makalah undang-undang

4
Undang-Undang dan Etika Kefarmasian Disusun Oleh: Kelompok 1 Anggota: Nurannisa (I22112018) Novia ovi try permatasari (I22112030) Taslima (I22112033) UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI FARMASI PONTIANAK 2015 Kasus I

Upload: alvin-pratama-jauharie

Post on 08-Jul-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

undang-undang

TRANSCRIPT

Page 1: makalah undang-undang

Undang-Undang dan Etika Kefarmasian

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Anggota:

Nurannisa (I22112018)

Novia ovi try permatasari (I22112030)

Taslima (I22112033)

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PRODI FARMASI

PONTIANAK

2015

Kasus I

Page 2: makalah undang-undang

Wakil ketua IAI Yogyakarta, Saiful bahri Kamis mengatakan, sejak 2008 selain

apotek kusuma Nata, IAI telah mengendus pelanggaran penjualan psikotropik di 6 Apotek.

“yang 3 sudah diperingatkan dan mematuhi aturan. Sisanya sampai sekarang masih

melakukan praktek yang hampir sama dengan apotek Kusuma Nata,”

ungkapnya.Diberitahukan, sebanyak 22 pemuda dari 29 orang yang mengantri membeli obat

di Apotek Kusuma Nata rupanya positif pengguna obat jenis psikotropika praktik penebusan

resep psikotropika di Apotek Kusuma Nata sudah bisa disebut tidak wajar. Sebab dalam satu

hari obat-obatan psikotropika yang ditebus lebih dari 100 resep.

Penyelesaian:

a. Permasalahan

1) Pemberian obat jenis psikotropika di apotek yang dalam satu hari melebihi

100 resep.

2) Golongan berapa psikotropika yang diberikan ke pasien.

b. Pelanggaran

UU RI NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

BAB III

produksi

Pasal 5

“Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pasal 7

“Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar

dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar lainnya”.

Bagian Ketiga

Penyerahan

Pasal 14

“(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

dan dokter.

(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek

lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada

pengguna/pasien.

(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/

pasien”.

BAB VIII

PENGGUNA PSIKOTROPIKA DAN REHABILITASI

Page 3: makalah undang-undang

Pasal 36

“(1) Pengguna psikotropika hanya dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa

psikotropika untuk digunakan dalam rangka pengobatan dan/atau perawatan.

(2) Pengguna psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai

bukti bahwa psikotropika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan,

diperoleh secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat

(4), dan ayat (5)”.

Pasal 37

“(1) Penggunapsikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban

untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan.

(2) Pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

pada fasilitas rehabilitasi”.

Pasal 38

“Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan

dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental,

dan sosialnya”.

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi,

baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan

menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 dan

Permenkes No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah:

a) Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan

tenggang waktu masing – masing dua bulan.

b) Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan

pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta.

c) Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek

tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam

keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.

c. Kesimpulan

a) masyarakat yang menebus obat golongan psikotropika harus dengan resep

yang jelas dan obat tersebut harus benar-benar di perlukan oleh pasien.

b) sebaiknya penyerahan obat golongan psikotropika harus mengikuti aturan

yang berlaku seperti yang telah di jelaskan.

c) Jika apotek masih saja melakukan pelanggaran maka aptek tersebut harus

menerima sanksi moral dengan tahapan pemeriksaan, pengawasan, dan

pembinaan.

d) Untuk masyarakat yang menyalah gunakan obat-obatan tersebut sebaiknya di

rahabilitasi agar mereka pulih dari ketergantungan obat tersebut.

Kasus II

Page 4: makalah undang-undang

Semarang- operasional apotek yang dilakukan bukan oleh apoteker merupakan

pelanggaran hukum.

Penyelesaian:

a. Permasalahan

1) Apotek yang beroprasi tanpa memiliki apoteker.

2) Pemberian pelayanan kefarmasian bukan apoteker.

b. Pelanggaran dan ulasan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2014

TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh

ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.

(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. sumber daya manusia; dan

b. sarana dan prasarana

BAB VII

PELAYANAN

Pasal 14

(1)Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.

(2)Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggung jawab

Apoteker Pengelola Apotik.

Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah nomor 51

tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, menyatakan bahwa setiap pelayanan kefarmasian

harus dilakukan oleh Apoteker. Pada Pasal 21 PP nomor 51 tahun 2009 disebutkan bahwa

Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker

harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian, selain itu disebutkan bahwa penyerahan

dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.

c. Kesimpulan

1) Apotek tersebut melanggar peraturan yang telah di jelaskan diatas.

2) Apotek tersebut tidak mengutamakan keselamatan pasien, karena belum tentu

seorang yang bukan apoteker tersebut mengetahui hal apa saja yang

seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker.

3) Sebaiknya apotek tersebut mencari seorang apoteker agar apotek tetap dapat

menjalankan pelayanan kefarmasian dengan baik.