lekas lelah

18
Zat 1 x 10 10 SDM 0,3 gr Hb per jam 1 x 10 10 SDM 0,3 gr Hb per jam Lekas Lelah LO.I. Sel darah Hematopoesis 1. Definisi Proses pembentukan sel darah (Bakta, 2. Mekanisme Organ yang berperan dalam pembentukan darah diantaranya sumsum tulang, nodulus limfatikus, limpa, timus dan liver (. Sel induk hematopoietik (HSC) adalah sel sumsum tulang yang mampu membentuk semua jenis sel darah. HSC berasal dari sel induk totipotent-uncommitted yang dapat dirangsang untuk membentuk setiap jenis sel dalam tubuh. Sel ini berdiferensiasi menjadi sel induk khusus (sel progenitor). Sirkulasi 3 x 10 13 sel eritrosit Sumsum Tulang Sistem Makrofag Jaringan Diet Asam Pigmen empedu dalam feses, urin. Sejumlah kecil zat besi

Upload: rahmadhini-elkri

Post on 07-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hematologi

TRANSCRIPT

Page 1: lekas lelah

Zat Besi

1 x 1010

SDM

0,3 gr Hb per jam

1 x 1010 SDM

0,3 gr Hb per jam

Lekas Lelah

LO.I. Sel darah

Hematopoesis1. Definisi

Proses pembentukan sel darah (Bakta, 2. Mekanisme

Organ yang berperan dalam pembentukan darah diantaranya sumsum tulang, nodulus limfatikus, limpa, timus dan liver (. Sel induk hematopoietik (HSC) adalah sel sumsum tulang yang mampu membentuk semua jenis sel darah. HSC berasal dari sel induk totipotent-uncommitted yang dapat dirangsang untuk membentuk setiap jenis sel dalam tubuh. Sel ini berdiferensiasi menjadi sel induk khusus (sel progenitor).

Gambar 1.1. Hemopoesis

Sirkulasi3 x 1013 sel eritrosit

900 gr Hb

Sumsum Tulang

Sistem Makrofag Jaringan

Diet

Asam amino

Pigmen empedu dalam feses, urin. Sejumlah kecil zat besi

Page 2: lekas lelah

Eritropoesis

Merupakan proses diferensiasi sel prekurksor eritrosit menjadi sel eritrosit dewasa. Sel prekursor untuk eritrosit adalah proerhytroblast (pronomorblast/rubriblast). Memiliki diameter 20-25 µm. Dengan ciri khasnya adalah terdapat benjolan pada sitoplasmanya. Sitoplasma berwarna biru dan bersifat basophilic (Gambar 2.1). Inti rubriblast akan mengalami kondensasi, pada tahap ini rubriblast akan menjadi prorubricyte (basophilic erhytroblast/basophilic normoblast) dengan diameter 16-18 µm. Pada stadium rubricyte akan terjadi pengaktifan protein-protein sehingga sitoplasma sedikit bersifat asam dan basa. Inti semakin memadat (Gambar 2.2) dan diameternya menjadi berkurang 12-15 µm. Polychromatophil erythroblast (normoblast / rubricyte) PH akan semakin mendekati asam. Pada pewarnaan, akan tampak sitoplasma yang berwarna biru keabu-abuan dan pink. Diameter akan semakin mengecil, 9-11 µm (Gambar 2.3). Pada orthochromatic (erythroblast atau metarubricyte) inti semakin mengecil dan warna sitoplasma makin memucat. Diameternya 9-11 µm (Gambar 2.4)

Gambar(2.1) Gambar(2.2) Gambar(2.3) Gambar(2.4)

Setelah inti semakin mengecil, kemudian inti akan di keluarkan oleh sel retikulosit (Gambar 2.5) yang kemudian akan di fagosit oleh makrofag sehingga inti tidak terkoneksi kembali dengan sel retikulosit. Pada pewarnaan methylene biru, akan tampak granula berwarna biru tua pada sel retikulosit (Gambar 2.6). Retikulosit yang kehilangan intinya disebut eritrosit dewasa (Gambar 2.7).

Gambar (2.5) Gambar (2.6) Gambar (2.7)

Eritrosit dewasa berbentuk bikonkaf dengan diameter 7 µm. Komponennya terdiri atas:

a. Membranb. Sistem enzim; yang terpenting Embden Meyerhoff pathway (piruvate kinase) dan

pentose pathway (Glukosa 6-fosfat dehidrogenase)

Page 3: lekas lelah

c. Hemoglobin yang berfungsi dalam alat angkut oksigen. Komponennya terdiri atas: Heme : merupakan gabungan protoporfirin dengan zat besi Globin : bagian rantai protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta

3. Fungsi eritrosita. Suplai zat makanan pada jaringan tubuh.

Kecepatan aliran darah ke setiap jaringan tubuh hampir selalu diatur sesuai dengan kebutuhan jaringan. Bila jaringan aktif, maka aliran darah akan lebih banyak bila dibandingkan pada keadaan istirahat.

b. Mengendalikan tekanan arteri.Jika tekanan darah sangat menurun dibawah normalnya, dalam waktu beberapa detik refleks saraf yang berlimpah akan menimbulkan serangkaian perubahan sirkulasi untuk meningkatkan tekanan kembali menuju normal. Sinyal-sinyal saraf ini terutama menyebabkan:i. Meningkatkan daya pemompaan jantungii. Kontraksi pada sistem penampungan vena yang besar agar menyediakan

lebih banyak darah lagi bagi jantungiii. Kontriksi umum pada sebagian besar arteriol di seluruh tubuh, sehingga

lebih banyak darah yang terakumulasi di dalam arteri-arteri besar untuk meningkatkan tekanan arteri. Dalam waktu lebih lama lagi, ginjal memainkan peran tambahan yang utama dalam pengaturan tekanan, baik dengan menyekresi hormon yang mengatur tekanan maupun dengan mengatur volume darah.

4. Pembentukan hemoglobinSintesis hemoglobin terutama terjadi pada mitokondria melalui suatu

rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi suatu asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh eritropoeietin. Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari 4 rantai globin masing-masing dengan gugus heme-nya sendiri dalam suatu “kantung” kemudian dibentuk untuk menyusun satu molekul hemoglobin.

LO. II. Anemia

1. DefinisiKeadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar

tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.2. Epidemiologi

De Maeyer memberikan gambaran prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985 :

Lokasi Anak Anak Laki Wanita Wanita

Page 4: lekas lelah

0-4thn 5-12thn dewasa 15-49thn hamilNegara maju

12% 7% 3% 14% 11%

Negara berkembang

51% 46% 26% 59% 47%

Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

Untuk Indonesia, Husaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989 sebagai berikut :Anak prasekolah : 30% - 40%Perempuan dewasa tidak hamil : 25% - 35%Perempuan hamil : 30% - 40%Laki-laki dewasa : 20% - 30%Pekerja berpenghasilan rendah : 30% - 40%

3. Klasifikasia. Menurut etiologi

Anemia aplastik Anemia hemoragik Anemia hemolitik

b. Menurut morfologi Anemia normositik normokrom Anemia makrositik normokrom Anemia mikrositik hipokrom

c. Menurut berat ringannya Ringan sekali : Hb cut off – 10 gr/dl Ringan : Hb 9,9 gr/dl – 8 gr/dl Sedang : Hb 7,9 gr/dl – 6gr/dl Berat : Hb < 6gr/dl

d. Menurut patogenesisnya

4. Manifestasi klinik

a. Gejala umum anemia

Gejala anemia timbul karena anoksia organ targen dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar Hb. Klasifikasi gejala anemia berdasarkan organ yang terkena :

Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris dan gagal jantung.

Sistem saraf : pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas

Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun

Page 5: lekas lelah

Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus.

b. Gejala khas masing-masing anemia Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) Anemia hemolitik : icterus, hepatosplenomegali Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

c. Gejala akibat penyakit dasar

Misalnya pada anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala-gejala : pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Kanker kolon dapat menimbulkan gejala berupa perubahan sifat defekasi, feses bercampur darah atau lendir.

5. DiagnosisUntuk mendiagnosis adanya anemia, dapat dilakukan pendekatan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.a. Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dulu Riwayat gizi Lingkungan, pemaparan bahan kimia dan fisik serta riwayat pemakaian

obat Riwayat keluarga

b. Pemeriksaan fisik Warna kulit: pucat, plethora, cyanosis, icterus, kulit telapak tangan kuning

seperti jerami Purpura : petechie dan echymosis Kuku : koilonychia Mata Mulut Limfadenopati Hepatomegali Splenomegali Nyeri tulang atau nyeri sternum Hemarthrosis atau ankilosis sendi Pembengkakan testis Pembengkakan parotis Kelainan sistem saraf

6. Pemeriksaan laboratorium

Page 6: lekas lelah

Untuk persiapan awal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Sampel darah yang akan diambil merupakan darah tepi. Beberapa tempat yang dapat dijadikan sebagai tempat pengambilan darah :

Darah kapilerPada orang dewasa, dapat menggunakan darah dari ujung-ujung jari atau anak daun telinga. Sedangkan pada bayi, dapat menggunakan darah dari tumit atau ibu jari kaki. Daerah pengambilan tidak boleh memperlihatkan keadaan gangguan darah seperti cyanosis atau pucat.

Darah venaPada orang dewasa pakailah darah dari vena cephalica yang berada pada bagian fossa cubiti. Sedangkan pada bayi, dapat menggunakan darah dari vena jugularis superficial dan sinus sagitalis superior. Untuk membendung darah agar mudah dalam pengambilannya, tangan pasien harus di kepal dan pakailah pembendung.

Untuk menjaga kesegaran darah agar tidak membeku, dapat diberikan beberapa macam antikoagulan:

EDTA (ethylene diamine tetra accetate)Yang paling sering dipakai dalam bentuk larutan 10%. EDTA bekerja untuk mencegah penggumpalan trombosit dan mengubah ion kalsium menjadi bentuk bukan ion. I mg EDTA untuk 1ml darah.

HeparinBekerja seperti antitrombin namun tidak dapat mengencerkan trombus yang sudah terbentuk. Harganya mahal. 1mg Heparin untuk 10ml darah.

Natrium sitratLarutan 3,8% yang merupakan isotonik darah. Biasa digunakan untuk percobaan hemoragik dan LED dengan cara Westergren.

Ammonium oksalat dan kalium oksalat.Menurut Paul dan Heller campuran ammonium oksalat dapat mempertahankan darah agar tidak menggumpal dikarenakan ammonium oksalat yang dapat menjadikan darah hemolisis sedangkan kalium oksalat dapat mengkerutkan darah. Perbandingan campuran keduanya 3:2.

Untuk pemeriksaan, dapat dilakukan beberapa cara :a. Pemeriksaan penyaring

Terdiri dari pengukuran kadar Hb, indeks eritrosit dan apusan darah tepi untuk melihat jenis morfologik dari anemia.

b. Pemeriksaan darah seri anemiaMeliputi hitung leukosit, trombosit, retikulosit dan LED.

c. Pemeriksaan sumsum tulangMemberikan informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.

d. Pemeriksaan khususDikerjakan atas indikasi khusus, misalnya :

Page 7: lekas lelah

Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain)

Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling.

Anemia hemolitik : bilirubin serum, test Coomb, elektroforesis Hb Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang

7. Tatalaksanaa. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah

ditegakkan terlebih dahulu.b. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkanc. Pengobatan anemia dapat berupa

Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pascaperdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.

Terapi suportif Terapi yang khas untuk masing-masing anemia Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia

tersebut Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakan, kita

terpaksa memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Disini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus kemungkinan perubahan diagnosis

Transfusi diberikan pada anemia pascaperdarahan akut tanda-tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat asimtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan PRC, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.

8. Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi (Supandiman, 2006).

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

a. Diagnosis salahb. Dosis obat tidak adekuatc. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsad. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlangsung menetap.

Page 8: lekas lelah

e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien (Supandiman, 2006)

LO. III. Anemia defisiensi besi

1. DefinisiAnemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

2. EpidemiologiAnemia defisiensi besi merupakan anemia yang sering dijumpai, terutama di

negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.

Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia

Afrika Amerika Latin IndonesiaLaki dewasa 6% 3% 16-50%Wanita tdk hamil 20% 17-21% 25-48%Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%

3. EtiologiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.a. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:b. Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas

besi (bioavailibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan daging).

c. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

d. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik4. Patofisiologis

Page 9: lekas lelah

Defisiensi besi dapat menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot dan terbukti dapat menurunkan kesegaran jasmani.

Gangguan perkembangan kognitif dan non-kognitif pada bayi sehingga dapat menurunkan aktivitas belajar diperkirakan adanya gangguan pada enzim aldehid oksidase yang menyebabkan penumpukan serotonin, serta enzim monoaminooksidase yang menyebabkan katekolamin dalam otak.

Defisiensi besi dihubungkan dengan resiko prematuritas serta morbiditas dan mortalitas fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia disertai peningkatan angka kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan sering mengalami gangguan partus.

5. PatogenesisKetika cadangan besi kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state.

Apabila keadaan terus berlanjut dan mengakibatkan gangguan pada morfologi eritrosit namun anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erhytropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokrom mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia.

6. Manifestasi klinisGejala umum anemia berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-

kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi, karena penurunan kadar Hb terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibanding anemia lainnya.

Gejala khas anemia defisiensi besi :a. Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.b. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang.c. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaringe. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridiaPica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti, tanah liat, es, lem, dll

7. DiagnosisSecara laboratorik, kriteria anemia defisiensi besi sebagai berikut :

Anemia hipokrom mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a, b, c atau d.a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:

Besi serum <50mg/dl TIBC >350 mg/dl Saturasi transferin <15%

b. Feritin serum <20µg/dl

Page 10: lekas lelah

c. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif.

d. Dengan pemberian sulfas perosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kadar Hb lebih dari 2 g/dl.

8. Pemeriksaan laboratoriuma. Kadar Hb dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan

penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCH, dan MCHC menurun. MCV <70 fl. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan anisositosis. Apusan darah menunjukan anemia hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat thalassemia. Leukosit dan trombosit rendah. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

b. Kadar besi serum menurun <50mg/dl, TIBC meningkat >350mg/dl, dan saturasi transferin <15%.

c. Kadar serum feritin <20µg/dl. Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60µg/dl masih dapat menunjukan adanya defisiensi besi

d. Protoporfirin eritrosit meningkat (>100µg/dl)e. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-

kecil (micronormoblas) dominan.f. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor

transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

g. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia menunjukan cadangan besi yang negatif

h. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi antara lain, pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, burium intake atau burium inloop, dan lain-lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut

9. Tatalaksanaa. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia. Terapi kausal harus dilakukan, jika tidak maka anemia akan kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh: Besi peroral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah dan aman.

Preparat yang tersedia yaitu:i. Ferrous sulfat : preparat pilihan pertama karena murah dan efektif.

Dosis 3 x 200 mgii. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous

succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping sama.

Page 11: lekas lelah

Sebaiknya diberikan pada lambung masih kosong. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.

ES: mual, muntah serta konstipasi

Besi parenteral: efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasinya, yaitu:i. Intoleransi beratii. Kepatuhan berobat kurangiii. Kolitis ulserativaiv. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil

trimester akhir)

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex. Dapat diberikan secara IM atau IV pelan. Besarnya dosis dapat dihitung dengan rumus:

ES: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepal, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.

c. Pengobatan lain Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama

yang berasal dari protein hewani. Vitamin C: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatkan absorpsi

besi Transfusi darah: anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi:i. Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantungii. Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala

pusing yang mencolokiii. Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, seperti

pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.

10. Pencegahan a. Pendidikan kesehatan

Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki

Penyuluhan gizi, untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3

Page 12: lekas lelah

b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropik

c. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan balita

d. Fortifikasi bahan makanan dengan besi11. Prognosis

Dengan mengobati penyakit dasar, prognosis akan membaik. Biasanya eritrosit akan kembali normal setelah 2 bulan.12. Diagnosis banding

Anemia defisiensi besi harus dibedakan dengan anemia hipokrom lainnya, seperti:a. Anemia akibat penyakit kronikb. Thalassemiac. Anemia sideroblastik

Cara membedakan keempat jenis anemia dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Anemia defisiensi besi

Anemia akibat penyakit kronik

Trait Thalassemia

Anemia sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NMCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NBesi serum Menurun Menurun Normal NormalTIBC Meningkat Menurun Normal/I Normal/ISaturasi transferin

Menurun <15% Menurun/N10-20%

Meningkat >20%

Meningkat >20%

Besi sumsum tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring sideroblast

Protoporfirin eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritin serum Menurun <20µg/dl

Normal20-200µg/dl

Meningkat >50µg/dl

Meningkat >50µg/dl

Elektroforesis Hb

N N Hb A2 meningkat

N

Daftar Pustaka

Bakta, I Made (2006), Hematologi Klinik: EGC.1691-1694.

Price, Sylvia A (2006), Patofisiologi:Konsep Klinis Proses

Perjalanan Penyakit,Vol 1, Ed 6. Jakarta: EGC.255-261 Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati SEditor.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,Ed 3:.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.644-650

Suega, Ketut., Bakta, I Made., Adnyana, Losen., Darmayud, Tjok. 2007.

Page 13: lekas lelah

Perbandingan Beberapa Metode Diagnosis Anemia Defisiensi Besi:Usaha Mencari Cara Diagnosis Yang Tepat Untuk Penggunaan Klinik. J. Peny Dalam, vol.8(1) : 1.

Supandiman, Iman (2006), Hematologi Klinik.Bandung: PT Alumni.45-50

Guyton, Arthur C ( 2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC: Jakarta