mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa …digilib.uinsby.ac.id/2311/3/bab 2.pdf · dan...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pemasaran
Pemasaran berpengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari, mulai
bangun pagi sampai terlelap di malam hari. Menurut Kotler pemasaran
adalah proses sosial dan manajerial yang dalam hal ini individu atau
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu
sama lain. Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan
akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas
penjualan hingga kemana–mana. Tujuan pemasaran adalah untuk
mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk
atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya
sendiri.
Dalam pemasaran dikenal suatu konsep pemasaran yang disebut
dengan bauran pemasaran yaitu 4P yang terdiri dari product, price, place,
and promotion,1 berikut adalah penjelasan dari masing-masing unsur
tersebut:
1) Product
1 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran Jilid 1 (Jakarta: PT Indeks, 2009), 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Produk mengacu pada value yang terdapat pada produk tersebut,
bagimana produk tersebut memenuhi kebutuhan konsumen, serta
penanganan kualitasnya.
2) Price
Price mengacu pada harga produk agar konsumen rela mengorbankan
uangnya untuk membeli produk tersebut. Hal ini juga mencakup
strategi penentuan harga produk agar bisa bersaing dengan produk
kompetitor.
3) Place
Place mengacu pada tempat produk dipasarkan, bagaimana agar
tempatnya bisa dijangkau oleh konsumen.
4) Promotion
Promosi merupakan konsep bauran pemasaran yang terakhir, mengacu
pada cara mempromosikan produk agar diterima konsumen dan
melakukan pembelian. Promosi ini juga mencakup iklan dan
publisitas.
Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan
yang siap membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah
menyediakan produk atau jasa itu.2 Fungsi pemasaran itu sendiri adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi
2 Ibid, 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran
yang memuaskan tujuan individual dan organisasional.3
Manajemen pemasaran (marketing managemen) dipandang
sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih,
mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan,
menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
Menurut Kotler dan Keller, orang-orang pemasaran memasarkan 10 tipe
entitas yaitu barang, jasa, acara, pengalaman, orang, tempat, properti (hak
kepemilikan), organisasi, informasi, dan ide. Penjelasannya sebegai
berikut:
1) Barang
Barang fisik merupakan bagian yang terbesar dari produksi dan
usaha pemasaran kebanyakan negara.
2) Jasa
Ketika perekonomian semakin maju, maka semakin meningkat
proporsi kegiatan mereka yang difokuskan pada produksi jasa.
Jasa mencakup hasil kerja perusahaan-perusahaan penerbangan,
hotel, sewa mobil, tukang cukur dan ahli kecantikan, orang-orang
yang melakukan pemeliharaan dan perbaikan, juga para
profesional yang bekerja dalam atau untuk perusahaan, seperti
akuntan, pengacara, insinyur, dokter, pemrogram perangkat lunak,
dan konsultan manajemen.
3 Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
3) Acara
Pemasar mempromosikan acara-acara khusus yang terkait dengan
waktu bersejarah, seperti pameran dagang yang besar, pementasan
seni, dan ulang tahun perusahaan.
4) Pengalaman
Dengan merangkai beberapa jasa dan barang, seseorang dapat
menciptakan, menggelar, dan memasarkan pemasaran.
5) Orang
Pemasaran selebriti telah menjadi bisnis penting. Artis, musisi,
CEO, dokter, pengacara dan ahli keuangan yang berpenampilan
hebat, serta para profesional lain meminta bantuan dari para
pemasar selebriti.
6) Tempat
Kota, negara bagian, wilayah, dan bangsa-bangsa keseluruhan
bersaing aktif untuk menarik para turis, pabrik, kantor pusat
perusahaan, dan tempat tinggal baru.
7) Properti
Properti adalah hak kepemilikan tak terwujud, baik itu berupa
benda nyata (real estetate) atau financial (saham dan obligasi).
Properti itu diperjualbelikan dan itu menuntut pemasaran.
8) Organisasi
Organisasi secara aktif bekerja untuk membangun citra yang kuat
dan menyenangkan dalam pikiran masyarakat publik mereka.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
9) Informasi
Informasi dapat diproduksi dan dipasarkan sebagai sebuah produk
pada hakikatnya, informasi merupakan sesuatu yang diproduksi
dan didistribusi oleh sekolah dan universitas dengan harga tertentu
kepada para orang tua, mahasiswa, dan masyarakat.
10) Gagasan
Setiap penawaran pasar mencakup suatu gagasan dasar. Produk
dan jasa adalah platform untuk menyerahkan beberapa gagasan
atau manfaat.
Pada beberapa tahun terakhir ini muncul suatu paradigma baru
dalam konsep pengembangan strategi pemasaran yaitu suatu konsep
pengembangan strategi pemasaran yang sedikit berbeda dengan konsep
strategi pemasaran marketing mix yang selama ini digunakan. Schmitt, H.
Bernd, dalam bukunya “Experiential Marketing: How to Get Consumers
to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands”
mengemukakan pemahaman baru tentang produk dan konsumennya,
dengan menambahkan unsur emosi dalam konsep marketing mix. Konsep
ini muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap konsep pemasaran
tradisional, yang lebih memandang konsumen sebagai makhluk yang
sangat rasional dalam pengambilan keputusan suatu produk, dimana
pembelanjaan kebutuhan konsumen hanya bersifat transaksional dan
objektif berdasarkan cost dan benefit. Pendekatan ini seringkali tidak
dapat bekerja secara maksimal menghadapi pendekatan relasional dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
kuatnya nilai subyektif. Implementasi kegiatan pemasaran selama ini
menunjukkan bahwa setiap upaya pemasaran selalu hanya menonjolkan
keunggulan produk dari fitur-fitur dan juga benefit-benefit rasionalnya,
seperti harga yang lebih murah, sementara dengan kemajuan teknologi
produksi dan R&D (research and development) hal tersebut merupakan
suatu hal yang standar dan mudah ditiru oleh pemasar lain.4
2. Experiential Marketing
Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam
pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga
sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini dinilai sangat efektif karena
sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih
menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan
produk kompetitor. Dengan adanya experiential marketing, pelanggan
akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya
karena mereka dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara
langsung melalui lima pendekatan (sense, feel, think, act, relate), baik
sebelum maupun ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk atau jasa.5
Smilansky dalam Shartika mengatakan Experiential marketing
adalah proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan pelanggan dan
4 Farida Indriani, “Experiential Marketing Sebagai Suatu Strategi dalam Menciptakan Customer Satisfaction dan Repeat Buying untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran”, Jurnal Studi Manajemen & Organisasi, No 1, Vol 3, (Januari, 2006), 29. 5 Fransisca Andreani, “Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”, Jurnal
Manajemen Pemasaaran, No 1, Vol 2, (April, 2007), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
aspirasi yang menguntungkan, melibatkan pelanggan melalui komunikasi
dua arah yang membawa kepribadian merek untuk hidup dan menambah
nilai target audiens. Komunikasi dua arah dan keterlibatan interaktif
adalah kunci untuk menciptakan pengalaman mengesankan yang
mendorong word of mouth, dan mengubah konsumen menjadi pendukung
merek dan loyalitas konsumen terhadap merek.6
Experiential marketing merupakan suatu metode pemasaran yang
relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku
Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think,
Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. Schmitt.
Sebagaimana dalam jurnal rini Schmitt menyatakan bahwa esensi dari
konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang
didorong oleh pengalaman. Menurutnya experiential marketing adalah
suatu usaha yang digunakan oleh perusahaan atau pemasar untuk
mengemas produk sehingga mampu menawarkan pengalaman emosi
hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen.7
Pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa erat
kaitanya dengan konsep experiential marketing. Experiential marketing
dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan
merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka
dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah
6 Shartika Purnama Dewi, “Pengaruh Experiential Marketing terhadap Pembentukan Loyalitas
Pelanggan 7-Eleven” (Skripsi—Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013), 33. 7 Endang Sulistrya Rini, “Menciptakan Pengalaman Konsumen dengan Experiential Marketing”,
Jurnal Manajemen Bisnis, No 1, Vol 2, (Januari, 2009), 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk
mencoba dan membeli produk. Hal yang terpenting adalah menciptakan
pelanggan yang loyal, pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek
tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka. Pelanggan juga ingin
perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat berhubungan
dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan
mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam era informasi,
teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras
dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa
mereka.
a. Schmitt membagi experiential marketing menjadi empat kunci
karakteristik antara lain:8
1) Fokus pada pengalaman pelanggan
Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani
atau melewati situsi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi,
emosional, kognitif, perilaku dan ralasional yang menggantikan
nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat
menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya
hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi
dan dalam lingkup usahanya.
2) Pola konsumsi
8 Bernd, H Schmitt, Experiential Marketing: How To Get Customers To Sense, Feel, Think, Act and Relate To Your Company and Brands (New York: The Free Press, 1999), 57.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan
untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak
lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai
bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan
kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah
pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas.
3) Keputusan rasional dan emosional
Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk
memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan
dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential
marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian
yang telah dibuat.
4) Metode dan perangkat bersifat elektik
Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman
seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada
objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap situasi
yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada
experiential marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal
badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman
positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas
pada konsumen terhadap badan usaha dan merek tersebut.
b. Pendekatan experiential marketing
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Experiential marketing dapat dianalisis melalui dua
pendekatan, yaitu strategic experience modules yang terdiri dari
beberapa tipe experience dan experience producers yaitu agen-agen
yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience
modules terdiri dari lima tipe yaitu:9
1) Panca Indera (Sense)
Andreani menyatakan sense berkaitan dengan gaya (styles)
dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan
keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan kesan yang kuat, baik
melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar perlu
memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan
warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian
pelanggannya.10
Sedangkan Rini berpendapat sense adalah aspek-aspek yang
berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat
ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan, suara,
bau, rasa, dan sentuhan. Sense bagi konsumen, berfungsi untuk
mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,
memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value
pada produk atau jasa dalam benak pembeli.11
9 Fransisca Andreani, “Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”, Jurnal
Manajemen Pemasaaran, No 1, Vol 2, (April, 2007), 16. 10 Ibid., 2. 11 Endang Sulistrya Rini, “Menciptakan Pengalaman Konsumen dengan Experiential Marketing”,
Jurnal Manajemen Bisnis, No 1, Vol 2, (Januari, 2009), 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic
objective):12
(a) Panca indera sebagai pendiferensiasi
Sebuah organisasi dapat menggunakan sense marketing
untuk mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk
pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli
produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen.
(b) Panca indera sebagai motivator
Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan
untuk mencoba produk dan membelinya.
(c) Panca indera sebagai penyedia nilai
Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik
kepada konsumen.
2) Perasaan (Feel)
Rini menyatakan perasaan berhubungan dengan perasaan yang
paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good
biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan,
menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk
atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap
pesan. Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi
pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang
terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan
12 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan
merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan,
maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih
kepada produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat
menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan,
maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang kuat
dan bertahan lama.13
3) Pikiran (Think)
Andreani menyatakan bahwa “dengan berpikir (think) dapat
merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang”.14
Sedangkan menurut Rini melalui aspek think perusahaan berusaha
untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem-
solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi
secara kognitif atau secara kreatif dengan perusahaan atau
produk.15
Aspek think dapat dibangun melalui kejutan, kejutan
harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih
dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka
harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka
13 Ibid., 17. 14 Fransisca Andreani, “Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”, Jurnal
Manajemen Pemasaaran, No 1, Vol 2, (April, 2007), 2. 15 Endang Sulistrya Rini, “Menciptakan Pengalaman Konsumen dengan Experiential Marketing”,
Jurnal Manajemen Bisnis, No 1, Vol 2, (Januari, 2009), 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa
senang membeli produk.16
4) Tindakan (Act)
Andreani berpendapat bahwa act berkaitan dengan perilaku
yang nyata dan gaya hidup seseorang. Act meliputi perilaku yang
nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Act marketing bertujuan
untuk menciptakan pelanggan untuk merubah perilaku dan gaya
hidup pelanggaan.17
Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan act diantaranya,
dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animation, di TV
dengan iklan yang pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat
dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan
cepat. Menurut Andreani media cetak bukanlah pilihan yang baik
untuk mengkomunikasikan act karena untuk pemilihan sarananya
harus hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan
pengalaman yang diinginkan perusahaan.
5) Hubungan (Relate)
Andreani berpendapat bahwa relate berkaitan dengan budaya
seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan
identitas sosial.18
Seorang pemasar harus mampu menciptakan
identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya
16 Ibid. 17 Fransisca Andreani, “Experiential Marketing..., 3. 18 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat
menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain
web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan
tertentu.
Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan
masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan
yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-
improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign
menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan
dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan
berbagi kesenangan yang sama.19
Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen
melalui experience provider. Agen–agen yang bisa menghantarkan
experience ini adalah:20
1) Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal
maupun eksternal, dan public relation.
2) Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama,
logo, warna, dan lain-lain.
3) Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupun penampakan.
19 Endang Sulistrya Rini, “Menciptakan Pengalaman Konsumen dengan Experiential Marketing”,
Jurnal Manajemen Bisnis, No 1, Vol 2, (Januari, 2009), 17. 20 Ibid., 18.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
4) Co-branding, meliputi even–even pemasaran, sponsorship, aliansi
dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan
sebagainya.
5) Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun
eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain
6) Web sites
7) Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service
dan operator call centre.
c. Manfaat experiential marketing
Ada beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan
suatu badan usaha menurut pandangan Schmitt dalam Raissa
menyatakan apabila menerapkan experiential marketing antara lain:
(a) to turn around a declining brand, (b) to be differentiate a product
from competition, (c) to create an image and identity for a
corporation, (d) to promote innovation, (e) to induce trial, purchase
and the most important, loyal consumption.21
Yang kurang lebih memiliki arti (a) untuk membangkitkan
kembali merek yang sedang merosot, (b) untuk membedakan satu
produk dengan produk pesaing, (c) untuk menciptakan citra dan
identitas sebuah perusahaan, (d) untuk mempromosikan inovasi, (e)
untuk mendorong percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
21 Raissa Andrawina, “Analisis Pengaruh Experiential Marketing, Perceived Quality dan
Advertising Terhadap Pembelian pada Produk Luwak White Koffie” (Skripsi--Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Jadi dengan experiential marketing, pemasar diharapkan dapat
menggunakan berbagai pilihan yang sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, baik itu untuk mencapai brand awareness, brand
perception, brand equity ataupun brand loyality. Experential
marketing peluang pada pelanggan untuk memperoleh serangkaian
pengalaman atas merek, dan jasa yang memberikan cukup informasi
untuk melakukan keputusan pembelian. Aspek emosional dan rasional
adalah beberapa aspek yang hendak dibidik pemasar melalui program
ini dan seringkali kedua aspek ini memberikan efek yang luar biasa
dalam pemasaran.
3. Perilaku Konsumen
a. Pengertian Perilaku Konsumen
Pemahaman mengenai perilaku konsumen merupakan kunci
kesuksesan utama bagi para pemasar. Menurut Schiffman dan Kanuk
mendifinisikan perilaku konsumen adalah perilaku yang diperhatikan
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan
memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Ujang Sumarwan
menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan,
tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
kegiatan mengevaluasi.22
Keputusan pembelian merupakan hal yang
lazim dipertimbangkan konsumen dalam proses pemenuhan
kebutuhan akan barang dan jasa. Keputusan pembelian adalah segala
sesuatu yang dikerjakan konsumen untuk membeli, membuang dan
menggunakan produk dan jasa. Dalam keputusan pembelian umumnya
ada lima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Kelima
peran tersebut meliputi:23
1) Pemrakarsa (Initiator), pemrakarsa merupakan orang yang
pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang
belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu
barang atau jasa tertentu.
2) Pemberi pengaruh (Influencer), merupakan orang yang memberi
pandangan, nasehat, atau pendapat sehingga dapat membantu
keputusan pembelian.
3) Pengambil keputusan (Decider), yaitu orang yang sangat
menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian,
apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli,
atau dimana membelinya.
4) Pembeli (Buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara
aktual (nyata).
22 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), 5. 23 Philip Kotler et al., Dasar-Dasar Pemasaran (Jakarta: Intermedia, 1995), 263.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
5) Pemakai (User), yaitu orang yang mengkonsumsi atau
menggunakan barang atau jasa yang telah dibeli.
Perusahaan yang cerdik melakukan riset atas proses keputusan
pembelian kategori produk mereka. Mereka menanyai konsumen
kapan mereka pertama kali mengenal kategori produk tersebut, serta
seperti apa keyakinan merek mereka, seberapa besar mereka terlibat
dengan produk yang bersangkutan, bagaimana mereka melakukan
pemilihan merek, dan seberapa puas mereka setelah pembelian.
b. Perilaku Konsumen Menurut Islam
Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasar syariat
Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional.
Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori,
motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi
anggaran untuk berkonsumsi. Ada tiga nilai dasar yang menjadi
fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim, yaitu:24
1) Keyakinan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini
mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi
untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk
ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah
merupakan feature consumction, sedangkan konsumsi duniawi
adalah present consumtion.
24 Sri Wigati, “Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Hukum Bisnis Islam, No 1,
Vol 1, (Juni, 2011), 28.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
2) Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan
moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang
dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan
yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah
SWT. merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran
dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi
kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan
3) Kedudukan harta adalah merupakan anugerah Allah SWT. dan
bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga
harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk
mencapai tujuan, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar
sebagaimana dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 262:
25
Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
Kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di
sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.26
25 al-Qur’an, 2: 262. 26 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2007), 44.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Dalam Islam ada pembedaan yang jelas antara yang halal dan
haram. Dengan kata lain, dalam sebuah kegiatan ekonomi dilarang
mencampur adukkan antara yang halal dan haram. Hal tersebut
merupakan bagian dari batasan konsumsi dalam perilaku konsumen
muslim.27
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya: budaya, sosial, dan pribadi.28
1) Faktor budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi
perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan
perilaku paling dasar.
2) Faktor sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran,
dan status sosial.
3) Faktor pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam
siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep
diri, serta nilai dan gaya hidup pembeli. Karena banyak
karakteristik ini memiliki dampak sangat langsung pada perilaku
27Sri Wigati, Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam….35. 28 Philip kotler, Manajemen Pemasaran jilid 1 (Jakarta: PT Indeks, 2009), 214.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
konsumen, penting bagi pemasar untuk mengikuti mereka secara
dekat.
4) Faktor Psikologis
Seseorang mempunyai banyak kebutuhan baik yang
bersifat biogenik. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan
fisiologis tertentu seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan
kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul
dari keadaan tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri,
atau kebutuhan untuk diterima lingkungan. Sedang faktor
psikologis yang utama adalah motivasi, persepsi, proses belajar,
serta kepercayaan dan sikap.29
d. Proses Keputusan Pembelian
Tahap-tahap proses keputusan pembelian:30
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali
sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat
dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. Pemasar perlu
mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu.
Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen,
pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering
membangkitkan minat akan suatu kategori produk. Pemasar
29 Sri Wigati, “Perilaku Konsumen Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Hukum Bisnis Islam, No 1,
Vol 1, (Juni, 2011), 27. 30 Philip kotler, Manajemen Pemasaran jilid 1…, 234.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang
memicu minat konsumen.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong
untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat
membaginya dalam dua tingkat. Tingkatan yang pertama yaitu
situasi pencarian informasi lebih ringan yang dinamakan
penguatan perhatian. Pada tingkat ini, seseorang hanya menjadi
lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat
selanjunya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi
diantaranya, mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan
mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.
3. Evaluasi Alternative
Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang
digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam
situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan,
dan model-model yang terbaru memandang proses evaluasi
konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif yaitu model
tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk
terutama secara sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan
membantu kita dalam proses evaluasi konsumen. Pertama,
konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
konsumen memandang produk sebagai kumpulan atribut dengan
kemampuan yang berebeda-beda dalam memberikan manfaat yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Para konsumen
memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-
atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan
memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan
manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering dapat
disegmentasi berdasarkan atribut yang menonjol dalam suatu
kelompok konsumen yang berbeda-beda.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi
atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga
mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling
disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada diantara niat
pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap
orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif
yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu
intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai
konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan
orang lain. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak
terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian.31
31 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda dan
menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh
resiko yang dirasakan. Besarnya resiko yang dirasakan berbeda-
beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya
ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen.
5. Tindakan Pasca Pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu
produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen
puas, mereka akan menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi
untuk membeli kembali produk tersebut. Para pelanggan yang
tidak puas bereaksi sebaliknya, mereka mungkin akan membuang
atau mengembalikan produk tersebut, mereka mungkin mencari
informasi yang mengkonfirmasikan nilai produk yang tinggi
tersebut. Komunikasi pasca pembelian dengan pembeli telah
terbukti menghasilkan penurunan pengembalian produk dan
pembatalan pesanan.
Secara garis besar, ada empat tipe makna konsumsi yang
dialami konsumen, yaitu:
1) Self concept attachment, yaitu produk membantu pembentukan
identitas diri konsumen
2) Nostalgia attachment, yaitu produk bisa menghubungkan
konsumen dengan kenangan masa lalunya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
3) Interdependence, dimana produk menjadi bagian dari rutinitas
sehari-hari pelanggan.
4) Love, dimana produk membangkitkan ikatan emosional tertentu,
seperti kehangatan, kegairahan, dan emosi lainnya.32
e. Pengambilan Keputusan Konsumen
Untuk memahami pembuatan keputusan konsumen terlebih
dahulu harus difahami sifat-sifat keterlibatan konsumen dengan
produk. Mowen dalam Sutisna mengemukakan bahwa tingkat
keterlibatan konsumen dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh
kepentingan personal yang dirasakan yang ditimbulkan oleh
stimulus.33
Oleh Karena itu, bisa dikatakan bahwa ada konsumen yang
mempunyai keterlibatan tinggi (high involuement) dalam pembelian
suatu produk, dan ada juga konsumen yang mempunyai keterlibatan
rendah (low involvement) atas pembelian suatu produk.
Beberapa identifikasi kapan konsumen mempunyai
keterlibatan tinggi terhadap suatu produk, diantaranya:
1. Apakah produk itu penting bagi konsumen. Dalam hal ini, apakah
produk itu menjadi citra diri bagi konsumen (misalnya pemilikan
mobil merupakan simbol status dan identifikasi diri).
32 Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), 39. 33 Sutisna, Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), 11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
2. Apakah produk itu secara terus menerus menarik bagi konsumen.
Misalnya, kesadaran konsumen pada mode menyebabkan
pembelian terhadap pemakaian.
3. Apakah produk membawa atau menimbulkan resiko. Produk-
produk yang mempunyai resiko tinggi atau mempunyai resiko
keuangan maupun resiko sosial., misalnya pembelian rumah,
pembelian mobil, dan sebagainya bisa dikategorikan produk
keterlibatan tinggi (high involvement).
4. Mempunyai daya tarik emosional. Misalnya, konsumen yang
menyenangi musik akan terdorong untuk membeli sistem streo
baru.
5. Apakah produk-produk itu bisa diidentifikasi pada norma-norma
kelompok. Misalnya produk-produk yang menjadi simbol
kelompok, seperti Harley Davidson dan lain sebagainya.
Ada tiga perspektif dalam pengambilan keputusan, diantara:
1) Perspektif Pembuatan Keputusan
Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan
pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas
pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael disebut
need arousal.34 Selain perspektif pengambilan keputusan juga ada
perspektif lain dalam keputusan pembelian oleh konsumen yaitu,
perspektif experiential dan perspektif behavior influence.
34 Ibid., 15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
2) Perspektif Experiential
Proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen
yang didasarkan atas perspektif experiential adalah bahwa banyak
tindakan yang dihasilkan dari adanya kebutuhan manusia pada
perasaan-perasaan dan emosinya.35
Dalam perspektif ini terdapat
dua jenis pembelian yaitu:
(a) Purchase impulse
Pembelian yang dilakukan ketika konsumen mengambil
keputusan pembelian yang mendadak. Dorongan untuk
melakukan pembelian begitu kuat, sehingga konsumen tidak
lagi berfikir rasional dalam pembeliannya. Dengan demikian
pembelian yang dilakukan terjadi akibat letupan-letupan emosi
yang bersifak komplek.
(b) Variety seeking
Pembelian yang dilakukan ketika konsumen melakukan
pembelian secara spontan dan bertujuan untuk mencoba merek
baru dari suatu produk. Variety seeking dikategorikan pada
perspektif experiential karena dalam proses pembelian produk
oleh konsumen dipengaruhi oleh perasaannya.
3) Perspektif Pengaruh Perilaku
Proses pengambilan keputusan ditinjau dari perspektif
pengaruh perilaku mendasarkan pada alasan bahwa keputusan
35 Ibid., 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
pembelian lebih dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya.
Lingkungan dimana konsumen berada akan mempengaruhi
perilaku dalam keputusan pembelian. Faktor lingkungan tersebut
dapat berupa program pemasaran yang dilakukan oleh produsen,
faktor budaya, faktor lingkungan fisik, faktor ekonomi dan
undang-undang serta pengaruh lingkungan lainnya.
Berikut ini adalah ringkasan tiga perspektif dalam pembuatan
keputusan pembelian.
Tabel 2.1
Ringkasan Tiga Perspektif dalam Pembuatan Keputusan
Tiga Perspektif Pembuatan Keputusan
1 Perspektif Pembuatan Keputusan
a. Keputusan dengan keterlibatan tinggi (high involvement decision)
Pengena
lan
masalah
Pencarian
yang
ekstensif
Evaluasi
alternatif
yang ekstensif
Proses
pilihan
kompleks
Evaluasi
pasca
pembelian
b. Keputusan dengan keterlibatan rendah (low involvement decision)
Pengena
lan
masalah
Pencarian
yang
terbatas
Evaluasi
alternatif
yang
minimal
Proses
pilihan
sederhana
Evaluasi pasca
pembelian
2 Perspektif Experiential
Pengena
lan
kebutuh
an
(dikenda
likan
oleh
perasaan
)
Pencarian
solusi yang
didasarkan
atas
perasaan
Evaluasi
alternatif
(perbandin
gan
pengaruh
atas
perasaan)
Pilihan
(didasarkan
atas
pengaruh
perasaan)
Evaluasi pasca
pembelian
3 Perspektif Pengaruh Perilaku
Pengena
lan
kebutuh
an (hasil
dari
Pencarian
informasi
(proses
belajar)
Pilihan
(atas dasar
informasi
yang
menguatka
Evaluasi atas
pembelian
(proses
persepsi diri
sendiri)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
membed
akan
stimuli)
n)
Sumber: diadaptasi dari Sutisna, (2002), “Perilaku Konsumen & Komunikasi
Pemasaran”.
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian ini berjudul Pengaruh Experiential Marketing terhadap
Keputusan Konsumen Memilih Kayla “Salon & SPA Muslimah”. Penelitian
ini tentu tidak lepas dari berbagai penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai
pandangan dan juga referensi serta acuan dalam penyusunan skripsi ini.
Adapun penelitian terdahulu sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Daishi Murakami, dalam
tesis yang yang berjudul “Analisis Experiential Marketing terhadap Sikap
Konsumen Restaurant Asuka”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar dampak yang diberikan oleh experiential marketing terhadap
sikap konsumen secara individual (parsial) maupun bersamaan (simultan)
dalam restoran tersebut. Konsumen yang akan dijadikan responden dalam
penelitian ini dikhususkan kepada konsumen berwarga negara Indonesia, hal
tersebut untuk membantu peningkatan konsumen Indonesia yang bagian dari
target baru untuk restoran tersebut. Untuk melihat dampak yang diberikan
oleh experiential marketing terhadap sikap konsumen, digunakan metode
deskriptif korelasi pearson, analisis regresi sederhana dan analisis regresi
berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa experiential
marketing secara bersamaan (simultan) memiliki dampak yang signifikan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
terhadap sikap konsumen, hal tersebut juga menunjukkan bahwa aspek-aspek
experiential marketing tidak dapat dipisahkan dan semua aspek itu sangatlah
penting untuk satu sama lain.36
Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian
tersebut melihat dampak experiential marketing terhadap sikap konsumen.
Sementara, dalam penelitian ini membahas pengaruh experiential marketing
terhadap keputusan konsumen dalam memilih suatu produk.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Shartika Purnama Dewi, dalam
skripsi yang berjudul “Pengaruh Experiential Marketing terhadap
Pembentukan Loyalitas Pelanggan 7-Eleven”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh Experiential Marketing terhadap loyalitas pelanggan
dari 7-Eleven di Jakarta. Penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu
loyalitas pelanggan (Y) dan lima variabel independen experiential marketing
terdiri dari sense ( ), feel ( ), think ( ), act ( ) dan relate ( ). Hasil
penelitian ini berdasarkan uji parsial dan simultan, menunjukkan bahwa
hanya variabel feel yang berpengaruh signifikan sedangkan variabel
independen lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Namun, sense, feel,
think, act, dan relate berpengaruh signifikan secara simultan.37
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian
tersebut menganalisis pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas
pelanggan. Sementara itu, dalam penelitian ini membahas pengaruh
36 Daishi Murakami, “Analisis Experiential Marketing Terhadap Sikap Konsumen Restaurant
Asuka” (Thesis--Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 2011). 37 Shartika Purnama Dewi, “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Pembentukan Loyalitas
Pelanggan 7-Eleven” (Skripsi—Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
experiential marketing terhadap keputusan konsumen dalam memilih suatu
produk.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh, Atina Alia Wardani, dalam
skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Experiential Marketing terhadap
Keputusan pembelian (Studi pada Derajat Celcius)”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh experiential marketing (sense, feel, think, act dan
relate) terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini berdasarkan
pengujian hipotesis menggunakan uji t menunjukkan bahwa terdapat tiga
variable independen yang diteliti yaitu think, act dan relate terbukti
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen keputusan
pembelian. Sedangkan dua variabel independen lainnya yaitu sense dan feel
berpengaruh positif tetapi signifikan terhadap variabel dependen keputusan
pembelian. Kemudian melalui uji F dapat diketahui bahwa kelima variabel
independen memang layak untuk menguji variabel dependen keputusan
pembelian.38
Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah bahwa di
tempat penelitian tersebut pada penelitian terdahulu di Derajat Celcius
(Sektor Percetakan) sedangkan penelitian ini di tempat Kayla “Salon & Spa
Muslimah” selain itu konsumennya juga berbeda dengan penelitian
sebelumnya.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh, Albertus Christian dan Diah
Dharmayanti, dalam jurnal yang berjudul, “Pengaruh Experiential Marketing
38 Atina Arlia Wardani, “Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Keputusan
Konsumen” (Skripsi--Universitas Diponegoro, Semarang, 2011).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
terhadap Customer Satisfaction dan Customer Loyalty The Light Cup di
Surabaya Town Square”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa experiential
marketing yang dilakukan oleh The Light Cup Café memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan pelanggan, sedangkan pengaruh experiential
marketing terhadap loyalitas konsumen memiliki pengaruh yang negative dan
tidak signifikan pada dimensi feel, think dan relate. Hasil lain menunjukkan
bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
loyalitas pelanggan.39
Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian
tersebut mendiskripsikan pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan
konsumen dan loyalitas pelanggan. Sementara itu, dalam penelitian ini
membahas dampak experiential marketing terhadap keputusan konsumen
dalam memilih suatu produk.
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Raissa Andrawina, dalam
skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Experiential Marketin, Perceived
Quality dan Advertising terhadap Keputusan Pembelian pada Produk Luwak
White Koffie (Studi Kasus pada Komunitas Pecinta Kopi Noesantara “Kopi
Koe”)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh experiential
markteing, perceived quality dan advertising terhadap keputusan pembelian
pada produk Luwak White Koffie. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa secara parsial experiential marketing, advertising berpengaruh
39 Albertus Christian et al, “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Customer Satisfaction dan Customer Loyalty The Light Cup di Surabaya Town Square”, Jurnal manajemen Pemasaran,
Vol 1, No 2, (2013).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
signifikan terhadap keputusan pembelian, sedangkan perceived quality tidak
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Secara simultan
terbukti bahwa experiential marketing, perceived quality dan advertising
berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai Adjusted
R Square adalah 0,694 yang berarti semua variabel independen dapat
dijelaskan sebesar 69.4% terhadap variabel dependen. Sementara sisanya
30.6% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diuji dalam
penelitian.40
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian
tersebut menganalisis pengaruh experiential marketing, perceived quality dan
advertising terhadap Keputusan Pembelian pada Produk Luwak White Koffie
(Studi Kasus pada Komunitas Pecinta Kopi Noesantara “Kopi Koe”)”.
Sementara itu, dalam penelitian ini membahas pengaruh experiential
marketing terhadap keputusan konsumen dalam memilih suatu produk.
C. Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disusun suatu kerangka
konseptual penelitian seperti yang disajikan pada gambar berikut ini.
40 Raissa Andrawina, “Analisis Pengaruh Experiential Marketin, Perceived Quality dan
Advertising terhadap Keputusan Pembelian pada Produk Luwak White Koffie (Studi Kasus pada
Komunitas Pecinta Kopi Noesantara “Kopi Koe”)”” (Skripsi—Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2013).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
Keterangan:
= Secara Parsial
= Secara Simultan
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.41
41 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 64.
Keputusan Konsumen
Memilih Kayla Salon & Spa
Muslimah
Hubungan (Relate) ( )
Tindakan (Act) ( )
Perasaan (Feel) ( )
Pikiran (Think) ( )
Panca Indera (Sense) (
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat diajukan suatu hipotesis
yang masih memerlukan pengujian untuk membuktikan kebenarannya. Dalam
penelitian ini, pengujian dilakukan dengan dua arah (two-tailed), sehingga
hipotesis nol dan hipotesis alternative yang digunakan yaitu:
1. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel sense secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel sense secara parsial
terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon & Spa
Muslimah”.
2. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel feel secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel feel secara parsial
terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon & Spa
Muslimah”.
3. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel think secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel think secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
4. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel act secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel act secara parsial
terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon & Spa
Muslimah”.
5. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel Relate secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel relate secara
parsial terhadap keputusan konsumen memilih Kayla “Salon &
Spa Muslimah”.
6. : =0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel sense, feel,
think, act, dan relate secara simultan terhadap keputusan
konsumen memilih Kayla “Salon & Spa Muslimah”.
: 0: Terdapat pengaruh yang signifikan variabel sense, feel, think,
act, dan relate secara simultan terhadap keputusan konsumen
memilih Kayla “Salon & Spa Muslimah”.