makalah relasi antara tuhan alam dan manusia.docx
TRANSCRIPT
RELASI ANTARA TUHAN, MANUSIA DAN ALAM
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS Al-A’raf 96)
Di dalam ayat di atas sangat nyata bagaimana Allah mengkaitkan antara perilaku
penduduk negeri dengan gerak alam, baik yang datang dari bawah atau bumi
maupun dari atas alias langit. Allah menjamin bahwa jika penduduk negeri
beriman dan bertakwa niscaya Allah akan perintahkan langit dan bumi untuk
memberikan banyak keberkahan bagi penghuninya. Dan Allah senantiasa
menepati janjinya, tidak pernah mengingkari janjiNya.
Namun sebaliknya, Allah menyampaikan ancaman bila penduduk negeri
mendustakan ayat-ayat Allah, maka pastilah Allah akan menyiksa mereka
disebabkan perbuatan penghuninya.
Lalu mengapa di negeri berpenduduk muslim terbanyak di dunia, yaitu Indonesia,
terjadi bencana beruntun? Sungguh, penulis khawatir jangan-jangan jumlah
muslim di negeri ini memang sangat banyak, namun benarkah kita berlaku jujur
dalam pengakuan keimanan kita?
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah. Sebagai berikut :
1. Apa pengertian tentang Tuhan?
2. Apa konsep dasar tentang makhluk?
3. Bagaimana relasi antara Tuhan, alam dan manusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mempelajari pengertian tentang Tuhan.
2. Untuk mempelajari tentang konsep dasar makhluk.
3. Untuk mempelajari tentang relasi antara Tuhan dengan manusia.
4. Untuk mempelajari tentang relasi antara manusia dengan alam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian tentang TuhanA. Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal
Seluruh alam semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi
di balik semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua
‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama
mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada.
Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandir. Seluruh ciptaanNya
mentaati perintahNya. Namun Ia bukanlah pelakuNya. Ia tak berbentuk, Ia maha
ada dan memelihara segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa,
Abadi, Penebus Dosa, Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal
dan Ia adalah Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan,
Swadaya, Ia lautan kenikmatan dan Ia Maha Ada. Ia merupakan perwujudan
Sabda dan Nama-Nya memelihara segala sesuatu.[1]
B. Konsep Allah dalam paganisme (penyembahan berhala) arab
Kata Allah adalah ‘kata fokus’ tertinggi dalam sistem Al-Qur’an, yang nilai
penting dan kedudukanNya tidak ada yang melebihinya. Secara umum, sebuah
nama, dalam arti sebuah kata adalah simbol dari sesuatu. Dalam dunia arab pra
islam, konsep Allah sudah memiliki makna dan arti, diantaranya:
1) Allah dalam konsepsi ini adalah Pencipta dunia.
2) Dialah pemberi kehidupan terhadap segala sesuatu.
3) Dialah satu-satunya yang memimpin dengan sangat sungguh-sungguh.
4) Dialah objek dari apa yang kita deskripsikan sebagai monotheisme (paham
keTuhanan yang Maha Esa).
5) Akhirnya, Allah adalah penguasa Ka’bah.[2]
C. Siapakah Tuhan dan bagaimanakah hubungannya dengan kita
Tuhan Yang Maha Kuasa adalah pencipta seluruh alam semesta. Ia menciptakan
segala sesuatu dari diri-Nya sendiri. Karena itulah, Ia adalah pencipta sejati. Ia
merupakan keseluruhannya. Sumber dari hakikat yang membentuk jiwa kita, itu
disebut Tuhan. Bila kita merupakan tetesan kesadaran, maka Ia adalah lautan
kesadaran. Bila merupakan seberkas sinar dari hakikat kesadaran, maka Ia adalah
matahari dari hakikat kesadaran itu. Jiwa penuh kasih, dan Tuhan adalah sumber
dari segala kasih.[3]
D. Bukti bahwa Allah Ada
Apabila kita hendak berbicara tentang bukti-bukti material haruslah dimulai
dengan makhluk. Dialah merupakan bukti sepanjang siang dan malam berada
dihadapan kita dan kita rasakan langsung keberadaannya sebab hal hal tersebutlah
yang kita geluti sehari-hari. Itu adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh
siapapun. Dengan demikian hanya dengan menggunakan bahwa alam semesta
telah diciptakan dan dipersiapkan bagi kehidupan manusia sebelum manusia
diciptakan. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 29: “Dia-lah yang
menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan dia Maha mengetahui
segala sesuatu”.[4]
2.2 Konsep dasar makhlukA. Teori segala sesuatu
Sangat sukar untuk membangun sebuah teori penyatuan segala sesuatu dengan
lengkap yang merupakan tolok tunggal. Maka sebagai gantinya, kita telah
membuat kemajuan dengan menemukan teori-teori secara parsial atau per bagian
dari teori penyatuan. Teori tersebut menyatakan sebuah batasan kawasan dari
kejadian-kejadian dan mengabaikan pengaruh-pengaruh lain atau
memperkirakannya dengan angka-angka tertentu. Dapatkah benar-benar ada
sebuah teori penyatuan segala sesuatu? Akankah kita hanya memburu sebuah
fatamorgana? Jawaban atas pertanyaan ini terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
a. Benar-benar ada sebuah teori penyatuan yang lengkap, yang ditemukan pada
suatu saat jika kita benar-benar pandai.
b. Tidak terdapat teori tentang alam semesta yang terakhir, hanya sebuah deretan
teori yang menggambarkan alam semesta yang lebih akurat.
c. Tidak terdapat teori tentang alam semesta. Kejadian yang tidak dapat diprediksi
di luar sebuah keberadaan tertentu, namun terjadi dalam sebuah cara yang
sekehendak dan acak.[5]
B. Teori penciptaan alam semesta
Dalam surat Al-Baqarah ayat 117 Allah SWT berfirman: “Pencipta langit dan
bumi, bila Dia berkehendak atas sesuatu. Dia mengatakan-Nya, Jadilah dan
terjadilah ia”. Dalam model teori ledakan Big Bang, apabila waktu nyata
diinterpolasikan ke arah titik mula kelahiran alam semesta, maka apapun dalilnya
akan sampai pada suatu keadaan kemanunggalan masif awal. Singularitas awal
atau kemanunggalan awal adalah suatu keadaan yang tak terhindarkan dari
kenyataan alam semesta yang tidak bergantung pada ada atau tidaknya pengamat
dalam alam semesta. Teori fisiki kuantum mula-mula muncul pada awal abad ke-
20. Fisika kuantum berpendapat bahwa gerak materi di dalam situasi atau pada
tingkat kuantum tidak memiliki sifat deterministik atau pasti seperti pada tingkat
mekanik klasik, tetapi ia memiliki sifat probabilistik atau kemungkinan-
kemungkinanyang ada.[6]
C. Beragam konsepsi tentang alam semesta
Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi
tentang alam semesta, yaitu :
1) Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2) Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi
oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3) Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujah. Dengan demikian konsepsi
islam mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain konsepsi
filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak
seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu
menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.[7]
2.3 Relasi antara Tuhan, alam dan manusia1. Tuhan dan manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat
bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a. Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang
utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari
Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b. Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang
sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c. Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai
Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan
manusia sebagai hamba yang patuh.
d. Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang
berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan
manusia sendiri.
2. Manusia dan alamPada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan
keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat ini manusia sudah dikuasai
nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam
memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap keimbangan
ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang dulu lebat kini sudah gundul
karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri.
Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan
kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak pohon
yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan demikian fungsi
hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat bagi berbagai macam
ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu terjadi, maka jelaslah hanya
dampak buruk yang akan kita terima sebagai konsekuensinya. Contohnya saja
banjir bandang, tanah longsor dan yang paling parah ialah pemanasan global yang
sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks
akan berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena Allah
karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.
Padahal hakekatnya manusia ini diciptakan oleh Allah ialah untuk menjadi
khalifah di muka bumi ini. Hal tersebut dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, ” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." Kita sebagai manusia benar-benar wajib untuk
bersyukur karena kita sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah
sama seperti tumbuhan, malaikat, hewan ataupun setan namun ternyata kita diberi
suatu tanggung jawab yang istimewa. Apakah itu ? Yaitu Allah SWT
mempercayakan bumiNya ini untuk diurus oleh kita manusia. Padahal sebelum
Allah memberikan amanah mulia ini pada manusia, Allah telah terlebih dahulu
menawarkannya pada para malaikat dan malaikat menyatakan tidak sanggup, lalu
Allah juga menawarkannya kepada gunung namun gunung juga menyatakan tidak
sanggup, begitu pula ketika ditawarkan kepada golongan jin serta makhluk ciptaan
Allah yang lain, semuanya menyatakan tidak sanggup. Kemudian Allah
mempercayakan amanah yang sungguh luar biasa berat ini kepada golongan
manusia, lalu mengapa kita tidak bersyukur ? Maka dari itu mari kita lihat
kembali siapa diri kita sebenarnya. Amanah yang dibebankan oleh Allah di
pundak manusia sungguh sangatlah berat. Apabila kita telah menyadari tanggung
jawab itu, maka kita akan selalu bersyukur dan akan menjalankan fungsi dan tugas
kita sebagai khalifah di muka bumi ini dengan baik. Yaitu kita akan benar-benar
menjadi pemimpin di bumi ini dan menjaga alam ini. Kita tidak akan merusak
hutan, mencemari laut dan tidak akan membuat polusi karena kita sadar bahwa
bumi ini adalah titipan Allah SWT kepada manusia. Kita juga akan menjadikan
bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal menuju kehidupan yang hakiki yaitu
kehidupan akhirat, dengan cara menjaga kelestarian alam ini dan kita akan selalu
berusaha sebisa mungkin agar peringatan Allah pada surat Ar-Ruum ayat 41 yang
artinya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”,
menjadi cambuk yang keras agar kita selalu istiqomah dalam bertauhid kepada
Allah dan menjaga kelestarian alam ciptaan Allah yang Maha Mulia ini.
A. KONSEP األرضى فى الله خلفة
Istilah Khalifatullah fi al-ardh secara harfiah memiliki sejumlah tafsir pemaknaan.
Pertama, yang populer istilah khalifatullah berarti delegasi dan wakil Allah SWT
di muka bumi. Kepatuhan alam semesta kepada kepentingan manusia.
يفسدفيها من فيها اتجعل قالوا خليفة االرض فى جاعل ي إن للملئكة ك رب قال وإذ
ماالتعلمون اعلم ي إن قال لك ونقدس بحمدك ح نسب ونحن الدماء ويسفكIngatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Rabb berfirman: Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah [2]:30)
Sementara kedua, istilah khalifatullah berarti penguasa yang menggantikan ras
makhluk Allah SWT (yang lain) di muka bumi. Jadi khalifah dalam konsep ini
bermakna dua, sebagai wakil/utusan dan atau sebagai pengganti peradaban suatu
ras yang telah eksis sebelumnya.
ذين ال كمااستخلف االرض فى هم لتستخلفن وعملواالصلحت امنوامنكم ذين وعدالله ال
قبلهم .من
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
mengkhalifahkan mereka di muka bumi, sebagaimana Dia telah mengkhalifahkan
bangsa sebelum mereka..”. (QS. An-Nuur [24]: 55).
تعملون كيف فينظر األرض فى ويستخلفكم عدوكم يهلك ان كم رب عسى قال“..Musa menjawab: ‘Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan
menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya)’…”. (QS. Al-A’raaf [7]: 129).
B. KONSEP عبادةIbadah merupakan bahasa serapan dari Bahasa Arab ‘abada yang artinya hamba.
Sementara ibadah sendiri berarti suatu penghambaan dan kebaktian seorang
mahluk kepada Sang Penciptanya. Ibadah tidak dapat dimaknai hanya dengan
shalat saja, namun cakupannya sangat kompleks hingga seluruh aspek kehidupan
manusia.
Secara umum, ritus ibadah di dalam ajaran Islam di bagi menjadi dua katagori,
yaitu:
1. Ibadah Mahdhah, yaitu suatu ritus ibadah seorang Muslim langsung kepada
Allah SWT. Bentuk ibadah ini antara lain seperti shalat, dzikir, puasa dan haji.
Artinya adalah bahwa ibadah ini merupakan hubungan vertikal antara seorang
hamba kepada Allah SWT.
2. Ibadah Ghairu al-Mahdhah, yaitu suatu bentuk ritus ibadah (penghambaan
kepada Allah SWT) kepada Allah SWT dengan perantara makhlukNya. Ibadah ini
dapat berupa muamalah (sosial), munakahat (pernikahan), membangun tempat
ibadah dan pengajian dan lain-lainnya. Ibadah ghaira al-mahdhah ini meski
bersifat kepada sesama (altruistik) namun orientasi dan tujuannya tetaplah
merupakan suatu bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Dalam hal ini niat
seseorang memegang peranan yang sangat vital dan menentukan. Pertanyaan
mendasar dalam ranah ibadah adalah mengapa ibadah ini kemudian menjadi
penting dan harus menjadi semangat di dalam hidup seorang hamba. Maka, dari
jawaban tersebut nantinya akan terungkap hikmah-hikmah penghambaan seorang
makhluk yang ternyata adalah kembali kepada kebaikan nasib sang abid tersebut.
Konsep ini berangkat dari pemahaman tauhid bahwa Allah SWT sebagai Tuhan
sama sekali tidak membutuhkan ibadah para makhluknya. Artinya adalah bahwa
tanpa penghambaan makhluknya sekalipun maka Allah SWT tetap akan
berpredikat sebagai Tuhan semesta alam. Tentu ini menjadi semakin menarik
guna di perdalam wilayah kajiannya.
BAB III
PENUTUP4.1 Kesimpulan
Apabila kita hendak berbicara tentang bukti-bukti material haruslah dimulai
dengan makhluk. Dialah merupakan bukti sepanjang siang dan malam berada
dihadapan kita dan kita rasakan langsung keberadaannya sebab hal hal tersebutlah
yang kita geluti sehari-hari. Itu adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh
siapapun. Dengan demikian hanya dengan menggunakan bahwa alam semesta
telah diciptakan dan dipersiapkan bagi kehidupan manusia sebelum manusia
diciptakan. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 29: “Dia-lah yang
menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan dia Maha mengetahui
segala sesuatu”.
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat
bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a. Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang
utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari
Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b. Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang
sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c. Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai
Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan
manusia sebagai hamba yang patuh.
d. Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang
berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan
manusia sendiri.
Padahal hakekatnya manusia ini diciptakan oleh Allah ialah untuk menjadi
khalifah di muka bumi ini. Hal tersebut dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, ” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
Amanah yang dibebankan oleh Allah di pundak manusia sungguh sangatlah berat.
Apabila kita telah menyadari tanggung jawab itu, maka kita akan selalu bersyukur
dan akan menjalankan fungsi dan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini
dengan baik. Yaitu kita akan benar-benar menjadi pemimpin di bumi ini dan
menjaga alam ini. Kita tidak akan merusak hutan, mencemari laut dan tidak akan
membuat polusi karena kita sadar bahwa bumi ini adalah titipan Allah SWT
kepada manusia. Kita juga akan menjadikan bumi ini sebagai ladang amal sebagai
bekal menuju kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, dengan cara
menjaga kelestarian alam ini dan kita akan selalu berusaha sebisa mungkin agar
peringatan Allah pada surat Ar-Ruum ayat 41 yang artinya, “Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”, menjadi cambuk yang
keras agar kita selalu istiqomah dalam bertauhid kepada Allah dan menjaga
kelestarian alam ciptaan Allah yang Maha Mulia ini.
4.2 Saran
Dengan adanya penjelasan seperti di atas semoga kita selalu bisa menjaga dan
melestarikan alam sekitar sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dan
mendapan ridho dari-Nya sebagai tujuan hakiki hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
M. Solihin. Perkembangan Filsafat. Pustaka Setia. Bandung : 2007.
Toshihiko Izutsu. Relasi Tuhan dan Manusia. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta : 2003.Sabdono Surohadikusumo. Kemana Mencari Tuhan. Pustaka Dian. Yogyakarta : 2006.
Murtadha Muthahhari. Manusia dan Alam Semesta. Penerbit Lentera. Jakarta : 2006.
Ahmad Marconi. Bagaimana Alam Semesta Diciptakan. Pustaka Jaya. Jakarta : 2003.
Stephen W. Hawking. Teori Segala Sesuatu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2007.
Franz Magnis Suseno. Menalar Tuhan. Kanisius. Yogyakarta : 2006.
Ian G. Barbour. Menemukan Tuhan. Mizan Media Utama. Bandung : 2002.
[1] Sabdono Surohadikusumo. Kemana Mencari Tuhan, (Yogyakarta : Penerbit Pustaka Dian, 2006), hlm. 26.[2] Toshihiko Izutsu. Relasi Tuhan dan manusia, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), hlm. 107.[3] Sabdono Surohadikusumo. Op. Cit. hlm. 37.[4] Mutawalli Asy-Sya’rawi. Bukti Adanya Allah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), hlm. 16.[5] Stephen W. Hawking. Teori Segala Sesuatu, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 122-134.[6] Ahmad Marconi. Bagaimana Alam Semesta diciptakan, (jakarta : PT. Kiblat Buku Utama, 2003), hlm. 142.[7] Murtadha Muthahhari. Manusia dan Alam Semesta, (Jakarta : Penerbit Lentera, 2006), hlm. 51-59.