makalah adm

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Drs. AW. Widjaja: 1994 dalam buku Etika Administrasi Negara Etika administrasi di kalangan pegawai negeri tertentu disebut dengankode etik. Misal Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kode etik KORPRI yang disebut dengan Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia danDoktrin Korps Pegawai Negara Indonesia. Menurut Ginandjar Kartasasmita, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral. Administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik, dan buruk, sedangkan administrasi adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get thejob done). Pembicaraan tentang etika dalam administrasi adalah bagaimana mengaitkan

Upload: andhink-crusher

Post on 24-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Drs. AW. Widjaja: 1994 dalam buku Etika Administrasi Negara

Etika administrasi di kalangan pegawai negeri tertentu disebut dengankode

etik. Misal Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki kode etik KORPRI yang

disebut dengan Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia danDoktrin Korps

Pegawai Negara Indonesia.

Menurut Ginandjar Kartasasmita, Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Etika adalah dunianya filsafat, nilai,

dan moral. Administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat

abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik, dan buruk, sedangkan

administrasi adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan

(get thejob done). Pembicaraan tentang etika dalam administrasi adalah

bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan-gagasan administrasi

seperti ketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas dapat menjelaskan

etikadalam prakteknya, dan bagaimana gagasangagasan dasar etika mewujudkan yang

baik dan menghindari yang buruk itu dapat menjelaskan hakikat administrasi.

Menurut Cooper (dalam Frederickson,1997:160) Etika merupakandimensi

yang penting dalam administrasi negara . Etika dalam administrasinegara

adalah aplikasi dari prinsip-prinsip moral dalam perilaku pejabat pada sebuah

organisasi publik atau birokrasi. Pejabat negara menjalankan mandate

kepentingan publik sehingga dalam bertindak, membuat pernyataan, membuat

keputusan, semuanya harus mencerminkan nilai-nilai kepentingan

publik bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethes‖ berarti kesediaan jiwa akan

kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-

peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan

kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan

dalam dirinya minta minta ditaati pula oleh orang lain. Aristoteles juga

memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi

Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal

dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saruperbuatan (lahir,

tingkah laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh danberkembang menjadi

Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akankesusilaan1. Dengan

demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yangsama dengan Etika atau

sebaliknya, dimana kita berbicara tentang EtikaBirokrasi tidak terlepas dari

moralitas aparat Birokrasi penyelenggarapemerintahan itu sendiri.

Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari pada ilmu

pengetahuan(cognitive) bukan pada efektif. Moralitas berkaitan pula dengan

jiwa danseamangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan

denganmasyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya

tidak ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif

dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal

yang baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam

kontak sosial dengan masyarakat, ini berarti Etika tidak hanya sebatas

moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu

menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani

masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis

atau tidak.Menurut Drs.Haryanto, MA. Bahwa Etika merupakan instrumen

dalam masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu

menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika

merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perulaku seseorang dalam

bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada

dalam masyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral. Dari beberapa

pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita

bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian

masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan

normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan

landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam

Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.

Etika adalah perilaku manusia yang mampu membedakan baik dan buruk

setelah diadopsi dan diadaptasikan dalam kehidupan masyarakat, tata susila

(kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) yang ada dalam keluarga,

masyarakat, organisasi, pemerintahan, bangsa dan Negara, serta nilai-nilai,

norma-norma, kaidah yg berada dalam masy dan agama. Etika berupa etika

umum (etika sosial) danetika khusus (etika politik/ETIKA PEMIMPIN, etika

pemerintahan, etika administrasi negara, dst) dikenal dengan etika

professional atau kompetensi, misalkan kode etik : kedokteran, pers,

pendidik/dosen, akuntansi, hakim, pengacara, adminstrator publik, etika

kepemimpinan, dan lain-lain. Pada tulisan makalah ini akan di bahas tentang

etika administrasi publik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penulisanmakalah

ini, yaitu :

1. Bagaimana sejarah etika pelayanan publik ?

2. Bagaimana definisi etika pelayanan publik ?

3. Bagaimana pentingnya etika pelayanan publik ?

4. Bagaimana etika pelayanan publik indonesia ?

5. Apa faktor penyebab lemahnya etika pelayanan ?

6. Publik Bagaimana Prinsip etika pelayanan menurut ASPA ?

7. Apa faktor pendukung etika pelayanan publik ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Etika Pelayanan Umum

Pemikiran tentang etika kaitannya dengan pelayanan publik

mengalamiperkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam

Keban, 1994:50-51). Leys berpendapat: “ bahwa seorang administrator

dianggap etis apabila ia menguji dan mempertanyakan standard-standard

yang digunakan dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan

keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada‖.

Kemudian Tahun 1950-an,muncul perkembangan pemikiran baru. Hal ini

terlihat dalam karya Anderson (dalam Keban, 1994: 51) menyempurnakan

aspek standard yang digunakan dalam pembuatan keputusan. Karya

Anderson menambah suatu point baru, bahwa standard-standard yang

digunakan sebagai dasar keputusan tersebut sedapat mungkin merefleksikan

nilai-nilai dasar dari masyarakat yangdilayani. Pada tahun 1960-an, muncul

lagi pemikiran baru lewat tulisan Golembiewski (dalam Keban, 1994: 51)

menambah elemen baru yaitu standar etika mungkin mengalami perubahan

dari waktu-kewaktu dan karena itu administrator harus mampu memahami

perkembangan dan bertindak sesuai standard-standard perilaku tersebut.

Pada permulaan tahun 1970-an, beberapa tulisan merefleksikan

kecenderungan baru, tulisan Hart (dalam Keban, 1994) mempromosikan

nilai-nilai social equity sebagai pedoman dasar administrasi negara, dan

menyarankan teori keadilan dan rawls sebagai pedoman etika bagi

masyarakat maupun administrator sebagai individu. Kecenderungan baru

juga terlihat pada tulisan Henry (dalam Keban, 1994) yang menekankan

tanggung jawabatau keharusan administrator publik untuk memperhatikan

aspek etika, dan tidak hanya melekat pada aspek efesiensi, ekonomi, dan

prinsip-prinsip administrasi. Menurut Henry, teori rawls tentang justice al

fanicres sangat bermanfaat untuk dipertimbangkan dalam praktek

administrasi negara. Dengan demikian aspek yang ditambahkan dalam

permulaan tahun 1970-an ini adalah aspek keadilan dan tanggung jawab.

Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat

mempengaruhi etika administrator publik, dua diantaranya adalah John

Rohrdan Terry L. Cooper. Rohr (dalam Keban, 1994: 51-52) menyarankan

agar administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai

keadilan, persamaan, dan kebebasan sebagai pengambilan keputusan

terhadap berbagai alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-

tugasnya. Dengan cara demikian, administrator negara dapat menjadi etis

(being ethical). Namun, menurut Cooper (dalam Keban,1994: 51) etika

sangat melibatkan sub stantive reasoning tentang kewajiban, konsekwensi

dan tujuan akhir; dan bertindak etis (doing ethics) adalah melibatkan

pemikiran yang sistematis tentang nilai-nilai yang melekat pada pilihan-

pilihan dalam pengambilan keputusan. Pemikiran Cooper menunjukkan

administrator yang etis adalah administrator yang selalu terikat pada

tanggung jawab dan peranan organisasi, sekaligus bersedia menerapkan

standard etika secara tepat pada pembuatan keputusan administrasi.

B. Definisi Etika Pelayanan Publik

Etika dalam konteks birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan

norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada

masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas

kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus diarahkan

pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan

kepentingan masyarakat luas. Oleh karena etika mempersoalkan “baik-

buruk” dan bukan “benar-salah” tentang sikap, tindakan dan perilaku

manusia dalam berhubungan dengan sesamanya baik dalam masyarakat

maupun organisasi publik, maka etika mempunyai peran penting dalam

praktek administrasi negara.

Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan

pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam

rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung

maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan

jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan

pasar. Konsepini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil

diberikan melaluisuatu delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini

dapat dilihat sehari-hari di bidang administrasi, keamanan, kesehatan,

pendidikan, perumahan, air bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dsb.

Sedangkan dalam arti yang luas konsep pelayanan publik (public service)

identik dengan publik administration yaitu berkorban atas nama orang lain

dalam mencapai kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam konteks ini

pelayanan publik lebih di titik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen

administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan proses

manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan

publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi tanggung

jawab.

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah

cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi

studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan

penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Kumorotomo mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu cara

dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang

mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur

tingkah laku manusia yang dianggap baik.

Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat, etika adalah teori

tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,

sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.

C. Pentingnya Etika Pelayanan Publik

Kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan

politik (political master), dan melaksanakan kebijakan politik tersebut

merupakan kekuasaan administrasi negara. Namun, administrasi negara

dalam menjalankan kebijakan politik tersebut memiliki kewenangan secara

umum disebut “discretionary power”, yaitu keleluasaan untuk menafsirkan

suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka timbul

suatu pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin

kewenangan itu digunakan secara “baik dan tidak secara buruk”. Atas dasar

itulah etika diperlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan

pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat

birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan

sebagai standar penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam

menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk.

Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam

etikaadministrasi negara seperti dikutip dari buku karangan

Kartasasmitaterbitan tahun 1977 sebagai berikut: “Birokrasi melenceng dari

keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu di lihat sebagai masalah teknis

dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai persoalan dalam

bekerjanya birokrasi publik”. Birokrasi sebagai bentuk organisasi yang

ideal, telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-

norma, nila-nilai dan etika yang berpusat pada manusia.

Sementara pemahaman pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi

merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan

abdi negara. Sehingga maksud dari publik servis tersebut demi

mensejahterakan masyarakat. Kaitan dengan tersebut Widodo (2001: 269)

mengartikan, pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan

padaorganisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah

ditetapkan.

Sehubungan dengan itu, dikemukakan Thoha (1988: 119) kondisi

masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat

kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari

empowering yang di alami oleh masyarakat. Hal ini, berarti masyarakat

semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai

warganegara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan

aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin

berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh

pemerintah.

Dengan kondisi masyarakat semakin kritis, birokrasi publik dituntut

mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik.

Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani,

dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka

menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan dari

cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis

(Thoha, 1988: 119).

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat

birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional,

efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive,

adaftif dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti

meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif

menentukan masadepannya sendiri (Effendi, 1986: 213).

D. Etika Pelayanan Publik Indonesia

Mengenai bentuk pelayanan itu tidak akan terlepas dari tiga

macampelayanan yaitu :

1. Pelayanan dengan lisan

2. Pelayanan melalui tulisan

3. Pelayanan dengan perbuatan

Ketiga bentuk pelayanan tersebut dalam setiap organisasi tidaklah dapat

selamanya berdiri secara murni, melainkan sering kombinasi. Apalagi

pelayanan tersebut pelayanan publik pada Kantor Pemerintah. Faktor utama

dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah lemahnya etika

sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus berorientasi

kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi (keterbukaan

dan kemudahan akses bagi semua pihak) dan akuntabilitas (pertanggung

jawaban sesuai dengan peraturan perundang-undangan) demi kepentingan

masyarakat.

Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia,pelanggaran

moral dan etika dapat kita amati mulai dari proses kebijakan publik yaitu

(pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas

kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur,

formalisasi, dispersi otoritas) yang sangat bias terhadap kepentingan

tertentu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan

kamuflase (mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber

daya manusia, informasi, dsb.) yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat

tidak transparan, tidak responsif, tidak akuntabel, tidak adil, dsb, sehingga

tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang unggul kapada

masyarakat.

Sudah sepantasnnya pelayanan umum dilakukan secara beretika

agartidak adanya kekecewaan dalam suatu masyarakat. Etika yang

sewajarnya adakini sudah mulai luntur oleh tindakan kurang terpuji dari

pihak aparatur negara.

Tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut diantaranya adalah :

1. Aparat belum memberikan informasi yang jelas dan benar kepada

pengguna jasa, terkadang terkesan berbelit-belit dan akhirnya para

aparatur berkesempatan untuk mendapatkan uang lebih dari tawarannya

yang menguntungkan, misalkan dapat menyelesaikan pembuatan KTP

dengan cepat, namun dengan sedikit imbalan atas usaha yang

dilakukannya.

2. Aparat belum menunjukkan sikap ramah, sopan, dan santun pada

pengguna jasa. Sikap semena-mena yang ditunjukkan sebagian aparatur

terkesan seperti merajai atau menggurui, meskipun dengan orang yang

lebih tua. Sikap tersebut dikarenakan oleh derajat yang dia miliki dia

rasakan sebagai derajat yang paling tingggi, meski sebenarnya dia tahu

bahwa dia merupakan pelayan bagi masyarakat.

3. Masih ada pegawai yang tidak berada pada tempat kerjanya atau

mejanya kosong disaat pengguna jasa membutuhkan pelayanan.

Adanya ‘Bolos‘ kerja yang dilakukan aparatur membuat masyarakat

merasa dirugikan, tak  jarang masyarakat yang ingin meminta bantuan

jasa merupakan masyarakat yang datang dari jauh dan ternyata setelah

sampai ditempat pelayanan, para pelayan masyarakat sedang tidak ada

ditempat.

4. Masih ada pegawai yang mementingkan kepentingan pribadi dan terlalu

tunduk dengan apa yang diperintahkan pimpinan. Pekerjaan seharusnya

tidak boleh dicampur dengan urusan pribadi agar tidak adanya

kekacauan dalam pekerjaan terhadap mayarakat. Jika pelayan

masyarakat terlalutunduk dengan atasan maka tak jarang pekerjaan

untuk melayani masyarakat menjadi terbengkalai, karena dia lebih

menjadi pelayan pimpinan daripada pelayan masyarakat.

5. Aparat belum tanggap terhadap keluhan pengguna jasa.

Maka dari itu sudah seharusnya diterapkan pelayanan publik yang

profesional, pelayanan publik yang professional adalah pelayanan publik

yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi

layanan yaitu aparatur pemerintah. (Widodo, 2001: 270-271). Ciri-cirinya

yaitu :

1. Efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi

tujuandan sasaran.

2. Sederhana mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan di

selenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta

pelayanan.

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanyakejelasan

dan kepastian mengenai :

Prosedur tata cara pelayanan

Persyaratan pelayanan, baik teknis maupun persyaratan

administratif 

Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan

Rincian biaya/tartif pelayanan dan tata cara pembayarannya

Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan mengandung arti prosedur/tatacara persyaratan, satuan

kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu

penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan

dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar

mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta

maupuntidak.

5. Efisiensi mengandung arti :

Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitanlangsung

dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetapmemperhatikan

keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang

berkaitan

Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan

kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

6. Ketepatan waktu kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

7. Responsif lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapiapa

yang menjadi masalah, kebutuhan dalam aspirasi masyarakat yang

dilayani.

8. Adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadituntutan,

keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yangsenantiasa

mengalami tumbuh kembang.

Dalam etika pelayanan publik ada seperangkat nilai yang

dapatdigunakan sebagai acuan, referensi, dan penuntun bagi birokrasi

publik dalammelaksanakan tugas dan kewenangannya, yakni:

a. Efisiensi, nilai efisiensi artinya tidak boros. Sikap, perilaku dan

perbuatanbirokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien (tidak

boros). Menurut Darwin (1999) mereka akan menggunakan dana publik

( public resources) secara hati-hati agar memberikan manfaat/hasil yang

sebesar-besarnyabagi publik. Efisiensi dapat dicapai manakala setiap

anggota organisasi dapat memberikan kontribusi kepada organisasi.

Karena itu, perlu ditegakkan sebuah prinsip ”janganlah bertanya apa

yang saudara dapatkan dari organisasi, tapi bertanyalah apa yang dapat

saudara berikan kepada organisasi”.

b. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor, nilai ini dimaksudkan

supaya birokrasi yang baik dapat membedakan mana milik kantor dan

mana milik pribadi. Artinya milik kantor tidak digunakan

untuk kepentingan pribadi.

c. Impersonal, nilai impersonal maksudnya adalah dalam melaksanakan

hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain, atau kerjasama

antara orang yang satu dengan lainnya dalam kerjasama kolektif

diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal. Maksudnya

hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari unsur

perasaan dari padaunsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang

salah harus diberitindakan, dan yang berprestasi selayaknya mendapat

penghargaan.

d. Merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen atau promosi

pegawai, hendaknya menggunakan “merytal system, artinya dalam

penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak didasarkan atas

kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skill), kemampuan (capable), dan pengalaman

(experience), sehingga dengan sistem ini akan menjadikan yang

bersangkutan cakap danprofesional dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawab, dan bukan “spoil system”.

e. Responsible, nilai ini berkaitan dengan pertanggung jawaban birokrasi

publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Menurut

Friedrich dalam Darwin (1988), responsibilitas merupakan konsep

berkenaan dengan standar profesional dan kompetensi teknis yang

dimiliki administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan tugasnya.

Untuk bias menilai perilaku, sikap, dan sepak terjang administrator

harus memiliki standar penilaian sendiri yang bersifat administratif atau

teknis, dan bukanpolitis. Disamping itu, pertanggung jawaban

administratif menuntut administrator harus bertindak berdasarkan

moral. Dalam hal ini birokrasi publik perlu bersikap adil, tidak

membedakan client, peka terhadapketimpangan yang terjadi dalam

masyarakat, atau memegang teguh kodeetik sebagai pelayan publik.

Sehingga dengan demikian diharapkan birokrasi yang responsible akan

mampu memberikan layanan publik yangbaik dan profesional.

f. Accountable, nilai accountable menurut Harty (1977) merupakan suatu

istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah

digunakan secara tepat dan tidak digunakan secara ilegal.Sedangkan

Herman Finner (1941) dalam Muhadjir (1993) nilai accountable

merupakan konsep yang berkenaan dengan standar eksternal yang

menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi publik. Karenanya

akuntabilitas ini disebut tanggung jawab yang bersifat objektif, sebab

birokrasi dikatakan accountable bila mana mereka dinilai objektif oleh

orang (masyarakat atau melalui wakilnya) dapat mempertanggung

jawaban segala macam perbuatan, sikap, dan sepak terjangnya kepada

pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimilikiitu berasal.

Sehingga birokrasi publik dapat dikatakan akuntabel manakala mereka

mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik yang

profesional dan dapat memberikan kepuasan publik)

g. Responsiveness, nilai ini berkaitan dengan daya tanggap dari birokrasi

publik dalam menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah, dan

aspirasi masyarakat. Mereka cepat memahami apa yang menjadi

tuntutan publik, dan berusaha untuk memenuhinya. Mereka tidak suka

menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan, atau

mengutamakan prosedur tetapi mengabaikan substansi. Dengan

demikian birokrasi publik dapat dikatakan baik apabila mereka dinilai

memiliki responsif (dayatanggap) yang tinggi terhadap tuntutan,

masalah, keluhan serta aspirasi masyarakat.

E. Faktor Penyebab Lemahnya Etika Pelayanan Publik.

Lemahnya etika pelayanan terhadap masyarakat disebabkan

olehbeberapa faktor, antara lain :

1. Gaji rendah (56%),

2. Sikap mental aparat pemerintah (46%),

3. Kondisi ekonomi buruk pada umumnya (32%),

4. Administrasi lemah dan kurangnya pengawasan (48%),

5. Lain-lain (13%).

Persentase lebih dari 100% disebabkan ada respons ganda dari

responden (Smith).

 F. Prinsip Etika Pelayanan Menurut ASPA

Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik adalah kode

etik yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration)

yang telah direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta

penyempurnaan dari para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan

perilaku paraanggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran,

ketabahan, respek, menaruh perhatian, keramahan, cepat tanggap,

mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja

profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan

transparansi, kreativitas, dedikasi,kasih sayang, penggunaan keleluasaan

untuk kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang

sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap sistim merit dan program

affirmative action.

Adapun bentuk dari Etika administrasi negara menurut Americansociety

for Public Administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi

Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan terhadap publik harus diutamakan.

2. Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja di dalam

pelayananpublik secara mutlak bertanggung jawab kepadanya

3. Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan publik. Apabila

hukum atau peraturan yang ada bersifat jelas, maka kita harus mencari

cara terbaik untuk memberi pelayanan publik 

4. Manajemen yang efesien dan efektif merupakan dasar bagi

administrator publik. Penyalahgunaan, pemborosan, dan berbagai aspek

yang merugikan tidak dapat ditolerir

5. Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, di

implementasikan dan dipromosikan

6. Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak

dapat dibenarkan

7. Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan empathy

merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif

harusdipromosikan

8. Kesadaran moral memegang peranan penting dalam memilih

alternatif keputusan

9. Administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari

kesalahan, tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran.

Selanjutnya asas-asas etika itu dituangkan dalam sebuah kode etikayang

memuat 5 asas etika dan 7 asas mutu yang wajib di indahkan dandijalankan

oleh para anggota perhimpunan yang menjadi administrator negara,yaitu

sebagai berikut :

1. Menunjukkan ukuran baku tertinggi tentang keutuhan watak pribadi,

kebenaran, kejujuran, dan ketabahan dalam semua kegiatan umum, agar

supaya membangkitkan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap

pranata-pranata negara

2. Menghindari sesuatu kepentingan atau kegiatan yang berada dalam

pertentangan dengan penuaian dari kewajiban-kewajiban resmi

3. Mendukung, melaksanakan, dan memajukan penempatan tenaga kerja

menurut penilaian kecakapan serta tata-acara tindakan yang

tidak membeda-bedakan guna menjamin kesempatan yang sama pada

penerimaan, pemilihan, dan kenaikan pangkat terhadap orang-orang

yang memenuhi persyaratan dari segenap unsur masyarakat

4. Menghapuskan semua pembedaan tak sah, kecurangan, dan salah

pengurusan keuangan negara serta mendukung rekan-rekan kalau

merekaberada dalam kesulitan karena usaha yang bertanggung jawab

untuk memperbaiki pembedaan, kecurangan, salah urus, atau salah

penggunaan yang demikian

5. Melayani masyarakat secara hormat, penuh perhatian, sopan, dan

tanggap dengan mengakui bahwa pelayanan kepada masyarakat adalah

di atas pelayanan terhadap diri sendiri

6. Berjuang kearah keunggulan berkeahlian perseorangan dan

menganjurkan pengembangan berkeahlian dan termasuk mereka yang

berusaha memasuki bidang administrasi negara

7. Menghampiri tugas organisasi dan kewajiban-kewajiban kerja dengan

suatu sikap yang positif dan secara membangun mendukung tata

hubungan yang terbuka, daya cipta, pengabdian, dan welas asih

8. Menghormati dan melindungi keterangan berdasarkan hak-hak

istimewa yang dapat diperoleh dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban

resmi

9. Menjalankan wewenang kebijaksanaan apapun yang dimiliki menurut

hukum untuk memajukan kepentingan umum atau masyarakat

10. Menerima sebagai suatu kewajiban pribadi tanggung jawab

untuk mengikuti perkembangan baru terhadap permasalahan-

permasalahan yang muncul dan menangani urusan masyarakat dengan

kecakapan berkeahlian, kelayakan, sikap tak memihak, efisiensi, dan

daya guna

11. Menghormati, mendukung, menelaah, dan bilamana perlu berusaha

untuk menyempurnakan konstitusi-konstitusi negara serikat dan negara

bagian serta hukum-hukum lainnya yang mengatur hubungan-hubungan

diantara badan-badan pemerintah, pegawai-pegawai, nasabah-nasabah,

dan semuawarga negara.

 G. Faktor Pendukung Etika Pelayanan Publik

Proses pelayanan publik agar dapat mencapai sasaran yang

diinginkan,tentunya harus didukung oleh unsur-unsur yang terkait, yang

merupakanfaktor pendukung dari proses pelayanan tersebut. Faktor-faktor

pendukungyang tidak baik, akan dapat menghambat pelayanan itu sendiri.

Adapun faktor-faktor pendukung proses pelayanan yang

semestinyaselalu mendapatkan perhatian seksama, diantaranya adalah :

1. Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam

pelayanan

2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan

3. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang

memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan

4. Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum

5. Faktor ketrampilan petugas

6. Faktor sarana alam pelaksanaan tugas pelayanan.

Adanya dukungan dari faktor-faktor yang telah dijabarkan, makadalam

pelayanan publik tentunya diharapkan dapat memenuhi harapan yang

didambakan oleh setiap orang yang membutuhkan pelayanan. Dambaan itu

diantaranya adalah :

1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan

2. Mendapatkan pelayanan yang wajar

3. Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih

4. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang

Pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada

manajemenmaupun masyarakat, tentunya akan muncul suatu dampak yang

positif dimasyarakat yaitu :

1. Masyarakat menghargai korps pegawai

2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan pelayanan

3. Masyarakat bangga terhadap korps pegawai

4. Ada kegairahan usaha dalam masyarakat

5. Ada peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju

segeratercapainya masyarakat adil dan makmur

Karena pentingnya pelayanan bagi kehidupan manusia,

ditambahkompleksnya kebutuhannya, maka bentuk pelayanan yang

diperlukan lebihbanyak, dapat berupa kombinasi dari pelayanan lisan,

pelayanan melaluitulisan dan pelayanan dengan perbuatan. Apalagi

pelayanan publik padasebuah kantor pemerintahan. Disamping itu pola

pelayanan lain yangdiharapkan dalam etika pelayanan publik adalah

pelayanan yang menukik pada pendekatan deontologi, yaitu pelayanan yang

mendasarkan diri pada prinsip-prinsip nilai moral yang harus ditegakkan

karena kebenaran yang adadalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat

atau konsekuensi dari keputusanyang diambil. Dengan pelayanan seperti ini

diharapkan agar birokrasi selalu melakukan kewajiban moral untuk

mengupayakan agar sebuah kebijakanmenjadi karakter masyarakat. Bila hal

ini melembaga dalam diri pejabatpublik dan masyarakat, maka birokrasi

patut menjadi teladan. Mereka tidak melakukan sesuatu yang merugikan

negara dan masyarakat, misalnya korupsi,kolusi, dan nepotisme.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika pelayanan kepada publik (masyarkat umum) memang

sangatdiharapkan, karena etika tersebut kini mulai luntur oleh perbuatan

parapelayan masyarakat (aparatur pemerintah) yang kurang menjunjung

kode etikapelayanan kepada masyarakat. Terbukti dengan adanya perbuatan

nakal paraoknum aparatur pemerintah yang melakukan beberapa

kecurangan yangdiantaranya melakukan pemungutan kepada masyarakat

yang menginginkankelebihan pelayanan, seperti mempercepat penyelesaian

pembuatan KTPnamun dengan cara membayar uang balas jasa mereka.

Perbuatan tersebuttidak seharusnya dilakukan karena bertentangan dengan

norma yang sudahada.

Walau mungkin etika pelayanan kepada publik belum disebutkansecara

jelas, namun etika pelayanan publik dapat dilakukan sesuai dengan

hatinurani. Karena dengan hati nurani kita dapat membedakan yang mana

yangbaik dan yang mana yang buruk, dengan adanya pelayanan yang

baik diharapkan masyarakat dapat merasakan kenyamanan dalam

pelayanan.

B. Saran

Etika pelayanan publik sebaiknya di sosialisasikan kepada pihak-

pihak yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, karena sebagian besar

pelayan masyarakat belum mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat.

Sebagian mungkin masih belum mengetahui bagaimana seharusnya

tindakan untuk melayani masyarakat sehinggga dia melakukan kesalahan

dalam melakukan pelayanan atas ke tidaktahuannya. Sangat disayangkan

jika kesalahan dalam pelayanan dilakukan karena kebutaan akan

bagaimanan seharusnya etika yang diterapkan kepada masyarakat.

Saran selanjutnya berikanlah penghargaan jika aparatur melakukan

tindakan sesuai etika dan sebaliknya, berikanlah sanksi yang tegas kepada

pelanggar etika pelayanan apalagi yang melakukan dengan sengaja.

Diharapkan dengan adanya tindakan seperti itu para pelayan masyarakat

termotivasi untuk mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat sehingga

tindakannya dapat sesuai dengan kehendak rakyat.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Etika Pelayanan Umum ........................................ 5

B. Definisi Etika Pelayanan Publik ......................................... 7

C. Pentingnya Etika Pelayanan Publik ................................... 9

D. Etika Pelayanan Publik Indonesia ..................................... 11

E. Faktor Penyebab Lemahnya Etika Pelayanan Publik ..... 19

F. Prinsip Etika Pelayanan Menurut ASPA .......................... 19

G. Faktor Pendukung Etika Pelayanan Publik ...................... 23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 26

B. Saran ..................................................................................... 27

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “ Menganalisis

Etika Dalam Kebijakan Publik “.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan

hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa

teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,

semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik

dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca

sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita

sekalian.

Unaaha, November 2013

Penulis

Makalah

STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

“ Menganalisis Etika Dalam Kebijakan Publik “

Kelompok IV :

JIANSYAHVERISMITRASUSRINDACICI AMINA HARDIATIKALVINTRI WIJAYANTO

210 101 020210 101210 101210 101210 101210 101210 101

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS LAKIDENDE

2013