pandangan al qur’an tentang akhlak
TRANSCRIPT
i
PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK
TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida’ Ismail
Bin Umar Bin Katsir Alqurasy Ad-Dimasyqi)
SKRIPSI
Oleh:
Muhammad Nahrowi
NIM 210415012
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2020
ii
ABSTRAK
Nahrowi, Muhammad. 2020.Pandangan Al Qur‟an tentang Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Studi Tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi).
Kata Kunci: Pandangan Al Qur’an,Akhlak, Lingkungan Hidup.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh alam.Allah swt menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi ini. Mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik dan juga untuk mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhan, hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut, perikanan dan semestinya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Dalam skripsi ini fokus pembahasan pada akhlak terhadap lingkungan hidup yakni tentang alam.Berkenaan dengan perilaku manusia, maka penulis memilih tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi sebagai alat analisis dan sebagai alat penjelas dari ayat tersebut.Untuk memudahkan dalam penelitian ini maka penulis merumuskan pokok permasalahan yakni bagaimana pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup?danbagaimana kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia?.Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadaplingkungan hidup dan kontekstualisasinya terhadap lingkungan hidup di Indonesia.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kepustakaan, misalnya buku, majalah, naskah, jurnal, kisah, dokumen dan lain sebagainya dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami.Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitisyakni memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya.
Berdasarkan penelitian dari fokus masalah yang penulis kaji ditemukan kesimpulan sebagai berikut:1)Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup terdiri dari kewajiban memelihara dan melindungi hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan. 2) Kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia yaitu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran, atau kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Namun, realitanya kondisi Indonesia saat ini semakin memburuk akibat masalah-masalah lingkungan yang terjadi karena ulah manusia.
iii
iv
v
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah mukjizat Islam yang kekal dan kemukjizatnya selalu
diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Pemberitaan Al-Qur‟an tentang
hakikat sesuatu yang dapat dibuktikan oleh ilmu eksperimental dan hal itu
belum tercapai karena keterbatasan sarana manusia pada zaman Rasulullah.1
Al-Qur‟an merupakan sumber dari seluruh ajaran Islam sebagai wahyu Allah
yang terakhir dan menjadi rahmat, hidayah dan syifa bagi seluruh manusia.
Al-Qur‟an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad Saw. untuk
mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta
membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Al-Qur‟an dan hadits adalah rujukan yang di dalamnya mengajarkan
nilai-nilai akhlak. Bahkan Islam merupakan sumber akhlak yang universal.
Salah satu konsep dasar bahwa Islam adalah sumber akhlak sebagaimana
yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari sinilah konsep akhlak
dirumuskan, yang memungkinkan terjadinya hubungan baik antara Allah
dengan mahklukNya serta antara makhluk dengan makhluk lainnya. Dengan
kata lain, kita dapat mengatakan bahwa akhlak adalah sikap kepribadian
manusia terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan makhluk lainnya, sesuai
dengan petunjuk dan tuntunan Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
1Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.all., Mukjizat Al-qur`an dan Sunnah tentang IPTEK
(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 19.
2
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan
bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada
bagaimana akhlaknya. Akhlak bukan hanya sopan santun, tata krama yang
bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari
itu.2 Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-
kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada Allah swt,
makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam
diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh
alam. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah swt adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Dalam suatu hadist diterangkan:
ا بعثت لتم مكارم الخلق إنم
“Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi
pekerti (Akhlak)” (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah).
Bagi kaum Muslim, Al-Qur‟an menempati posisi sentral dalam
memberi petunjuk pada jalan kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk
mencapai kebahagiaan ini, selain umat manusia harus memperhatikan
relasional dengan Tuhannya dan makhluk sosial, mereka juga harus
memperhatikan bagaimana berperilaku terhadap alam sekitarnya. Akhlak
terhadap lingkungan mempunyai konotasi bahwa lingkungan harus
dipertahankan, dilindungi, dan dipelihara sebagaimana keadaannya agar tetap
mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang harmonis. Apabila
2 M. Yatimin Abdullah, M.A, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah,
2008), 1.
3
manusia mampu berhubungan baik dan memelihara alam lingkungan dengan
baik, maka alam lingkungan juga akan membalas dan bersahabat dengan
baik.3
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan dalam Al-Qur‟an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Allah Swt
memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengelola bumi dengan
membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya.4 Sesuai dengan
firman Allah swt dalam surat Al Baqarah ayat 30.
وإذ قال ربك للملئكة إني جاعل ف الرض خليفة قالوا أتعل فيها من ي فسد فيها ويسفك ماء و ن س ي مد و ديس لك قال إني أعلم ما علمون الدي
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, mereka berkata:
Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?
Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.”
Allah swt menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat
menjadi khalifah di muka bumi ini. Mempunyai tugas dan kewajiban
terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan
baik.5
Jadi khalifah ialah manusia yang diciptakan untuk menjadi penguasa di
muka bumi untuk mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhan,
hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut, perikanan dan semestinya manusia
harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk
3Eko Zulfikar, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Ekologi (Jurnal IAIN Tulung Agung: QOF,
Volume 2 Nomor 2 Juli 2018), 114. 4M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: AMZAH, 2008),
1. 5Ibid.,230.
4
kemaslahatannya. Artinya bahwa Islam merupakan agama yang memiliki
misi besar dalam menyempurnakan akhlak yang sangat erat kaitanya terhadap
pengelolaan lingkungan sekitar.
Allah swt berfirman dalam QS. Ar-Ru>m (30): 41
ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا لعلمهم .ي رجعون
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Al-Fasa>d adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum
yang dibuat Allah, yang diterjemahkan dengan “perusakan”. Perusakan itu
bisa berupa pencemaran alam sehingga tidak layak lagi didiami, atau bahkan
penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan,
misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota
laut. Laut telah tercemar, sehingga akan mati dan hasil laut berkurang.
Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Oleh karena itu
keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara
ulama‟ kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat kerusakan
lingkungan.6
Sebagaimana yang dapat kita lihat dari berbagai fenomena alam
yang terjadi modern ini di sekitar kita. Banyak sekali di beberapa tempat
terjadi kerusakan alam, seperti longsor, banjir, kekeringan, kebakaran, hutan
gundul, pemanasan global dan lain sebagainya. Peristiwa- peristiwa tersebut
6Dede Rodin, Al-Qur‟an dan Konservasi Lingkungan-Telaah Ayat-Ayat Ekologis (Al-
Tahrir, Vol. 17, No. 2 November 2017: 391-410, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN
Walisongo Semarang), 9.
5
di atas terjadi atas campur tangan manusia, bukan hanya fenomena alam
semata ataupun kehendak Allah swt.
Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai sebagai nilai atau
ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan
Tuhan. Lingkungan alamiah (natural environment) yang sering dipendekkan
menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita sering disebut
“lingkungan hidup”, teologi Lingkungan diberi pengertian tentang perilaku
manusia pada ligkungan.7 Oleh karena itu makna teologi dalam konteks ini
adalah cara menghadirkan Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia,
termasuk dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan
lingkungan. Dalam aspek praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman
normatif bagi manusia dalam berperilaku dan berhubungan dengan alam dan
lingkungannya.8
Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya
hubungan baik antara manusia dengan sesama maupun lingkungan.
Sepantasnya manusia menjaga akhlaq terhadap lingkungan sebagai ungkapan
syukur atas pemberian dan ciptaan-Nya. Akhlak terhadap lingkungan dapat
diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga
keserasian dan kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. usaha-usaha
yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian
lingkungan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri.
7Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam Persepktif
Islam (Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2011), 7. 8Ibid., 5.
6
Salah satu hadits yang menganjurkan untuk menjaga lingkungan
hidup, sebagaimana sabda Rosulullah saw:
ر أو إ سان أو بيمة، إ م كان لو بو ما من مسلم ي غرس غرسا، أو ي زرع زرعا، ف يأكل منو طي صدقة
“tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia
memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan
hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari
2320).”9
Salah satu konsep dalam Islam yang dituangkan dalam hadits tersebut
adalah perhatian akan menjaga lingkungan berupa penghijaun, menanam, dan
bertani yang merupakan sodaqoh bagi lingkungan khususnya manusia
maupun hewan. Persoalan yang muncul kaitan antara manusia yang diberi
kemampuan oleh Allah dan alam dengan segala isinya terletak pada manusia
pemegang amanah, maupakah manusia tersebut menumbuhkan kesadaran
dirinya tentang keberadaan alam dan lingkungan.10
Ajaran Allah yang dibawa
Nabi selalu menghendaki manusia selalu berbuat baik kepada orang lain
termasuk lingkungan hidup sebagaimana Allah memperlakukan manusia.11
Tuhan, agama, alam dan manusia adalah merupakan satu rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan, apabila salah satunya dihilangkan, maka pasti
akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan. Penelitian terhadap
lingkungan tidak ada kata final walaupun sudah banyak penelitian terhadap
masalah ini dari berbagai aspek keilmuan. Pada penelitian ini, peneliti
9 M. Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, terj. Moh.Rifai (Semarang: Wicaksana, 1993), 10.
10Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam Persepktif
Islam…, 27. 11
Fuad Abdul Baqi, Al Lu‟lu wa Marjan (Kairo: Daarul Hadits, 1997) Juz III, 116.
7
berusaha untuk mengkaji dan mengungkap secara komprehensif ayat-ayat
yang berkaitan dengan persoalan akhlak manusia terhadap lingkungan
terutama lingkungan alam dari sisi tafsir Al-Imam Abi Fida` Ismail bin Umar
bin Katsir al-Qurasy ad-Dimasyqi.
Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan
lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga
lingkungan merupakan tugas manusia sebagai khalifah dibumi, dengan cara
menjaga lingkuangan dari kerusakan.12
Peneliti berangkat dari beberapa fokus
terkait akhlak terhadap lingkungan yaitu kewajiban memelihara dan
melindungi hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan,
dan berbuat baik pada lingkungan.
Terkait dengan latar belakang di atas penulis bermaksud untuk
meneliti mengenai Akhlak terhadap Lingkungan Hidup. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk mengangkat sebuah tema “Pandangan Al Qur’an
tentang Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Studi Tafsir Al-Qur’anil
Azhīm Karya Al-Imam Abi Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy
Ad-Dimasyqi).”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka fokus
permasalahan yang diteliti ialah sebagai berikut:
12
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhīm, Juz 1, 89.
8
1. Bagaimana pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan
hidup?
2. Bagaimana kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah disusun oleh penulis, penelitian ini
tentunya memiliki tujuan dan kegunaan. Tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan:
a. Untuk mengetahui pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap
lingkungan hidup.
b. Untuk mengetahui kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup
di Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian:
a. Secara teoritis
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan referensi tentang akhlak terhadap lingkungan hidup dalam Al-
Qur‟an.
b. Secara praktis
1) Untuk peneliti.
Secara pribadi, penelitian ini dapat menambah
pengetahuan, terutama di bidang penafsiran Al-Quran dan hadist
9
yang dapat digunakan sebagai bahan dalam kajian-kajian serupa.
Selain itu, hasil penelitian ini untuk memenuhi sebagai
persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) di
program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada jurusan
Ushuludin IAIN Ponorogo.
2) Untuk Kaum Muslimin.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam ranah studi
keIslaman pada umumnya dan studi Al-Qur‟an pada khususnya.
D. Telaah Pustaka
Berbicara hasil penelitian tentang persoalan akhlak memang telah
banyak dilakukan oleh peneliti lainnya. Baik dalam bentuk buku, skripsi,
artikel. Diantaranya adalah penelitian dalam bentuk empirik dan teoritik
sebagai berikut:
Pertama, Skripsi Rusda Niliyani judul Konsepsi Akhlak menurut Ibnu
Maskawaih, tahun 1998 Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah dan Filsafat.
Skipsi ini berisi tentang konsep Akhlak yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih, dalam hal ini memberikan informasi bahwa akhlak merupakan
suatu subtansi yang sangat penting untuk dirumuskan agar terciptanya
10
pemahaman yang baik dan benar. Konsep akhlak dalam skripsi ini fokus
kepada akhlak terhadap sesama manusia.13
Kedua, skripsi karya Siti Noor Aini, 2010. Mahasiswa Jurusan Tafsir
Hadist Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dalam skripsinya berjudul
“Relasi Antara Manusia dengan Kerusakan Alam (Telaah atas Tafsir al-
Jawahīr Tafsir Al-Qur‟an al-Kari>m)” penelitian ini berfokus pada relasi
antara manusia dengan kerusakan alam menurut Tanthawi. Penelitian ini
menghasilakan bahwa kerusakan lingkungan disebabkan dari timbulnya hawa
nafsu manusia yang tak terkendali, mengikuti apa yang diinginkan tampak
memikirkan dampak yang akan terjadi.14
Ketiga, Skripsi karya Ida Munfarida, Undang-Undang No.32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam
Perspektif Etika Islam, tahun 2014, Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah
Filsafat. Dalam tulisan ini banyak memberikan pemahaman tentang hakikat
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdapat dalam UUD
yang kemudian dianalisis dengan Etika Islam.15
Keempat, Skripsi Endang Tri Wahyuni, Kerusakan Lingkungan Hidup
dalam Perspektif Al-Qur‟an, tahun 2014. Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir
13
Rusda Niliyani, Konsepsi Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih (Skripsi, Fakultas
Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 1998.) 14
Siti Noor Aini, Relasi Antara Manusia Dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah Atas
Tafsir Al-Jawahir Tafsir Al-Qur‟An Al-Karim), (Skripsi, Fakultas Ushuluddin Uin Sunan
Kalijaga, 2010). 15
Ida Munfarida, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Etika Islam (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, Iain
Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2014.
11
Hadist. Dalam karya ilmiah ini, peneliti banyak mendapatkan informasi
terkait kerusakan lingkungan hidup yang terdapat dalam Al-qur an.16
Dari hasil penelitian di atas, belum ditemukan adanya penelitian yang
membahas mengenai wawasan Al-Qur‟an tentang akhlak terhadap lingkungan
hidup. Dengan demikian judul ini layak diteliti, yaitu untuk mengetahui
gambaran ayat-ayat akhlak dalam Al-Qur‟an dan relevansinya.
E. Metode Penelitian
Penelitian dapat dikatakan ilmiah apabila mempunyai metode yang
sesuai dengan objek yang dikaji. Metode berfungsi sebagai cara mengerjakan
sesuatu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena, itu di sini
penulis memberikan metode penelitian untuk memberikan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode yang digunakan adalah
deskriptif-analitis, yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan
membuat kesimpulan yang berlaku secara umum.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian library research atau
penelitian pustaka. Penelitian pustaka yaitu suatu penelitian yang
dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis
data yang bersumber dari perpustakaan baik berupa buku-buku periodikal-
16
Endang Tri Wahyuni, “Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al- Qur‟an,”
(Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2014).
12
periodikal seperti majalah -majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala,
kisah-kisah sejarah dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya
yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan
ilmiah.17
Library research ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
pendekatan yang merupakan pendekatan yang melakukan penelitian yang
berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami.18
Dalam penelitian ini bersifat deskriptif, artinya setiap data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Semua data yang
dikumpulkan dapat menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.19
Namun
dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan data berupa kata-kata
yang tertulis sehingga hanya akan menghasilkan kutipan yang sudah
memberikan gambaran pada masalah yang diteliti.
2. Data dan Sumber Data
Sumber data menurut Suharsimi Arikunto adalah dari mana data
dapat diperoleh.20
Data yang diperoleh penulis bersumber dari buku-buku,
dokumen-dokumen dan literatur-literatur yang terkait lainnya. Adapun
sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder.
17
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Pt
Rineka Cipta, 2006), 95. 18
Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan (Bandung: Angkasa), 159. 19
Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), 42. 20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek”, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), 107.
13
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yakni kitab Tafsir Al-Qur’anil Azhi >m
Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-
Dimasyqi.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yakni kitab yang mencakup dengan tema
akhlak dan teologi lingkungan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah menggunakan data dengan
melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Data yang sudah
tersedia tersebut peneliti mengambil dari beberapa buku dan majalah.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian ini adalah:
Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian
ini adalah:
a. Menggali literatur-literatur seperti kitab tafsir, terjemah kitab tafsir,
jurnal, artikel, dan juga skripsi yang berkaitan dengan tema diatas.
b. Menganalisa buku-buku bacaan yang sesuai dengan wawasan Al-
Qur‟an tentang akhlak terhadap lingkungan hidup.
c. Mengorganisir wawasan tersebut, lalu menyusunnya secara sistematis
sesuai dengan sistematika penelitian yang akan dijelaskan dari
sistematika pembahasan.
14
4. Teknik Analis Data
Data yang telah terkumpul dari data primer maupun sekunder
kemudian diolah agar dapat menjadi suatu pemahaman baru yang dapat
digunakan dengan baik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mengumpulkan data
dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia.21
Data
yang sudah tersedia tersebut peneliti ambil dari beberapa buku dan
majalah.
Adapun cara kerja yang ditempuh dalam penelitian tafsir dengan
metode studi tokoh (indifidual life history) adalah melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menetapkan tokoh yang dikaji dan objek formal yang menjadi fokus
kajian yaitu Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy
Ad-Dimasyqi.
b. Mengunpulkan data dan menyeleksinya.
c. Melakukan klasifikasi tentang ayat yang membahas atau ada
hubunganya dengan akhlak terhadap lingkungan.
d. Secara cermat data tersebut akan dikaji atau dianalisa ulang dengan
melalui metode deskriptif, bagaimana sebenarnya pemikiran secara
cermat data tersebut akan dikaji atau dianalisa ulang dengan melalui
metode deskriptif terkait akhlak terhadap lingkungan.
e. Menyusun pembahasan dalam suatu kerangka yang sempurna.
21
Ibid.
15
f. Membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.
Sehingga menghasilkan pemahaman yang utuh dan sistematis
Pada tahap berikutnya penulis berusaha untuk mengetahui secara
mendalam tentang tafsir Tafsir al-Qur‟anil Azhi>m melalui biografi
pengarangnya, latar belakang penafsiran, corak penfsiran dan metodenya.
Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bentuk pemikiran pengarang
Tafsir al-Qur‟anil Azhi>m. Setelah mengetahui bentuk pemikiran Al-Imam
Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi secara
umum, selanjutnya penulis akan berusaha mengkaji tentang akhlak
terhadap lingkungan dan pemahaman Ibnu katsir dalam Tafsir al-Qur‟anil
Azhi>m.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan salah satu komponen dibagian
akhir proposal penelitian, yang biasanya terletak setelah metode penelitian.
Komponen ini adalah rancangan penelitian yang isinya memaparkan ruang
lingkup karya akhir akademis secara deskriptif sehingga antara satu bagian
dengan bagian lainnya terkait.22
Dengan kalimat yang lebih sederhana,
sistematika penulisan adalah gambaran umum tentang penyajian laporan hasil
penelitian yang akan dikerjakan.
Dengan demikian dalam penelitian skripsi ini, ada lima bab pokok
kajian yang penulis sajikan, serta beberapa sub bab pembahasan. Demi
22
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014), 281.
16
terciptanya karya yang indah dan pemahaman secara komprehensif, maka
penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Berisi tentang pendahuluan guna memberikan gambaran isi
skripsi secara global, oleh karena itu didalamnya terdiri atas
latar belakarang masalah terkait dengan masalah yang diangkat.
Selanjutnya penulis menuliskan pokok pembahasan yang
tercantum dalam rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Merupakan landasan teori. Menjelaskan tentang akhlak secara
bahasa maupun secara istilah, pembagian akhlak, dan ayat-ayat
yang membicarakan tentang akhlak dan akhlak terhadap
lingkungan.
BAB III: Berisi tentang A) Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-
Dimasyqi, yang meliputi. Biografi Ibnu Katsir, pendidikan Ibnu
Katsir, guru-guru Ibnu Katsir, karya-karya Ibnu Katsir, profil
tafsir al-Qur’anil Azhi>m: latar belakang penulisan, metode,
pendekatan, corak, sitematika penulisan, dan pendapat para
ulama‟. B) Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap
lingkungan hidup. C) Analisis akhlak terhadap lingkungan hidup
menurut Tafsir Ibnu Katsir. D) Kontekstualisasi akhlak
terhadap lingkungan hidup di Indonesia.
17
BAB IV: Merupakan penutup, yang terdiri atas kesimpulan dari penelitian
yang telah dilakukan dalam skripsi ini sekaligus berisi saran-
saran yang mendukung demi mencapai perbaikan skripsi-skripsi
yang akan datang.
18
BAB II
WAWASAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK
TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
G. Kajian Akhlak
Akhlak itu termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini.
Tingkatnya berada sesudah kepercayaan Kepada Allah, MalaikatNya, Rasul-
Nya, hari akhirat dan qadha dan qadar. Diantara iman yang paling baik
adalah akhlak mulia. Rasulullah SAW merupakan suri tauladan yang paling
baik bagi umatnya, karena Beliau memiliki akhlak yang mulia. Allah SWT
berfirman sewaktu memuji Rasulullah SAW dalam surat Al-Qalam ayat 4:
وإ مك لعل خل ع يم
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Ayat ini menganggap akhlak itu sebagai sifat Rasulullah SAW yang
paling mulia, dan pujian yang tertinggi dan dapat diberikan kepadanya. Hal
ini dikarenakan akhlak Nabi merupakan implementasi bagi kesempurnaan,
kesopanan dan akhlak terpuji yang terdapat dalam Al-Qur‟an.
Imam Al-Ghazali berpendapat, yang dikutip oleh A.Zainuddin, bahwa
Islam telah memberikan batasan terhadap umatnya agar mendapati dua topik
yang sangat penting sekali, yaitu meninggalkan segala macam larangan, dan
19
melaksanakan segala macam perintah dan ketaatan.23
Oleh karena itu setiap
manusia harus senantiasa menyadari bahwa setiap sandi kehidupannya tidak
terlepas dari rambu-rambu dan undang-undang Allah SWT yang termaktub
dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Akhlak dalam manajemen merupakan sendi
utama dalam mencapai tujuan. Setiap gerak manusia yang mengelola
hidupnya baik secara individu, berkelompok maupun berbangsa dan
bernegara hendaknya selalu berorientasi kepada akhlak mulia.
Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanyalah salah satu
kekuatan yang di miliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.
Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut
kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan oleh
akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif. Begitu juga dengan pandangan
masyarakat dapat juga dijadikan ukuran untuk menentukan baik atau buruk,
tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat
dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya
sudah tertutup dan pikirannya sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang
tidak terpuji tentu tidak bisa di jadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat
yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.24
Hati nurani atau fitrah manusia memang dapat dijadikan tolak ukur
baik dan buruk, karena manusia diciptakan Allah memiliki fitrah bertauhid,
mengakui keesaannya. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat
berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh
23
A. Zainuddin, Membangun Moral Meurut Imam Al-Ghazali (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996),
10. 24
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007) cet. IX, 4.
20
pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang
perlu dipelihara dan dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya
tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran. Oleh
sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat di serahkan sepenuhnya hanya
kepada hati nurani dan fitrah manusia semata, harus dikembalikan kepada
penilaian syara‟. Semua keputusan syara` tidak akan bertentangan dengan hati
nurani manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu
Allah SWT. Semua terkonsep dalam al-Quran dan Sunnah yang pada
hakikatnya untuk menyempurnakan akhlak manusia demi terciptanya
manusia yang bahagia dunia dan akhirat kelak.25
H. Teologi Lingkungan
1. Konsep Dasar Teologi Lingkungan
Istilah “Teologi” lebih sering dimaknai sebagai suatu cabang atau
bagian dari ilmu agama yang membahas tentang ketuhanan. Pada kalangan
umat Islam, istilah teologi ini juga masih belum sepenuhnya dipahami dan
diterima. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran,
maka terlebih dahulu istilah “Teologi” ini akan diberi pengertian sesuai
dengan konteks pembahasan tentang perilaku manusia pada ligkungan.26
Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai sebagai nilai atau
ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan
Tuhan. Oleh karena itu makna bebas teologi dalam konteks ini adalah cara
25
Abd Rahim, Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981), (Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau, 2013), 40. 26
Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 7.
21
“menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia, termasuk
dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan.
Dalam aspek praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman normatif
bagi manusia dalam berperilaku dan berhubungan dengan alam dan
lingkungannya.27
Lingkungan alamiah (natural environment) yang sering
dipendekkan menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita
sering disebut “lingkungan hidup”, diberi ta‟rif (pengertian) sebagai suatu
keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda ( makhluk) hidup
dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi
secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya.28
Terdapat dua macam lingkungan yakni lingkungan alamiah
(natural environment) dan lingkungan buatan (built environment), yang
antara keduanya berbeda sifat dan kondisinya. Lingkungan buatan
merupakan areal atau komponen alam yang telah dipengaruhi atau
direkayasa oleh manusia. Suatu wilayah geografis tertentu misalnya hutan
konservasi, pada umumnya masih dipandang sebagai lingkungan alamiah,
walaupun campur tangan manusia telah ada dalam wilayah tersebut, akan
tetapi masih sangat terbatas. Sedangkan areal cagar alam misalnya,
merupakan areal yang sama sekali belum ada campur tangan manusia
didalamnya.29
27
Ibid., 5. 28
Ibid., 12. 29
Ibid., 13.
22
Alam semesta termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan
diciptakan dalam keseimbangan, proporsional dan terukur atau
mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (QS:
Ar-Ra‟d: 8
اللمو ي علم ما تمل كل أ ث وما غيض الرحام وما زداد وكل شيء عنده ( ٨)ب دار
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan
kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala
sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.
Al-Qomar: 49
( ٤٩ )ب در خل ناه شيء كلم إ ماSesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Al-Hijr:19).
نا مدد اىا والرض نا رواسي فيها وأل ي ( ١٩ )موزون شيء كلي من فيها وأ ت
dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
Bumi yang merupakan planet di mana manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen
dengan keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya.
Berbagai unsur dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan
Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan
kehidupannya di muka bumi, sekaligus merupakan bukti ke Mahakuasaan
23
dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan Pemelihara alam (QS: Taha: 53-
54).
ماء السمماء من وأ زل س ل فيها لكم وسلك مهدا الرض لكم جعل المذي ذلك ف إنم أ عامكم وارعوا كلوا(٥٣ )ش م اا من أزواجا بو فأخرجنا( ٥٤ )الن ه لوو ياا
yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah
binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.
Dia-lah yang menentukan dan mentaqdirkan segala sesuatu di alam
semesta. Tidak ada sesuatu di alam ini kecuali mereka tunduk dan patuh
terhadap ketentuan hukum dan qadar Tuhan serta berserah diri dan
memuji-Nya (QS. An-Nur: 41).
علم قد كلل صافماا واللمي ر والرض السمماواا ف من لو يس ي اللمو أنم ر أ ( ٤١ )ي فعلون با عليم واللمو و س يحو صل و
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di
langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya.
masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan
Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan kaum idealis yang
menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya atau pancaran dari dunia
lain yang tak konkrit yang disebut dunia idea. Pandangan Islam tentang
alam (lingkungan) bersifat menyatu (holistik) yang komponennya adalah
Sang Pencipta, alam dan makhluk hidup (termasuk manusia). Masing-
masing komponen mempunyai peran dan kedudukan yang berbeda-beda
24
akan tetapi tetap berada dalam koridor rancangan atau desain Allah
(sunatullah).30
2. Teologi Lingkungan Menurut Pandangan Ulama‟ dan Ilmuan
Peranan agama dalam menyelamatkan lingkungan hidup terus
mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Keterkaitan agama dengan isu-
isu lingkungan hidup menjadi bahan diskusi cendekiawan, akademisi,
ulama, wartawan, dan birokrat. Persoalannya berkisar seputar apa yang
bisa disumbangkan umat beragama untuk kelestarian lingkungan hidup.
Berbicara mengenai agama, ada dua hal yang bisa
dielaborasi. Pertama, doktrin atau ajaran agama. Kedua, umat beragama.
Pada tataran manakah kedua hal di atas dapat menyumbangkan dampak
positif bagi pelestarian lingkungan hidup.
Agama mengajarkan manusia perlu berhubungan dengan Tuhan
sebagai pencipta dan penguasa alam raya. Agama berperan sebagai rambu-
rambu moral dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Karena sifatnya
yang holistik, agama menjadi landasan teologis bagi aktivis dan
masyarakat untuk merawat alam. Agama memberikan inspirasi yang tidak
ada habisnya dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia
dan alam. Sedangkan umat beragama adalah sumber daya manusia yang
menggerakkan upaya pelestarian bumi.
Berikut pandangan beberapa cendikiawan tentang Teologi
Lingkungan:
30
Ibid., 7.
25
a. M. Quraish Syihab
Muhammad Quraish Shihab di dalam bukunya “Membumikan
al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat”
menyatakan bahwa kehidupan makhluk-makhluk Tuhan saling terkait
sehingga harus saling menjaga satu sama lain, karena jika terjadi
gangguan pada salah satunya maka yang lainnya juga akan terkena
dampaknya. Hubungan manusia dengan lingkungannya adalah
hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT
sehingga manusia tidak dapat berbuat sekehendak hati dalam
memanfaatkan lingkungannya.31
Menurut Quraish Shihab Alam dan segala isinya beserta
hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah
kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya
tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali
jika dikehendaki oleh Tuhan. Islam menekankan kepada umat-nya agar
mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat untuk
seluruh alam. Manusia dituntun dan dituntut untuk menghormati
proses-proses yang sedang tumbuh dan terhadap apa saja yang ada di
bumi. Etika agama terhadap lingkungan mengantarkan manusia dari
kerusakan. Setiap perusakan terhadap lingkungan hidup dinilai sebagai
perusakan pada diri manusia itu sendiri.32
31
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1996), 460. 32
Muhammad Wahid Nur Tualeka, “Teologi Lingkungan Hidup,” PROGRESIVA vol. 5
(Desember 2011), 5.
26
b. Seyyed Hossein Nasr
Sebagai seorang intelektual Islam terkemuka di zamannya,
sepak terjang Nasr sudah tidak diragukan lagi. Banyak sekali orang
yang simpatik dan terpesona dengan gagasan-gagasan cemerlangnya,
khususnya mengenai teologi dan lingkungan. Kritiknya terhadap
modernitas dan hilangnya dimensi esoteris manusia modern telah
menyadarkan banyak orang khususnya umat Islam sendiri tentang
bagaimana seharusnya manusia menjaga hubungan dengan alam dan
Tuhan. Dampak yang paling kentara adalah lahirnya gerakan-gerakan
etika environmental. Etika enviromental adalah gerakan penyadaran,
perawatan dan penyelamatan lingkungan dengan berbasis pada etika-
etika yang berlaku.33
Pemikiran Nasr tentang teologi lingkungan dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya manusia adalah bagian integral dari alam.
Alam sebagai representasi atas kehadiran-Nya dan posisi manusia
sebagai khalifatullah fi al-ardi merupakan satu entitas kosmos yang
tak bisa dipisahkan. Maka tidak sepatutnya jika manusia dengan
ketamakannya dengan sengaja mengeksploitasi alam dengan semena-
mena. Manusia modern yang mengalami krisis identitas dan spiritual
harus segera membangun kembali dimensi esoterisnya sehingga bisa
menjalin kembali hubungan harmonis dengan alam. Dengan kata lain,
sains modern haruslah diintegrasikan dengan metafisika Realitas Ilahi
33
Maftukhin, “Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Jurnal IAIN
Tulungagung: Dinamika Penelitian, vol. 16, No. 2 (November 2016), 14.
27
sehingga memandang alam sebagai cermin dari kekuasaan Tuhan
bukan semata bahan untuk pemenuhan nafsu belaka. Titik tekan
(crucial point) nya adalah bagaimana ilmu pengetahuan alam harus
dipadukan dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang mengkristal pada
akar-akar Ilahi.34
c. Robert P. Borrong
Robert P. Borrong adalah ahli Teologi (B.Th) dari Sekolah
Tinggi Teologi Rantepao Tana Toraja. Menurutnya teologi lingkungan
dibagi menjadi tiga pola hubungan, yaitu:35
1) Kesetaraan manusia dengan alam
Dalam masyarakat tradisional, manusia dan alam adalah
sederajat. Hubungan keduanya relatif kontinuitas. Bahkan manusia
sering merasa dirinya lebih kecil dari alam karena merasa sebagai
gambaran alam semesta. Manusia adalah mikrokosmos dan alam
sebagai makrokosmosnya. Manusia berusaha menyesuaikan diri
dan menyelaraskan irama kehidupannya dengan alam semesta.
2) Manusia menguasai dan mengeksploitasi alam
Teknologi memungkinkan manusia dapat mengubah
lingkungan alamiah menjadi lingkungan buatan. Manusia dapat
mengubah alam sesuai kebutuhannya dengan menggunakan
kemampuannya berbudaya. Makin tinggi kebudayaan manusia
makin beragam kebutuhannya. Namun kebutuhan manusia sering
34
Ibid., 15. 35
Ahmad Khoirul Fata,” Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam,” Jurnal Ulul
Albab, Volume 15 No.2 (Tahun 2014), 135.
28
tidak bisa dipisahkan dari keinginannya yang tak terbatas.
Akibatnya ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk
mengeksploitasi lingkungan alam dan eksploitasi itu menjadi tidak
terbatas pula.
3) Alam menguasai manusia
Meski iptek telah memposisikan manusia seolah-olah
penguasa atas alam, namun ternyata manusia tidak benar-benar
menguasai alam, justru seringkali alam yang menguasai manusia.
Berbagai bentuk bencana alam yang terjadi ternyata menjadi
bencana bagi manusia, dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikuasai manusia ternyata tidak juga membuat manusia berhasil
menundukkan alam.
d. Yusuf Qardhawi
Syekh Yusuf al-Qaradawi adalah seorang cendekiawan Muslim
yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era
modern ini dan sebagai seorang pemikir teologi. Dalam kaitannya
dengan lingkungan, teologi diturunkan pada wilayah yang lebih
praksis, yaitu melihat bagaimana kaitan antara lingkungan dengan
Sang Pencipta. 36
Lingkungan tidak hanya yang bersifat biofisik, tapi
juga manusia dan makhluk hidup lainnya. Upaya penggalian nilai
spiritual ekologi Islami ini merupakan pengayaan khazanah ekologi
menjelaskan tiga tujuan dari peran manusia terhadap lingkungan.
36
Husnul Khitam, “Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,” (DINIKA
Academic Journal of Islamic Studies, Volume 1 Number 2 (May - August 2016), 147.
29
Pertama, mengabdi kepada Allah SWT. Kedua, menjadi wakil
atau khalifah di atas bumi. Ketiga, membangun peradaban di muka
bumi. Ketiga tujuan ini erat profetis Islam untuk menawarkan konsep
ekologi alternatif atau ekologi transformatif. Teologi lingkungan
secara definisi adalah teologi yang obyek material kajiannya bidang
lingkungan, dan perumusannya didasarkan pada nilai-nilai ajaran
agama Islam. Sehingga, teologi lingkungan merupakan ilmu yang
membahas tentang ajaran dasar Islam mengenai lingkungan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah Tauhid, Amanah, Khalifah,
Halal, Haram, Adil, Tawasshur (Kesederhanaan), Ishlah
(Pemeliharaan), dan Tawazun (keseimbangan dan harmoni) kaitannya
dengan peranan manusia dalam perspektif teologis. Pemahaman dan
penjagaan lingkungan, serta tanggung jawab dan amanah menjadi
potret dan refleksi iman individual seseorang. Ketika perilaku
seseorang merusak, memanfaatkan alam secara berlebihan dan
semena-mena, menunjukkan bahwa dalam konteks teologi dan
keimanan yang dimiliki individu tersebut sangatlah rapuh. Tindakan
semacam itu menunjukkan bahwa manusia tersebut menjadi tidak
amanah, dan berpotensi merusak kehidupan species-nya di masa yang
akan datang. Mahmudunnasir mendeskripsikan kewajiban manusia
terhadap alam dengan menjelaskan, bahwa Allah telah mengaruniai
manusia dengan kekuasaan atas makhluk-Nya. Manusia telah diberi
kekuasaan lebih dibanding makhluk lain. Manusia telah diberi
30
kekuatan untuk menundukkan dan membuat makhluk lain melayani
tujuannya. Akan tetapi Allah tidak memberikan hak itu tanpa batas.
Manusia tidak boleh memubazirkan, menyakiti, atau membahayakan
makhluk lain. Manusia harus menggunakan cara terbaik, dan paling
sedikit akibat buruknya dalam memanfaatkan makhluk lain.
e. Harun Nasution37
Menurut Harun Nasution, Teologi lingkungan berkaitan dengan
bagaimana bagaimana keyakinan manusia terhadap lingkungan tempat
dimana ia berpijak. Harun dalam kajian ini lebih memaparkan
kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh manusia sebagai penikmat
lingkungan. Ada tiga persoalan yang paling tidak melandasi terjadinya
kerusakan lingkungan oleh manusia. Yaitu, mitos Yunani tentang alam
dan dewa, paham antroposentris dan sekularisme. Pertama, dalam
tradisi masyarakat Barat, alam adalah musuh yang harus ditaklukkan.
Pandangan ini bersumber pada mitos Yunani kuno yang menganggap
bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang senantiasa
memusuhi manusia.38
Berbagai penderitaan yang mengakibatkan alam, seperti letusan
gunung, gempa, banjir, tanah longsor, dan berbagai bencana lainnya
dilihat sebagai perbuatan dewa. Karena itu, berbagai cara dilakukan
37
Harun Nasution tampil sebagai sosok pembaharu pemikiran pendidikan Islam.
Pemikirannya yang berorientasi pada urgensi akal berupaya membawa umat Islam kepada ajaran
yang sesuai dengan al-Qur‟an dan Hadits, dan membuka kembali pintu ijtihad. 38
H. Bisri, “Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi Rasional
Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,” Holistik Vol 12 Nomor 01 (Juni
2011/1433 H), 48.
31
untuk dapat menaklukkan alam (baca: dewa) agar manusia bisa
terhindar dari kemarahannya. Berangkat dari mitos ini, setelah manusia
berhasil menguasai ilmu dan teknologi upaya penaklukan terhadap
alam menjadi semangat eksploitatatif terhadap alam dengan tanpa
batas. Sementara dalam Islam alam dengan segala karunianya
diperuntukkan manusia dengan batasan yang tegas berupa larangan
untuk merusaknya.
Kedua, Ajaran teologi rasional memang mengajarkan manusia
dalam kehendak dan perbuatan, namun berbeda dengan paham
antroposentris yang dikembangkan di Barat. Paham antroposentris39
ini juga memberikan andil yang tidak sedikit pada kerusakan alam.
Paham antroposentris berakar pada pemikiran Protagoras yang
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran (segalanya).
Sebab manusia mempunyai akal budi dan akal budi adalah mahkota
manusia. Dengan akal budinya manusia memperoleh pengetahuan
rasional sehingga dapat menduduki martabat yang unik, yakni menjadi
penguasa alam semesta.
Ketiga, prinsip sekularisme masyarakat Barat terhadap alam,
menurut Guru Besar Ilmu Teologi Sekolah Tinggi Filsafat Driarkara,
Martin Harun, OFM40
, juga dipengaruhi oleh perkembangan teologi
39
Antroposentris adalah sebuah pandangan atau anggapan bahwa manusia sebagai pusat
dari semuanya. Manusia menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang paling istimewa.
Biosentris adalah sebuah keyakinan bahwa manusia memiliki hubungan yang sangat erat terhadap
makhluk lainnya di alam semesta. 40
Ordo Fratrum Minorum (juga disebut Fransiskan, Ordo Fransiskan, atau Ordo Serafis;
singkatan gelar O.F.M.) adalah sebuah ordo keagamaan Katolik.
32
dalam ajaran Kristen yaitu sekularisasi, yang dicetuskan Harvey Cox
dalam Secular City. Sekularisasi Cox ”memisahkan alam dari Tuhan
dan membedakan manusia dengan alam” dengan demikian alam,
dilepaskan dari pesona Ilahinya dan dapat dilihat sebagai barang biasa.
Hilangnya pesona Ilahi dari alam ini disebut sebagai ”kondisi mutlak
dari perkembangan ilmu-ilmu alam” dan “membuat alam tersedia
untuk digunakan”. 41
Paham tauhid menurut Harun Nasution bahwa seluruh manusia,
berasal dari asal yang satu, membawa pada humanitarianisme.
Humanitarianisme, bukan hanya kasih sayang sesama manusia, tetapi
juga kasih sayang kepada alam binatang dan alam tumbuhtumbuhan,
serta alam benda mati; mencintai seluruh nature ciptaan Tuhan. Disini
terdapat paham se-mahluk yang ada di alam ini.
I. Akhlak terhadap Lingkungan
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,
dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Dalam
pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah
sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati
41
H. Bisri, Teologi Lingkungan- Model Pemikiran Harun Nasution dari Teologi Rasional
kepada Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan, (Holistik vol 12 nomor 01, Juni
2011/1433 H http://id .portalgaruda.org/,49.
33
tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaannya.
Manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang
sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia
tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia
sendiri. Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada
penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri
yang menciptanya.42
Islam telah menunjukkan sumber-sumber akhlak, yaitu tercantum
dalam al-Qur‟an dan hadis. Pada al-Qur‟an dan hadis tersebut sudah tersurat
makna segala yang baik, berupa seruan dan berupa larangan untuk dilakukan
oleh manusia selama hidup di dunia.43
Lingkungan hidup pada prinsipnya
merupakan suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lainnya sehingga
pengertian lingkungan hidup hampir mencakup semua unsur ciptaan Allah
swt di muka bumi ini.
Dalam sumber ajaran Islam, diterangkan bukan hanya aspek
peristilahan yang digunakan untuk memahami hal tersebut, tetapi juga
ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam menyoroti pemeliharaan
lingkungan hidup. Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah
42
Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 7. 43
M. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 65.
34
swt untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta. Manusia diturunkan
ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam isinya. Oleh
karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam
sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik.
Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan hanya
semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu sendiri, tetapi jauh
dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan lingkungan atau
alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran,
kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga.44
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan
mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar,
karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk
mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu
menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses
yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung
jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain,
Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada
diri manusia sendiri.
Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk
mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke
bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh
karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam
44
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…, 232.
35
sekitarnya, yakni melestarikannya dengan baik.45
Ada kewajiban manusia
untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal
sebagai berikut:
1. Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi;
2. Bahwa alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh Al
Quran;
3. Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian
alam yang bersifat umum dan yang khusus;
4. Bahwa Allah memerintahkan kepadaa manusia untuk mengambil manfaat
yang sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur;
5. Manusia berkewajiban mewujudkan mewujudkan kemakmuran dan
kebahagiaan di muka bumi.46
Manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atau
kerusakannya, karena sangat memengaruhi kehidupan manusia. Alam yang
masih lestari pasti dapat memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di
bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi
sulit, rezeki sempit dan dapat membawa kepada kesengsaraan. Pelestarian
alam ini wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, bangsa dan
negara.47
45
Asmaran A. S. Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), 182. 46
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…,231. 47
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak…, 183.
36
Klasifikasi akhlak menjadi 3 bagian yaitu: 1) Akhlak kepada Allah, 2)
Akhlak kepada manusia dan 3) Akhlak kepada alam. Masing-masing kategori
penulis uraikan sebagai berikut:48
1. Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah ini adalah sikap dan tingkah laku yang harus
dimiliki oleh setiap manusia di hadapan Allah SWT. Di antara akhlak
kepada Allah tersebuta adalah mentauhidkan Allah dan tidak syirik,
bertakwa, memohon pertolongan hanya kepadaNya melalui doa, berzikir,
di waktu siang maupun malam, baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun
berbaring dan bertawakal kepadaNya. Perintah Allah SWT untuk
menyembahNya dan menjauhkan diri dari syirik terdapat dalam al-Qur‟an
Surat An-Nisa‟ ayat 36:
واع دوا اللمو و شركوا بو شيئا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya”
2. Akhlak kepada Manusia
Yang dimaksud dengan Akhlak kepada manusia di sini adalah
akhlak antar sesama manusia, termasuk dalam hal ini akhlak kepada
Rasulullah SAW, orang tua, diri sendiri dan orang lain. Implementasinya
akhlak kepada Rasulullah SAW adalah senantiasa menegakkan Sunnah
Rasulullah, menziarahi kuburNya di madinah, membaca sholawat,
mengimani Al-Qur‟an sebagai kitab yang diturunkan kepadaNya dan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan ajaran yang
48
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Pustaka Pelajar: 2008), 38.
37
dikandung Al-Qur‟an, dan hadis-hadis. Kita juga dituntut utuk meneladani
Nabi,49
seperti terungkap dalam firman Allah SWT:
ل د كان لكم ف رسول اللمو أسوة حسنة لمن كان ي رجو اللمو والي وم ا خر وذكر اللمو كثيرا
Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
Berdasarkan uraian diatas, dalam kaitannya dengan manajemen
maka akhlak merupakan pembentuk kepribadian dari sebuah proses
pencapaian tujuan dalam manajemen. Apabila akhlak dari pelaksanaan
atau pengelolaan sebuah kegiatan pendidikan baik maka baik pulalah hasil
yang dicapai, demikian pula sebaliknya.50
3. Akhlak kepada Alam
Akhlak kepada alam mencangkup hubungan manusia dengan
lingkungannya dan hubungan manusia dengan hartanya. Seorang muslim
hendaknyamemiliki sikap menjaga lingkungan dan tidak berbuat
kerusakan, memanfaatkannya untuk kebaikan dan tidak melakukan
eksploitasi yang berlebihan.51
Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia
dengan lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini
menjaga lingkungan merupakan tugas manusia sebagai kholifah dibumi,
49
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam…, 40. 50
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam…, 45. 51
Ibid., 42.
38
dengan cara menjaga lingkuangan dari kerusakan.52
Peneliti berangkat dari
beberapa fokus terkait akhlaq terhadap lingkungan yaitu Kewajiban
Memelihara dan Melindungi Hewani, menghidupkan lahan mati, larangan
berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan.
Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan hanya
semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu sendiri, tetapi
jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan
lingkungan atau alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga
kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga.53
Kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitar ini
didasarkan kepada a) Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu
bumi; b) Bahwa alam merupakan salah satu pokok yang dibicarakan oleh
al- Qur‟an; c) Bahwa Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk
menjaga pelestarian alam yang bersifat umum dan yang khusus; d) Bahwa
Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang
sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur; e)
Manusia berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di
muka bumi.
Dengan kemakmuran alam dan keseimbangannya manusia dapat
mencapai dan memenuhi kebutuhan sehingga kemakmuran, kesejahteraan,
dan keharmonisan hidup dapat terjaga. Berakhlak dengan alam sekitarnya
dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam sebagai berikut:
52
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz, 1,
89. 53
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…,232.
39
1) Dilarang penebangan pohon secara liar;
2) Dilarang pemburuan binatang-binatang secara liar;
3) Melakukan reboisasi;
4) Membuat cagar alam dan suaka margasatwa;
5) Mengendalikan erosi;
6) Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai;
7) Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan hidup kepada
seluruh lapisan masyarakat;
8) Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.54
Menurut M. Fauzi Rachman dalam bukunya Islamic Relationship
hal yang harus dipahami sebagai bentuk hubungan yang baik kepada
lingkungan hidup:
1) Keharusan menjaga lingkungan hidup
2) Kewajiban memelihara dan melindungi hewani
3) menghidupkan lahan mati
4) Anjuran menanam pohon
5) larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan
6) Tidak menggunakan air secara boros.55
Perlindungan alam serta sumberdaya alam merupakan perintah
Tuhan Yang Maha Memelihara Alam. Menjaga etika kepada lingkungan
merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia sebagai makhluk
sekaligus bagian dari alam, baik untuk masa lalu, masa kini maupun masa
54
. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 65. 55
Fauzi Rachman, Islamic Relationship (Jakarta: Erlangga, 2012), 210-214.
40
yang akan datang. Melalui kitab suci Al-Qur`an, Allah telah memberikan
informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap
lingkungan. Sikap ramah yang di ajarkan oleh agama Islam dapat diperinci
sebagai berikut:
a. Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya. Dalam surat ar-Ru>m ayat 9
أو يسيروا ف الرض ف ي ن روا كيف كان عاق ة المذين من ق لهم كا وا أشدم هم ق ومة وأثاروا الرض وعمروىا أكث ر مما عمروىا وجاء هم رسلهم من
( ٩)بال ي يناا فما كان اللمو لي لمهم ولكن كا وا أ فسهم ي لمون
Dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang
sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka
(sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya
lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. dan telah
datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-
bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak Berlaku zalim kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang Berlaku zalim kepada diri
sendiri.
Pesan yang disampaikan dalam surat ar-Ru>m ayat 9 menggambarkan
agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan yang dikhawatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan
sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk
generasi mendatang. Dalam sebuah hadits disebutkan: “tiga hal yang
menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang
hijau lagi asri, pada air yang mengalir, serta pada wajah yang
rupawan.” (HR. Ahmad)
41
b. Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan, dalam
surat ar-Ru>m ayat 41 Allah swt. memperingatkan bahwa terjadinya
kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia:
ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي ( ٤١)عملوا لعلمهم ي رجعون
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).
c. Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap
lingkungan, dalam surat Hu>d ayat 117, Allah swt. berfirman:
( ١١٧)وما كان ربك لي هلك ال رى ب لم وأىلها مصلحون
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri
secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat
kebaikan.
Fakta spiritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa surah
Hu>d ayat 117 benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di
Jakarta, tanah longsor yang di daerah-daerah Jawa Tengah, intrusi air laut,
tumpukan sampah dimana-mana polusi udara yang tidak terkendali, serta
bencana alam didaerah lain membuktikan bahwa Allah membinasakan
negeri-negeri yang zalim, melainkan penduduknya terdiri dari orang-orang
yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.56
Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan penggunaan,
perlindungan dan rehabilitasi tanah, sumber air, udara, hewan dan tanaman
56
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan ( Depok: Karisma Putra Utama, 2017), 268.
42
merupakan bagian dari asas pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam
syariah Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama tidak saja peduli,
akan tetapi mempunyai komitmen yang jelas dan tegas tentang
lingkungan. Komitmen lingkungan ini tidak hanya dituangkan dalam
bentuk azas untuk etika lingkungan yang bersifat normatif, akan tetapi
dalam azas praktis. Islam juga telah melahirkan seperangkat hukum atau
peraturan tentang pengelolaan dan perlindungan alam. Konsep Islam
terkait lingkungan ini sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip etika
lingkungan yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip-
prinsip akhlak dan etika lingkungan yang terdapat dalam ajaran Islam.57
57
Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam
Persepktif Islam (Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2011),
59.
43
BAB III
PANDANGAN IBNU KATSIR TENTANG AYAT-AYAT
AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
J. Biografi Singkat Ibnu Katsir
Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Imam Al-Din Al-fida Ismail Ibnu
Amar Ibnu katsir Ibnu Zara‟ Al-Bushrah Al-Dimasqy.58
Beliau lahir di Desa
Mijdal dalam wilayah Bushra (Basrah) pada tahun 700 H/1301 M, ada yang
berpendapat 701 H. Oleh karena itu, ia mendapat predikat” al-Bushrawi‟‟
yaitu karena ia orang Basrah.59
Ibnu Katsir adalah anak dari Shihab Ad-Din
Abu Hafsah Amar Ibn Katsir Ibn Dhaw Ibn Zara‟ Al-Quraisyi, yang
merupakan seorang ulama terkemuka pada masanya. Ayahnya bermazhab
Syafi‟i dan pernah mendalami mazhab hanafi.60
Dalam usia masih anak-anak
kira-kira masih usia tujuh tahun, beliau ditinggalkan oleh ayahandanya
(wafat), lalu Ibnu Katsir di bawa kakaknya (kamal Ad-Din „Abd Al- Wahhab)
dari desa kelahirannya ke damaskus, di kota itulah dia tinggal hingga akhir
hayatnya. Dari perpindahan itulah, dia mendapatkan predikat Al-dimasyqi
yaitu orang Damaskus.
Ibnu Katsir mendapat gelar keilmuannya dari para ulama sebagai
kesaksian atas keahliannya dalam beberapa bidang ilmu yang digeluti, antara
58
Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah Dan Diroyah (Bandung: Mimbar Pustaka,
2008), 308. 59
Mumammad Nurdin, buku besar: Tokoh-Tokoh Besar Islam (Yogyakarta: ad- dawa‟,
2005), 149. 60
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, Jilid XIV (Beirut: Dar Al-Fikr, 1990), 32.
44
lain ia mendapat gelar seorang ahli sejarah, pakar hadis.61 Dalam menjalani
kehidupan, Ibnu Katsir didampingi oleh seorang isteri yang bernama Zainab
(puteri Mizzi) yang masih sebagai gurunya. Selain belajar dari al-Mizzi dan
juga sebagai menantu ia juga belajar kepada Ibnu Taimiyah dan mencintainya
sehingga ia mendapat cobaan karena kecintaanya kepada Ibnu Taimiyah. Ibnu
Qodi Syahbah mengatakan di dalam kitab Tabaqat-Nya, Ibnu Katsir
mempunyai hubungan khusus dengan Ibnu Taimiyah dan membela
pendapatnya serta mengikuti banyak pendapatnya. Bakhan dia sering
mengeluarkan fatwa berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah dalam masalah
talak yang menyebabkan dia mendapat pujian dan disakiti karenanya.62
Ibnu Katsir adalah sebagai seorang ulama‟ yang berilmu tinggi dan
mampunyai wawasan ilmiyah yang cukup luas. Para ulama‟ masanya menjadi
saksi bagi kelulusan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya sebagai
narasumber, terlebih dalam bidang tafsir, hadits, dan juga sejarah. Ibnu hajar
memberikan komentar tentang Ibnu Katsir, bahwa dia menekuni hadits secara
mutaha‟ah mengenai semua matan dan para perwinya. Ia juga menghimpun
tafsir dan juga mencoba menulis suatu kitab tarikh yang diberinya judul Al-
Bidayah wan Nihayah, menulis pula tentang Tabaqasuty Syafi‟iyah serta
mensyarahi kitab Al-Bukhori. Ibnu Katsir adalah orang yang banyak
hafalanya lagi suka berseloroh. Semua karya tulisan dimasa hidupnya telah
61
Moh Ali Mashudi, “Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Al-Qur‟an
dan Relevansinya dengan Realitas Kehidupan Perempuan Modern (Studi Tentang Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Surah An-Nisa‟ Ayat 34-36 Dan Al-Ahzab Ayat 59
Perspektif Tafsir Ibnu Kathir, Al-Azhar, Dan Al-Misbah)”, Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014,
19. 62
Ibnu Katsir, Al- Bidayah Wa Al- Nihayah, jilid XIV,(Beirut: Dar Al-Fikr,1990), 34.
45
tersebar diberbagai negeri dan menjadi ilmu yang bermanfaat sesudah ia
tiada.63
Pada abad ke VII H dikenal dengan masa kejayaan Islam, sehingga
berbagai disiplin ilmu sudah populer di kalangan umat Islam pada saatnya,
dan Ibnu katsir mulai meroket dengan tinggi tentang ilmu yang ia geluti,
tetapi ia tidak cepat puas dengan hasil yang ia karang. Akhirnya Ia bermaksud
mendalami kitab ilmu hadits kepada Jalaluddin Mizzi, seorang ulama‟
terkemuka disuriah pada waktu itu, ia sanggup menghafal banyak matan
hadits, mengenali sanad, memeriksa kualitas perowi, biografi para tokoh, dan
sejarah. Tidak tanggung-tanggung ia juga mendapat hadits langsung dari
ulama‟ hijaz, serta mendapat ijazah langsung dari gurunya (al- wani). Karena
keahliaan itulah ia dipercaya untuk menduduki jabatan yang sesuai dengan
ilmu yang dia geluti. Disisi lain dia juga berguru kepada Kamaluddin bin
Qadi syhbah dan Ibnu Taimiyah.64
Ibnu Katsir adalah sosok ulama yang terkenal. Kontribusi beliau
dalam disiplin ilmu begitu besar, sehingga beliau di juluki al-hafiz, hujjah al-
muhaddist, al-mu‟arrikh, al-mufassir dan lain sebagainya. Hal ini dapat
dilihat dari begitu banyaknya karya-karya beliau yang dijadikan referensi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini karya-karya Ibnu Katsir:
1. Tafsir Al-Qur‟an Al-Azhim, lebih di kenal dengan nama Tafsir Ibnu Katsir.
Di terbitkan pertama kali dalam 10 jilid, pada tahun 1342-H/ 1923 M. di
Kairo, kitab inilah yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini.
63
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, VII. 64
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), 106.
46
2. At-Tafsir, sebuah kitab Tafsir bi Ar-Riwayah yang terbaik, dimana Ibnu
Katsir menafsirkan Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, kemudian dengan
hadist-hadist masyshur yang terdapat dalam kitab-kitab para ahli hadist,
disertai dengan sanadnya masing-masing.65
3. As-Sirah An-Nabawiyah (kelengkapan sejarah hidup Nabi SAW). Ikhtisar
„Ulum Al-Hadis, Ibnu Katsir meringkaskan kitab muqaddimah Ibnu
Shalah, yang berisi ilmu musthalah al-hadis. Kitab ini telah dicetak di
Makkah dan di Mesir, dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaikh
Ahmad Muhammad Syakir pada tahun 1370 H di Makkah dan di Mesir,
dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
pada tahun 1370 H.66
4. As-Sirah (ringkasan sejarah hidup nabi SAW). Kitab ini telah dicetak
dimesir tahun 1538 H. dengan judul, AL-Fushul fi Ikhtishari siratir Rasul.
5. Jami‟ Al-Masanid wa As-Sunan, kitab ini disebut oleh Syeikh Muhammad
Abdur Razzaq Hamzah dengan judul, Al-Huda wa As- Sunanfi Ahadits Al-
Masanid wa As-Sunan, dimana Ibnu Katsir telah menghimpun antara
musnad Imam Ahmad, Al-Bazzar, Abu Ya‟la dan Ibnu Abi Syaibah
dengan Al-Kutub As-Sittah menjadi satu.67
6. At-Taklimi fi Ma‟rifah Ats-Tsiqaath wa Adh-Dhu‟afa‟i wa Al-majahil,
dimana Ibnu Katsir menghimpun karya ibu gurunya, Al-Mizzi dan Adz-
Dzahabi menjadi satu, yaitu Tahzib Al-Kamal dan Mizan Al-I‟tidal,
disamping ada tambahan mengenai Al-Jarh wa At-Ta‟dil.
65
Nur Faizan Maswan, Kajian Diskriptif tafsir Ibn Katsir..., 43. 66
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir..., 132. 67
Ibid., 133.
47
7. Musnad Asy-Syaikhain, Abibakr wa Umar, musnad ini terdapat di Darul
Kutub Al-Mishriyah.
8. Al- Bidayah Wa An-Nihayah, sebuah kitab sejarah yang berharga dan
terkenal, dicetak di Mesir di percetakan As-Sa‟adah tahun 1358 H. dalam
14 jilid. Dalam buku ini Ibnu Katsir mencatat kejadian-kejadian peting
sejak awal penciptakan sampai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun
768 H. yakni lebih kurang 6 tahun sebelum wafatnya.68
9. Risalah Al-Ji>hat, dicetak di Mesir.
10. Thabaqat Asy-Syafi‟iyah, bersama dengan Munaqib Asy-Syafi‟i
11. Ikhtisar, ringkasan dari kitab Al-Madkhallila kitab As-sunan karangan Al-
Baihaqi.
12. Al-muqaddimat, isinya tentang Musthalah Al-Hadis.
13. Takhrij Ahad{itsi Adillatit Tanbih, isinya membahas tentang furu‟ dalam
madzhab Asy-syafi‟i.
14. Takhrij Aha>ditsi> Mukhtashar Ibnil Hajib, berisi tentang Ushul
15. Syarah Shahih Al-Bukhari, merupakan kitab penjelasan tentang hadis
hadis Bukhari. Kitab ini tidak selesai, tetapi di lanjutkan oleh Ibnu Hajar
Al-„Asqalani (952-144 M).
16. Al-Hakim, kitab Fiqh yang didasarkan pada Al-Qur‟an dan Hadits.
17. Fadhil Al-Qur‟an, berisi ringkasan Sejarah Al-Qur‟an. Kitab ini di
tempatkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsir.69
68
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir..., 134. 69
Nur Faizan Maswan, Kajian Diskriptif tafsir Ibn Katsir…, 44.
48
K. Penafsiran Ibnu Katsir Tentang Ayat-Ayat Akhlak Terhadap
Lingkungan Hidup
Akhlak merupakan sebagai pengatur Bagaiman seorang makhluk yang
di ciptakan oleh Allah dengan sebaik mungkin, dan juga bagaimana bertata
krama khususnya terhadap lingkungan. Lingkungan meliputi yang dinamis
(hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan dinamis meliputi wilayah
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan statis meliputi alam
yang diciptakan Allah swt, dan industri yang diciptakan manusia. Alam yang
diciptakan Allah, meliputi lingkungan bumi, luar angkasa dan langit,
matahari, bulan dan tumbuh tumbuhan.70
Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan
lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga
lingkungan merupakan tugas manusia sebagai kholifah dibumi, dengan cara
menjaga lingkuangan dari kerusakan. Al-Qur‟an sebagai pusat dari segala
ilmu pengetahuan, sampai membahas tentang lingkungan hidup serta
bagaimana memperlakukannya. Sebagaimana yang terkandung dalam Al-
Qur‟an, memuat sejumlah aspek terkait berakhlak baik terhadap lingkungan.
Artinya berbuat baik terhadap lingkungan dengan mengadakan beberapa hal
seperti perbaikan, pemeliharaan, pemanfaatan ataupun pelestarian terhadap
lingkungan tersebut.
Berikut beberapa ayat yang mengandung nilai-nilai akhlak terhadap
lingkungan yang mewakili dari ayat-ayat lain selanjutnya akan peneliti gali
70
Mardiana, “Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup”, Jurnal Al-
Fikr Volume 17 Nomor 1(Tahun 2013), 141.
49
dari segi makna, penafsiran, asbabul nuzul dan munasabahnya yang
merupakan ayat-ayat yang mendukung dan berkaitan dengan tema pada
penelitian ini.:
1. Kewajiban Memelihara dan Melindungi Hewan
Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap
seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki,
dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan
makanannya71
, Allah Swt berfirman:
وما من دآبمة ف الرض إ م عل اللو رزق ها وي علم مست رمىا ومست ودعها كلل ف (6) كتاا م
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang
nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hu>d/11: 6)
Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa
memelihara dan melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara
memberikan makanan dan tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk
Allah Swt mulia, dan di perintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang
untuk berbuat kerusakan di atas bumi.72
Ayat ini menyatakan bahwa Allah menguasai segala sesuatu, ilmu-
Nya melingkupi seluruh makhluk yang ada, Dialah yang mengatur alam
semesta. Semua yang melata di permukaan bumi, semua yang terbang di
71
Ibid.,144. 72
Ibid.,145.
50
udara, semua yang hidup di lautan, dari yang terkecil sampai yang
terbesar, dari yang nampak sampai yang tersembunyi, hanya Dialah yang
menciptakan, mengembangkan, mengatur dan memeliharanya.73
Maksud kata dabbah dalam ayat ini ialah: Segala makhluk yang
diciptakan Allah di bumi. Disebut “binatang di bumi” karena binatang
yang di bumi itulah yang mudah dilihat dan diperhatikan oleh manusia.
Ayat ini mendorong orang-orang yang beriman agar menyelidiki segala
rupa kehidupan makhluk Allah yang ada di alam ini, untuk memperkuat
iman, ketaatan kepada Allah Yang Maha Kuasa serta berbuat baik pada
hewani berupa menjaga dan melindunginya.
Ibnu Katsir dalam menjelaskan mengenai bagaimana memelihara
lingkungan dan isinya, sebagaimana yang diceritakan bahwa Allah tidak
akan salah dalam memberikan rejekinya dan pasti mengetahui hamba yang
tersembunyi dan juga yang terang-terang. Sebab Allah Swt sudah
menjamin rejekinya, seperti hewan dan yang lainya yang ada di Bumi,
mulai dari hewan yang paling kecil sampai kepada hewan yang paling
besar, bahkan yang berada di laut dan juga yang ada di daratan, seperti
yang terdapat pada surat Al-An-am ayat 38.74
Sebagaimana Rasulullah Saw. berpesan kepada para pemilik
kendaraan agar memperhatikan makanan binatang tunggangan mereka.
“Jika kalian melakukan perjalanan di daerah subur, maka berilah
makanan ontamu dari daerah itu dan jika kalian melakukan perjalanan di
73
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz
12 (Kairo: al Muassasah Daar al Hilaal, 1994), 322. 74
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 12, 2.
51
daerah paceklik, maka percepatlah, hingga tidak membahayakannya”.
(Riwayat Muslim).
Manusia, hewan dan lainnya semuanya itu rejekinya telah tercatat
berada di dalam suatu kitab (Al-Qur‟an), yang kitab itu berada di sisi
Allah. Yang isinya menerangkan bahwa semua yang ada dibumi sudah ada
jatah nya mulai dari hal yang paling kecil sampai kepada hal yang paling
besar. Sebagimana yang terkandung di dalam firman-Nya:
وما من دابمة ف الرض و طائر يلير بناحيو إ أمم أمثالكم ما ف رمطنا ف م شرون (38 )الكتاا من شيء م إ ربي
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti
kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-An‟am: 38)
Maksudnya, semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah,
tiada sesuatu pun dari semuanya yang dilupakan oleh Allah rezeki dan
pengaturannya, baik ia sebagai hewan darat ataupun hewan laut. Ketika
seorang hamba mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,
Maha Mengawasi semua perbuatan hambaNya, maka itu merupakan faktor
terbesar untuk meninggalkan maksiat dan melakukan kebaikan termasuk
memelihara dan melindungi hewani.
Al Kitab adalah Lauhil Mahfudz. Manusia hanyalah tinggal
berusaha karena semua sudah ditentukan oleh Allah, mulai dari rejeki,
jodoh, ajal dan lain sebagainya, sudah tertulis dalam kitab Allah.
Allah Swt dalam firman-Nya:
52
ار ا خرة وأحسن كما و نس صي ك من الد يا واب تغ فيما آ ا اللمو الدم (77) إنم اللمو ب المفسدين و غ الفساد ف الرض أحسن اللمو إليك
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashas/28:
77)
Allah menganugerahkan kenikmatan berupa menghalalkan
makanan, minuman, pakaian, rumah dan pernikahan. Karena
sesungguhnya manusia mempunyai kewajiban terhadap Tuhan, dan
mempunyai kewajiban terhadap diri sendiri, dan mempunyai kewajiban
terhadap keluarga, dan mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang
bertamu, maka tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing.75
و غ الفساد ف الرض وأحسن كما أحسن اللمو إليك
Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu. dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi
Artinya berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah (termasuk
hewan) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah cita-
cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi
dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa seseorang boleh
menggunakan kenikmatan duniawi selama hak Allah menyangkut harta
75
Mardiana, Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup…, 146.
53
telah dipenuhinya dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan
Allah Swt., antara lain membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat
jahat terhadap makhluk Allah, sebagaimana dinyatakan pada penghujung
ayat yang artinya dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Dalam tafsir Ibnu Katsir mengenai nikmat yang telah di
anugrahkan Allah kepada kita, maka nikmati yang sudah Allah halalkan
oleh Allah berupa makanan, minuman, tempat pemukiman, dan
perkawinan, karena kamu mampunyai hak dan kewajiban terhadap
keluarganya dan juga tamu yang main kerumahmu, maka tunaikanlah hak-
haknya dan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan.76
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dijelaskan bahwa carilah apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (keduniawi) dan berbuat
baiklah (kepada makhluk Allah) sebagaimana Allah telah berbuat
kepadamu, dan janganah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tdak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.77
Dalam Al-Qur‟an juga dijelaskan bagaimana memelihara dan
melindungi hewani sebagaimana firman Allah Swt:
(8) ويل ما علمون واليل وال غال والمير لت رك وىا وزينة
76 Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 20,
186. 77
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, Terj.Bahrun Abu Bakar, 73.
54
an (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan
apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Al Nahl: 8).
Bagian lain dari apa yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, Allah
anugerahkan itu untuk mereka, yaitu kuda, baghal, dan keledai, yang Allah
jadikan sebagai tunggangan dan perhiasan. Dan itu semua adalah tujuan
yang paling besar. Dan ketika Allah merinci binatang-binatang ini dan
menyebutkannya secara terpisah dari binatang-binatang ternak, sebagian
ulama menjadikan hal itu sebagai dalil atas pendapat mereka bahwa
daging kuda adalah haram, seperti Imam Abu Hanifah; dan para ulama
fiqih yang sependapat dengan beliau, bahwa sesungguhnya Allah
menyebutkannya bersamaan dengan baghal dan keledai, yang memang
kedua-duanya adalah haram, seperti yang telah ditetapkan oleh Sunnah
Nabawiyyah, ini adalah pendapat sebagian besar para ulama.78
Imam Abu Ja‟far Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu `Abbas,
bahwa sesungguhnya Ibnu `Abbas memakruhkan daging kuda, keledai dan
baghal. Dan beliau berkata: “Allah Ta‟ala berfirman:
ها أكلون وال عام خل ها (5 ) لكم فيها د ء ومناف ومن Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu, padanya ada bulu
yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu
makan, berarti ini untuk di makan. (QS. An Nahl: 5)
Diciptakan-Nya hewan-hewan untuk kamu padanya ada bulu dan
kulit yang dapat kamu jadikan pakaian yang menghangatkan badan kamu
dan berbagai manfaat lain yang dapat kamu ambil dalam kehidupan kamu,
78
Ibid., 41.
55
dan sebagian dari-Nya juga dapat kamu makan. Dan selain manfaat-
manfaat tersebut kamu juga dapat memperoleh keindahan padanya, yakni
pada hewan ternak itu.79
Allah Swt. menciptakan binatang untuk kepentingan manusia dan
juga menunjukkan kekuasaan-Nya. Betapa banyaknya binatang telah
dimanfaatkan oleh manusia, ada yang dimanfaatkan tenaganya, air
susunya, madunya, dagingnya dan sebagianya. Oleh sebab itu, tepatlah
apabila manusia disuruh untuk memlihara dan menyayangi binatang
tersebut.
Begitu juga diriwayatkan melalui jalur Sa‟id bin Jubair dan
lainnya, dari Ibnu `Abbas dengan nada yang sama. Dan al-Hakam bin
`Utaibah berkata seperti itu juga. “Dan Dia telah menciptakan kuda,
baghal dan keledai agar kamu menungganginya.” Maka ini untuk di
tunggangi.80
ا م وا اللمو ىذه ال هائم المع مة فارك وىا صالة وكلوىا صالة
Bertakwalah kalian kepada Allah pada binatang-binatang ternak yang tak
bisa berbicara ini. Tunggangilah ia dengan baik-baik, makanlah pula
dengan cara yang baik. (HR. Abu Daud no. 2548. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Imam Nawawi mengatakan
dalam Riyadhus Sholihin bahwa hadits ini shahih).81
Islam mengajarkan menyayangi hewan. Janganlah hewan itu
disiksa atau diberi muatan yang berlebihan. Ada hewan yang memang kuat
79
Abu Yahya Marwan bin Musa, Tafsir Al-Qur‟an Hidayatul Insan…, 3. 80
Ibid.,41. 81
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‟ats sl-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol.2 (Riyadh: Bait
al-Afkar al-Dawliyah t.t), 20.
56
dan bisa diberi muatan, ada hewan yang tidak seperti itu.
Hadits di atas intinya menunjukkan perintah untuk berbuat baik kepada
hewan dan jangan memberinya muatan yang berlebihan. Ini tanda bahwa
Islam mengajarkan menyayangi hewan.
Nash (ayat) di atas menunjukkan dalil atas diperbolehkannya
menunggang binatang-binatang tersebut, di antaranya adalah baghal.
Rasulullah pemah dihadiahi seekor baghal82
, dan waktu itu Rasulullah
menungganginya, sedangkan beliau melarang perkawinan keledai atas
kuda agar keturunan tidak putus. Begitupun dengan hewan ternak yang
dimanfaatkan bulu, daging dan susunya sebagaimana fungsinya.
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa kita harus memelihara
hewan sebagaimana fungsinya dalam kehidupan manusia. Seperti kuda
kita lindungi dan pelihara sebagai tunggangan. Kuda disebutkan di dalam
Al-Qur‟an yang tentunya memiliki keistimewaan. Nabi Muhammad SAW
juga menganjurkan umatnya untuk menuggangi kuda.
Dengan demikian umat manusia diharuskan membalas pelayanan
yang telah diberikan oleh binatang-binatang mereka dengan
memperlakukan binatang itu sebaik mungkin dan membantu mendapatkan
apa yang mereka butuhkan. Karena itu, kita wajib berinteraksi dengan
binatang menurut cara-cara yang dibenarkan, karena binatang-binatang itu
juga ciptaan Allah Swt.
82
Bagal (berasal dari kata arab بغل - baghal) merupakan keturunan silang antara kuda betina
dan keledai jantan. Karena hasil persilangan antarjenis, bagal tidak bisa menghasilkan keturunan
(mandul).
57
Al-Qur‟an juga dijelaskan bagaimana memelihara dan melindungi
hewani sebagaimana firman Allah Swt:
قالت نلة يا أي ها النممل ادخلوا مساكنكم لمنمكم سليمان وجنوده وىم (18 )يشعرون
berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-
sarang kalian, agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari” (An-Naml: 18)
Ibnu Asakir telah meriwayatkan melalui jalur Ishaq Ibnu Bisyr,
dari Sa‟id, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa nama semut yang berbicara
itu adalah Haras. Ia berasal dari kelompok semut yang dikenal dengan
nama Bani Syisan. Disebutkan bahwa besar semut itu sama dengan seekor
serigala, sedangkan semut yang berbicara itu pincang kakinya. Ia merasa
khawatir makhluk jenisnya akan binasa karena terinjak-injak oleh teracak
kuda-kuda pasukan Nabi Sulaiman, maka ia menyerukan kepada makhluk
jenisnya agar memasuki sarang-sarang mereka. Sulaiman a.s. mengerti
pembicaraan itu.83
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil
kesimpulan tentang kewajiban memelihara dan melindungi hewani
menurut Ibnu Katsir sebagai berikut:
a) Memberi makan dan melindungi tempat tinggal hewan (QS. Hu>d: 11)
( ١١)إ المذين ص روا وعملوا الصمالاا أولئك لم مغفرة وأجر ك ير
83
Ibid., 207.
58
Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan
mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan
pahala yang besar.
b) Menjaga dan memelihara hewaan karena tidak ada yang lepas dari
sepengetahuan dan pengawasan Allah Swt. (QS. Al-An‟am: 38)
ف ف رمطنا ما أمثالكم أمم إ بناحيو يلير طائر و الرض ف دابمة من ومام إ م شيء من الكتاا ( ٣٨ ) شرون ربي
dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
c) Berbuat baik dengan sesama Makhluq Allah dan tidak berbuat
kerusakan pada hewani (QS. Al Qoshos: 77)
ار اللمو آ ا فيما واب تغ كما وأحسن الد يا من صي ك نس و ا خرة الدم( ٧٧ )المفسدين ب اللمو إنم الرض ف الفساد غ و إليك اللمو أحسن
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
d) Memelihara hewan sebagaimana fungsinya dalam kehidupan manusia.
(An Nahl: ayat 6 dan 8).
(٦ ) سرحون وح ر ون ح ال فيها ولكم
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu
membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat penggembalaan.
( ٨)واليل وال غال والمير لت رك وىا وزينة ويل ما علمون
59
Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagaldan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
e) Dilarang menyiksa hewan-hewan sebagaimana semut dilarang untuk
diinjak (An-Naml: 18).
ح م إذا أ وا عل واد النممل قالت نلة يا أي ها النممل ادخلوا مساكنكم ( ١٨) لمنمكم سليمان وجنوده وىم يشعرون
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor
semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar
kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka
tidak menyadari";
2. Menghidupkan Lahan Mati
Menghidupkan tanah yang mati (ihya al-mawat) merupakan salah
satu khasanah hukum Islam yang di jumpai dalam syariat, Al-mawat
artinya tanah yang belum dikelola sehingga belum produktif bagi manusia.
Sedangkan kata al-ihya artinya hidup atau menghidupkan. Maka arti
harfiah dari ihya al-mawat adalah usaha mengelola lahan yang masih
belum bermanfaat menjadi berguna bagi manusia. Oleh karena itu
menghidupkan tanah yang tidak produktif merupakan petunjuk syariat
secara mutlak. Syariat memberikan peluang kepada setiap muslim untuk
mengelola tanah dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan tanah yang baik ini
terkait dengan persoalan hajat hidup manusia dalam memanfaatkan
sumber daya yang ada untuk kesejahteraannya sendiri.
60
Menghidupkan lahan yang sudah mati diperbolehkan dan islam
mendakwahkan untuk menghidupkan lahan yang mati berdasarkan sabda
Rasulullah Shollallohu „Alaihi Wa Sallam:
أعمر أر ا ليست لحد ف هو أح Barangsiapa yang memakmurkan tanah yang tidak di miliki oleh seorang
seorangpun maka dia lebuh berhak (atas tanah itu).” (HR. Imam
Bukhari.)84
Menghidupkan lahan yang sudah mati berarti memanfaatkan lahan
yang bertahun-tahun tidak dimanfaatkan oleh orang, dengan berbagai
macam cara; jika itu dalam daratan bisa ditanami pepohonan, jika ia di
lembah bisa ditanami padi (dirinci dengan ayat) dan lain sebagainya.
Sebagaiman firman Allah Swt yang berbunyi:
ها ح با فمنو يأكلون ناىا وأخرجنا من وآية لم الرض الميتة أحي ي Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi
yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya
biji-bijian, maka dari padanya mereka makan. (QS, Yasin/36: 33).
Pencipta dan kekuasaan-Nya yang sempurna, dan kemampuan-Nya
yang bisa menghidupkan lahan yang mati menjadi subur. Bumi yang
sebelumnya tandus akhirnya dengan kekuasanya bisa menjadi subur,
dengan cara menurunkan hujan, dengan hujan itulah lahan yang
sebelumnya tandus kemudian tumbuh benih-benih yang hijau, karena
itulah firman Allah Swt; Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari
84
Ringkasan Kitab Shahih Imam Bukhari, 5/8/2325 PDF (Jakarta, 2007).
61
padanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan. Dengan demikan
itulah rejeki mereka dan juga makanan ternak mereka.85
Dijelaskan oleh mardiana yang di dalamnya mengutip salah satu
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu kepada orang yang
memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan, tempat para musafir
dan hewan berteduh. Ancaman keras tersebut secara eksplisit merupakan
ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan
tersebut banyak memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika
penebangan itu dilakukan dengan pertimbangan cermat atau menanam
pepohonan baru dan menyiram-nya agar bisa menggantikan fungsi pohon
yang ditebang itu. Selain itu udara juga bisa membentuk pembauran gas
yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala
penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam
bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air, udara, dan
api.86
Pemulihan kondisi bumi dan ekosistem87
yang telah mati atau
rusak memerlukan waktu yang sangat lama. Bahkan, jika faktor-faktor
pendukungnya telah musnah, kepulihannya akan menghasilkan ekosistem
yang berbeda. Contohnya, jika ekosistem hutan telah ditebang habis dalam
skala yang sangat luas, maka tempat tertentu harus dicadangkan sebagai
85
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 23,
16. 86
Mardiana, Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup..., 147. 87
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi. Lihat https://id.wikipedia.org › wiki › Ekosistem. Diakses pada 17 Oktober 2019
62
ekosistem yang masih utuh.88
Sebaliknya, jika pembabatan hutan
dilakukan secara merata dalam kapasitas diluar kemampuan ekosistem
yang ada untuk memulihkannya, maka terjadi peralihan (transisi) dan
pertukaran ekosistem yang berubah total. Contoh perubahan akibat
eksploitasi secara kasar ini adalah banyaknya lahan terlantar menjadi lahan
tidak produktif dan tidak lagi subur.
Dalam khasanah pemeliharaan lingkungan, Islam mengenal
kawasan harim yaitu suatu wilayah yang diperuntukkan melindungi
sungai, mata air, lahan pertanian dan permukiman. Harim adalah kawasan
yang sengaja tidak boleh di ganggu.89
Pembangunan di kawasanini adalah
dilarang dan dibatasi. Harim dapat dimiliki secara pribadi, misalnya harim
yang diperuntukkan guna melindungi dan menjaga kestabilan mata air,
namun harim dapat menjadi milik publik yang menyediakan sumber daya
air, kayu bakar untuk komunitas sekitar dan menyediakan habitat bagi
kehidupan liar.90
Nabi Muhammad Saw pernah menetapkan daerah yang tidak boleh
dilanggar, dirusak untuk memelihara aliran air, fasilitas-fasilitas umum
dan kota-kota. Di dalam kawasan harim fasilitas-fasilitas untuk
kepentingan masyarakat seperti sumur penampuangan air dilindungi dari
kerusakan. Harim menyediakan ruangan yang cukup untuk
mempertahankan dan melindungi air dari pencemaran, penyediaan tempat
88
Safrilsyah dan Fitriani, “Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup,” Jurnal,
Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1 (April 2014), 29. 89
Fachruddin, Konservasi Alam Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 29. 90
Safrilsyah dan Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup..., 30.
63
khusus untuk istirahat binatang ternak dan lahan yang cukup untuk
pengairan (irigasi) sawah dan kebun. Sedangkan kawasan khusus untuk
perlindungan habitat alami dimasukkan dalam kategori. Kemaslahatan
umum merupakan suatu ketentuan syariat bahwa sebagai pemimpin
(khalifah) di bumi, Rasulullah Saw telah mencontohkan suri tauladannya
untuk memperbaiki dan memberikan perlindungan terhadap semua ummat,
termasuk kemaslahatan mahkluk hidup (hewan dan tumbuh-tumbuhan)
yang ada di sekitarnya. Kerangka inilah yang mendasari bahwa kehadiran
Islam ke dunia tidak lain merupakan rahmat bagi seluruh alam.91
لك ية ل وم واللمو أ زل من السمماء ماء فأحيا بو الرض ب عد موتا إنم ف ذ يسمعون
Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu
dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). (An Nahl: 65).
Allah menurunkan hujan yang berasal dari awan dan membuat
bumi yang sebelumnya kering kerontang tak berpenghuni dapat
menumbuhkan tanaman dan melahirkan kehidupan. Sebenarnya dengan
penciptaan alam seperti itu terdapat bukti yang menunjukkan adanya
Pemelihara alam semesta yang Maha Bijaksana. Air yang turun dari langit
meresap ke dalam bumi, melarutkan unsur-unsur kimia di dalam tanah
yang dihisap oleh tumbuh- tumbuhan. Unsur-unsur itu kemudian berubah
menjadi sel-sel hidup dan seluler.
91
Ibid., 31.
64
Allah swt mengajak para hamba-Nya untuk memperhatikan dalil
dan bukti yang menunjukkan kebenaran bahwa Allah swt itu Maha Esa
dan Dialah yang berhak dipertuhan dan pantas disembah. Dalam hal ini,
Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menurunkan hujan dari langit, yang
dibutuhkan berbagai macam tanaman di permukaan bumi. Andaikan tidak
ada hujan, tentulah bumi itu menjadi kering, tandus, dan tak mungkin
ditumbuhi oleh tanam-tanaman dan rerumputan. Hal itu menunjukkan
bahwa Allah berkuasa menghidupkan tanah dan menyuburkannya setelah
tidak adanya tanda-tanda kehidupan. Orang-orang yang memperhatikan
kejadian itu tentu akan melihat bukti-bukti yang jelas dan tanda yang pasti
tentang adanya Allah Yang Mahakuasa. Hal ini hanya dapat dipahami oleh
orang yang mau mendengarkan penjelasan Allah, memperhatikan dan
memikirkan tanda-tanda keesaan-Nya. Hal itu terkadang dapat dilakukan
dengan penelitian secara langsung atau mendengarkan dan memahami
pengalaman-pengalaman atau hasil penelitian orang lain dengan sebaik-
baiknya.
Allah menurunkan hujan dari ketinggian, dengannya Allah
menghidupkan bumi yaitu menumbuhkan pepohonan di atasnya padahal
sebelumnya bumi itu tandus dan kering. Sesungguhnya diturunkannya
hujan dari arah langit dan ditumbuhkannya pepohonan di muka bumi
dengan hujan tersebut mengandung bukti nyata atas kemahakuasaan Allah.
Ayat ini dapat diambil hikmah bahwa untuk menghidupkan lahan yang
tandus dan kering bahkan mati yaitu dengan menyiraminya dengan air
65
maka Allah akan menghidupkannya tanaman-tanaman di atas lahan
tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil
kesimpulan tentang menghidupkan lahan mati menurut Ibnu Katsir sebagai
berikut:
a) Memanfaatkan lahan yang bertahun-tahun tidak dimanfaatkan. (QS,
Yasin/36: 33).
ها ح با فمنو يأكلون ناىا وأخرجنا من ( ٣٣)وآية لم الرض الميتة أحي ي
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari
padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.
b) Menghidupkan lahan yang tandus dan kering bahkan mati misalkan
dengan menyiraminya dengan air. (An Nahl: 65)
ل وم ية ذلك ف إنم موتا ب عد الرض بو فأحيا ماء السمماء من أ زل واللمو ( ٦٥ )يسمعون
Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu
dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan)
bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
3. Larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan
Melestarikan lingkungan hidup merupakan tugas manusia sebagai
bagian dari suatu ekosistem, yang dapat digali dari petunjuk Al-Qur‟an.
Dalam kehidupannya, manusia sangat terkait dengan alam, baik sebagai
tempat tinggal sumber rezeki, maupun sebagai sarana ubudiyah kepada
66
Allah Swt. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus menjaga
keseimbangan alam semesta yang Allah ciptakan dengan penuh
keteraturan.92
Manusia adalah penguasa, pengatur, dan pemakmur bumi.
Sebaliknya tindakan perusakan lingkungan dengan melakukan tindakan
eksploitatif dan pencemaran seharusnya dihindarkan karena akan
berdampak buruk bagi kemaslahatan hidup seluruh makhluk hidup,
khususnya manusia yang bertentangan dengan tujuan ditetapkannya
syariat (maqàshid asy-syari‟ah) dalam ajaran Islam. Segala bentuk
tindakan perusakan tersebut terlarang dalam agama dan hukumnya adalah
haram. Pelakunya berhak mendapat hukuman dan sangsi sesuai dengan
tingkat kesalahan yang dia lakukan. Berikut ayat Al-Qur‟an tentang
larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan:
Larangan membuat kerusakan atas tatanan kehidupan sebagaimana
firman Allah Swt:
إنم رحت اللمو و فسدوا ف الرض ب عد إصلحها وادعوه خوفا وطمعا قريب من المحسن
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS al-A‟raf/7:
56).
92
Reflita, “Eksploitasi Alam Dan Perusakan Lingkungan,” Substantia, Volume 17 Nomor 2
(Oktober 2015), 11.
67
Menuru Ibnu Katsir bahwa Firman Allah wa laa tufsiduu fil ardli
ba‟da ishlaahi Haa: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” Allah Ta‟ala melarang dari
melakukan perusakan dan hal-hal yang membahayakannya, setelah
dilakukan perbaikan atasnya. Karena jika berbagai macam tatanan
(kehidupan) sudah berjalan dengan baik dan setelah itu terjadi perusakan,
maka yang demikian itu lebih berbahaya bagi umat manusia. Maka Allah
Ta‟ala melarang hal itu, dan memenintahkan hamba-hamba-Nya untuk
beribadah, berdo‟a dan merendahkan diri kepada-Nya, serta menundukkan
diri di hadapan-Nya.93
Allah Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di
muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestarian lingkungan
sesudah diperbaiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya
berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan
padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka
Allah Swt. melarang hal tersebut, dan memerintahkan manusia untuk
berdoa padaNya.
Sebagaimana penjelasan Pada Al-Qur‟an surat Al A‟raf ayat 56
Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di
udara bahkan dimana saja. Karena kerusakan yang disebabkan ulah
manusia itu akan membahayan pada tata kehidupan manusia sendiri,
seperti kerusakan tata lingkungan alam, pencemaran udara, dan bencana-
93
Abu al-Fida Ismail bin „Amr bin Katsir al-Quraisy al-Dimasyqy, Tafsìr al-Qur'àn al-
‟Azhim, (t.tt: Dàr at-Thayyibah li an-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1999). 429.
68
bencana alam lainnya. Pada surat tersebut Allah disuruh untuk berdo‟a
kepada Allah dan bersyukur atas karunia yang diberikan kepadanya,
sehingga alam yang telah disediakan Allah itu mendatangkan rahmat dan
manfaat serta nikmat yang besar bagi kehidupan manusia dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT, sehingga manusia menjadi makhluk yang
baik (muhsinin).
Larangan berbuat kerusakan yang disebutkan dalam ayat di atas
bersifat umum meliputi segala bentuk kerusakan baik sedikit atau banyak.
Seperti disebutkan al-Alūsiy dan ar-Râziy, kerusakan disini mencakup
merusak jiwa dengan pembunuhan dan memotong anggota tangan,
merusak agama dengan syirik dan melakukan perbuatan bid‟ah, merusak
keturunan dengan zina, merusak akal dengan meminum minuman yang
memabukkan. Jiwa, agama, keturunan, harta, dan akal merupakan lima
unsur pokok yang harus dipelihara inilah yang mesti dipelihara sesuai
dengan tujuan penetapan syariat. Al-Qurthubi memasukkan tindakan
merusak linngkungan seperti menebang pohon, merusak bangunan dan
mencemari air termasuk kedalam bentuk pengrusakan di bumi yang
disebutkan dalam ayat ini.94
Ayat ini menurut ar-Râziy mengindikasikan larangan membuat
mudarat (bahaya). Dan pada dasarnya, setiap perbuatan yang
menimbulkan mudarat adalah haram dan dilarang oleh agama selama
belum ada nash yang mentaskhsis keumumannya. Merusak lingkungan
94
Al-Qurthubiy, al-Jâmi„ lì Ahkâm al-Qur'ân, hal. 159 dalam Reflita, Eksploitasi Alam dan
Perusakan Lingkungan, 6.
69
dicirikan Allah, sebagai sifat orang yang munafik. Mereka mengaku
sebagai orang yang berbuat kebaikan. Padahal, apabila mereka berjalan di
muka bumi, mereka sengaja berbuat kerusakan dan menghancurkan
tanam-tanaman dan binatang ternak.95
Selanjutnya firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah ayat 11:
ا ن مصلحون وإذا قيل لم فسدوا ف الرض قالوا إنم
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang
yang mengadakan perbaikan”
Dalam tafsir Ibnu Katsir, as-Suddi menceritakan, dari Abu Malik
dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah ath-Thabib al-
Hamdani, dari Ibnu Masud, dari beberapa sahabat Nabi mengenai firman
Allah: wa idzaa qiila la Hum laa tufsiduu fil ardli qaaluu innamaa nahnu
mush-lihuun “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi “Mereka menjawab: “Sesungguhnya
kami orang-orang yang mengadakan perbaikan” ia mengatakan: “Mereka
itu adalah orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan yang dimaksud
adalah kekufuran dan kemaksiatan.” 96
Dalam ayat lain, perusak lingkungan dicap sebagai kafir ekologis
(kufr al-bi‟ah). Di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah adanya jagad
raya (alam semesta) ini. Karena itulah, merusak lingkungan sama halnya
dengan ingkar (kafir) terhadap kebesaran Allah (Surah Sha>d (38): 27).
95
Reflita, Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan…, 6. 96
Ibid., 64.
70
ن هما باطل ذلك ظن المذين كفروا ف ويل للمذين وما خل نا السمماء والرض وما ب ي ( ٢٧)كفروا من النمار
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang
kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk
neraka.
Memahami alam secara sia-sia merupakan pandangan orang-orang
kafir. Apalagi, ia sampai melakukan perusakan dan pemerkosaan terhadap
alam. Kata kafir dalam Al-Quran tidak hanya selalu berhubungan dengan
akidah, namun juga berkaitan dengan mu‟amalah. Dalam surah al-Baqarah
(2): 26-27 dikategorikan kafir, orang-orang yang melanggar perjanjian
Allah (kufur akidah), memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk
disambungkan (kufur insaniyyah/ijtima„iyyah) dan berbuat kerusakan di
bumi (kufur kauniah/ekologi).97
Allah Swt berfirman dalam QS. Ar-Ru>m, ayat 41:
ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا (41 )لعلمهم ي رجعون
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).98
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, Zaid ibnu Rafi' mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-
97
Reflita, Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan…, 7. 98
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz 6
(Kairo: al Muassasah Daar al Hilaal, 1994), 379.
71
Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi,
akhirnya timbullah paceklik. Dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman
dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh
para penghuninya (Manusia). Abul Aliyah mengatakan bahwa barang
siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat
kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit
adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
لدل ي ام ف الرض أحب إ أىلها من أن يلروا أربع ص احا"Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai
oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat
puluh hari.99
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had
ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau
banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat
dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan
maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari
langit dan juga dari bumi.100
Perintah Allah SWT kepada manusia agar melestarikan alam dan
lingkungannya karena sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Penegasan
Allah SWT bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan di laut
adalah akibat ulah atau perbuatan manusia, oleh karena itu hendaklah
99
Ibid., 380. 100
Ibid., 380.
72
manusia menghentikannya mau kembali ke jalan yang benar yaitu dengan
mengganti-kannya dengan perbuatan yang baik.101
Perintah Allah SWT
agar manusia mempelajari umat-umat terdahulu (sejarah), banyaklah
bencana yang menimpa kepada umat-umat terdahulu disebabkan mereka
tidak menghiraukan seruan Allah, bahkan kebanyakan mereka ingkar dan
musyrik kepada-Nya.
Ibnu Katsir menerangkan bahwa berbuat baik dengan lingkungan
dengan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Karena tidak jarang
orang yang mendapatkan nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga
terjerumus dalam kedurhakaan. Oleh karenanya, bersyukur atas segala
nikmat yang Allah berikan merupakan suatu wujud berbuat baik dan
berprasangka baik kita terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya. Allah
berfirman dalam QS. Ibrahim (14):7-8:
وقال ( 7 ) ولئن كفرت إنم عذاا لشديد وإذ أذمن ربكم لئن شكرت لزيد مكم ى ان كفرو موس عا ي يد ا ا تم ومن ا رض و لغ ل ح (8 )فانم الل
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” Dan
Musa berkata, “Jika kamu dan orang yang ada di bumi semuanya
mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha
Terpuji.
Allah memberitakan tentang Musa tatkala mengingatkan kaumnya
tentang hari-hari Allah dan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan-Nya
kepada mereka ketika Allah menyelamatkan mereka dari Fir‟aun dan para
101
Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 35.
73
pengikutnya. Hal ini merupakan nikmat yang besar bagi mereka. Karena
itu Allah berfirman: wa fii dzaalikum balaa-um mir rabbikum „adhiim
(“Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari dari Rabb-
mu”) maksudnya merupakan nikmat yang besar yang diberikan Allah
kepada kalian, yang kalian tidak dapat mensyukurinya. Kenikmatan
terbesar dari Allah Swt saat manusia terhindar dari kerusakan manusia
(Fir‟aun) dan kerusakan lingkungan.102
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan hamba-Nya untuk
senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Kemudian dilaksanakannya, betapa besarnya faedah dan keuntungan yang
akan diperoleh setiap orang yang banyak bersyukur kepada-Nya, yaitu
bahwa Allah swt akan senantiasa menambah rahmat-Nya kepada mereka
yang bersyukur akan segala nikmat-Nya. Sebaliknya Allah juga
mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak
mau bersyukur bahwa dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih.
Mensyukuri rahmat Allah, dalam konteks lingkungan yaitu dengan
menjaga lingkungan dengan segala bentuk usaha yang positif agar tercipta
lingkungan yang dapat memberikan manfaat untuk kehidupan semua
makhluk di bumi.
Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan
sebagainana Firman Allah Swt dalam QS. Ar Rahman ayat 7-9:
102
Ibid.
74
وأقيموا الوزن ( 8 )أ لغوا ف الميزان ( 7 )والسمماء رف عها وو الميزان (9 )بال س و سروا الميزان
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan
neraca (keadilan). (Ar-Rahman: 7)103
Makna yang dimaksud ialah keadilan, sebagaimana yang terdapat
di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ل د أرسلنا رسلنا بال ي يناا وأ زلنا معهم الكتاا والميزان لي وم النماس بال س Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keseimbangan (keadilan). (Al-Hadid: 25).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu. (Ar-Rahman: 8-9)
Yakni Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak dan adil agar
segala sesuatu berjalan dengan hak dan adil. Pada ayat ke-9 janganlah
kamu mengurangi timbangan dan sukatan, tetapi timbanglah dengan benar
dan adil. Allah telah meninggikan langit, telah meratakan bumi dan
menjadikannya layak untuk dihuni serta memberinya pancangan dengan
gunung-gunung yang tinggi-tinggi agar bumi stabil dan tidak
mengguncangkan makhluk yang ada di atasnya yang beraneka ragam yang
tersebar di seluruh muka bumi.104
103
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz
26 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 621. 104
Ibid., 621.
75
Seimbang yaitu tidak berat sebelah dan sama ukuran. Seperti
adanya siang dan malam, laki-laki dan wanita, muda dan tua, berat dan
ringan. Hal ini diciptakan agar dapat saling berpasangan dan menghasilkan
keseimbangan dan keserasian. Apabila Allah swt menciptakan sesuatu
tidak seimbang, pasti akan terjadi terbenturan kebutuhan makhluk di bumi.
Dan akan mengakibatkan banyak kemungkinan terjadi. Ayat Allah swt
memberikan penjelasan tentang keseimbangan penciptaan langit yang
berlapis-lapis dengan keseimbangan yang luar biasa.105
Sehingga dapat kita rasakan keindahan dan manfaatnya di dunia
ini. Akan tetapi, hampir tidak ada keseimbangan antara manusia modern
dan alam sebagaimana dibuktikan oleh hampir semua ekspresi peradaban
modern yang justru berusaha menawarkan tantangan pada alam, bukan
mengajak bekerjasama. Bahwa harmoni antara manusia dan alam telah
dihancurkan merupakan sebuah fakta yang diakui sebagian besar orang.
Akan tetapi tidak semua orang menyadari bahwa ketidakseimbangan ini
disebabkan oleh hancurnya harmoni manusia dengan Tuhan.106
Allah Swt. berfirman dalam QS. Al Hijr Ayat 19-20
نا فيها من كلي شيء موزون نا فيها رواسي وأ ت ( 19 )والرض مدد اىا وأل ي (20 )وجعلنا لكم فيها معاي ومن لستم لو برازق
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,
105
Lihat, QS. Surat Al Mulk: 3-4. 106
Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis dan
Menuju Puncak Spiritual (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 31.
76
dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezeki kepada.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: segala
sesuatu menurut ukuran. (Al-Hijr: 19) Yakni menurut ukurannya yang
telah dimaklumi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa‟id ibnu Jubair,
Ikrimah, Abu Malik, Mujahid, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan ibnu
Muhammad, Abu Saleh, dan Qatadah. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa makna ayat ini ialah, “Segala sesuatu menurut
ukurannya yang pantas.” Ibnu Zaid mengatakan, makna ayat ialah “segala
sesuatu menurut kadar dan ukurannya yang sesuai”.107
Ibnu Zaid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan lafaz
mauzun ialah timbangan yang biasa dipakai di pasar-pasar. Firman Allah
Swt.: Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di bumi keperluan-
keperluan hidup. (Al-Hijr. 20) Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah
menciptakan berbagai macam sarana dan penghidupan di muka bumi.
Ma‟ayisy adalah bentuk jamak dari ma‟isyah. Firman Allah Swt.: dan
(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali
bukanlah pemberi rezeki kepadanya. (Al-Hijr: 20) Menurut Mujahid,
makhluk yang dimaksud ialah hewan-hewan liar dan hewan-hewan ternak.
Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
budak-budak belian, hewan liar, dan hewan ternak. 108
107
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz
14 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 7. 108
Ibid., 8.
77
Makna yang dimaksud ialah Allah telah menganugerahkan kepada
mereka segala macam sarana dan mata pencaharian serta penghidupan
untuk fasilitas mereka. Allah juga telah menundukkan buat mereka hewan-
hewan untuk kendaraan mereka, serta hewan ternak yang mereka makan
dagingnya, dan budak-budak lelaki dan wanita yang melayani mereka;
sedangkan rezeki mereka dari Penciptanya, bukan dari orang-orang yang
memiliki mereka, karena mereka hanya memanfaatkannya saja.
Langit dan bumi telah tertata dengan peletakan keseimbangan antar
keduanya. Alam telah didesain dengan warna warninya secara seimbang.
Maka keseimbangan tidak boleh diganggu gugat. Kekayaan universalitas
tersebut harus dijaga dan dipelihara. Tiap tumbuhan diciptakan secara
seimbang. Pohon pun juga memiliki guna dan manfaat yang berbeda agar
kesemuanya bisa memberikan manfaat dan masing masing dapat
menunjukkan bahwa ia diciptakan tanpa sia-sia dan tak berguna.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil
kesimpulan tentang larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada
lingkungan menurut Ibnu Katsir sebagai berikut:
a) Melarang melakukan perusakan dan hal-hal yang membahayakannya,
setelah dilakukan perbaikan. (QS al-A‟raf/7: 56) dan (QS. Al-Baqarah
ayat 11)
b) Tidak melakukan kerusakan di muka bumi dengan melestarikan alam
dan lingkungannya, karena sesungguhnya berbagai kerusakan yang
78
terjadi di darat dan di laut adalah akibat ulah atau perbuatan manusia.
(Ar-Ru>m: 41)
c) Bersyukur atas segala nikmat, berbuat baik dan berprasangka baik kita
terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya. (QS. Ibrahim (14):7-8)
d) Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan. (QS. Ar
Rahman ayat 7-9) dan (Al-Hijr. 20).
L. Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap Lingkungan Hidup
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan
bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada
bagaimana akhlaknya. Akhlak bukan hanya sopan santun, tata krama yang
bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari
itu.109
Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-
kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada Allah swt,
makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam
diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh
alam. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah swt adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya
hubungan baik antara manusia dengan sesama maupun lingkungan.
Sepantasnya manusia menjaga akhlak terhadap lingkungan sebagai ungkapan
109
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak...., 1.
79
syukur atas pemberian dan ciptaan-Nya. Akhlak terhadap lingkungan dapat
diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga
keserasian dan kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. Usaha-
usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian
lingkungan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri.
Akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari
fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan.
Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan, dan pembimbingan
agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya. Dalam pandangan akhlak
islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau
memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang
sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia
tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia
sendiri. Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada
penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri
yang menciptanya.110
110
Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan…., 7.
80
Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan
lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga
lingkungan merupakan tugas manusia sebagai khalifah dibumi, dengan cara
menjaga lingkuangan dari kerusakan.111
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa
akhlak terhadap lingkungan yaitu kewajiban memelihara dan melindungi
hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat
baik pada lingkungan.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Quraish Syihab yang menyatakan
bahwa akhlak terhadap lingkungan adalah manusia sebagai Khalifah fil Ard.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.112
Kekhalifahan menurut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam. Kekhalifahan disini mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingann agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaan-Nya.
Menurut Quraish Shihab Alam dan segala isinya beserta hukum-
hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan
Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya tidak dapat
melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki
oleh Tuhan. Islam menekankan kepada umat-nya agar mencontohkan Nabi
Muhammad SAW yang membawa rahmat untuk seluruh alam. Manusia
dituntun dan dituntut untuk menghormati proses-proses yang sedang tumbuh
111
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz, 1,
89. 112
Abbudin Nata, hal. 129. Dalam Tatik Maisaroh, „Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup
Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsīr Al- Mishbȃh),” (Skripsi, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri (UIN) Raden IntanLampung 1438 H/ 2017 M, 30.
81
dan terhadap apa saja yang ada di bumi. Setiap perusakan terhadap
lingkungan hidup dinilai sebagai perusakan pada diri manusia itu sendiri.113
Dalam tafsir al-Mishbâh Quraish Shihab memberikan penjelasan
tentang akhlak terhadap lingkungan hidup yang tercantum dalam al-Qur‟an
yaitu:
a. Larangan berbuat kerusakan dengan memperhatikan nilai manfaat dan
fungsi lingkungan (Al- Baqarah (2):11-12)
ا ن مصلحون أ إ مهم ىم (١١)وإذا قيل لم فسدوا ف الرض قالوا إنم( ١٢)المفسدون ولكن يشعرون
Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi. Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang
Mengadakan perbaikan. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-
orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
b. Perintah berbuat baik terhadap alam dan lingkungan sekitar dengan
menjaga dan memelihara kelestariannya untuk kebutuhan hidup makhluk
di bumi (QS. Ibrahim (14):7-8)
وقال (٧)وإذ أذمن ربكم لئن شكرت لزيد مكم ولئن كفرت إنم عذاا لشديد يد يعا فإنم اللمو لغ ل ح ( ٨)موس إن كفروا أ تم ومن ف الرض
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih". dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada
di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kayalagi Maha Terpuji".
113
Muhammad Wahid Nur Tualeka, “Teologi Lingkungan Hidup,” (PROGRESIVA Vol. 5,
No.1 (Desember 2011), 5.
82
c. Anjuran untuk bersikap seimbang (QS. al-Mulk 67: 3) bahwa setiap
perbuatan harus sesuai dengan takaran dan timbangannya agar dapat
tercipta keharmonisan dan keseimbangan antar hubungan manusia dan
lingkungan.114
فارج فاوا من الرمحن خل ف رى ما ط اقا اواا س خل المذي (٣ )فلور من رى ىل ال صر
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu
yang tidak seimbang?
Sama halnya dengan Seyyed Hossein Nasr yang menjelaskan bahwa
akhlak manusia terhadap lingkungan adalah posisi manusia sebagai
khalifatullah fi al-ardi merupakan satu entitas kosmos yang tak bisa
dipisahkan. Maka tidak sepatutnya jika manusia dengan ketamakannya
dengan sengaja mengeksploitasi alam dengan semena-mena.115
Prinsip-prinsip Alquran terkait lingkungan sebgaimana pemaparan
Seyyed Hossein Nasr adalah: (1) prinsip tauhid, yakni pemahaman
memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya (lingkungan); (2) prinsip bahwa
alam dan lingkungan adalah bagian dari tanda-tanda (ayat) Allah di alam
semesta; (3) prinsip kedudukan manusia sebagai wakil Allah di bumi
(khali>fatulla>h fi al-ard}); (4) prinsip amanah, dimana dalam kapasitasnya
sebagai khalifah manusia diberi amanah untuk memanfaatkan alam ini
114
Tatik Maisaroh, “Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsīr
Al- Mishbȃh), (Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Raden IntanLampung 1438
H/ 2017 M), 30. 115
Maftukhin, “Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Dinamika
Penelitian, Vol. 16, No. 2 (November 2016), 14.
83
dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab; (5) prinsip keadilan („adl),
dan (6) prinsip keselarasan dan keseimbangan (al-tawa>zun, equilibrium),
sehingga rusaknya lingkungan karena manusia mengabaikan prinsip
keseimbangan alam.116
Pernyataan ini berbanding lurus dengan pemaparan Ibnu Katsir
tentang akhlak terhadap lingkungan pada bagian berbuat baik pada
lingkungan. Perilaku ini jika dikaitkan dengan pemikiran Seyyed Hossein
termasuk pada prinsip amanah, dimana dalam kapasitasnya sebagai khalifah
manusia diberi amanah untuk memanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya
dan penuh tanggungjawab. Pada bagian berbuat baik dengan menjaga
keseimbangan lingkungan merupakan prinsip keadilan („adl), dan prinsip
keselarasan atau keseimbangan (al-tawa>zun, equilibrium).
Sama halnya Yusuf Qardhawi juga berpendapat bahwa prinsip-prinsip
akhlaq terhadap lingkungan yaitu Kebersihan, keadilan, keseimbangan,
amanah, tanggung jawab, syukur, dan kesederhanaan. Etika lingkungan yang
digagas oleh beliau mengandung ajaran tentang bagaimana manusia bersikap
dan berperilaku terhadap lingkungannya. Berbagai ajaran etika lingkungan
yang ditawarkannya merupakan ajaran-ajaran yang termuat dalam ilmu fikih
dan al-akhlak al-karimah. Sumbangan ilmu fikih yang diambil Yusuf al-
Qardhawi adalah kajian tentang ihya‟ al mawat, anjuran kebersihan,
penghijauan, dan bercocok tanam. Sementara dari konsep Ihsan adalah berupa
prinsip-prinsip keadilan, amanah, tanggung jawab, syukur, dan
116
Dede Rodin, “Al-Quran dan Konservasi Lingkungan,” Al-Tahrir, Vol. 17, No. 2
(November 2017), 18.
84
kesederhanaan. Semua pemikiran etika lingkungan ini bermuara dari konsep
Al Ihsan (berbuat baik terhadap segala sesuatu), sebagai sebuah kewajiban
bagi manusia. 117
Menurut Qardhawi, pemahaman dan penjagaan lingkungan, serta
tanggung jawab dan amanah menjadi potret dan refleksi iman individual
seseorang. Ketika perilaku seseorang merusak, memanfaatkan alam secara
berlebihan dan semena-mena, menunjukkan bahwa dalam konteks etika yang
dimiliki individu tersebut sangatlah rapuh.118
Tindakan semacam itu
menunjukkan bahwa manusia tersebut menjadi tidak amanah, dan berpotensi
merusak kehidupan species-nya di masa yang akan datang. Manusia telah
diberi kekuasaan lebih dibanding makhluk lain. Manusia telah diberi
kekuatan untuk menundukkan dan membuat makhluk lain melayani
tujuannya. Akan tetapi Allah tidak memberikan hak itu tanpa batas. Manusia
tidak boleh memubazirkan, menyakiti, atau membahayakan makhluk lain.
Manusia harus menggunakan cara terbaik, dan paling sedikit akibat buruknya
dalam memanfaatkan makhluk lain.
Sedangkan Robert P. Borrong menjelaskan bahwa perilaku manusia
terhadap alam atau lingkungan adalah sebuah pola hubungan Manusia
menguasai dan mengeksploitasi alam.119
Ilmu pengetahuan dan teknologi
digunakan untuk mengeksploitasi lingkungan alam dan eksploitasi itu
117
Aziz Ghufron, “Islam dan Konservasi Lingkungan,” Millah, Vol. VI, No. 2 (Februari
2007), 19. 118
Husnul Khitam, “Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,” DINIKA,
Volume 1, Number 2 (May - August 2016), 147. 119
Khoirul Fata,” Teologi Lingkungan Hidup dalam Perspektif Islam,” Ulul Albab,
Volume 15, No.2 (Tahun 2014), 135.
85
menjadi tidak terbatas. Disinilah manusia tidak memperdulikan perilakunya
terhadap lingkungan dan semena-mena memperlakukan lingkungan. Manusia
dapat mengubah alam sesuai kebutuhannya dengan menggunakan
kemampuannya berbudaya. Akibatnya kerusakan lingkungan semakin
menjadi, dan hal tersebut tidak lain bersumber dari manusia.
Sebagaimana pendapat Ibnu Katsir, semua perbuatan kerusakan di
muka bumi hanya bersumber dari manusia. Sehingga Allah berfirman “wa
laa tufsiduu fil ardli…” (Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi). 120
Jelas ayat tersebut hanya ditunjukan pada manusia. Allah melarang
manusia untuk berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di udara bahkan
dimana saja. Karena kerusakan yang disebabkan ulah manusia itu akan
membahayakan pada tata kehidupan manusia sendiri, seperti kerusakan tata
lingkungan alam, pencemaran udara, dan bencana-bencana alam lainnya.
Para mufassir termasuk Ibnu Katsir dan al-Qurtubi (al-Jami‟u
Liahkamil Qur‟an) ketika menafsirkan ayat fasad menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kerusakan tidak hanya pada aspek lingkungan, tapi
menekankan pada kerusakan seperti perbuatan syirik, pembunuhan, maksiat,
dan segala pelanggaran terhadap larangan Allah. Kedua mufassir ini, berbeda
dengan yang diutarakan Quraish Shihab, tidak melihat makna fasad sebagai
kerusakan alam yang akan menimbulkan penderitaan kepada manusia. Hal ini
bisa dimaklumi karena pada zaman mereka alam masih asri dan tidak terjadi
kerusakan alam yang parah seperti saat ini.
120
Abu al-Fida Ismail bin „Amr bin Katsir al-Quraisy al-Dimasyqy, Tafsìr al-Qur'àn al-
‟Azhim, (t.tt: Dàr at-Thayyibah li an-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1999). 429.
86
Sedangkan Harun Nasution menegaskan bahwa seluruh manusia
adalah humanitarianisme, yang harus memiliki kasih sayang kepada alam
binatang dan alam tumbuh-tumbuhan, serta alam benda mati; mencintai
seluruh nature ciptaan Tuhan. Disini terdapat paham se-mahluk yang ada di
alam ini. 121
Pendapat ini didasarkan pada Qs. Al Luqman ayat 20: Tidakkah
kamu lihat bawa Allah menundukkan bagi kamu segala yang ada di langit
dan segala yang ada di bumi dan melimpahkan padamu nikmat-Nya baik
yang tampak maupun yang tidak tampak.
Harun dalam hal ini mengutip beberapa ayat Al-Qur‟an yang
menyebutkan bahwa langit dan bumi diciptakan Tuhan dengan tidak sia-sia,
tetapi untuk kepentingan manusia. Inilah yang menjadi dasar manusia harus
menyayangi lingkungan, karena alam ini diciptakan bukan tanpa tujuan
melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Adapun Ibnu Katsir
mewajibkan memelihara dan melindungi Hewani, menghidupkan lahan yang
telah mati, melarang berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan,
keseluruhannya merupakan bentuk kasih saying terhadap alam.
Perspektif Islam tentang etika terhadap alam atau lingkungan sama
halnya dengan agama Kristen. Bagi Kristen, alam ini berfungsi sebagai
ekumenis (untuk didiami) oleh seluruh ciptaan Tuhan. Alam ini rumah bagi
manusia, menata rumah itulah tugas pengelolaan kebutuhan hidup manusia.
Manusia mendiami rumah dan tugas penataan kehidupan yang harmonis.
Kristen memaknai Ekologi: Manusia memiliki tugas memahami tanggung
121
H. Bisri, “Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi Rasional
Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,” Holistik, Vol 12 Nomor 01 (Juni
2011/1433 H), 48.
87
jawab terhadap alam.122
Menjaga etika terhadap lingkungan bagi ajaran
Kristen adalah didasarkan pada kebutuhan manusia terhadap lingkungan
sebagai rumah tempat tinggal dan berpijak.
M. Kontekstualisasi Akhlak terhadap Lingkungan Hidup di Indonesia
Indonesia adalah Negara hukum. Setiap pelanggaran akan dikenakan
hukum yang sesuai dengan Undang-undang dasar yang berlaku. Undang-
Undang khususnya tentang lingkungan hidup No. 32 Tahun 2009 secara
tertulis memberikan banyak kontribusi dalam pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pada pasal 2 disebutkan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran,
atau kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.123
Selanjutnya dalam HTL (Hukum Tata Lingkungan), mengatur
penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia
dan lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
budaya. Krisis lingkungan global yang kita alami dewasa ini sebenarnya
bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis manusia dalam memahami
dan memandang dirinya, alam dan tempat manusia dalam keseluruhan
122
lihat sabda.com tentang etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen
diakses pada 24 September 2019. 123
Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Bandung:
Fokusmedia, 2013), 3.
88
ekosistem. Kesalahan cara pandang manusia tersebut merupakan awal dari
semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang ini.124
Kondisi Indonesia saat ini semakin memburuk akibat masalah-
masalah lingkungan yang terjadi. Akibat penebangan liar ataupun karena
kemarau panjang beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan dan
Sumatera terkena kebakaran hutan dan mengakibatkan terjadinya polusi udara
yang menganggu kesehatan masyarakat sekitarnya. Akibat penebangan liar
itu juga terjadi banjir bandang di berbagai daerah di Indonesia bahkan di kota
besar seperti Jakarta sering sekali terjadi banjir. Longsor juga melanda
berbagai daerah di Indonesia karena kondisi tanah yang tidak stabil akibat
tidak ada penopang yang berupa akar pohon, akhirnya pada musim hujan
tanah semakin tidak stabil dan akhirnya terjadi longsor. Longsor tidak hanya
merusak lingkungan tetapi juga dapat merenggut ratusan bahkan ribuan
orang.125
Pemulihan kondisi bumi dan ekosistem yang telah mati atau rusak
memerlukan waktu yang sangat lama. Bahkan, jika faktor-faktor
pendukungnya telah musnah, kepulihannya akan menghasilkan ekosistem
yang berbeda. Contohnya, jika ekosistem hutan telah ditebang habis dalam
skala yang sangat luas, maka tempat tertentu harus dicadangkan sebagai
ekosistem yang masih utuh. Ekosistem cadangan tersebut lokasinya tidak
boleh berjauhan dengan lokasi kawasan yang dieksploitasi karena dapat
berperan sebagai pasokan alami, yaitu nutrisi, spora dan biji-bijian yang
124
M. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 66. 125
https://id.scribd.com/doc/29838842/Masalah-lingkungan, diakses 21 September 2019.
89
ditebarkan dengan bantuan angin, serangga, burung maupun hewan penebar
biji lainnya. Kondisi seperti itu diharapkan dapat secara alamiah menetralkan
ekosistem, sewaktu terjadi sukses dalam jangka yang tidak terlampau lama.126
Pemerintah harus menyadari bahwa pengelolaan lingkungan yang
baik akan melahirkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat yang akan
menjadikan masyarakat menjadi sehat dan kuat. Untuk itu pemerintah harus
membuat kebijakan untuk masyarakatnya dalam menjaga kelestarian
lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem serta keberlangsungan
ekologi. Menurut Nadjamuddin Ramly tiga hal yang perlu dipertimbangkan
oleh pemerintah dalam mengelola SDA yaitu: sisi sosial, ekonomi, dan
ekologi. 127
Eksploitasi lingkungan makin dominan dan tidak menunjukkan
perubahan paradigma kearah pembangunan berkelanjutan. Pemerintah
berjuang mati-matian untuk meningkatkan Potensi setiap daerah mereka
tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Menurut Abdurrahman
untuk mengatasi krisis ekologi, perlu adanya perubahan paradigma dalam
ilmu pengetahuan yang tidak lagi bersifat mekanistis- reduksionistis, tetapi
bersifat holistis dan ekologis. Dalam cara pandang holistis ini, tidak ada lagi
pemisahan yang tegas antara subjek dan objek, fakta dan nilai.128
Namun demikian, melihat dari fenomena yang terlihat dari beberapa
kasus yang telah disebutkan sebelumnya, sepertinya jaminan tatanan
126
Safrilsyah dan Fitriani, “Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup,” Jurnal,
Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1 (April 2014) , 29. 127
Tatik Maisaroh, “Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an,” (Skripsi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2017), 99. 128
Ibid., 41.
90
pemerintah terhadap hak-hak tersebut belum terlaksana dengan baik. Jika saja
ajaran Al-Qur‟an dan undang-undang yang berlaku dijalankan dengan baik,
tidak ada kerusakan yang terjadi di Indonesia ini. Hubungan antar manusia
dengan lingkungannya di Indonesia mengalami naik turun, tatanan hukum
dalam kehidupan sosial yang terpelihara dengan baik dan wajar, terusik
dengan munculnya berbagai bentuk peristiwa yang terjadi menyudut bahwa
pemicunya adalah manusia itu sendiri. Kesadaran manusia akan pentingnya
memelihara dan melestarikan lingkungan hidup perlu ditingkatkan melalui
berbagai usaha. Kerusakan lingkungan yang di gambarkan oleh Allah Swt:
ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا (41 )لعلمهم ي رجعون
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).129
Tentunya kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebab dari kelakuan
kita yang buruk terhadap lingkungan akan berakibat sangat fatal. Lingkungan
yang seharusnya menjadi tempat hidup, justru menjadi penyebab
kesengsaraan dan kematian. Kerusakan-kerusakan yang terjadi atas
perbuatan-perbuatan manusia yang tidak berakhlak dan tidak beriman kepada
Allah swt sebagai peringatan baginya. Campur tangan umat manusia terhadap
lingkungan cenderung meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi
129
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz
6 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 379.
91
terutama pada beberapa dasawarsa terakhir. Tindakan- tindakan mereka
tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan interaksi
antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan terkadang
pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan berbagai
penyimpangan yang kemungkinan akan mengakibatkan beberapa bencana
dan akan sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.
Pada realitanya, pelaksanaan UUD khususnya tentang lingkungan
hidup di Indonesia belum terlaksana secara efektif sebagimana mestinya. Hal
tersebut dibuktikan dengan beberapa kasus yang terjadi. Seperti dalam kasus
pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Indorayon Utama di Sumatra
Utara dan PT Freeport Indonesia di Papua sesungguhnya disebabkan oleh
perilaku perusahaan yang tidak bertanggungjawab dan tidak peduli terhadap
lingkungan. Contoh lain, illegal logging, impor limbah secara illegal dari luar
negeri, dan perdagangan satwa liar. Kasus- kasus ini tidak hanya menyangkut
perorangan tetapi birokrasi pemerintah. Demikian pula kasus sampah DKI
Jakarta, terkait dengan persoalan perilaku moral manusia, khususnya korupsi
dalam tubuh birokrasi pemerintah. Bahkan kasus-kasus lingkungan yang
terkait dengan globalisasi perdagangan dan berbagai perjanjian internasional
lainnya adalah persoalan moral menyangkut kelicikkan manusia dan Negara
bangsa dalam melakukan manipulasi yang merugikan kepentingan orang lain
termasuk lingkungan hidup.130
130
A. Sony Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002), 14.
92
Hal ini relavan dengan apa yag di sampaikan Imam Al-Din Al-fida
Ismail Ibnu Amar Ibnu katsir Ibnu Zara‟ Al-Bushrah Al-Dimasqy (Ibnu
Katsir) dalam tafsirannya menjelaskan bahwa akhlak manusia terhadap
lingkungan yaitu pertama, Kewajiban Memelihara dan Melindungi Hewani
berupa memberi makan dan melindungi tempat tinggal hewan, Menjaga dan
memelihara hewaan karena tidak ada yang lepas dari sepengetahuan dan
pengawasan Allah Swt, Berbuat baik dengan sesama Makhluk Allah dan
tidak berbuat kerusakan pada hewani, Memelihara hewan sebagaimana
fungsinya, dan tidak menyiksa hewan-hewan sebagaimana semut dilarang
untuk diinjak.
Hal ini perlu ditegaskan sebagaimana dengan konteks lingkungan saat
ini yaitu punahnya hewan di Indonesia. Dilansir dari jurnal Nature, hilangnya
habitat hewan karena perilaku manusia yang merusak menjadi penyebab
utama kepunahan hewan. Jika perilaku manusia yang terus merusak tidak
berubah, maka peneliti memperkirakan tahun 2200 kepunahan masal itu akan
terjadi. Hewan seperti gajah Sumatra, dan macan tutul Amur akan menjadi
beberapa jenis spesies yang akan musnah.131
Habitat yang semakin rusak memperparah punahnya hewan, ujar
Derek Tittensor dari United Nations Environment Programmes World
Conservation Monitoring Centre, seperti dikutip dari Natonal Geographic. Ia
menambahkan kerusakan habitat, penangkapan ikan berlebihan, dan polusi
membuat keanekaragaman hayati semakin rusak. Setelah masalah habitat
131
https://m.inilah.com/news/detail/2165819/perilaku-manusia-sebabkan-kepunahan-hewan,
diakses pada 21 September 2019.
93
yang semakin menyusut secara kuantitas dan kualitas, perdagangan satwa liar
menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia. Lebih dari 95%
satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil
penangkaran. Lebih dari 20% satwa yang dijual di pasar mati akibat
pengangkutan yang tidak layak.132
Berbagai jenis satwa dilindungi dan
terancam punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Hal ini
bukan merupakan cerminan Berbuat baik dengan sesama makhluk Allah
sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir.
Kedua, Menghidupkan lahan mati. Memanfaatkan lahan yang
bertahun-tahun tidak dimanfaatkan dan menghidupkan lahan yang tandus dan
kering. Sejalan dengan hal itu, di Indonesia telah banyak kegiatan
menghidupkan lahan yang mati. Dikutip dari OkeZone133
, mulai 2019
Pemerintah akan memanfaatkan lahan mati yang ada di setiap daerah untuk
meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia. Menurut Sekretaris Jenderal
Kementerian Pertanian (Kementan), Syukur Iwantoro, program ini
prospeknya sangat bagus ke depannya. Apalagi, sekarang tidak hanya lahan
irigasi yang ditanam, tapi juga lahan kering bisa dioptimalkan.
Ketiga, Larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada
lingkungan. Larangan melakukan perusakan dan hal-hal yang
membahayakannya setelah dilakukan perbaikan, Tidak melakukan kerusakan
di muka bumi dengan melestarikan alam dan lingkungannya karena
132
https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia, diakses pada 21 September
2019. 133
https://economy.okezone.com/read/2019/02/27/320/2023569/ada-1-juta-ha-lahan-
kering-di-indonesia-bagaimana-cara-memanfaatkannya. diakses Pada 21 September 2019.
94
sesungguhnya berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan di laut adalah
akibat ulah atau perbuatan manusia, Bersyukur atas segala nikmat, berbuat
baik dan berprasangka baik kita terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya, dan
Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan.
Jika kita kontekstualkan di Indonesia, larangan tersebut ditujukan
kepada orang-orang yang banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran
sehingga banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan. Seperti
korupsi, kolusi, eksploitasi hutan, laut dan tambang yang dilakukan terus
menerus untuk meningkatkan tingkat ekonomi perusahaan. Hal ini dapat
merugikan banyak pihak, baik pada alam ataupun masyarakat sekitar. Lalu
yang menjadi pertanyaan kita bahwa dimana letak moral dan akhlak mereka?
Hal ini menjadi tugas kita bersama untuk dapat memberikan masukkan-
masukkan kedepannya agar lebih tegas lagi hukum yang berlaku di Indonesia.
Kemudian, larangan berbuat kerusakan dengan mengadakan perbaikan.
Artinya bahwa di Indonesia jika bercermin dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi sebelumnya merupakan akibat tangan-tangan manusia itu sendiri,
sehingga anjuran untuk berbuat baik terhadap alam dan lingkungan di
Indonesia sangat mendukung dalam proses perbaikan, dengan cara
menghidupkan kembali nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan seperti
melakukan penanaman pohon, memanfaatkan lahan kosong, dan yang lainnya
serta menggalakkan kembali hukum yang sudah ada secara tegas.
95
Terakhir, anjuran untuk bersifat seimbang. Hal ini sangat memberikan
dampak yang luar biasa dalam kehidupan makhluk di bumi. Manusia sebagai
makhluk yang di berikan amanah untuk mengelola bumi, maka apabila
manusia dapat memperlakukan bumi dengan seimbang sesuai dengan
kebutuhannya, maka tidak akan terjadi masalah yang begitu krusial. Relevan
dengan tafsir Ibnu Katsir, jika kita kaitkan dengan keadaan di Indonesia.
Bahaya-bahaya yang timbul di bumi Indonesia ini, timbul oleh dominasi
manusia atas perlakuannya. Pandangan mereka tentang alam dengan
pemikiran menggunakan alam semaksimal mungkin banyak menuai ketidak
seimbangan bentang alam ini. Sehingga hal ini banyak menyoroti berbagai
aspek keilmuan untuk membahasnya. Maka anjuran untuk bersifat seimbang
ini sangat memberikan kontribusi dalam perbaikan alam dimasa yang akan
datang dan mengurangi krisis modern yang mengancam kehidupan di bumi.
96
BAB IV
PENUTUP
N. Kesimpulan
Setelah mengkaji wawasan Al-Qur‟an tentang akhlak terhadap
lingkungan hidup dengan menfokuskan pada pandangan Ibnu Katsir
mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup dan kontekstualisasi akhlak
terhadap lingkungan hidup di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan:
1. Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup terdiri
dari kewajiban memelihara dan melindungi hewani, menghidupkan lahan
mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan.
2. Kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia yaitu
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran, atau kerusakan lingkungan hidup
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum. Namun, realitanya kondisi Indonesia
saat ini semakin memburuk akibat masalah- masalah lingkungan yang
terjadi karena ulah manusia.
97
O. Saran
1. Penafsiran terhadap ayat-ayat kauniyah khususnya tentang Akhlak
terhadap lingkungan (Menurut Ibnu Katsir) agar dapat di bukukan lebih
khusus sehingga dalam pensosialisasian hal tersebut kepada masyarakat
memiliki pedoman dan landasan secara tertulis.
2. Kelemahan dalam penafsiran pada tafsir ini menjadi kurang fokus dalam
satu topik dalam setiap ayatnya. Karena dalam satu ayat Allah swt
berbicara banyak hal. Oleh karenanya, agar lebih ditegaskan pada bagian-
bagian kata yang memerlukan penafsiran secara khusus.
3. Untuk kampus tercinta Institut Agama Islam Negeri Ponorogo untuk
dapat menyediakan referensi tafsir ayat-ayat kauniyah beserta terjemah.
Mengingat Sumber Daya mahasiswa zaman sekarang yang masih perlu di
bimbing untuk dapat memahami tafsir dengan terjemahannya.
4. Tulisan ini merupakan usaha maksimal dari penulis. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam banyak hal baik yang bersifat teknis,
metodologis, maupun materi kajian. Maka dari itu, penulis menerima
partisipasi aktif pembaca baik kritik maupun saran kontruktif guna
perbaikan kedepan.
98
DAFTAR PUSTAKA
A. S. Asmaran, Pengantar studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo. 2003.
Abdullah, Yatimin, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, Ed. 1, Cet.2
Jakarta: Amzah. 2008.
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam. Bandung: Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian RI. 2011.
Abdurrohman, Abdullah bin Muhammad, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir,
al Muassasah Daar al Hilaal Kairo.1994.
Aini, Siti Noor, Relasi Antara Manusia Dengan Kerusakan Lingkungan Telaah
Atas Tafsir Al-Jawahir Tafsir Al-Qur‟An Al-Karim), Skripsi Fakultas
Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga. 2010.
al-Farmawy, Abd al-Hayy, Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu'i, (Qahirah: Maktabah
Jumhuriyyah.1997.
Ali, Muhammad, tt, Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim,
Juz, 1.
al-Zindani, Abdul Majid bin Aziz, Mukjizat Al-Qur‟an dan Sunnah Tentang
IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press.2002.
APK Al-Qur‟an & Hadits Web 3.0
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta:
Rineka Cipta.2002.
Baqi, muh. Fuad Abdul, Al Lu‟lu wa Marjan, Juz III, Kairo Daarul Hadits.1997.
Bisri, H. Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi
Rasional Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,
Holistik Vol 12 Nomor 01, Juni 2011/1433 H,
(online),(http://id.portalgaruda.org/, diakses 10 September 2019.
Eko Zulfikar, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Ekologi,(Jurnal QOF, Volume 2
Nomor 2 Juli 2018 (online),
(https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/qof/article/download/578/pdf,
diakses 12 Agustus 2019.
99
Fachruddin, Konservasi Alam Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2005.
Fata,Ahmad Khoirul, Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam, Jurnal
Ulul Albab Volume 15, No.2 Tahun 2014,
(online),(https://www.researchgate.net/, diakses 14 September 2019.
Fathoni, Abdurrahmat, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi,
Jakarta: Pt Rineka Cipta.2006.
Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Qur‟an, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani.2008.
http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologikristen,
diakses 10 September 2019.
https://economy.okezone.com/read/2019/02/27/320/2023569/ada-1-juta-ha-lahan-
kering-di-indonesia-bagaimana-cara-memanfaatkannya, diakses 21
September 2019.
https://id.scribd.com/doc/29838842/Masalah-lingkungan, diakses 21 September
2019.
https://m.inilah.com/news/detail/2165819/perilaku-manusia-sebabkan-kepunahan-
hewan, diakses 21 September 2019.
https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia, diakses 21 September
2019.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2007.
Katsir, Ibnu, Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, Jilid XIV, Beirut: Dar Al-Fikr.1990.
Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam
Persepktif Islam, Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan
Masyarakat.2011.
Keraf, A. Sony, Etika Lingkungan, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 2002.
Khitam, Husnul, Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,
DINIKA Academic Journal of Islamic Studies Volume 1, Number 2, May
- August 2016 ISSN: 2503-4219 (p); 2503-4227 (e),
(online),(http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/dinika/article/downlo
ad/62/8, diakses 22 September 2019.
Maftukhin, Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr, Jurnal IAIN
Tulungagung: Dinamika Penelitian, Vol. 16, No. 2, November 2016,
100
(online), (https://media.neliti.com/media/teologi-lingkungan-perspektif-
seyyed-hos.pdf, diakses 13 September 2019.
Maisaroh, Tatik, Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an,
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2017,
(online),(http://repository.radenintan.ac.id/Skripsi_Full.pdf, diakses 17
Oktober 2019.
Mardiana, “Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup”,
Jurnal Al-Fikr Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013
(online),(http://journal.uin-alauddin.ac.id, diakses 17 Oktober 2019.
Mashudi, Moh Ali, Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Al-
Qur‟an dan Relevansinya dengan Realitas Kehidupan Perempuan Modern
(Studi Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam
Surah An-Nisa‟ Ayat 34-36 Dan Al-Ahzab Ayat 59 Perspektif Tafsir Ibnu
Kathir, Al-Azhar, Dan Al-Misbah)”, Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.2015.
Munfarida, Ida, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Etika Islam, Skripsi
Fakultas Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung.2014.
Nasr, Sayyed Hossein, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis
dan Menuju Puncak Spiritual, Yogyakarta: IRCiSoD. 2003.
Niliyani, Rusda, Konsepsi Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih, Fakultas
Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung.1998.
Nurdin, Mumammad, Buku besar: Tokoh-Tokoh Besar Islam, (Yogyakarta: ad-
dawa‟. 2005.
Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, Yogyakarta: Ar-Ruz Media.2014.
Rahim, Abd, Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981), Universitas Islam
Negri Sultan Syarif Kasim Riau.2013.
Reflita, Eksploitasi Alam Dan Perusakan Lingkungan, Substantia, Volume 17
Nomor 2, Oktober 2015 (online), (https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download, diakses 17 Oktober
2019.
Ringkasan Kitab Shahih Imam Bukhari, 5/8/2325 PDF, Jakarta.2007.
101
Rodin, Dede, Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan-Telaah Ayat-Ayat
Ekologis(Al-Tahrir, Vol. 17, No. 2 November 2017: 391-410, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang,
(online),(https://pdfs.semanticscholar.org.pdf, diakses 12 Agustus 2019.
Safrilsyah, Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup, Jurnal,
Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1, April 2014
(online),(https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download, diakses 17 Oktober
2019.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.1996.
Shihab, M. Quraish, Lentera Hati, Kisah Dan Hikmah Kehidupan, Bandung:
Mizan Pustaka.2008.
Soetari, Endang, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah Dan Diroyah, Bandung: Mimbar
Pustaka.2008.
Tanzeh, Ahmad, Metode Penelitian Praktis, Jakarta: Pt. Bina Ilmu. 2004.
Tualeka, Muhammad Wahid Nur, Teologi Lingkungan Hidup, (Artikel
PROGRESIVA Vol. 5, No.1, Desember 2011, (online),
(https://media.neliti.com/media/publications/162066-ID-none.pdf, diakses
13 September 2019.
Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bandung:
Fokusmedia., 2013.
Wahyuni, Endang Tri, Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al-
Qur‟an, Fakultas Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar
Lampung.2014.
Zainuddin, Membangun Moral Meurut Imam Al-Ghazali. Surabaya: Al-Ikhlas.
1996.
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar. 2008.