laporan_ndc_kloter_b_abigail.s.e_11.70.0086

Upload: james-gomez

Post on 14-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fermentasi nata de coco dilakukan dengan menggunakan air kelapa sebagai substrat dan Acetobacter xylinum sebagai inokulum. fermentasi dilakukan selama 14 hari. pengamatan dilakukan terhdapat ketinggian nata yang terbentuk dan persentase lapisan nata. juga dilakukan uji sensori yang meliputi aroma, rasa, tekstur, dan warna.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Abigail Sharon Effendy11.70.0086Kelompok B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014Acara II

hasil pengamatanTabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

B10,500,80,50160100

B2100,90,509050

B31,201,31,60108,33133,33

B40,500,80,50160100

B50,8010,7012587,5

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui data hasil pengamatan fermentasi nata de coco selama 14 hari. Pada kelompok B1 dan B4, tinggi media awal sebesar 0,5 cm kemudian pada hari ke-7 meningkat menjadi 0,8 cm dengan % lapisan nata sebesar 160%. Tinggi ketebalan nata menurun pada hari ke-14 menjadi 0,5 cm dengan % lapisan nata menjadi 100%. Pada kelompok B2, tinggi media awal sebesar 1 cm kemudian pada hari ke-7 meningkat menjadi 0,9 cm dengan % lapisan nata sebesar 90%. Tinggi ketebalan nata menurun pada hari ke-14 menjadi 0,5 cm dengan % lapisan nata menjadi 50%. Pada kelompok B3, tinggi media awal sebesar 1,2 cm kemudian pada hari ke-7 meningkat menjadi 1,3 cm dengan % lapisan nata sebesar 108,33%. Tinggi ketebalan nata mengalami peningkatan lagi pada hari ke-14 menjadi 1,6 cm dengan % lapisan nata menjadi 133,33%. Pada kelompok B5, tinggi media awal sebesar 0,8 cm kemudian pada hari ke-7 meningkat menjadi 1 cm dengan % lapisan nata sebesar 125%. Tinggi ketebalan nata menurun pada hari ke-14 menjadi 0,7 cm dengan % lapisan nata menjadi 87,5%.Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de cocoKelompokAromaWarnaTeksturRasa

B1++++++++++++

B2++++++++++++

B3++++++++++++++

B4+++++++++++++

B5++++++++++++++

Keterangan : Aroma WarnaTekstur Rasa++++: tidak asamputihsangat kenyalsangat manis +++: agak asamputih beningkenyalmanis ++: asamputih agak beningagak kenyalagak manis +: sangat asamkuningtidak kenyaltidak manis

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat diketahui hasil sensori dari fermentasi nata de coco. Aroma yang dihasilkan setiap kelompok memiliki bau yang sama yaitu tidak asam. Sedangkan warna nata de coco yang dihasilkan berwarna putih, kecuali kelompok B1 nata de coco berwarna putih bening. Tekstur pada kelompok B1 dan B2 kenyal, sedangkan kelompok B3 B5 memiliki tekstur yang agak kenyal. Kelompok B1 memiliki rasa yang agak manis, namun kelompok B2 rasa dari nata de coco-nya tidak manis. Kelompok B3 dan B5 memiliki rasa yang sangat manis pada nata de coco, sedangkan kelompok B4 nata de coco berasa agak manis. 3

pembahasanMenurut Astawan & Astawan (1991), nata de coco merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dari air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco berbentuk padat, berwarna putih, teksturnya kenyal dan rasanya mirip dengan kolang-kaling. Nata memiliki kalori yang rendah dan tidak beracun sehingga sangat baik untuk dikonsumsi bagi orang-orang yang sedang diet rendah kalori (Steinkraus, 1983). Nata berasal dari kata Spanyol yang berarti cream. Krim ini dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghasilkan gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Pengambilan glukosa di dalam substrat oleh bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk lapisan nata. Selanjutnya glukosa digabungkan dengan asam lemak yang membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini kemudian dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama dengan enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel (Palungkun, 1996).Menurut Wowor et al (2007) dalam jurnalnya mengatakan bahwa produksi nata de coco tidak hanya berasal dari limbah air kelapa saja namun bisa dibuat dari jenis bahan lain yang mengandung gula, protein, dan mineral. Sebagai contoh, sari buah-buahan, sari kedelai, ataupun air gula. Sehingga nama nata dapat bermacam-macam sesuai dengan bahan dasar yang digunakan untuk membuat nata. Namun, dari beberapa jenis bahan lain yang dapat digunakan untuk membuat nata, air kelapa merupakan bahan yang paling ekonomis. Produksi air kelapa sangat berlimpah namun belum dimanfaatkan dengan maksimal. Air kelapa dapat berperan sebagai sumber isolat bakteri dan sebagai substrat dalam proses fermentasi. Air kelapa mengandung gula, protein, asam-asam amino, bermacam-macam vitamin dan mineral. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar fermentasi asam-asam organik. Kelebihan air kelapa adalah harganya sangat murah, mempunyai kadar kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa suatu proses produksi, produk samping minimum serta terjamin kontinuitas ketersediaanya. Bakteri Streptococcus sp. lebih banyak dalam mengkonsumsi glukosa sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya sehingga gula reduksi akan semakin berkurang sedangkan pembentukan asam laktat dalam medium fermentasi air kelapa tersebut akan semakin bertambah. Hal ini menyebabkan tingkat keasaman dalam medium fermentasi semakin tinggi (Widayati et al., 2002).Menurut Nurhayati, Siti (2007) dalam jurnalnya mengatakan bahwa jika bakteri Acetobacter ditumbuhkan ada media cair yang mengandung gula seperti air kelapa, limbah tempe, sari buah nanas, dll. Maka bakteri tersebut akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan membentuk lapisan putih yang terapung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih yang tipis ini yang disebut dengan nata. Asngad, Aminah (2008) dalam jurnalnya menjelaskan mengenai prinsip dasar terbentuknya nata yaitu karena adanya bakteri Acetobacter xylinum yang mampu mengubah zat organik yang terdapat di dalam bahan dasar (misal : air kelapa) menjadi selulosa. Bahan dasar pembuatan nata biasanya berasal dari tanaman. Karena di dalam tanaman banyak terdapat komponen bahan organik yang dapat digunakan Acetobacter xylinum untuk melakukan metabolisme.Awang (1991) mengatakan bahwa air kelapa mengandung air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan abu 1,06%. Juga terkandung sukrose, dextrose, fruktose, vitamin B kompleks yang terdiri dari asam niotinat 0,01 mikrogram, asam pentotenat 0,52 mikrogram, biotin 0,02 mikrogram, riboflavin 0,01 mikrogram, dan asam folat 0,003 mikrogram per mililiter. Dengan adanya berbagai jenis nutrisi tersebut maka air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba Acetobacter xylinum. Air kelapa di sini digunakan sebagai substrat bagi Acetobacter xylinum untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam air kelapa dan membentuk nata.Dalam pembuatan nata, mula-mula air kelapa disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat di dalam air kelapa. Air kelapa ini nantinya akan dibuat sebagai substrat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Setelah itu, ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai gulanya larut (Gambar 1). Hayati (2003) menjelaskan bahwa penambahan gula dalam pembuatan nata bertujuan untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Sunarso (1982) menambahkan bahwa konsentrasi optimun gula yang digunakan untuk 100 ml substrat adalah 10 gram karena jika jumlah gula yang kurang/berlebih akan membuat bakteri Acetobacter xylinum tidak mampu memanfaatkannya secara optimal.

Gambar 1. Pemasakan air kelapa yang sudah ditambahkan gula sebanyak 10%Kemudian ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% (Gambar 2). Pambayun (2002) mengatakan bahwa sumber nitrogen yaitu amonium sulfat bertujuan untuk mendukung aktivitas bakteri nata. Ammonium sulfat (ZA) merupakan sumber nitrogen yang sering digunakan karena dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing Acetobacter xylinum. Menurut Rahayu (1993) sumber C dan N digunakan untuk pembentukan asam nukleat dan protein sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri optimum, yaitu berupa molekul amonia yang dapat langsung diserap oleh sel bersama dengan sumber N lain termasuk urea didalamnya. Pambayun (2002) menambahkan bahwa salah satu kelebihan ammonium sulfat yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti yang merupakan pesaing dari bakteri Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata de coco. Sutarminingsih (2004) menambahkan bahwa penambahan konsentrasi ammonium sulfat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang dapat terbentuk dari bakteri Acetobacter xylinum. Namun, jika penambahannya terlalu tinggi (>1%) maka rendemen dan derajat putih nata de coco akan menurun.Setelah itu, ditambahkan asam cuka glasial sampai pH-nya 4 5. Asam cuka glasial ini ditambahkan supaya dapat membuat pH media menjadi optimal. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh optimal pada pH 4,3. Pada kondisi yang basa atau alkali, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh dengan baik. Sehingga air kelapa dikondisikan dalam keadaan yang asam (Pambayun, 2002). Kemudian air kelapa dipanaskan lagi hingga gula terlarut. Menurut Astawan & Astawan (1991) pemanasan air kelapa bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang kemungkinan dapat mencemari produk yang dihasilkan. Dengan tidak adanya pemanasan maka kemungkinan terdapat mikroorganisme lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengubah glukosa menjadi selulosa sehingga kemampuan bakteri Acetobacter xylinum untuk membentuk nata juga menjadi tidak sempurna.

Gambar 2. Ammonium sulfat ditambahkan ke dalam air kelapa Setelah media jadi, dilakukan fermentasi nata de coco. Media yang sudah jadi tersebut dimasukkan ke 5 wadah plastik sebanyak masing-masing 100 ml media steril dan wadah ditutup rapat. Kemudian ditambahkan biang nata (starter) sebanyak 10% ke dalam media pada masing-masing wadah plastik. Pemberian starter dilakukan secara aseptis. Teknik aseptik ini bertujuan untuk mencegah tercemarnya biakan murni, yaitu biakan yang hanya terdiri dari satu spesies tunggal. Kontaminasi dapat terjadi melalui kontaminasi dari udara lingkungan sekitar maupun dari praktikan yang melakukannya (Hadioetomo, 1993). Setelah starter diinokulumkan ke dalam air kelapa, wadah digojog perlahan supaya air kelapa tercampur dengan bakteri Acetobacter xylinum. Kemudian wadah ditutup dengan kertas coklat di bagian atasnya dan diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Menurut Pambayun (2002), penutupan dengan kertas bertujuan untuk melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar. Penutup yang digunakan harus memiliki ventilasi yang baik agar oksigen tetap dapat masuk ke dalam substrat, namun oksigen tidak boleh bersentuhan langsung dengan substrat. Oleh karena itu biasanya penutupan wadah dilakukan dengan menggunakan kertas agar oksigen dapat masuk karena bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob. Selama inkubasi, wadah tidak boleh digoyang-goyang supaya dapat terbentuk lapisan nata yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Pengamatan nata de coco dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, dan hari ke-14. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi ketebalan nata dan persentase lapisan nata. Persentase lapisan nata dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ketika lapisan nata sudah terbentuk, nata dicuci dengan air mengalir (Gambar 3a) dan dimasukkan lagi ke wadah plastik yang sudah diberi air dan ditutup rapat (Gambar 3b). Tujuan dari pencucian nata de coco yaitu untuk menghilangkan flavor asam dari nata. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rahayu et al (1993) yang menyatakan bahwa setelah lapisan putih terbentuk, maka lapisan yang disebut nata dicuci dan direndam. Proses pencucian dan perendaman nata bertujuan untuk menghilangkan asam dan aroma asam yang tidak diinginkan pada nata de coco. Kemudian nata disimpan selama 1 malam dalam suhu ruang. b.a.

Gambar 3. a) Nata dicuci dengan air mengalirb) Nata direndam dalam air selama 1 malamNata yang sudah jadi (hari ke-14) kemudian nata dipotong-potong dadu terlebih dahulu (Gambar 4a). Kemudian nata dimasukkan ke dalam 300 ml aquades (Gambar 4b). Kemudian dimasak dengan menggunakan air gula (Gambar 5). Komposisi gula yang digunakan tiap kelompok berbeda-beda. Pada kelompok B1 menggunakan gula sebanyak 50 gram. Kelompok B2 menggunakan gula sebanyak 25 gram. Sedangkan kelompok B3 menggunakan gula sebanyak 125 gram. Kelompok B4 menggunakan gula sebanyak 75 gram dan kelompok B5 menggunakan gula sebanyak 100 gram. Penggunaan gula yang berbeda-beda ini bertujuan untuk membandingkan rasa nata de coco tiap kelompok. Kemudian dilakukan uji sensori yang meliputi rasa, aroma, tekstur, dan warna. b.a.

Gambar 4. a) Nata dipotong-potong dadub) Nata hasil dari kelompok B1 B5 Gambar 5. Nata dimasak dengan menggunakan air gulaBerdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh terhadap peningkatan ketinggian nata yang terbentuk selama proses fermentasi, dapat diketahui bahwa pada setiap kelompok mengalami peningkatan tinggi nata pada hari ke-7 dan terdapat lapisan putih pada permukaan larutan. Menurut Palungkun (1996) munculnya lapisan putih karena aktivitas mikroorganisme Acetobacter xylinum ini akan membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Aktivitas dari Acetobacter xylinum ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan yang berwarna putih, yang lama kelamaan akan semakin melebar dan memadat (Rahman, 1992). Jadi hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan teori yang ada dimana terjadi kenaikan ketebalan nata dan kadar gula. Persentase lapisan nata meningkat seiring dengan meningkatnya ketinggian nata selama proses fermentasi. Namun pada hari ke-14, ketinggian nata mulai mengalami penurunan terutama pada kelompok B1 B5, kecuali kelompok B3 ketinggiannya tidak mengalami penurunan namun mengalami peningkatan. Hal ini kurang sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lapuz et al (1967) yang menyatakan bahwa ketebalan nata akan dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi, maka lapisan nata yang terbentuk akan semakin tebal pula. Berkurangnya ketinggian nata ini dapat terjadi karena inokulum Acetobacter xylinum memanfaatkan gula untuk pertumbuhannya sehingga gula harus dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah inokulum. Acetobacter xylinum bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula akan mengubah gula tersebut menjadi sellulosa yang kemudian diakumulasikan secara ekstraseluler dalam bentuk polikel yang liat selama proses fermentasi berlangsung (Rahayu et al., 1993). Anastasia & Afrianto (2008) juga menambahkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum selama fermentasi akan terus bekerja memecah gula yang ada pada media. Hal ini menyebabkan polisakarida dalam bentuk selulosa akan membentuk benang-benang serat yang terus menerus menebal untuk membentuk jaringan yang kuat. Menurut Indarti dan Asnawati (2011) dalam jurnalnya menyatakan bahwa glukosa atau gula yang dapat berperan dalam pembentukan selulosa adalah glukosa dalam bentuk . Sehingga semua glukosa yang ada dalam bentuk akan diubah dalam bentuk melalui enzim isomerase yang berada pada bakteri Acetobacter xylinum. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Reaksi glukosa dalam bentuk diubah ke dalam bentuk oleh enzim isomeraseDalam uji sensori dilakukan 4 parameter yaitu aroma, warna, tekstur, dan rasa. Aroma yang dihasilkan dari nata de coco setiap kelompok beraroma tidak asam. Aroma asam yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung dihilangkan sebelum nata de coco dimasak. Penghilangan aroma asam ini dilakukan dengan mencuci nata dengan air mengalir dan direndam 1 malam di dalam air. Air yang bersifat basa dapat menetralkan sifat asam pada nata selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan teori Rahayu et al (1993) yang menyatakan bahwa setelah lapisan putih terbentuk, maka lapisan yang disebut nata dicuci dan direndam. Proses pencucian dan perendaman nata bertujuan untuk menghilangkan asam dan aroma asam yang tidak diinginkan pada nata de coco. Selain pencucian dan perendaman, aroma asam yang masih melekat ini dihilangkan dengan cara memasak nata de coco di dalam larutan gula. Pemasakan dilakukan hingga nata sudah tidak beraroma asam lagi. Selain aroma, warna juga merupakan salah satu parameter uji dalam pengujian secara sensori. Warna pada nata de coco pada setiap kelompok yaitu putih, kecuali pada kelompok B1 warna nata-nya yaitu putih bening. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hamad dan Kristiono (2013) dalam jurnalnya dimana pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam medium yang cocok seperti air kelapa akan menghasilkan selaput tebal pada permukaan medium. Selaput tersebut mengandung 35-62 % selulosa. Lapisan tebal pada permukaan medium tersebut merupakan hasil akumulasi polisakarida ekstraselluler (Nata). Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa warna keruh pada cairan ini berasal dari air kelapa yang bercampur dengan biakan Acetobacter xylinum dan sedikit dari air kelapa telah mengalami fermentasi, selain itu juga karena gula dan urea yang larut dalam cairan.Selanjutnya, tekstur yang dihasilkan pada kelompok B1 dan B2 bersifat kenyal, sedangkan kelompok B3 hingga B5 tekstur yang dihasilkan dari nata de coco yaitu agak kenyal. Perbedaan tekstur yang terbentuk ini disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi gula yang ditambahkan saat pemasakan nata de coco. Sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991) yang menyatakan bahwa tingkat kekenyalan nata akan mengalami perubahan setelah proses perebusan di dalam air gula. Nata yang direbus di dalam air gula akan mengalami penurunan tingkat kekenyalan dan juga bila nata digigit akan lebih mudah putus jika dibandingkan dengan nata yang tidak direbus di dalam air gula. Hal ini dapat disebabkan karena selama proses perebusan, komponen ari dan gula akan masuk ke dalam jaringan selulosa pada nata sehingga susunan nata menjadi longgar dan lebih mudah putus. Selain dipengaruhi oleh perebusan dengan air gula, selulosa di dalam nata yang sudah terbentuk dari bakteri Acetobacter xylinum dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan pada nata de coco. Semakin tinggi kandungan selulosa-nya, maka nata akan semakin kenyal dan ketebalannya meningkat (Arsatmodjo, 1996). Parameter sensori yang terakhir yaitu rasa. Rasa yang dihasilkan berbeda-beda karena konsentrasi gula yang ditambahkan berbeda-beda pula tiap kelompok. Rasa tidak manis terdapat pada nata de coco milik kelompok B2 (25 gram). Sedangkan rasa agak manis terdapat pada nata de coco milik kelompok B1 (50 gram). Rasa manis terdapat pada nata de coco milik kelompok B4 (75 gram) dan rasa sangat manis terdapat pada nata de coco milik kelompok B3 (125 gram) dan B5 (100 gram). Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis pada makanan maupun minuman. Semakin banyak gula yang ditambahkan, maka rasa nata de coco akan semakin manis. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, rasa manis juga dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan pada nata de coco. Terbukti pada kelompok B3, B4, dan B5 dimana menggunakan gula dengan konsentrasi lebih dari 50 gram memiliki tekstur yang agak kenyal. 10

kesimpulan Nata de coco merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dari air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Prinsip dasar terbentuknya nata yaitu karena adanya bakteri Acetobacter xylinum yang mampu mengubah zat organik yang terdapat di dalam bahan dasar menjadi selulosa. Air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba Acetobacter xylinum. Penambahan gula dalam pembuatan nata bertujuan untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Ammonium sulfat yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti yang merupakan pesaing dari bakteri Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata de coco. Asam cuka glasial ini ditambahkan supaya dapat membuat pH media menjadi optimal. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh optimal pada pH 4,3. Penutupan dengan kertas bertujuan untuk melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar Selama inkubasi, wadah tidak boleh digoyang-goyang supaya dapat terbentuk lapisan nata yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Tujuan dari pencucian nata de coco yaitu untuk menghilangkan flavor asam dari nata. Munculnya lapisan putih karena aktivitas mikroorganisme Acetobacter xylinum ini akan membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Berkurangnya ketinggian nata terjadi karena inokulum Acetobacter xylinum memanfaatkan gula untuk pertumbuhannya. Warna keruh pada cairan ini berasal dari air kelapa yang bercampur dengan biakan Acetobacter xylinum. Tingkat kekenyalan nata akan mengalami perubahan setelah proses perebusan di dalam air gula. Semakin tinggi kandungan selulosa-nya, maka nata akan semakin kenyal dan ketebalannya meningkat Semarang, 9 Juni 2014 Praktikan, Asisten Dosen,- Stella Mariss - Meilisa Lelyana - Katharina Nerissa Abigail Sharon Effendy- Chrysentia Archinitta 11.70.0086- Andriani Cintya

daftar pustakaAnastasia, Nadia dan Afrianto, Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.Arsatmodjo, E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Skripsi Fateta. IPB. Bogor.Asngad, Aminah. (2008). Pemanfaatan Lidah Buaya (Aloe vera) Menjadi Produk Makanan Berserat dengan Pemabahan Berbagai Jenis Gula. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 9, No. 2, 2008: 144 155.Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Hamad, Alwani dan Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata de Coco. Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal. 62-65 ISSN 0216-7395.Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Indarti, Dwi dan Asnawati. (2011). Karakterisasi Film Nata de Coco Benedict Secara Adsorpsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal ILMU DASAR Vol. 12 No. 2. 2011 : 200 209Nurhayati, Siti. (2007). Kajian Pengaruh Kadar Gula dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Nata de Soya. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Voume 7, Nomor 1, Maret 2006, 40 47Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Steinkrauss, K.H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Foods. New York: New York University Press.Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.Sutarminingsih, 2004. Peluang Usaha Nata de coco. Kanisius, Yogyakarta.Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.Wowor, Liana. Y., dkk (2007) Analisis Usaha Pembuatan Nata de Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N yang Berbeda. Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2. ISSN 1858-4330.

lampiran1.1. Perhitungan Rumus :

Kelompok B1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

1.2. Laporan Semenara1.3. Jurnal