laporan hitung eritrosit
DESCRIPTION
membahas tentang cara menghitung eritrositTRANSCRIPT
MENGHITUNG ERITROSIT
I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat memahami hitung eritrosit.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung eritrosit pada darah propandus.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung eritrosit pada darah probandus.
b. Tujuan instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara menghitung eritrosit pada darah probandus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah eritrosit per μl darah probandus.
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil hitung eritrosit pada darah probandus.
II. METODE
Manual
III. PRINSIP
Darah diencerkan dalam pipet eritrosit dengan larutan isotonis, kemudian dimasukkan
kedalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan
faktor konersi jumlah eritrosit per μl darah diperhitungkan.
IV. DASAR TEORI
Darah adalah cairan tubuh khusus yang memberikan zat yang diperlukan oleh sel-sel tubuh
seperti nutrisi dan oksigen serta mengangkut produk-produk limbah dari sel-sel (Neelam dkk,
2012).
Darah memberikan nutrisi dari sistem pencernaan dan hormon dari sistem endokrin ke
bagian tubuh yang membutuhkannya. Melewati ginjal dan hati, yang menghilangkan atau
memecah limbah dan racun. Sel kekebalan dalam darah membantu mencegah dan melawan
penyakit dan infeksi. Darah juga dapat membentuk bekuan, mencegah kehilangan darah yang
fatal dari luka kecil dan goresan (Mohankrishna dkk, 2011).
Eritrosit adalah sel yang unik dimana mereka memiliki bentuk cekung ganda (biconcave),
berulang dapat berubah bentuk dan kembali kebentuk semula, dan dapat menahan kekuatan
turbulensi serta gaya geser yang baik diberikan oleh dinding pembuluh kapiler. Fitur
complimentary dari kekuatan dan fleksibilitas secara intrinsik saling mempengaruhi antara cairan
membran sel dan struktur pola (lattice) yang kuat namun lentur pada kerangka membran. Penting
mempertahankan kerangka membran eritrosit yang kuat namun fleksibel, ditegaskan pada
faktanya bahwa mayoritas gangguan eritrosit, secara kolektif kelainan bawaan yang paling
umum pada manusia di seluruh dunia disebabkan oleh mutasi pada encoding gen struktur
membran protein esensial (Chan dkk, 2013). Kerangka membran eritrosit diatur sebagai pola
(lattice) heksagonal kompleks junctional, masing-masing dengan komponen utama dari filamen
aktin pendek, yang berikatan silang memanjang, molekul spectrin fleksibel. Jaringan tipis ini
mendasari permukaan sitoplasma dari membran plasma dan memberi fleksibilitas dan kekuatan
pada membran (Kalfa dkk, 2006).
Eritrosit manusia (sel darah merah) memiliki masa hidup secara in vivo sekitar 120 hari
dan secara selektif dihapus dari peredaran melalui fagositosis. Selama rentang hidupnya, eritrosit
mengalami perubahan fisik dan kimia yang progresif, seperti penurunan pada volume sel dengan
penuaan sel. Umur sel menunjukkan penurunan deformabilitas, mobilitas elektrik dan permukaan
bawah bermuatan negatif. Membran zeta-potential (yang menilai muatan permukaan sel),
bersama-sama dengan sifat morfologi dan mekanis, adalah parameter struktural dan fungsional
penting dari eritrosit. Semua itu mempengaruhi deformabilitas, dan sirkulasi eritrosit dalam
pembuluh darah. Agregasi eritrosit juga merupakan salah satu faktor yang paling penting yang
mempengaruhi aliran darah. Peningkatan agregasi eritrosit merupakan faktor risiko
kardiovaskular, terkait dengan hipertensi, hiperkolesterolemia dan kondisi klinis seperti iskemia
miokard dan keadaan tromboemboli (Carvalho dkk, 2011).
V. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Pipet Thoma eritrosit
Kamar hitung Improved Neubauer
Cover glass
Syringe
Mikroskop
b. Bahan
Darah vena dengan antikoagulan EDTA
Larutan hayem
Aquadest
tisu
VI. CARA KERJA
1. APD digunakan serta alat dan bahan disiapkan
2. Pipet eritrosit diambil, selang karet dipasang pada salah satu ujung pipet yang berada
didekat bagian yang bulat.
3. Sampel darah dihomogenkan kemudian dihisap dengan pipet eritrosit sampai skala
0,5. Darah yang menempel di bagian luar ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu.
4. Dilanjutkan menghisap reagen sampai skala 101.
5. Ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan selang karet dilepas, kemudian tutup ujung
pipet lainnya dengan jari yang lainnya.
6. Kocok pipet selama 2-3 menit supaya homogen.
7. Letakkan pipet di atas meja dan biarkan selama 3-5 menit.
8. Bilik hitung dibersihkan dan diletakkan cover glass di atasnya (agar cover glass
mudah melekat, kedua tangggul dibasahi sedikit saja.
9. Sampel dalam pipet eritrosit dibuang 3-4 tetes lalu dimasukkan ke dalam bilik hitung
10. Bilik hitung diletakkan pada meja preparat mikroskop, gunakan lensa objektif
perbesaran 10x untuk mencari bidang besar yang di tengah
11. Kemudian gunakan lensa objektif perbesaran 40x dan dihitung jumlah eritrosit pada 5
bidang sedang yang tersusun dari 16 bidang kecil.
VII. NILAI RUJUKAN
4,5 – 5,9 10e6/μl (juta/mm3)
VIII. HASIL
a. Hasil pengamatan
Sapel Darah EDTA
Bilik hitung Improved Neubauer
Pipet Thoma Eritrosit
Eritrosit di bawah mikroskop perbesaran 400 x
b. Hasil Perhitungan
Diketahui: Jumlah eritrosit = 329
Volume bilik hitung = 0,02
Pengenceran = 200 x
Dijawab: Eritrosit (juta/mm3) = jumlah eritrosit
volumebilik hitung x Pengenceran
= 3290,02 x 200
= 3,29 (juta/mm3)
NO NAMA PROBANDUS UMUR JENIS
KELAMINEritrosit
(juta/mm3) KETERANGAN
1 Wayan Raha - Th Laki – laki 3,29 juta/mm3 < Normal
IX. PEMBAHASAN
Menurut Riswanto (2013) eritrosit adalah sel yang bulat atau agak oval, tampak seperti
cakram bikonkaf dan tidak berinti dengan ukuran 7-8 μl. Sel ini merupakan bagian terbesar dari
sel-sel dalam darah, jumlahnya sekitar 4,5 – 5,0 juta/mm3 darah. Eritrosit dibentuk di sumsum
tulang (bone marrow). Sel ini berasal dari sebuah sel bakal, pluripotent stem cel yang dinamakn
colony-forming-unit-stemcell (CFU-S). produksi eritrosit diatur oleh eritropoietin (EPO), suatu
hormon yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal. Masaa hidup
eritrosit adalah 120 hari; sel yang sudah tua didestruksi dan dibuang di sistem retikuloendotelial
(RES), terutama di limpa. Dalam keadaan normal, produksi dan destruksi eritrosit berada dalam
suatu keadaan equilibrium (seimbang). Sel ini mengandung hemoglobin yang mengikan dan
mengangkut oksigen dari paru-paru ke berbagai sel atau jaringan tubuh. Eritrosit juga
mengangkut karbon dioksida dari sel atau jaringan ke paru-paru untuk dibuang. Karbon dioksida
merupakan hasil akhir metaboolisme kebanyakan senyawa organik dalam tubuh.
Agar dapat melakukan fungsinya, eritrosit harus memenuhi beberapa kriteria:
Harus mempertahankan struktur bikonkaf untuk memaksimalkan pertukaran gas.
Harus dapat berubah bentuk (lentur) agar dapat masuk ke kapiler mikrosirkulasi
yang halus.
Harus memiliki lingkungan internal yang konstan agar hemoglobin tetap dalam
bentuk tereduksi sehingga dapat mengangkut oksigen.
Kelangsungan hidup eritrosit harus nomal dan sifat fisik maupun kimiawinya harus
dipertahankan.
Eritrosit harus diproduksi dalam jumlah yang memadai, dan hemoglobin sel-sel ini secara
kuantitatif harus normal dan dipertahankan dalam suatu status fungsional agar dapat
menyalurkan oksigen. Konsentrasi eritrosit harus dijaga dalam batas normal, dengan demikian,
destruksi eritrosit harus diimbangi dengan produksi eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit dapat
menyebabkan anemia, suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Penurunan jumlah eritrosit ini dapat
terjadi apabila produksi eritrosit terganggu atau apabila destruksi atau hilangnya eritrosit
melebihi kemampuan sumsum tulang menggantikan sel-sel ini. Jumlah eritrosit dan hemoglobin
tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan. Sebagai contoh, penurunan jumlah eritrosit
disertai kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau normal terjadi pada kasus anemia
pernisiosa, serta jumlah eritrosit yang sedikit meningkat atau normal diserta dengan kadar
hemoglobin yang menurun terjadi pada anemia defisiensi zat besi (ADB) (Riswanto, 2013).
Saat praktikum, sampel yang digunakan untuk hitung eritrosit adalah darah utuh (whole
blood) yang di ambil dari vena dan dicampur dengan antikoagulan EDTA yang fungsinya untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah. Untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam darah
dilakukan penghitungan eritrosit dengan menggunakan (haemocytometer). Hemositometer
adalah alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel darah yang terdiri dari bilik hitung,
kaca penutup, dan dua macam pipet untuk pengenceran darah. Peralatan ini harus selalu
dibersihkan segera setelah digunakan dan dijaga agar tidak tergores. Pipet pengencer terdiri dari
sebuah pipa kapiler yang memiliki bulatan yang besar dan lonjong di bagian tengah. Pipet yang
digunakan untuk hitung eritrosit adalah pipet yang di dalam bulatannya terdapat sebutir kaca
berwarna merah dan sekaligus dapat digunakan untuk hitung trombosit.
Pipet eritrosit mempunyai skala 0.5, 1 dan 101. Jika darah diisap sampai skala 1 dan
diencerkan sampai 101 berarti darah tersebut diencerkan 100 kali. Jika darah diisap sampai skala
0.5 dan diencerkan sampai skala 101 berarti darah diencerkan 200 kali..
Bilik hitung (counting chamber) ditemukan oleh Louis-Charles Malassez, terbuat dari kaca
tebal persegi panjang yang memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
Dua buah area penghitungan sel darah berupa permukaan rata dan memiliki garis
bagi. Kedua area itu dibatasi oleh sebuah alur/cekungan.
Dua buah alur/cekungan yang berada di sebelah kanan dan kiri area penghitungan
sel.
Dua buah tanggul (mounting support) yang berada di sebelah kanan dan kiri area
penghitungan yang dibatasi oleh kedua alur/cekungan tadi.
Sebuah kaca penutup (cover glass) yang tebal, lebih tebal daripada kaca penutup
biasa. Jika kaca penutup ini diletakkan pada bilik hitung, maka akan terbentuk
ruangan/bilik di bawahnya dengan kedalaman 0,1 mm.
Bilik hitung yang digunakan adalah bilik hitung Improved Neubauer yang telah disempurnakan.
Bilik hitung tersebut memiliki luas 9 mm2 yang terbagi menjadi 9 bidang besar dengan luas
masing-masing 1 mm2 (Riswanto, 2013).
Pada praktikum hitung eritrosit menggunakan larutan Hayem, prinsip metode hitung
eritrosit menggunakan larutan hayem yaitu darah diencerkan dengan larutan yang isotonis
terhadap eritrosit, sedangkan lekosit dan trombosit dilisiskan sehingga eritrosit lebih mudah
dihitung. Dengan menggunakan larutan Hayem tersebut, darah sekaligus diencerkan 200x
menggunakan pipet eritrosit. Setelah tercampur merata, kemudian sel darah dihitung di bawah
mikroskop dengan perbesaran 400 x. Metode yang digunakan adalah metode kamar hitung
(manual). Perhitungan eritrosit hanya dilakukan pada lima kotak sedang dalam bidang yang di
tengah, bilik hitung masing-masing memiliki luas 0,04 mm2, jadi luas seluruh kotak sedang
adalah 5 x 0,04 mm2. Karena kedalaman bilik hitung adalah 0,1 mm, maka volume kelima kotak
sedang tersebut adalah 0,02 mm3 sehingga hitung eritrosit = jumlah eritrosit yang dihitung dalam
5 kotak sedang x pengenceran.
Dari praktikum yang dilakukan didapatkan hasil perhitungan eritrosit 3,29 juta/mm3
dimana berdasarkan nilai rujukannya hasil ini berada dibawah nilai rujukan normal. Menurut
Riswanto (2013) penurunan jumlah eritrosit dapat dijumpai pada anemia, peningkatan hemolisis,
kehilangan darah (perdarahan), trauma, leukemia, infeksi kronis, myeloma multiple, cairan per
intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan, defisiensi vitamin,
malnutrisi, infeksi parasit, penyakit system endokrin, intoksilasi.
Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual dan
elektronik (automatic). Cara manual dilakukan seperti hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik
hitung dan mikroskop dimana cara ini dilakukan ketika praktikum. Riswanto (2013) menyatakan
bahwa hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit. Orang yang telah berpengalaman saja
memiliki kesalahan yang cukup besar dalam menghitung eritrosit, yaitu 11-30% ( rata-rata
sekitar 20%), apalagi orang yang belum berpengalaman atau kerjanya kurang teliti. Menghitung
jumlah eritrosit secara manual sangat jarang dilakukan karena ketelitiannya rendah. Metode
penghitungan eritrosit secara akurat memerlukan alat penghitung otomatis. Namun, alat ini
seringnya tidak ada di laboratorium-laboratorium perifer (Riswanto, 2013)..
Hitung eritrosit menggunakan alat penghitung otomatis adalah seperti yang digunakan
untuk hitung lekosit dan hitung trombosit dimana pengerjaannya dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin penghitung sel darah (hematology analyzer). Prinsip dasar yang
digunakan, yaitu impedansi (resistensi elektrik) dan pembauran cahaya (light scattering/ optical
scatter). Prinsip impedansi didasarkan pada deteksi dan pengukuran perubahan hambatan listrik
yang dihasilkan oleh sel-sel darah saat mereka melintasi sebuah lubang kecil (aperture).
Sedangkan pembauran cahaya didasarkan pada deteksi dan pengukuran energy cahaya (foton)
yang dihasilkan oleh sel-sel saat melewati sebuah flow cell yang dilalui cahaya. Penggunaan cara
elektronik dengan alat penghitung sel darah lebih menguntungkan karena mampu menghitung sel
dalam jumlah yang jauh lebih besar, menghemat waktu dan tenaga serta hasil cepat diterima oleh
klinisi. Selain itu, penghitungan dengan alat otomatis dapat memberikan hasil yang bisa
diandalkan dan reproducible. Instrument-instrumen ini deprogram untuk dapat memeberikan
hasil secara cepat dan akurat. Namun harga alat ini mahal, prosedur pemakaian dan
pemeliharaannya harus dilakukan dengan sangat cermat. Disamping itu upaya penjaminan mutu
juga harus selalu dilakukan. Hasil hitung eritrosit dengan instrument elektronik ditampilkan pada
lembar hasil sebagai RBC (red blood cell) (Riswanto, 2013).
Dan pada praktikum, sampel darah telah diperiksa menggunakan alat penghitung otomatis
dan didapatkan hasil 6,25 10e6/μl (juta/mm3). Hasil tersebut menunjukan berada di atas nilai
rujukan normal. Peningkatan jumlah eritrosit dijumpai pada polisitemia vera,
hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit kardiovaskuler.
Selain itu, jumlah eritrosit juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis pasien seperti:
Aktifitas fisik atau olahraga, dimana aktifitas fisik akan menurunkan volume plasma
yang dapat menyebabkan hemokonsetrasi/hemodilusi yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan hitung sel darah, selain itu menyebabkan perubahan hasil KED dan
hemoglobin.
Dehidrasi, misalnya karena muntah atau diare persisten, dapat menyebabkan
hemokonsentrasi, suatu kondisi dimana komponen darah tidak dapat dengan mudah
meninggalkan aliran darah dan menjadi terkonsentrasi sebagai akibat darai volume
plasma lebih kecil. Hemokonsentrasi palsu ini dapat meningkatkan komponen darah
seperti eritrosit.
Merokok, kebiasaan merokok dalam jumlah yang berlebih dapat menaikkan nilai
jumlah eritrosit.
Umur, nilai untuk banyak komponen darah sangat beragam tergantung pada usia pasien.
Misalnya, eritrosit, hemoglobin, dan leukosit lebih tinggi pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa.
Ketinggian, penurunan tekanan oksigen pada ketinggian yang lebih tinggi menyebabkan
tubuh menghasilkan lebih banyak eritrosit untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh;
semakin bertambah ketinggian, semakin besar peningkatan tersebut.
Jenis Kelamin, jenis kelamin pasien memiliki pengaruh yang menentukan konsentrasi
komponen darah banyak.
Kehamilan, menyebabkan perubahan fisiologis dalam banyak sistem tubuh. Peningkatan
cairan tubuh yang normal selama kehamilan, memiliki efek pengenceran pada eritrosit
(hemodilusi), yang menyebabkan jumlah eritrosit lebih rendah.
Posisi, jumlah eritrosit pada pasien yang telah berdiri sekitar 15 menit akan lebih tinggi
dari eritrosit dalam keadaan duduk pada pasien yang sama (Riswanto, 2013).
Dari praktikum yang telah dilakukan terdapat perbedaan hasil yang jauh berbeda pada
hitung eritrosit secara manual dan elektronik (automatic). Dimana hitung eritrosit secara manual
didapat hasil 3,29 juta/mm3 sedangkan menggunakan alat eletronik (automatic) didapatkan hasil
6,25 10e6/μl (juta/mm3). Ada kemungkinan hal ini dapat terjadi karena praktikan yang
mengerjakan masih belum terlatih dan pengalaman yang masih kurang dalam melakukan hitung
sel. Sehingga banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikan ketika melakukan hitung
eritrosit secara manual. Selain itu banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga hasil
yang didapat praktikan belum akurat dan kurang teliti.
Menurut Riswanto (2013) faktor yang mempengaruhi hitung eritrosit secara manual:
1. Pengambilan sampel darah di daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena
menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat hemodilusi.
2. Pemipetan atau pengenceran tidak tepat.
3. Larutan pengencer tercemar darah atau bahan lainnya.
4. Terjadi gelembung udara pada saat menghisap sampel darah (terutama untuk
penggunaan pipet Thoma).
5. Alat yang dipergunaKAN seperti pipet, bilik hitung dan kaca penutupnya kotor dan
basah
6. Ketidaktelitian dalam menghitung sel.
7. Penghitungan mikroskopik menggunakan perbesaran lemah (10x).
X. SIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan terdapat perbedaan hasil yang jauh berbeda
pada hitung eritrosit secara manual dan elektronik (automatic). Dimana hitung eritrosit
secara manual didapat hasil 3,29 juta/mm3 sedangkan menggunakan alat eletronik
(automatic) didapatkan hasil 6,25 10e6/μl (juta/mm3). Untuk itu praktikan perlu untuk
lebih berlatihan melakukan hitung sel darah agar hasil perhitungan yang didapat tidak
jauh dari nilai yang sebenarnya.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Carvalho, F. A., de Oliveira, S., Freitas, T., Gonçalves, S., and Santos, N. C.(2011). Variations on Fibrinogen-Erythrocyte Interactions during Cell Aging. PLoS One. 6(3): e18167.
Chan, M. M., Wooden, J. M., Tsang, M., Gilligan, D. M., Hirenallur-S, D. K., Finney, G. L., Rynes, E., MacCoss, M., Ramirez, J. A., Park, H., and Iritani, B. M. (2013). Hematopoietic Protein-1 Regulates the Actin Membrane Skeleton and Membrane Stability in Murine Erythrocytes. PLoS One. 8(2): e54902.
Kalfa, T. A., Pushkaran, S., Mohandas, N., Hartwig, J. H., Fowler, V. M., Johnson, J. F., Velia M. Joiner, V. M., Williams, D. A.. and Zheng, Y.(206). Rac GTPases regulate the morphology and deformability of the erythrocyte cytoskeleton. Blood. 108(12): 3637–3645.
Mohankrishna, L., Balammal G., and Aruna, G.(2011). A Review On Artificial Blood. International Journal of Biopharmaceutics, 2(2), 80-88
Neelam, S., Semwal, B. C., Krishna, M., Ruqsana, K., & Shravan P.(2012). Artificial Blood: A Tool For Survival Of Humans. IRJP,3(5),119-123.
Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia & Kanal Medika.
Denpasar, 7 Oktober 2015Praktikan
I Kadek Hardyawan(P07134014032)
Lembar Pengesahan
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
( Dr. dr. Sianny Herawati, Sp.PK ) ( Rini Riowati, B.Sc )
Pembimbing III Pembimbing IV
( I Ketut Adi Santika, A.Md. AK ) ( Luh Putu Rinawati, A.Md. AK)
Pembimbing V
( Surya Bayu Kurniawan, S.Si )