pandangan al qur’an tentang akhlak

107
i PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP (Studi Tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida’ Ismail Bin Umar Bin Katsir Alqurasy Ad-Dimasyqi) SKRIPSI Oleh: Muhammad Nahrowi NIM 210415012 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2020

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

i

PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

(Studi Tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida’ Ismail

Bin Umar Bin Katsir Alqurasy Ad-Dimasyqi)

SKRIPSI

Oleh:

Muhammad Nahrowi

NIM 210415012

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) PONOROGO

2020

Page 2: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

ii

ABSTRAK

Nahrowi, Muhammad. 2020.Pandangan Al Qur‟an tentang Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Studi Tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi).

Kata Kunci: Pandangan Al Qur’an,Akhlak, Lingkungan Hidup.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh alam.Allah swt menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi ini. Mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik dan juga untuk mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhan, hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut, perikanan dan semestinya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Dalam skripsi ini fokus pembahasan pada akhlak terhadap lingkungan hidup yakni tentang alam.Berkenaan dengan perilaku manusia, maka penulis memilih tafsir Al-Qur’anil Azhi>m Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi sebagai alat analisis dan sebagai alat penjelas dari ayat tersebut.Untuk memudahkan dalam penelitian ini maka penulis merumuskan pokok permasalahan yakni bagaimana pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup?danbagaimana kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia?.Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadaplingkungan hidup dan kontekstualisasinya terhadap lingkungan hidup di Indonesia.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kepustakaan, misalnya buku, majalah, naskah, jurnal, kisah, dokumen dan lain sebagainya dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami.Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitisyakni memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya.

Berdasarkan penelitian dari fokus masalah yang penulis kaji ditemukan kesimpulan sebagai berikut:1)Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup terdiri dari kewajiban memelihara dan melindungi hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan. 2) Kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia yaitu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran, atau kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Namun, realitanya kondisi Indonesia saat ini semakin memburuk akibat masalah-masalah lingkungan yang terjadi karena ulah manusia.

Page 3: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

iii

Page 4: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

iv

Page 5: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

v

Page 6: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

vi

Page 7: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an adalah mukjizat Islam yang kekal dan kemukjizatnya selalu

diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Pemberitaan Al-Qur‟an tentang

hakikat sesuatu yang dapat dibuktikan oleh ilmu eksperimental dan hal itu

belum tercapai karena keterbatasan sarana manusia pada zaman Rasulullah.1

Al-Qur‟an merupakan sumber dari seluruh ajaran Islam sebagai wahyu Allah

yang terakhir dan menjadi rahmat, hidayah dan syifa bagi seluruh manusia.

Al-Qur‟an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad Saw. untuk

mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta

membimbing mereka ke jalan yang lurus.

Al-Qur‟an dan hadits adalah rujukan yang di dalamnya mengajarkan

nilai-nilai akhlak. Bahkan Islam merupakan sumber akhlak yang universal.

Salah satu konsep dasar bahwa Islam adalah sumber akhlak sebagaimana

yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari sinilah konsep akhlak

dirumuskan, yang memungkinkan terjadinya hubungan baik antara Allah

dengan mahklukNya serta antara makhluk dengan makhluk lainnya. Dengan

kata lain, kita dapat mengatakan bahwa akhlak adalah sikap kepribadian

manusia terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan makhluk lainnya, sesuai

dengan petunjuk dan tuntunan Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

1Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.all., Mukjizat Al-qur`an dan Sunnah tentang IPTEK

(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 19.

Page 8: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

2

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang

penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan

bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada

bagaimana akhlaknya. Akhlak bukan hanya sopan santun, tata krama yang

bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari

itu.2 Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-

kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada Allah swt,

makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam

diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh

alam. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah swt adalah untuk

menyempurnakan akhlak manusia. Dalam suatu hadist diterangkan:

ا بعثت لتم مكارم الخلق إنم

“Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi

pekerti (Akhlak)” (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah).

Bagi kaum Muslim, Al-Qur‟an menempati posisi sentral dalam

memberi petunjuk pada jalan kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk

mencapai kebahagiaan ini, selain umat manusia harus memperhatikan

relasional dengan Tuhannya dan makhluk sosial, mereka juga harus

memperhatikan bagaimana berperilaku terhadap alam sekitarnya. Akhlak

terhadap lingkungan mempunyai konotasi bahwa lingkungan harus

dipertahankan, dilindungi, dan dipelihara sebagaimana keadaannya agar tetap

mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang harmonis. Apabila

2 M. Yatimin Abdullah, M.A, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah,

2008), 1.

Page 9: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

3

manusia mampu berhubungan baik dan memelihara alam lingkungan dengan

baik, maka alam lingkungan juga akan membalas dan bersahabat dengan

baik.3

Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan dalam Al-Qur‟an terhadap

lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Allah Swt

memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengelola bumi dengan

membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya.4 Sesuai dengan

firman Allah swt dalam surat Al Baqarah ayat 30.

وإذ قال ربك للملئكة إني جاعل ف الرض خليفة قالوا أتعل فيها من ي فسد فيها ويسفك ماء و ن س ي مد و ديس لك قال إني أعلم ما علمون الدي

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya

aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, mereka berkata:

Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami

senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?

Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui.”

Allah swt menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat

menjadi khalifah di muka bumi ini. Mempunyai tugas dan kewajiban

terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan

baik.5

Jadi khalifah ialah manusia yang diciptakan untuk menjadi penguasa di

muka bumi untuk mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhan,

hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut, perikanan dan semestinya manusia

harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk

3Eko Zulfikar, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Ekologi (Jurnal IAIN Tulung Agung: QOF,

Volume 2 Nomor 2 Juli 2018), 114. 4M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: AMZAH, 2008),

1. 5Ibid.,230.

Page 10: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

4

kemaslahatannya. Artinya bahwa Islam merupakan agama yang memiliki

misi besar dalam menyempurnakan akhlak yang sangat erat kaitanya terhadap

pengelolaan lingkungan sekitar.

Allah swt berfirman dalam QS. Ar-Ru>m (30): 41

ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا لعلمهم .ي رجعون

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)

perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Al-Fasa>d adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum

yang dibuat Allah, yang diterjemahkan dengan “perusakan”. Perusakan itu

bisa berupa pencemaran alam sehingga tidak layak lagi didiami, atau bahkan

penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan,

misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota

laut. Laut telah tercemar, sehingga akan mati dan hasil laut berkurang.

Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Oleh karena itu

keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara

ulama‟ kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat kerusakan

lingkungan.6

Sebagaimana yang dapat kita lihat dari berbagai fenomena alam

yang terjadi modern ini di sekitar kita. Banyak sekali di beberapa tempat

terjadi kerusakan alam, seperti longsor, banjir, kekeringan, kebakaran, hutan

gundul, pemanasan global dan lain sebagainya. Peristiwa- peristiwa tersebut

6Dede Rodin, Al-Qur‟an dan Konservasi Lingkungan-Telaah Ayat-Ayat Ekologis (Al-

Tahrir, Vol. 17, No. 2 November 2017: 391-410, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN

Walisongo Semarang), 9.

Page 11: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

5

di atas terjadi atas campur tangan manusia, bukan hanya fenomena alam

semata ataupun kehendak Allah swt.

Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai sebagai nilai atau

ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan

Tuhan. Lingkungan alamiah (natural environment) yang sering dipendekkan

menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita sering disebut

“lingkungan hidup”, teologi Lingkungan diberi pengertian tentang perilaku

manusia pada ligkungan.7 Oleh karena itu makna teologi dalam konteks ini

adalah cara menghadirkan Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia,

termasuk dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan

lingkungan. Dalam aspek praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman

normatif bagi manusia dalam berperilaku dan berhubungan dengan alam dan

lingkungannya.8

Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya

hubungan baik antara manusia dengan sesama maupun lingkungan.

Sepantasnya manusia menjaga akhlaq terhadap lingkungan sebagai ungkapan

syukur atas pemberian dan ciptaan-Nya. Akhlak terhadap lingkungan dapat

diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga

keserasian dan kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. usaha-usaha

yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian

lingkungan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri.

7Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam Persepktif

Islam (Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2011), 7. 8Ibid., 5.

Page 12: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

6

Salah satu hadits yang menganjurkan untuk menjaga lingkungan

hidup, sebagaimana sabda Rosulullah saw:

ر أو إ سان أو بيمة، إ م كان لو بو ما من مسلم ي غرس غرسا، أو ي زرع زرعا، ف يأكل منو طي صدقة

“tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia

memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan

hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari

2320).”9

Salah satu konsep dalam Islam yang dituangkan dalam hadits tersebut

adalah perhatian akan menjaga lingkungan berupa penghijaun, menanam, dan

bertani yang merupakan sodaqoh bagi lingkungan khususnya manusia

maupun hewan. Persoalan yang muncul kaitan antara manusia yang diberi

kemampuan oleh Allah dan alam dengan segala isinya terletak pada manusia

pemegang amanah, maupakah manusia tersebut menumbuhkan kesadaran

dirinya tentang keberadaan alam dan lingkungan.10

Ajaran Allah yang dibawa

Nabi selalu menghendaki manusia selalu berbuat baik kepada orang lain

termasuk lingkungan hidup sebagaimana Allah memperlakukan manusia.11

Tuhan, agama, alam dan manusia adalah merupakan satu rangkaian

yang tidak dapat dipisahkan, apabila salah satunya dihilangkan, maka pasti

akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan. Penelitian terhadap

lingkungan tidak ada kata final walaupun sudah banyak penelitian terhadap

masalah ini dari berbagai aspek keilmuan. Pada penelitian ini, peneliti

9 M. Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, terj. Moh.Rifai (Semarang: Wicaksana, 1993), 10.

10Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam Persepktif

Islam…, 27. 11

Fuad Abdul Baqi, Al Lu‟lu wa Marjan (Kairo: Daarul Hadits, 1997) Juz III, 116.

Page 13: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

7

berusaha untuk mengkaji dan mengungkap secara komprehensif ayat-ayat

yang berkaitan dengan persoalan akhlak manusia terhadap lingkungan

terutama lingkungan alam dari sisi tafsir Al-Imam Abi Fida` Ismail bin Umar

bin Katsir al-Qurasy ad-Dimasyqi.

Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan

lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga

lingkungan merupakan tugas manusia sebagai khalifah dibumi, dengan cara

menjaga lingkuangan dari kerusakan.12

Peneliti berangkat dari beberapa fokus

terkait akhlak terhadap lingkungan yaitu kewajiban memelihara dan

melindungi hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan,

dan berbuat baik pada lingkungan.

Terkait dengan latar belakang di atas penulis bermaksud untuk

meneliti mengenai Akhlak terhadap Lingkungan Hidup. Oleh karena itu,

penulis tertarik untuk mengangkat sebuah tema “Pandangan Al Qur’an

tentang Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Studi Tafsir Al-Qur’anil

Azhīm Karya Al-Imam Abi Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy

Ad-Dimasyqi).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka fokus

permasalahan yang diteliti ialah sebagai berikut:

12

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhīm, Juz 1, 89.

Page 14: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

8

1. Bagaimana pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan

hidup?

2. Bagaimana kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di

Indonesia?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah disusun oleh penulis, penelitian ini

tentunya memiliki tujuan dan kegunaan. Tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan:

a. Untuk mengetahui pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap

lingkungan hidup.

b. Untuk mengetahui kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup

di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian:

a. Secara teoritis

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan

dan referensi tentang akhlak terhadap lingkungan hidup dalam Al-

Qur‟an.

b. Secara praktis

1) Untuk peneliti.

Secara pribadi, penelitian ini dapat menambah

pengetahuan, terutama di bidang penafsiran Al-Quran dan hadist

Page 15: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

9

yang dapat digunakan sebagai bahan dalam kajian-kajian serupa.

Selain itu, hasil penelitian ini untuk memenuhi sebagai

persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) di

program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada jurusan

Ushuludin IAIN Ponorogo.

2) Untuk Kaum Muslimin.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam ranah studi

keIslaman pada umumnya dan studi Al-Qur‟an pada khususnya.

D. Telaah Pustaka

Berbicara hasil penelitian tentang persoalan akhlak memang telah

banyak dilakukan oleh peneliti lainnya. Baik dalam bentuk buku, skripsi,

artikel. Diantaranya adalah penelitian dalam bentuk empirik dan teoritik

sebagai berikut:

Pertama, Skripsi Rusda Niliyani judul Konsepsi Akhlak menurut Ibnu

Maskawaih, tahun 1998 Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah dan Filsafat.

Skipsi ini berisi tentang konsep Akhlak yang dikemukakan oleh Ibnu

Maskawaih, dalam hal ini memberikan informasi bahwa akhlak merupakan

suatu subtansi yang sangat penting untuk dirumuskan agar terciptanya

Page 16: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

10

pemahaman yang baik dan benar. Konsep akhlak dalam skripsi ini fokus

kepada akhlak terhadap sesama manusia.13

Kedua, skripsi karya Siti Noor Aini, 2010. Mahasiswa Jurusan Tafsir

Hadist Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dalam skripsinya berjudul

“Relasi Antara Manusia dengan Kerusakan Alam (Telaah atas Tafsir al-

Jawahīr Tafsir Al-Qur‟an al-Kari>m)” penelitian ini berfokus pada relasi

antara manusia dengan kerusakan alam menurut Tanthawi. Penelitian ini

menghasilakan bahwa kerusakan lingkungan disebabkan dari timbulnya hawa

nafsu manusia yang tak terkendali, mengikuti apa yang diinginkan tampak

memikirkan dampak yang akan terjadi.14

Ketiga, Skripsi karya Ida Munfarida, Undang-Undang No.32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam

Perspektif Etika Islam, tahun 2014, Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah

Filsafat. Dalam tulisan ini banyak memberikan pemahaman tentang hakikat

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdapat dalam UUD

yang kemudian dianalisis dengan Etika Islam.15

Keempat, Skripsi Endang Tri Wahyuni, Kerusakan Lingkungan Hidup

dalam Perspektif Al-Qur‟an, tahun 2014. Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir

13

Rusda Niliyani, Konsepsi Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih (Skripsi, Fakultas

Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 1998.) 14

Siti Noor Aini, Relasi Antara Manusia Dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah Atas

Tafsir Al-Jawahir Tafsir Al-Qur‟An Al-Karim), (Skripsi, Fakultas Ushuluddin Uin Sunan

Kalijaga, 2010). 15

Ida Munfarida, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Etika Islam (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, Iain

Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2014.

Page 17: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

11

Hadist. Dalam karya ilmiah ini, peneliti banyak mendapatkan informasi

terkait kerusakan lingkungan hidup yang terdapat dalam Al-qur an.16

Dari hasil penelitian di atas, belum ditemukan adanya penelitian yang

membahas mengenai wawasan Al-Qur‟an tentang akhlak terhadap lingkungan

hidup. Dengan demikian judul ini layak diteliti, yaitu untuk mengetahui

gambaran ayat-ayat akhlak dalam Al-Qur‟an dan relevansinya.

E. Metode Penelitian

Penelitian dapat dikatakan ilmiah apabila mempunyai metode yang

sesuai dengan objek yang dikaji. Metode berfungsi sebagai cara mengerjakan

sesuatu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena, itu di sini

penulis memberikan metode penelitian untuk memberikan hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode yang digunakan adalah

deskriptif-analitis, yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan

atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan

membuat kesimpulan yang berlaku secara umum.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian library research atau

penelitian pustaka. Penelitian pustaka yaitu suatu penelitian yang

dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis

data yang bersumber dari perpustakaan baik berupa buku-buku periodikal-

16

Endang Tri Wahyuni, “Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al- Qur‟an,”

(Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2014).

Page 18: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

12

periodikal seperti majalah -majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala,

kisah-kisah sejarah dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya

yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan

ilmiah.17

Library research ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu

pendekatan yang merupakan pendekatan yang melakukan penelitian yang

berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami.18

Dalam penelitian ini bersifat deskriptif, artinya setiap data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Semua data yang

dikumpulkan dapat menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.19

Namun

dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan data berupa kata-kata

yang tertulis sehingga hanya akan menghasilkan kutipan yang sudah

memberikan gambaran pada masalah yang diteliti.

2. Data dan Sumber Data

Sumber data menurut Suharsimi Arikunto adalah dari mana data

dapat diperoleh.20

Data yang diperoleh penulis bersumber dari buku-buku,

dokumen-dokumen dan literatur-literatur yang terkait lainnya. Adapun

sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder.

17

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Pt

Rineka Cipta, 2006), 95. 18

Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan (Bandung: Angkasa), 159. 19

Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), 42. 20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek”, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), 107.

Page 19: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

13

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yakni kitab Tafsir Al-Qur’anil Azhi >m

Karya Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-

Dimasyqi.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yakni kitab yang mencakup dengan tema

akhlak dan teologi lingkungan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

dokumentasi. Metode dokumentasi adalah menggunakan data dengan

melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Data yang sudah

tersedia tersebut peneliti mengambil dari beberapa buku dan majalah.

Pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian ini adalah:

Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian

ini adalah:

a. Menggali literatur-literatur seperti kitab tafsir, terjemah kitab tafsir,

jurnal, artikel, dan juga skripsi yang berkaitan dengan tema diatas.

b. Menganalisa buku-buku bacaan yang sesuai dengan wawasan Al-

Qur‟an tentang akhlak terhadap lingkungan hidup.

c. Mengorganisir wawasan tersebut, lalu menyusunnya secara sistematis

sesuai dengan sistematika penelitian yang akan dijelaskan dari

sistematika pembahasan.

Page 20: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

14

4. Teknik Analis Data

Data yang telah terkumpul dari data primer maupun sekunder

kemudian diolah agar dapat menjadi suatu pemahaman baru yang dapat

digunakan dengan baik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mengumpulkan data

dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia.21

Data

yang sudah tersedia tersebut peneliti ambil dari beberapa buku dan

majalah.

Adapun cara kerja yang ditempuh dalam penelitian tafsir dengan

metode studi tokoh (indifidual life history) adalah melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Menetapkan tokoh yang dikaji dan objek formal yang menjadi fokus

kajian yaitu Al-Imam Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy

Ad-Dimasyqi.

b. Mengunpulkan data dan menyeleksinya.

c. Melakukan klasifikasi tentang ayat yang membahas atau ada

hubunganya dengan akhlak terhadap lingkungan.

d. Secara cermat data tersebut akan dikaji atau dianalisa ulang dengan

melalui metode deskriptif, bagaimana sebenarnya pemikiran secara

cermat data tersebut akan dikaji atau dianalisa ulang dengan melalui

metode deskriptif terkait akhlak terhadap lingkungan.

e. Menyusun pembahasan dalam suatu kerangka yang sempurna.

21

Ibid.

Page 21: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

15

f. Membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Sehingga menghasilkan pemahaman yang utuh dan sistematis

Pada tahap berikutnya penulis berusaha untuk mengetahui secara

mendalam tentang tafsir Tafsir al-Qur‟anil Azhi>m melalui biografi

pengarangnya, latar belakang penafsiran, corak penfsiran dan metodenya.

Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bentuk pemikiran pengarang

Tafsir al-Qur‟anil Azhi>m. Setelah mengetahui bentuk pemikiran Al-Imam

Abi Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasy Ad-Dimasyqi secara

umum, selanjutnya penulis akan berusaha mengkaji tentang akhlak

terhadap lingkungan dan pemahaman Ibnu katsir dalam Tafsir al-Qur‟anil

Azhi>m.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan salah satu komponen dibagian

akhir proposal penelitian, yang biasanya terletak setelah metode penelitian.

Komponen ini adalah rancangan penelitian yang isinya memaparkan ruang

lingkup karya akhir akademis secara deskriptif sehingga antara satu bagian

dengan bagian lainnya terkait.22

Dengan kalimat yang lebih sederhana,

sistematika penulisan adalah gambaran umum tentang penyajian laporan hasil

penelitian yang akan dikerjakan.

Dengan demikian dalam penelitian skripsi ini, ada lima bab pokok

kajian yang penulis sajikan, serta beberapa sub bab pembahasan. Demi

22

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian

(Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014), 281.

Page 22: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

16

terciptanya karya yang indah dan pemahaman secara komprehensif, maka

penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: Berisi tentang pendahuluan guna memberikan gambaran isi

skripsi secara global, oleh karena itu didalamnya terdiri atas

latar belakarang masalah terkait dengan masalah yang diangkat.

Selanjutnya penulis menuliskan pokok pembahasan yang

tercantum dalam rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika

penulisan.

BAB II: Merupakan landasan teori. Menjelaskan tentang akhlak secara

bahasa maupun secara istilah, pembagian akhlak, dan ayat-ayat

yang membicarakan tentang akhlak dan akhlak terhadap

lingkungan.

BAB III: Berisi tentang A) Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-

Dimasyqi, yang meliputi. Biografi Ibnu Katsir, pendidikan Ibnu

Katsir, guru-guru Ibnu Katsir, karya-karya Ibnu Katsir, profil

tafsir al-Qur’anil Azhi>m: latar belakang penulisan, metode,

pendekatan, corak, sitematika penulisan, dan pendapat para

ulama‟. B) Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap

lingkungan hidup. C) Analisis akhlak terhadap lingkungan hidup

menurut Tafsir Ibnu Katsir. D) Kontekstualisasi akhlak

terhadap lingkungan hidup di Indonesia.

Page 23: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

17

BAB IV: Merupakan penutup, yang terdiri atas kesimpulan dari penelitian

yang telah dilakukan dalam skripsi ini sekaligus berisi saran-

saran yang mendukung demi mencapai perbaikan skripsi-skripsi

yang akan datang.

Page 24: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

18

BAB II

WAWASAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

G. Kajian Akhlak

Akhlak itu termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini.

Tingkatnya berada sesudah kepercayaan Kepada Allah, MalaikatNya, Rasul-

Nya, hari akhirat dan qadha dan qadar. Diantara iman yang paling baik

adalah akhlak mulia. Rasulullah SAW merupakan suri tauladan yang paling

baik bagi umatnya, karena Beliau memiliki akhlak yang mulia. Allah SWT

berfirman sewaktu memuji Rasulullah SAW dalam surat Al-Qalam ayat 4:

وإ مك لعل خل ع يم

Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”

Ayat ini menganggap akhlak itu sebagai sifat Rasulullah SAW yang

paling mulia, dan pujian yang tertinggi dan dapat diberikan kepadanya. Hal

ini dikarenakan akhlak Nabi merupakan implementasi bagi kesempurnaan,

kesopanan dan akhlak terpuji yang terdapat dalam Al-Qur‟an.

Imam Al-Ghazali berpendapat, yang dikutip oleh A.Zainuddin, bahwa

Islam telah memberikan batasan terhadap umatnya agar mendapati dua topik

yang sangat penting sekali, yaitu meninggalkan segala macam larangan, dan

Page 25: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

19

melaksanakan segala macam perintah dan ketaatan.23

Oleh karena itu setiap

manusia harus senantiasa menyadari bahwa setiap sandi kehidupannya tidak

terlepas dari rambu-rambu dan undang-undang Allah SWT yang termaktub

dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Akhlak dalam manajemen merupakan sendi

utama dalam mencapai tujuan. Setiap gerak manusia yang mengelola

hidupnya baik secara individu, berkelompok maupun berbangsa dan

bernegara hendaknya selalu berorientasi kepada akhlak mulia.

Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanyalah salah satu

kekuatan yang di miliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.

Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut

kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan oleh

akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif. Begitu juga dengan pandangan

masyarakat dapat juga dijadikan ukuran untuk menentukan baik atau buruk,

tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat

dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya

sudah tertutup dan pikirannya sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang

tidak terpuji tentu tidak bisa di jadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat

yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.24

Hati nurani atau fitrah manusia memang dapat dijadikan tolak ukur

baik dan buruk, karena manusia diciptakan Allah memiliki fitrah bertauhid,

mengakui keesaannya. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat

berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh

23

A. Zainuddin, Membangun Moral Meurut Imam Al-Ghazali (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996),

10. 24

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007) cet. IX, 4.

Page 26: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

20

pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang

perlu dipelihara dan dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya

tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran. Oleh

sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat di serahkan sepenuhnya hanya

kepada hati nurani dan fitrah manusia semata, harus dikembalikan kepada

penilaian syara‟. Semua keputusan syara` tidak akan bertentangan dengan hati

nurani manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu

Allah SWT. Semua terkonsep dalam al-Quran dan Sunnah yang pada

hakikatnya untuk menyempurnakan akhlak manusia demi terciptanya

manusia yang bahagia dunia dan akhirat kelak.25

H. Teologi Lingkungan

1. Konsep Dasar Teologi Lingkungan

Istilah “Teologi” lebih sering dimaknai sebagai suatu cabang atau

bagian dari ilmu agama yang membahas tentang ketuhanan. Pada kalangan

umat Islam, istilah teologi ini juga masih belum sepenuhnya dipahami dan

diterima. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran,

maka terlebih dahulu istilah “Teologi” ini akan diberi pengertian sesuai

dengan konteks pembahasan tentang perilaku manusia pada ligkungan.26

Dalam konteks pembahasan ini, teologi dimaknai sebagai nilai atau

ajaran agama (Islam) yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan

Tuhan. Oleh karena itu makna bebas teologi dalam konteks ini adalah cara

25

Abd Rahim, Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981), (Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau, 2013), 40. 26

Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 7.

Page 27: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

21

“menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia, termasuk

dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan.

Dalam aspek praktis, teologi bisa dimaknai sebagai pedoman normatif

bagi manusia dalam berperilaku dan berhubungan dengan alam dan

lingkungannya.27

Lingkungan alamiah (natural environment) yang sering

dipendekkan menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita

sering disebut “lingkungan hidup”, diberi ta‟rif (pengertian) sebagai suatu

keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda ( makhluk) hidup

dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi

secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya.28

Terdapat dua macam lingkungan yakni lingkungan alamiah

(natural environment) dan lingkungan buatan (built environment), yang

antara keduanya berbeda sifat dan kondisinya. Lingkungan buatan

merupakan areal atau komponen alam yang telah dipengaruhi atau

direkayasa oleh manusia. Suatu wilayah geografis tertentu misalnya hutan

konservasi, pada umumnya masih dipandang sebagai lingkungan alamiah,

walaupun campur tangan manusia telah ada dalam wilayah tersebut, akan

tetapi masih sangat terbatas. Sedangkan areal cagar alam misalnya,

merupakan areal yang sama sekali belum ada campur tangan manusia

didalamnya.29

27

Ibid., 5. 28

Ibid., 12. 29

Ibid., 13.

Page 28: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

22

Alam semesta termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan

diciptakan dalam keseimbangan, proporsional dan terukur atau

mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (QS:

Ar-Ra‟d: 8

اللمو ي علم ما تمل كل أ ث وما غيض الرحام وما زداد وكل شيء عنده ( ٨)ب دار

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan

kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala

sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.

Al-Qomar: 49

( ٤٩ )ب در خل ناه شيء كلم إ ماSesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

Al-Hijr:19).

نا مدد اىا والرض نا رواسي فيها وأل ي ( ١٩ )موزون شيء كلي من فيها وأ ت

dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-

gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.

Bumi yang merupakan planet di mana manusia tinggal dan

melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen

dengan keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya.

Berbagai unsur dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan

Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan

kehidupannya di muka bumi, sekaligus merupakan bukti ke Mahakuasaan

Page 29: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

23

dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan Pemelihara alam (QS: Taha: 53-

54).

ماء السمماء من وأ زل س ل فيها لكم وسلك مهدا الرض لكم جعل المذي ذلك ف إنم أ عامكم وارعوا كلوا(٥٣ )ش م اا من أزواجا بو فأخرجنا( ٥٤ )الن ه لوو ياا

yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah

menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit

air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari

tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah

binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat

tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.

Dia-lah yang menentukan dan mentaqdirkan segala sesuatu di alam

semesta. Tidak ada sesuatu di alam ini kecuali mereka tunduk dan patuh

terhadap ketentuan hukum dan qadar Tuhan serta berserah diri dan

memuji-Nya (QS. An-Nur: 41).

علم قد كلل صافماا واللمي ر والرض السمماواا ف من لو يس ي اللمو أنم ر أ ( ٤١ )ي فعلون با عليم واللمو و س يحو صل و

Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di

langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya.

masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan

Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan kaum idealis yang

menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya atau pancaran dari dunia

lain yang tak konkrit yang disebut dunia idea. Pandangan Islam tentang

alam (lingkungan) bersifat menyatu (holistik) yang komponennya adalah

Sang Pencipta, alam dan makhluk hidup (termasuk manusia). Masing-

masing komponen mempunyai peran dan kedudukan yang berbeda-beda

Page 30: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

24

akan tetapi tetap berada dalam koridor rancangan atau desain Allah

(sunatullah).30

2. Teologi Lingkungan Menurut Pandangan Ulama‟ dan Ilmuan

Peranan agama dalam menyelamatkan lingkungan hidup terus

mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Keterkaitan agama dengan isu-

isu lingkungan hidup menjadi bahan diskusi cendekiawan, akademisi,

ulama, wartawan, dan birokrat. Persoalannya berkisar seputar apa yang

bisa disumbangkan umat beragama untuk kelestarian lingkungan hidup.

Berbicara mengenai agama, ada dua hal yang bisa

dielaborasi. Pertama, doktrin atau ajaran agama. Kedua, umat beragama.

Pada tataran manakah kedua hal di atas dapat menyumbangkan dampak

positif bagi pelestarian lingkungan hidup.

Agama mengajarkan manusia perlu berhubungan dengan Tuhan

sebagai pencipta dan penguasa alam raya. Agama berperan sebagai rambu-

rambu moral dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Karena sifatnya

yang holistik, agama menjadi landasan teologis bagi aktivis dan

masyarakat untuk merawat alam. Agama memberikan inspirasi yang tidak

ada habisnya dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia

dan alam. Sedangkan umat beragama adalah sumber daya manusia yang

menggerakkan upaya pelestarian bumi.

Berikut pandangan beberapa cendikiawan tentang Teologi

Lingkungan:

30

Ibid., 7.

Page 31: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

25

a. M. Quraish Syihab

Muhammad Quraish Shihab di dalam bukunya “Membumikan

al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat”

menyatakan bahwa kehidupan makhluk-makhluk Tuhan saling terkait

sehingga harus saling menjaga satu sama lain, karena jika terjadi

gangguan pada salah satunya maka yang lainnya juga akan terkena

dampaknya. Hubungan manusia dengan lingkungannya adalah

hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT

sehingga manusia tidak dapat berbuat sekehendak hati dalam

memanfaatkan lingkungannya.31

Menurut Quraish Shihab Alam dan segala isinya beserta

hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah

kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya

tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali

jika dikehendaki oleh Tuhan. Islam menekankan kepada umat-nya agar

mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat untuk

seluruh alam. Manusia dituntun dan dituntut untuk menghormati

proses-proses yang sedang tumbuh dan terhadap apa saja yang ada di

bumi. Etika agama terhadap lingkungan mengantarkan manusia dari

kerusakan. Setiap perusakan terhadap lingkungan hidup dinilai sebagai

perusakan pada diri manusia itu sendiri.32

31

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1996), 460. 32

Muhammad Wahid Nur Tualeka, “Teologi Lingkungan Hidup,” PROGRESIVA vol. 5

(Desember 2011), 5.

Page 32: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

26

b. Seyyed Hossein Nasr

Sebagai seorang intelektual Islam terkemuka di zamannya,

sepak terjang Nasr sudah tidak diragukan lagi. Banyak sekali orang

yang simpatik dan terpesona dengan gagasan-gagasan cemerlangnya,

khususnya mengenai teologi dan lingkungan. Kritiknya terhadap

modernitas dan hilangnya dimensi esoteris manusia modern telah

menyadarkan banyak orang khususnya umat Islam sendiri tentang

bagaimana seharusnya manusia menjaga hubungan dengan alam dan

Tuhan. Dampak yang paling kentara adalah lahirnya gerakan-gerakan

etika environmental. Etika enviromental adalah gerakan penyadaran,

perawatan dan penyelamatan lingkungan dengan berbasis pada etika-

etika yang berlaku.33

Pemikiran Nasr tentang teologi lingkungan dapat disimpulkan

bahwa pada hakikatnya manusia adalah bagian integral dari alam.

Alam sebagai representasi atas kehadiran-Nya dan posisi manusia

sebagai khalifatullah fi al-ardi merupakan satu entitas kosmos yang

tak bisa dipisahkan. Maka tidak sepatutnya jika manusia dengan

ketamakannya dengan sengaja mengeksploitasi alam dengan semena-

mena. Manusia modern yang mengalami krisis identitas dan spiritual

harus segera membangun kembali dimensi esoterisnya sehingga bisa

menjalin kembali hubungan harmonis dengan alam. Dengan kata lain,

sains modern haruslah diintegrasikan dengan metafisika Realitas Ilahi

33

Maftukhin, “Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Jurnal IAIN

Tulungagung: Dinamika Penelitian, vol. 16, No. 2 (November 2016), 14.

Page 33: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

27

sehingga memandang alam sebagai cermin dari kekuasaan Tuhan

bukan semata bahan untuk pemenuhan nafsu belaka. Titik tekan

(crucial point) nya adalah bagaimana ilmu pengetahuan alam harus

dipadukan dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang mengkristal pada

akar-akar Ilahi.34

c. Robert P. Borrong

Robert P. Borrong adalah ahli Teologi (B.Th) dari Sekolah

Tinggi Teologi Rantepao Tana Toraja. Menurutnya teologi lingkungan

dibagi menjadi tiga pola hubungan, yaitu:35

1) Kesetaraan manusia dengan alam

Dalam masyarakat tradisional, manusia dan alam adalah

sederajat. Hubungan keduanya relatif kontinuitas. Bahkan manusia

sering merasa dirinya lebih kecil dari alam karena merasa sebagai

gambaran alam semesta. Manusia adalah mikrokosmos dan alam

sebagai makrokosmosnya. Manusia berusaha menyesuaikan diri

dan menyelaraskan irama kehidupannya dengan alam semesta.

2) Manusia menguasai dan mengeksploitasi alam

Teknologi memungkinkan manusia dapat mengubah

lingkungan alamiah menjadi lingkungan buatan. Manusia dapat

mengubah alam sesuai kebutuhannya dengan menggunakan

kemampuannya berbudaya. Makin tinggi kebudayaan manusia

makin beragam kebutuhannya. Namun kebutuhan manusia sering

34

Ibid., 15. 35

Ahmad Khoirul Fata,” Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam,” Jurnal Ulul

Albab, Volume 15 No.2 (Tahun 2014), 135.

Page 34: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

28

tidak bisa dipisahkan dari keinginannya yang tak terbatas.

Akibatnya ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk

mengeksploitasi lingkungan alam dan eksploitasi itu menjadi tidak

terbatas pula.

3) Alam menguasai manusia

Meski iptek telah memposisikan manusia seolah-olah

penguasa atas alam, namun ternyata manusia tidak benar-benar

menguasai alam, justru seringkali alam yang menguasai manusia.

Berbagai bentuk bencana alam yang terjadi ternyata menjadi

bencana bagi manusia, dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dikuasai manusia ternyata tidak juga membuat manusia berhasil

menundukkan alam.

d. Yusuf Qardhawi

Syekh Yusuf al-Qaradawi adalah seorang cendekiawan Muslim

yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era

modern ini dan sebagai seorang pemikir teologi. Dalam kaitannya

dengan lingkungan, teologi diturunkan pada wilayah yang lebih

praksis, yaitu melihat bagaimana kaitan antara lingkungan dengan

Sang Pencipta. 36

Lingkungan tidak hanya yang bersifat biofisik, tapi

juga manusia dan makhluk hidup lainnya. Upaya penggalian nilai

spiritual ekologi Islami ini merupakan pengayaan khazanah ekologi

menjelaskan tiga tujuan dari peran manusia terhadap lingkungan.

36

Husnul Khitam, “Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,” (DINIKA

Academic Journal of Islamic Studies, Volume 1 Number 2 (May - August 2016), 147.

Page 35: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

29

Pertama, mengabdi kepada Allah SWT. Kedua, menjadi wakil

atau khalifah di atas bumi. Ketiga, membangun peradaban di muka

bumi. Ketiga tujuan ini erat profetis Islam untuk menawarkan konsep

ekologi alternatif atau ekologi transformatif. Teologi lingkungan

secara definisi adalah teologi yang obyek material kajiannya bidang

lingkungan, dan perumusannya didasarkan pada nilai-nilai ajaran

agama Islam. Sehingga, teologi lingkungan merupakan ilmu yang

membahas tentang ajaran dasar Islam mengenai lingkungan.

Prinsip-prinsip tersebut adalah Tauhid, Amanah, Khalifah,

Halal, Haram, Adil, Tawasshur (Kesederhanaan), Ishlah

(Pemeliharaan), dan Tawazun (keseimbangan dan harmoni) kaitannya

dengan peranan manusia dalam perspektif teologis. Pemahaman dan

penjagaan lingkungan, serta tanggung jawab dan amanah menjadi

potret dan refleksi iman individual seseorang. Ketika perilaku

seseorang merusak, memanfaatkan alam secara berlebihan dan

semena-mena, menunjukkan bahwa dalam konteks teologi dan

keimanan yang dimiliki individu tersebut sangatlah rapuh. Tindakan

semacam itu menunjukkan bahwa manusia tersebut menjadi tidak

amanah, dan berpotensi merusak kehidupan species-nya di masa yang

akan datang. Mahmudunnasir mendeskripsikan kewajiban manusia

terhadap alam dengan menjelaskan, bahwa Allah telah mengaruniai

manusia dengan kekuasaan atas makhluk-Nya. Manusia telah diberi

kekuasaan lebih dibanding makhluk lain. Manusia telah diberi

Page 36: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

30

kekuatan untuk menundukkan dan membuat makhluk lain melayani

tujuannya. Akan tetapi Allah tidak memberikan hak itu tanpa batas.

Manusia tidak boleh memubazirkan, menyakiti, atau membahayakan

makhluk lain. Manusia harus menggunakan cara terbaik, dan paling

sedikit akibat buruknya dalam memanfaatkan makhluk lain.

e. Harun Nasution37

Menurut Harun Nasution, Teologi lingkungan berkaitan dengan

bagaimana bagaimana keyakinan manusia terhadap lingkungan tempat

dimana ia berpijak. Harun dalam kajian ini lebih memaparkan

kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh manusia sebagai penikmat

lingkungan. Ada tiga persoalan yang paling tidak melandasi terjadinya

kerusakan lingkungan oleh manusia. Yaitu, mitos Yunani tentang alam

dan dewa, paham antroposentris dan sekularisme. Pertama, dalam

tradisi masyarakat Barat, alam adalah musuh yang harus ditaklukkan.

Pandangan ini bersumber pada mitos Yunani kuno yang menganggap

bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang senantiasa

memusuhi manusia.38

Berbagai penderitaan yang mengakibatkan alam, seperti letusan

gunung, gempa, banjir, tanah longsor, dan berbagai bencana lainnya

dilihat sebagai perbuatan dewa. Karena itu, berbagai cara dilakukan

37

Harun Nasution tampil sebagai sosok pembaharu pemikiran pendidikan Islam.

Pemikirannya yang berorientasi pada urgensi akal berupaya membawa umat Islam kepada ajaran

yang sesuai dengan al-Qur‟an dan Hadits, dan membuka kembali pintu ijtihad. 38

H. Bisri, “Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi Rasional

Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,” Holistik Vol 12 Nomor 01 (Juni

2011/1433 H), 48.

Page 37: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

31

untuk dapat menaklukkan alam (baca: dewa) agar manusia bisa

terhindar dari kemarahannya. Berangkat dari mitos ini, setelah manusia

berhasil menguasai ilmu dan teknologi upaya penaklukan terhadap

alam menjadi semangat eksploitatatif terhadap alam dengan tanpa

batas. Sementara dalam Islam alam dengan segala karunianya

diperuntukkan manusia dengan batasan yang tegas berupa larangan

untuk merusaknya.

Kedua, Ajaran teologi rasional memang mengajarkan manusia

dalam kehendak dan perbuatan, namun berbeda dengan paham

antroposentris yang dikembangkan di Barat. Paham antroposentris39

ini juga memberikan andil yang tidak sedikit pada kerusakan alam.

Paham antroposentris berakar pada pemikiran Protagoras yang

menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran (segalanya).

Sebab manusia mempunyai akal budi dan akal budi adalah mahkota

manusia. Dengan akal budinya manusia memperoleh pengetahuan

rasional sehingga dapat menduduki martabat yang unik, yakni menjadi

penguasa alam semesta.

Ketiga, prinsip sekularisme masyarakat Barat terhadap alam,

menurut Guru Besar Ilmu Teologi Sekolah Tinggi Filsafat Driarkara,

Martin Harun, OFM40

, juga dipengaruhi oleh perkembangan teologi

39

Antroposentris adalah sebuah pandangan atau anggapan bahwa manusia sebagai pusat

dari semuanya. Manusia menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang paling istimewa.

Biosentris adalah sebuah keyakinan bahwa manusia memiliki hubungan yang sangat erat terhadap

makhluk lainnya di alam semesta. 40

Ordo Fratrum Minorum (juga disebut Fransiskan, Ordo Fransiskan, atau Ordo Serafis;

singkatan gelar O.F.M.) adalah sebuah ordo keagamaan Katolik.

Page 38: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

32

dalam ajaran Kristen yaitu sekularisasi, yang dicetuskan Harvey Cox

dalam Secular City. Sekularisasi Cox ”memisahkan alam dari Tuhan

dan membedakan manusia dengan alam” dengan demikian alam,

dilepaskan dari pesona Ilahinya dan dapat dilihat sebagai barang biasa.

Hilangnya pesona Ilahi dari alam ini disebut sebagai ”kondisi mutlak

dari perkembangan ilmu-ilmu alam” dan “membuat alam tersedia

untuk digunakan”. 41

Paham tauhid menurut Harun Nasution bahwa seluruh manusia,

berasal dari asal yang satu, membawa pada humanitarianisme.

Humanitarianisme, bukan hanya kasih sayang sesama manusia, tetapi

juga kasih sayang kepada alam binatang dan alam tumbuhtumbuhan,

serta alam benda mati; mencintai seluruh nature ciptaan Tuhan. Disini

terdapat paham se-mahluk yang ada di alam ini.

I. Akhlak terhadap Lingkungan

Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan

bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut

adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap

alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,

dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Dalam

pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah

sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati

41

H. Bisri, Teologi Lingkungan- Model Pemikiran Harun Nasution dari Teologi Rasional

kepada Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan, (Holistik vol 12 nomor 01, Juni

2011/1433 H http://id .portalgaruda.org/,49.

Page 39: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

33

tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan

penciptaannya.

Manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang

sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia

tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap perusakan

terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia

sendiri. Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada

penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap

membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan

polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri

yang menciptanya.42

Islam telah menunjukkan sumber-sumber akhlak, yaitu tercantum

dalam al-Qur‟an dan hadis. Pada al-Qur‟an dan hadis tersebut sudah tersurat

makna segala yang baik, berupa seruan dan berupa larangan untuk dilakukan

oleh manusia selama hidup di dunia.43

Lingkungan hidup pada prinsipnya

merupakan suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lainnya sehingga

pengertian lingkungan hidup hampir mencakup semua unsur ciptaan Allah

swt di muka bumi ini.

Dalam sumber ajaran Islam, diterangkan bukan hanya aspek

peristilahan yang digunakan untuk memahami hal tersebut, tetapi juga

ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam menyoroti pemeliharaan

lingkungan hidup. Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah

42

Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 7. 43

M. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 65.

Page 40: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

34

swt untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta. Manusia diturunkan

ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam isinya. Oleh

karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam

sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik.

Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan hanya

semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu sendiri, tetapi jauh

dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan lingkungan atau

alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran,

kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga.44

Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan

mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar,

karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk

mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu

menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses

yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung

jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain,

Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada

diri manusia sendiri.

Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk

mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke

bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh

karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam

44

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…, 232.

Page 41: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

35

sekitarnya, yakni melestarikannya dengan baik.45

Ada kewajiban manusia

untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal

sebagai berikut:

1. Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi;

2. Bahwa alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh Al

Quran;

3. Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian

alam yang bersifat umum dan yang khusus;

4. Bahwa Allah memerintahkan kepadaa manusia untuk mengambil manfaat

yang sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur;

5. Manusia berkewajiban mewujudkan mewujudkan kemakmuran dan

kebahagiaan di muka bumi.46

Manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atau

kerusakannya, karena sangat memengaruhi kehidupan manusia. Alam yang

masih lestari pasti dapat memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di

bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi

sulit, rezeki sempit dan dapat membawa kepada kesengsaraan. Pelestarian

alam ini wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, bangsa dan

negara.47

45

Asmaran A. S. Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), 182. 46

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…,231. 47

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak…, 183.

Page 42: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

36

Klasifikasi akhlak menjadi 3 bagian yaitu: 1) Akhlak kepada Allah, 2)

Akhlak kepada manusia dan 3) Akhlak kepada alam. Masing-masing kategori

penulis uraikan sebagai berikut:48

1. Akhlak kepada Allah SWT

Akhlak kepada Allah ini adalah sikap dan tingkah laku yang harus

dimiliki oleh setiap manusia di hadapan Allah SWT. Di antara akhlak

kepada Allah tersebuta adalah mentauhidkan Allah dan tidak syirik,

bertakwa, memohon pertolongan hanya kepadaNya melalui doa, berzikir,

di waktu siang maupun malam, baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun

berbaring dan bertawakal kepadaNya. Perintah Allah SWT untuk

menyembahNya dan menjauhkan diri dari syirik terdapat dalam al-Qur‟an

Surat An-Nisa‟ ayat 36:

واع دوا اللمو و شركوا بو شيئا

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya”

2. Akhlak kepada Manusia

Yang dimaksud dengan Akhlak kepada manusia di sini adalah

akhlak antar sesama manusia, termasuk dalam hal ini akhlak kepada

Rasulullah SAW, orang tua, diri sendiri dan orang lain. Implementasinya

akhlak kepada Rasulullah SAW adalah senantiasa menegakkan Sunnah

Rasulullah, menziarahi kuburNya di madinah, membaca sholawat,

mengimani Al-Qur‟an sebagai kitab yang diturunkan kepadaNya dan

berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan ajaran yang

48

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Pustaka Pelajar: 2008), 38.

Page 43: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

37

dikandung Al-Qur‟an, dan hadis-hadis. Kita juga dituntut utuk meneladani

Nabi,49

seperti terungkap dalam firman Allah SWT:

ل د كان لكم ف رسول اللمو أسوة حسنة لمن كان ي رجو اللمو والي وم ا خر وذكر اللمو كثيرا

Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Berdasarkan uraian diatas, dalam kaitannya dengan manajemen

maka akhlak merupakan pembentuk kepribadian dari sebuah proses

pencapaian tujuan dalam manajemen. Apabila akhlak dari pelaksanaan

atau pengelolaan sebuah kegiatan pendidikan baik maka baik pulalah hasil

yang dicapai, demikian pula sebaliknya.50

3. Akhlak kepada Alam

Akhlak kepada alam mencangkup hubungan manusia dengan

lingkungannya dan hubungan manusia dengan hartanya. Seorang muslim

hendaknyamemiliki sikap menjaga lingkungan dan tidak berbuat

kerusakan, memanfaatkannya untuk kebaikan dan tidak melakukan

eksploitasi yang berlebihan.51

Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia

dengan lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini

menjaga lingkungan merupakan tugas manusia sebagai kholifah dibumi,

49

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam…, 40. 50

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam…, 45. 51

Ibid., 42.

Page 44: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

38

dengan cara menjaga lingkuangan dari kerusakan.52

Peneliti berangkat dari

beberapa fokus terkait akhlaq terhadap lingkungan yaitu Kewajiban

Memelihara dan Melindungi Hewani, menghidupkan lahan mati, larangan

berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan.

Akhlak manusia terhadap lingkungan, terutama alam, bukan hanya

semata-mata untuk kepentingan lingkungan atau alam itu sendiri, tetapi

jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan dan memakmurkan

lingkungan atau alam ini. Dengan memenuhi kebutuhannya sehingga

kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga.53

Kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitar ini

didasarkan kepada a) Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu

bumi; b) Bahwa alam merupakan salah satu pokok yang dibicarakan oleh

al- Qur‟an; c) Bahwa Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk

menjaga pelestarian alam yang bersifat umum dan yang khusus; d) Bahwa

Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang

sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur; e)

Manusia berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di

muka bumi.

Dengan kemakmuran alam dan keseimbangannya manusia dapat

mencapai dan memenuhi kebutuhan sehingga kemakmuran, kesejahteraan,

dan keharmonisan hidup dapat terjaga. Berakhlak dengan alam sekitarnya

dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam sebagai berikut:

52

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz, 1,

89. 53

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak…,232.

Page 45: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

39

1) Dilarang penebangan pohon secara liar;

2) Dilarang pemburuan binatang-binatang secara liar;

3) Melakukan reboisasi;

4) Membuat cagar alam dan suaka margasatwa;

5) Mengendalikan erosi;

6) Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai;

7) Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan hidup kepada

seluruh lapisan masyarakat;

8) Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.54

Menurut M. Fauzi Rachman dalam bukunya Islamic Relationship

hal yang harus dipahami sebagai bentuk hubungan yang baik kepada

lingkungan hidup:

1) Keharusan menjaga lingkungan hidup

2) Kewajiban memelihara dan melindungi hewani

3) menghidupkan lahan mati

4) Anjuran menanam pohon

5) larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan

6) Tidak menggunakan air secara boros.55

Perlindungan alam serta sumberdaya alam merupakan perintah

Tuhan Yang Maha Memelihara Alam. Menjaga etika kepada lingkungan

merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia sebagai makhluk

sekaligus bagian dari alam, baik untuk masa lalu, masa kini maupun masa

54

. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 65. 55

Fauzi Rachman, Islamic Relationship (Jakarta: Erlangga, 2012), 210-214.

Page 46: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

40

yang akan datang. Melalui kitab suci Al-Qur`an, Allah telah memberikan

informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap

lingkungan. Sikap ramah yang di ajarkan oleh agama Islam dapat diperinci

sebagai berikut:

a. Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta

melestarikannya. Dalam surat ar-Ru>m ayat 9

أو يسيروا ف الرض ف ي ن روا كيف كان عاق ة المذين من ق لهم كا وا أشدم هم ق ومة وأثاروا الرض وعمروىا أكث ر مما عمروىا وجاء هم رسلهم من

( ٩)بال ي يناا فما كان اللمو لي لمهم ولكن كا وا أ فسهم ي لمون

Dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi dan

memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang

sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka

(sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya

lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. dan telah

datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-

bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak Berlaku zalim kepada

mereka, akan tetapi merekalah yang Berlaku zalim kepada diri

sendiri.

Pesan yang disampaikan dalam surat ar-Ru>m ayat 9 menggambarkan

agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara

berlebihan yang dikhawatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan

sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk

generasi mendatang. Dalam sebuah hadits disebutkan: “tiga hal yang

menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang

hijau lagi asri, pada air yang mengalir, serta pada wajah yang

rupawan.” (HR. Ahmad)

Page 47: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

41

b. Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan, dalam

surat ar-Ru>m ayat 41 Allah swt. memperingatkan bahwa terjadinya

kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia:

ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي ( ٤١)عملوا لعلمهم ي رجعون

41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke

jalan yang benar).

c. Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap

lingkungan, dalam surat Hu>d ayat 117, Allah swt. berfirman:

( ١١٧)وما كان ربك لي هلك ال رى ب لم وأىلها مصلحون

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri

secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat

kebaikan.

Fakta spiritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa surah

Hu>d ayat 117 benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di

Jakarta, tanah longsor yang di daerah-daerah Jawa Tengah, intrusi air laut,

tumpukan sampah dimana-mana polusi udara yang tidak terkendali, serta

bencana alam didaerah lain membuktikan bahwa Allah membinasakan

negeri-negeri yang zalim, melainkan penduduknya terdiri dari orang-orang

yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.56

Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan penggunaan,

perlindungan dan rehabilitasi tanah, sumber air, udara, hewan dan tanaman

56

Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan ( Depok: Karisma Putra Utama, 2017), 268.

Page 48: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

42

merupakan bagian dari asas pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam

syariah Islam.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama tidak saja peduli,

akan tetapi mempunyai komitmen yang jelas dan tegas tentang

lingkungan. Komitmen lingkungan ini tidak hanya dituangkan dalam

bentuk azas untuk etika lingkungan yang bersifat normatif, akan tetapi

dalam azas praktis. Islam juga telah melahirkan seperangkat hukum atau

peraturan tentang pengelolaan dan perlindungan alam. Konsep Islam

terkait lingkungan ini sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip etika

lingkungan yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip-

prinsip akhlak dan etika lingkungan yang terdapat dalam ajaran Islam.57

57

Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam

Persepktif Islam (Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2011),

59.

Page 49: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

43

BAB III

PANDANGAN IBNU KATSIR TENTANG AYAT-AYAT

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

J. Biografi Singkat Ibnu Katsir

Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Imam Al-Din Al-fida Ismail Ibnu

Amar Ibnu katsir Ibnu Zara‟ Al-Bushrah Al-Dimasqy.58

Beliau lahir di Desa

Mijdal dalam wilayah Bushra (Basrah) pada tahun 700 H/1301 M, ada yang

berpendapat 701 H. Oleh karena itu, ia mendapat predikat” al-Bushrawi‟‟

yaitu karena ia orang Basrah.59

Ibnu Katsir adalah anak dari Shihab Ad-Din

Abu Hafsah Amar Ibn Katsir Ibn Dhaw Ibn Zara‟ Al-Quraisyi, yang

merupakan seorang ulama terkemuka pada masanya. Ayahnya bermazhab

Syafi‟i dan pernah mendalami mazhab hanafi.60

Dalam usia masih anak-anak

kira-kira masih usia tujuh tahun, beliau ditinggalkan oleh ayahandanya

(wafat), lalu Ibnu Katsir di bawa kakaknya (kamal Ad-Din „Abd Al- Wahhab)

dari desa kelahirannya ke damaskus, di kota itulah dia tinggal hingga akhir

hayatnya. Dari perpindahan itulah, dia mendapatkan predikat Al-dimasyqi

yaitu orang Damaskus.

Ibnu Katsir mendapat gelar keilmuannya dari para ulama sebagai

kesaksian atas keahliannya dalam beberapa bidang ilmu yang digeluti, antara

58

Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah Dan Diroyah (Bandung: Mimbar Pustaka,

2008), 308. 59

Mumammad Nurdin, buku besar: Tokoh-Tokoh Besar Islam (Yogyakarta: ad- dawa‟,

2005), 149. 60

Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, Jilid XIV (Beirut: Dar Al-Fikr, 1990), 32.

Page 50: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

44

lain ia mendapat gelar seorang ahli sejarah, pakar hadis.61 Dalam menjalani

kehidupan, Ibnu Katsir didampingi oleh seorang isteri yang bernama Zainab

(puteri Mizzi) yang masih sebagai gurunya. Selain belajar dari al-Mizzi dan

juga sebagai menantu ia juga belajar kepada Ibnu Taimiyah dan mencintainya

sehingga ia mendapat cobaan karena kecintaanya kepada Ibnu Taimiyah. Ibnu

Qodi Syahbah mengatakan di dalam kitab Tabaqat-Nya, Ibnu Katsir

mempunyai hubungan khusus dengan Ibnu Taimiyah dan membela

pendapatnya serta mengikuti banyak pendapatnya. Bakhan dia sering

mengeluarkan fatwa berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah dalam masalah

talak yang menyebabkan dia mendapat pujian dan disakiti karenanya.62

Ibnu Katsir adalah sebagai seorang ulama‟ yang berilmu tinggi dan

mampunyai wawasan ilmiyah yang cukup luas. Para ulama‟ masanya menjadi

saksi bagi kelulusan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya sebagai

narasumber, terlebih dalam bidang tafsir, hadits, dan juga sejarah. Ibnu hajar

memberikan komentar tentang Ibnu Katsir, bahwa dia menekuni hadits secara

mutaha‟ah mengenai semua matan dan para perwinya. Ia juga menghimpun

tafsir dan juga mencoba menulis suatu kitab tarikh yang diberinya judul Al-

Bidayah wan Nihayah, menulis pula tentang Tabaqasuty Syafi‟iyah serta

mensyarahi kitab Al-Bukhori. Ibnu Katsir adalah orang yang banyak

hafalanya lagi suka berseloroh. Semua karya tulisan dimasa hidupnya telah

61

Moh Ali Mashudi, “Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Al-Qur‟an

dan Relevansinya dengan Realitas Kehidupan Perempuan Modern (Studi Tentang Nilai-Nilai

Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Surah An-Nisa‟ Ayat 34-36 Dan Al-Ahzab Ayat 59

Perspektif Tafsir Ibnu Kathir, Al-Azhar, Dan Al-Misbah)”, Program Studi Pendidikan Agama

Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014,

19. 62

Ibnu Katsir, Al- Bidayah Wa Al- Nihayah, jilid XIV,(Beirut: Dar Al-Fikr,1990), 34.

Page 51: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

45

tersebar diberbagai negeri dan menjadi ilmu yang bermanfaat sesudah ia

tiada.63

Pada abad ke VII H dikenal dengan masa kejayaan Islam, sehingga

berbagai disiplin ilmu sudah populer di kalangan umat Islam pada saatnya,

dan Ibnu katsir mulai meroket dengan tinggi tentang ilmu yang ia geluti,

tetapi ia tidak cepat puas dengan hasil yang ia karang. Akhirnya Ia bermaksud

mendalami kitab ilmu hadits kepada Jalaluddin Mizzi, seorang ulama‟

terkemuka disuriah pada waktu itu, ia sanggup menghafal banyak matan

hadits, mengenali sanad, memeriksa kualitas perowi, biografi para tokoh, dan

sejarah. Tidak tanggung-tanggung ia juga mendapat hadits langsung dari

ulama‟ hijaz, serta mendapat ijazah langsung dari gurunya (al- wani). Karena

keahliaan itulah ia dipercaya untuk menduduki jabatan yang sesuai dengan

ilmu yang dia geluti. Disisi lain dia juga berguru kepada Kamaluddin bin

Qadi syhbah dan Ibnu Taimiyah.64

Ibnu Katsir adalah sosok ulama yang terkenal. Kontribusi beliau

dalam disiplin ilmu begitu besar, sehingga beliau di juluki al-hafiz, hujjah al-

muhaddist, al-mu‟arrikh, al-mufassir dan lain sebagainya. Hal ini dapat

dilihat dari begitu banyaknya karya-karya beliau yang dijadikan referensi bagi

perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini karya-karya Ibnu Katsir:

1. Tafsir Al-Qur‟an Al-Azhim, lebih di kenal dengan nama Tafsir Ibnu Katsir.

Di terbitkan pertama kali dalam 10 jilid, pada tahun 1342-H/ 1923 M. di

Kairo, kitab inilah yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

63

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, VII. 64

Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,

2008), 106.

Page 52: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

46

2. At-Tafsir, sebuah kitab Tafsir bi Ar-Riwayah yang terbaik, dimana Ibnu

Katsir menafsirkan Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, kemudian dengan

hadist-hadist masyshur yang terdapat dalam kitab-kitab para ahli hadist,

disertai dengan sanadnya masing-masing.65

3. As-Sirah An-Nabawiyah (kelengkapan sejarah hidup Nabi SAW). Ikhtisar

„Ulum Al-Hadis, Ibnu Katsir meringkaskan kitab muqaddimah Ibnu

Shalah, yang berisi ilmu musthalah al-hadis. Kitab ini telah dicetak di

Makkah dan di Mesir, dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaikh

Ahmad Muhammad Syakir pada tahun 1370 H di Makkah dan di Mesir,

dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir

pada tahun 1370 H.66

4. As-Sirah (ringkasan sejarah hidup nabi SAW). Kitab ini telah dicetak

dimesir tahun 1538 H. dengan judul, AL-Fushul fi Ikhtishari siratir Rasul.

5. Jami‟ Al-Masanid wa As-Sunan, kitab ini disebut oleh Syeikh Muhammad

Abdur Razzaq Hamzah dengan judul, Al-Huda wa As- Sunanfi Ahadits Al-

Masanid wa As-Sunan, dimana Ibnu Katsir telah menghimpun antara

musnad Imam Ahmad, Al-Bazzar, Abu Ya‟la dan Ibnu Abi Syaibah

dengan Al-Kutub As-Sittah menjadi satu.67

6. At-Taklimi fi Ma‟rifah Ats-Tsiqaath wa Adh-Dhu‟afa‟i wa Al-majahil,

dimana Ibnu Katsir menghimpun karya ibu gurunya, Al-Mizzi dan Adz-

Dzahabi menjadi satu, yaitu Tahzib Al-Kamal dan Mizan Al-I‟tidal,

disamping ada tambahan mengenai Al-Jarh wa At-Ta‟dil.

65

Nur Faizan Maswan, Kajian Diskriptif tafsir Ibn Katsir..., 43. 66

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir..., 132. 67

Ibid., 133.

Page 53: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

47

7. Musnad Asy-Syaikhain, Abibakr wa Umar, musnad ini terdapat di Darul

Kutub Al-Mishriyah.

8. Al- Bidayah Wa An-Nihayah, sebuah kitab sejarah yang berharga dan

terkenal, dicetak di Mesir di percetakan As-Sa‟adah tahun 1358 H. dalam

14 jilid. Dalam buku ini Ibnu Katsir mencatat kejadian-kejadian peting

sejak awal penciptakan sampai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun

768 H. yakni lebih kurang 6 tahun sebelum wafatnya.68

9. Risalah Al-Ji>hat, dicetak di Mesir.

10. Thabaqat Asy-Syafi‟iyah, bersama dengan Munaqib Asy-Syafi‟i

11. Ikhtisar, ringkasan dari kitab Al-Madkhallila kitab As-sunan karangan Al-

Baihaqi.

12. Al-muqaddimat, isinya tentang Musthalah Al-Hadis.

13. Takhrij Ahad{itsi Adillatit Tanbih, isinya membahas tentang furu‟ dalam

madzhab Asy-syafi‟i.

14. Takhrij Aha>ditsi> Mukhtashar Ibnil Hajib, berisi tentang Ushul

15. Syarah Shahih Al-Bukhari, merupakan kitab penjelasan tentang hadis

hadis Bukhari. Kitab ini tidak selesai, tetapi di lanjutkan oleh Ibnu Hajar

Al-„Asqalani (952-144 M).

16. Al-Hakim, kitab Fiqh yang didasarkan pada Al-Qur‟an dan Hadits.

17. Fadhil Al-Qur‟an, berisi ringkasan Sejarah Al-Qur‟an. Kitab ini di

tempatkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsir.69

68

Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir..., 134. 69

Nur Faizan Maswan, Kajian Diskriptif tafsir Ibn Katsir…, 44.

Page 54: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

48

K. Penafsiran Ibnu Katsir Tentang Ayat-Ayat Akhlak Terhadap

Lingkungan Hidup

Akhlak merupakan sebagai pengatur Bagaiman seorang makhluk yang

di ciptakan oleh Allah dengan sebaik mungkin, dan juga bagaimana bertata

krama khususnya terhadap lingkungan. Lingkungan meliputi yang dinamis

(hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan dinamis meliputi wilayah

manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan statis meliputi alam

yang diciptakan Allah swt, dan industri yang diciptakan manusia. Alam yang

diciptakan Allah, meliputi lingkungan bumi, luar angkasa dan langit,

matahari, bulan dan tumbuh tumbuhan.70

Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan

lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga

lingkungan merupakan tugas manusia sebagai kholifah dibumi, dengan cara

menjaga lingkuangan dari kerusakan. Al-Qur‟an sebagai pusat dari segala

ilmu pengetahuan, sampai membahas tentang lingkungan hidup serta

bagaimana memperlakukannya. Sebagaimana yang terkandung dalam Al-

Qur‟an, memuat sejumlah aspek terkait berakhlak baik terhadap lingkungan.

Artinya berbuat baik terhadap lingkungan dengan mengadakan beberapa hal

seperti perbaikan, pemeliharaan, pemanfaatan ataupun pelestarian terhadap

lingkungan tersebut.

Berikut beberapa ayat yang mengandung nilai-nilai akhlak terhadap

lingkungan yang mewakili dari ayat-ayat lain selanjutnya akan peneliti gali

70

Mardiana, “Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup”, Jurnal Al-

Fikr Volume 17 Nomor 1(Tahun 2013), 141.

Page 55: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

49

dari segi makna, penafsiran, asbabul nuzul dan munasabahnya yang

merupakan ayat-ayat yang mendukung dan berkaitan dengan tema pada

penelitian ini.:

1. Kewajiban Memelihara dan Melindungi Hewan

Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap

seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki,

dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan

makanannya71

, Allah Swt berfirman:

وما من دآبمة ف الرض إ م عل اللو رزق ها وي علم مست رمىا ومست ودعها كلل ف (6) كتاا م

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah

yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang

itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang

nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hu>d/11: 6)

Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa

memelihara dan melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara

memberikan makanan dan tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk

Allah Swt mulia, dan di perintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang

untuk berbuat kerusakan di atas bumi.72

Ayat ini menyatakan bahwa Allah menguasai segala sesuatu, ilmu-

Nya melingkupi seluruh makhluk yang ada, Dialah yang mengatur alam

semesta. Semua yang melata di permukaan bumi, semua yang terbang di

71

Ibid.,144. 72

Ibid.,145.

Page 56: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

50

udara, semua yang hidup di lautan, dari yang terkecil sampai yang

terbesar, dari yang nampak sampai yang tersembunyi, hanya Dialah yang

menciptakan, mengembangkan, mengatur dan memeliharanya.73

Maksud kata dabbah dalam ayat ini ialah: Segala makhluk yang

diciptakan Allah di bumi. Disebut “binatang di bumi” karena binatang

yang di bumi itulah yang mudah dilihat dan diperhatikan oleh manusia.

Ayat ini mendorong orang-orang yang beriman agar menyelidiki segala

rupa kehidupan makhluk Allah yang ada di alam ini, untuk memperkuat

iman, ketaatan kepada Allah Yang Maha Kuasa serta berbuat baik pada

hewani berupa menjaga dan melindunginya.

Ibnu Katsir dalam menjelaskan mengenai bagaimana memelihara

lingkungan dan isinya, sebagaimana yang diceritakan bahwa Allah tidak

akan salah dalam memberikan rejekinya dan pasti mengetahui hamba yang

tersembunyi dan juga yang terang-terang. Sebab Allah Swt sudah

menjamin rejekinya, seperti hewan dan yang lainya yang ada di Bumi,

mulai dari hewan yang paling kecil sampai kepada hewan yang paling

besar, bahkan yang berada di laut dan juga yang ada di daratan, seperti

yang terdapat pada surat Al-An-am ayat 38.74

Sebagaimana Rasulullah Saw. berpesan kepada para pemilik

kendaraan agar memperhatikan makanan binatang tunggangan mereka.

“Jika kalian melakukan perjalanan di daerah subur, maka berilah

makanan ontamu dari daerah itu dan jika kalian melakukan perjalanan di

73

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz

12 (Kairo: al Muassasah Daar al Hilaal, 1994), 322. 74

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 12, 2.

Page 57: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

51

daerah paceklik, maka percepatlah, hingga tidak membahayakannya”.

(Riwayat Muslim).

Manusia, hewan dan lainnya semuanya itu rejekinya telah tercatat

berada di dalam suatu kitab (Al-Qur‟an), yang kitab itu berada di sisi

Allah. Yang isinya menerangkan bahwa semua yang ada dibumi sudah ada

jatah nya mulai dari hal yang paling kecil sampai kepada hal yang paling

besar. Sebagimana yang terkandung di dalam firman-Nya:

وما من دابمة ف الرض و طائر يلير بناحيو إ أمم أمثالكم ما ف رمطنا ف م شرون (38 )الكتاا من شيء م إ ربي

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung

yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti

kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian

kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-An‟am: 38)

Maksudnya, semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah,

tiada sesuatu pun dari semuanya yang dilupakan oleh Allah rezeki dan

pengaturannya, baik ia sebagai hewan darat ataupun hewan laut. Ketika

seorang hamba mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,

Maha Mengawasi semua perbuatan hambaNya, maka itu merupakan faktor

terbesar untuk meninggalkan maksiat dan melakukan kebaikan termasuk

memelihara dan melindungi hewani.

Al Kitab adalah Lauhil Mahfudz. Manusia hanyalah tinggal

berusaha karena semua sudah ditentukan oleh Allah, mulai dari rejeki,

jodoh, ajal dan lain sebagainya, sudah tertulis dalam kitab Allah.

Allah Swt dalam firman-Nya:

Page 58: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

52

ار ا خرة وأحسن كما و نس صي ك من الد يا واب تغ فيما آ ا اللمو الدم (77) إنم اللمو ب المفسدين و غ الفساد ف الرض أحسن اللمو إليك

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashas/28:

77)

Allah menganugerahkan kenikmatan berupa menghalalkan

makanan, minuman, pakaian, rumah dan pernikahan. Karena

sesungguhnya manusia mempunyai kewajiban terhadap Tuhan, dan

mempunyai kewajiban terhadap diri sendiri, dan mempunyai kewajiban

terhadap keluarga, dan mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang

bertamu, maka tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing.75

و غ الفساد ف الرض وأحسن كما أحسن اللمو إليك

Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah

berbuat baik kepadamu. dan janganlah kamu berbuat kerusakan

di (muka) bumi

Artinya berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah (termasuk

hewan) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah cita-

cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi

dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa seseorang boleh

menggunakan kenikmatan duniawi selama hak Allah menyangkut harta

75

Mardiana, Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup…, 146.

Page 59: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

53

telah dipenuhinya dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan

Allah Swt., antara lain membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat

jahat terhadap makhluk Allah, sebagaimana dinyatakan pada penghujung

ayat yang artinya dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Dalam tafsir Ibnu Katsir mengenai nikmat yang telah di

anugrahkan Allah kepada kita, maka nikmati yang sudah Allah halalkan

oleh Allah berupa makanan, minuman, tempat pemukiman, dan

perkawinan, karena kamu mampunyai hak dan kewajiban terhadap

keluarganya dan juga tamu yang main kerumahmu, maka tunaikanlah hak-

haknya dan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan

kebutuhan.76

Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dijelaskan bahwa carilah apa yang

telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan

janganlah kamu melupakan bagianmu dari (keduniawi) dan berbuat

baiklah (kepada makhluk Allah) sebagaimana Allah telah berbuat

kepadamu, dan janganah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

Sesungguhnya Allah tdak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.77

Dalam Al-Qur‟an juga dijelaskan bagaimana memelihara dan

melindungi hewani sebagaimana firman Allah Swt:

(8) ويل ما علمون واليل وال غال والمير لت رك وىا وزينة

76 Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 20,

186. 77

Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, Terj.Bahrun Abu Bakar, 73.

Page 60: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

54

an (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu

menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan

apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Al Nahl: 8).

Bagian lain dari apa yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, Allah

anugerahkan itu untuk mereka, yaitu kuda, baghal, dan keledai, yang Allah

jadikan sebagai tunggangan dan perhiasan. Dan itu semua adalah tujuan

yang paling besar. Dan ketika Allah merinci binatang-binatang ini dan

menyebutkannya secara terpisah dari binatang-binatang ternak, sebagian

ulama menjadikan hal itu sebagai dalil atas pendapat mereka bahwa

daging kuda adalah haram, seperti Imam Abu Hanifah; dan para ulama

fiqih yang sependapat dengan beliau, bahwa sesungguhnya Allah

menyebutkannya bersamaan dengan baghal dan keledai, yang memang

kedua-duanya adalah haram, seperti yang telah ditetapkan oleh Sunnah

Nabawiyyah, ini adalah pendapat sebagian besar para ulama.78

Imam Abu Ja‟far Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu `Abbas,

bahwa sesungguhnya Ibnu `Abbas memakruhkan daging kuda, keledai dan

baghal. Dan beliau berkata: “Allah Ta‟ala berfirman:

ها أكلون وال عام خل ها (5 ) لكم فيها د ء ومناف ومن Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu, padanya ada bulu

yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu

makan, berarti ini untuk di makan. (QS. An Nahl: 5)

Diciptakan-Nya hewan-hewan untuk kamu padanya ada bulu dan

kulit yang dapat kamu jadikan pakaian yang menghangatkan badan kamu

dan berbagai manfaat lain yang dapat kamu ambil dalam kehidupan kamu,

78

Ibid., 41.

Page 61: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

55

dan sebagian dari-Nya juga dapat kamu makan. Dan selain manfaat-

manfaat tersebut kamu juga dapat memperoleh keindahan padanya, yakni

pada hewan ternak itu.79

Allah Swt. menciptakan binatang untuk kepentingan manusia dan

juga menunjukkan kekuasaan-Nya. Betapa banyaknya binatang telah

dimanfaatkan oleh manusia, ada yang dimanfaatkan tenaganya, air

susunya, madunya, dagingnya dan sebagianya. Oleh sebab itu, tepatlah

apabila manusia disuruh untuk memlihara dan menyayangi binatang

tersebut.

Begitu juga diriwayatkan melalui jalur Sa‟id bin Jubair dan

lainnya, dari Ibnu `Abbas dengan nada yang sama. Dan al-Hakam bin

`Utaibah berkata seperti itu juga. “Dan Dia telah menciptakan kuda,

baghal dan keledai agar kamu menungganginya.” Maka ini untuk di

tunggangi.80

ا م وا اللمو ىذه ال هائم المع مة فارك وىا صالة وكلوىا صالة

Bertakwalah kalian kepada Allah pada binatang-binatang ternak yang tak

bisa berbicara ini. Tunggangilah ia dengan baik-baik, makanlah pula

dengan cara yang baik. (HR. Abu Daud no. 2548. Al Hafizh Abu Thohir

mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Imam Nawawi mengatakan

dalam Riyadhus Sholihin bahwa hadits ini shahih).81

Islam mengajarkan menyayangi hewan. Janganlah hewan itu

disiksa atau diberi muatan yang berlebihan. Ada hewan yang memang kuat

79

Abu Yahya Marwan bin Musa, Tafsir Al-Qur‟an Hidayatul Insan…, 3. 80

Ibid.,41. 81

Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‟ats sl-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol.2 (Riyadh: Bait

al-Afkar al-Dawliyah t.t), 20.

Page 62: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

56

dan bisa diberi muatan, ada hewan yang tidak seperti itu.

Hadits di atas intinya menunjukkan perintah untuk berbuat baik kepada

hewan dan jangan memberinya muatan yang berlebihan. Ini tanda bahwa

Islam mengajarkan menyayangi hewan.

Nash (ayat) di atas menunjukkan dalil atas diperbolehkannya

menunggang binatang-binatang tersebut, di antaranya adalah baghal.

Rasulullah pemah dihadiahi seekor baghal82

, dan waktu itu Rasulullah

menungganginya, sedangkan beliau melarang perkawinan keledai atas

kuda agar keturunan tidak putus. Begitupun dengan hewan ternak yang

dimanfaatkan bulu, daging dan susunya sebagaimana fungsinya.

Penjelasan di atas menjelaskan bahwa kita harus memelihara

hewan sebagaimana fungsinya dalam kehidupan manusia. Seperti kuda

kita lindungi dan pelihara sebagai tunggangan. Kuda disebutkan di dalam

Al-Qur‟an yang tentunya memiliki keistimewaan. Nabi Muhammad SAW

juga menganjurkan umatnya untuk menuggangi kuda.

Dengan demikian umat manusia diharuskan membalas pelayanan

yang telah diberikan oleh binatang-binatang mereka dengan

memperlakukan binatang itu sebaik mungkin dan membantu mendapatkan

apa yang mereka butuhkan. Karena itu, kita wajib berinteraksi dengan

binatang menurut cara-cara yang dibenarkan, karena binatang-binatang itu

juga ciptaan Allah Swt.

82

Bagal (berasal dari kata arab بغل - baghal) merupakan keturunan silang antara kuda betina

dan keledai jantan. Karena hasil persilangan antarjenis, bagal tidak bisa menghasilkan keturunan

(mandul).

Page 63: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

57

Al-Qur‟an juga dijelaskan bagaimana memelihara dan melindungi

hewani sebagaimana firman Allah Swt:

قالت نلة يا أي ها النممل ادخلوا مساكنكم لمنمكم سليمان وجنوده وىم (18 )يشعرون

berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-

sarang kalian, agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,

sedangkan mereka tidak menyadari” (An-Naml: 18)

Ibnu Asakir telah meriwayatkan melalui jalur Ishaq Ibnu Bisyr,

dari Sa‟id, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa nama semut yang berbicara

itu adalah Haras. Ia berasal dari kelompok semut yang dikenal dengan

nama Bani Syisan. Disebutkan bahwa besar semut itu sama dengan seekor

serigala, sedangkan semut yang berbicara itu pincang kakinya. Ia merasa

khawatir makhluk jenisnya akan binasa karena terinjak-injak oleh teracak

kuda-kuda pasukan Nabi Sulaiman, maka ia menyerukan kepada makhluk

jenisnya agar memasuki sarang-sarang mereka. Sulaiman a.s. mengerti

pembicaraan itu.83

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil

kesimpulan tentang kewajiban memelihara dan melindungi hewani

menurut Ibnu Katsir sebagai berikut:

a) Memberi makan dan melindungi tempat tinggal hewan (QS. Hu>d: 11)

( ١١)إ المذين ص روا وعملوا الصمالاا أولئك لم مغفرة وأجر ك ير

83

Ibid., 207.

Page 64: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

58

Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan

mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan

pahala yang besar.

b) Menjaga dan memelihara hewaan karena tidak ada yang lepas dari

sepengetahuan dan pengawasan Allah Swt. (QS. Al-An‟am: 38)

ف ف رمطنا ما أمثالكم أمم إ بناحيو يلير طائر و الرض ف دابمة من ومام إ م شيء من الكتاا ( ٣٨ ) شرون ربي

dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-

burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga)

seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,

kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

c) Berbuat baik dengan sesama Makhluq Allah dan tidak berbuat

kerusakan pada hewani (QS. Al Qoshos: 77)

ار اللمو آ ا فيما واب تغ كما وأحسن الد يا من صي ك نس و ا خرة الدم( ٧٧ )المفسدين ب اللمو إنم الرض ف الفساد غ و إليك اللمو أحسن

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

d) Memelihara hewan sebagaimana fungsinya dalam kehidupan manusia.

(An Nahl: ayat 6 dan 8).

(٦ ) سرحون وح ر ون ح ال فيها ولكم

Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu

membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke

tempat penggembalaan.

( ٨)واليل وال غال والمير لت رك وىا وزينة ويل ما علمون

Page 65: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

59

Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagaldan keledai, agar kamu

menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah

menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

e) Dilarang menyiksa hewan-hewan sebagaimana semut dilarang untuk

diinjak (An-Naml: 18).

ح م إذا أ وا عل واد النممل قالت نلة يا أي ها النممل ادخلوا مساكنكم ( ١٨) لمنمكم سليمان وجنوده وىم يشعرون

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor

semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar

kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka

tidak menyadari";

2. Menghidupkan Lahan Mati

Menghidupkan tanah yang mati (ihya al-mawat) merupakan salah

satu khasanah hukum Islam yang di jumpai dalam syariat, Al-mawat

artinya tanah yang belum dikelola sehingga belum produktif bagi manusia.

Sedangkan kata al-ihya artinya hidup atau menghidupkan. Maka arti

harfiah dari ihya al-mawat adalah usaha mengelola lahan yang masih

belum bermanfaat menjadi berguna bagi manusia. Oleh karena itu

menghidupkan tanah yang tidak produktif merupakan petunjuk syariat

secara mutlak. Syariat memberikan peluang kepada setiap muslim untuk

mengelola tanah dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan tanah yang baik ini

terkait dengan persoalan hajat hidup manusia dalam memanfaatkan

sumber daya yang ada untuk kesejahteraannya sendiri.

Page 66: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

60

Menghidupkan lahan yang sudah mati diperbolehkan dan islam

mendakwahkan untuk menghidupkan lahan yang mati berdasarkan sabda

Rasulullah Shollallohu „Alaihi Wa Sallam:

أعمر أر ا ليست لحد ف هو أح Barangsiapa yang memakmurkan tanah yang tidak di miliki oleh seorang

seorangpun maka dia lebuh berhak (atas tanah itu).” (HR. Imam

Bukhari.)84

Menghidupkan lahan yang sudah mati berarti memanfaatkan lahan

yang bertahun-tahun tidak dimanfaatkan oleh orang, dengan berbagai

macam cara; jika itu dalam daratan bisa ditanami pepohonan, jika ia di

lembah bisa ditanami padi (dirinci dengan ayat) dan lain sebagainya.

Sebagaiman firman Allah Swt yang berbunyi:

ها ح با فمنو يأكلون ناىا وأخرجنا من وآية لم الرض الميتة أحي ي Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi

yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya

biji-bijian, maka dari padanya mereka makan. (QS, Yasin/36: 33).

Pencipta dan kekuasaan-Nya yang sempurna, dan kemampuan-Nya

yang bisa menghidupkan lahan yang mati menjadi subur. Bumi yang

sebelumnya tandus akhirnya dengan kekuasanya bisa menjadi subur,

dengan cara menurunkan hujan, dengan hujan itulah lahan yang

sebelumnya tandus kemudian tumbuh benih-benih yang hijau, karena

itulah firman Allah Swt; Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari

84

Ringkasan Kitab Shahih Imam Bukhari, 5/8/2325 PDF (Jakarta, 2007).

Page 67: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

61

padanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan. Dengan demikan

itulah rejeki mereka dan juga makanan ternak mereka.85

Dijelaskan oleh mardiana yang di dalamnya mengutip salah satu

hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu kepada orang yang

memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan, tempat para musafir

dan hewan berteduh. Ancaman keras tersebut secara eksplisit merupakan

ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan

tersebut banyak memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika

penebangan itu dilakukan dengan pertimbangan cermat atau menanam

pepohonan baru dan menyiram-nya agar bisa menggantikan fungsi pohon

yang ditebang itu. Selain itu udara juga bisa membentuk pembauran gas

yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala

penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam

bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air, udara, dan

api.86

Pemulihan kondisi bumi dan ekosistem87

yang telah mati atau

rusak memerlukan waktu yang sangat lama. Bahkan, jika faktor-faktor

pendukungnya telah musnah, kepulihannya akan menghasilkan ekosistem

yang berbeda. Contohnya, jika ekosistem hutan telah ditebang habis dalam

skala yang sangat luas, maka tempat tertentu harus dicadangkan sebagai

85

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz 23,

16. 86

Mardiana, Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup..., 147. 87

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak

terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu

tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

memengaruhi. Lihat https://id.wikipedia.org › wiki › Ekosistem. Diakses pada 17 Oktober 2019

Page 68: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

62

ekosistem yang masih utuh.88

Sebaliknya, jika pembabatan hutan

dilakukan secara merata dalam kapasitas diluar kemampuan ekosistem

yang ada untuk memulihkannya, maka terjadi peralihan (transisi) dan

pertukaran ekosistem yang berubah total. Contoh perubahan akibat

eksploitasi secara kasar ini adalah banyaknya lahan terlantar menjadi lahan

tidak produktif dan tidak lagi subur.

Dalam khasanah pemeliharaan lingkungan, Islam mengenal

kawasan harim yaitu suatu wilayah yang diperuntukkan melindungi

sungai, mata air, lahan pertanian dan permukiman. Harim adalah kawasan

yang sengaja tidak boleh di ganggu.89

Pembangunan di kawasanini adalah

dilarang dan dibatasi. Harim dapat dimiliki secara pribadi, misalnya harim

yang diperuntukkan guna melindungi dan menjaga kestabilan mata air,

namun harim dapat menjadi milik publik yang menyediakan sumber daya

air, kayu bakar untuk komunitas sekitar dan menyediakan habitat bagi

kehidupan liar.90

Nabi Muhammad Saw pernah menetapkan daerah yang tidak boleh

dilanggar, dirusak untuk memelihara aliran air, fasilitas-fasilitas umum

dan kota-kota. Di dalam kawasan harim fasilitas-fasilitas untuk

kepentingan masyarakat seperti sumur penampuangan air dilindungi dari

kerusakan. Harim menyediakan ruangan yang cukup untuk

mempertahankan dan melindungi air dari pencemaran, penyediaan tempat

88

Safrilsyah dan Fitriani, “Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup,” Jurnal,

Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1 (April 2014), 29. 89

Fachruddin, Konservasi Alam Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 29. 90

Safrilsyah dan Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup..., 30.

Page 69: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

63

khusus untuk istirahat binatang ternak dan lahan yang cukup untuk

pengairan (irigasi) sawah dan kebun. Sedangkan kawasan khusus untuk

perlindungan habitat alami dimasukkan dalam kategori. Kemaslahatan

umum merupakan suatu ketentuan syariat bahwa sebagai pemimpin

(khalifah) di bumi, Rasulullah Saw telah mencontohkan suri tauladannya

untuk memperbaiki dan memberikan perlindungan terhadap semua ummat,

termasuk kemaslahatan mahkluk hidup (hewan dan tumbuh-tumbuhan)

yang ada di sekitarnya. Kerangka inilah yang mendasari bahwa kehadiran

Islam ke dunia tidak lain merupakan rahmat bagi seluruh alam.91

لك ية ل وم واللمو أ زل من السمماء ماء فأحيا بو الرض ب عد موتا إنم ف ذ يسمعون

Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu

dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi

orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). (An Nahl: 65).

Allah menurunkan hujan yang berasal dari awan dan membuat

bumi yang sebelumnya kering kerontang tak berpenghuni dapat

menumbuhkan tanaman dan melahirkan kehidupan. Sebenarnya dengan

penciptaan alam seperti itu terdapat bukti yang menunjukkan adanya

Pemelihara alam semesta yang Maha Bijaksana. Air yang turun dari langit

meresap ke dalam bumi, melarutkan unsur-unsur kimia di dalam tanah

yang dihisap oleh tumbuh- tumbuhan. Unsur-unsur itu kemudian berubah

menjadi sel-sel hidup dan seluler.

91

Ibid., 31.

Page 70: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

64

Allah swt mengajak para hamba-Nya untuk memperhatikan dalil

dan bukti yang menunjukkan kebenaran bahwa Allah swt itu Maha Esa

dan Dialah yang berhak dipertuhan dan pantas disembah. Dalam hal ini,

Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menurunkan hujan dari langit, yang

dibutuhkan berbagai macam tanaman di permukaan bumi. Andaikan tidak

ada hujan, tentulah bumi itu menjadi kering, tandus, dan tak mungkin

ditumbuhi oleh tanam-tanaman dan rerumputan. Hal itu menunjukkan

bahwa Allah berkuasa menghidupkan tanah dan menyuburkannya setelah

tidak adanya tanda-tanda kehidupan. Orang-orang yang memperhatikan

kejadian itu tentu akan melihat bukti-bukti yang jelas dan tanda yang pasti

tentang adanya Allah Yang Mahakuasa. Hal ini hanya dapat dipahami oleh

orang yang mau mendengarkan penjelasan Allah, memperhatikan dan

memikirkan tanda-tanda keesaan-Nya. Hal itu terkadang dapat dilakukan

dengan penelitian secara langsung atau mendengarkan dan memahami

pengalaman-pengalaman atau hasil penelitian orang lain dengan sebaik-

baiknya.

Allah menurunkan hujan dari ketinggian, dengannya Allah

menghidupkan bumi yaitu menumbuhkan pepohonan di atasnya padahal

sebelumnya bumi itu tandus dan kering. Sesungguhnya diturunkannya

hujan dari arah langit dan ditumbuhkannya pepohonan di muka bumi

dengan hujan tersebut mengandung bukti nyata atas kemahakuasaan Allah.

Ayat ini dapat diambil hikmah bahwa untuk menghidupkan lahan yang

tandus dan kering bahkan mati yaitu dengan menyiraminya dengan air

Page 71: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

65

maka Allah akan menghidupkannya tanaman-tanaman di atas lahan

tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil

kesimpulan tentang menghidupkan lahan mati menurut Ibnu Katsir sebagai

berikut:

a) Memanfaatkan lahan yang bertahun-tahun tidak dimanfaatkan. (QS,

Yasin/36: 33).

ها ح با فمنو يأكلون ناىا وأخرجنا من ( ٣٣)وآية لم الرض الميتة أحي ي

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah

bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari

padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.

b) Menghidupkan lahan yang tandus dan kering bahkan mati misalkan

dengan menyiraminya dengan air. (An Nahl: 65)

ل وم ية ذلك ف إنم موتا ب عد الرض بو فأحيا ماء السمماء من أ زل واللمو ( ٦٥ )يسمعون

Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu

dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan)

bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).

3. Larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan

Melestarikan lingkungan hidup merupakan tugas manusia sebagai

bagian dari suatu ekosistem, yang dapat digali dari petunjuk Al-Qur‟an.

Dalam kehidupannya, manusia sangat terkait dengan alam, baik sebagai

tempat tinggal sumber rezeki, maupun sebagai sarana ubudiyah kepada

Page 72: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

66

Allah Swt. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus menjaga

keseimbangan alam semesta yang Allah ciptakan dengan penuh

keteraturan.92

Manusia adalah penguasa, pengatur, dan pemakmur bumi.

Sebaliknya tindakan perusakan lingkungan dengan melakukan tindakan

eksploitatif dan pencemaran seharusnya dihindarkan karena akan

berdampak buruk bagi kemaslahatan hidup seluruh makhluk hidup,

khususnya manusia yang bertentangan dengan tujuan ditetapkannya

syariat (maqàshid asy-syari‟ah) dalam ajaran Islam. Segala bentuk

tindakan perusakan tersebut terlarang dalam agama dan hukumnya adalah

haram. Pelakunya berhak mendapat hukuman dan sangsi sesuai dengan

tingkat kesalahan yang dia lakukan. Berikut ayat Al-Qur‟an tentang

larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan:

Larangan membuat kerusakan atas tatanan kehidupan sebagaimana

firman Allah Swt:

إنم رحت اللمو و فسدوا ف الرض ب عد إصلحها وادعوه خوفا وطمعا قريب من المحسن

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak

akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat

Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS al-A‟raf/7:

56).

92

Reflita, “Eksploitasi Alam Dan Perusakan Lingkungan,” Substantia, Volume 17 Nomor 2

(Oktober 2015), 11.

Page 73: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

67

Menuru Ibnu Katsir bahwa Firman Allah wa laa tufsiduu fil ardli

ba‟da ishlaahi Haa: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka

bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” Allah Ta‟ala melarang dari

melakukan perusakan dan hal-hal yang membahayakannya, setelah

dilakukan perbaikan atasnya. Karena jika berbagai macam tatanan

(kehidupan) sudah berjalan dengan baik dan setelah itu terjadi perusakan,

maka yang demikian itu lebih berbahaya bagi umat manusia. Maka Allah

Ta‟ala melarang hal itu, dan memenintahkan hamba-hamba-Nya untuk

beribadah, berdo‟a dan merendahkan diri kepada-Nya, serta menundukkan

diri di hadapan-Nya.93

Allah Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di

muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestarian lingkungan

sesudah diperbaiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya

berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan

padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka

Allah Swt. melarang hal tersebut, dan memerintahkan manusia untuk

berdoa padaNya.

Sebagaimana penjelasan Pada Al-Qur‟an surat Al A‟raf ayat 56

Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di

udara bahkan dimana saja. Karena kerusakan yang disebabkan ulah

manusia itu akan membahayan pada tata kehidupan manusia sendiri,

seperti kerusakan tata lingkungan alam, pencemaran udara, dan bencana-

93

Abu al-Fida Ismail bin „Amr bin Katsir al-Quraisy al-Dimasyqy, Tafsìr al-Qur'àn al-

‟Azhim, (t.tt: Dàr at-Thayyibah li an-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1999). 429.

Page 74: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

68

bencana alam lainnya. Pada surat tersebut Allah disuruh untuk berdo‟a

kepada Allah dan bersyukur atas karunia yang diberikan kepadanya,

sehingga alam yang telah disediakan Allah itu mendatangkan rahmat dan

manfaat serta nikmat yang besar bagi kehidupan manusia dalam rangka

beribadah kepada Allah SWT, sehingga manusia menjadi makhluk yang

baik (muhsinin).

Larangan berbuat kerusakan yang disebutkan dalam ayat di atas

bersifat umum meliputi segala bentuk kerusakan baik sedikit atau banyak.

Seperti disebutkan al-Alūsiy dan ar-Râziy, kerusakan disini mencakup

merusak jiwa dengan pembunuhan dan memotong anggota tangan,

merusak agama dengan syirik dan melakukan perbuatan bid‟ah, merusak

keturunan dengan zina, merusak akal dengan meminum minuman yang

memabukkan. Jiwa, agama, keturunan, harta, dan akal merupakan lima

unsur pokok yang harus dipelihara inilah yang mesti dipelihara sesuai

dengan tujuan penetapan syariat. Al-Qurthubi memasukkan tindakan

merusak linngkungan seperti menebang pohon, merusak bangunan dan

mencemari air termasuk kedalam bentuk pengrusakan di bumi yang

disebutkan dalam ayat ini.94

Ayat ini menurut ar-Râziy mengindikasikan larangan membuat

mudarat (bahaya). Dan pada dasarnya, setiap perbuatan yang

menimbulkan mudarat adalah haram dan dilarang oleh agama selama

belum ada nash yang mentaskhsis keumumannya. Merusak lingkungan

94

Al-Qurthubiy, al-Jâmi„ lì Ahkâm al-Qur'ân, hal. 159 dalam Reflita, Eksploitasi Alam dan

Perusakan Lingkungan, 6.

Page 75: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

69

dicirikan Allah, sebagai sifat orang yang munafik. Mereka mengaku

sebagai orang yang berbuat kebaikan. Padahal, apabila mereka berjalan di

muka bumi, mereka sengaja berbuat kerusakan dan menghancurkan

tanam-tanaman dan binatang ternak.95

Selanjutnya firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah ayat 11:

ا ن مصلحون وإذا قيل لم فسدوا ف الرض قالوا إنم

Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan

di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang

yang mengadakan perbaikan”

Dalam tafsir Ibnu Katsir, as-Suddi menceritakan, dari Abu Malik

dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah ath-Thabib al-

Hamdani, dari Ibnu Masud, dari beberapa sahabat Nabi mengenai firman

Allah: wa idzaa qiila la Hum laa tufsiduu fil ardli qaaluu innamaa nahnu

mush-lihuun “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu

membuat kerusakan di muka bumi “Mereka menjawab: “Sesungguhnya

kami orang-orang yang mengadakan perbaikan” ia mengatakan: “Mereka

itu adalah orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan yang dimaksud

adalah kekufuran dan kemaksiatan.” 96

Dalam ayat lain, perusak lingkungan dicap sebagai kafir ekologis

(kufr al-bi‟ah). Di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah adanya jagad

raya (alam semesta) ini. Karena itulah, merusak lingkungan sama halnya

dengan ingkar (kafir) terhadap kebesaran Allah (Surah Sha>d (38): 27).

95

Reflita, Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan…, 6. 96

Ibid., 64.

Page 76: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

70

ن هما باطل ذلك ظن المذين كفروا ف ويل للمذين وما خل نا السمماء والرض وما ب ي ( ٢٧)كفروا من النمار

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara

keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang

kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk

neraka.

Memahami alam secara sia-sia merupakan pandangan orang-orang

kafir. Apalagi, ia sampai melakukan perusakan dan pemerkosaan terhadap

alam. Kata kafir dalam Al-Quran tidak hanya selalu berhubungan dengan

akidah, namun juga berkaitan dengan mu‟amalah. Dalam surah al-Baqarah

(2): 26-27 dikategorikan kafir, orang-orang yang melanggar perjanjian

Allah (kufur akidah), memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk

disambungkan (kufur insaniyyah/ijtima„iyyah) dan berbuat kerusakan di

bumi (kufur kauniah/ekologi).97

Allah Swt berfirman dalam QS. Ar-Ru>m, ayat 41:

ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا (41 )لعلمهم ي رجعون

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian

dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang

benar).98

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, Zaid ibnu Rafi' mengatakan

sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-

97

Reflita, Eksploitasi Alam dan Perusakan Lingkungan…, 7. 98

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz 6

(Kairo: al Muassasah Daar al Hilaal, 1994), 379.

Page 77: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

71

Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi,

akhirnya timbullah paceklik. Dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman

dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh

para penghuninya (Manusia). Abul Aliyah mengatakan bahwa barang

siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat

kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit

adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:

لدل ي ام ف الرض أحب إ أىلها من أن يلروا أربع ص احا"Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai

oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat

puluh hari.99

Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had

ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau

banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat

dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan

maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari

langit dan juga dari bumi.100

Perintah Allah SWT kepada manusia agar melestarikan alam dan

lingkungannya karena sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Penegasan

Allah SWT bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan di laut

adalah akibat ulah atau perbuatan manusia, oleh karena itu hendaklah

99

Ibid., 380. 100

Ibid., 380.

Page 78: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

72

manusia menghentikannya mau kembali ke jalan yang benar yaitu dengan

mengganti-kannya dengan perbuatan yang baik.101

Perintah Allah SWT

agar manusia mempelajari umat-umat terdahulu (sejarah), banyaklah

bencana yang menimpa kepada umat-umat terdahulu disebabkan mereka

tidak menghiraukan seruan Allah, bahkan kebanyakan mereka ingkar dan

musyrik kepada-Nya.

Ibnu Katsir menerangkan bahwa berbuat baik dengan lingkungan

dengan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Karena tidak jarang

orang yang mendapatkan nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga

terjerumus dalam kedurhakaan. Oleh karenanya, bersyukur atas segala

nikmat yang Allah berikan merupakan suatu wujud berbuat baik dan

berprasangka baik kita terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya. Allah

berfirman dalam QS. Ibrahim (14):7-8:

وقال ( 7 ) ولئن كفرت إنم عذاا لشديد وإذ أذمن ربكم لئن شكرت لزيد مكم ى ان كفرو موس عا ي يد ا ا تم ومن ا رض و لغ ل ح (8 )فانم الل

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu

bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika

kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” Dan

Musa berkata, “Jika kamu dan orang yang ada di bumi semuanya

mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha

Terpuji.

Allah memberitakan tentang Musa tatkala mengingatkan kaumnya

tentang hari-hari Allah dan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan-Nya

kepada mereka ketika Allah menyelamatkan mereka dari Fir‟aun dan para

101

Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan…, 35.

Page 79: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

73

pengikutnya. Hal ini merupakan nikmat yang besar bagi mereka. Karena

itu Allah berfirman: wa fii dzaalikum balaa-um mir rabbikum „adhiim

(“Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari dari Rabb-

mu”) maksudnya merupakan nikmat yang besar yang diberikan Allah

kepada kalian, yang kalian tidak dapat mensyukurinya. Kenikmatan

terbesar dari Allah Swt saat manusia terhindar dari kerusakan manusia

(Fir‟aun) dan kerusakan lingkungan.102

Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan hamba-Nya untuk

senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.

Kemudian dilaksanakannya, betapa besarnya faedah dan keuntungan yang

akan diperoleh setiap orang yang banyak bersyukur kepada-Nya, yaitu

bahwa Allah swt akan senantiasa menambah rahmat-Nya kepada mereka

yang bersyukur akan segala nikmat-Nya. Sebaliknya Allah juga

mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak

mau bersyukur bahwa dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih.

Mensyukuri rahmat Allah, dalam konteks lingkungan yaitu dengan

menjaga lingkungan dengan segala bentuk usaha yang positif agar tercipta

lingkungan yang dapat memberikan manfaat untuk kehidupan semua

makhluk di bumi.

Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan

sebagainana Firman Allah Swt dalam QS. Ar Rahman ayat 7-9:

102

Ibid.

Page 80: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

74

وأقيموا الوزن ( 8 )أ لغوا ف الميزان ( 7 )والسمماء رف عها وو الميزان (9 )بال س و سروا الميزان

Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan

neraca (keadilan). (Ar-Rahman: 7)103

Makna yang dimaksud ialah keadilan, sebagaimana yang terdapat

di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ل د أرسلنا رسلنا بال ي يناا وأ زلنا معهم الكتاا والميزان لي وم النماس بال س Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa

bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab

dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan

keseimbangan (keadilan). (Al-Hadid: 25).

Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan

tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi

neraca itu. (Ar-Rahman: 8-9)

Yakni Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak dan adil agar

segala sesuatu berjalan dengan hak dan adil. Pada ayat ke-9 janganlah

kamu mengurangi timbangan dan sukatan, tetapi timbanglah dengan benar

dan adil. Allah telah meninggikan langit, telah meratakan bumi dan

menjadikannya layak untuk dihuni serta memberinya pancangan dengan

gunung-gunung yang tinggi-tinggi agar bumi stabil dan tidak

mengguncangkan makhluk yang ada di atasnya yang beraneka ragam yang

tersebar di seluruh muka bumi.104

103

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz

26 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 621. 104

Ibid., 621.

Page 81: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

75

Seimbang yaitu tidak berat sebelah dan sama ukuran. Seperti

adanya siang dan malam, laki-laki dan wanita, muda dan tua, berat dan

ringan. Hal ini diciptakan agar dapat saling berpasangan dan menghasilkan

keseimbangan dan keserasian. Apabila Allah swt menciptakan sesuatu

tidak seimbang, pasti akan terjadi terbenturan kebutuhan makhluk di bumi.

Dan akan mengakibatkan banyak kemungkinan terjadi. Ayat Allah swt

memberikan penjelasan tentang keseimbangan penciptaan langit yang

berlapis-lapis dengan keseimbangan yang luar biasa.105

Sehingga dapat kita rasakan keindahan dan manfaatnya di dunia

ini. Akan tetapi, hampir tidak ada keseimbangan antara manusia modern

dan alam sebagaimana dibuktikan oleh hampir semua ekspresi peradaban

modern yang justru berusaha menawarkan tantangan pada alam, bukan

mengajak bekerjasama. Bahwa harmoni antara manusia dan alam telah

dihancurkan merupakan sebuah fakta yang diakui sebagian besar orang.

Akan tetapi tidak semua orang menyadari bahwa ketidakseimbangan ini

disebabkan oleh hancurnya harmoni manusia dengan Tuhan.106

Allah Swt. berfirman dalam QS. Al Hijr Ayat 19-20

نا فيها من كلي شيء موزون نا فيها رواسي وأ ت ( 19 )والرض مدد اىا وأل ي (20 )وجعلنا لكم فيها معاي ومن لستم لو برازق

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-

gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.

Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,

105

Lihat, QS. Surat Al Mulk: 3-4. 106

Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis dan

Menuju Puncak Spiritual (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 31.

Page 82: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

76

dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali

bukan pemberi rezeki kepada.

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: segala

sesuatu menurut ukuran. (Al-Hijr: 19) Yakni menurut ukurannya yang

telah dimaklumi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa‟id ibnu Jubair,

Ikrimah, Abu Malik, Mujahid, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan ibnu

Muhammad, Abu Saleh, dan Qatadah. Di antara mereka ada yang

mengatakan bahwa makna ayat ini ialah, “Segala sesuatu menurut

ukurannya yang pantas.” Ibnu Zaid mengatakan, makna ayat ialah “segala

sesuatu menurut kadar dan ukurannya yang sesuai”.107

Ibnu Zaid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan lafaz

mauzun ialah timbangan yang biasa dipakai di pasar-pasar. Firman Allah

Swt.: Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di bumi keperluan-

keperluan hidup. (Al-Hijr. 20) Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah

menciptakan berbagai macam sarana dan penghidupan di muka bumi.

Ma‟ayisy adalah bentuk jamak dari ma‟isyah. Firman Allah Swt.: dan

(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali

bukanlah pemberi rezeki kepadanya. (Al-Hijr: 20) Menurut Mujahid,

makhluk yang dimaksud ialah hewan-hewan liar dan hewan-hewan ternak.

Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah

budak-budak belian, hewan liar, dan hewan ternak. 108

107

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz

14 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 7. 108

Ibid., 8.

Page 83: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

77

Makna yang dimaksud ialah Allah telah menganugerahkan kepada

mereka segala macam sarana dan mata pencaharian serta penghidupan

untuk fasilitas mereka. Allah juga telah menundukkan buat mereka hewan-

hewan untuk kendaraan mereka, serta hewan ternak yang mereka makan

dagingnya, dan budak-budak lelaki dan wanita yang melayani mereka;

sedangkan rezeki mereka dari Penciptanya, bukan dari orang-orang yang

memiliki mereka, karena mereka hanya memanfaatkannya saja.

Langit dan bumi telah tertata dengan peletakan keseimbangan antar

keduanya. Alam telah didesain dengan warna warninya secara seimbang.

Maka keseimbangan tidak boleh diganggu gugat. Kekayaan universalitas

tersebut harus dijaga dan dipelihara. Tiap tumbuhan diciptakan secara

seimbang. Pohon pun juga memiliki guna dan manfaat yang berbeda agar

kesemuanya bisa memberikan manfaat dan masing masing dapat

menunjukkan bahwa ia diciptakan tanpa sia-sia dan tak berguna.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengambil

kesimpulan tentang larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada

lingkungan menurut Ibnu Katsir sebagai berikut:

a) Melarang melakukan perusakan dan hal-hal yang membahayakannya,

setelah dilakukan perbaikan. (QS al-A‟raf/7: 56) dan (QS. Al-Baqarah

ayat 11)

b) Tidak melakukan kerusakan di muka bumi dengan melestarikan alam

dan lingkungannya, karena sesungguhnya berbagai kerusakan yang

Page 84: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

78

terjadi di darat dan di laut adalah akibat ulah atau perbuatan manusia.

(Ar-Ru>m: 41)

c) Bersyukur atas segala nikmat, berbuat baik dan berprasangka baik kita

terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya. (QS. Ibrahim (14):7-8)

d) Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan. (QS. Ar

Rahman ayat 7-9) dan (Al-Hijr. 20).

L. Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap Lingkungan Hidup

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang

penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan

bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada

bagaimana akhlaknya. Akhlak bukan hanya sopan santun, tata krama yang

bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari

itu.109

Akhlak mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-

kewajiban, menjauhi larangan-larangan, memberikan hak kepada Allah swt,

makhluk, sesama manusia, dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya. Islam

diturunkan Allah swt melalui Rasul-Nya merupakan rahmat bagi seluruh

alam. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah swt adalah untuk

menyempurnakan akhlak manusia.

Akhlak yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya

hubungan baik antara manusia dengan sesama maupun lingkungan.

Sepantasnya manusia menjaga akhlak terhadap lingkungan sebagai ungkapan

109

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak...., 1.

Page 85: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

79

syukur atas pemberian dan ciptaan-Nya. Akhlak terhadap lingkungan dapat

diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga

keserasian dan kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. Usaha-

usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian

lingkungan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri.

Akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari

fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi

antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan.

Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan, dan pembimbingan

agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya. Dalam pandangan akhlak

islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau

memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati tidak memberi

kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.

Manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang

sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi, sehingga ia

tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap perusakan

terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia

sendiri. Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada

penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap

membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan

polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri

yang menciptanya.110

110

Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan…., 7.

Page 86: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

80

Pemikiran Ibnu Katsir tentang akhlak yaitu hubungan manusia dengan

lingkungan atau secara vertikal dan horizontal, dalam hal ini menjaga

lingkungan merupakan tugas manusia sebagai khalifah dibumi, dengan cara

menjaga lingkuangan dari kerusakan.111

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa

akhlak terhadap lingkungan yaitu kewajiban memelihara dan melindungi

hewani, menghidupkan lahan mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat

baik pada lingkungan.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Quraish Syihab yang menyatakan

bahwa akhlak terhadap lingkungan adalah manusia sebagai Khalifah fil Ard.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan

bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.112

Kekhalifahan menurut

adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap

alam. Kekhalifahan disini mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta

bimbingann agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaan-Nya.

Menurut Quraish Shihab Alam dan segala isinya beserta hukum-

hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan

Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya tidak dapat

melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki

oleh Tuhan. Islam menekankan kepada umat-nya agar mencontohkan Nabi

Muhammad SAW yang membawa rahmat untuk seluruh alam. Manusia

dituntun dan dituntut untuk menghormati proses-proses yang sedang tumbuh

111

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, Juz, 1,

89. 112

Abbudin Nata, hal. 129. Dalam Tatik Maisaroh, „Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup

Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsīr Al- Mishbȃh),” (Skripsi, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri (UIN) Raden IntanLampung 1438 H/ 2017 M, 30.

Page 87: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

81

dan terhadap apa saja yang ada di bumi. Setiap perusakan terhadap

lingkungan hidup dinilai sebagai perusakan pada diri manusia itu sendiri.113

Dalam tafsir al-Mishbâh Quraish Shihab memberikan penjelasan

tentang akhlak terhadap lingkungan hidup yang tercantum dalam al-Qur‟an

yaitu:

a. Larangan berbuat kerusakan dengan memperhatikan nilai manfaat dan

fungsi lingkungan (Al- Baqarah (2):11-12)

ا ن مصلحون أ إ مهم ىم (١١)وإذا قيل لم فسدوا ف الرض قالوا إنم( ١٢)المفسدون ولكن يشعرون

Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan

di muka bumi. Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang

Mengadakan perbaikan. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-

orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

b. Perintah berbuat baik terhadap alam dan lingkungan sekitar dengan

menjaga dan memelihara kelestariannya untuk kebutuhan hidup makhluk

di bumi (QS. Ibrahim (14):7-8)

وقال (٧)وإذ أذمن ربكم لئن شكرت لزيد مكم ولئن كفرت إنم عذاا لشديد يد يعا فإنم اللمو لغ ل ح ( ٨)موس إن كفروا أ تم ومن ف الرض

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya

jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,

dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku

sangat pedih". dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada

di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka

Sesungguhnya Allah Maha Kayalagi Maha Terpuji".

113

Muhammad Wahid Nur Tualeka, “Teologi Lingkungan Hidup,” (PROGRESIVA Vol. 5,

No.1 (Desember 2011), 5.

Page 88: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

82

c. Anjuran untuk bersikap seimbang (QS. al-Mulk 67: 3) bahwa setiap

perbuatan harus sesuai dengan takaran dan timbangannya agar dapat

tercipta keharmonisan dan keseimbangan antar hubungan manusia dan

lingkungan.114

فارج فاوا من الرمحن خل ف رى ما ط اقا اواا س خل المذي (٣ )فلور من رى ىل ال صر

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak

melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak

seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu

yang tidak seimbang?

Sama halnya dengan Seyyed Hossein Nasr yang menjelaskan bahwa

akhlak manusia terhadap lingkungan adalah posisi manusia sebagai

khalifatullah fi al-ardi merupakan satu entitas kosmos yang tak bisa

dipisahkan. Maka tidak sepatutnya jika manusia dengan ketamakannya

dengan sengaja mengeksploitasi alam dengan semena-mena.115

Prinsip-prinsip Alquran terkait lingkungan sebgaimana pemaparan

Seyyed Hossein Nasr adalah: (1) prinsip tauhid, yakni pemahaman

memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya (lingkungan); (2) prinsip bahwa

alam dan lingkungan adalah bagian dari tanda-tanda (ayat) Allah di alam

semesta; (3) prinsip kedudukan manusia sebagai wakil Allah di bumi

(khali>fatulla>h fi al-ard}); (4) prinsip amanah, dimana dalam kapasitasnya

sebagai khalifah manusia diberi amanah untuk memanfaatkan alam ini

114

Tatik Maisaroh, “Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsīr

Al- Mishbȃh), (Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Raden IntanLampung 1438

H/ 2017 M), 30. 115

Maftukhin, “Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Dinamika

Penelitian, Vol. 16, No. 2 (November 2016), 14.

Page 89: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

83

dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab; (5) prinsip keadilan („adl),

dan (6) prinsip keselarasan dan keseimbangan (al-tawa>zun, equilibrium),

sehingga rusaknya lingkungan karena manusia mengabaikan prinsip

keseimbangan alam.116

Pernyataan ini berbanding lurus dengan pemaparan Ibnu Katsir

tentang akhlak terhadap lingkungan pada bagian berbuat baik pada

lingkungan. Perilaku ini jika dikaitkan dengan pemikiran Seyyed Hossein

termasuk pada prinsip amanah, dimana dalam kapasitasnya sebagai khalifah

manusia diberi amanah untuk memanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya

dan penuh tanggungjawab. Pada bagian berbuat baik dengan menjaga

keseimbangan lingkungan merupakan prinsip keadilan („adl), dan prinsip

keselarasan atau keseimbangan (al-tawa>zun, equilibrium).

Sama halnya Yusuf Qardhawi juga berpendapat bahwa prinsip-prinsip

akhlaq terhadap lingkungan yaitu Kebersihan, keadilan, keseimbangan,

amanah, tanggung jawab, syukur, dan kesederhanaan. Etika lingkungan yang

digagas oleh beliau mengandung ajaran tentang bagaimana manusia bersikap

dan berperilaku terhadap lingkungannya. Berbagai ajaran etika lingkungan

yang ditawarkannya merupakan ajaran-ajaran yang termuat dalam ilmu fikih

dan al-akhlak al-karimah. Sumbangan ilmu fikih yang diambil Yusuf al-

Qardhawi adalah kajian tentang ihya‟ al mawat, anjuran kebersihan,

penghijauan, dan bercocok tanam. Sementara dari konsep Ihsan adalah berupa

prinsip-prinsip keadilan, amanah, tanggung jawab, syukur, dan

116

Dede Rodin, “Al-Quran dan Konservasi Lingkungan,” Al-Tahrir, Vol. 17, No. 2

(November 2017), 18.

Page 90: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

84

kesederhanaan. Semua pemikiran etika lingkungan ini bermuara dari konsep

Al Ihsan (berbuat baik terhadap segala sesuatu), sebagai sebuah kewajiban

bagi manusia. 117

Menurut Qardhawi, pemahaman dan penjagaan lingkungan, serta

tanggung jawab dan amanah menjadi potret dan refleksi iman individual

seseorang. Ketika perilaku seseorang merusak, memanfaatkan alam secara

berlebihan dan semena-mena, menunjukkan bahwa dalam konteks etika yang

dimiliki individu tersebut sangatlah rapuh.118

Tindakan semacam itu

menunjukkan bahwa manusia tersebut menjadi tidak amanah, dan berpotensi

merusak kehidupan species-nya di masa yang akan datang. Manusia telah

diberi kekuasaan lebih dibanding makhluk lain. Manusia telah diberi

kekuatan untuk menundukkan dan membuat makhluk lain melayani

tujuannya. Akan tetapi Allah tidak memberikan hak itu tanpa batas. Manusia

tidak boleh memubazirkan, menyakiti, atau membahayakan makhluk lain.

Manusia harus menggunakan cara terbaik, dan paling sedikit akibat buruknya

dalam memanfaatkan makhluk lain.

Sedangkan Robert P. Borrong menjelaskan bahwa perilaku manusia

terhadap alam atau lingkungan adalah sebuah pola hubungan Manusia

menguasai dan mengeksploitasi alam.119

Ilmu pengetahuan dan teknologi

digunakan untuk mengeksploitasi lingkungan alam dan eksploitasi itu

117

Aziz Ghufron, “Islam dan Konservasi Lingkungan,” Millah, Vol. VI, No. 2 (Februari

2007), 19. 118

Husnul Khitam, “Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,” DINIKA,

Volume 1, Number 2 (May - August 2016), 147. 119

Khoirul Fata,” Teologi Lingkungan Hidup dalam Perspektif Islam,” Ulul Albab,

Volume 15, No.2 (Tahun 2014), 135.

Page 91: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

85

menjadi tidak terbatas. Disinilah manusia tidak memperdulikan perilakunya

terhadap lingkungan dan semena-mena memperlakukan lingkungan. Manusia

dapat mengubah alam sesuai kebutuhannya dengan menggunakan

kemampuannya berbudaya. Akibatnya kerusakan lingkungan semakin

menjadi, dan hal tersebut tidak lain bersumber dari manusia.

Sebagaimana pendapat Ibnu Katsir, semua perbuatan kerusakan di

muka bumi hanya bersumber dari manusia. Sehingga Allah berfirman “wa

laa tufsiduu fil ardli…” (Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka

bumi). 120

Jelas ayat tersebut hanya ditunjukan pada manusia. Allah melarang

manusia untuk berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di udara bahkan

dimana saja. Karena kerusakan yang disebabkan ulah manusia itu akan

membahayakan pada tata kehidupan manusia sendiri, seperti kerusakan tata

lingkungan alam, pencemaran udara, dan bencana-bencana alam lainnya.

Para mufassir termasuk Ibnu Katsir dan al-Qurtubi (al-Jami‟u

Liahkamil Qur‟an) ketika menafsirkan ayat fasad menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan kerusakan tidak hanya pada aspek lingkungan, tapi

menekankan pada kerusakan seperti perbuatan syirik, pembunuhan, maksiat,

dan segala pelanggaran terhadap larangan Allah. Kedua mufassir ini, berbeda

dengan yang diutarakan Quraish Shihab, tidak melihat makna fasad sebagai

kerusakan alam yang akan menimbulkan penderitaan kepada manusia. Hal ini

bisa dimaklumi karena pada zaman mereka alam masih asri dan tidak terjadi

kerusakan alam yang parah seperti saat ini.

120

Abu al-Fida Ismail bin „Amr bin Katsir al-Quraisy al-Dimasyqy, Tafsìr al-Qur'àn al-

‟Azhim, (t.tt: Dàr at-Thayyibah li an-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1999). 429.

Page 92: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

86

Sedangkan Harun Nasution menegaskan bahwa seluruh manusia

adalah humanitarianisme, yang harus memiliki kasih sayang kepada alam

binatang dan alam tumbuh-tumbuhan, serta alam benda mati; mencintai

seluruh nature ciptaan Tuhan. Disini terdapat paham se-mahluk yang ada di

alam ini. 121

Pendapat ini didasarkan pada Qs. Al Luqman ayat 20: Tidakkah

kamu lihat bawa Allah menundukkan bagi kamu segala yang ada di langit

dan segala yang ada di bumi dan melimpahkan padamu nikmat-Nya baik

yang tampak maupun yang tidak tampak.

Harun dalam hal ini mengutip beberapa ayat Al-Qur‟an yang

menyebutkan bahwa langit dan bumi diciptakan Tuhan dengan tidak sia-sia,

tetapi untuk kepentingan manusia. Inilah yang menjadi dasar manusia harus

menyayangi lingkungan, karena alam ini diciptakan bukan tanpa tujuan

melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Adapun Ibnu Katsir

mewajibkan memelihara dan melindungi Hewani, menghidupkan lahan yang

telah mati, melarang berbuat kerusakan dan berbuat baik pada lingkungan,

keseluruhannya merupakan bentuk kasih saying terhadap alam.

Perspektif Islam tentang etika terhadap alam atau lingkungan sama

halnya dengan agama Kristen. Bagi Kristen, alam ini berfungsi sebagai

ekumenis (untuk didiami) oleh seluruh ciptaan Tuhan. Alam ini rumah bagi

manusia, menata rumah itulah tugas pengelolaan kebutuhan hidup manusia.

Manusia mendiami rumah dan tugas penataan kehidupan yang harmonis.

Kristen memaknai Ekologi: Manusia memiliki tugas memahami tanggung

121

H. Bisri, “Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi Rasional

Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,” Holistik, Vol 12 Nomor 01 (Juni

2011/1433 H), 48.

Page 93: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

87

jawab terhadap alam.122

Menjaga etika terhadap lingkungan bagi ajaran

Kristen adalah didasarkan pada kebutuhan manusia terhadap lingkungan

sebagai rumah tempat tinggal dan berpijak.

M. Kontekstualisasi Akhlak terhadap Lingkungan Hidup di Indonesia

Indonesia adalah Negara hukum. Setiap pelanggaran akan dikenakan

hukum yang sesuai dengan Undang-undang dasar yang berlaku. Undang-

Undang khususnya tentang lingkungan hidup No. 32 Tahun 2009 secara

tertulis memberikan banyak kontribusi dalam pemeliharaan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Pada pasal 2 disebutkan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk

melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran,

atau kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.123

Selanjutnya dalam HTL (Hukum Tata Lingkungan), mengatur

penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia

dan lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial

budaya. Krisis lingkungan global yang kita alami dewasa ini sebenarnya

bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis manusia dalam memahami

dan memandang dirinya, alam dan tempat manusia dalam keseluruhan

122

lihat sabda.com tentang etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen

diakses pada 24 September 2019. 123

Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Bandung:

Fokusmedia, 2013), 3.

Page 94: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

88

ekosistem. Kesalahan cara pandang manusia tersebut merupakan awal dari

semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang ini.124

Kondisi Indonesia saat ini semakin memburuk akibat masalah-

masalah lingkungan yang terjadi. Akibat penebangan liar ataupun karena

kemarau panjang beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan dan

Sumatera terkena kebakaran hutan dan mengakibatkan terjadinya polusi udara

yang menganggu kesehatan masyarakat sekitarnya. Akibat penebangan liar

itu juga terjadi banjir bandang di berbagai daerah di Indonesia bahkan di kota

besar seperti Jakarta sering sekali terjadi banjir. Longsor juga melanda

berbagai daerah di Indonesia karena kondisi tanah yang tidak stabil akibat

tidak ada penopang yang berupa akar pohon, akhirnya pada musim hujan

tanah semakin tidak stabil dan akhirnya terjadi longsor. Longsor tidak hanya

merusak lingkungan tetapi juga dapat merenggut ratusan bahkan ribuan

orang.125

Pemulihan kondisi bumi dan ekosistem yang telah mati atau rusak

memerlukan waktu yang sangat lama. Bahkan, jika faktor-faktor

pendukungnya telah musnah, kepulihannya akan menghasilkan ekosistem

yang berbeda. Contohnya, jika ekosistem hutan telah ditebang habis dalam

skala yang sangat luas, maka tempat tertentu harus dicadangkan sebagai

ekosistem yang masih utuh. Ekosistem cadangan tersebut lokasinya tidak

boleh berjauhan dengan lokasi kawasan yang dieksploitasi karena dapat

berperan sebagai pasokan alami, yaitu nutrisi, spora dan biji-bijian yang

124

M. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam (Bandung: Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 66. 125

https://id.scribd.com/doc/29838842/Masalah-lingkungan, diakses 21 September 2019.

Page 95: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

89

ditebarkan dengan bantuan angin, serangga, burung maupun hewan penebar

biji lainnya. Kondisi seperti itu diharapkan dapat secara alamiah menetralkan

ekosistem, sewaktu terjadi sukses dalam jangka yang tidak terlampau lama.126

Pemerintah harus menyadari bahwa pengelolaan lingkungan yang

baik akan melahirkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat yang akan

menjadikan masyarakat menjadi sehat dan kuat. Untuk itu pemerintah harus

membuat kebijakan untuk masyarakatnya dalam menjaga kelestarian

lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem serta keberlangsungan

ekologi. Menurut Nadjamuddin Ramly tiga hal yang perlu dipertimbangkan

oleh pemerintah dalam mengelola SDA yaitu: sisi sosial, ekonomi, dan

ekologi. 127

Eksploitasi lingkungan makin dominan dan tidak menunjukkan

perubahan paradigma kearah pembangunan berkelanjutan. Pemerintah

berjuang mati-matian untuk meningkatkan Potensi setiap daerah mereka

tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Menurut Abdurrahman

untuk mengatasi krisis ekologi, perlu adanya perubahan paradigma dalam

ilmu pengetahuan yang tidak lagi bersifat mekanistis- reduksionistis, tetapi

bersifat holistis dan ekologis. Dalam cara pandang holistis ini, tidak ada lagi

pemisahan yang tegas antara subjek dan objek, fakta dan nilai.128

Namun demikian, melihat dari fenomena yang terlihat dari beberapa

kasus yang telah disebutkan sebelumnya, sepertinya jaminan tatanan

126

Safrilsyah dan Fitriani, “Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup,” Jurnal,

Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1 (April 2014) , 29. 127

Tatik Maisaroh, “Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an,” (Skripsi,

Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2017), 99. 128

Ibid., 41.

Page 96: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

90

pemerintah terhadap hak-hak tersebut belum terlaksana dengan baik. Jika saja

ajaran Al-Qur‟an dan undang-undang yang berlaku dijalankan dengan baik,

tidak ada kerusakan yang terjadi di Indonesia ini. Hubungan antar manusia

dengan lingkungannya di Indonesia mengalami naik turun, tatanan hukum

dalam kehidupan sosial yang terpelihara dengan baik dan wajar, terusik

dengan munculnya berbagai bentuk peristiwa yang terjadi menyudut bahwa

pemicunya adalah manusia itu sendiri. Kesadaran manusia akan pentingnya

memelihara dan melestarikan lingkungan hidup perlu ditingkatkan melalui

berbagai usaha. Kerusakan lingkungan yang di gambarkan oleh Allah Swt:

ظهر الفساد ف ال ري وال حر با كس ت أيدي النماس ليذي هم ب عض المذي عملوا (41 )لعلمهم ي رجعون

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian

dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang

benar).129

Tentunya kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebab dari kelakuan

kita yang buruk terhadap lingkungan akan berakibat sangat fatal. Lingkungan

yang seharusnya menjadi tempat hidup, justru menjadi penyebab

kesengsaraan dan kematian. Kerusakan-kerusakan yang terjadi atas

perbuatan-perbuatan manusia yang tidak berakhlak dan tidak beriman kepada

Allah swt sebagai peringatan baginya. Campur tangan umat manusia terhadap

lingkungan cenderung meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi

129

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir Juz

6 (al Muassasah Daar al Hilaal Kairo, 1994), 379.

Page 97: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

91

terutama pada beberapa dasawarsa terakhir. Tindakan- tindakan mereka

tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan interaksi

antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan terkadang

pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan berbagai

penyimpangan yang kemungkinan akan mengakibatkan beberapa bencana

dan akan sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.

Pada realitanya, pelaksanaan UUD khususnya tentang lingkungan

hidup di Indonesia belum terlaksana secara efektif sebagimana mestinya. Hal

tersebut dibuktikan dengan beberapa kasus yang terjadi. Seperti dalam kasus

pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Indorayon Utama di Sumatra

Utara dan PT Freeport Indonesia di Papua sesungguhnya disebabkan oleh

perilaku perusahaan yang tidak bertanggungjawab dan tidak peduli terhadap

lingkungan. Contoh lain, illegal logging, impor limbah secara illegal dari luar

negeri, dan perdagangan satwa liar. Kasus- kasus ini tidak hanya menyangkut

perorangan tetapi birokrasi pemerintah. Demikian pula kasus sampah DKI

Jakarta, terkait dengan persoalan perilaku moral manusia, khususnya korupsi

dalam tubuh birokrasi pemerintah. Bahkan kasus-kasus lingkungan yang

terkait dengan globalisasi perdagangan dan berbagai perjanjian internasional

lainnya adalah persoalan moral menyangkut kelicikkan manusia dan Negara

bangsa dalam melakukan manipulasi yang merugikan kepentingan orang lain

termasuk lingkungan hidup.130

130

A. Sony Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002), 14.

Page 98: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

92

Hal ini relavan dengan apa yag di sampaikan Imam Al-Din Al-fida

Ismail Ibnu Amar Ibnu katsir Ibnu Zara‟ Al-Bushrah Al-Dimasqy (Ibnu

Katsir) dalam tafsirannya menjelaskan bahwa akhlak manusia terhadap

lingkungan yaitu pertama, Kewajiban Memelihara dan Melindungi Hewani

berupa memberi makan dan melindungi tempat tinggal hewan, Menjaga dan

memelihara hewaan karena tidak ada yang lepas dari sepengetahuan dan

pengawasan Allah Swt, Berbuat baik dengan sesama Makhluk Allah dan

tidak berbuat kerusakan pada hewani, Memelihara hewan sebagaimana

fungsinya, dan tidak menyiksa hewan-hewan sebagaimana semut dilarang

untuk diinjak.

Hal ini perlu ditegaskan sebagaimana dengan konteks lingkungan saat

ini yaitu punahnya hewan di Indonesia. Dilansir dari jurnal Nature, hilangnya

habitat hewan karena perilaku manusia yang merusak menjadi penyebab

utama kepunahan hewan. Jika perilaku manusia yang terus merusak tidak

berubah, maka peneliti memperkirakan tahun 2200 kepunahan masal itu akan

terjadi. Hewan seperti gajah Sumatra, dan macan tutul Amur akan menjadi

beberapa jenis spesies yang akan musnah.131

Habitat yang semakin rusak memperparah punahnya hewan, ujar

Derek Tittensor dari United Nations Environment Programmes World

Conservation Monitoring Centre, seperti dikutip dari Natonal Geographic. Ia

menambahkan kerusakan habitat, penangkapan ikan berlebihan, dan polusi

membuat keanekaragaman hayati semakin rusak. Setelah masalah habitat

131

https://m.inilah.com/news/detail/2165819/perilaku-manusia-sebabkan-kepunahan-hewan,

diakses pada 21 September 2019.

Page 99: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

93

yang semakin menyusut secara kuantitas dan kualitas, perdagangan satwa liar

menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia. Lebih dari 95%

satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil

penangkaran. Lebih dari 20% satwa yang dijual di pasar mati akibat

pengangkutan yang tidak layak.132

Berbagai jenis satwa dilindungi dan

terancam punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Hal ini

bukan merupakan cerminan Berbuat baik dengan sesama makhluk Allah

sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir.

Kedua, Menghidupkan lahan mati. Memanfaatkan lahan yang

bertahun-tahun tidak dimanfaatkan dan menghidupkan lahan yang tandus dan

kering. Sejalan dengan hal itu, di Indonesia telah banyak kegiatan

menghidupkan lahan yang mati. Dikutip dari OkeZone133

, mulai 2019

Pemerintah akan memanfaatkan lahan mati yang ada di setiap daerah untuk

meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia. Menurut Sekretaris Jenderal

Kementerian Pertanian (Kementan), Syukur Iwantoro, program ini

prospeknya sangat bagus ke depannya. Apalagi, sekarang tidak hanya lahan

irigasi yang ditanam, tapi juga lahan kering bisa dioptimalkan.

Ketiga, Larangan berbuat kerusakan dan berbuat baik pada

lingkungan. Larangan melakukan perusakan dan hal-hal yang

membahayakannya setelah dilakukan perbaikan, Tidak melakukan kerusakan

di muka bumi dengan melestarikan alam dan lingkungannya karena

132

https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia, diakses pada 21 September

2019. 133

https://economy.okezone.com/read/2019/02/27/320/2023569/ada-1-juta-ha-lahan-

kering-di-indonesia-bagaimana-cara-memanfaatkannya. diakses Pada 21 September 2019.

Page 100: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

94

sesungguhnya berbagai kerusakan yang terjadi di darat dan di laut adalah

akibat ulah atau perbuatan manusia, Bersyukur atas segala nikmat, berbuat

baik dan berprasangka baik kita terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya, dan

Berbuat baik dengan menjaga keseimbangan lingkungan.

Jika kita kontekstualkan di Indonesia, larangan tersebut ditujukan

kepada orang-orang yang banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran

sehingga banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan. Seperti

korupsi, kolusi, eksploitasi hutan, laut dan tambang yang dilakukan terus

menerus untuk meningkatkan tingkat ekonomi perusahaan. Hal ini dapat

merugikan banyak pihak, baik pada alam ataupun masyarakat sekitar. Lalu

yang menjadi pertanyaan kita bahwa dimana letak moral dan akhlak mereka?

Hal ini menjadi tugas kita bersama untuk dapat memberikan masukkan-

masukkan kedepannya agar lebih tegas lagi hukum yang berlaku di Indonesia.

Kemudian, larangan berbuat kerusakan dengan mengadakan perbaikan.

Artinya bahwa di Indonesia jika bercermin dari peristiwa-peristiwa yang

terjadi sebelumnya merupakan akibat tangan-tangan manusia itu sendiri,

sehingga anjuran untuk berbuat baik terhadap alam dan lingkungan di

Indonesia sangat mendukung dalam proses perbaikan, dengan cara

menghidupkan kembali nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan seperti

melakukan penanaman pohon, memanfaatkan lahan kosong, dan yang lainnya

serta menggalakkan kembali hukum yang sudah ada secara tegas.

Page 101: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

95

Terakhir, anjuran untuk bersifat seimbang. Hal ini sangat memberikan

dampak yang luar biasa dalam kehidupan makhluk di bumi. Manusia sebagai

makhluk yang di berikan amanah untuk mengelola bumi, maka apabila

manusia dapat memperlakukan bumi dengan seimbang sesuai dengan

kebutuhannya, maka tidak akan terjadi masalah yang begitu krusial. Relevan

dengan tafsir Ibnu Katsir, jika kita kaitkan dengan keadaan di Indonesia.

Bahaya-bahaya yang timbul di bumi Indonesia ini, timbul oleh dominasi

manusia atas perlakuannya. Pandangan mereka tentang alam dengan

pemikiran menggunakan alam semaksimal mungkin banyak menuai ketidak

seimbangan bentang alam ini. Sehingga hal ini banyak menyoroti berbagai

aspek keilmuan untuk membahasnya. Maka anjuran untuk bersifat seimbang

ini sangat memberikan kontribusi dalam perbaikan alam dimasa yang akan

datang dan mengurangi krisis modern yang mengancam kehidupan di bumi.

Page 102: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

96

BAB IV

PENUTUP

N. Kesimpulan

Setelah mengkaji wawasan Al-Qur‟an tentang akhlak terhadap

lingkungan hidup dengan menfokuskan pada pandangan Ibnu Katsir

mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup dan kontekstualisasi akhlak

terhadap lingkungan hidup di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan:

1. Pandangan Ibnu Katsir mengenai akhlak terhadap lingkungan hidup terdiri

dari kewajiban memelihara dan melindungi hewani, menghidupkan lahan

mati, larangan berbuat kerusakan, dan berbuat baik pada lingkungan.

2. Kontekstualisasi akhlak terhadap lingkungan hidup di Indonesia yaitu

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup

dan mencegah terjadinya pencemaran, atau kerusakan lingkungan hidup

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan dan penegakan hukum. Namun, realitanya kondisi Indonesia

saat ini semakin memburuk akibat masalah- masalah lingkungan yang

terjadi karena ulah manusia.

Page 103: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

97

O. Saran

1. Penafsiran terhadap ayat-ayat kauniyah khususnya tentang Akhlak

terhadap lingkungan (Menurut Ibnu Katsir) agar dapat di bukukan lebih

khusus sehingga dalam pensosialisasian hal tersebut kepada masyarakat

memiliki pedoman dan landasan secara tertulis.

2. Kelemahan dalam penafsiran pada tafsir ini menjadi kurang fokus dalam

satu topik dalam setiap ayatnya. Karena dalam satu ayat Allah swt

berbicara banyak hal. Oleh karenanya, agar lebih ditegaskan pada bagian-

bagian kata yang memerlukan penafsiran secara khusus.

3. Untuk kampus tercinta Institut Agama Islam Negeri Ponorogo untuk

dapat menyediakan referensi tafsir ayat-ayat kauniyah beserta terjemah.

Mengingat Sumber Daya mahasiswa zaman sekarang yang masih perlu di

bimbing untuk dapat memahami tafsir dengan terjemahannya.

4. Tulisan ini merupakan usaha maksimal dari penulis. Penulis menyadari

masih banyak kekurangan dalam banyak hal baik yang bersifat teknis,

metodologis, maupun materi kajian. Maka dari itu, penulis menerima

partisipasi aktif pembaca baik kritik maupun saran kontruktif guna

perbaikan kedepan.

Page 104: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

98

DAFTAR PUSTAKA

A. S. Asmaran, Pengantar studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo. 2003.

Abdullah, Yatimin, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an, Ed. 1, Cet.2

Jakarta: Amzah. 2008.

Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam. Bandung: Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian RI. 2011.

Abdurrohman, Abdullah bin Muhammad, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim-Ibnu Katsir,

al Muassasah Daar al Hilaal Kairo.1994.

Aini, Siti Noor, Relasi Antara Manusia Dengan Kerusakan Lingkungan Telaah

Atas Tafsir Al-Jawahir Tafsir Al-Qur‟An Al-Karim), Skripsi Fakultas

Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga. 2010.

al-Farmawy, Abd al-Hayy, Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu'i, (Qahirah: Maktabah

Jumhuriyyah.1997.

Ali, Muhammad, tt, Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Al-Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim,

Juz, 1.

al-Zindani, Abdul Majid bin Aziz, Mukjizat Al-Qur‟an dan Sunnah Tentang

IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press.2002.

APK Al-Qur‟an & Hadits Web 3.0

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta:

Rineka Cipta.2002.

Baqi, muh. Fuad Abdul, Al Lu‟lu wa Marjan, Juz III, Kairo Daarul Hadits.1997.

Bisri, H. Teologi Lingkungan-Model Pemikiran Harun Nasution Dari Teologi

Rasional Kepada Tanggung Jawab Manusia Terhadap Lingkungan,

Holistik Vol 12 Nomor 01, Juni 2011/1433 H,

(online),(http://id.portalgaruda.org/, diakses 10 September 2019.

Eko Zulfikar, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Ekologi,(Jurnal QOF, Volume 2

Nomor 2 Juli 2018 (online),

(https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/qof/article/download/578/pdf,

diakses 12 Agustus 2019.

Page 105: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

99

Fachruddin, Konservasi Alam Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2005.

Fata,Ahmad Khoirul, Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam, Jurnal

Ulul Albab Volume 15, No.2 Tahun 2014,

(online),(https://www.researchgate.net/, diakses 14 September 2019.

Fathoni, Abdurrahmat, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi,

Jakarta: Pt Rineka Cipta.2006.

Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Qur‟an, Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani.2008.

http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologikristen,

diakses 10 September 2019.

https://economy.okezone.com/read/2019/02/27/320/2023569/ada-1-juta-ha-lahan-

kering-di-indonesia-bagaimana-cara-memanfaatkannya, diakses 21

September 2019.

https://id.scribd.com/doc/29838842/Masalah-lingkungan, diakses 21 September

2019.

https://m.inilah.com/news/detail/2165819/perilaku-manusia-sebabkan-kepunahan-

hewan, diakses 21 September 2019.

https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia, diakses 21 September

2019.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2007.

Katsir, Ibnu, Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, Jilid XIV, Beirut: Dar Al-Fikr.1990.

Kementrian Lingkungan Hidup, Teologi lingkungan, Etika Lingkungan dalam

Persepktif Islam, Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan

Masyarakat.2011.

Keraf, A. Sony, Etika Lingkungan, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 2002.

Khitam, Husnul, Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi,

DINIKA Academic Journal of Islamic Studies Volume 1, Number 2, May

- August 2016 ISSN: 2503-4219 (p); 2503-4227 (e),

(online),(http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/dinika/article/downlo

ad/62/8, diakses 22 September 2019.

Maftukhin, Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr, Jurnal IAIN

Tulungagung: Dinamika Penelitian, Vol. 16, No. 2, November 2016,

Page 106: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

100

(online), (https://media.neliti.com/media/teologi-lingkungan-perspektif-

seyyed-hos.pdf, diakses 13 September 2019.

Maisaroh, Tatik, Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an,

Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2017,

(online),(http://repository.radenintan.ac.id/Skripsi_Full.pdf, diakses 17

Oktober 2019.

Mardiana, “Kajian Tafsir Tematik Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup”,

Jurnal Al-Fikr Volume 17 Nomor 1 Tahun 2013

(online),(http://journal.uin-alauddin.ac.id, diakses 17 Oktober 2019.

Mashudi, Moh Ali, Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam Al-

Qur‟an dan Relevansinya dengan Realitas Kehidupan Perempuan Modern

(Studi Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Perempuan Salihah dalam

Surah An-Nisa‟ Ayat 34-36 Dan Al-Ahzab Ayat 59 Perspektif Tafsir Ibnu

Kathir, Al-Azhar, Dan Al-Misbah)”, Program Studi Pendidikan Agama

Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya.2015.

Munfarida, Ida, Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Etika Islam, Skripsi

Fakultas Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung.2014.

Nasr, Sayyed Hossein, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis

dan Menuju Puncak Spiritual, Yogyakarta: IRCiSoD. 2003.

Niliyani, Rusda, Konsepsi Akhlak Menurut Ibnu Maskawaih, Fakultas

Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar Lampung.1998.

Nurdin, Mumammad, Buku besar: Tokoh-Tokoh Besar Islam, (Yogyakarta: ad-

dawa‟. 2005.

Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan

Penelitian, Yogyakarta: Ar-Ruz Media.2014.

Rahim, Abd, Konsep Akhlak Menurut Hamka (1908-1981), Universitas Islam

Negri Sultan Syarif Kasim Riau.2013.

Reflita, Eksploitasi Alam Dan Perusakan Lingkungan, Substantia, Volume 17

Nomor 2, Oktober 2015 (online), (https://jurnal.ar-

raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download, diakses 17 Oktober

2019.

Ringkasan Kitab Shahih Imam Bukhari, 5/8/2325 PDF, Jakarta.2007.

Page 107: PANDANGAN AL QUR’AN TENTANG AKHLAK

101

Rodin, Dede, Al-Quran Dan Konservasi Lingkungan-Telaah Ayat-Ayat

Ekologis(Al-Tahrir, Vol. 17, No. 2 November 2017: 391-410, Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang,

(online),(https://pdfs.semanticscholar.org.pdf, diakses 12 Agustus 2019.

Safrilsyah, Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup, Jurnal,

Banda Aceh; Substantia, Volume 16, Nomor 1, April 2014

(online),(https://jurnal.ar-

raniry.ac.id/index.php/substantia/article/download, diakses 17 Oktober

2019.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.1996.

Shihab, M. Quraish, Lentera Hati, Kisah Dan Hikmah Kehidupan, Bandung:

Mizan Pustaka.2008.

Soetari, Endang, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah Dan Diroyah, Bandung: Mimbar

Pustaka.2008.

Tanzeh, Ahmad, Metode Penelitian Praktis, Jakarta: Pt. Bina Ilmu. 2004.

Tualeka, Muhammad Wahid Nur, Teologi Lingkungan Hidup, (Artikel

PROGRESIVA Vol. 5, No.1, Desember 2011, (online),

(https://media.neliti.com/media/publications/162066-ID-none.pdf, diakses

13 September 2019.

Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bandung:

Fokusmedia., 2013.

Wahyuni, Endang Tri, Kerusakan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al-

Qur‟an, Fakultas Ushuluddin, Iain Raden Intan Lampung, Bandar

Lampung.2014.

Zainuddin, Membangun Moral Meurut Imam Al-Ghazali. Surabaya: Al-Ikhlas.

1996.

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar. 2008.