muhammad saw sang pemimpin agama dan kepala negara
TRANSCRIPT
MUHAMMAD SAW SANG PEMIMPIN AGAMA DAN KEPALA
NEGARA
Oleh : Agus Jaya
PENDAHULUAN
Fenomena agung tidak datang dengan tiba-tiba melainkan senantiasa diiringi
tanda-tanda yang menopang keagungan peristiwa tersebut. Demikian juga kehadiran
Muhammad saw sebagai sayyid al-anbiya’ merupakan peristiwa mulia yang tiada tara.
Tanda-tanda kehadiran beliau telah dijelaskan dalam kitab-kitab terdahulu dan melalui
lisan para nabi, para hukama’ dan tokoh-tokoh agama terdahulu yang menunjukkan
keagungan peristiwa yang dinanti-nanti tersebut. Tatkala seluruh penjuru Jazirah Arabiah
merintih dalam kezaliman, ketidakadilan, keberingasan, kejahatan, dan keyakian akan
tahayul, muncullah Muhammad sebagai pembawa rahmat bagi bangsa Arab dan alam
semesta.
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan tanda-tanda dan kabar gembira atas
kehadiran Muhammad di muka bumi ini, kelahiran, pemeliharaan, tauladan dan ke-
pemimpinan Beliau pra dan pasca kenabian baik pada periode Makkah maupun Madinah.
1. BIOGRAFI NABI MUHAMMAD SAW
a. Tanda-tanda Tibanya Rasul Terakhir
Berita gembira akan datangnya seorang utusan agung telah menyebar
melalui kitab-kitab terdahulu, lidah-lidah para nabi, para hukama’. Memahami
demikian mulia utusan dan misi yang diembannya maka Al-Qur’an, Al-Hadits
dan At-Taurat mengabadikan hal tersebut.
Allah swt berfirman melalui ucapan Isa as dalam Al-Qur’an :
الل��ه رس��ول إنى إس��رائيل بنى يا مريم بن ا عيسى قال " وإذ
ي��أتى برس��ول ومبش��را التورئة من يدى بين لما مصدقا إليكم
... " . أحمد إسمه بعدى من
1
“Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata : “Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan yang turun
sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira akan datangnya seorang
rasul sesudahku bernama Ahmad (Muhammad).”(Al-Qur’an Surat As-Shof, ayat
; 6).
Pada ayat di atas kita temukan kolerasi yang sangat harmonis dan kuat
antara Isa as sebagai “khotam an-nabiyyin Bani Israil” dengan Ahmad yang
menjadi “khotam an-Nabiyyina muthlaqon”. Sinyal “mubassyiran” (berita
gembira) dari Isa tersebut mewakili kebahagiaan Bani Israil terhadap fenomena
akan diutusnya Ahmad sebagai penutup seluruh nabi. Keterkaitan syariat antara
nabi Musa as sebagai nabi termashur bani Israil dan Isa as sebagai penutup nabi
dari Bani Israil serta nabi Muhammad sebagai penutup seluruh nabi sangatlah
jelas. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Katsir : Bahwa Allah memulai syariat-Nya,
dan memberi cahaya dari Tursina tempat Allah memberikan wahyu kepada Musa
as, dan terbitlah cahaya dari Sya’ir gunung tempat dilahirkan dan diutusnya Isa
as, dan menebarlah cahaya tersebut dari Paraan yaitu Makkah. (Lihat Ma’a ar-
Rasul fi Sairihi wa Siratihi Hal : 150, Yahya Ismail dan Said Muhammad Sholih
Showabi).
Adapun Ahmad yang dimaksudkan Isa as pada ayat di atas adalah
Muhammad saw sendiri, sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori :
محمد أخبرنى قال الزهرى عن شعيب أخبرنا اليمان أبو حدثنا
رس�ول س�معت قال عنه لله رضى أبيه عن مطعم بن جبير بن
وأن��ا محمد أنا أسماء لى : إن يقول وسلم عليه الله صلى الله
..... " الكفر بى الله يمحو الذى الماحى وأنا أحمد
“Telah menyampaikan hadits kepada kami Abu al-Yaman, demikian juga
Syuaib telah menyampaikan berita kepada kami dari az-Zuhri, ia berkata telah
menyampaikan hadits kepada saya Muhammad bin Zubair bin Mat’am, dari
ayahnya. Ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Saya
memiliki nama-nama, saya Muhammad, saya Ahmad, dan saya al-Mahi yang
2
Allah gunakan untuk menghapus kekufuran, ….” (Fath al-Bari Bi Syarhi as-
Shohihi al-Bukhori, Ibnu Hajar al-Asqolani, hadits no : 4897 Juz : 8 hal :789)
Begitu juga kehadiran Rasulullah saw disinyalir dalam hadits seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
الع��اص بن عم��رو بم الل��ه عبد : لقيت قال يسار بن عطاء عن
ص��لى الل��ه رس��ول ص��فة عن : أخبرنى قلت عنهما الله رضى
فى لموصوف إنه أجل. والله قال التوراة فى وسلم عليه الله
أرس��لناك إن��ا الن��بى أيه��ا القران. ي��ا فى صفته ببعض التوراة
ورس�ولى عب��دى أنت لألم�يين وح�رزا ون�ذيرا ومبش��را شاهدا
األس��واق فى سحاب وال غليظ وال بفظ ليس المتوكل سميتك
الل��ه يقبض��ه ولن ويغف��ر يعفو ولكن السيئة بالسيئة يدفع وال
بها فيفتح الله إال الإله يقولوا بأن العوجاء الملة به يقيم حتى
غلفا. وقلوبا صما وأذانا عميا أعينا
Dari Atho’ bin Yasar ia berkata : “Saya bertemu Amru bin Ash ra, lalu
saya berkata : “Tolong beritahu saya sifat-sifat Rasulullah dalam Taurat.” Ia
berkata: “Baik, demi Allah sesungguhnya di alam Taurat tercantum sifat-sifatnya
sebagaimana sebagian sifatnya juga tercantum dalam Al-Qur’an, Wahai Nabi
sesungguhnya saya utus engkau sebagai saksi, penyampai berita gembira,
pengingat dan pelindung bagi orang-orang yang buta huruf. Engkau adalah
hamba dan utusan-Ku, Aku beri gelas engkau al-Mutawakkil (sangat Qona’ah
dan sabar), tidak kasar, tidak kejam, tidak memeras susu di pasar, tidak
membalas kejahatan dengan kejahatan akan tetapi memaafkan dan mengampuni,
dan tidak akan wafat sebelum tegaknya agama yang lurus, dengan mengakui
tiada Tuhan selain Allah, melaluinya terbukalah mata yang buta, telinga yang tuli
dan hati yang tertutup (Fath al-Bari Bi Syarhi as-Shohihi al-Bukhori, Ibnu Hajar
al-Asqolani, hadits no : 4838 Juz : 8 hal :719)
Sinyal elemen kehadiran beliau di muka bumi ini juga disampaikan dalam
kitab-kitab terdahulu, dalam Injil Barnabas pasal 97 ayat 14-19 dengan tegas
3
Yesus menyebutkan bahwa Messias yang dinanti-nanti itu adalah Muhammad.
Redaksi Barnabas tersebut sebagai berikut :
Pasal 97: 14 :“Ketika itu imam menanyakan : “Dinamakan apakah Messias itu
dan apakah tanda yang menunjukkan kehadirannya ?”
15 : Jesus menjawab : “Sesunggunya nama Messias itu ajaib, karena
Allah sendiri yang memberikan nama itu, dikala Allah
menciptakan rohnya dan meletakkannya di suatu tempat yang
indah di langit.”
16 : Allah berfirman: “Sabarlah wahai Muhammad, karena untukmu
Aku akan menciptakan surga dan dunia …”
17 : “Kemudian apabila aku mengutusmu ke dunia aku akan jadikan
engkau rasulku untuk keselamatan, …”
18 : ”Bahwa namanya yang diberkahi itu adalah Muhammad.”
19 : “Di saat itu khalayak ramai meneriakkan : “ Ya Allah utuslah
Rasulmu itu kepada kita, ya Muhammad marilah selekasnya untuk
keselamatan dunia.”
Perhatikan juga kitab Perjanjian Lama, Nubuat nabi Musa as, (Bibel, edisi
lama)
Ulangan 18 : 18 : “Seorang nabi akan kubangkitkan bagi mereka dari antara
saudara mereka seperti engkau ini, … “
Dari ungkapan ini bisa dipahami bahwa nabi tersebut berasal dari
kaumnya sendiri, yang dimaksudkan adalah Muhammad saw, (al-Qur’an : al-
Baqoroh : 129)
Ulangan 33 : 2 : “Berkatalah ia : “Tuhan datang dari Sinai, dan terbit kepada
mereka dari Syair, ia tampak bersinar dari pegunungan Paran …”
Demikian juga ungkapan ini menunjukkan keterikatan antara utusan-
utasan Allah, Musa as datang dari Sinai (Tursina, tempat nabi Musa pertama kali
menerima wahyu), lalu Isa as dari Syair (Isa lahir dan diangkat menjadi nabi di
gunung Syair) dan Muhammad dari Paran. Yang dimaksudkan Paran adalah nama
lain dari kota Makkah, tempat nabi Muhammad saw diutus.
Yeyasa 42 : 1 : “ … Aku telah menaruh rohku ke atasnya supaya ia menyatakan
4
hukum kepada bangsa-bangsa.”
Pada ayat ini dinyatakan bahwa da’wah tersebut universal. Dan dakwah nabi
Muhammad saw adalah universal untuk semua manusia (al-Qur’an : al-Anbiya :
107)
4 : “Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah
terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi, …”
Pernyataan ini mendukung dakwah nabi Muhammad yang tidak pernah gagal.
Daniel : 7 : 14 : “Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemulyaan dan
kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa,
suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya
ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap dan
kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.”
Ayat ini menjelaskan agama Islam yang sempurna. Syariatnya termasuk memuat
sistem pemerintahan.
(Bibel edisi lama) Maleakhi 3 : 2 : “Tetapi siapa gerangan akan menderita hari
kedatangan-Nya, dan siapa tahan berdiri, apabila kelihatanlah Ia,
karena iapun seperti api pandai emas,dan seperti sabun benara.
(Dalam edisi baru : “Sebab ia seperti api tukang pemurni logam
dan seperti sabun tukang penatu).”
Yang dimaksud dengan sabun menara atau sabun tukang penatu adalah
Muhammad, artinya bahwa nabi Muhammad saw membersihkan ajaran agama-
agama terdahulu dari kesalahan-kesalahan yang dibuat umatnya. Dan pada
realitanya Al-Qur’an tampil sebagai pengoreksi kitab-kitab terdahulu. (lihat, al-
Qur’an : Ali Imran : 2-4, al-Maidah : 13).
Berita kehadiran Beliau yang diabadikan dalam kitab-kitab terdahulu
mengisyaratkan keagungan dan kemuliannya sebagai seorang nabi pengemban
amanah menyelamatkan umat dari kegelapan iman menuju cahaya hidayah. Ciri-
ciri nabi terakhir yang dijelaskan dalam kitab-kitab terdahulu inilah yang
mendorong beberapa orang tua untuk menamai anaknya yang lahir dengan nama
“Muhammad” sebagai bentuk harapan anaknyalah yang menjadi Muhammad.
Ibnu Jauzi berkata : “Ada tiga nama Muhammad sebelum Rasulullah saw lahir
5
sebagai bentuk harapan orang tua mereka agar anaknyalah yang menjadi
Muhammad (yang dimaksudkan dalam Taurat), yaitu : Muhammad bin Sufyan
bin Majasyi’, Muhammad bin Ahihah al-Jullah bin Juraisy bin Auf bin Amru bin
Auf bin Malik bin Aus, Muhammad bin Hamran bin Rabiah. Semua orang tuanya
mengerti kitab-kitab terdahulu (lihat Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa Siratihi Hal :
173, Yahya Ismail dan Said Muhammad Sholih Showabi). Dengan penuh
kebahagian dan harapan mereka menanti kelahiran nabi terakhir ini berasal dari
kaum mereka, namun ketika beliau lahir dan ternyata berasal dari kaum Quraisy
yang berarti memutus mata rantai kenabian dari Bani Israil, muncullah bentuk-
bentuk penolakan. Allah swt berfirman dalam al-Quran :
... ملتهم تتبع حتى النصارى وال اليهود عنك ترضى ولن
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. “(al-Qur’an, Surat al-Baqoroh : 120).
b. Nasab Nabi Muhammad saw
Nasab nabi Muhammad saw dari ayahnya adalah Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Mutholib (Syaibah) bin Hasyim (Amru) bin Abdi manaf
(Mughiroh) bin Qusay (Mujammi’) bin Kilab (Hakim) bin Murroh bin Ka’ab bin
Luay bin Gholib bin Fihr* (Quraiys) bin Malik bin Nadr bin Kinanah bin
Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor bin Nazzar bin Ma’ad bin Adnan,
sementara nasab dari ibunya adalah Aminah binti Wahb bin Abd Manaf bin
Zuhroh bin Kilab bin Murroh. (lihat Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa Siratihi Hal :
203-204, Yahya Ismail dan Said Muhammad Sholih Showabi, Maulid al-Barzanji
Natsar, hal 74-75)
Quraisy adalah sebuah keluarga terhormat dari keturunan Ismailiyah.
Salah satu di antara keturunan nabi Ismail ini yang berkuasa adalah Fihr yang
memilki nama lain Quraisy. Pada abad kelima Masehi Qusay (keturunan Quraiys)
berhasil menyatukan suku-suku Quraiys. Mereka mendirikan Dar al-Nadwah
sebagai tempat berkumpulnya pemuka-pemuka Quraiys memusyawarahkan
kepentingan umum. Di tempat inilah Qusay menjalankan urusan administrasi * dalam kitab Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa Siratihi Hal : 203-204, ditulis Qohar. Kemungkinan Fihr memiliki nama Qohar dan Quraiys.
6
pemerintahannya. Ia memasak air dan makanan untuk kepentingan para peziarah
selama musim haji. Dengan cara demikian ini membuktikan sebagai seorang
penguasa yang cakap dan bijaksana. Sepeninggal Qusay anaknya yang bernama
Abdud Dar menjadi penguasa Hijaz. Ia menjadikan Makkah sebagai pusat
pemerintahannya. Sepeninggal Abdud Dar terjadi pembagian kekuasaan antara
putranya dengan putra saudaranya, Abdul Manaf. Putra Abdul Manaf yang
bernama Abdul Syam menangani urusan administrasi sedang putra Abdud Dar
menangani masalah militer. Selanjutnya putra Abdud Dar menyerahkan
kekuasaannya kepada saudaranya yang bernama Hasyim, seorang yang sangat
cakap dalam hal militer, sedang putra Abdus-Syam yang bernama Umayyah
menjadi terseingkir oleh supermasi Hasyim. Ia berusaha merebut kekuasaannya
dari Hasyim dalam sebuah medan perkelahian yang dapat dimenangkan oleh
Hasyim. Oleh dewan hukum dan pengadilan Umayyah dikenai hukuman
pengasingan di luar kota selama sepuluh tahun.
Hasyim, moyang Muhammad, dalam perkawinannya dengan wanita
Madinah melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Syaibah*. Setelah
kematian Hasyim, saudara laki-lakinya yang bernama Mutholib membawa
Syaibah ke Madinah. Orang-orang Madinah menyangka Syaibah sebagai budak
Mutholib maka mereka menyebutnya sebagai Abdul Mutholib. Selanjutnya dalam
sejarah Islam ia lebih dikenal dengan Abdul Mutholib.
Sifat kedermawanan dan kebijaksanaan Abdul Mutholib membawanya
dipercayai dan diakui sebagai pemimpin di tengah-tengah suku Qurays. Namun
Harib, putra Umayah tidak mengakuinya yang menyebabkan dewan hakim
mengusirnya keluar kota seperti hukuman yang pernah diterima oleh ayahnya.
Dan inilah yang menjadi akar permusuhan antara Bani Hasyim dengan Bani
Umayyah.
Abdul Mutholib mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Ketika ia berusia 70 tahun, datang serangan Raja Abrahah, pimpinan
umat Kristen Yaman. Secara tiba-tiba mereka menyerbu kota Makkah dan Ka’bah
* dalam buku, maulid al-barzanji Natsar hal 74 tertulis nama Syaibah, kemungkinan penulisan pada buku Sejarah Islam diatas keliru. Wallahu a’lam
7
dengan mengendarai gajah.* Suatu peristiwa militer yang sangat aneh bagi
masyarakat Arab. Peristiwa ini diabadikan dalam sejarah Islam sebagai Tahun
Gajah (570 M) (lihat, Sejarah Islam, K. Ali, hal 35-38, Syauqi Abu Kholil, Atlas
Al-Qur’an : 179).
* Lihat peta perjalanan bala tentara Gajah untuk menghancurkan Ka’bah.
8
Lalu kemudian tentara Gajah ini hancur sebelum mencapai tujuannya
sebagaimana Allah ceritakan dalam al-Qur’an :
“Tidakkah engkau perhatikan bagaimana tuhanmu telah bertindak
terhadap Tentara Gajah. Bukankah tipu daya mereka untuk menghancurkan
Ka’bah adalah sia-sia, lalu Tuhanmu mengirim kepada mereka Burung Ababil,
yeng melempari mereka dengan batu dari Sijjil (api yang terbakar), dan mereka
menjadi seperti daun yang dimakan ulat. (lihat, al-Qur’an, Surat al-Fill, ayat: 1-5)
Sebelum terjadi peristiwa serangan Abrahah ini, Abdul Mutholib
menitipkan putranya yang bernama Abdullah untuk berlindung di rumah Wahhab,
seorang kepala suku dari suku Bani Zahra. Di rumah inilah Abdullah dikawinkan
dengan Aminah putri Wahhab.
Abdullah hidup bersama Aminah hanya dalam waktu tiga hari di rumah
Wahhab. Kemudian ia meninggalkan istrinya, pergi ke Syiria untuk urusan
perdagangan. Ketika dalam perjalan pulang dari Syiria, ia jatuh sakit di dekat
Madinah dan wafat dengan meninggalkan lima ekor unta, sejumlah biri-biri dan
seorang budak perempuan yang bernama Ummu Aiman. Inilah kekayaan yang
kelak menjadi warisan Muhammad dari ayahnya. (lihat, Sejarah Islam, K. Ali, hal
: 38-39)
Keturunan yang baik dan sifat mulai menjadi cikal bakal Rasulullah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, beliau bersabda :
الل��ه ص��لى الل��ه رس��ول : س��معت يقول األسقع بن واثلة عن
إس�ماعيل ول�د من كنان�ة اصطفى الله : إن يقول وسلم عليه
هاش��م ب��نى قريش من واصطفى كنانة من قريشا واصطفى
هاشم. بنى من واصطفانى
9
“Dari Wasilah bin Asqo’ ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw
bersabda: “Sesungguhnya Allah memilih Kinanah di atara keturunan Ismail, dan
memilih Quraiys dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari
keturunan Quraiys dan memilih saya di antara Bani Hasyim. (lihat, Shohih
Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Imam an-Nawawi, Juz 8 hal. 36)
Pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 571 M, Aminah melahirkan
seorang anak Yatim yang diberi nama Muhammad oleh kakeknya. Dan diberi
nama Ahmad oleh Ibunya. (lihat, Sejarah Islam, K. Ali, hal : 38-39
c. Dalam Gemblengan Ilahi
Muhammad lahir di Makkah al-Mukarramah* dalam keadaan yatim.
Lahirnya Muhammad dalam keadaan yatim tidaklah semata-mata peristiwa alami,
tetapi merupakan sebuah “kreasi” Allah swt (lihat, al-Qur’an, ad-Duha : 6).
Status yatim menyambung ikatan nubuwwah antaranya dengan nabi Musa yang
sama-sama lahir dalam era kegelapan dan menghadapai keadaan yang tidak
kondusif. Pada masa Musa as, setiap bayi lelaki yang lahir akan segera dibunuh
sesuai perintah Fir’aun. Namun ketika Fir’aun menemukan Musa dalam peti
terapung di laut tanpa pengasuh maka timbullah kasih sayang dalam hatinya dan
tergeraklah untuk memeliharanya. Kalaulah Fir’aun tahu bahwa Musa memiliki
ibu niscaya iapun akan membunuh Musa (lihat, al-Quran, Surat Taha : 39, al-
Qoshosh : 7-10). Hal ini juga terjadi pada Muhammad. Pada masa itu tidak jarang
orang membunuh bayi lelaki yang lahir karena takut kelak menjadi saingan dalam
memperoleh kemegahan duniawi. Terlebih lagi dengan berita yang telah
menyebar bahwa Muhammad mengemban misi yang sangat besar untuk
mengubah tatanan masyarakat secara sempurna. Namun melihat keadaan bayi
yang lahir yatim ini timbullah welas asih dari Abu Lahab yang kelak menjadi
dedengkot musuh Rasulullah setelah kenabian beliau. Bahkan Abu Lahab
memerdekakan Tsuaibah, seorang hambanya untuk kemudian menyusui
Muhammad. (lihat Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa Siratihi, hal : 181)
* lihat peta tempat kelahiran Muhammad di Makkah al-Mukarramah
10
2. KONTRIBUSI PEMIKIRAN MUHAMMAD PRA KENABIAN
a. Penderitaan Membentuk Jati Diri
Perjalanan hidup Muhammad penuh dengan duka-lara, setelah ayahnya
meninggal disaat ia masih dalam rahim ibunya, disusul wafatnya ibu tercinta
disaat usianya baru enam tahun, selanjutnya beliau diasuh oleh kakeknya, namun
tak berapa lama sang kakekpun menyusul kedua orang tuanya ketika Muhammad
kecil berusia delapan tahun. Sebelum sang kakek wafat ia berpesan kepada Abu
Tholib untuk menjaga Muhammad, dalam asuhan Abu Tholib yang miskin papa
inilah Muhammad dibesarkan. Walau dalam keadaan miskin papa, tidaklah
menyebabkan cintanya terhadap Muhammad berkurang bahkan Allah ciptakan
tali kasih yang sangat dalam antara Abu Tholib dengan Muhammad sehingga
kemanapun Abu Tholib pergi ia selalu bersama Muhammad. Ketika Muhammad
berusia dua belas tahun ia diajak bersama dalam sebuah perjalan dagang menuju
Syam, dalam perjalanan ini Abu Tholib bertemu seorang pendeta bernama
Buhairo, pada kesempatan ini Buhairo menghidangkan makanan kepada
rombongan dengan tujuan untuk mengamati mereka. Setelah mengamati ia
menemukan ciri-ciri kenabian yang dijelaskan dalam Taurat pada diri
Muhammad, setelah mereka menyantap hidangan tersebut terjadilah percakapan
antara Buhairo dengan Muhammad dan semakin yakinlah Buhairo bahwa
Muhammad akan menjadi seorang Rasul, karenanya ia berpesan kepada Abu
Tholib agar segera pulang dan membatalkan rencananya menuju Syam serta
menjaga Muhammad dari ancamaman Yahudi (lihat, Hayat Rasulillah, Mahmud
Syalbi, hal : 18-23). Fenomena yang penuh penderitaan inilah yang menghantar
Muhammad dalam alam fikir dan renungan, melalui proses ini Muhammad
belajar, merasakan dan memahami beratnya kehidupan sebagai bekal membentuk
jati dirinya (lihat, Hayat Rasulillah, Mahmud Syalbi, hal : 28).
b. Training Kepemimpinan dalam Profesi Pengembala
Hal lain yang menunjang proses tafakkur dan taammul Muhammad adalah
kesempatan menjadi pengembala. Kesempatan ini sebagai training kesabaran
“membina” hewan ternak sebelum terjun membina manusia. Beliau harus bekerja
11
keras dan penuh kewaspadaan untuk menjaga gembalaanya agar tidak dimakan
srigala dan tersesat, profesi ini menimbulkan renungan bahwa demikianlah
perjuangan yang harus ditempuhnya guna menyelamatkan manusia dari terkaman
Iblis dan sekutunya dan menjaga mereka dari kesesatan (lihat, Hayatu Muhammad,
Muhammad Husain Haikal, hal. 135).
Status pengembala adalah profesi tetap para nabi, dalam haditsnya Beliau
bersabda :
بن ج��ابر أخ��برنى ق��ال س��لمة ابو أخبرنى قال شهاب ابن عن
بم�ر وس�لم علي�ه الل�ه ص�لى الل�ه رسول مع كنا قال الله عبد
, أيطب فإن��ه منه باألسود عليكم فقال الكباث نجنى الظهران
رعاها. إال نبى من وهل نعم قال الغنم تراعى أكنت
“Dari Ibnu Syihab ia berkata, telah menyampaikan khabar kepada saya
Abu Salmah, dari Jabir bin Abdullah ia berkata ; “kami bersama Rasulullah saw
pada satu tempat yang bernama Mahru az-Zhohron memilih kibas, lalu
Rasulullah saw bersabda : “pilihlah yang berwarna hitam, karena itu yang lebih
baik, lalu kami berkata : “apakah engkau pernah mengembala kambing, Beliau
bersabda : “tidak ada seorang nabipun yang tidak mengembala. (lihat, Fath al-
Bari bi Syarhi as-Shohihi al-Bukhori, Ibnu Hajar al-Asqqolani, juz 9 hal. 692).
Imam an-Nawawi berkata : Hikmah para nabi mengembala adalah
menjadikan mereka tawadhu’ hati akan bersih karena sering menyendiri, dan
mendidik metode pengembangan nasehat dalam menghadapi masyarakat. (lihat
Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa Siratihi, Hal : 192)
Hasil kreasi dan gemblengan Ilahiyah ini menghantar Muhammad menjadi
seorang yang paling ksatria, memiliki akhlak termulia, keturunan terhormat,
tetangga terbaik, sikap terbijaksana, senantiasa berkata jujur dan amanah serta
terhindar dari perbuatan keji dan hina dina hingga Muhammad menyandang gelar
“al-Amin” dari kaumnya. (lihat, Hayat Rasulillah, Mahmud Syalbi, hal : 24)
c. Kecerdasan dan Kebijaksanaan Muhammad
12
Potensi positif yang ada dalam diri Muhammad hingga menyandang gelar
al-Amin dari kaumnya menyebabkan senantiaa diterima dalam pergaulan sehari-
hari. Ketika usia Muhammad tiga puluh lima tahun kaum Quraiys bermaksud
membangun kembali Ka’bah yang hancur diterjang banjir, rencana pembangunan
Ka’bah itu sendiri sudah ada sebelum kejadian banjir tersebut karena waktu itu
Ka’bah menjadi tempat penyimpanan barang-barang berharga sementara Ka’bah
sendiri belum ada atap sehingga menjadi target pencurian, akan tetapi dongeng
dari nenek moyang mereka bahwa orang yang mengubah Ka’bah akan mendapat
murka dari Tuhannya Ka’bah menyurutkan niat tersebut. Ketika terjadi bencana
banjir yang menghancurkan Ka’bah rencana tersebut semakin kuat mengalahkan
rasa takut mereka, bertepatan dengan kejadian itu sebuah kapal berasal dari mesir
merapat di pelabuhan Jedah. Pemilik kapal itu ada seorang pedagang dari Roma
bernama Baquum yang juga seorang yang ahli dalam bangunan. Mendengar hal
ini Walid bin Mughiroh bergegas menuju Jedah dan bernegosiasi dengan Baquum
tentang rencana tersebut, dan dengan senang hati Baquum menyetujuinya.
Dalam melaksanakan pekerjaan ini kaum Quraisy dibagi menjadi empat
kelompok, setiap kelompok bertugas untuk meratakan dinding Ka’bah terlebih
dahulu kemudian membangunnya kembali. Walid bin Mughiroh tampil sebagai
orang pertama melaksanakan hal tersebut, dengan sedikit rasa takut Walid
memohon kepada Tuhan-tuhannya sebelum menghancurkan sebagian sisi dari
Rukun Yamani. Setelah hal itu kaum Quraisy menantikan kejadian yang akan
menimpa Walid, pada keesokan harinya ternyata Walid tidak tertimpa apapun
barulah kaum Quraisy melaksanakan pembangunan Ka’bah tersebut dengan
tenang.
Ketika pembangunan Ka’bah telah selesai dan tinggal meletakkan Hajar
Aswad terjadilah perselisihan sengit diantara mereka sehingga memakan waktu
lebih dari empat hari karena semuanya merasa lebih berhak untuk meletakkan
Hajar Aswad pada tempatnya. Semua kabilah bertekad agar bisa meletakkan
Hajar Aswad pada tempatnya, bahkan Bani Abdid Dar bersumpah dengan
memasukkan tangan mereka pada satu wadah yang dipenuhi darah sebagai bukti
keseriusan mereka yang kemudian hal ini dikenal La’aqotu ad-Dam (sesendok
13
darah). Melihat situasi yang kritis ini Abu Umayyah bin Mughiroh sebagai orang
tertua diantara mereka tampil menengahi, lalu diambillah kesepakatan bersama :
“barang siapa yang pertama kali masuk melalui pintu As-Shofa maka ialah yang
berhak untuk mengambil kebijakan tentang peletakkan Hajar Aswad tersebut.
Ketika mereka melihat orang yang pertama kali masuk lewat pintu as-Sofa
mereka berkata : ini adalah al-Amin dan kami ridho terhadap keputusannya, lalu
mereka menceritakan hal tersebut kepada Muhammad, mendengar hal ini
Muhammad berfikir sejenak dan selanjutnya ia meminta kain dan
membentangkan kain tersebut lalu mengangkat Hajar Aswad keatas kain tersebut
dengan tanggannya dan kemudian ia meminta setiap pemimpin kabilah untuk
memegang ujung kain tersebut dan kemudian bersama-sama mengangkatnya
menuju tempat Hajar Aswad dan Muhammad mengangkatnya dari kain tersebut
lalu meletakkannya ditempat semula. Dengan keputusan yang sangat cerdas dan
bijaksana ini maka hilanglah perselisihan diantara kaum Quraisy.(lihat, Hayat
Muhammad, Muhammad Husain Haekal, hal 141)
KONTRIBUSI PEMIKIRAN MUHAMMAD PRA KENABIAN
Penderitaan Membentuk Jati Diri
Training Kepemimpinan dalam Profesi Pengembala
Kecerdasan dan Kebijaksanaan
Muhammad
Kemiskinan, yatim-piatu dll
Profesi setiap nabi adalah
pengembala, pengembalaan
adalah training kesabaran, dll.
Peletakan kembali hajar
Aswad, dll.
_ل_̂م ا ي_̀جد̂ك_ أ aآو_ى ي_ت̀يم ) ف_د_ك_6 اال (و_و_ج_ د_ى ض_ ه_ ) ف_د_ك_7 a (و_و_ج_ أ_̂غن_ى) ع_ائًا̀ل ف_
8-6 الضحى( 8
ق���ال ش���هاب ابن عن ق��ال س��لمة ابو أخبرنى
عب��د بن ج��ابر أخ��برنى رس��ول مع كنا قال الله
علي��ه الل��ه ص��لى الل��ه الظه��ران بم��ر وس��لم فق���ال الكب���اث نج���نى
(lihat, Hayat Muhammad, Muhammad Husain Haekal, hal 141), proses peletakan
kembali Hajar Aswad.
14
فإنه منه باألسود عليكم ت�����راعى , أكنت أيطب وه���ل نعم ق���ال الغنم
رعاها. إال نبى من
3. KARAKERISTIK KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW PRIODE
MEKAH
Ketika Muahammad berusia empat puluh tahun, kesedihan semakin
menguasai jiwanya, faktor kesedihan tersebut adalah realita bahwa kaumnya semakin
jauh tenggelam dalam kesesatan sehingga mendorong Muhammad untuk
mengasingkan diri dan merenung mencari solusi dari realita yang terjadi. Dalam
penyendirian inilah mula-mula datangnya wahyu, dan inilah yang menjadi batasan
kongkrit mulainya kerasulan Muhammad saw. Wahyu yang turun masa ini menjadi
cerminan yang sangat jelas untuk mengetahui katrakteristik kepemimpinan
Muhammad saw pada priode Makkah.
a. Konsentrasi pada Aqidah
Nabi Muhammad saw sangat memahami untuk membentuk ikatan
masyarakat yang kokoh hendaklah didasari keyakinan yang benar, sama dan
teguh. Aspek perhatian pertama Rasulullah adalah Tauhid Rububiyah, hal ini
tampak dari wahyu-wahyu pertama* yang turun senantiasa mencantumkan kata
“Rabb” (lihat, QS : Iqro : 1,3, al-Qolam 2,7, al-Muzammil : 8-9, al-Muddatsir :
3,7, al-Fatihah : 2). Kata “Rabb” pada ayat-ayat tersebut menampakkan
keagungan Allah yang mengasuh, membimbing, menjaga dan memelihara alam
semesta. Tauhid Rububiyah ini menjadi jalan penghantar untuk menanamkan
keyakinan pada Tauhid Uluhiyah yang menyatakan bahwa Allah swt semata yang
berhak untuk disembah tanpa sekutu bagi-Nya (lihat, kaifa nata’amalu ma’a al-
Qur’an al-Azim, Yusuf Qordhowi, hal. 50-51). Keyakinan ini mengakar pada jiwa
sahabat Rasulullullah saw hingga para sahabat seperti Bilal, keluarga Yasir, rela
mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan keyakinan tersebut. (lihat, Hayat
* lima wahyu pertama yang turun sesuai urutan adalah surat : Iqro’ al-Qolam, al-Muzammil, al Mudatsir dan al-Fatihah. Lihat al Itqon fi Ulum al-Quran, Imam Jalaluddin as-Sayuti Jilid 1 hal 77.
15
Muhammad, Muhammad Husain Haikal, hal ; 163, Hayatu Rasulillah, Mamud
Syalabi : 50-51). Pada priode inilah Rasulullah menanamkan hakikat keyakinan
yang memiliki tiga unsur :
1. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah swt. (QS : al-An’am : 102)
2. Tiada Wali yang layak kecuali Allah swt (QS : al-An’am : 102)
3. Tiada Hakim yang layak diikuti kecuali Allah swt. (QS: al-An’am : 114).
b. Menanamkan Pemahaman bahwa Islam adalah Agama Universal
Seruan Allah dengan menggunakan kata “Ya Ayyuha an-Nas” yang
merupakan ciri-ciri ayat Makiah* memberikan pemahaman upaya peralihan dari
ekslusif menuju universal. dari kebiasaan masyarakat Quraisy memanggil “Ya
Ma’syara Qurais”, atau seruan Ahl al-Kitab baik Yahudi maupun Nasrani ‘Ya
Ahl al-Kitab” atau “Ya Bani Israil” yang ekslusif pada satu kaum atau aliran saja
menuju seruan “Ya Ayyuha an-Nas” yang universal melampaui setiap masa,
golongan, bahasa dan bangsa.
Seruan universal ini diperjelas lagi dengan isi firman Allah swt : ‘dan
tidaklah kami utus engkau kecuali agar menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS :
al-Anbiya’ 107). Namun untuk mewujudkan dakwah universal ini Rasulullah
menggunakan strategi “tadrij” (bertahap). Dalam dakwah menuju universal ini,
Rasulullah saw melalui tiga tahapan :
1. Menyeru kerabat dekat dengan dakwah “sirri” (QS : as-Syuara’ : 214).
2. Menyeru penduduk Makkah dan sekitarnya dengan dakwah “Jahr” (QS : al-
An’am 92).
3. Menyeru untuk alam semesta (QS : al-Anbiya’ : 107)
c. Pembentukan Akhlak dan Simbol Sosial
Di samping karekteristik diatas, pada priode ini juga Rasulullah saw
sangat menekankan pendidikan akhlak kepada sahabat beliau, baik akhlak
* kecuali kata “Ya Ayyuha an-Nas” dalam surat al-Baqoroh dna al-Haj, tidak termasuk ayat makiah. (lihat, al-Wajiz fi Ulum al-Qur’an, Ahmad Kaftaru, hal. 28)
16
Rabbaniyah yang merupakan hubungan langsung dengan Allah swt seperti
pendalaman ketaqwaan, ikhlas, taubat, tawakkal, raja’, malu, syukur, sabar, ridho,
mahabbah, zuhud, maupun Akhlak Insaniyah yang bersinggungan langsung dengan
sesama manusia seperti jujur, amanah, kasih sayang, keberanian, tawadlu’,
menepati janji, malu, harga diri, bijaksana, sabar, adil, berbuat baik, silaturahmi,
tenggang rasa, menghormati yang lebih tua, mengasihi yang lebih muda,
menghargai tetangga dsb. (lihat, QS : al-Mukminun : 1-8)
Akhlak yang diajarkan Beliau kepada sahabatnya tidak hanya melalui
ucapan, tapi melalui aflikasi perbuatan Rasulullah sehari-hari yang langsung
tampak dan mudah dicerna oleh para sahabat. Metode “Ibda’ binafsika” (memulai
dari diri sendiri) dalam pendidikan Rasulullah menjadi jaminan keberhasilan dan
kualitas dakwah Beliau yang tidak pernah pudar sepanjang masa. Walaupun
demikian, dampak dari dakwah Rasulullah saw yang semakin berhasil tersebut
menyebabkan orang-orang yang dengki terhadap Beliau dan Islam menggusirnya
hingga dengan berat hati Rasulullah saw berhijrah meninggalkan Mekah tempat
beliau dilahirkan menuju ke Madinah al-Munawwarah. Peristiwa Hijrah tersebut
Allah swt abadikan kejadian monumental tersebut dalam al-Qur’an.* (QS : at-
Taubah : 40)
KARAKERISTIK KEPEMIMPINAN
NABI MUHAMMAD SAW PRIODE MEKAH
Konsentrasi pada AqidahMenanamkan
Pemahaman Islam sebagai Agama Universal
Pembentukan Akhlak
1. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah swt. (QS : al-An’am : 102)
1. Menyeru kerabat dekat dengan dakwah “sirri” (QS : as-Syuara’ : 214).
2. Menyeru penduduk
- A ِِِِِِِِِkhlak Rabbaniyah yang merupakan hubungan langsung dengan Allah swt seperti pendalaman ketaqwaan, ikhlas, taubat,
* lihat peta rute perjalanan Hijrah Rasulullah saw dari Mekkah menuju Madinah
17
2. Tiada Wali yang layak kecuali Allah swt (QS : al-An’am : 102)
3. Tiada Hakim yang layak diikuti kecuali Allah swt. (QS: al-An’am : 114).
Makkah dan sekitarnya dengan dakwah “Jahr” (QS : al-An’am 92).
3. Menyeru untuk alam semesta (QS : al-Anbiya’ : 107)
tawakkal, raja’, malu, syukur, sabar, ridho, mahabbah, zuhud,
- Akhlak Insaniyah yang bersinggungan langsung dengan sesama manusia seperti jujur, amanah dsb. (lihat, QS : al-Mukminun : 1-8)
18
Rangkuman Makalah Muhammad sawSang Pemimpin Agama dan Kepala Negara Era Mekah
MUHAMMAD SAWSANG PEMIMPIN AGAMA DAN KEPALA NEGARA
BIOGRAFI
Tanda-tanda hadirnya Muhammad saw
Al-Qur’anInjil
Nasab QuraisyDalam Gemblengan Ilahi Yatim, dll
KONTRIBUSI PEMIKIRAN
MUHAMMAD PRA KENABIAN
Penderitaan Membentuk Jati Diri
Kemiskinan, yatim-piatu dll
Training Kepemimpinan dalam Profesi Pengembala
Profesi setiap nabi adalah pengembala, pengembalaan adalah training kesabaran, dll.
Kecerdasan dan Kebijaksanaan Muhammad
Peletakan kembali hajar Aswad, dll.
KARAKERISTIK KEPEMIMPINAN NABI
MUHAMMAD SAW PRIODE MEKAH
Konsentrasi pada Aqidah
1. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah swt. (QS : al-An’am : 102)
2. Tiada Wali yang layak kecuali Allah swt (QS : al-An’am : 102)
3. Tiada Hakim yang layak diikuti kecuali Allah swt. (QS: al-An’am : 114
Menanamkan Pemahaman bahwa Islam adalah Agama
Universal
1. Menyeru kerabat dekat dengan dakwah “sirri” (QS : as-Syuara’ : 214).
2. Menyeru penduduk Makkah dan sekitarnya dengan dakwah “Jahr” (QS : al-An’am 92).
3. Menyeru untuk alam semesta (QS : al-Anbiya’ : 107)
Pembentukan Akhlak dan
Simbol Sosial*
Ibda’ binafsika, menjadi tonggak
keberhasilan dakwah Rasulullah
19
saw
4. KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW
PRIODE MADINAH
Setibanya Rasulullah saw di Yastrib atau madiah maka lahirlah komunitas Islam
pertama kali yang bebas dan merdeka dibawah pimpinan nabi Muhammad saw.
Komunitas ini terbentuk dari kaum Muhajirin (pengikut nabi yang datang dari Mekkah)
dan kaum Anshor (penduduk Madinah yng telah memeluk Islam dan mengundang
Rasulullah untuk berhijrah ke madinah.) diantara penduduk Madinah sendiri terdapat
komunitas-komunitas lain yang pada waktu itu terdiri dari sisa Aus, Khazraj, orang-orang
Yahudi, Banu Qoinqo’ Banu Quraizoh, di Fadak, Banu Nadzir yang tidak jauh dari sana
dan Yahudi Khaibar di Utara.* (Zakaria Bashier : 2002 : 12)
Disinilah fase baru dalam kehidupan Muhammad saw dimulai yang sebelumnya
beliau berkonsentrasi pada penegakan akidah dan pokok-pokok akhlak maka disini beliau
telah masuk pada penguatan akidah, pembahasan akhlak, syariat dan meletakkan dasar
politik serta organisasi.
A. Membangun Masjid sebagai Simbol Negara Demokrasi
Masjid dan sholat merupakan pendidikan nilai demokrasi yang sangat berharga
yang tidak perbah ditemukan dalam ritual agama selain agama Islam. Diantara nilai-nilai
demokrasi tersebut adalah
- Hak dan kewajiban yang sama terhadap, tanpak pada peraturan melepas
alas kaki ketika akan masuk masjid.
- Setiap Jamaah yang tiba lebih dahulu berhak mendapatkan posisi terdepan
dalam Masjid tanpa membedakan status sosial dan jabatan.
* Simbol Sosial sangat nyata dari bacaan Tahiyat ketika sholat, ketika Rasulullah saw ditawarkan keselamatan, rahmat dan berkat tanpa melibatkan orang lain sebagaimana disebutkan dalam bacaan tahiyat “assalamu alika ayyuha annabiyu warahmatullahi wabarakatuh” Rasulullah mengalihkan “ujian” tersebut bukan hanya untuk Beliau pribadi tapi memunculkan symbol sifat sosial yang tiada tara dengan kata “assalamu alaina wa ala ibadillahi as-sholihin”. Lihat, Ibnu Hajar al-Asqolani, Fath al-Bari, Jilid 11, hal 66. Hadits No. 6265, Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syaukani, Nail al-Author, Kairo : Dar al-hadits, Juz 2, hal. 633
* lihat peta kota Yatsrib dan sekitarnya, serta masjid Quba yang merupakan mesjib pertama kali dibangun oleh Rasulullah saw.
20
- Pemilihan imam (pemimpin) berdasarkan kemampuan dan kelayakan
bukan (pilihan nurani) bukan berdasarkan kepentingan pribadi atau
kelompok, dll.
B. Persaudaraan Umat Islam
Ketika kaum muslimin Mekah hijrah ke Madinah, maka masyarakatnya semakin
bercorak heterogen dalam hal etnis dan keyakinan. Untuk itu nabi menempuh dua cara
yaitu, pertama, menata interen kehidupan kaum muslimin, yaitu mempersaydarakan
antara kaum Muhajirin dan kaum Anshor secara efektif yang bukan didasarkan hubungan
darah atau kabilah, melainkan atas dasar ikatan agama (iman). Kedua, Nabi
mempersatukan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi bersama sekutu-sekutunya
melalui perjanjian tertulis yang dikenal dengan ”Piagam madinah”.
Batu dasar yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan
bernegara pada intinya membahas mengenai :
1. Semua pemeluk Islam meskipun berasal dari banyak suku tetapi merupakan satu
komunitas.
2. hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antar anggota komunitas
Islam lain didasarkan atas prinsip-prinsip : (a) Bertetangga baik, (b). Saling bantu
membantu dalam menghadapi musuh secara bersama, (c). Membela mereka yang
teraniaya, (d). Saling menasehati, (e). Menghormati kebebasan beragama. (M.
Doddy Fachrurrosie : 2000 : 103)
Demikianlah, seluruh kota Madinah dan sekitarnya telah benar-benar menjadi
terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka berkewajiban mempertahankan kota ini dan
mengusir setiap serangan yang datang dari luar, mereka harus bekerjasama antara sesama
mereka guna menghormati segala hak dan segala kebebasan yang sudah disetujui
bersama dalam dokumen tersebut. (Haikal : 1993 : 197)
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa lahirnya piagam Madinah sebagai
pernyataan terbentuknya negara Madinah, sekalipun nabi tidak pernah mengatakan
bahwa Beliau mendirikan negara.
21
C. Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara
Di dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 144 menegaskan bahwa Muhammad saw adalah
seorang Rasul, juga terdapat dalam surat an-Nahl : 44, al-A’raf : 157 dan al-Ahzab : 21.
dalam ayat-ayat tersebut ditemukan bahwa Muhammad saw sebagai Rasul bukan hanya
penyampai dan penjelas keseluruhan wahyu Allahm tetapi juga diberi hak legislatif atau
menetapkan hukum bagi manusia dan menertibkan kehidupan masyarakat. (J. Suyuthi
Pulungan : 1996 : 80)
Perubahan besar yang dialami oleh Nabi dan pengikutnya dari kelompok
powerless (tanpa kekuasaan) menjadi komunitas yang memiliki kekuatan sosial politik
ditandai dengan beberapa peristiwa penting, pada tahun 621 M atau atau yang dikenal
dengan Bai’at al-Aqobah Pertama, sekelompok orang Arab kota Yatsrib berikrar bahwa
mereka tidak akan menyambah selain Allah, akan meninggalkan segala perbuatan jahat
dan mentaati Rasulullah saw dalam segala hal yang benar. Sedangkan pada tahun 622 M,
dikenal dengan Bai’at al-Aqobah Kedua, mereka berjanji akan melindungi Nabi
sebagaimana mereka melindungi keluarga mereka dan akan mentaati Beliau sebagai
pemimpin mereka. Nabipun dalam kesempatan tersebut berjanji akan berjuang bersama
mereka baik untuk berperang maupun untuk perdamaian. Kedua bai’at itu dianggap
sebagai batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam. (J. Suyuti pulungan : 1995 : 78)
Negara Madinah dibentuk dan dipimpin oleh Rasulullah saw, Beliau adalah
seorang Rasul atau wakil Allah yang dikehendaki Allah sendiri untuk menyampaikan
wahyu-Nya dan memberi contoh penerapannya. Beliau juga diberi hak oleh Allah untuk
menetapkan hukumdan hak menertibkan kehidupan masyarakat, baik berdasarkan prinsip
dasar wahyu maupun atas dasar pendapatnya yang disebut dengan ketetapan-ketetapan
Nabi (ahkam an-nabawiyat) disamping kedudukannya sebagai Rasul Allah yang diyakini
sepenuhnya oleh masyarakat muslim, juga mereka terima sebagai pemimpin mereka
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan kata lain, Beliau diyakini sebgai pemimpin agama yang menerima wahyu
dan diterima pula sebagai pemimpin politik. Dengan demikian, negara madinah dizaman
Nabi adalah teoraksi, yaitu negara teoraksi Islam. Nabi Muhammad memposisikan
dirinya pda tingkat persamaan dengan warga umat dan menjamin egalitarian bagi semua
22
pihak, bahkan memberikan peluang kepada para sahabatnya untuk mengemukakan
pendapat mengenai masalah-masalah yang tidak ada penjelasannya dalam wahyu. (J.
Suyuthi Pulungan : 1996 : 86)
Sesuai dengan konsep unsur-unsur penting berdirinya suatu negara, maka dapat
dikatakan masyarakat yang dipimpin oleh Nabi juga merupakan suatu organisasi
masyarakat yang menetap di wilayah tertentu dan memiliki kekuasaan politik dan
kedaulatan yang bebasdan merdeka untuk melaksanakan hukum dan ketertiban dalam
masyarakat. Sedangkan unsur-unsurnya terdiri dari wilayah yaitu Madinah, rakyat yang
terdiri dari golongan-golongan muslim, pemerintah dipegang oleh Nabi dan dibantu oleh
para sahabatnya dan berdaulat berdasarkan pada undang-undang tertulis sebagai
kesepakatan antar golongan untuk membangun masyarakat politik bersama (J Suyuthi
Pulungan : 1995 : 88)
Jelasnya, Muhammad saw berdasarkan fakta historis dan dilihat dari konsep ilmu
politik dan negara mempunyai posisi sebagai kepala negara disamping sebagai Rasul dan
Pemimpin agama. Masyarakat yang dipimpinnya di Madinah disamping sebagai
masyarakat agama, juga sebagai masyarakat politik dapat disebut suatu negara.
C. Mekanisme Pengambilan Keputusan
Dalam hal mekanisme pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang
terjadi sebagaimana petunjuk al-Qur’an nabi mengembangkan budaya musyawarah
dikalangan para sahabatnya, Beliau sendiri meski seorang Rasul amat gemar
berkonsultasi dengan para pengikutnya dalam soal kemasyarakatan tetapi dalam
berkonsultasi Beliau tidak hanya mengikuti satu pola saja, kerapkali Beliau
bermusyawarah hanya dengan beberapa sahabat senior. Tidak jarang pula Beliau hanya
meminta pertimbangan dari orang-orang yang ahli dalam hal yang dipersoalkan atau
profesional. Terkadang Beliau melemparkan masalah-masalah kepada pertemuan yang
lebih besar, khususnya masalah-masalah yang mempunyai dampak bagi masyarakat yang
lebih luas (Munawir Sazali : 1993 : 17).
Dalam al-Qur’an ada dua ayat yang menyatakan pujian terhadap orang-orang
yang melaksanakan musyawarah sebelum mengambil keputusan dan perintah
melaksanakan musyawarah.
23
Dan orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan, mereka mendirikan sholat
sedangkan urusan mereka diselesaikan dengan musyawarah diantara mereka. (QS : as-
Syu’ara : 38)
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam semua urusan dan apabila sudah
mengambil keputusan mengenai suatu perkara maka bertakwalah kepada Allah. (QS : Ali
Imron : 159)
Lain dari pada itu Nabi tidak mengikuti nasehat sahabat. Dalam hal Beliau bersikap
demikian, tidak selalu karena Beliau mendapatkan petunjuk dari Allah swt melalui
wahyu. Dalam beberapa peristiwa Nabi mengambil keputusan yang bertentangan dengan
pendapat sahabat, lalu kemudian turun wahyu yang membenarkan pendapat yang sudah
diterima oleh Nabi itu. (Munawir Sazali : 1993 : 19)
Yang penting dalam pelaksanaan musyawarah dalam pengambilan keputusan
tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip ajaran Islam, yaitu kebebasan, persamaan dan
keadilan. Pendapat yang dijadikan keputusan bukan melihat kepada siapa yang
mengemukakan pendapat itu melainkan bagaimana kualitas pendapt dan dampaknya bagi
kemaslahatan umat bukan untuk kepentingan yang bermusyawarah.
KESIMPULAN
Pada priode Mekkah dakwah nabi terlebih dahulu menekankan pembentukan
akidah, karena kondisi masyarakat di Mekah yang masih sangat dipengaruhi masa
jahiliyah, sehingga sudah sepantasnya membentuk akidah agar mampu menyamakan
persepsi tentang Islam kemudian berkembang pada pemahaman bahwa Islam adalah agama
universal dan pembentukan akhlak serta simbol sosial.
Pada priode Madinah fokus dakwah Rasulullah saw telah mencapai tahap pemantapan
akidah dan menjangkau problema-problema sosial kemasyarakatan, sehingga kapasitas Beliau
sebagi seorang pemimpin agama dan kepala pemerintahan semakin tampak dan memberikan
kontribusi berharga yang tak ternilai bagi umat manusia untuk mecapai kemaslahatan duniawi
dan ukhrowi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.
Abu Kholil, Syauqi, Atlas al-Qur’an, Jakarta Timur : almahira, 2005
Al-Asqolani, Ibnu Hajar, Fath al-Bari Bi Syarhi Shohihi al-Bukhori, Kairo: Dar al-
Hadits, 1998, cetakan I.
Ali, K, Sejarah Islam, Tarikh Pra-Modern, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003.
Al-Qordhowi, Yusuf, Kaifa Nata’amalu ma al-Qur’an al-Azim, Kairo: Darl as-Syuruq,
2000.
An-Nawawi, Imam, Shohih Muslim Bi Syarhi an-Nawawi, Darl- al-Fajri li at-Turats,
1999.
Haikal, Muhammad Husain, Hayat Muhammad, Kairo: Maktabah al-Usroh, Kairo, 2001.
Injil Barnabas.
Injil Perjanjian Lama.
Ismail, Yahya dan Showabi, Said, Muhammad, Sholeh, Ma’a ar-Rasul fi Sairihi wa
Sirotihi. Dirasat Tahliliyat fi as-Sirot an-Nabawiah, Kairo: Maktabah
Ushuluddin al-Azhar.
Khotib, Wadhoh, al-Wajiz fi ulum al-Qur’an, Damaskus: Darl al-Ushoma’, 1999.
25
Munawir Sadjali, Islam dan Tata Negara, Jakarta : UI Press, 1993
M. Doddy Fachrurrozie, Riwayat Nabi Muhammad saw dan Tempat-tempat Suci Agama
Islam, Jakarta : Angkara, 2000
Pulungan, J. Suyuthi, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah dan Pemikirannya, Jakarta : Raja
Grafindo Persada. 1995
Pulungan, J. Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam madinah di Tinjau
dari Pandangan al-Qur’an, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Syalbi, Mahmud, Hayat Rasulillah, Beirut, Darl al-Jail, 1974.
Syaukani, Muhammad, Ali, Muhammad, Nail al-Author, Kairo : Dar al-hadits, 2000, Juz
2, hal. 633
Zakaria, Bashier, Sunshine at Madinah Studies in The Life Of The Prophet Muhammad,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000
26