mengukur jumlah eritrosit

Upload: rizki-amaliyah

Post on 16-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Mengukur Jumlah EritrositE.PembahasanPada praktikum kali ini bertujuan menghitung jumlah Sel darah merah pada darah manusia. Alat-alat yang praktikan gunakan adalah toma hemasitometer (chounting chamber), pipet khusus bertanda 101, bilik hitung, blood lancet steril (disposable), etil alkohol 70%, kapas dan larutan hayem.Pada praktikum ini, praktikan menggunakan darah 1 orang naracoba sebagai sampel. Saat pengambilan sampel, naracoba tersebut berumur 20 tahun 7 bulan. Naracoba tersebut memiliki golongan darah O dengan berat badan 49 kg dan tinggi 153 cm.Pada perhitungan menggunakan bilik hitung, didapatkan hasil, pada bagian kiri atas bilik hitung terdapat 93 sel darah merah, pada bagian kanan atas bilik hitung terdapat 94 sel darah merah, pada bagian kanan bawah terdapat 79 sel darah merah, pada bagian kiri bawah terdapat 94 sel darah merah dan pada bagian tengah dari bilik hitung terdapat 104 sel arah merah. Kemudian hasil tersebut dijumlahkan, sehingga sel darah merah yang terdapat pada bilik hitung tersebut terdapat 464 sel. Kemudian hasil tersebut dikalikan dengan 10.000 sehingga jumlah SDM per mm3sebanyak 4.640.000. Hal ini berarti, pada setiap mm3darahnya terdapat sekitar 4,6 juta eritrosit. Untuk wanita sehat memiliki kira-kira 4,5 juta eritrosit dalam setiap mm3darah. Sehingga konsntrasi eritrosit ada naracoba ini mendekati normal.Konsentrasi eritrosit selalu mendekati normal, setiap perubahan dari nilai normal digunakan sebagai indikator bagi beberapa gangguan . nilai normal konstan konsentrasi eritrosit menggambarkan kenyataan bahwa laju produksi dan dektruksi sel benar-benar seimbang. Pria sehat mempunyai kira-kira 5 juta eritrosit dalam setiap mm3 darah.wanita sehat mempunyai kira-kira 4.5 juta eritrosit dalam setiap mm3darah. Pengaruh komulatif pemakaian dan perusakan mencapai derajad kritis bagi setiap sel, pada titik ini eritrosit dirusak dan dibersihkan dari peredaran oleh sel fagosit sistem retikuloendotelial. Lama hidup eritrosit mengikuti distribusi dengan rata-rata lama hidup kira-kira 127 hari.Keutuhan bentuk eritrosit sangat tergantung pada tekanan osmosis medium sekitarnya. Pada kondisi hipotonik akan mengalami pembengkakan kemudian ruptur ( hemolisis). Hemolisis pada isotonik terjadi karena agen-agen yang merusak permukaan, seperti : sabun, detergen, atau kloroform. Sitoskeleton berfungsi untuk mengatur bentuk membran eritrosit sehingga bentuknya fleksibel. Krenasi terjadi jika sel darah merah berada dalam lingkungan yang hipertonis.Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa sekitar 4,5-6 juta sel per mm3(pada laki-laki) dan 4-5,5 juta sel per mm3(pada perempuan). Polisitemia (polycytemia) adalah suatu kondisi jumlah eritrosit meningkat sangat nyata di dalam sirkulasi. Anemia adalah kondisi kemampuan tubuh dalam mengangkut oksigen berkurang karena berkurangnya jumlah SDM atau Hb. Menurut Benson et al. (1999) beberapa faktor yang mempegaruhi jumlah eritrosit antara lain :1.Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasipada tempat tinggi (pegunungan) atau sering disebut physiological polycithemia.2.Patologis karena adanya tumor pada sumsum tulang, maka jumlah SDM dapat mencapai 10-11 juta sel permm3, hal ini disebut polycithemia vera.

Pembentukan Sel Darah MerahPada beberapa minggu pertama kehidupan embrio di dalam kandungan, sel-sel darah merah dihasilkan dalam kantong kuning telur. Beberapa bulan kemudian, pembentukan terjadi di hati, limpa, dan kelenjar limfa. Sesudah bayi lahir, sel darah merah dibentuk oleh sum - sum tulang. Akan tetapi, kira-kira di usia 20 tahun, sumsum bagian proksimal tulang panjang sudah tidak menghasilkan sel darah merah lagi. Sebagian besar sel darah merah dihasilkan dalam sumsum tulang membranosa (seperti: vertebral, sternum, iga, dan pelvis).Dengan meningkatnya usia, sumsum tulang menjadi kurang produktif. SeI yang dapat membentuk sel darah merah adalah hemositoblas atau sel induk mieloid yang mampu berkernbang menjadi berbagai jenis sel (pluripoten). Sel ini terdapat di sumsum tulang dan akan membentuk berbagai jenis sel darah putitr, eritrosit, dan megakariosit (pembentuk keping darah). Eritrosit yang terbentuk akan keluar dan menembus membran memasuki kapiler darah (diapetlesis). Selain membentuk eritrosit, hemositoblas juga membentuk sel plasma, limfosit b, limfosit c, monosit, dan fagosit-fagosit lain.Umur (lifepan) eritrosit dalam sirkulasi berksar antara 120 hari pada laki-laki dan 100 hari pada wanita. Setelah melampaui batas umur tersebut eritrosit akan kehilangan kemampuan metabolismekemudian dihancurkan oleh limfe, hati, sumsum tulang dan sel retikuloendothelial. Sebagian besat komponennya akan dimanfaatkan kembali, seperti besi, hem, asam amino dan globin. Cincin protoporfirin yang tidak digunakan lagi akan dikatabolisme di dalam sel retikuloendothelial menjadi pigmen empedu, kemudian diekskresikan lewat urin dan feses. Alfa methana dan heme diosidasi menjadi biliverdin kemudian bilirubin dan masuk ke dalam hati, kemudian menjadi urobilinogen yang diekskresikan dalam bentuk sterkobilin yaitu warna kuning pada feses dan urobilinogen yaitu warna kning pada urin.Untuk menjaga jumlah nornal eritrosit, tubuh harus menghasilkan sel dewasa baru pada kecepatan 2 juta setiap detik. Pada orang dewasa, produksi eritrosit mengambil tempat di jaringan mieloid yang terletak di sumsum tulang dari tulang kranial, rusuk, dada, korpus vertebra, epifisis proksimal humerus, dan femur. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoesis.Eritropoesis dimulai dari transformasi hemositoblas menjadi rubriblas. Selanjutnya sel intermediat lain terbentuk sampai tahap akhir pembentukan eritrosit tercapai. Sintesis Hb dan hilangnya inti menandai urut-urutan perkembangan eritropoesis. Rubriblas menglami beberapa tahap diferensiasi dalam urut-urutan tersebut. Pertama-tama rubriblas berubah menjadi prorubrisit. Kemudian prorubrisit berkembang menjadi rubrisit, sel pertama dalam urutan yang mulai mensintesis Hb. Kemudian rubrisit berkembang menjadi metarubrisit. Dalam metarubrisit sintesi Hb ada tingkat meksimum dan inti hilang karena di buang. Pada tahap berikutnya, metarubrisit berkembang menjadi retikulosit yang seterusnya menjadi eritrosit, atau sel darah merah dewasa.F.KesimpulanJumlah SDM pada naracoba yang dijadikan sampel sekitar4.640.000 SDM/mm3. Hal ini berarti, pada setiap mm3darahnya terdapat sekitar 4,6 juta eritrosit. Untuk wanita sehat memiliki kira-kira 4,5 juta eritrosit dalam setiap mm3darah. Sehingga konsntrasi eritrosit ada naracoba ini mendekati normal.

Darah merupakan suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut dengan plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interselular yang berbentuk plasma. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat yang dalam artiannya menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan integritas. Darah yang merupakan suspensi tersebut terdapat gen, dimana gen merupakan ciri-ciri yang dapat diamati secara kolektif atau fenotifnya dari suatu organisme. Pada organisme diploid, setiap sifat fenotif dikendalikan oleh setidak-tidaknya satu pasang gen dimana satu pasang anggota tersebut diwariskan dari setiap tertua. Jika anggota pasangan tadi berlainan dalam efeknya yang tepat terhadap fenotifnya, maka disebut alelik. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen tunggal, misalnya gen yang mengendalikan sifat keturunannya (Subowo. 1992).Golongan darah pada manusia bersifat herediter yang ditentukan oleh alel ganda. Golongan darah seseorang dapat mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Sistem penggolongan yang umum dikenal dalam sistem ABO. Pada tahun 1900 dan 1901 Landstainer menemukan bahwa penggumpalan darah (Aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Pada orang lain lagi, campuran tersebut tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan hal tersebut Landstainer membagi golongan darah manusia menjadi 4 golongan, yaitu: A, B, AB, dan O. Dalam hal ini di dalam eritrosit terdapat antigen dan aglutinogen, sedangkan dalam serumnya terkandung zat anti yang disebut sebagai antibodi atau aglutinin(Kimball, 1990).Golongan darah menurut system ABO, pada permulaan abad ini K. Landsteiner menemukan bahwa penggumpalan darah kadang-kadang terjadi apabila sel darah merah seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi maka Landsteiner membagi orang menjadi tiga golongan yaitu A, B, dan O. Golongan keempat yang jarang ditemui yaitu golongan darah AB telah ditemukan oleh dua orang mahasiswa Landsteiner yaitu A. V. Von Decastelo dan A. Sturli pada tahun 1902. Golongan darah menurut system MNSs, dalam tahun 1972 K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang disebut antigen-M dan antigen-N. Dikatakan bahwa sel darah merah seseorang dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut. Golongan darah menurut sistem Rh, K. Landsteiner dan A. S. Wiener pada tahun 1940 menemukan antigen baru lagi yang dinamakan faktor Rh (singkatan dari kata Rhesus, ialah sejenis kera di India yang dulu banyak dipakai untuk penyelidikan darah orang). Golongan darah dibedakan atas dua kelompok, yaitu: Golongan darah Rh positif (Rh+) ialah orang yang memiliki antigen Rh dalam eritrositnya sehingga waktu darahnya dites dengan anti serum yang mengandung anti Rh maka eritrositnya menggumpal, golongan darah Rh negatife (Rh-) ialah orang yang tidak memiliki antigen Rh di dalan eritrositnya, sehingga eritrositnya tidak menggumpal pada waktu dites (Suryo, 2001).Darah mempunyai fungsi antara lain: mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, mengangkut karbondioksioda dari jaringan tubuh ke paru-paru, mengangkut sari-sari makanan ke seluruh tubuh, mengangkut sisa-sisa makanan dari seluruh jaringan tubuh ke alat-alat ekskresi, mengangkut hormon dari kelenjar endokrin ke bagian tubuh tertentu, mengangkut air untuk diedarkan ke seluruh tubuh, menjaga stabilitas suhu tubuh dengan memindahkan panas yang dihasilkan oleh alat-alat tubuh yang aktif ke alat-alat tubuh yang tidak aktif, menjaga tubuh dari infeksi kuman dengan membentuk antibodi (Abbas, 1997).Abbas, M. 1997.Biologi.Yudistira. Jakarta.Subowo, 1992.Histologi Umum. Bumi Aksara. Jakarta.Kimball, J. W. 1990.Biologi Jilid 1, 2, dan 3. Erlangga. Jakarta.Suryo,2001.Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarata.