diantara keduanya, saling menjaga kehormatan pasangannya,

mendapat keturunan dan sebagai penyalur syahwat.

Apabila tujuan-tujua.n tersebut ada yang ternodai ataupun

rusak salah satunya yang disebabkan oleh buruknya akhlak salah satu

dari suami-isteri, adanya kebiasaan yang tidak disukai atau buruknya

hubungan diantara keduanya, ataupun lainnya dari penyebab yang

mengarah kepada pertikaian terus menerus yang menjadikan

kehidupan suami-isteri mereka menjadi berat, apabila

permasalahannya telah sampai pada batas ini, Islam telah

mensyari'atkan suatu rahmat kepada pasangan tersebut dengan sebuah

jalan keluar, yaitu talak (perceraian).

Allah berfirman:

٠ب أ٠ب اب إرا طمخ اسبء فطم عذح أدصا اعذة احما هللا سبى ال حخشج

بفبدشت ب١ت حه دذد هللا ب١ح ال ٠خشج إال أ ٠أح١

هللا ٠ذذد بعذ ره أشا ٠خعذ دذد هللا فمذ ظ فس ال حذس ع

34 Pedoman Calon Pengantin

"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah

kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya

(yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada

Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka

dan janganlah mereka (diidzinkan) keluar kecuali kalau mereka

mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan

barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya

dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui

barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru" (Ath-

Thalaaq: 1)

c. Siapa yang memiliki hak talak

Talak hanya milik suami saja, karena dia lebih menjaga

kelangsungan hidup bersuami isteri yang telah dikorbankan padanya

harta, suami lebih perlahan, sabar dan berfikir dengan akal, bukannya

perasaan.

Sedangkan perempuan lebih cepat marah, lebih sedikit

menanggung beban, lebih pendek pandangan, dia tidak berfikir apa

yang akan terjadi setelah perceraian, tidak seperti suami. Jika talak ini

milik kedua suami-isteri, niscaya akan semakin berlipat perceraian

yang disebabkan oleh masalah sepele.

Talak berada ditangan suami, seorang yang merdeka memiliki

tiga kali talak, baik itu isterinya seorang merdeka ataupun budak,

sedangkan seorang budak laki-laki memiliki dua kali hak talak.

Talak bisa terjadi dari dia telah baligh, berakal dan bisa

memilih. Talak tidak akan sah dari seorang yang dipaksa, tidak pula

seorang mabuk yang hilang akalnya dan tidak pula dari dia yang

sedang sangat marah sehingga tidak mengetahui apa yang dia

ucapkan, sebagaimana juga talak tidak akan sah dari orang yang

salah, lalai, lupa, gila dan semisalnya.

d. Hukum talak :

Talak berhukum mubah ketika dia diperlukan, seperti ketika

buruknya akhlak seorang isteri, atau karena buruknya pelayanan.

Sementara itu talak diharamkan ketika tidak diperlukan, seperti ketika

kehidupan pasangan suami isteri mapan. Talak bisa dianjurkan ketika

dalam keadaan darurat, seperti keadaan isteri yang tersiksa jika terus

hidup bersama suami tersebut, atau karena dia sangat membenci

suaminya, dan lainnya.

Talak akan menjadi wajib terhadap suami ketika mendapati

isterinya tidak melaksanakan shalat, atau dia tidak bisa menjaga

kehormatannya, selama dia tidak mau bertaubat dan tidak juga

menerima nasehat.

Suami diharamkan untuk menceraikan isterinya yang masih

dalam keadaan haid dan nifas, juga dalam keadaan bersih yang telah

dia setubuhi padanya, selama belum ada kejelasan tentang

kehamilannya, sebagaimana juga diharamkan untuk menceraikan

isterinya talak tiga sekaligus dengan satu ucapan atau dalam satu

majlis.

Jatuhnya talak sah jika bersumber dari suami ataupun

wakilnya, seorang wakil boleh menjatuhkan satu talak kapan saja,

kecuali jika suami menentukan waktu dan jumlahnya.

e. Lafadz talak :

Berdasarkan lafadz, talak terbagi menjadi dua bagian:

1. Talak shorih (jelas): Ini terjadi ketika menggunakan lafadz yang

tidak ada kemungkinan lain selain talak, seperti: saya telah

ceraikan kamu, kamu cerai, kamu seorang wanita yang telah

diceraikan, saya akan menceraikanmu ataupun lainnya.

Pedoman Calon Pengantin 35

2. Talak dengan kinayah: Yaitu dengan sebuah lafadz yang

mengandung arti talak dan arti lainnya, seperti ucapan: kamu

bebas, atau pergilah kepada keluargamu, dan semisalnya. Talak

akan jatuh ketika menggunakan lafadz shorih, karena kejelasan

artinya, sedangkan kinayah tidak mengharuskannya kecuali jika

dibarengi oleh niat yang kemudian diikuti oleh ucapan.

Apabila berkata kepada isterinya (kamu menjadi haram bagiku),

pengharaman tidak berarti talak, akan tetapi sebuah sumpah yang

mengharuskan padanya kafarat yamin (sumpah)

Talak akan jatuh dari dia yang serius ataupun bercanda, hal ini untuk

memelihara akad nikah dari permainan dan tipuan.

f. Gambaran talak

Talak kalau tidak Munajjaz (langsung), Mudhofan

(disandarkan)atau Mu'allak (digantung), sebagaimana penjelasan

berikut:

1. Talak Munajjaz: Seperti perkataan terhadap isteri: kamu saya

cerai atau saya telah menceraikanmu, talak seperti ini akan

langsung jatuh ketika itu pula, karena dia tidak mengikat

dengan apapun.

2. Talak Mudhof: Seperti perkataan terhadap seorang isteri:

kamu saya cerai besok atau pada awal bulan, talak seperti ini

tidak akan jatuh kecuali setelah sampai pada waktu yang

ditentukan.

3. Talak Mu'allak: Yaitu ketika seorang suami menjadikan

terjadinya talak tergantung pada sebuah syarat, dia terbagi

menjadi dua:

o Apabila suami bermaksud dengan talaknya tersebut untuk

melakukan atau meninggalkan sesuatu, memberi atau

melarang, atau untuk meyakinkan sebuah berita, dan

lainnya, seperti perkataan: jika kamu pergi ke pasar maka

kamu menjadi cerai denganku, dia hanya bermaksud

melarang, maka ini tidak jatuh talak, namun suami

tersebut harus membayar kafarat jika isteri melanggarnya.

o Kafaratnya: memberi makan sepuluh orang miskin, atau

memberi mereka pakaian, atau memerdekakan budak, jika

tidak mendapatkan semua itu, dibolehkan baginya untuk

berpuasa selama tiga hari.

o Apabila suami bermaksud jatuhnya talak ketika hal yang

disyaratkan terjadi, seperti perkataan: jika kamu

memberiku sesuatu maka kamu menjadi cerai, dalam

permasalahan ini talak akan jatuh ketika syarat tersebut

dilanggar.

Apabila seorang wanita diceraikan oleh dia yang belum

menentukan mahar, sebelum disetubuhi, maka suami wajib untuk

memberinya sesuatu, bagi seorang kaya sesuai dengan keadaannya dan

bagi orang miskin juga sesuai dengan kemampuannya. Apabila dia

dicerai oleh suami yang belum menentukan mahar namun telah

menyetubuhinya, maka dia berhak untuk mendapat mahar yang sesuai

tanpa ada pemberian.

Allah berfirman:

ال جبح ع١ى إ طمخ اسبء ب حس أ حفشضا فش٠ضت خع ع اسع

لذس ع امخش لذس خبعب ببعشف دمب ع اذس١

36 Pedoman Calon Pengantin

"Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu

menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka

dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan

suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut

kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),

yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan

ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan" (Al-Baqarah: 236)

Apabila seorang suami menceraikan isteri yang belum disetubuhi

ataupun belum berkholwat dengannya, namun dia telah menentukan

jumlah maharnya, maka wanita tersebut berhak untuk mendapatkan

setengah dari mahar itu, kecuali jika dia ataupun walinya memaafkannya.

Apabila perpisahan dikarenakan oleh permintaannya, maka dia tidak

berhak atas mahar sedikitpun.

Allah berfirman:

إ طمخ لب أ حس لذ فشضخ فش٠ضت فصف ب فشضخ إال أ ٠عف أ

٠عفا از ب١ذ عمذة اىبح أ حعفا ألشة خم ال حسا افض ب١ى إ هللا بب حع

بص١ش

"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya,

maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu,

kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang

yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada

takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan" (Al-

Baqarah: 237).

Apabila dua orang suami isteri berpisah dari pernikahan fasid (rusak),

sebelum mereka bersetubuh, maka tidak ada mahar dan tidak pula

pemberian padanya, sedangkan jika telah bersetubuh, maka wanita

tersebut berhak untuk mendapatkan mahar yang telah ditentukan sebagai

pengganti dihalalkannya kemaluan.

g. Talak sunnah dan bid'ah

Talak sunnah: Yaitu seorang suami menceraikan isteri yang telah

disetubuhinya dengan satu talak, dalam keadaan suci (bukan haidh)

yang tidak disetubuhi pada waktu suci tersebut. Suami tersebut

berhak untuk rujuk kembali selama dia masih dalam iddahnya yang

berjangka tiga quru' (tiga kali haidh).

Apabila iddahnya telah berlalu dan dia tidak merujuknya, berarti

mereka telah resmi bercerai, wanita tersebut tidak halal baginya

kecuali dengan akad dan mahar baru, sedangkan jika dia merujuknya

dalam waktu iddah, berarti dia masih tetap sebagai isterinya.

Apabila dia menjatuhkan talak dua, maka hukum yang ada sama

seperti talak pertama, yang mana kalau dia merujuknya dalam iddah,

berarti wanita tersebut masih tetap sebagai isterinya, sedangkan jika

tidak merujuknya sampai iddahnya selesai, maka dia tidak lagi halal

baginya kecuali dengan akad dan mahar baru.

Kemudian jika dia menjatuhkan talak ketiga, maka dia menjadi bebas

darinya, wanita tersebut tidak halal baginya sampai dinikahi pleh laki-

laki lain dengan nikah yang benar. Talak dengan sifat dan urutan

seperti diatas dinamakan talak sunni dari segi jumlah dan sunni dari

segi waktu.

Diantara talak sunni: Seorang suami menceraikan isterinya setelah

ada kejelasan tentang kehamilannya, dengan hanya menjatuhkan satu

talak. Apabila isterinya termasuk yang tidak haidh lagi, seperti

manupouse, maka suami bisa menceraikannya kapan saja.

Pedoman Calon Pengantin 37

Allah berfirman:

.. اطالق شحب فئسبن بعشف أ حسش٠خ بئدسب

"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik ..

" (Al-Baqarah: 229)

Kemudian dilanjutkan:

فئ طمب فال حذ بعذ دخ حىخ صجب غ١ش فئ طمب فال جبح ع١ب أ ٠خشاجعب إ

ظب أ ٠م١ب دذد هللا حه دذد هللا ٠ب١ب م ٠ع

"Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),

maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin

dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu

menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami

pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat

akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum

Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang (mau) mengetahui" (Al-

Baqarah: 230).

Apabila perceraian telah sempurna dan telah berpisah keduanya,

disunnahkan bagi suami untuk memberinya sesuatu sesuai dengan

keadaan finansialnya, sebagai penghibur ketakutan wanita tersebut

dan juga untuk memenuhi sebagian dari haknya, sebagaimana firman

Allah: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan

oleh suaminya) mut'ah (pemberian) menurut yang ma'ruf, sebagai

suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa" (Al-Baqarah: 241)

Talak bid'ah: Yaitu talak yang menyelisihi syari'at, dia terbagi

menjadi dua:

Bid'ah dalam waktu : Seperti ketika menceraikannya dalam keadaan

haidh, nifas atau dalam keadaan suci yang telah disetubuhinya namun

belum ada kejelasan hamil ataupun tidaknya. Talak seperti ini haram

namun tetap jatuh, akan tetapi pelakunya berdosa, dia harus

merujuknya kembali jika itu bukan talak tiga.

Apabila suami itu merujuk kembali wanita yang dalam keadaan haidh

atau nifas, hendaklah dia menahannya sampai suci, kemudian haidh,

kemudian suci, lalu setelah itu jika mau dia boleh menceraikannya.

Bagi dia yang menceraikan dalam keadan wanita tersebut suci namun

disetubuhi padanya, hendaklah dia menahannya sampai haidh

kemudian suci, lalu setelah itu dia boleh menceraikannya.

فزوش ره عش ب ص هللا ع١ , سض هللا ع أ طك اشأح دبئض ع اب عش

١طمب طبشا أ دبال , ش ف١شاجعب : " س فمبي أخشج س " ث

Bahwasanya Ibnu Umar r.a menceraikan isterinya yang masih dalam

keadaan haidh, pergilah Umar memberitahu Nabi SAW tentang hal

tersebut, maka beliaupun bersabda: "Perintahkan dia untuk

merujuknya, kemudian menceraikannya dalam keadaan wanita

tersebut suci atau hamil" H.R Muslim6

فسأي عش ع ره سسي هللا ص , ع اب عش سض هللا ع أ طك اشأح دبئض

حذ١ض د١ضت أخش , ش ف١شاجعب دخ حطش : " هللا ع١ س فمبي ٠طك , ث ث حطش ث

خفك ع١" بعذ أ ٠سه

dari Ibnu Umar r.a bahwa dia menceraikan isterinya dalam keadaan

haidh, bertanyalah Umar kepada Rasulullah SAW tentangnya, beliau

menjawab: "Perintahkan dia untuk merujuknya sampai wanita

Riwayat Muslim no (1471).

6

38 Pedoman Calon Pengantin

tersebut suci, kemudian haidh lagi yang berikutnya, kemudian suci

kembali, kemudian setelah itu ceraikanlah atau hendaklah dia

menahannya" Muttafaq Alaihi7.

Bid'ah dalam jumlah : Seperti dengan menjatuhkan talak tiga dalam

satu kalimat, atau menceraikannya tiga kali berurutan dalam satu

majlis, seperti perkataan: kamu cerai, kamu cerai, kamu cerai.

Talak seperti ini haram, namun tetap jatuh, pelakunya berdosa. Talak

tiga dengan satu kalimat atau beberapa kalimat berurutan dalam

keadaan satu suci tidak jatuh kecuali hanya satu talak dibarengi

dengan dosa.

h. Talak Roj'i dan Bain

Talak Roj'I : Seorang suami menceraikan isterinya yang telah

disetubuhi dengan satu talak, dia memiliki hak untuk merujuknya jika

mau, selama masih dalam iddahnya. Apabila dia merujuknya

kemudian menjatuhkan talak kedua, diapun masih memiliki hak

untuk merujuknya kembali selama masih dalam iddahnya. Dalam dua

keadaan tersebut dia masih sebagai isterinya, mereka berdua masih

saling mewarisi, dan wanita tersebut masih berhak untuk mendapat

nafkah dan tempat tinggal.

Wajib bagi wanita yang dicerai dengan talak roj'i, yaitu dia yang

mendapat talak satu dan dua setelah disetubuhi atau berkholwat,

untuk tetap tinggal dan beriddah dirumah suaminya, dengan harapan

agar dia merujuknya kembali, dianjurkan baginya untuk berdandan

dihadapannya agar berkeinginan untuk merujuknya, tidak dibolehkan

Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (5251) dan riwayat Muslim no (1471), lafadz ini

darinya. 7

bagi suami untuk mengeluarkannya dari rumah, walaupun dia tidak

merujuknya, sampai iddahnya selesai.

Talak Bain: Yaitu talak yang menjadikan isteri terpisah bersama

suaminya secara menyeluruh, dia terbagi menjadi dua :

Bain shughra (kecil): Jika talak masih kurang dari tiga, ketika suami

menceraikan isterinya satu talak, seperti yang telah lalu, kemudian

iddahnya habis dan dia tidak merujuknya, keadaan ini disebut talak

bain shughra. Suami tersebut masih memiliki hak yang sama dengan

lelaki lainnya, yaitu menikahinya dengan akad dan mahar baru,

walaupun wanita tersebut tidak menikah dengan laki-laki lain. Begitu

pula ketika dia telah menjatuhkan talak kedua dan tidak dirujuknya

ketika masih dalam iddahnya, maka ia dapat menikahinya dengan

akad dan mahar baru walaupun belum dinikahi oleh laki-laki lain.

Bain kubra (besar): Yaitu talak yang telah lengkap menjadi tiga,

ketika seorang pria telah menjatuhkan talak ketiga, berpisahlah

keduanya secara keseluruhan, wanita tersebut tidak halal baginya

sehingga menikah lagi dengan laki-laki lain secara syar'i dan dengan

niat hidup bersama. Laki-laki kedua ini berkholwat serta

menyetubuhinya setelah iddahnya selesai, dan jika dia

menceraikannya lalu wanita tersebut selesai dari iddahnya, barulah

diperbolehkan bagi suami pertama untuk menikahinya kembali

dengan akad dan mahar baru, seperti lainnya.

Wanita yang mendapat talak tiga beriddah dirumah keluarganya,

karena dia tidak halal lagi bagi suaminya, sebagaimana dia tidak

berhak lagi atas nafkah dan tidak pula tempat tinggal, namun dia tetap

Pedoman Calon Pengantin 39

tidak boleh keluar dari rumah keluarganya kecuali jika memiliki

kepentingan.

Apabila seorang suami merasa ragu dalam mentalak atau ketika

memberi syarat padanya, maka secara asal pernikahannya tetap

berjalan sampai ada kepastian akan hal tersebut.

Apabila suami berkata kepada isterinya (permasalahan ini terserah

kamu), ketika itu permasalahan talak berada ditangan isteri dan dia

bisa menceraikan dirinya sampai tiga kali menurut sunnah, kecuali

jika suaminya berniat hanya memberikan satu talak saja.

i. Kapan diperbolehkan bagi wanita untuk meminta talak?

Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk meminta talak

dihadapan qodi (hakim pengadilan) jika dia merasa tersiksa oleh

permasalahan yang menjadikannya tidak sanggup lagi hidup dibawah

lindungannya, sebagaimana dalam beberapa gambaran berikut:

1. Ketika suami tidak memberi nafkah.

2. Pada saat suami memberikan mudharat kepada isterinya

sehingga dia tidak bisa untuk selalu hidup bersamanya, seperti

dengan cacian, pukulan, gangguan yang berlebihan atau

memaksanya untuk melakukan kemungkaran maupun lainnya.

3. Ketika dia merasa tidak tahan akan omongan suaminya diluar

tentang dirinya, sehingga takut kalau terjadi fitnah atas

dirinya.

4. Ketika suaminya dipenjara dalam waktu panjang dan dia

merasa tersiksa oleh perpisahannya.

5. Ketika isteri melihat pada suaminya sebuah penyakit yang

mapan, seperti kemandulan, atau ketidak mampuannya untuk

bersetubuh atau mengidap penyakit berbahaya, ataupun

lainnya.

Seorang wanita diharamkan untuk menuntut suaminya agar

menceraikan isterinya yang lain, dengan tujuan agar hanya dirinya

yang menjadi isteri laki-laki tersebut. Apabila suami berkata kepada

isterinya: kalau haidh berarti kamu cerai, maka dia akan mendapat

cerai langsung ketika sampai pada haidhnya. Akan jatuh talak bain

ketika suami menceraikan dengan meminta imbalan kepada isteri,

atau sebelum menyetubuhinya ataupun ketika terjadi talak ketiga.

Ketika suami berkata kepada isterinya: apabila kamu melahirkan anak

laki-laki maka kamu saya cerai dengan talak satu dan jika anaknya

perempuan maka kamu aku jatuhi dua talak, apabila dia melahirkan

seorang bayi laki maka dia langsung mendapat talak satu, kemudian

dia melahirkan bayi perempuan maka terjadilah talak bain, dan dia

dalam keadaan tidak memiliki iddah.

III. Roj'ah (Rujuk) a. Pengertian Roj'ah : Pengembalian wanita yang telah dicerai selain

bain kepada ikatan sebelumnya tanpa akad.

b. Hikmah disyari'atkannya roj'ah:

Terkadang talak itu bisa terjadi dalam keadan marah dan dorongan,

bisa terjadi hal tersebut timbul tanpa difikirkan dan diperkirakan

terlebih dahulu akan akibat dari perceraian tersebut, serta apa yang

akan terjadi setelahnya dari kerugian maupun kerusakan, oleh karena

itu Allah mensyari'atkan rujuk untuk kembali kepada kehidupan

40 Pedoman Calon Pengantin

bersuami isteri, rujuk merupakan hak bagi suami saja, sebagaimana

talak.

Diantara kebaikan Islam adalah bolehnya bercerai dan bolehnya

rujuk. Tatkala jiwa saling bertolak belakang dan tidak memungkinkan

untuk melanjutkan kehidupan bersuami-isteri, diperbolehkanlah talak,

ketika hubungan telah semakin membaik dan airpun telah kembali

pada jalurnya, diperbolehkanlah rujuk, bagi Allah-lah segala Pujian

serta Karunia.

Allah berfirman:

أ ٠ىخ ب خك هللا ف أسدب إ و اطمبث ٠خشبص بأفس ثالثت لشء ال ٠ذ

٠ؤ ببهلل ا١ ا٢خش بعخ أدك بشد ف ره إ أسادا إصالدب

"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga

kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan

Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari

akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti

itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah" (Al-Baqarah:

228)

c. Syarat sahnya rujuk:

Wanita yang dicerai sudah pernah disetubuhinya.

Talak tersebut masih dalam jumlah yang diperbolehkan, seperti

talak yang kurang dari tiga.

Talak tersebut tanpa imbalan dari fihak isteri, jika dia sambil

menerima imbalan, maka talak tersebut menjadi bain.

Rujuk tersebut terjadi ketika masih dalam iddah, dari nikah yang

sah.

Rujuk bisa terjadi dengan perkataan, seperti: saya telah merujuk

isteriku, atau saya telah memegangnya kembali, dan lainnya.

Diapun bisa terjadi dengan perbuatan, seperti persetubuhan yang

diniatkan dengannya rujuk.

Disunnahkan untuk mendatangkan saksi dua orang adil ketika

mentalak maupun merujuk, namun keduanya tetap sah tanpa

adanya saksi. Wanita yang ditalak roj'i masih berstatus isteri

selama masih dalam iddahnya, dan waktu rujuk akan berakhir

dengan berakhirnya masa iddah.

Rujuk tidak membutuhkan adanya wali, mahar, ridho isteri dan

tidak pula harus untuk mengetahuinya.

Pedoman Calon Pengantin 41

BAB V

PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON

MUSLIM

Hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang populer di

Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat

Indonesia yang majmuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena

itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari

berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga komponen lain

dari bangsa ini, sebut saja misalnya, LSM, lembaga keagamaan, baik

Islam maupun non Islam dan lain sebagainya.

Sebagaimana diketahui bahwa di samping perintah agama, pernikahan

merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang. Perwujudan pernikahan

seorang Muslim misalnya, dalam batas-batas tertentu memang

melampaui batas agamanya ketika ia hidup dalam kemajemukan warga

dari aspek agama seperti di Indonesia ini.

Dalam kondisi kemajukan seperti itu, seorang Muslim hampir dipastikan

sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang

yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita

Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya, yang

berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata

lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap

masyarakat yang majemuk.

Kajian yang dilakukan oleh Muhammadiyah tentang pernikahan beda

agama ini, misalnya dapat dilihat dalam Majelis Tarjih dan

Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI) PP Muhammadiyah, Tafsir al-

Qur'an Tematik, diterbitkan oleh Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000.

Buku tafsir ini dibagi menjadi empat bab.

berbicara tentang ketidakbolehan pria Muslim menikah dengan wanita

musyrik, begitu juga sebaliknya ketidakbolehan wanita Muslimah

dinikahkan dengan pria musyrik, sedangkan al-Mumtahanah (60): 10,

menegaskan bahwa baik pria Muslim maupun wanita Muslimah tidak

diperkenankan menikah dengan orang kafir.8 Adapun surat al-Mâidah

(5): 5 membolehkan pria Muslim menikahi wanita ahli kitab tetapi tidak

sebaliknya.

Dari tiga surat seperti disebutkan di atas, setidaknya bisa dipilah menjadi

dua, yaitu pertama, bagi wanita Muslimah tidak boleh menikah, baik

dengan pria musyrik maupun dengan ahli kitab. Adapun kedua, bagi pria

Muslim, diberikan pilihan, tidak diperbolehkan menikahi wanita musyrik,

sedangkan menikahi wanita ahli kitab diperbolehkan. Di sini, wanita non

Muslimah dibedakan antara wanita musyrik dengan ahli kitab.

Untuk mendiskusikan hukum pernikahan beda agama ini, Tafsir Tematik

al-Qur'an membahas sosok wanita musyrik dan wanita ahli kitab seperti

8Surat al-Mumtahanah (60): 10 ini tidak banyak diulas di dalam buku tafsir ini secara panjang lebar sebagaimana dua surat lainnya. Padahal ayat ini memiliki relevansi tinggi terhadap pemahaman

pernikahan beda agama ini.

42 Pedoman Calon Pengantin

dikemukakan al-Qur'an pada surat al-Baqarah: 221 dan al-Mâidah: 5.

Dua hal ini tampaknya menurut Tafsir Tematik Al-Qur'an, menjadi kata

kunci untuk masuk pada pembahasan hukum pernikahan beda agama itu

dibolehkan atau diharamkan.

a. Pernikahan dengan Wanita Musyrik

Membahas pernikahan dengan wanita musyrik ini, Tafsir Tematik

al-Qur'an, memuat komentar mufassir kenamaan, yaitu al-

Thabari. Al-Thabari, seorang mufassir klasik ini dalam bukunya:

Jâmi` al-Bayân fi Tafsîr al-Qur'an,9 ketika membahas surat al-

Baqarah (2): 221, menyebutkan ada tiga pendapat dalam

menafsirkan wanita musyrik. Pertama, yang dimaksudkan wanita

musyrik di situ adalah mencakup wanita-wanita musyrik dari

bangsa Arab dan bangsa lainnya. Namun kemudian ketentuan

hukumnya dihapus oleh al-Mâidah (5): 5, yang membolehkan

pria Muslim menikah dengan wanita ahli kitab. Kedua, yang

dimaksudkan dengan wanita muysrik dalam ayat itu adalah wanita

musyrik dari bangsa Arab yang tidak memiliki kitab suci dan

menyembah berhala. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa

wanita musyrik dalam ayat ini mencakup semua perempuan yang

menganut politheisme dalam segala bentuknya, baik Yahudi,

Kristen maupun Majusi. Dari tiga pendapat di atas, al-Thabari

sendiri berpendapat bahwa pendapat kedua lebih râjih.10

Dengan

kata lain, kata al-Thabari, wanita dalam al-Baqarah(2): 221 itu

harus dibedakan dengan wanita ahli kitab.

9Al-Tabari, Jâmi` al-Bayân fi Tafsîr al-Qur'an (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), II,

221; PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik, 170. 10

Al-Thabari, Jâmi` al-Bayân, 222.

Pendapat al-Thabari di atas sesuai dengan asbâb al-nuzulnya.

Dalam asbâb al-nuzul dari al-Baqarah: 221 ini dikisahkan bahwa

Abdullah b. Rawahah menikah dengan seorang budak perempuan

yang telah dimerdekakannya. Perempuan yang dinikahi Ibn

Ruwahah ini sebelumnya adalah seorang musyrik Arab.

Tindakan salah satu sahabat Nabi ini banyak menjadi

pembicaraan di kalangan para sahabat dengan tanggapan yang

minor. Tindakan Abdullah ini memang agak menentang arus

umum pada waktu itu oleh karena banyak pria Muslim (para

sahabat) yang berbeda dengan apa yang dilakukan Abdullah.

Namun, al-Qur'an justru membela tindakan Abdullah ini, lalu

turunlah ayat 221 surat al-Baqarah tersebut.11

Memperhatikan asbâb nuzulnya, seperti dijelaskan di atas,

menurut hemat penulis, agaknya ada situasi yang menunjukkan

adanya kekhawatiran Nabi atas realitas sahabat-sahabatnya,

dimana masih banyak yang menikah dengan wanita musyrik. Dari

asbâb al-nuzul ini dapat diketahui bahwa ayat ini agaknya

merupakan antisipasi preventif al-Qur'an setelah melihat realitas

para sahabat Nabi.

Berdasarkan asbâb al-nuzul ayat 221 surat al-Baqarah di atas,

wanita musyrik yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah wanita

musyrik yang hidup pada zaman Nabi yang tidak beragama, yaitu

wanita penyembah berhala dan tidak memiliki kitab suci.

11

Ibid. 223.

Pedoman Calon Pengantin 43

Pelarangan ini tampaknya dapat dipahami karena situasi waktu

itu, khususnya bagi orang Islam masih dalam situasi konsolidasi

sebagai komunitas yang baru tumbuh dalam waktu yang belum

terlalu lama. Ayat ini turun ketika Nabi belum lama menjadi

pemimpin kota Madinah. Tampaknya, Nabi sebagai pemegang

otoritas merasa harus melakukan intervensi terhadap persoalan

pernikahan orang Islam menjadi bagian dari tugas kekhalifannya.

Di sini, Nabi menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai

pemimpin masyarakat Madinah dan tugas kenabian serta

kerasulannya untuk membimbing umat Islam dengan cara

mempertahankan keutuhan umat Islam.

Melalui penegasan seperti dijelaskan secara tekstual dalam surat

al-Baqarah: 221 di atas, pernikahan beda agama tidak begitu

menjadi masalah ketika Nabi masih hidup oleh karena ketaatan

kepada Nabi sangat tinggi. Namun, pemahaman ayat ini menjadi

masalah ketika orang Islam telah berinteraksi dengan berbagai

komponen bangsa lain pasca perluasan wilayah yang terjadi di

dunia Islam, lebih-lebih masyarakat dewasa ini sebagai bentuk

pergaulan yang telah mengalami globalisasi, hampir dipastikan

sulit untuk menghindari interaksi dengan orang yang beda agama.

Oleh karena itu, ada pertanyaan, apakah wanita musyrik seperti

yang disebut dalam surat al-Baqarah: 221 itu bisa disamakan

dengan wanita non Islam yang hidup dewasa ini, yang situsasinya

berbeda dengan masa Nabi? Dalam beberapa kasus, pernikahan

beda agama terjadi karena murni faktor kemanusiaan dari kedua

belah pihak. Di sini, pemahaman ayat menjadi persoalan, dan

dipihak lain, pemegang otoritas penafsiran, dalam hal ini Nabi

telah wafat. Oleh karena itu, pluralitas pemahaman ayat tersebut

menjadi sulit untuk dihindari kemunculannya. Meski demikian,

mayoritas ulama tidak memperkenankan seorang lelaki muslim

menikah dengan wanita musyrikah.

b. Pernikahan dengan Ahli Kitab

Pembahasan pernikahan dengan ahli kitab disinggung dalam surat

al-Mâidah (5) ayat 5. Ayat ini turun 7 tahun setelah turunnya

surat al-Baqarah (2): 221. Berdasarkan pemahaman tekstual ayat

ini, bagi pria Muslim, pernikahan dengan wanita ahli kitab

diperbolehkan. Al-Thabari, seperti dikutip Tafsir Tematik al-

Qur'an,12

mengatakan bahwa wanita ahli kitab tidak termasuk

wanita musyrik sehingga al-Mâidah ayat 5, seperti disinggung di

muka tidak bertentangan dengan al-Baqarah: 221.13

Ibn Umar, salah satu putra Umar b. Khattab, berpendapat bahwa

ahli kitab itu sebagai penganut kemusyrikan yang lebih besar

daripada kemusyrikan yang dianut bangsa Arab. Apakah statemen

Ibn Umar ini berarti ia mengharamkan pernikahan dengan ahli

kitab? Mengomentari pernyataan Ibn b. Umar ini, al-Jashshas,

salah seorang mufassir kesohor bermazhab Hanafi, seperti dikutip

Tafsir Tematik al-Qur'an, menyatakan bahwa sebetulnya Ibn

Umar tidak sampai mengharamkan, tetapi tidak senang melihat

orang Islam menikah dengan ahli kitab.14

12

PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik, 176-177. 13

Ibid., 222. 14

Al-Jashshash, Ahkâm al-Qur'an (Beirut: Dar al-Kitab al-`Araby, 1335 H),

332-3.

44 Pedoman Calon Pengantin

Dalam satu riwayat, Umar b. Khattab, ketika mendengar karibnya

Huzaifah menikah dengan seorang wanita Yahudi, Umar

meminta dengan hormat kepada Huzaifah untuk dengan ikhlas

mau menceraikan istrinya yang non Islam itu.

Ketika ditanya, apakah permohonan Umar kepada Huzaifah itu

menunjukkan bahwa Umar berpendat bahwa menikah dengan

wanita ahli kitab itu haram? Saat itu, Umar b. Khattab, yang

ketika memohon sedang memangku jabatan sebagai khalifah yang

kedua dari khulafa' rasyidun itu, menyatakan: tidak, tetapi saya

khawatir kalian akan meninggalkan wanita beriman dan lebih

memilih mereka.15

Permintaan Umar b. Khattab ini nampak ada unsur sosiologis

dalam rangka kepentingan wanita Muslimah. Seperti dilakukan

oleh Nabi, Umar b. Khattab memang memiliki sensifitas untuk

melindungi umat Islam. Wanita ahli kitab yang boleh dinikahi

seperti dijelaskan dalam ayat di atas, adalah wanita yang menjaga

kehormatan dan memiliki kitab, yaitu Yahudi dan Kristen.

Dengan kata lain, Para ahli kitab seperti disinggung al-Qur'an itu

memang selalu terkait dengan umat Yahudi dan umat Kristen.

Temuan ini sesuai dengan temuan Muahammad Ghalib dalam

disertasinya, bahwa ahli kitab yang disinggung al-Qur'an itu

adalah Yahudi dan Nasrani.16

Berdasarkan pada ciri ini, yaitu

wanita ahli kitab itu adalah wanita non Muslim yang memiliki

15

Al-Thabari, Jâmi` al-Bayân, II, 222. 16

Lihat, Muhammad Ghalib, Ahl al-Kitab: Makna dan Cakupannya (Jakarta:

Paramadina, 1998).

kitab suci, dalam hal ini dari kalangan Yahudi dan Nasrani, maka

wanita non Islam selain Kristen dan Yahudi tidak boleh dinikahi.

c. Alasan Larangan Pernikahan Beda Agama

Pada paparan-paparan seperti dijelaskan di atas, dapat

disimpulkan bahwa menurut Tafsir Tematik al-Qur'an, al-Qur'an

melarang seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah

dengan orang musyrik. Tafsir Tematik al-Qur'an berpendapat

bahwa surat al-Baqarah (2): 221 telah menyebutkan apa yang

biasa dikatakan sebagai alasan (`illah) penetapan larangan

pernikahan dengan orang musyrik, yaitu karena mengajak ke

neraka.

Kata musyrik dalam ayat tersebut, menurut analisis Tafsir

Tematik al-Qur'an, dengan demikian, merujuk pada agama.

Alasan kesimpulan ini didasarkan pada `iilah penetapan

pelarangan wanita dan pria musyrik tidak boleh dinikahi, menurut

ayat itu, karena akan mengajak pasangan hidupnya ke neraka,

yang berupa kekafiran kepada Allah dan Rasul-Nya. Ajakan

mereka ini secara diametral bertentangan dengan ajakan Allah

yang mengajak kepada surga dan ampunan.17

Pernikahan, kata Rasyid Ridha,18

seperti dikutip Tafsir Tematik

al-Qur'an, merupakan faktor yang memberikan ruang dan

mendorong orang untuk bersikap toleran terhadap pasangannya

dalam banyak hal. Setiap sikap mempermudah dan toleran

terhadap pria dan wanita musyrik itu dilarang dan harus dihindari

dampak buruknya, meskipun pendapat Ridha ini tidak disetujui

oleh al-Jashshas sebagai alasan utama. Kata al-Jashshas, alasan

17

MTPPI, Tafsir al-Qur'an Tematik, 214. 18

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, VI, 193.

Pedoman Calon Pengantin 45

seperti dikemukakan Ridha ini bukan `illah mujibah tetapi `illah

penyerta semata bagi haramnya pernikahan dengan wanita dan

pria musyrik. Menurutnya, sebab dilarangnya pernikahan itu

adalah kemusyrikannya yang dianut oleh orang musyrik sendiri.

Sebab kalau mengajak ke neraka itu dijadikan sebagai `illah, al-

Qur'an sendiri memperbolehkan pria Muslim menikahi wanita

ahli kitab.19

Dari bantahan ini tampaknya al-Jashshash

menyamakan antara wanita ahli kitab dengan wanita musyrik.

Tafsir Tematik al-Qur'an sendiri agaknya menerjemahkan

mengajak ke neraka itu sebagai memiliki nuansa agama.

Kesimpulan ini, menurut analisis Tafsir Tematik al-Qur'an,

karena orang-orang yang dilarang untuk dinikahi itu dalam al-

Qur'an disebut dengan menggunakan identitas agama. Di samping

itu, ketika menetapkan aturan larangan pernikahan dalam surat al-

Baqarah: 221, kitab suci itu menggiringnya dengan pernyataan

yang khas agama: "mereka mengajak ke neraka", yang kemudian

mereka dipahami sebagai alasan penyebab dan penyerta, seperti

telah dikemukakan di muka.

Meskipun berdasarkan pemahaman tekstual atas al-Mâidah: 5

bahwa pria Muslim diperbolehkan menikai wanita ahli kitab,

namun karena al-Qur'an, disimpulkan Tafsir Tematik al-Qur'an,

menyebutkan larangan itu terkait sebagai motif agama, maka

dalam kontek Indonesia, menurut Tafsir Tematik al-Qur'an, bila

pernikahan beda agama diperbolehkan, akan mengakibatkan

rusaknya kerukunan antar agama yang telah diupayakan

sedemikian rupa. Berdasarkan perspektif ini, pelarangan oleh

19

Ibid., 215.

MUI dan hukum positif, dalam perspektif syari`ah dapat

dibenarkan. Tampaknya, Tafsir Tematik al-Qur'an berpendapat

bahwa alasan pelarangan bukan semata karena berangkat

persoalan agama semata, tetapi juga pernikahan itu sudah menjadi

urusan publik.

46 Pedoman Calon Pengantin