laporan tugas pratikum farmakologi
TRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS PRATIKUM FARMAKOLOGI
SISTEM NEUROPSIKIATRI
KELOMPOK 2 CEMPAKA PUTIH
PANDU OKTAFIA 2009730104
DWITA PUSPADEWI 2009730073
FATIMAH JUFRIA 2009730131
LENI YULIANI 2009730138
MAHDY FARRAS 2009730141
M.AINUN NAJIB 2009730029
M. DWI SUKARDI 2009730043
ZIA ULHAQ 2009730174
SARWENNDA ANNAS 2009730160
TIKA DIAN PARAMITHA 2009730167
JAFAR 2006730041
DOKTER PEMBIMBING : DR.RINA NURBANI
PROGRAM STUDI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH JAKARTA 2012
1
KATA PENGANTAR
Tujuan yang ingin dicapai dalam pratikum farmakologi adalah :
1. Mengendapakn mata pelajaran farmakologi yang diperoleh pada waktu kuliah2. Memapaparkan pekerjaan laboratorium yang berhubungan dengan laboratorium
farmakologi3. Meningkatkan hubungan doesen dan mahasiswa4. Meningkatkan disiplin, rasa tanggung jawab dalam kemampuan bekerja sama5. Meningkatkan kemampuan komprehensi dan menganalisis masalah
PERCOBAAN DENGAN ANASTESI UMUM PADA KELINCI
MAKSUD PERCOBAAN :
Adalah memperhatikan efek (kerja) dari obat –obat anastesi umum dalam hal ini ether, ultra short barbiturate ( ultra short acting barbiturate ). Chloroform dan lain –lain, pada binatang percobaan dengan melihat stadium stadium dari anastesi tersebut.
Untuk percobaan ini dipergunakan kelinci yang besar, sehat, dan sebagai anastesik digunakan ether. Dalam hal ini yang diperhatikan [ada kelinci sebelum dan pada saat ether diberikan adalah :
1. Kesadaran mulai menghilang, saat oxcitasi dan saat tidur yang dalam2. Keadaan mata, lebar pupil, reflek cahaya, reflek konjungtiva, dan gerakan bola mata3. Keadaan pernafasan, frekuensi pernafasan, dalamnya pernafasan. Teraturnya dan jenis
pernafasan ( dada, perut)4. Keadaan oto pergerakan keadaan gerak oto – otot bergaris ( terutama kaki)5. Rasa nyeri. Keadaan rasa nyeri dengan mencubit telinga dan ujung kaki6. Keadaan salivasi, saliva banyak ( hypersalivasi) atau sedkit7. Lain – lain, muntah, ronchi, warna daun telinga dan lain – lain
Cara kerja :
1. Catatlah dahulu keadaan – keadaan tersebut diatas dengan lengkap sebagai data perbandingan, barulah percobaan dapat dimulai
2. Pasanglah sungkup corong pada moncong kelinci dengan baik kemudian mulai diteteskan ether pada kapas yang disungkup dengan kira – kira 60 tetes permenit
3. Penetesan diteruskan sampai melewati stadium I, II, dan sterusnya. Catat dan perhatikan tanda- tanda setiap stadium
4. Capailah stadium opersai stage of anastesi dan perhatikan stadium kurang lebih 15 menit. Perhatikanlah dan periksa keadaan –keadaan seperti refleks yang tersebut diatas tanpa menambah ether lagi
5. Setelah itu bukalah sungkup dan biarkanlah binatang percobaan sadar atau siuman kembali 6. Hitung dan catatlah jumlah ether yang digunakan
2
Perhatikan
1. Tanda – tanda setiap stadium2. Pemasangan corong sehingga pernafasan tidak terganggu 3. Amatilah kelainan percobaan selama anastesi berlangsung
HASIL PRATIKUM
No Waktu Mulai penetasan ether
Stadium I Stadium II Stadium III plane1 2 3 4
I Pernafasan
2 Frekuensi 240/menit 2.35menit
cepat
2.41menit
pelan
3 Jenis Torakoabdominal abdominal
4 Dalam - - +5 Teratur
tidaknyateratur Masih
teraturSudah mulai tidak teratur
Sgt tidak teratur
II Mata1 Lebar pupil 5mm 4mm 2mm 1mm -
2 Rfelek cahaya
ada Kedip
sedikit
3 Reflek kornea
ada Kedip
sedikit
4 Gerakan bola mata
normal normal
III Otot1 Tonus + + + + nmun
melemah2 Gerakan + Melemah Melemah MelemahIV. Rasa nyeri1 Kuping ada Ada sedikit Ada sdkt Tdk ada2 Kaki ada Ada sdikit Ada sdkt Tdk adaV. saliva Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk adaVI. Auscultasi
ronkiTidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
namun tdk jelas
Lain – lain keadaaan
- - - -
1. Selama pemberian anestesi :
a. Pada menit ke-11 mulai mengangkat kepala
Pada menit ke-12.18 mulai mengedipkan mata
b. Jumlah anestesi yang digunakan : 450 tetes eter (sampai mencapai stadium)
3
Hasil diskusi :
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan
ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan
dari pasien. Anestesi umum ini dapat dihasilkan dengan pemberian obat sesuai dengan bentuk
fisiknya, yaitu anestetik menguap, anestetik gas dan anestetik yang diberi secara IV
(intravena). 2
Praktikum pemberian anestesi umum pada kelinci ini menggunakan obat anestetik
menguap, yaitu eter. Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama, yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada
kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik
dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlewatinya
induksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan memberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang
dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai, kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik
lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. 2
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter juga merupakan anestetik yang sangat
kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anastesi. Eter dapat menghasilkan
efek analgesik dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % walaupun penderita masih sadar
sehingga eter mempunyai sifat analgesik yang kuat sekali. 2
Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus dan mengiritasi saluran napas. Pada
induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih
dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi nafas. Eter menekan kontraktilitas otot
jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpatis sehingga curah
jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Eter tidak menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. Pada anestesi ringan, eter dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
kulit sehingga timbul kemerahan terutama di daerah muka dan pada anestesi yang lebih
dalam kulit akan menjadi lembek , pucat, dingin dan basah. Eter juga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomelurus dan
produksi urine secara berlebihan. Sedangkan pada pembuluh darah otak, eter menyebabkan
vasodilatasi. 2
4
Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan, tetapi dapat
pula pada waktu induksi. Ini disebabkan oleh efek sentral eter atau akibat iritasi lambung oleh
eter yang tertelan. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anesthesia.
Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan
dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan
sebagian kecil diekskresi juga melalui urine, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Semua zat anestesi umum bekerja dengan menghambat SSP secara bertahap.
Penghambatan pertama dilakukan pada fungsi kompleks kemudian dilanjutkan sampai
medula oblongata (tempat pusat vasomotor dan pernafasan). Guedel (1920) membagi anestesi
umum menjadi 4 stadium. Praktikum yang dilakukan pada kelinci dengan obat anestetik eter
ini hanya sampai pada stadium ketiga.
Sebelum percobaan dimulai, dilakukan pengamatan pada keadaan kelinci yang
nantinya akan digunakan sebagai kontrol. Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan kelinci
adalah 240 kali/menit, iramanya teratur, dan jenis pernapasan adalah thorako-abdominal.
Selain itu, masih terdapat gerakan reflek dari kelinci ketika telinga kelinci disentuh
menggunakan gunting penjepit. Hal ini juga menunjukkan masih adanya rasa nyeri yang
dapat dirasakan kelinci tersebut. Tonus otot juga masih ada saat kaki kelinci dipegang dan
kaki tersebut menghasilkan tahanan otot. Keadaan mata kelinci saat keadaan normal
menunjukkan lebar pupil 5 mm, terdapat refleks cahaya, refleks kornea dan pergerakan mata.
Kelinci tidak mengalami hipersalivasi dan ronchi pada auskultasi tidak ada.
Stadium I anestesi umum dicapai setelah 2 menit 41 detik. Hal ini ditandai dengan
terjadinya bradikardi. Tahap ini dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Kesadaran kelinci masih tampak namun ukuran pupil mengecil dari keadaan awal.
Pada tahap ini, rasa sakit telah hilang (efek analgesia telah muncul).
Stadium II, yang disebut juga dengan stadium eksitasi atau delirium, dimulai dari
hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Kelinci memasuki stadium ini
pada setelah 3 menit 52 detik, yang ditandai dengan pernapasan cepat dan tidak teratur. Pada
stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti
refleks bulu mata, pelebaran pupil mata (midriasis), tertawa, berteriak, menangis, menyanyi,
gerakan pernafasan yang tak teratur, laryngospasme atau muntah (bahaya aspirasi), terkadang
disertai apnae dan hiperapnae, tonus muskulus skeletal meningkat, inkontinensia urin,
takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati.
5
Eksitasi dapat disebabkan karena adanya depresi atau hambatan pada pusat inhibisi.
Pernafasan torakal–abdominal yang cepat dan tidak teratur diakibatkan oleh depresi
pernafasan sehingga terjadi retensi CO2 dan menuju pada Sympatho Adrenal Discharged
(SAD) yaitu pelepasan adrenalin dari kelenjar medula adrenalin dan noradrenalin dari ujung
saraf simpatis. Bola mata bergerak-gerak karena terjadi paralisa otot ekstrinsik bola mata
sehingga kontraksinya tak terkoordinir.
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya
pernafasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya
refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium III ini dibagi dalam 4 plane, yaitu:
1. Plane 1
Kelinci memasuki plane ini setelah 4 menit 23 detik, ditandai dengan pernafasan teratur,
pernafasan torakal sama kuat dgn pernafasan abdominal, pergerakan bola mata tak teratur,
kadang-kadang letaknya eksentrik, pupil mengecil lagi (miosis) dan refleks cahaya
masih ada, lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang, tonus otot
menurun. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.
2. Plane 2
Kelinci memasuki plane ini setelah 4 menit 23 detik, ditandai dengan pernafasan yang teratur
tetapi kurang dalam bila dibanding plane 1, volume tidal menurun dan frekwensi pernafasan
naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal, bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai
midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang. Relaksasi otot
lurik sedang, refleks laring hilang.
3. Plane 3
Kelinci memasuki plane ini setelah 4 menit 45 detik, ditandai dengan pernafasan abdominal
yang lebih dominan daripada torakal karena paralisis otot interkostal yang makin
bertambah sehingga pada akhir plane 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai
terjadi paralisis otot-otot diafragma, relaksasi otot lurik sempurna pupil melebar tetapi
belum maksimal dan refleks cahaya akan menghilang pada akhir plane 3 ini, lakrimasi
refleks farings & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun.
6
4. Plane 4
Kelinci memasuki plane ini setelah 4 menit 50 detik, ditandai dengan pernafasan tidak
adekuat, pernafasan dengan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna,
irreguler,‘jerky’karena paralisis otot diafragma yg makin nyata, pada akhir plane 4, paralisis
total diafragma, tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar maksimal
dan reflek cahaya menghilang,refleks sphincter ani menghilang. Tekanan darah mulai
menurun.
Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya pernafasan perut
dibanding stadium III plana 4, tekanan darah tak terukur karena pembuluh darah kolaps,
jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal. Kelumpuhan pernapasan pada
stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan. Pada percobaan kali ini kelinci
tidak diberi anestesi hingga mencapai stadium IV karena stadium ini sangat berbahaya dan
dapat menyebabkan kematian.
Dalamnya anastesi yang berjalan bergantung pada kadar anastetik di dalam sistem
saraf pusat, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anastetik dari
alveoli paru darah dan dari darah ke jaringan otak, yaitu : (1) kelarutan zat anastetik, (2)
kadar anastetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial), (3) ventilasi paru, (4)
aliran darah paru, dan (5) perbedaan antara tekanan parsial anastetik di darah arteri dan darah
vena. Hasil praktikum membuktikan bahwa semakin banyak kadar anastesi yang diterima
oleh tubuh pasien, dalam hal ini binatang coba (kelinci) maka kelinci akan merasakan
anastesi yang lebih dalam.
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Apakah semua stadium pada anastesi umum dengan eter dapat terlihat pada percobaan ini?Ya, ada stadium pada anastesi umum dengan eter dapat terlihat dengan jelas, namun pada stadium 3 plane 3 dalam percobaan ini yang seharusnya binatang percobaan telah mengalami hipersalivasi ternyata tidak megalami hipersalivasi.
2. apakah sebab terjadinya kelainan bunyi paru – paru ?
3. pada saat manakah operasi besar dan kecil dapat dilaksanakan ?operasi besar dapat dilaksanakan saat binatang percobaan sudah memasuki stadium III plane 3.
4. apakah bedanya hasil anastesi yang diberikan paramedikasi dengan premedikasi ?Pemberian obat premedikasi bertujuan:
7
a) Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi)
b) Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesic) Mengurangi jumlah obat-obatan anestesid) Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pasca
anestesie) Mengurangi stress fisiologis (takikardia, nafas cepat, dll)f) Mengurangi keasaman lambung
Sedangkan tanpa premedikasi akan mengakibatkan dimna tujuan yang diberikan premedikasi tidak terjamin kemungkinan banyak kerugian setelah dilakukan pebedahan anastesi tanpa premedikasi.
5. sebutkan pembagian dari obat – obat general anesthesia dan conth masing – masing Obat Anestetika gas, Obat Anestetika yang menguap, Obat Anestetika yang diberikan secara intravena1. Anestetik gasPada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga
tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek
anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50
atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O
dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk
mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa
sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu
relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan
secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan
Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna,
lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.
Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close
8
method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi
dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10%
volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai
dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume.
Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul,
diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan
relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun
depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan
tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan
anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia
jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit
ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi.
Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan
ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap
macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan
dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah
dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam
darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya
induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang
dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat
anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya
9
halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan
tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas
dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita
dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar
dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih
sadar.Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek
sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare,
sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan
kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu
pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias
akan dihambat dan terjadi depresi nafas.Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru
dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui
kulit utuh.Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar
dan cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi.
Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi
kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu
menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan
depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran
diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak
banyak mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran
membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia,
efluran dapat menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal
ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan
anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi
hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang
dari 3 tahun.Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara
kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau
tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena
penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium
induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul
10
aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap
ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan
pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg
fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume
semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan
isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran
meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar
Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial. Halotan merupakan cairan
tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak
meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan
nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga
mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi
adalah 0,76% volume.Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau
manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam
oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang
kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam
tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar
bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan
pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita
kelainan hati.Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap,
mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit
akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang.
Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai
dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik
umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada
masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan
cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar
dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya
11
penyembuhan.Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah
menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah
meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut
dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang
ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam
kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih
dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch
receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia,
induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada
anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic.
Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu
macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia,
disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah
dihilangkan oleh obat antagonisnya cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau
sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik
tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita
dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain.
Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi
beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat
menutupi pengaruh obat yang lain.Barbiturate menghilangkan kesadaran
dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada
pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system penghambat
ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat
sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate
menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan
kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturattetapi tonus vascular
meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit
menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah Natrium
thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
12
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk
induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten
setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan
larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat
badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5
ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang
dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml
larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per
rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.Natrium tiamilal dosis
untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan
intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan
tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3%
yang diberikan secara terus menerus (drip)Natrium metoheksital dosis induksi
pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena
dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan
diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.Ketamin
merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan
tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin
menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering
menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin
mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama
dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2
mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit.
Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.Droperidol dan fentanil tersedia dalam
kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan
secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
13
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi
umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus
dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan
potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat
narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia
regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama
pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short
acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula
kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk
medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi local.Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan
untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan
untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara
intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan
tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi.
Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak,
dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah
saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang
dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan
bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.Propofol secara kimia tak ada
hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu
kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa
nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan
intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
6. cara pemberian anasthesia ini menurut metode apa? Sebutkan pula cara- cara lain?
14
Teknik anestesi umum dengan cara anestesi inhalasi. Untuk anestesi umum, ada 3 cara pemberian yang dapat digunakan, yaitu anestesi inhalasi, parenteral (IV, IM, drip), per-rectal.
7. Apakah keuntungan dan kerugian ether sebagai general anasthesia ?
Kerugian: a. Kemungkinan aspirasi besar b. Waktu operasi terburu-buru/diteruskan dengan insuflasi c. Tidak dapat menggunakan diatherm Keuntungan : a. Cocok untuk prosedur yang singkat b. Trauma laryng kurang
8. Anasthesia manakah yang sebaiknya digunakan pada penderita koch, pulmonum duplex yang aktif?Anasthesi yang baik / dapat digunakan pada penderita dengan tuberculosis paru dupleks adalah anasthesi yang tidak mengiritasi saluran napas dan tidak merangsang sekresi kelenjar bronkus, yaitu Ketamin, karena hanya menganasthesia area spesifik saja di otak, dan tidak menyebabkan depresi pernafasan, sehingga nafas tetap normal.
9. Apa keuntungan dan kerugian anasthesia umum yang lain?a. Kloroform
Non irritable, pelemas otot yang baik, tidak mudah terbakar, tidak
mudah meledak, depresi miokard, hepatotoksik.
b. Halotan
Tidak mudah terbakar, tidak mudah meledak, daya larut di jaringan
rendah, rendahnya angka kejadian nausea dan vomittus pada
penggunaannya, sifat hipnotik kuat, relaksasi cukup, analgetik kurang
baik, tidak merangsang saluran napas, bronkodilator serta waktu
pemulihan cepat, dapat mensensitisasi miokardium terhadap
katekolamin, metabolit halotan juga berperan terhadap nekrosis hepar
c. Siklopropan
Dapat meledak, tidak stabil, mudah terbakar sehingga menghalangi
penggunaan kauter bedah dan monitoring elektrik.
d. Nitrous oksida
15
Anestesi umum yang lemah, umumnya tidak digunakan sendirian pada
anestesi inhalasi. Tapi sifat analgesik kuat, tidak terbakar, tidak
mengiritasi.
e. Pentotal
Pemberian terlalu pagi dapat merangsang muntah.
PENUTUP5.1 Simpulan
Bekerjanya eter sebagai obat anestesi umum pada kelinci dapat dilihat dengan
pengamatan pada ciri-ciri tiap stadiumnya.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pengamatan secara teliti pada kelincing percobaan sehingga
dapat benar-benar dikethaui kapan kelinci mulai memasuki stadium I,II, dst. Selain itu,
juga perlu berhati-hati saat kelinci akan pulih dari pengaruh obat anestesi karena kelinci
cendrung memberontak.
16