makalah pai kelas 1 a
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Arti Taubat Nashuha
Makna Taubat menurut pengertian bahasa ialah kembali. Maksudnya ialah
kembali pulang mengikuti jalan yang benar dengan meninggalkan jalan yang sesat.
Allah SWT, berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan Taubat
yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-
kesalahanmu dan memasukan kamu kedalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai”.(QS. At-Tahrim : 8)
Ayat diatas merupakan seruan kepada orang-orang yang beriman agar
kembali kepada Allah dari perbuatan-perbuatan dosa dengan Taubat yang benar-
benar murni dan tulus, yaitu dengan niat sungguh-sungguh tidak mengulangi
perbuatan maksiat itu kembali, sesudah menyesalatas perbuatan yang terlanjur
dilakukan. Sebab Taubat yang Nashuha akan menghapus dosa dan memasukannya
kedalam surga.
Ubay bin Ka’ab Ra. Mengatakan, “Kami telah diberitahu bahwa akan terjadi
pada umat ini saat mendekati hari kiamat yaitu :
1. Orang yang berhubungan badan dengan istri atau budaknya pada dubur,
2. Pelacuran sesama wanita. Haram hukumnya dimurka oleh Allah dan Rasul-
Nya.
3. Pelacuran sesama laki-laki. Inipun haram hukumnya dimurka oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Mereka ini tidak diterima shalatnya terkecuali dengan bertaubat yang
nashuha.
Zir bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, “Apakah taubat nashuha itu?”
Jawab Ubay, “Saya telah bertanya kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda,
‘menyesal atas dosa yang diperbuat, lalu meminta ampun kepada-Nya dan tidak
akan mengulangi perbuatan itu untuk selama-lamanya’.”
Ditanya Umar tentang taubat nashuha. Ia menjawab “Taubat Nashuha itu
adalah tidak kembali kepada perbuatan dosa sebagaimana tidak kembalinya air susu
pada payudara ibu yang menyusui anaknya”.
Para Ulama bersepakat, yang dimaksud Taubat Nashuha itu terdiri dari tiga
syarat, yaitu :
1. Menghentikan Maksiat.
2. Menyesal atas perbuatan yang terlanjur dilakukan.
3. Niat sungguh-sungguh tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Dan apabila
dosa yang dilakukan berhubungan dengan manusia, maka taubatnya ditambah
dengan syarat keempat, yaitu :
4. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak.
Salah satu nama surat dalam Al-Qur’an ialah At-Taubah (Pengampunan).
Surat kesembilan ini dikenal pula dengan nama Bara’ah, yang artinya berlepas diri.
Maksudnya, sebagian besar pokok pembicaraan surat ini tentang pernyataan berlepas
dirinya orang-orang yang beriman terhahadap orang-orang musyrik yang diwujudkan
dengan jihad melawan mereka sebagai bukti taubat yang nashuha. Dan, disinilah
tampak jelas bahwa hakikat taubat yang sebenarnya senantiasa menuntut pelakunya
berlepas diri secara totalitas terhadap segala sesuatu yang mempersekutukan Allah
SWT, sebagai akidah orang yang bertaubat.
2. Taubat Itu Hijrah
Keterkaitan Taubat dengan Hijrah adalah laksana ruh di dalam jasad. Tiada
arti ruh tanpa jasad dan tiada arti jasad tanpa ruh. Keberadaan keduanya itulah hidup
dan perpisahannya adalah maut.
Arti Hijrah berasal dari bahasa Arab, yang artinya meninggalkan suatu
perbuatan, ataubberpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Adapun arti Hijrah
menurut syari’at ada tiga macam, yaitu :
Pertama : Hijrah dari semua perbuatan yang dilarang oleh Allah ke perbuatan
yang tidak dilarang oleh Allah. Hijrah ini adalah diharuskan dikerjakan oleh tiap-tiap
orang yang telah mengaku beragama islam. Nabi SAW telah bersabda yang artinya :
“Orang-orang yang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala yang Allah
telah melarang daripadanya.”(diriwayatkan Al-Bukhary dan lainnya dari shahabat
Abdullah bin Umar Ra.).
Jadi, siapa saja dari orang-orang Islam, telah meninggalkan semua
perbuatan yang dilarang oleh Allah, maka ia termasuk daripada orang yang
mengerjakan hijrah yang pertama.
Kedua : Hijrah (mengasingkan) diri dari pergaulan orang-orang musyrik atau
orang-orang kafir yang memfitnah orang-orang yang telah memeluk agama islam.
Maka hijrah ini adalah diharuskan juga dikerjakan tiap-tiap orang islam karena untuk
menjauhi fitnah-fitnah dari orang-orang musyrik dan kafir yang memusuhi islam.
Yang pada prinsipnya dapat dipergunakan untuk mengerjakan perintah-perintahnya
dan menjauhi larangan-larangannya. Dizaman Nabi SAW hijrah ini pernah
dikerjakan oleh kaum muslimin, yakni hijrah sebagian kaum Muslimin diwaktu itu
ke Negeri Habsyi sampai terjadi dua kali.
Ketiga : Hijrah (berpindah) dari negeri atau daerah orang-orang kafir atau
musyrik ke negeri atau daerah orang-orang muslimin. Seperti hijrah Nabi SAW dan
kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja syarat-syarat Taubat Nashuha ?
2. Apa saja macam-macam Taubat ?
BAB II
PEMBAHASAN
Empat Syarat Taubat Nashuha
1. Syarat Pertama : Menghentikan Maksiat
Untuk memenuhi syarat yang pertama ini sangat diperlukan sikap bara’ah
(sikap tegas yang disertai tindakan berlepas diri atau pemutusan hubungan dari
segala perkara yang dapat menimbulkan perbuatan maksiat). Karena mana mungkin
seseorang dikatakan telah bertaubat dengan sebenar-benarnya bila masih bertoleransi
dan berhubungan baik dengan kemaksiatan. Perbuatan semacam ini merupakan
pernyataan berloyalitas pada jalan-jalan syaitan dan syiar-syiarnya. Bukan saja
tertolak taubatnya, bahkan lambat laun menyeret pelakunya kepada kekufuran.
Diantara ciri-ciri orang yang menghentikan maksiat, ialah sebagai berikut :
1. Mencampakan Sifat Sombong
Segala kemegahan dan kenikmatan dunia seringkali membuat orang lupa
dan sombong, hingga tercatatlah ia dalam golongan orang-orang yang sombong.
Allah SWT berfirman yang artinya :
“Dan apabila dikatakan kepadanya : ‘bertaqwalah kepada Allah’, bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahanam. Dan sesungguhnya neraka Jahanam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya”. (QS. Al-Baqarah : 206)
“Tiga orang yang pada hari kiamat tidak akan diampuni dan tidak akan dilihat
dengan pandangan rahmat Allah dan untuk mereka tetap disediakan siksa yang
pedih. Pertama, orang tua renta yang berzina; kedua, raja pendusta; dan ketiga,
orang melarat yang sombong”. (Diriwayatkan Muslim)
Untuk itu hendaklah setiap orang yang ingin bertaubat dengan sebenar-
benarnya mencampakan jauh-jauh sifat sombong. Tiada satu kemaksiatan pun dapat
dihentikan bila sifat ini masih ada di hati seorang muslim.
2. Hijrah
Taubat yang dapat menghentikan maksiat harus disertai dengan hijrah.
Simaklah berita dari Abu Said Al-Khudry Ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda yang
artinya :
“Dahulu pada umat-umat yang terdahulu, terjadi seseorang telah membunuh
sembilan puluh sembilan jiwa, kemudian ia ingin bertaubat, maka mencari seorang
alim, dan ditunjukan pada sorang pendeta, maka ia bertanya, ‘saya telah
membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah ada jalan untuk bertaubat ?’
Jawab pendeta,’ maka segera dibunuh pendeta itu, sehingga genap seratus orang
yang telah dibunuhnya. Kemudian mencari orang alim lainnya, dan ketika telah
ditunjukan maka ia menerangkan bahwa ia telah membunuh seratus orang, apakah
ada jalan untuk bertaubat ?Jawab si Alim, ya ada, dan siapakah yang dapat
menghalanginya untuk bertaubat ? pergilah ke dusun itu karena disana banyak
orang yang taat kepada Allah, maka berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka,
dan jangan kembali ke negerimu ini, karena tempat penjahat’. Maka pergilah orang
itu. Tatkala dalam perjalanan ia meninggal dunia. Maka bertengkarlah Malaikat
Rahmat, ‘ia telah berjalan untuk bertaubat kepada Allah dengan sepenuh hatinya’.
Berkata Malaikat Siksa, ‘ia belum penah berbuat kebaikan sama sekali’. Maka
datanglah seorang malaikat berupa manusia dan dijadikannya sebagai juri (hakim)
diantara mereka. Maka ia berkata’. Ukur saja antara dua dusun yang yang
ditinggalkan dan yang dituju, maka ke mana ia lebih dekat masukkanlah ia kepada
golongan orang sana.’ Kemudian diukur, dan didapatkan lebih dekat kepada dusun
baik yang ditujunya, kira-kira sejengkal, maka dipegang ruhnya oleh Malaikat
Rahmat.” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim).
Dari hadits di atas, jelas bahwa hijrahnya si Pembunuh dari negerinya yang
penuh kemaksiatan dan orang-orangnya yang jahat ke dusun yang banyak orang-
orang baik, menjadi jawaban diterima taubatnya si pembunuh tadi.. Sekalipun ia
belum pernah berbuat kebaikan. Dan disini terlihat pula peran niat ikhlas karena
Allah sebagai Aqidah orang-orang yang bertaubat sekalipun hijrahnya belum sampai
kedusun yang dituju,- maka telah tetap pahalanya disisi Allah.
3. Tidak Berputus Asa dari Rahmat Allah
Orang yang bertaubat tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah.
Semestinya orang yang bertaubat dan bertekad menghentikan kemaksiatannya
memiliki sikap optimis terhadap Allah SWT. Allah SWT, berfirman yang artinya :
“katakanlah : ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampui batas terhadap diri
mereka sendiri, jangan lah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun Lagi Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar : 53).
Dari Anas Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Telah berfirman Allah Ta’ala, ‘wahai Anak Adam ! Selagi engkau meminta
dan berharap daripada-Ku, maka Aku akan ampunkan apa-apa dosa yang telah
terlanjur dan tidak Aku perdulikan lagi. Wahai Anak Adam ! walaupun sampai
dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampun kepada-Ku, niscaya Aku beri
ampunan kepadamu. Wahai Anak Adam ! Jika engkau datang kepada-Ku dengan
dosa sepenuh isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan yang lain dengan Aku,
niscaya Aku datang padamu dengan ampunan sepenuh bumi pula’.” (Diriwayatkan
At-Tirmidzy dan ia berkata ini hadits hasan shahih).
Tapi banyak orang berkeyakinan bahwa dosanya tidak akan diampuni oleh
Allah dan dirinya hanya layak menjadi bahan bakar api neraka. Yang pada akhirnya
dia berputus asa untuk bertaubat dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.
4. Tidak berprasangka buruk kepada Allah
Tidak mungkin dapat menghentikan kemaksiatan seseorang yang
berprasangka buruk kepada Allah. Karena sebagian prasangka adalah dosa yang
menjerumuskan kepada fitnah. Allah SWT berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12).
Bagaimana pula kiranya seseorang yang ingin bertaubat dan menghentikan
kemaksiatanya berprasangka buruk kepada Allah. Bukankah akan tertolak taubatnya.
Dari jabir bin Abdillah Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“janganlah mati salah satu dari kamu, melainkan dalam keadaan baik sangka
kepada Allah azza wa jalla.”
Sudah semestinya orang yang mau bertaubat dan menghentikan
kemaksiatannya berbaik sangka kepada Allah. Karena pada dasarnya sangka Allah
mengikuti sangka hamba-Nya.
Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Allah telah berfirman, ‘Aku selalu mengikuti sangka hamba-Ku......’.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
2. Syarat Kedua : Menyesal Atas Perbuatan Yang Terlanjur
Dilakukan
Ini adalah syarat taubat nashuha yang kedua. Bukan dinamakan taubat bila
rasa penyesalan atas suatu perbuatan dosa yang dilakukan saja tidak ada. Dan,
bagaimana pula akan menghentikan kemaksiatan dan sadar untuk bertaubat ? karena
itu rasa penyesalan termasuk syarat taubat yang nashuha.
Adapun ciri-ciri orang yang menyesal atas kemaksiatan yang terlanjur
dilakukannya ialah sebagai berikut :
1. Melafadzkan Taubat dan Berdo’a
Penyesalan selain terletak di hati juga harus dilafadzkan dengan lisan.
Pelafadzan akan menguatkan hati dan memeliharanya dengan janji yang telah
diikrarkan dihadapan Allah. Dan Istighfar adalah lafadz bagi orang-orang bertaubat
yang berisikan do’a-do’a memohon ampunan kepada Allah Ta’ala. Sedemikian
pentingnya kedudukan pelafadzan istighfar sampai-sampai Rasulullah setiap hari
melakukan sebanyak tujuh puluh hingga seratus kali.
Dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah bersabda yang artinya :
“Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar dan bertaubat kepada
Allah tiap hari lebih dari tujuh puluh kali.” (Diriwayatkan Al-Bukhary).
2. Tidak Menangguhkan Taubat
Ciri lain orang yang menyesal atas kemaksiatan yang dilakukan ialah tidak
menangguhkan taubat, tapi menyegerakannya. Bila taubat ditangguhkan terlihattiada
kesungguhan. Penangguhan disebabkan oleh keraguan sedang penyegeraan
dikarenakan takut dan penyesalan. Allah SWT berfirman yang artinya :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa.” (Ali Imran : 133).
3. Mengganti Keburukan Dengan Kebaikan
Penyesalan baru terlihat nyata setelah si Pelakunya mengadakan perbaikan.
Sesal atas kemaksiata yang melekat di hati dan dikuatkan dengan lafadz taubat, baru
terbukti dengan praktek amal shaleh sebagai langkah mengadakan perbaikan. Allah
SWT berfirman yang Artinya :
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh;
maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan : 70).
3. Syarat Ketiga : Niat Sungguh-sungguh Tidak Mengulangi
Perbuatan Itu Kembali
Syarat ketiga taubat nashuha ini pun memiliki ciri-ciri yang menunjukan
bahwa seseorang berniat bersungguh-sungguh tidak mengulangi kemaksiatannya
setelah bertaubat. Diantara ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wara’ (berhati-hati)
Sikap berhati-hati termasuk perkara yang dapat membentengi taubat dari
kerusakan akibat mengulangi perbuatan maksiatnya kembali. Keberadaan wara’ bagi
orang yang bertaubat menjadi pemelihara dan motor penggerak aktivitas-aktivitas
ibadah sebagai manifestasi taubat yang nashuha menuju tingkat muttaqin. Dari
Athiyah bin Urwah Assa’dy Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“seorang hamba tidak dapat mencapai tingkat muttaqin, hingga meninggalkan apa-
apa yang tidak berdosa, karena khawatir terjerumus pada apa yang berdosa.”
(Diriwayatkan At-Tirmidzy).
2. Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran
Niat sungguh-sungguh tidak mengulangi perbuatan dosa, juga terlihat dari adanya
kemauan yang kuat dari orang yang bertaubat menganjurkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran kepada orang lain. Ini adalah wujud pernyataan dirinya perang secara terbuka
terhadap segala kemungkaran yang ia penah terjerumus kedalamnya dan telah merasakan
langsung kemudharatannya. Kembalinya orang yang bertaubat ialah dengan mengikuti jalan
Allah.
3. Menyadari Ujian Sebagai Peringatan Agar Bertaubat
Banyak orang-orang yang bertaubat cepat merasa puas dan menganggap
dirinya telah bersih. Mereka lupa bahwa syaitan tidak pernah berputus asa
menjerumuskan manusia ke lembah dosa hanya dengan menggunakan satu umpan.
Boleh jadi taubat seseorang atas suatu perbuatan dosa mencapai tingkat nashuha dan
tidak dilakukannya lagi; tetapi itu bukan berarti ia telah bebas sepenuhnya dan lolos
begitu saja dengan umpan-umpan syaitan lainnya dengan tingkat godaan yang lebih
berat. Taubat terakhir dari keimanan, sedang keimanan tidak diakui sebelum
mengalami ujian.
4. Syarat Keempat : Menyelesaikan Urusan dengan Orang Yang
Berhak
Syarat taubat keempat ini harus ditunaikan apabila perbuatan dosa yang
dilakukan melanggar hak manusia. Seperti mencuri barang milik orang lain,
berhutang yang tidak dilunasi, ghibah, mencaci maki, mengolok-olok, sumpah palsu,
ingkar janji, merusak nama baik orang, menyakiti badan, dan segala perkara dosa
yang terkait dengan hak manusia. Selain harus melakukan tiga syarat taubat
sebelumnya, maka orang yang melakukan perbuatan dosa yang berhubungan dengan
hak manusia harus melengkapi taubatnya dengan syarat keempat ini. Ada-pun cara
menyelesaikan urusan dengan orang yang dilanggar haknya adalah :
1. Mengembalikan Apa Yang Harus Dikembalikan
2. Meminta Ma’af Atau Halalnya Kepada Orang Yang Dilanggar
Haknya
Allah berfirman yang artinya :
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubatlah
kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberikan
kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai
keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku
takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Huud : 3)
Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya :
“Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain, maka minta
ma’aflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang hari dimana mata uang tidak
berlaku lagi. Kalau ia mempunyai amal baik, sebagian dari amal baiknya itu akan
diambil sesuai dengan kadar aniaya yang telah dilakukannya. Kalau ia tidak
mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan kepada
dosanya.”*(Diriwayatkan Al-Bukhary) *(dosa orang yang dilanggar haknya akan
ditimpakan kepada orang yang melanggarnya).
Selain menunjukan pentingnya minta ma’af, hadits diatas berisikan pula
ancaman atas mereka yang enggan meminta ma’af atau halalnya orang yang telah
dilanggar haknya.
Macam-macam Taubat
Dalam hal ini Imam Ghazali membagi taubat menjadi tiga tingkatan yaitu :
1. Taubat Orang Awam, taubat ini dilakukan atas dosa-dosa yang nyata atau
kelihatan seperti dosa berzina, mencuri, korupsi, membunuh, minum-
minuman keras, dan lainnya.
2. Taubat Khusus, taubat ini dilakukan atas dosa-dosa batin atau tidak
kelihatan mata seperti dengki, riya’, ujub, takabur, dan lainnya. Sikap-sikap
ini secara langsung tidak diketahui oleh orang lain. Namun demikian, akibat
sikap ini bisa dirasakan oleh pihak lain.
3. Taubat Lebih Khusus, taubat ini dilakukan atas dosa/kasalahan lalai
mengingat Allah. Taubat inilah yang dimaksudkan dalam Sabda Nabi
Muhammad SAW yang menyatakan : “Aku beristighfar dan bertaubat lebih
dari 70 kali dalam sehari”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Taubat merupakan ruh dan jasadnya adalah hijrah. Karena hijrah manifestasi
dari taubat.
2. Orang yang mengembalikan secara totalitas fitrah dirinya selaku insan kepada
Allah selaku pencipta, Al-Khalik. Dengan kata lain, tidak mempersekutukan
Allah dengan segala sesuatunya. Maka konsekwensinya, ia akan menjadi
hamba yang rela, puas, dan taat diatur dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Sudah barang tentu ia pula yang menjadipemelihara dan pembela bagi agama
Allah yang setia darigangguan apapun yang akan merusak fitrah manusia dari
penghambaan kepada Khaliknya.
3. Hijrah adalah manifestasi taubat nashuha. Dengan hijrah hidup fitrah dimulai,
praktek-praktek amal shaleh didukung dan para pelanggarnya ditindak
dengan hukum Allah yang universal ditegakkan.
4. Niat ikhlas adalah syarat pokok semua ibadah yang diterima disisi Allah
SWT. tidak dikatakan seseorangf melakukan taubat yang nashuha bila telah
rusak niatnya.
5. Berniat yang bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi maksiat yang
pernah dia lakukan.
6. Macam-macam Taubat menurut Imam Ghazali dibagi menjadi tiga tingkatan
yaitu, Pertama : Taubat Orang Awam, Kedua : Taubat Khusus, Ketiga :
Taubat Lebih Khusus.
Alhamdulillah, dengan pertolongan-Nya akhirnya penulisan makalah yang
berjudul “Taubat Nashuha” ini bisa selesai. Karena itu, diharapkan kita bisa
merealisasi diri dan bersegera bertaubat kepada allah Ta’ala sebelum terlambat.
Wassalam.
(Kelompok 3_kelas 1a_matematika)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Mubin Ahmad.2002. “Empat Syarat Taubat Nashuha”.Jakarta :
Darul Falah.
Rahardjo, M. Dawan.2002. “Ensiklopedi Al-Qur’an”. Yogyakarta :
Paramadina.
Chalil, KH. Moenawar.1993. “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam”. Jakarta : PT. Bulan Bintang.
Al-Afifi, Thoha Abdullah.1994. “Tobat”. Surabaya : Risalah Gusti.
www.google.com