mp rth_laporan akhir_bab 2

31
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-1 PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR BAB 2 TINJAUAN UMUM KEBIJAKAN TERKAIT PENGEMBANGAN RTH KOTA BANDUNG 2.1 UNDANG-UNDANG NO.26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Undang-Undang No.26 Tahun 2007 merupakan Undang-Undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang yang lebih sempurna dari Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang tersebut selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007, RTH (Ruang Terbuka Hijau) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam UU No.26 Tahun 2007 terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. 2.2 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NO.18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2031 2.2.1 Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang disusun untuk mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang, keserasian pengembangan ruang, dan keefektifan sistem pelayanan. Struktur ruang Kota Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan kota secara berjenjang, pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem jaringan prasarana transportasi.

Upload: boyke-p-sirait

Post on 29-Oct-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laoran green city

TRANSCRIPT

Page 1: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-1

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

BAB 2

TINJAUAN UMUM KEBIJAKAN TERKAIT

PENGEMBANGAN RTH KOTA BANDUNG

2.1 UNDANG-UNDANG NO.26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Undang-Undang No.26 Tahun 2007 merupakan Undang-Undang pokok yang

mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang yang lebih sempurna dari

Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang

tersebut selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan

tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah

dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007, RTH (Ruang Terbuka Hijau) adalah area

memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun

yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam UU

No.26 Tahun 2007 terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau

privat. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga

puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada

wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan

hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.

2.2 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NO.18 TAHUN 2011

TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG

TAHUN 2011-2031

2.2.1 Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur ruang disusun untuk mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang,

keserasian pengembangan ruang, dan keefektifan sistem pelayanan. Struktur

ruang Kota Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan kota secara

berjenjang, pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem

jaringan prasarana transportasi.

Page 2: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-2

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, rencana hierarki pusat

pelayanan wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 3 jenjang, yaitu:

a. Pusat Pelayanan Kota (PPK) melayani seluruh wilayah kota dan/atau

regional;

b. Subpusat Pelayanan Kota (SPK) yang melayani subwilayah kota (SWK);

dan

c. Pusat Lingkungan (PL).

A. PPK (Pusat Pelayanan Kota)

Pusat pelayanan kota yang direncanakan sampai dengan tahun 2031 adalah PPK

Alun-alun dan PPK Gedebage. PPK Alun-alun melayani Subwilayah Kota (SWK)

Cibeunying, Karees, Bojonegara, dan Tegalega, sedangkan PPK Gedebage

melayani Subwilayah Kota Arcamanik, Kordon, Gedebage, dan Ujungberung.

PPK Alun-alun akan dilengkapi sekurang-kurangnya oleh fasilitas:

a. Peribadatan: masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya;

b. Bina sosial: gedung pertemuan umum;

c. Olahraga/rekreasi: komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung

hiburan dan rekreasi, gedung kesenian, dan taman kota;

d. Pemerintahan: kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim,

kantor telekomunikasi wilayah, kantor perusahaan listrik negara (pln)

wilayah, kantor perusahaan daerah air minum (pdam) wilayah, kantor

urusan agama, pos pemadam kebakaran, dan kantor polisi sesuai dengan

struktur yang berlaku di lembaga kepolisian republik indonesia;

e. Perbelanjaan/niaga: pusat perbelanjaan utama (grosir), pasar, pertokoan,

bank-bank, perusahaan swasta, dan jasa-jasa lain.

PPK Gedebage akan dilengkapi sekurang-kurangnya oleh fasilitas :

a. Pendidikan: perguruan tinggi dan perpustakaan;

b. Kesehatan: rumah sakit kelas A;

c. Peribadatan: masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya;

d. Bina sosial: gedung pertemuan umum;

Page 3: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-3

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

e. Olahraga/rekreasi: komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung

hiburan dan rekreasi, gedung kesenian, taman kota, dan gedung seni

tradisional;

f. Pemerintahan: kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor

telekomunikasi wilayah, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah,

kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) wilayah, Kantor Urusan

Agama, pos pemadam kebakaran, dan kantor polisi sesuai dengan struktur

yang berlaku di lembaga Kepolisian Republik Indonesia.

B. SPK (Subpusat Pelayanan Kota)

Pembagian subpusat pelayanan kota (SPK) di Kota Bandung (Tabel 2.1) adalah

sebagai berikut:

a. Subwilayah Kota Bojonagara dengan Subpusat Pelayanan Setrasari,

meliputi Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir;

b. Subwilayah Kota Cibeunying dengan Subpusat Pelayanan Sadang Serang

meliputi Kecamatan Cidadap, Coblong, Bandung Wetan, Sumur Bandung,

Cibeunying Kidul, Cibeunying Kaler;

c. Subwilayah Kota Tegalega dengan Subpusat Pelayanan Kopo

Kencana,meliputi Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa

Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar;

d. Subwilayah Kota Karees dengan Subpusat Pelayanan Maleer, meliputi

Kecamatan Regol, Lengkong, Kiaracondong, Batununggal;

e. Subwilayah Kota Arcamanik dengan Subpusat Pelayanan Arcamanik,

meliputi Kecamatan Arcamanik, Mandalajati, Antapani;

f. Subwilayah Kota Ujungberung dengan Subpusat Pelayanan Ujungberung

meliputi Kecamatan Cibiru, Ujungberung, Cinambo, Panyileukan;

g. Subwilayah Kota Kordon dengan Subpusat Pelayanan Kordon, meliputi

Kecamatan Bandung Kidul, Buah; dan

h. Subwilayah Kota Gedebage dengan Subpusat Pelayanan Derwati, meliputi

Kecamatan Gedebage, Rancasari.

Page 4: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-4

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Kota Bandung

PPK Alun-Alun

SPK Setrasari

SPK Sadang Serang

SPK Kopo Kencana

SPK Maleer

Kecamatan Andir Kecamatan Cidadap Kecamatan Astana Anyar

Kecamatan Regol

Kecamatan Sukasari Kecamatan Coblong Kecamatan Bojongloa Kidul

Kecamatan Lengkong

Kecamatan Cicendo Kecamatan Bandung Wetan

Kecamatan Bojongloa Kaler

Kecamatan Batununggal

Kecamatan Sukajadi Kecamatan Cibeunying Kidul

Kecamatan Babakan Ciparay

Kecamatan Kiaracondong

Kecamatan Cibeunying Kaler

Kecamatan Bandung Kulon

Kecamatan Sumur Bandung

PPK Gedebage

SPK Arcamanik

SPK Ujungberung

SPK Kordon

SPK Derwati

Kecamatan Arcamanik

Kecamatan Ujungberung

Kecamatan Bandung Kidul

Kecamatan Gedebage

Kecamatan Mandalajati

Kecamatan Cibiru

Kecamatan Buahbatu

Kecamatan Rancasari

Kecamatan Antapani

Kecamatan Cinambo

Kecamatan Panyileukan

Sumber: RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031

Sub pusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala subwilayah kota yang

meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi,

pemerintahan, perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada

pada satu lokasi tetapi bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut

berada di dalam wilayah yang dilayaninya. Fasilitas minimum skala subwilayah

kota yang dimaksud antara lain:

a. Pendidikan: perguruan tinggi dan perpustakaan;

b. Kesehatan: rumah sakit kelas C;

c. Peribadatan: masjid dan tempat ibadah lain;

d. Bina sosial: gedung serba guna;

e. Olahraga/rekreasi: stadion mini, gedung pertunjukan, dan taman kota;

f. Pemerintahan: kantor kecamatan, kantor pelayanan umum, Koramil, Kantor

Urusan Agama (KUA)/Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan

Perceraian (BP-4)/balai nikah, pos wilayah pemadam kebakaran, kantor

pos, telekomunikasi, dipo kebersihan, dan gardu listrik;

g. Perbelanjaan/ niaga: pusat perbelanjaan/pasar (eceran aglomerasi);

Page 5: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-5

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

h. Transportasi: terminal transit dan parkir umum.

C. PL (Pusat Lingkungan)

Pusat lingkungan terdiri dari pusat-pusat pelayanan pada sjala kecamatan dan

kelurahan. Pusat Lingkungan paling sedikit dilengkapi oleh fasilitas sebagai

berikut:

a. Pendidikan;

b. Kesehatan;

c. Peribadatan;

d. Bina sosial;

e. Olahraga/rekreasi;

f. Pemerintahan;

g. Perbelanjaan/niaga;

h. Transportasi;

i. TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara).

Page 6: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-6

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.1 Peta Rencana Sub Wilayah Kota (SWK) Kota Bandung 2011-2031

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 7: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-7

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.2 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Bandung 2011-2031

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 8: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-8

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.3 Peta Rencana Kawasan Strategis Kota Bandung 2011-2031

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 9: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-9

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.4 Peta Rencana Jaringan Prasarana Kota Bandung 2011-2031

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 10: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-10

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

2.2.2 Rencana Pola Ruang

A. Rencana Kawasan Lindung

Jenis kawasan lindung yang terdapat di Kota Bandung meliputi kawasan yang

memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan

setempat, ruang terbuka hijau (RTH), kawasan pelestarian alam dan cagar

budaya, kawasan rawan bencana dan kawasan lindung lainnya. Kawasan lindung

yang termasuk dalam rencana pola ruang Kota Bandung adalah sebagai berikut:

A.1 Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya

Yang dimaksud dengan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap

kawasan bawahannya adalah kawasan resapan air di wilayah Bandung

Utara (dengan ketinggian di atas 750 mdpl). Kawasan resapan air adalah

daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan

sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna

sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air, dilakukan

untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada tanah

dan pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun

kawasan yang bersangkutan.

A.2 Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat dalam RTRW Kota Bandung adalah

sebagai berikut:

a. Jalur Sempadan Sungai

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk

sungai buatan/kanal/saluran/irigasi primer, yang mempunyai manfaat

penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan

terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi fungsi sungai dari

kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai

dan mengamankan aliran sungai. Sempadan sungai yang dimaksud dalam

hal ini adalah sempadan Sungai Cikapundung, Sungai Cipamokolan,

Sungai Cidurian, Sungai Cicadas, Sungai Cinambo, Sungai Ciwastra, dan

Sungai Citepus beserta anak-anak sungainya.

Page 11: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-11

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

b. Jalur Sempadan Rel Kereta Api

Jalur sempadan jalan kereta api yaitu kawasan di sisi kiri dan kanan rel

kereta api dengan jarak sekurang-kurangnya 10 meter.

Gambar 2.5 Jalur Sempadan Rel Kereta Api

(Sumber : BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

c. Kawasan di Bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi

Kawasan sekitar jalur udara utama listrik tegangan tinggi diatur dalam

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 14 Tahun 1998 tentang Bangunan.

d. Sempadan Jalan dan Jalan Bebas Hambatan

Sempadan jalan bebas hambatan diatur oleh pengelola jalan bebas

hambatan sesuai dengan rancangan teknis dan peraturan-perundangan

yang berlaku.

Gambar 2.6 Jalur Sempadan Jalan

(Sumber : BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

Page 12: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-12

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

e. Kawasan Sekitar Danau Buatan

Sempadan di kawasan sekitar danau buatan di PPK Gedebage diatur oleh

pengelola jalan bebas hambatan sesuai dengan rancangan teknis dan

peraturan-perundangan yang berlaku.

f. Kawasan Sekitar Mata Air

Sempadan di sekitar mata air dengan lokasi tersebar di Kota Bandung

diatur sesuai dengan rancangan teknis dan peraturan-perundangan yang

berlaku.

Rencana pola pengembangan kawasan lindung setempat ini adalah:

a. menambah jalur hijau jalan di sepanjang jaringan jalan yang ada dan

direncanakan diantaranya koridor Jalan Ir. H. Djuanda, Jl. L.L.R.E.

Martadinata, termasuk jalur hijau Pasupati, sehingga diperkirakan

seluas 2% dari total wilayah Kota Bandung;

b. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan sungai,

jaringan jalan, saluran udara tegangan tinggi, sempadan jalan, dan jalan

bebas hambatan. Sempadan sungai yang perlu diperbaiki antara lain

adalah sempadan Sungai Cikapundung; dan

c. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sekitar danau buatan dan mata

air, antara lain di kawasan Bandung Utara dan rencana kolam retensi di

kawasan Pusat Gedebage.

A.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau terdiri dari:

a. taman unit lingkungan;

b. taman sepanjang sempadan jaringan jalan, jalan tol, rel kereta api,

sungai, irigasi, dan SUTT;

c. kawasan pemakaman; dan

d. hutan kota.

Kawasan ruang terbuka hijau berdasarkan dasar kepemilikan terdiri dari

RTH publik dan RTH privat. Luas RTH di Kota Bandung paling sedikit

adalah 30% (tiga puluh persen), terdiri dari:

Page 13: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-13

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

a. RTH publik (20%) atau memiliki luas lebih kurang 3.400 (tiga ribu empat

ratus) hektar

b. RTH privat (10%) atau dengan luas lebih kurang 1.700 (seribu tujuh

ratus) hektar

Rencana pengembangan kawasan ruang terbuka hijau terdiri dari:

a. RTH taman unit lingkungan dikembangkan secara bertahap dengan

arahan luasan total lebih kurang 2.717 (dua ribu tujuh ratus tujuh belas)

hektar berada di taman PPK Gedebage, taman eks TPA Pasir Impun

dan eks TPA Cicabe serta taman-taman kecamatan dan taman-taman

kelurahan.

b. RTH taman sepanjang sempadan jaringan jalan, sungai dan

dikembangkan secara bertahap dengan arahan luasan total lebih

kurang 392 (tiga ratus sembilan puluh dua) hektar.

c. RTH kawasan pemakaman dikembangkan secara bertahap melalui

revitalisasi pemakaman dan perluasan tempat pemakaman umum di

Nagrog, Ujung Berung dan di Rancacili, Rancasari serta kawasan

pemakaman eksisting dengan luasan total lebih kurang 291 (dua ratus

sembilan puluh satu) hektar.

d. RTH hutan kota dikembangkan di Babakan Siliwangi seluas 3,1 (tiga

koma satu) hektar.

e. Mempertahankan fungsi dan menata RTH.

f. Mengembalikan fungsi RTH yang telah beralih fungsi secara bertahap.

A.4 Kawasan Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Kawasan Taman Hutan Raya Juanda dan kawasan cagar budaya yang

merupakan kawasan pelestarian bangunan fisik dan pelestarian lingkungan

alami yang memiliki nilai historis dan budaya Kota Bandung. Kawasan

Taman Hutan Raya Juanda di Keluarahan Dago, Kecamatan Coblong

memiliki luas lebih kurang 2,94 (dua koma sembilan puluh empat) hektar.

Kawasan ini diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.25

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

Page 14: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-14

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Kawasan cagar budaya di Kota Bandung mencakup:

1. Kawasan Pusat Kota Bersejarah, terdiri dari subkawasan eks

pemerintahan Kabupaten Bandung, subkawasan Kawasan Alun-alun,

subkawasan Koridor Jalan Asia- Afrika, subkawasan Koridor Sungai

Cikapundung, dan subkawasan Koridor Jalan Braga.

2. Kawasan Pecinan/Perdagangan, terdiri dari subkawasan Jalan

Kelenteng, subkawasan Jalan Pasar Baru, subkawasan Jalan Otto

Iskandardinata, subkawasan Jalan ABC, dan subkawasan Jalan

Suniaraja.

3. Kawasan Pertahanan dan Keamanan/Militer, terdiri dari subkawasan

perkantoran Pertahanan dan Keamanan Jalan Sumatera, subkawasan

Jalan Jawa, subkawasan Jalan Aceh, subkawasan Jalan Bali, dan

gudang militer (Jalan Gudang Utara dan sekitarnya).

4. Kawasan Etnik Sunda, terdiri dari subkawasan Lengkong, subkawasan

Jalan Sasakgantung, subkawasan Jalan Karapitan, subkawasan Jalan

Dewi Sartika, dan subkawasan Jalan Melong.

5. Kawasan Perumahan Villa dan non-Villa pada Koridor Jalan BKR,

Koridor Jalan Citarum, Koridor Jalan Diponegoro, Koridor Jalan

Ganesha, Koridor Jalan Ir. H. Djuanda, Koridor Jalan Kiputih, Koridor

Jalan Pandu, Koridor Jalan Pasteur, Koridor Jalan Sangkuriang, Koridor

Jalan Setiabudi, Koridor Jalan Sultan Agung, Koridor Jalan Tamansari,

Koridor Jalan Serang, Koridor Jalan Sawunggaling, Koridor Jalan Sultan

Agung, dan Koridor Jalan Dr. Cipto.

6. Kawasan Industri, terdiri dari subkawasan Arjuna dan subkawasan

Pajajaran.

Page 15: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-15

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.7 Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung

(Sumber : BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

A.5 Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana di Kota Bandung terdiri dari:

a. Rawan bencana kebakaran di permukiman padat;

b. Rawan gerakan tanah dan longsor luasan lebih kurang 1.259,6 hektar;

c. Rawan genangan banjir di Utara jalan tol Purbaleunyi dan 68 (enam

puluh delapan) lokasi;

d. Rawan bencana gempa bumi; dan

e. Rawan bencana letusan gunung berapi dengan luasan lebih kurang

83,4 hektar.

Rencana penanganan kawasan rawan bencana adalah sebagai berikut:

1. Rencana penanganan kawasan rawan bencana kebakaran, terdiri dari:

a. pengembangan sistem proteksi kebakaran pada bangunan; dan

b. peningkatan cakupan pelayanan penangulangan bencana

kebakaran.

2. Rencana penanganan kawasan rawan bencana gerakan tanah dan

longsor terdiri dari:

a. relokasi bangunan di wilayah rawan bencana longsor;

b. pengendalian pembangunan di wilayah rawan gerakan tanah.

Page 16: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-16

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

3. Rencana penanganan kawasan rawan bencana genangan banjir, terdiri

dari:

a. rehabilitasi dan penataan saluran drainase jalan;

b. peningkatan kapasitas saluran drainase jalan;

c. pengendalian terhadap alih fungsi lahan; dan

d. peningkatan peresapan air melalui rekayasa teknis.

4. Rencana penanganan kawasan rawan bencana gempa bumi adalah

dengan pengendalian pembangunan pada kawasan rawan gempa bumi

sesuai dengan tingkat kerentanan bencana.

5. Rencana penanganan kawasan rawan bencana letusan gunung berapi

adalah dengan pengendalian pembangunan pada kawasan rawan

letusan gunung berapi sesuai dengan tingkat kerentanan bencana.

A.6 Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan lindung lain yang dimaksud adalah kawasan perlindungan plasma nutfah

eks-situ Kebun Binatang Bandung. Kawasan perlindungan plasma nutfah

merupakan merupakan areal tempat pengembangan plasma nutfah tertentu dan

tidak membahayakan.

Page 17: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-17

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.8 Peta Titik-Titik Rawan Bencana di Kota Bandung

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 18: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-18

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

B. Rencana Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya terdiri dari kawasan perumahan, perdagangan dan jasa,

perkantoran, industri dan pergudangan, wisata buatan, ruang terbuka non hijau,

ruang sektor informal, ruang evakuasi bencana, dan kawasan peruntukan lainnya.

Rencana pengembangan kawasan budidaya diarahkan pada:

1. Penanganan dan pengendalian alih fungsi bangunan dan guna lahan yang

tidak sesuai dengan peruntukannya khususnya di kawasan yang berfungsi

lindung;

2. Intensifikasi bangunan dan guna lahan yang masih memungkinkan

khususnya di pusat kota; dan

3. Peremajaan kawasan yang menurun kualitas fisiknya di kawasan kumuh.

B.1 Rencana Pengembangan Kawasan Perumahan

Kebutuhan perumahan di Kota Bandung terus meningkat seiring dengan

perkembangan jumlah penduduk. Pada tahun 2000, lahan permukiman

telah memadati Kota Bandung hingga mencapai ±53% dengan luas

8.866,715 Ha (untuk menampung 2.136.260 jiwa). Untuk memenuhi

kebutuhan permukiman dan perumahan sesuai proyeksi pertumbuhan

penduduk tahun 2031 yang mencapai 4.093.322 jiwa dan memperoleh

kualitas lingkungan kota yang baik dan nyaman, Kota Bandung perlu

mempersiapkan rencana pengembangan perumahan dan penataan ulang

kawasan permukiman.

Gambar 2. 9 Kawasan Permukiman Padat di Taman Sari

(sumber: BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

Upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan rencana penataan

kawasan permukiman adalah penataan intensitas kepadatan penduduk

Page 19: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-19

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

serta klasifikasi pengembangan perumahan sesuai kemampuan layanan

wilayah kota. Rencana pengembangan perumahan di Kota Bandung saat

ini dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Perumahan berkepadatan tinggi (rumah susun, flat, atau apartemen):

Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir, Bandung Kulon,

Bojongloa Kidul, Regol, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Astana

Anyar, Lengkong, Sumur Bandung, Buah Batu, Batununggal, Kiara

Condong, Antapani, dan Cibeunying Kidul.

b. Perumahan kepadatan sedang (rata-rata kaveling bangunan

direncanakan berukuran 150 m2):

Kecamatan Bandung Wetan, Bandung Kidul, Cibeunying Kaler,

Mandala Jati, Arcamanik, Rancasari, dan Cibiru.

c. Perumahan kepadatan rendah (rata-rata kaveling bangunan

direncanakan berukuran 200 m2):

Kecamatan Cidadap, Ujung Berung, Gedebage, Cinambo, dan

Panyileukan.

Kepadatan perumahan yang direncanakan ini dilakukan dengan

mempertimbangkan kepadatan penduduk rata-rata per wilayah dan

kecamatan dengan pengembangan secara horizontal yang disesuaikan

dengan ketersediaan ruang. Rencana ukuran kaveling perumahan dan

kepadatan hunian tersebut menunjukkan bahwa pengembangan

perumahan di Kota Bandung semakin terbatas. Pengembangan perumahan

cenderung makin intensif di wilayah kota dan makin ekstensif ke wilayah

luar Kota Bandung.

Dengan rencana rata-rata kaveling perumahan yang terbatas ini tidak

berarti perumahan dengan kaveling besar terutama di lokasi perumahan

terencana (perumahan lama yang prestisius) yang menjadi ciri khas Kota

Bandung di wilayah Bandung Barat dilarang, tetapi sebaliknya tetap

dipertahankan dalam kerangka perlindungan cagar budaya.

Page 20: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-20

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2. 10 Kawasan Perumahan di Kota Bandung

(sumber: BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

Gambar 2. 11 Rumah Susun di Wilayah Ujungberung

(sumber: BAPPEDA Kota Bandung, 2012)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan revitalisasi kawasan

pemukiman di wilayah pusat-pusat perkembangan kota, yaitu melalui

program pengembangan permukiman vertikal. Permukiman vertikal dapat

dilakukan pada lahan yang dialokasikan untuk fungsi permukiman dan juga

fungsi campuran (mixed use), kecuali pada kawasan yang telah ditetapkan

sebagai cagar budaya, atau kapasitas prasarananya terbatas, dan kawasan

dengan tingkat pelayanan jalan rendah.

Kebijakan pembangunan perumahan secara vertikal diterapkan pada

perencanaan perumahan di kawasan sekitar inti pusat kota, yang saat ini

merupakan kawasan sangat padat yang sebagian besar merupakan slum

area (daerah kumuh) dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang

Page 21: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-21

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

mendekati 80% - 90%, sementara nilai lahannya sangat strategis dan

bernilai ekonomi tinggi.

Pada kawasan permukiman sangat padat dan slum area akan dilakukan

urban renewal dan revitalisasi sehingga tercapai kualitas lingkungan yang

baik, baik dengan cara pendekatan land consolidation (konsolidasi lahan)

maupun land sharing (sharing lahan). Urban renewal dan redevelopment

direncanakan pada beberapa daerah kumuh antara lain di Kelurahan

Tamansari, Andir, Braga, Cigondewah, Cicadas, dan Kiara Condong di atas

tanah milik pemerintah daerah.

B.2 Rencana Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa

Pola ruang kawasan perdagangan dan jasa dalam RTRW Kota Bandung

2011-2031 terdiri atas kawasan jasa, kawasan perdagangan dan sektor

informal. Kawasan jasa meliputi kegiatan berikut ini:

a. Jasa keuangan, meliputi bank, asuransi, keuangan non bank, dan pasar

modal;

b. Jasa pelayanan, meliputi komunikasi, konsultan, dan kontraktor;

c. Jasa profesi, meliputi pengacara, dokter, dan psikolog;

d. Jasa perdagangan, meliputi ekspor-impor dan perdagangan berjangka;

dan

e. Jasa pariwisata, meliputi agen dan biro perjalanan dan penginapan.

Kawasan perdagangan dan jasa tersebut direncanakan untuk

dikembangkan sebagai berikut:

a. Pengembangan kegiatan jasa profesional, jasa perdagangan, jasa

pariwisata, dan jasa keuangan ke wilayah Bandung Timur;

b. Pengembangan kegiatan jasa profesional, jasa perdagangan, jasa

pariwisata, dan jasa keuangan di SPK wilayah Bandung Timur, SPK

Sadang Serang, serta sisi jalan arteri primer dan arteri sekunder sesuai

dengan peruntukannya; dan

c. Pembatasan konsentrasi perkantoran di wilayah Bandung Barat.

Page 22: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-22

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

B.3 Rencana Pengembangan Kawasan Perkantoran

Perkantoran yang dimaksud dalam pembahasan ini meliputi perkantoran

pemerintahan. Kegiatan pemerintahan yang ada di Kota Bandung terdiri

dari kegiatan pemerintahan berskala nasional, regional, dan kota. Rencana

pengembangan kawasan perkantoran Kota Bandung dilaksanakan dengan

mempertahankan perkantoran pemerintah berskala nasional, provinsi, dan

kota pada lokasi yang sudah berkembang serta mengembangkan

perkantoran pemerintahan baru di PPK Gedebage:

a. Perkantoran Pemerintah Tingkat Nasional

Perkantoran pemerintah pusat berskala nasional yang ada di Kota

Bandung seperti PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), PT. Barata, PT.

INTI, PT. LEN, PT. Pos Indonesia, PT. Kereta Api (KA), PT. TELKOM,

serta sejumlah balai penelitian berskala nasional dan internasional

seperti LAPAN, BATAN, Puslitbang Jalan, Puslitbang Air, Lembaga

Pasteur, Lembaga Metrologi, Geologi Tata Lingkungan, dan

sebagainya, sebaiknya tetap dipertahankan keberadaannya, agar bisa

berafiliasi langsung dengan lembaga-lembaga pendidikan (tinggi) yang

ada di Kota Bandung.

b. Pemerintahan Tingkat Provinsi dan Kota

Kota Bandung mengemban fungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi

Jawa Barat, maka fasilitas pemerintahan yang ada di Kota Bandung

tidak hanya fasilitas pemerintahan kota saja tetapi juga fasilitas

pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Rencana pengembangan kawasan

pemerintahan ini adalah mempertahankan perkantoran pemerintah

berskala nasional, provinsi dan kota pada lokasi saat ini.

B.4 Rencana Pengembangan Kawasan Industri dan Pergudangan

Sektor perindustrian yang akan dikembangkan di Kota Bandung berupa

sektor industri ringan, pergudangan, dan rumah tangga yang ramah

lingkungan, sehingga industri polutif harus keluar dari wilayah Kota

Bandung. Hal ini selain sesuai dengan visi dan misi Kota Bandung, yaitu

menjadi kota jasa, juga mempertimbangkan kondisi fisik Kota Bandung

yang sudah tidak mungkin dikembangkan untuk industri berat, khususnya

Page 23: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-23

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

yang tidak berwawasan lingkungan seperti yang rakus air, berpolusi udara

tinggi, dan lain-lain.

Rencana pengembangan kawasan industri ini adalah sebagai berikut:

Relokasi industri yang tidak ramah lingkungan dan menimbulkan

dampak terhadap lalu lintas dan jaringan jalan ke wilayah luar kota

secara bertahap;

Mempertahankan industri kecil dan menengah ramah lingkungan yang

ada di lingkungan perumahan;

Pengalihfungsian industri yang tidak ramah lingkungan menjadi kegiatan

jasa dan perumahan;

Pembatasan kawasan pergudangan di Wilayah Bandung Barat dan

diarahkan untuk dikembangkan ke Wilayah Bandung Timur.

B.5 Rencana Pengembangan Wisata Buatan

Rencana pengembangan kawasan wisata buatan adalah sebagai berikut:

Mempertahankan kawasan dan bangunan bersejarah;

Pengembangan obyek wisata di wilayah Bandung Timur;

Mempertahankan obyek wisata pendidikan dan wisata budaya kota;

Pengembangan sarana konferensi ke arah wilayah Bandung Timur;

Pengendalian dan pembatasan kegiatan hiburan di lokasi sekitar

kegiatan peribadatan, pendidikan, dan perumahan.

B.6 Rencana Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)

Rencana pengembangan kawasan ruang terbuka non hijau terdiri dari:

RTNH publik, yaitu lapangan terbuka non hijau yang dapat diakses oleh

masyarakat secara bebas;

RTNH privat, yaitu plaza milik swasta atau perorangan yang dapat

diakses oleh masyarakat sesuai ketentuan yang ditetapkan.

B.7 Rencana Pengembangan Ruang Kegiatan Sektor Informal

Rencana pengembangan ruang kegiatan sektor informal di Kota Bandung

adalah sebagai berikut:

Page 24: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-24

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Pembatasan ruang publik yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan

untuk kegiatan sektor informal;

Kewajiban dan insentif bagi sektor formal dalam penyediaan ruang

paling kurang 10% untuk kegiatan sektor informal;

Pemanfaatan ruang publik untuk kegiatan PKL hanya diperbolehkan

pada lokasi dan waktu sesuai dengan yang ditetapkan oleh peraturan

perundangan; dan

Ketentuan lainnya yang harus diatur adalah batas gangguan yang

diijinkan, ketentuan ketertiban, kebersihan dan keindahan kota,

perlindungan terhadap fungsi utama ruang publik, serta keamanan dan

keselamatan pengguna ruang publik.

B.8 Rencana Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana

Rencana pengembangan ruang evakuasi bencana di Kota Bandung adalah

sebagai berikut:

Pengembangan ruang evakuasi bencana banjir diarahkan di Taman

Tegallega di Kecamatan Regol dan Stadion Utama Sepakbola di

Kecamatan Gedebage;

Pengembangan ruang evakuasi bencana longsor diarahkan di Taman

Gasibu dan Sasana Budaya Ganesha di Kecamatan Bandung Wetan,

dan Sport Centre Jawa Barat di Kecamatan Arcamanik;

Pengembangan taman-taman lingkungan berupa taman skala Rukun

Tetangga (RT), taman skala Rukun Warga (RW), lapangan olahraga,

atau ruang terbuka publik lainnya menjadi titik atau pos evakuasi skala

lingkungan di kawasan perumahan;

Pengembangan ruang evakuasi bencana gempa bumi berupa

pemanfaatan ruang terbuka publik yang cukup besar seperti di alun-alun

kota, lapangan-lapangan olahraga, halaman/gedung sekolah, dan lain-

lain sebagai ruang evakuasi skala kota;

Pengembangan ruang evakuasi bencana kebakaran diarahkan di

taman-taman lingkungan skala RW dan skala RT, lapangan olahraga,

atau ruang terbuka publik.

Page 25: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-25

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

B.9 Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Lainnya

Rencana pengembangan kawasan peruntukan lainnya di Kota Bandung terdiri

dari, kawasan pertahanan dan keamanan, kawasan pertanian, serta kawasan

pelayanan umum pendidikan, kesehatan, dan peribadatan.

Page 26: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-26

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.12 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Bandung Tahun 2011

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 27: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-27

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 2.13 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Bandung 2011-2031

(Sumber : RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 28: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-28

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

2.3 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NO.7 TAHUN 2011 TENTANG

PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

Peraturan Daerah Kota Bandung No.7 Tahun 2011 menyebutkan mengenai

kewajiban pihak Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan ruang terbuka

hijau (RTH) dalam rangka menjaga keberadaan dan keberlangsungan RTH.

Pengelolaan RTH dilakukan berlandaskan pada asas manfaat, selaras, seimbang,

terpadu, keberlanjutan, keadilan, perlindungan, dan kepastian hukum.

Pengaturan pengelolaan RTH dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan

arahan dalam rangka tertib pengelolaan RTH, serta menyelenggarakan

pengelolaan RTH secara secara terencana, sistematis, dan terpadu. Pengaturan

tersebut juga bertujuan menjamin kepastian hukum dalam menjaga dan

melindungi ketersediaan RTH dari alih fungsi lahan serta meningkatkan peran dan

tanggung jawab aparatur dan masyarakat dalam mengelola RTH.

Tujuan pengelolaan RTH adalah sebagai berikut :

a. menjaga keberadaan dan keberlangsungan RTH yang telah ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;

c. mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan

di perkotaan;

d. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih,

aman dan nyaman; dan

e. meningkatkan optimalisasi pemanfaatan RTH.

Pengelolaan RTH diarahkan untuk meningkatkan fungsinya sebagai berikut :

a. Fungsi ekologis, yang terdiri dari :

pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati;

pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; dan

pengendali tata air.

b. Fungsi sosial dan budaya, yang terdiri dari :

sarana bagi warga kota untuk berinteraksi;

Page 29: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-29

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

tempat rekreasi;

sarana pengembangan budaya daerah;

sarana peningkatan kreatifitas dan produktivitas warga kota; dan

sarana pendidikan, penelitian dan pelatihan.

c. Fungsi ekonomi, yang terdiri dari :

sarana ekonomi dalam rangka transaksi komoditas produktif; dan

sarana dalam rangka penambahan nilai dari lingkungan.

d. Fungsi estetika, yang terdiri dari :

sarana dalam rangka meningkatkan kenyamanan dan keindahan

lingkungan;

sarana dalam rangka meningkatkan harmonisasi dan keseimbangan

antara ruang terbangun dan ruang tidak terbangun.

Peningkatan fungsi RTH sebagaimana tersebut di atas harus memberikan

manfaat bagi masyarakat di daerah yang mencakup :

a. manfaat langsung yang bersifat nyata (tangible) dan cepat, dalam bentuk

keindahan (estetika) dan kenyamanan, sarana penelitian, pendidikan dan

penyuluhan, sarana rekreasi aktif dan pasif, sarana aktivitas sosial bagi

warga kota, serta sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; dan

b. manfaat tidak langsung yang berjangka panjang dan bersifat tidak nyata

(intangible), yaitu persediaan cadangan air tanah, pengendali polusi udara,

tanah dan air, serta penyeimbang ekosistem kota.

Pengelolaan RTH merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen

perencanaan penataan ruang daerah, dengan ruang lingkup mencakup

perencanaan pemanfaatan RTH, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan

evaluasi. Objek pengelolaaan RTH yang dimaksud di sini meliputi seluruh RTH

yang ada dalam lingkup wilayah Kota Bandung.

Perencanaan pemanfaatan RT meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. kebijakan penyusunan master plan;

b. kebijakan penetapan tipologi RTH dan jenis RTH;

c. kebijakan penyusunan desain teknis;

Page 30: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-30

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

d. kebijakan penyusunan estimasi pembiayaan sesuai dengan besaran dan

jenis RTH; dan

e. penjadwalan.

Master plan ditujukan untuk memudahkan penataan RTH, melalui penetapan luas

RTH yang dijabarkan ke dalam masing-masing kawasan. Pihak Pemerintah

Daerah menyusun master plan dengan berpedoman pada dokumen perencanaan

ruang di daerah serta sedikitnya memuat :

a. Zonasi pemanfaatan RTH sesuai dengan jenis RTH sebagaimana diatur

dalam Peraturan Daerah ini; dan

b. Analisis kebutuhan RTH sesuai dengan pola sebaran sub wilayah kota

yang terdiri dari : penetapan luas RTH, jenis dan kriteria vegetasi, serta

elemen estetika pendukung RTH.

Perencanaan RTH didasarkan pada tipologi RTH yang terdiri dari :

A. Aspek fisik, meliputi RTH alami dan RTH non alami (binaan)

Perencanaan pengelolaan RTH alami diarahkan pada pelestarian habitat

liar alami dan kawasan lindung. Perencanaan pengelolaan RTH non alami

diarahkan pada upaya peningkatan kualitas lingkungan perkotaan dan

pemahaman masyarakat melalui pembinaan terhadap ketersediaan RTH

berupa taman, hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau sempadan sungai,

jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, taman pemakaman umum (TPU),

kebun pembibitan dan sabuk hijau (green belt).

B. Aspek fungsi, meliputi fungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan

ekonomi.

Perencanaan aspek fungsi ekologis, sosial budaya, ekonomi dan estetika

bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas hidup

masyarakat di Daerah.

C. Aspek struktur ruang, meliputi pola ekologis yang berbentuk mengelompok,

memanjang dan tersebar sesuai dengan jenis RTH; serta pola planologis

yang mengikuti hierarki dan struktur ruang perkotaan.

D. Aspek kepemilikan, meliputi RTH publik dan RTH privat.

Perencanaan penyediaan RTH publik menjadi tanggung jawab Pemerintah

Daerah yang dilakukan secara bertahap, sedangkan perencanaan

Page 31: Mp Rth_laporan Akhir_bab 2

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 2-31

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

penyediaan RTH privat menjadi tanggung jawab orang pribadi atau badan

berdasarkan. RTH Publik terdiri dari taman dan hutan kota, jalur hijau jalan,

jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi,

taman pemakaman umum (TPU), dan kebun pembibitan. RTH Privat terdiri

dari taman rekreasi, taman perumahan, taman lingkungan perkantoran dan

gedung komersial, kebun binatang, pemakaman umum yang berasal dari

wakaf, lapangan olah raga, lahan pertanian perkotaan, jalur di bawah

tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), jalur rel kereta api, taman atap (roof

garden), dan taman dinding (wall garden).

Dalam Perda ini juga disebutkan bahwa pihak Pemerintah Daerah mengupayakan

peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH. Hal tersebut

dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai

dengan pengendalian, melalui kegiatan antara lain penyuluhan dan sosialisasi,

pendidikan dan pelatihan, serta bantuan teknis dan pemberian stimulasi bibit

tanaman.