makalah iii kv

39
BAB I Pendahuluan Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Manifestasi klinis penyakit demam rematik ini akibat kuman Streptococcus Grup A beta hemolyticus . Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik, tetapi demam rematik terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologik pada demam rematik yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. 1 Regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidensinya. Beberapa jenis pemeriksaan dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis seperti fonokardiografi, kateterisasi kardiak, serta angiografi. Karl et al melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta yang berat, didapatkan angka kematian lebih tinggi dari yang diharapkan dan angka kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang diterapi konservatif. 2 1

Upload: ardi-arfandy

Post on 27-Jan-2016

244 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Makalah III KV

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah III KV

BAB I

Pendahuluan

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang

digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Manifestasi klinis

penyakit demam rematik ini akibat kuman Streptococcus Grup A beta hemolyticus. Meskipun

individu-individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik, tetapi demam rematik

terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari

segi epidemiologik pada demam rematik yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk.1

Regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta merupakan penyakit jantung yang masih

cukup tinggi insidensinya. Beberapa jenis pemeriksaan dapat digunakan untuk membantu

menegakkan diagnosis seperti fonokardiografi, kateterisasi kardiak, serta angiografi. Karl et

al melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta yang berat,

didapatkan angka kematian lebih tinggi dari yang diharapkan dan angka kesakitan meningkat

tinggi pada pasien yang diterapi konservatif.2

BAB II

1

Page 2: Makalah III KV

LAPORAN KASUS

Saudara seorang dokter di Rumah Sakit. Datang Tn. Amir, 20 tahun, dengan keluhan

sesak nafas dan berdebar-debar. Sesak jika melakukan olahraga. Anamnesis lanjutan

didapatkan Tn. Amir kadang-kadang demam dan sakit menelan. Beberapa tahun yang lalu

berobat ke rumah sakit dan mendapat suntikan Penadur LA 1,2 juta unit setiap bulan.

Pengobatan tidak dilanjutkan karena merasa tidak sakit dan sulit mendapatkan obatnya.

Pernah dirawat 1 tahun yang lalu karena demam dan sesak nafas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

TD: 170/60 mmHg

Nadi: 120 x/menit, pulsasi besar (magnus et celer)

RR: 24 x/menit

Suhu: 37°C

Jugular vein 5+4 cm

S1-S2 regular, terdengar bising protodiastolik (early diastolic) dengan punctum maximum di

parasternal kiri.

Ronki basah pada kedua basal paru.

Hepatomegali 3 jari dibawah arcus costae. Hepatojugular reflux (+)

Lien tidak teraba.

Edema pretibial (+) pada kedua tungkai.

2

Page 3: Makalah III KV

Hasil laboratorium:

Hb: 12 g%

Hematokrit: 40%

Lekosit: 8000/μL

Ureum: 40 mg/dL

Creatinin: 1 mg/dL

LED: 25 mm/jam

Diff count: 2/2/30/50/8/2

ASTO: (-)

Gambaran elektrokardiogram

Gambaran foto thoraks

3

Page 4: Makalah III KV

BAB III

4

Page 5: Makalah III KV

ANALISA KASUS

I. Anamnesis

Identitas Pasien

Nama : Tn. Amir

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : -

Agama : -

Status Pernikahan : -

Alamat : -

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan berdebar-debar. Sesak napas dirasakan pada

saat berolahraga.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada anamnesis selanjutnya didapat bahwa pasien kadang-kadang mengalami demam dan

sakit saat menelan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Satu tahun yang lalu pernah dirawat di rumah sakit karena demam dan sesak napas.

Riwayat Pengobatan

5

Page 6: Makalah III KV

Beberapa tahun yang lalu berobat ke rumah sakit dan mendapat suntikan Penadur LA 1,2 juta

unit setiap bulan. Namun pengobatan tidak dilanjutkan karena merasa tidak sakit dan sulit

mendapatkan obatnya.

Riwayat Kebiasaan

-

Anamnesis Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

- Sudah berapa lama nyeri dirasakan pasien ?

- Apakah keluhan terjadi mendadak ?

- Apakah keluhan membaik saat istirahat ?

- Apakah keluhan sesak napas dan berdebar-debar dirasakan pasien dalam waktu

bersamaan ?

- Apakah keluhan sesak napas dan berdebar-debar dirasakan pasien pada saat

melakukan kegiatan atau dirasakan juga saat sedang istirahat ?

- Apakah pasien merasakan nyeri dada ?

- Bagaimana sifat nyerinya, dan apakah nyeri dirasakan di tempat lain ?

- Jenis olahraga apakah yang dilakukan pasien ?

- Apakah pasien melakukan olahraga secara rutin ?

- Berapa lama durasi olahraga yang dilakukan pasien ?

- Apakah pasien mengalami batuk ?

- Apakah sesak pada saat berbaring ?

- Apakah sesak dirasakan pada malam hari ?

- Apakah rasa sesak dirasa makin lama makin berat ?

6

Page 7: Makalah III KV

- Apakah pasien mengalami demam ?

- Apakah pasien mudah lelah ?

- Apakah pasien mudah berkeringat ?

- Apakah pasien mengalami penurunan berat badan ?

- Apakah pasien merasakan berkurangnya nafsu makan ?

Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah keluhan pernah dialami pasien sebelumnya?

- Apakah pasien mengidap Asma ?

- Apakah pasien memiliki riwayat Hipertensi ?

Riwayat Keluarga

- Apakah di keluarga pasien ada yang mengalami riwayat hipertensi, PJK, DM, stroke,

atau dislipidemia ?

- Apakah di keluarga pasien ada yang mengidap alergi ?

Riwayat Kebiasaan

- Bagaimana pola olahraga yang dijalani pasien, dan apakah teratur ?

II. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapat :

Status Generalis

- Keadaan umum :-

- Kesadaran :-

NO Tanda

vital

Pada pasien Nilai

normal

Keterangan

1. Tekanan

darah

170/60 mmHg <120/<80

mm Hg

menurut

Pada pasien

termasuk

hipertensi

7

Page 8: Makalah III KV

JNC VII grade II

2. Nadi 120x/menit,pulsasi

besar (magnus et

celer)

60-100

x/menit

tachycardia

3. Pernafasan 24 x/menit 16-20

x/menit

tachypnoe

4. Suhu 37o C 36,50 C-

37,50 C

Pasien suhu

masih

normal

Status lokalis

Auskultasi

Jantung:

- S1-S2 regular -> normal

- Terdengar bising protodiastolik (early diastolik) dengan puctum maximum di

parasternal kiri -> terdengar murmur diastolik. Pada katup mitral, stenosis katup

mitral karena penutupan katup mitral yang tidak sempurna

Paru-paru:

- Ronki basah pada kedua basal paru -> Menandakan adanya edema paru

Palpasi

8

Page 9: Makalah III KV

Leher:

- Jugular vein pressure 5+4 cm (normal= 5+2 cm)

Tekanan Vena Jugularis diperiksa pada posisi berbaring terlentang dengan kepala

membentuk sudut 30° dengan bidang datar. Atur posisi kepala sedemikian rupa agar

vena jugularis tampak jelas. Tekan bagian distal dari vena jugularis (dibawah

mandibula), tandai batas bagian vena yang kolaps. Kemudian buat bidang datar

melalui angulus Ludovici, ukur jarak antara bidang tersebut dengan batas bagian vena

yang kolaps. Bila jaraknya 2 cm, maka hal ini menunjukkan tekanan vena jugularis

adalah 5-2 cm H2O yang merupakan ukuran normal tekanan vena jugularis. Kemudian

buat bidang datar melalui angulus Ludovici, merupakan bidang yang berjarak 5 + 0

cm H2O. Pada pasien gagal jantung atau efusi pericardial, maka tekanan vena

jugularis akan meningkat diatas 5-2 cm H2O. pada pasien ini didapatkan meningkat.

Hal ini dapat terjadi akibat dari backward failure.

Hepar dan lien

- Hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae. Hepatojugular reflux (+)

Hepar yang normal tidak teraba sampai batas arcus costae. Pada pasien ini didapatkan

hepatomegali yang dapat mengindikasikan adanya backward failure dan mengarah

kepada telah terjadinya gagal jantung kanan.

- Lien tidak teraba (normal)

Extremitas

- Edema pretibial (+) pada kedua tungkai decompensatio cordis kanan

9

Page 10: Makalah III KV

III. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Nilai Normal Data Pasien Interpretasi Hasil Keterangan

Hb (g/dl) 13-16 g/dl 12 g/dl Normal

Leukosit (μl) 5.000-10.000/ μl 8000/ μl Normal

Ht (%) 40-48 % 40% Normal

Ureum 20-40 mg/dl 40 mg/dl Normal Pemeriksaan ureum untuk

melihat fungsi ginjal .

Creatinin 0,5 – 1,5 mg/dl 1 mg/dl Normal pemeriksaan kreatinin untuk

melihat fungsi ginjal.

LED

(mm/jam)

0-10 mm/jam 25 mm/jam ↑ meningkat diduga terjadi

inflamasi akut/ kronis,

kerusakan jaringan.

Diff Count Basofil :  0–

1(%)

Eosinofil : 1–

3(%)

Batang : 2–6

(%)

Segmen : 50–

70(%)

Limfosit :20–40

(%)

2/2/30/50/8/2 Terjadi kenaikan

pada Basofil,

Batang dan

Limfosit.

Sel batang meninggi

dikarenakan banyaknya sel

muda.

10

Page 11: Makalah III KV

Monosit : 2–8

(%)

ASTO < 200 (lu/dl) – Normal Tes untuk mengetahui

adanya antibody terhadap

kuman Streptokokus Beta

Hemolitik. Pada pasien ini

kemungkinan berada pada

fase inaktif RHF.

Hasil Elektrokardiogram (EKG)

Gambaran hasil EKG terdapat sinus rhytm, terlihat gelombang P positif di Lead II, III,

aVF, dan gelombang P negatif di aVR. Peningkatan tegangan QRS di semua lead. Terdapat

ST elevasi pada sandapan V2 dan V3 yang menandakan adanya infark pada anteroseptal. Dan

terdapat juga ST elevasi pada sandapan III, AvF dan V6 yang menandakan iskemi. Terdapat

hipertrofi ventrikel kiri dilihat dengan cara S V1+ R V5 or V6 > 35 mm. Pada gambar EKG 3

(S V1) + 38 (R V6) = 41.3

Hasil Foto Thorax

Pada foto rontgen di atas tidak layak di baca karena tidak tercantumnya

1. Identitas :

- nama penderita

- umur penderita

- jenis kelamin

- tanggal pemotretan

11

Page 12: Makalah III KV

- RS / klinik tempat foto dibuat

2. Fotonya kurang jelas

3. Foto tidak jelas posisi pengambilannya karena tidak di cantumkan AP

( AnteroPosterior ) atau PA ( PosteroAnterior ) karena dari posisi nya saja

berpengaruh terhadap pembacaan .

Pada foto ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan kanan, hipertrofi

atrium kanan, terdapat inferted koma dan CTR >50%. Untuk memastikan adanya hipertrofi

ventrikrl kanan, kami membutuhkan foto lateral. Kelompok kami pun juga mengusulkan

pemeriksaam elektrokadiogram pada pasien ini untuk mendukung diagnosis dan

membantu perencanaan dalam tatalaksana.

IV. Patofisiologi

Etiologi pasien pada kasus ini adalah demam rematik, diagnosis ditegakan karena

adanya riwayat demam dan susah menalan, yang kemungkinan ini adalah faringitis. Faringitis

merupakan awal dari infeksi streptococus beta hemoliticus tipe A. Infeksi yang awalnya

menyerang faring menyebabkan faringitis, apabila penyembuhan tidak optimal dan ditambah

faktor predisposisi yaitu usia 3 sampai 16 tahun, kurangnya imun, penderita yang sudah

mendapat serangan rematik, riwayat keluarga, kembar monozigot, dan over crowding,

streptokokus dapat berpindah ke jantung dan biasanya menyerang daerah katup karena

adanya reaksi imun-antigen diakibatkan adanya persamaan antara karbohidrat dari

streptokokus grup A dengan glikoprotein katup jantung dan adanya persamaan sarcolema sel

miokard dan streptokokus.

Pada kasus ini infeksi mengenai katup aorta, menyebabkan katup aorta menebal, kaku

dan perforasi, yang dapat bermanifestasi menjadi regurgitasi aorta. Katup tidak tertutup

12

Page 13: Makalah III KV

secara rapat sehingga selama sistole sebagian darah yang telah diejeksikan kembali ke dalam

ventrikel kiri karena gradien tekanan yang terbalik sebelumnya, ini yang dinamakan volume

regurgitasi. Ini mengakibatkan tekanan darah diastolik menurun dan volume sekuncup efektif

juga menurun. Pada awalnya dapat dikompensasi dengan meningkatkan volume diastolik

akhir. Tapi lama kelamaan maka terjadilah dilatasi ventrikel. Sesuai dengan hukum Laplace,

dilatasi ventrikel membutuhkan kekuatan miokardium yang lebih besar, karena bila tidak

tekanan pada ventrikel kiri akan menurun. Oleh karena itu akan terjadi hipertrofi ventrikel.

Karena adanya aliran balik aorta, tekanan diastolik aorta akan turun dibawah

normal, untuk mempertahanka nilai rata-rata normal, keadaan ini akan dikompensasi dengan

meningkatkan tekanan sistolik, yang artinya meningkatkan kerja jantung. Kerja jantung yang

berlebihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

Akibat kompensasi yang bertahun-tahun, akhirnya jantung tidak dapat

mengkompensasi lagi. Darah banyak tersisa di ventrikel, dan lama-lama akan penuh, yang

menyebabkan regurgitasi mitral, lalu tekanan atrium kiri akan meningkat karena banyaknya

darah yang akan terkumpul pada atrium kiri, diakibatkan ventrikel kiri sudah penuh. Darah

dari paru-paru yang menuju atrium kiri pun terhambat, akibatnya darah terkumpul di paru-

paru dan terjadilah edema paru, menyebabkan sesak nafas.

Backward failure terjadi akibat curah jantung yang kurang sehingga darah yang

kembali pun berkurang dan tertimbun di system vena. Darah yang tertimbun ini kemudian

mengalami transudasi ke jaringan sehingga timbullah edema pretibial dan hepatomegali.

Penimbunan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan aliran vena cava superior sehingga

didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) yaitu 5+4 cm dan hepatojugular

refluks pada pasien ini.

V. Diagnosis

1. Diagnosis fisiologis : Aorta insufisiensi

13

Page 14: Makalah III KV

2. Diagnosis etiologi : Aorta insufisiensi ini di sebabkan oleh demam reumatik

3. Diagnosis fungsional : NYHA class II penderita dengan kelainan jantung yang

berakibat pembatasaa berat aktifitas fisik. Merasa enak saat istirahat . aktivitas yang

berat dari aktivitas sehari-hari mengakibatkan dispnea dan palpitasi. Diagnosis ini

ditegakan karna pasien merasa ebih enak bila tidak melakukan aktivitas seperti

olahraga karna pasien ini sesak bila melakukan olahraga.

4. Diagnosis anatomi : adanya kelainan anatomis pada jantung kiri , paru-paru,

hepar dan ektremitas bawah. Pada jantung kiri terlihat hipertropi dari foto thorax dan

pada hepar terdapat hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae pada pemeriksaan

palpasi , pada paru-paru terdapat oedema terlihat pada pemeriksaan fisi adanya ronki

basah pada kedua basal paru dan pada ektremitas bawah terlihat pada pemeriksaan

adanya oedema pretibial pada kedua tungkai .

VI. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan:

1. O2 4L/per menit nasal kanul

Oksigen diberikan pada pasien karena ada keluhan sesak nafas,

2. Furosemide 60 mg

Furosemide adalah suatu diuresis yang kerjanya ialah menurunkan oedem

yang diderita oleh pasien ini. Cara kerja diuresis adalah dengan menarik

kelebihan cairan dalam tubuh yang lalu dikeluarkan melalui urin

14

Page 15: Makalah III KV

3. Captopril 3x12,5 mg

Adalah suatu vasodilator, yang bekerja dalam vasodilatasi pembuluh darah

sehingga dapat mengontrol tekanan darah. Captopril diminum sebanyak 3 kali

sehari 1-2 jam sebelum makan.

4. Eritromisin 3x250mg

Antibiotik yang digunakan salah satunya untuk demam reumatik. Hal ini

dilakukan untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan rekurensi dari

demam rematik.

Selain terapi medikamentosa diatas juga dianjurkan terapi non-medikamentosa, yaitu

diet rendah kolesterol, rendah lemak, dan rendah garam. Selain itu pasien juga dianjurkan

untuk mengkonsumsi banyak serat dan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung

omega-3.

VII. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah hipoksia jaringan hingga syok

yang dikibatkan oleh kurang suplai darah.

VIII. Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Malam

Hal ini berhubungan dengan gagal janutng yang telah dialami oleh pasien ini.

Pasien ini masuk dalam derajat II klasifikasi NYHA.

Ad Fungsionam : Dubia ad Malam

15

Page 16: Makalah III KV

Fungsi jantung pasien ini dapat dikatakan telah gagal dan bersifat irreversible.

Ad Sanationam : Dubia ad Malam

Penyakit ini dapat rekuren apabila terjadi infeksi kembali.

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Jantung

16

Page 17: Makalah III KV

Ruang – Ruang Jantung

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan 2

berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).

1. Atrium

a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh.

Kemudian, darah dipompakan ke ventrikel kanan  dan selanjutnya ke paru.

b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena

pulmonalis. Kemudian, darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh

tubuh melalui aorta.

2. Ventrikel

Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula carnae. Alur yang menonjol disebut

muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katub atrioventrikuler oleh

serat yang disebut korda tendinae.

a. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui

arteri pulmonalis.

b. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui

17

Page 18: Makalah III KV

aorta.    

Katup-Katup Jantung

1. Katup atrioventrikuler

Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan

ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup (trikuspid). Sedangkan katup yang terletak

diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (Mitral/bikuspid).

Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah

aliran balik pada fase sistolik.

2. Katup Semilunar

a. Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari

ventrikel kanan.

b. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. 

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang

simetris. Danya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke

arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.

18

Page 19: Makalah III KV

Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana

tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.

II. Demam Rematik

Demam rematik adalah suatu peradangan yang terjadi sebagai komplikasi dari radang

tenggorok yang tidak diobati dengan sempurna dan biasanya disebabkan oleh bakteri

Streptococcus grup A. Demam rematik paling sering terjadi pada anak-anak hingga remaja

yang berumur 5-15 tahun. Penyakit ini jarang ditemui di negara-negara maju tapi masih

banyak dijumpai di negara-negara berkembang. Demam rematik dapat menimbulkan

kerusakan permanen pada jantung, termasuk kerusakan katup dan gagal jantung. Pengobatan

pada demam rematik dapat mengurangi kerusakan akibat peradangan, mengurangi rasa sakit

akibat gejala-gejala yang ada dan dapat mengurangi kekambuhan dari demam rematik itu

sendiri.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan demam rematik, antara lain:

1. Riwayat keluarga, beberapa orang kemungkinan memiliki atau membawa gen yang

membuat mereka bisa lebih terkena demam rematik.

2. Bakteri Streptococcus tipe tertentu, bisa memungkinkan untuk menimbulkan demam

rematik. Seperti jenis Streptococcus grup A.

3. Faktor lingkungan, resiko demam rematik berhubungan dengan faktor kepadatan

penduduk, sanitasi yang buruk, dan kondisi lainnya yang dengan mudah dapat

mengakibatkan cepatnya transmisi atau eksposur terhadap bakteri Streptococcus.

Gejala klinis yang dapat timbul pada demam rematik, diantaranya:

Sakit tenggorokan: Meskipun perkiraan bervariasi, hanya 35% -60% dari semua

pasien dengan demam rematik bisa memiliki gejala radang pada saluran pernapasan

19

Page 20: Makalah III KV

atas kembali dalam beberapa minggu sebelumnya. Gejala yang timbul pada setiap

individu banyak yang tidak terlihat secara medis, tidak terdiagnosis, atau tidak

mengambil antibiotik yang diresepkan untuk pencegahan demam rematik.

Polyarthritis: Secara keseluruhan, arthritis terjadi pada sekitar 75%

dari serangan pertama kali demam rematik. Kemungkinan meningkat seiring

dengan usia pasien, dan radang sendi merupakan manifestasi utama demam

rematik dalam 92% dari orang dewasa.

Karditis: Dalam serangan pertama demam rematik, karditis terjadi pada 30%-60%

kasus. Hal ini lebih sering terjadi pada anak muda tetapi dapat terjadi juga pada orang

dewasa.

Sydenham chorea: ini terjadi pada kasus sampai dengan 25% kasus demam rematik

pada anak-anak tetapi sangat jarang pada orang dewasa. Hal ini lebih umum terjadi

pada anak perempuan. Sydenham chorea dalam demam rematik mungkin karena

memiliki mimikri molekuler, dengan autoantibody bereaksi dengan ganglion otak.

Eritema marginatum: Terjadi dalam serangan pertama demam rematik pada anak,

eritema marginatum terjadi pada sekitar 10%. Seperti chorea, sangat jarang pada

orang dewasa.

Nodul subkutan jarang terlihat oleh pasien

Gejala lain mungkin termasuk demam, sakit perut, arthralgia, malaise, dan epistaksis.

Patofisiologi demam rematik

Demam rematik ditandai oleh lesi inflamasi non supuratif pada sendi, jantung,

jaringan subkutan, dan sistem saraf pusat. Dalam sebuah literatur, disebutkan bahwa di

negara maju demam rematik muncul dengan infeksi faring yang disebabkan oleh bakteri

Streptococcus grup A. Resiko terjadinya demam rematik setelah terjadinya infeksi faring

akibat Streptococcus diperkirakan 0,3-3 %. Dalam sebuah penelitian baru, demam

20

Page 21: Makalah III KV

rematik yang terjadi pada populasi aborigin di Australia.menunjukkan bahwa infeksi

kulit streptokokus juga mungkin berhubungan dengan terjadinya demam rematik.

Molekul mimikri yang terdapat pada cedera jaringan yang terjadi pada demam

rematik. Kedua pertahanan tubuh host, yaitu sistem imun humoral dan seluler secara

genetik rentan terlibat. Dalam proses ini, respon imun pasien (baik B-cell dan T-

cell mediated) tidak dapat membedakan antara mikroba yang menginvasi dan jaringan inang

tertentu. Peradangan dapat terlihat pada infeksi akut dan menghasilkan manifestasi protean

dari demam rematik.

Pengobatan demam rematik

Pada saat demam rematik ditegakkan terhadap semua penderita, harus diperlakukan

seolah-olah masih terdapat infeksi streptococcus meskipun organisme tersebut tidak

ditemukan pada kultur. Jadi penderita harus diberikan antibiotika guna mencegah munculnya

kembali bakteri tersebut. Apabila pasien menderita penyakit jantung rematik yang disertai

dengan penyakit demam rematik yang sering rekuren diberikan profilaksis sekunder.

Kemudian juga diberikan anti inflamasi apabila terjadi peradangan.4

III. Insufisiensi Aorta

Kelainan katup aorta merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi

insidensinya. Beberapa jenis pemeriksaan dapat digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis seperti fotokardiografi, kateterisasi kardiak, serta angiografi.

21

Page 22: Makalah III KV

Etiologi

Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam kelainan

artificial yaitu :

Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada :

Penyakit kolagen

Aortitis sifilitika

Diseksi aorta

Penyakit katup artificial

Penyakit jantung reumatik

Endokarditis bakterialis

Aorta artificial congenital

Ventricular septal defect (VSD)

Ruptur traumatic

Aortic left ventricular tunnel

Genetik

Sindrom marfan

Mukopolisakaridosis

Patofisiologi

Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan

untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan artificial ventrikel kiri.

22

Page 23: Makalah III KV

Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vascular perifer menurun sehingga curah

jantung bisa terpenuhi.

Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal,

ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun

pada waktu istirahat.

Gejala Klinis

Ada 2 macam gambaran klinis regurgitasi yang berbeda, yaitu :

1. Regurgitasi aorta kronik, biasanya terjadi akibat proses kronik seperti penyakit

jantung reumatik, sehingga artificial kardiovaskular sempat melakukan mekanisme

kompensasi. Tapi bila kegagalan ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak

napas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-sekali timbul artificial nocturnal

dyspnea. Keluhan akan semakin memburuk antara 1 – 10 tahun berikutnya. Angina

pectoris muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan artificial dan

timbulnya hipertrofi ventrikel kiri.

Pemeriksaan jasmani menunjukkan nadi, selar dengan tekanan nadi yang besar dan

tekanan artificial rendah, gallop dan bising artificial timbul akibat besarnya curah

sekuncup dan regurgutasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising artificial lebih

keras terdengar di garis sterna kiri bawah atau apeks pada kelainan katup artificial,

sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sterna kanan.

Bila ada ruptur daun katup, bising ini sangat keras dan musical.

Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah sekuncup

meningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara regurgitasi

aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising mid/late

diastolic (bising Austin Flint)

23

Page 24: Makalah III KV

2. Regurgitasi aorta akut, berbeda dengan regurgitasi kronik, regurgitasi akut biasanya

timbul secara mendadak dan banyak, sehingga belum sempat terjadi mekanisme

kompensasi yang sempurna. Gejala sesak napas yang berat akibat tekanan vena

pulmonal yang meningkat secara tiba-tiba. Dengan semakin beratnya gagal jantung

peninggian tekanan artificial ventrikel kiri menyamai tekanan artificial aorta, sehingga

bising artificial makin melemah. Hal ini akan menyulitkan diagnosis. Pemeriksaan

elektrokardiografi dan foto rontgen bisa normal karena belum cukup waktu untuk

terjadinya dilatasi dan hipertrofi.

Penatalaksanaan

Pengobatan medikamentosa

Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun

asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat pencegahan

sekunder dengan antibiotic. Juga terhadap kemungkinan endokarditis bakterialis bila ada

tindakan khusus. Selain itu pengobatan dengan vasodilator seperti nifedipine, felodipine, dan

ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi

beban di ventrikel kiri, sehingga dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi

miokardium.

Pengobatan pembedahan

Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa

dipertimbangakan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup aorta

24

Page 25: Makalah III KV

umumnya harus diganti dengan katup artificial. Timbulnya keluhan terutama sesak napas,

merupakan indikasi operasi.

Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan adalah pasien

dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic dimention besar dari 65 mm) dan normal

fungsi sistolik, dapat diterapi dengan vasodilator, dan nifedipin merupakan pilihan yang baik.

Pembedahan dilakukan terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif,

dimensi diastolic akhir lebih dari 70mm, dimensi diastolic 50 mm dan EF 50%. Pasien

dengan disfungsi ventrikel kiri yang simtomatis, harus dilakukan penggantian katup setelah

periode pengobatan intensif dengan digitalis, diuretic, dan vasodilator untuk mencegah

timbulnya gejala gagal jantung.5

BAB VI

KESIMPULAN

25

Page 26: Makalah III KV

Kelompok kami mendiagnosis pasien ini regurgitasi atau insufisien aorta dengan

etiologi demam remarik. Hal ini kami simpulkan berdasarkan dari data yang kami dapatkan

baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Kami memerlukan

pemeriksaan tambahan seperti foto lateral dan ekokardiogran untuk menunjang diagnosis dan

membantu dalam perencanaan tata laksana. Prognosis pasien ini dapat dikatakan buruk

karena pasien telah mengalami gagal jantung yang mengakibatkan edema paru, JVP

meningkat, hepatomegali dan edema pretibial.

Daftar Pustaka

26

Page 27: Makalah III KV

1. Leman S. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.1662-64

2. Leman S. Regurgitasi Aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna

Publishing; 2009.p.1688

3. ECG Library. Left ventricular and left atrial hypertrophy. Available at:

http://www.ecglibrary.com/lvhlah.html. Accessed 14 Mei 2012.

4. Rheumatic Fever. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/236582-

overview. Accessed 14 Mei 2012.

5. Leman S. Regurgitasi Aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna

Publishing; 2009.p.1688-96

27

Page 28: Makalah III KV

28