laporan pertanian berlanjut ub

130
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat, rahmat dan karunia-NYA kami kelompok 1 dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Pertanian Berlanjut. Praktikum dilakukan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan kami menyusunnya sebagai data hasil pengamatan untuk penyusunan laporan. Dalam laporan akhir ini, kami juga berterimakasih kepada asisten praktikum Pertanian Berlanjut dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Kami berharap laporan ini dapat berguna atau bermanfaat untuk kedepan. Laporan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan laporan berikutnya. Malang, 27 Desember 2013 Penyusun 1

Upload: yasir-arafat

Post on 20-Dec-2015

173 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat, rahmat dan karunia-

NYA kami kelompok 1 dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Pertanian Berlanjut.

Praktikum dilakukan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan kami menyusunnya

sebagai data hasil pengamatan untuk penyusunan laporan.

Dalam laporan akhir ini, kami juga berterimakasih kepada asisten praktikum Pertanian

Berlanjut dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Kami berharap

laporan ini dapat berguna atau bermanfaat untuk kedepan.

Laporan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima

kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan laporan berikutnya.

Malang, 27 Desember 2013

Penyusun

1

DAFTAR ISI

Halaman Cover

Kata Pengantar.....................................................................................................................1

Daftar Isi...............................................................................................................................2

Bab 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................31.2 Tujuan.............................................................................................................................31.3 Manfaat...........................................................................................................................4Bab 2 METODOLOGI2.1 Tempat dan waktu Pelaksanaan.....................................................................................52.2 Metode Pelaksanaan.......................................................................................................52.2.1 Pemahaman karakteristik landskap.............................................................................52.2.2 Pengukuran Kualitas Air.............................................................................................52.2.3 Pengukuran Biodiversitas............................................................................................7

2.2.3.1 Aspek Agronomi................................................................................................72.2.3.2 Aspek Hama Penyakit........................................................................................9

2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon.....................................................................................92.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi...................................9Bab 3 HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Hasil................................................................................................................................113.1.1 Kondisi Umum Wilayah..............................................................................................113.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik......................................................15

3.1.2.1 Kualitas air.........................................................................................................153.1.2.2 Biodiversitas Tanaman.......................................................................................213.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit.............................................................................343.1.2.4 Cadangan Karbon...............................................................................................38

3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi3.1.3.1 Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi)..................................453.1.3.2 Ecologically sound (ramah lingkungan).............................................................593.1.3.3 Socially just (berkeadilan = menganut azas keadilan) .....................................623.1.3.4 Culturally acceptable (berakar pd budaya setempat) ........................................63

3.2 Pembahasan Umum3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan........................................66

Bab IV. PENUTUP4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................704.2 Saran...............................................................................................................................70DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................71LAMPIRAN.........................................................................................................................73

- Sketsa Penggunaan Lahan........................................................................................73- Sketsa Transek..........................................................................................................75- Lampiran gambar pengamatan hama.......................................................................83

2

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya pertanian berkelanjutan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya

yang dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi

pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas

produksi, serta kualitas lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan

akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan

sehingga dalam pelaksanaannya akan mengarah kepada upaya memperoleh hasil produksi

atau produktifitas yang optimal dan tetap memprioritaskan kelestarian lingkungan.

Jadi secara umum, sistem pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang layak

secara ekonomi dan ramah lingkungan. Pada tingkat bentang lahan upaya pengelolaannya

diarahkan pada upaya menjaga kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan

biodiversitas tanaman pertanian untuk mempertahankan keberadaan pollinator, untuk

pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit dan mengupayakan kondisi

hidrologi (kuantitas dan kualitas air) menjadi baik serta mengurangi emisi karbon. Banyak

macam penggunaan lahan yang tersebar di seluruh bentang lahan, yang mana komposisi

dan sebarannya beragam tergantung pada beberapa faktor antara lain iklim, topografi,

jenis tanah, vegetasi dan kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada

disekelilingnya.

Didalam ruang perkuliahan, mahasiswa mempelajari tentang beberapa indikator

kegagalan Pertanian berlanjut baik dari segi biofisik(ekologi), ekonomi dan sosial. Dalam

konteks tersebut perlu adanya pengenalan pengelolaan bentang lahan yang terpadu di

bentang lahan sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

mahasiswa terhadap konsep dasar Pertanian Berlanjut di daerah Tropis dan

pelaksanaannya di tingkat lanskap.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan fieldtrip ini yaitu :

a. Memperoleh segala informasi yang berkaitan dengan pertanian berlanjut dari aspek

ekologi, ekonomi, dan sosial.

b. Untuk memahami macam-macam tutupan lahan, sebaran tutupan lahan dan interaksi

antar tutupan lahan pertanian yang ada di suatu bentang lahan.

4

c. Untuk memahami pengaruh pengelolaan lanskap Pertanian terhadap kondisi hidrologi,

tingkat biodiversitas, dan serapan karbon.

d. Untuk memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar area tersebut.

e. Untuk memenuhi tugas praktikum Pertanian Berlanjut.

f. Untuk mengetahui apakah pertanian di wilayah praktikum dapat dikatakan berlanjut

atau tidak.

1.3. Manfaat

Manfaat yang didapat pada kegiatan fieldtri ini yaitu :

a. Dapat menentukan berlanjut atau tidaknya suatu sistem pertanian.

b. Mampu mengaplikasikan dasar teori yang diperoleh di perkuliahan ruang.

c. Mampu menyimpulkan bagaimana kondisi biodiversitas, kualitas air dan karbon di

wilayah tersebut.

d. Mampu menyimpulkan tingkat keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut berkenaan

dengan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

5

BAB II

METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan fieldtrip mata kuliah Pertanian Berlanjut dilaksanakan di Desa

Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Batu. Waktu pelaksanaan fieldtrip mata kuliah

Pertanian berlanjut yaitu pada hari Sabtu, 30 November 2013.

2.2. Metode Pelaksanaan

2.2.1. Pemahaman Karakteristik Lansekap

2.2.2 Pengukuran Kualitas Air

Pengambilan sampel untuk mengukur DO (dissolve oxygen) di laboratorium

dilakukan dalam beberapa langkah:

6

Menentukan lokasi yang representatif untuk dapat melihat lansekap secara keseluruhan.

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada. Isikan pada kolom penggunaan lahan,

dokumentasi dengan foto.

Identivikasi jenis vegetasi yang ada, isi hasil identifikasi ke dalam kolom tutupan lahan.

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai tingkat kemiringan lereng yang ada serta tingkat tutupan kanopi dan seresahnya.

Isi hasil pengamatan pada form.

Pada saat pengambilan contoh air, sungai harus dalam kondisi yang alami (tidak ada orang yang masuk dalam sungai). Hal ini untuk menghindari kekeruhan air akibat

gangguan tersebut.

Ambil contoh air dengan menggunakan botol ukuran 1 liter (sampai penuh) dan tutup rapat.

Beri label berisi waktu (jam, tanggal, bulan, tahun), tempat pengambilan contoh, dan nama pengambil contoh.

Contoh air segera dianalisis di laboratorium.

● Pendugaan kualitas air secara fisik (kekeruhan) dilakukan dalam beberapa langkah :

Pendugaan kualitas air secara fisik (kekeruhan) dilakukan dalam beberapa langkah :

7

Tuangkan contoh air dalam tabung / botol air mineral samapai ketinggian 30 cm.

Aduk air secara merata.

Masukkan secchi disc ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan dan amati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada secchi disc tidak dapat dibedakan.

Baca berapa sentimeter kedalaman secchi disc tersebut.

Masukkan data kedalaman yang diperoleh ke dalam persamaan berikut:

Konsentrasi sedimen (mg/l) = (3357.6 * D-1.3844)

Dimana D adalah kedalaman secchi disc dalam cm.

Catat udara sebelum mengukur suhu dalam air.

Masukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit.

Baca suhu saat termometer masih dalam air, atau secepatnya setelah dikeluarkan dari dalam air.

Catat pada form pengamatan.

● Pengamatan suhu air dilakukan dalam beberapa langkah:

Pengamatan pH air dilakukan dalam beberapa langkah:

2.2.2. Pengukuran Biodiversitas

2.2.2.1. Aspek Agronomi

Indikator yang digunakan dalam mengukur biodiversitas dari aspek agronomi

adalah populasi dan jenis gulma pada lahan. Metode yang digunakan adalah:

Biodiversitas Tanaman

8

Catat udara sebelum mengukur suhu dalam air.

Masukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit.

Baca suhu saat termometer masih dalam air, atau secepatnya setelah dikeluarkan dari dalam air.

Catat pada form pengamatan.

Siapkan gelas ukur / tabung untuk pengujian, isi dengan air yang akan diuji.

Celupkan kertas lakmus ke dalamnya, biarkan beberapa saat sampai terjadi perubahan warna. Bandingkan warna kertas lakmus dengan

warna standar.

Catat pH sesuai dengan warna standar.

Buat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis

Tentukan titik pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap

Catat karakteristik tanaman budidaya di setiap tutupan lahan yang telah ditentukan

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel

Bodiversitas Gulma

9

Lakukan identifikasi dan analisa gulma pada setiap titik pengamatan

Tentukan 2 titik pengambilan sampel pada masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap secara acak (petak 1 meter x 1 meter)

Foto petak tersebut dengan kamera agar seluruh gulma terlihat semua

Bila ada gulma yang tidak dikenal, gunakan pisau untuk memotong gulma sebagai sampel, semprot gulma dengan alkohol 75% biar tidak layu dan

masukkan dalam kantong plastik

Identifikasi sampel gulma dengan membandingkan foto dari buku atau internet atau ditanyakan ke dosen atau asisten

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel

2.2.2.2. Aspek Hama Penyakit

2.2.3. Pendugaan Cadangan Karbon

Peran lansekap dalam menyimpan karbon bergantung pada besarnya luasan

tutupan lahan hutan alami dan lahan pertanian berbasis pepohonan baik tipe campuran

atau monokultur. Besarnya karbon yang tersimpan di lahan bervariasi antar

penggunaan lahan tergantung pada jenis, kerapatan dan umur pohon. Oleh karena itu

ada tiga parameter yang diamati pada setiap penggunaan lahan yaitu jenis pohon,

umur pohon, dan biomassa yang diestimasi dengan mengukur diameter pohon.

2.2.4. Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi

Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi menggunakan indikator-

indikator sebagai berikut (dengan melakukan wawancara terhadap petani):

10

Membuat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis

Menentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur (transek) yang mewakili mewakili agroekosistem dalam hamparan

Tangkap serangga ndengan menggunakan sweep net dengan metode yang benar pada agroekosistem yang telah ditentukan

Kumpulkan semua serangga yang tertangkap sweep net dan masukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi secarik kertas tissu

Serangga yang telah terkumpu dibunuh dengan memberikan etil asetat.

Semua kantong plastik berisi serangga (sudah mati) dibawa ke Laboratorium Hama. Apabila belum segera diamati hendaknya semua

serangga tersebut disimpan dilemari pendingin.

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel.

11

Macam/jenis komoditas yang ditanam

Akses terhadap sumber daya pertanian

Penguasaan lahan

Saprodi

Faktor-faktor produksi

Diversifikasi sumber pendapatan

Kepemilikan hewan ternak

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

3.1.1. Kondisi Umum Wilayah

Dusun Sayang, Desa Tulungrejo, Ngantang

Stop 1 (Hutan)

Macam landskap : Variegated

Kemiringan : 30%, 170

N

o

Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahanManfaat

Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumla

h

spesies

Kerapat

-an

C-

stockKanopi Seresah

1 Hutan

Produksi

Pinus K (kayu)

G(getah)

Atas Rendah Tinggi 2 Sedang Tinggi

2 Hutan

Produksi

Kopi B (biji) Atas Rendah Tinggi 10 Sedang Renda

h

3 Hutan

Produksi

Durian B (buah) Atas Rendah Tinggi 1 Rendah Renda

h

4 Hutan

Produksi

Pisang B (buah)

D (daun)

Atas Sedang Tinggi 7 Sedang Renda

h

5 Hutan

Produksi

Rumput

gajah

D (daun) Atas Rendah Tinggi Banya

k

Tinggi Renda

h

Stop 2 (Agroforestri)

Macam landskap : Fragmanted

Kemiringan : 24%, 140

N

o

Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahan

Manfaat Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

an

C-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Tahunan

Sengon K (kayu) Tengah Sedang Rendah 2 Rendah Tinggi

2 Tanaman

semusim

Pisang B (buah)

D

(Daun)

Tengah Sedang Rendah 19 Sedang Rendah

3 Tanaman

Tahunan

Kopi B (buah) Tengah Sedang Rendah 16 Sedang Sedang

4 Tanaman Talas B (buah) Tengah Tinggi Rendah 50 Tinggi Rendah

12

Semusim D (daun)

5 Tanaman

Semusim

Jahe A (akar) Tengah Tinggi Rendah 43 Tinggi Rendah

6 Tanaman

Tahunan

Lamtoro K (kayu)

D (daun)

Tengah Rendah Sedang 6 Sedang Sedang

7 Tanaman

Tahunan

Bambu K (kayu) Tengah Tinggi Tinggi 2 Sedang Tinggi

Stop 3 (Tanaman Semusim)

Macam landskap : Relictual

Kemiringan : 18%, 100

N

o

Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahanManfaat

Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

anC-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Semusim

Kubis D

(Daun)

tengah Sedang Sedang 159 Tinggi Rendah

2 Tanaman

Semusim

Rumput

Gajah

D

(Daun)

tengah Rendah Banyak 227 Tinggi Rendah

3 Tanaman

Semusim

Kelapa B (buah) tengah Sedang Sedang 196 Rendah Rendah

4 Tanaman

Semusim

Kacang

panjang

B (buah) tengah Rendah Sedang 107 Sedang Rendah

5 Tanaman

Semusim

Rumput

liar

D (daun) tengah Rendah Sedang Banya

k

Tinggi Rendah

6 Tanaman

Semusim

Pisang B (buah)

D (daun)

tengah Sedang Sedang 3 Rendah Rendah

13

Stop 4 (Tanaman Semusim + Permukiman)

Macam landskap : Relictual

Kemiringan :

N

O

Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahan

Manfaat Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

an

C-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Semusim

Pisang B

(Buah)

bawah Sedang Sedang 18 Rendah Rendah

2 Tanaman

Semusim

Sawi D

(Daun)

bawah Sedang Rendah 150 Sedang Rendah

3 Tanaman

Semusim

Cabai B (buah) Bawah Rendah Rendah 30 Rendah Rendah

4 Tanaman

Semusim

Rumput

gajah

D (daun) Bawah Sedang Rendah 2000 Tinggi Sedang

Lokasi pengamatan berada di Dusun Sayang Desa Tulung rejo, Ngantang. Secara

geografis Desa Tulungrejo terletak pada posisi 7°21′-7°31′ Lintang Selatan dan 110°10′-

111°40′ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang yaitu

sekitar 156 m di atas permukaan air laut.Secara administratif, Desa Tulungrejo terletak di

wilayah Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-

desa tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Kecamatan Wonosalam Kabupaten

Jombang. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waturejo. Di sisi Selatan berbatasan

dengan Desa Sumberagung/Kaumrejo Kecamatan Ngantang, sedangkan di sisi Timur

berbatasan dengan Hutan Kecamatan Pujon.Wilayah Desa Tulungrejo secara umum

mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian

dan perkebunan. Secara presentase kesuburan tanah Desa Tulungrejo terpetakan sebagai

berikut: sangat subur 10,600 Ha, subur 248,865 Ha, sedang 45,800 Ha, tidak subur/ kritis 0

Ha. Secara geologi di Daerah Ngantang termasuk vulkanik.

Daerah Ngantang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang

merupakan salah satu daerah hulu dari sungai Brantas. Lokasi pengamatan terletak pada sub-

sub DAS Sayang. DAS Kali Konto dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian hulu dan bagian

hilir, keduanya dipisahkan oleh Bendungan Selorejo. DAS KaliKonto Hulu luasnya sekitar

23.804 ha, termasuk dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Pujon dan Kecamatan

Ngantang (Kabupaten Malang), yang di dalamnya terdapat20desa. Daerah Ngantang terletak

pada bagian bawah DAS Kali Konto dengan ketinggian 600-1.400 m di atas permukaan laut.

Kawasan pertanian terbagi menjadi dua bagian, yaknidaerah yang memperoleh irigasi

untuk padi sawah dan daerah tadah hujan untuk kebun campuran berbasiskopi (agroforestri).

14

Jenis palawija cocok ditanam di daerah ini. Bentuk lahan (landform) yang terdapat di DAS

Kali Konto hulu meliputi perbukitan, pegunungan, dataran, dan lembah aluvial.Variasi

bentuk lahan (landform) yang ada di DAS Kali Konto hulu berpotensi terhadap perbedaan

penggunaan lahan yang ada, seperti landform lembah alluvial dan lahar, dan dataran yang

dominan untuk sawah dan kebun sayuran. Sedangkan pada landform perbukitan banyak

digunakan untuk hutan produksi dan kebun campuran, serta kebun sayuran.

Penggunaan lahan pada daeah pengamatan antara lain hutan , agroforestri, tanaman

semusim dan tanaman semusim + pemukiman. Kawasan hutan dijumpai pada bagian atas

yang terdapat beberapa tanaman yaitu pinus, pisang, kopi, durian dan rumput gajah. Pada

lereng tengah terdapat agroforestri antara tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman

yang terdapat di stop 2 (agroforestri) antara lain sengon, pisang, kopi, talas, jahe, lamtoro

dan bambu. Pada stop 3 (tanaman semusim) terdapat beberapa tanaman antara lain kubis,

rumput gajah , kelapa, kacang panjang, rumput liar dan pisang sedangkan pada stop 4

(tanaman semusim + pemukiman ) terdapat pisang, sawi, cabai, dan rumput gajah. Masing-

masing stop memiliki kerapatan spesises yang berbeda-beda yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Masyarakat sekitar memanfaatkan hasil masing-masing tanaman baik akar, daun, buah, biji

dan kayu.

Gambaran umum wilayah desa Tulungrejo, Ngantang

15

Gambaran umum wilayah desa Tulungrejo, Ngantang

Gambar Kondisi Wilayah Melalui Google Earth

3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik

3.1.2.1 Kualitas Air

Plot 1

Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari kualitas air adalah

sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan disekitar

berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form isian pengukuran kualitas air sebagai

indikatir pertanian berlanjut (suhu air, DO, pH, kekeruhan):

16

Parameter Satuan

Lokasi Pengamilan SampelKelas (PP no. 82 tahun

2001)Plot 1

UL 1 UL 2 UL 3

Kekeruhan Cm >30 >30 >30 Kelas IV, yaitu

diperuntukkan sebagai

mengairi pertanaman dan

atau peruntukannya lain

yang mempersyaratkan

mutu air yang sama

dengan kegunaan

tersebut

Suhu Celcius 21.5 21.5 22

pH pH 6.54

DO Mg/L 2.14

Dari hasil pengamatan dilakukan analisis kualitas air, diketahui bahwa kondisi kualitas

air di kawasan sistem pertanaman agroforestri pinus dengan kopi dan pisang di lokasi

Ngantang pada musim hujan berkriteria tidak baik.

Gambar Kondisi Aktual DAS di Ngantang Plot 1

Kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman agroforestri pinus dengan kopi dan

pisang di Ngantang menunjukkan kondisi pH yangmendekati basa (7). Namun demikian pH

rata-rata masih berada pada selang nilai yang baik sesuai baku mutu. Parameter fisik

kekeruhan menunjukkan memang secara aktual waktu pengamatan pada jarak 30 cm masih

terlihat dalam pengukurannya, namun tingkat kekeruhan di lahan tersebut akan tetap

berpotensi semakin keruh akibat semakin bervariasinya penggunaan lahan (semakin ke arah

hilir DAS).

Berdasarkan uraian sebelumnya, mengingat pentingnya penutupan hutan dapat

disarankan di lokasi aktivitas pertanian serta kiri dan kanan sungai dalam rangka

17

mempertahankan dan meningkatkan kualitas air sungai di kawasan agroforestri pinus dan

sekitarnya. Brooks et al. (1997) dalam Hofer (2003) mengatakan bahwa hutan lindung dan

sistem agroforestry yang dikembangkan di sekitar badan air lebih lanjut dapat memperbaiki

kualitas air. Keberadaan sistem agroforestri di kanan-kiri sungai selain dapat menjaga

stabilitas tebing sungai, juga dapat menurunkan tingkat bahan kimia berbahaya ke dalam

badan air, memelihara suhu air agar tetap dingin seperti pada saat pengukuran secara aktual

yaitu kesaran 21.5-22oC, dan mempertahankan tingkat dissolvedoxygen (DO) sebesar 2.14

mg/L dari air. Jika diperlukan, pemerintah setempat mengupayakan pembangunan waduk atau

bendungan di beberapa tempat yang strategis. Keberadaan waduk selain sebagai pengendali

sedimen dan debit banjir juga dapat berperan sebagai pengendali kualitas air sungai. Hasil

penelitian Supangat dan Paimin (2007) terkait fungsi Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur di

sepanjang aliran Sungai Citarum, menyimpulkan bahwa keberadaan waduk atau reservoir air

memiliki kemampuan untuk memulihkan atau purifikasi kondisi kualitas lingkungan air

(kualitas air) secara alami atau yang dikenal sebagai natural self-purification capacity.

Adapun kriteria pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, maka air sungai di kawasan Ngantang pada plot 1 (di lokasi

praktikum) termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang dapat diperuntukkan sebagai

mengairi pertanaman dan atau peruntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut

(a) (b)

Gambar (a) Pengambilan Sampel Air untuk Pengamatan dan (b) Pengukuran Suhu di DAS Plot 1

Gambar Pengukuran Kualitas Air DAS di Ngantang Plot 1

18

Plot 2

Parameter Lokasi pengambilan sampel air

UL 1 UL 2 UL 3

Kekeruhan Awal : 36 cm

Akhir(pengamatan): >

36 cm

Awal : 36 cm

Akhir(pengamatan): >

36 cm

Awal : 36 cm

Akhir(pengamata

n): > 36 cm

Suhu t udara: 29 0 C

t di air : 220 C

t udara: 27 0 C

t di air : 240 C

t udara: 26 0 C

t di air : 240 C

Ph 7,66

DO 1,7mg/ L DO

Tabel klasifikasi kualitas dan mutu air berdasarkan DO dan pH

paramete

r

Satuan Kelas

1 2 3 4

DO mg/L 6 4 3 1

pH - 6-9 6-9 6-9 5-9

Suhu sampel air: 27,330C

Dilihat dari hasil pengujian laboraturium dan lapang yang dilakuakn pada

sampel air plot 2 diketahui bahwa tingkat kekeruhannya > 36cm. Sedangkan untuk

pengukuran suhu udara dalam 3 kali ulangan yang kami lakukan ialah berkisar antara

26 0 C - 29 0 C dan suhu air pada ulangan pertama 220 C, kedua 240 C dan ulangan

ketiga 240 C.

Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 yang mengklasifikasi kualitas dan mutu

air menjadi 4 kelas. Sedangkan untuk kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati

termasuk dalam kelas ke-IV. Penetapan kelas tersebut ditentukan berdasarkan hasil

pengujian DO (disolve Oxygen) dan pH dari sampel air yang ada di lahan. Nilai DO

sampel air dari lahan yang kami amati ialah sebesar 1,7 mg/L dan berada dibawah 3

mg/L, sedangkan nilai pHnya ialah sebesar 7,66 sehingga dapat disimpulkan bahwa

kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk pada kelas ke-IV.

Sehinnga, air yang ada di lahan yang kami amati bisa diperuntukan untuk

mengairi tanaman dan juga dapat digunakan untuk kepentingan lain yang memiliki

persyaratan kualitas dan mutu yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal tersebut

berdasarkan diskripsi dari kelas kualitas dan mutu air ke-IV yang tercantum pada PP

no 82 tahun 2001 pasal 8.

19

gambar pengukuran suhu air plot 2 gambar gambar pengambilan sampel air

gambar pengukuran kekeruhan

Plot 3

Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari kualitas air adalah

sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan disekitar

berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form isian pengukuran kualitas air sebagai

indikator pertanian berlanjut (suhu air, DO, pH, kekeruhan):

Parameter Lokasipengambilansampel air

UL 1 UL 2 UL 3

Kekeruhan > 40 > 40 > 40

Suhu t udara: 22 0 C

t di air : 260 C

t udara: 25 0 C

t di air : 260 C

t udara: 25 0 C

t di air : 260 C

pH 7,66

DO 1,78mg/ L DO

Dari hasil pengamatan dilakukan analisis kualitas air, diketahui bahwa kondisi kualitas

air di kawasan sistem pertanaman rumput gajah, tanaman semusim (kubis, kacang panjang),

pohon kelapa dan pohon pisang sebagai berikut :

Klasifikasi kualitas dan mutu air berdasarkan DO dan pH

parameter Satuan Kelas

20

1 2 3 4

DO mg/L 6 4 3 1

pH - 6-9 6-9 6-9 5-9

Suhusampel air: 260C

Kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman rumput gajah, tanaman semusim

(kubis, kacang panjang), pohon kelapa dan pohon pisang di Ngantang menunjukkan kondisi

pH yang basa (7,66). Parameter fisik kekeruhan menunjukkan memang secara aktual waktu

pengamatan pada jarak lebih dari 40 cm masih terlihat dalam pengukurannya, namun tingkat

kekeruhan di lahan tersebut akan tetap berpotensi semakin keruh akibat semakin

bervariasinya penggunaan lahan

Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 yang mengklasifikasi kualitas dan mutu air

menjadi 4 kelas.Adapun kriteria pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka air sungai di kawasan Ngantang pada plot 3 (di

lokasi praktikum) termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang dapat diperuntukkan

sebagai mengairi pertanaman dan atau peruntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut

Sedangkan untuk kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk dalam

kelas ke-IV. Penetapan kelas tersebut ditentukan berdasarkan hasil pengujian DO (disolve

Oxygen) dan pH dari sampel air yang ada di lahan. Nilai DO sampel air dari lahan yang kami

amati ialah sebesar 1,7 mg/L dan berada dibawah 3 mg/L, sedangkan nilai pHnya ialah

sebesar 7,66 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas dan mutu air di lahan yang kami

amati termasuk pada kelas ke-IV.

Gambar (a) Pengukuran Kualitas Air DAS di Ngantang Plot 3 dan (b) Pengukuran Suhu di DAS Plot 3

Plot 4

21

Parameter Satuan

Lokasi Pengamilan SampelKelas (PP no. 82 tahun

2001)Plot 4

UL 1 UL 2 UL 3

Kekeruhan Cm >30 >30 >30 Kelas IV, yaitu

diperuntukkan sebagai

mengairi pertanaman

dan atau peruntukannya

lain yang

mempersyaratkan mutu

air yang sama dengan

kegunaan tersebut

Suhu Celcius 27.5 27.5 26

Ph pH 7.99

DO Mg/L 1.58

Kualitas air menurut Alaerts dan Santika (1987) sangat tergantung pada komponen

penyusunannya dan banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari

pemukiman. Dari hasil pengamatan pada plot 4, didapat data bahwa suhu rata 27 0C

dengan nilai DO sebesar 1.58 Mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 82 tahun

2001 pasal 1 bahwa kualitas air tersebut yang masuk dalam klasifikasi kelas IV yaitu

diperuntukan sebagai mengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini dapat

dikarenakan dengan pengolahan lahan yang terlalu intensif dan tanaman yang

dibudidayakan kurang mendukung dalam menyerap air.

3.1.2.2. Biodiversitas Tanaman

Plot 1

Titik

pengambilan

sampel

tutupan lahan

Semusim/

Tahunan/

Campuran

Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap

LuasJarak

TanamPopulasi Sebaran

Plot 1

Pinus 70x21 3,5 m 420 Rapat

Kopi 70x21 1,7 m 7 Renggang

Pisang 70x1 3 m 20 Renggang

22

- Pengamatan Biodiversitas Gulma

NoNama

Lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumla

hFungsi Dokumentasi

1 - -

Plot 1

3

2Rumput

Teki

Cyperus

kylinga67

3Rumput

gajah31

No Nama LokalNama

Ilmiah

Lokasi

SampelJumlah Fungsi Dokumentasi

4

Goletrak

beuti

Rchardia

brasiliensi

s

Plot 1

1-

5 35

-

23

- Identifikasi dan analisis gulma

Tutupan lahan

atau titik

pengambilan

sampel Plot 1

Kelebatan Gulma

DokumentasiLebat

(>50%)

Agak Lebat

(25%-50%)

Jarang

(<25%)

Agak Lebat V - -

Keanekaragaman atau biodiversitas keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi

karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan

sifat-sifat lainnya. Dalam fieldtrip Pertanian Berlanjut di Desa Tulungrejo Kecamatan

Ngantang dapat dilihat biodiversitas dimana yang diperhatikan tumbuh – tumbuhan yaitu

terdapat tanaman pinus sebagai tanaman utama, pisang sebagai tanaman semusim dan

kopi sebagai tanaman pinggir.

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan pendekatan sistem dan holistik/ terintegrasi

dimana sistem pertanian sebagai suatu sistem usahatani dan pendekatan sistem yang

berhubungandengan faktor biofisik, sosial, ekonomi dan budaya. Beberapa upaya yang

dilakukan dalam pertanian berkelanjutan diantaranya dengan meningkatkan kemandirian

petani terhadap sarana produksi pertanian (benih/bibit, pupuk, pestisida, dan hormon pengatur

tumbuh dll) termasuk mengurangi penggunaan bahan anorganik dan diganti dengan bahan

organik, meningkatkan biodiversitas tanaman pangan dan tanaman lainnya pada suatu lahan

pertanian, serta pengelolaan yang tepat pada gulma.

Dari hasil pengamatan di plot 1 didapat hasil tutupan lahan dan tanaman pada

lansekap terdapat tanaman pinus dengan tingkat kerapatan yang agak lebat dan tanaman

lainnya yaitu kopi dan pisang dalam sebaran yang renggang. Lahan tersebut menggunakan

sistem tanam agroforestry, dapat dilihat dari tanaman yang ada seperti pinus, kopi, dan

pisang, selain itu tanaman tersebut dipilih untuk kepentingan usahatani penduduk sekitar

dusun Ngantang. Hal ini didukung dengan pernyataan Hairiah, 2001 bahwa sistem

agroforestry memiliki keunggulan yaitu produksi yang dihasilkan dari tanaman seperti

tanaman pinus dan kopi memiliki nilai jual cukup menjanjikan.

24

Plot 2

Biodiversitas Lahan

Pada dasarnya sistem agroforestri yang ada di tempat praktikum mampu

mempertahanakan sifat-sfat fisik tanah melalui seresah yang ditunjukkan dengan keberadaan

jenis vegetasi yang ada di plot pengamatan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat

penambahan organik tanah yang dihasilkan oleh seresah yang dihasilkan oleh jenis vegetasi

dan gulma tersebut. Berikut tabel pengamatan dari data yang sudah diperoleh saat praktikum:

Plot 2

Titik

pengambilan

sampel

tutupan lahan

Semusim/

Tahunan/

Campuran

Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam

Lanskap

LuasJarak

TanamPopulasi Sebaran

Plot 2

Kopi 70x21 2.15x1.77 302 Rapat

Pisang 70x21 3.35x3.31 142 Rapat

Lamtoro 70x1 5.14x4.7 61 Rendah

Sistem agroforestri yang terdapat di plot 2 dengan pertanaman kopi, pisang dan

lamtoro dari hasil data diatas pada dasarnya kanopi dari vegetasi tersebut telah menutupi

sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap.

Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan

menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan

intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian ini sangat sesuai untuk

perkembangbiakan dan kegiatan organisme. Kegiatan dan perkembangan organisme ini

semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme

makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori

makro (biopores) dan pemantapan agregat. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan

agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah.

Biodiversitas Gulma pada Vegetasi Terbuka

25

NoNama

Lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

SampelJumlah Fungsi Dokumentasi

1Teki

Ladang

Cyperus

rotundus

Plot 2

19Pengganggu

tanaman

2Rumput

Teki

Cyperus

kylinga20

Pengganggu

tanaman

3 BandotanAgeratum

conyzoides7

Pengganggu

tanaman

4Rumput

Mutiara

Hedyotis

corumbosa54

Pengganggu

tanaman

5Keladi

tikus

Typhonium

flagelliforme3

Pengganggu

tanaman

6 - - 7Pengganggu

tanaman

7Rumput

gajah

Pennisetum

purpureum48

Pengganggu

tanaman

Biodiversitas Gulma pada Vegetasi Tertutup26

No Nama Lokal Nama IlmiahLokasi

SampelJumlah Fungsi Dokumentasi

1 TekiCyperus

kylinga

Plot 2

60Pengganggu

tanaman

2Goletrak

beuti

Rchardia

brasiliensis10

Pengganggu

tanaman

3Daun

legetang- 13

Pengganggu

tanaman

4Rumput

gegenjuran

Paspalum

commersonii16

Pengganggu

tanaman

5 - - 3Pengganggu

tanaman

6Rumput

Mutiara

Hedyotis

corumbosa5

Pengganggu

tanaman

7 Kakatuncara

n

- 17 Pengganggu

tanaman

27

8 - Bereria alata 67Pengganggu

tanaman

9 - Chromolaena 3

Pengganggu

tanaman

Identifikasi dan Analisis Gulma

Tutupan lahan

atau titik

pengambilan

sampel Plot 2

Kelebatan Gulma

DokumentasiLebat

(>50%)

Agak Lebat

(25%-50%)

Jarang

(<25%)

Renggang V - -

Rapat V - -

Keberadaan gulma dari berbagai nama lokal yang ditemukan beserta kelebatan gulma

tersebut dapat mempertahankan kandungan bahan organik tanah di lapisan atas melalui

pelapukan seresah yang jatuh ke permukaan tanah sepanjang tahun. Adapun pemangkasan

gulma secara berkala yang ditambahkan ke permukaan tanah juga mempertahankan atau

menambah kandungan bahan organik. Kondisi demikian dapat memperbaiki struktur dan

porositas tanah serta lebih lanjut dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan

air.Sifat-sifat fisik tanah (lapisan atas) yang paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang

28

pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan pepohonan yang ada di plot 2 adalah struktur dan

porositas tanah, kemampuan menahan air dan laju infiltrasi. Lapisan atas tanah merupakan

tempat yang mewadahi berbagai proses makro dan mikro termasuk perakaran gulma, kopi,

pisang dan lamtoro dalam plot tersebut. Untuk menunjang berlangsungnya proses-proses

kimia, fisik dan biologi yang cepat diperlukan air dan udara yang tersedia pada saat yang tepat

dan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu tanah harus memiliki sifat fisik yang

mendukung terjadinya keberlanjutan seperti sirkulasi udara dan air yang baik.

Dari hasil pengamatan di plot 2 yaitu dengan sistem agroforestri sudah tepat

dalammempertahankan sifat-sifat fisik lapisan atas yang diperlukan untuk menunjang

keberlanjutan pertumbuhan tanaman. Pada plot tersebut terdapat tanaman kopi dengan

sebaran sangat rapat dilengkapi dengan tanaman pisang juga dalam sebaran yang rapat dan

dikombinasikan tanaman lamtoro yang sebarannya rendah. Hal tersebut sejalan dengan

pernyataan Hairiah dkk, 2003 menyatakan bahwa adanya tajuk tanaman dan pepohonan yang

relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung

ke permukaan tanah sehingga tanah terlindung dari pukulan air yang bisa memecahkan dan

menghancurkan agregat menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh aliran air. Dari

pernyataan tersebut aspek terpenting dalam komponen vegetasi adalah susunan tajuk dari

sistem agroforestri yang berlapis-lapis, dari jenis vegetasi yang ada seperti kopi, pisang,

lamtoro dan berbagai macam tanaman bawah seperti gulma. Komposisi vegetasi ini terkait

dengan peran dan fungsi terhadap evaporasi dan transpirasi, intersepsi hujan, dan iklim mikro.

Dalam hal ini beberapa sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan. Dapat

dikatakan sudah termasuk dalam kategori berlanjut.

Plot 3

Biodiversitas Gulma

29

Titik

Penga-

mbilan

sampel

Kelebatan Gulma

Lebat

(>50

%)

Agak

Lebat(25

%-50%)

Jarang(<2

5%)

1 √

2 √

Biodiversitas gulma lebat (>50%)

Nama

local

Nama

ilmiah

Lokasi

sampelJumlah Fungsi Gambar

Bayam

duri

Amaranth

us

spinosus

Plot 3 3

Gulma

tanaman

budidaya

KrokotPortulaca

oleraceaPlot 3 7

Gulma

tanaman

budidaya

Rumput

teki

Cyperus

rotundusPlot 3 4

Gulma

tanaman

budidaya

Babandot

an

Ageratum

conyzoide

s

Plot 3 4

Gulma

tanaman

budidaya

Biodiversitas gulma Agak Lebat(25%-50%)

Nama

local

Nama

ilmiah

Lokasi

sampelJumlah Fungsi Gmabar

Bayam

duri

Amaranth

us

spinosus

Lokasi

19

Gulma

tanama

n

budiday

a

KrokotPortulaca

oleracea

Lokasi

16

Gulma

tanama

n

budiday

a

30

Rumput

teki

Cyperus

rotundus

Lokasi

13

Gulma

tanama

n

budiday

a

Rumput

Jampang

Eleusine

indica

Lokasi

17

Gulma

tanama

n

budiday

a

Babandot

an

Ageratum

conyzoide

s

Lokasi

17

Gulma

tanama

n

budiday

a

Berdasarkan pengamatan pada plot 3 biodiversitas gulma yang ada disana

yaitu pada lokasi 1 kelebatan gulmanya lebat (>50%) dan pada lokasi 2 gulma agak

lebat (25%-50%). Gulma –gulma yang terdapat pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya

lebat >50%) adalah bayam duri ( Amaranthus spinosus), krokot (Portulaca

oleracea), rumput teki (Cyperus rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides).

Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya Agak Lebat (25%-50%) ini antara lain

yaitu bayam duri( Amaranthus spinosus), krokot (Portulaca oleracea), rumput teki

(Cyperus rotundus) ,rumput jampang (Eleusine indica), dan babandotan (Ageratum

conyzoides).

Dari hasil pengamatan di plot 3 dapat dilihat bahwa jumlah gulma yang

tumbuh dari setiap jenis kerapatan yang berbeda memiliki jumlah populasi dan

jumlah spesies gulma yang berbeda pula. Pada plot 3 memiliki tanaman utama yaitu

tanaman kubis yang dibudidayakan oleh petani. Pada plot tersebut juga diketahui

Jumlah spesies gulma yang tumbuh pada kerapatan yang lebat yaitu 4 spesies gulma

dengan jumlah populasi 18 tanaman. Sedangkan pada jenis kerpatan yang agak

rapat memiliki jumlah spesies gulma 5 dengan jumlah populasi 32 tanaman. Fakta

pengamatan tersebut dapat membuktikan bahwa kerapatan tajuk dapat

mempengaruhi junlah gulma yang tumbuh. Hal tersebut dapat berkaitan dengan

31

jumlah unsur hara, ketersediaan air dan persaingan cahaya matahari. Hal tersebut

sesuai denga pernyataan Hairiah et al (2003) yang menyatakan bahwa adanya tajuk

tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian

besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa untuk meminimalisir

pertumbuhan gulma dapat dilakukan dengan menambah kerapatan jarak tanam pada

tanaman yang kita budidayakan.

Plot 4

Biodiversitas Tanaman

Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari biodiversitas tanaman

adalah sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan

disekitar berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form pengamatan biodiversitas

tanaman pangan dan tahunan sebagai indikator pertanian berlanjut.

Titik

Pengama

-tan

Semusim/

Tahunan/

Campuran

Informasi tutupan Lahan & Tanaman dalam

lanskap

Luas Jarak Tanam Popualsi Sebaran

Plot 4

Pisang

Luas :

199 meter

Panjang:

410 meter

3,8 meter 8 pohon Tidak

rapat

Rumput Gajah 1,4 meter ±250

rumpun

Sangat

rapat

Jati 2 meter 2 pohon Tidak

rapat

Bambu 5 meter ±40

rumpun

Rapat

Pepaya - 1 pohon Tidak

rapat

Kopi 2 meter 2 pohon Tidak

rapat

Dari data yang kami dapat di Dusun Sayang, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,

Kabupaten Malang, pada plot 4 dengan luasan lahan 410 m x 199 m, yakni tanaman

campuran, adanya tanaman Tahunan (Bambu, Kopi dan Jati) dan tanaman semusim (Pisang,

papaya dan rumput gajah). Untuk Biodiversitas tanaman yang paling tinggi adalah rumput

gajah yakni ±250 rumpun dengan sebaran sangat rapat.

Rumput gajah dipilih sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi

dan memiliki sifat memperbaiki kondisi tanah (Handayani, 2002).

32

Biodiversitas Gulma

Biodiversitas gulma lebat (>50%)

Nama

local

Nama

ilmiah

Lokasi

sampel

Jumlah

(Rumpun

)

Fungsi Gambar

Rumput

teki

Cyperus

rotundu

s

Plot 4 4 Gulma

tanaman

budidaya

Baband

otan

Ageratu

m

conyzoi

des

Plot 4 3 Gulma

tanaman

budidaya

Rumput

gajah

Pennise

tum

purpure

um

Plot 4 7 Pakan

ternak

Biodiversitas gulma Jarang(<25%)

Nama Nama Lokasi Jumlah Fungsi Gambar33

Titik

Pengambil

an sampel

Kelebatan Gulma

Lebat

(>50)

Agak

Lebat(25%-

50%)

Jarang(<25%)

1 √

2 √

3 √

local ilmiah sampel (Rumpun

)

Rumput

teki

Cyperus

rotundus

Plot 4 1 Gulma

tanaman

budiday

a

Rumput

Teki

lading

Cyperus

kylinga

Plot 4 3 Gulma

tanaman

budiday

a

Rumput

gajah

Pennisetum

purpureum

Plot 4 3 Pakan

ternak

Berdasarkan pengamatan pada plot 4 biodiversitas gulma yang ada disana

yaitu pada lokasi 1 dan 3 kelebatan gulmanya lebat (>50%), pada lokasi 2 gulma

Jarang(<25%) dan pada lokasi 1 dan lokasi 3 kelebatan gulmanya lebat (>50).

Gulma – gulma yang terdapat pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya lebat >50%)

adalah rumput teki (Cyperus rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides) dan

rumput gajah (Pennisetum purpureum). Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya

Agak gulma Jarang(<25%) ini antara lain yaitu Rumput teki (Cyperus rotundus),

Rumput Teki lading(Cyperus kylinga) dan rumput gajah (Pennisetum

purpureum).Gulma adalah tanaman yang tidak dikehendaki oleh petani, Menurut

Soerjani (1988), yang dimaksud gulma ialah tumbuhan yang peranan, potensi, dan

hak kehadirannya belum sepenuhnya diketahui.

Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki di suatu tempat dan

merupakan komponen integral dalam agroekosistem, membentuk komunitas

bersama tanaman budidaya.Tumbuhan Gulma memiliki sejumlah sifat fisiologis,

agronomis dan reproduktif yang khas, yang membuatnya lebih berhasil dibanding

34

tanaman budidaya (Cobb, 1992)Pada pertanian berkelanjutan gulma memiliki

peranan penting dalam agroekosistem yaitu sebagai pencegah erosi tanah, penyubur

tanah, dan inang pengganti (alternate host) predator atau parasitoid serangga hama.(

Sastroutomo, S.S., 1990)

3.1.2.3. Biodiversitas Hama Penyakit

Form Pengamatan Biodiversitas Serangga ( Plot 1, 2, 3, 4 )

1) PLOT 1 KOMODITAS RUMPUT GAJAH, PISANG, PINUS, SEMAK

Lokasi

Pengambilan

sampel

Nama

lokal

Nama

ilmiahJumlah

Fungsi

(H,MA,SA)

Plot 1Belalang

coklatValanga Nigricornis 13 Hama

Plot 1 Laba- laba Araneus diadematus 12 Musuh Alami

Plot 1 Lalat Musca domestica 2 Serangga Lain

Plot 1 Nyamuk Culex pipiens 9 Serngga Lain

Plot 1Kupu-

kupuOrnithoptera sp. 2 Serangga Lain

Plot 1Semut

Hitam

Dolichoderus

thoracicus3 Serangga Lain

Plot 1Ulat

Jengkal

Chrysodeixis

chalcites1 Hama

Plot 1

Kumbang

kubah spot

M

Menocillus

sexmaculatus1 Musuh Alami

2) PLOT 2 KOMODITAS PINUS, KOPI, PISANG

Lokasi

Pengambilan

Sampel

Nama Lokal Nama Ilmiah JumlahFungsi

(H, MA, SA)

Plot 2 Semut merah Oecophylla smaradigna 3Serangga lain

(dekomposer)

Plot 2 Nyamuk Culex pipiens 4 Serangga lain

Plot 2 Kupu-kupu putih Ornithoptera sp. 4 Polinator

Plot 2 Laba-laba Araneus diadematus 7 Musuh Alami

Plot 2 Belalang kayu Valanga nigricornis 1 Hama

35

Plot 2 Belalang hijau Oxya chinensis 2 Hama

3) PLOT 3 KOMODITAS KUBIS

Lokasi

pengambilan

sampel

Nama local Nama Ilmiah jumlahFungsi

(H, MA, SA)

Plot 3 (tanaman

semusim)

Belalang hijau Oxya chinensis 24 H

Belalang coklatValanga

nigricornis13 H

Kepik Helopeltis spp. 15 MA

Jangkrik Gryllus assimilis 2 H

Tawon Apis indica 1 MA

Ulat daunPlutella

xylostella2 H

Laba-laba Lycosa sp. 3 MA

Kupu-kupu

psycheLeptosia nina 3 MA

Lalat rumahMusca

domestica Linn.1 SL

4) PLOT 4 KOMODITAS RUMPUT GAJAH

Lokasi

Pengambilan

sampel

Nama lokal Nama ilmiah JumlahFungsi

(H,MA,SA)

Plot 4 Belalang kayu Valanga nigricornis 6 Hama

Plot 4 Lalat rumah Musca domestica 9 Serangga lain

Plot 4 Belalang hijau Oxya chinensis 2 Hama

Plot 4Belalang

sembahStagmomantis Carolina 3 Musuh alami

Plot 4Kumbang

kubah spot MMenochilus sexmaculatus 1 Musuh alami

Plot 4 Semut rangrang Oecophylla smaragdina 50 Musuh alami

36

37

SL

MAHAMA

30%

33%

3.2 Form Tabulasi Data ( Plot 1, 2 , 3,4)

Lokasi

Pengambilan

Sampel

Jumlah Individu yang

Berfungsi Sebagai

Persentase (%)

Hama MA SL Total Hama MA SL

Plot 1 14 13 16 43 33 30 37

Plot 2 3 7 11 21 14 33 52

Plot 3 41 22 1 64 64,06 34,38 1,56

Plot 4 8 54 9 71 11,26 76,06 12,67

Segitiga Fiktorial ( Plot 1,2,3,4)

Plot 1

Titik-titik koordinat berada di titik sudut serangga lain, Keadaan ini menunjukkan

banyaknya jumlah populasi serangga lain dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh

alami untuk mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut seimbang dan sehat.

Populasi serangga lain lebih banyak dibandingkan populasi hama dan musuh alami. Serangga

lain dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan hama, sebagai

polinator. Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika populasi musuh

alami masih mampu untuk mengendalikan peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat

dikatakan seimbang.

38

SL

MAHAMAAA

33%

14%

Plot 2

39

SL6,25%

87,5%MAH

Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut musuh alami dan serangga lain, dekat

dengan sisi yang menghubungkan kedua titik sudut tersebut. Keadaan ini menunjukkan

sedikitnya populasi hama dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk

mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut seimbang dan sehat. Populasi

serangga lain lebih banyak dibandingkan populasi hama dan musuh alami. Serangga lain

dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan hama, sebagai polinator.

Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika populasi musuh alami masih

mampu untuk mengendalikan peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat dikatakan

seimbang.

Plot 3

0 0

100

0

Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut hama Keadaan ini menunjukkan

sedikitnya populasi musuh alami dan serangga lain. Kondisi ini tidak memungkinkan bagi

musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut tidak seimbang

dan tidak sehat. Populasi hama lebih banyak dibandingkan populasi serangga lain dan musuh

alami. Serangga lain dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan

hama, sebagai polinator. Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika

populasi hama lebih banyak dari populasi musuh alami dan serangga lain dapat terjadi

peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat dikatakan tidak seimbang dan tidak sehat.

40

SL

MAHAMA

76,06%

11,26%

Plot 4

Titik-titik koordinat berada diantara titik musuh alami dan serangga lain, dekat dengan

sisi yang menghubungkan kedua titik sudut tersebut. Keadaan ini menunjukkan kelangkaan

populasi hama. Populasi musuh alami persentasenya sangat banyak dibandingkan populasi

hama dan serangga lain. Jika ada peledakan populasi hama, maka peran musuh alami masih

mampu untuk mengendalikan peledakan hama tersebut. Jadi, ekosistem pada plot 4 dapat

dikatakan seimbang dan sehat.

Pembahasan dari Hasil Pengamatan Plot Sendiri (Plot 3)

Pengamatan plot 3 dilakukan pada komoditas kubis. Pada aspek HPT kelompok kita

mengamati dan menghitung jumlah populasi hama,musuh alami dan serangga lain.

Berdasarkan pengamatan ditemukan jumlah belalang hijau dengan jumlah 24 ekor, Belalang

coklat sebanyak 13 ekor, Kepik sebanyak 15, jangkrik sebanyak 2 ekor, Tawon sebanyak 1

ekor, Ulat daun sebanyak 2 ekor, Laba-laba sebanyak 3 ekor, Kupu-kupu psyche sebanyak 3

ekor dan Lalat rumah sebanyak 1 ekor. Serangga-serangga tersebut berfungsi sebagai hama,

musuh alami dan serangga lain pada komoditas kubis. Serangga yang berfungsi sebagai hama

adalah belalang hijau, belalang coklat, jangkrik, dan ulat daun. Serangga yang berfungsi

sebagai musuh alami adalah kepik, tawon, Laba-laba dan Kupu-kupu psyche. Sedangkan

serangga yang berfungsi sebagai serangga lain adalah lalat rumah.

41

Setelah mengetahui jumlah populasi dari hama, serangga lain dan musuh alami,

kemudian membuat segitiga faktorial. Berdasarkan gambar segitiga faktorial dapat dilihat

bahwa populasi hama lebih dominan daripada populasi musuh alami dan serangga lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada komoditas kubis didominasi hama. Hal ini dapat

disebabkan karena lingkungan pada komoditas kubis mendukung untuk keberadaan hama.

Selain itu, jumlah populasi musuh alami tidak mampu mengendalikan populasi hama.

Hal ini sesuai dengan Hermanu, triwidodo. 2003 bahwa organisme dalam aktivitas

hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme lainnya dalam suatu keterkaitan dan

ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik,

kompetitif atau simbiotik. Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang

merupakan agen hayati dalam pengendalian hama. Musuh alami memiliki peranan dalam

pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung

kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama

di sekitar aras keseimbangan umum. Penanaman dengan monokultur misalnya hanya

penanaman komoditas kubis saja juga akan mempengaruhi jumlah hama karena semakin

penanaman secara beragam (polikultur) akan memberikan keberagaman serangga yang ada.

Sehingga penanaman secara tumpangsari sangat dianjurkan untuk diterapkan.

Pembahasan untuk Membandingkan Hasil Pengamatan Sendiri dengan Seluruh Plot

( Plot 1,2,3,4)

Pada hasil pengamatan yang diperoleh dari beberapa plot menunjukkan perbedaan

yang cukup signifikan antara kondisi di ekosistem asli. Pada plot 1 data yang ditunjukan

antara prosentase hama, musuh alami dan serangga lain angkanya tidak begitu jauh hal ini

menunjukkan bahwa kondisi lingkungan seimbang sesuai komposisi yang seimbang. Plot 1

ini terletak pada pola penggunaan lahan hutan sehingga jumlah fauna yang ditemukan

mendekati kondisi asli walaupun ditemukan beberapa tanaman produksi yang dikelola oleh

masayarakat sekitar.

Untuk kondisi yang demikian menandakan bahwa tidak ada dominasi dari salah satu

populasi yang berarti rantai makanan bersifat tertutup dan lingkungan mirip dengan kondisi

aslinya. Apabila komposisi lingkungan sudah seimbang dan dapat memenuhi kebutuhannya

sendiri berarti tidak memerlukan output dari luar. Pada dasarnya setiap hama atau organisme

pengganggu tanaman memiliki musuh alami yang sudah ada pada kondisi alami sehingga

pengendalian dilakukan apabila benar-benar dibutuhkan.

Plot 2 memiliki karakteristik pola penggunaan lahan agroforestri yang terdiri dari

tanaman tahunan, tanaman semusim yang dibudidayakan dan tanaman-tanaman bawah yang

memiliki fungsi untuk keberagaman biodiversitasnya. Namun dengan hasil yang didapat ada

42

salah satu dominasi dari populasi serangga lain yang diikuti musuh alami dan hama paling

sedikit. Jumlah serangga lain yang banyak ini dapat diindikasikan karena lahan agroforestri

memiliki banyak jenis tanaman baik semusim, tahunan maupun rerumputan yang biasanya

kondisi sesuai untuk kondisi perkembangbiakan dari serangga ini. Serangga lain disini bukan

merupakan hama atau musuh alami namun lebih pada serangga yang hanya menggunakan

tanaman atau rerumputan sebagai rumah atau tempat bernaung sementara sehingga tidak

mengganggu tanaman pada lahan.

Plot 3 yang merupakan lahan tanaman semusim dengan komoditas kubis memiliki

prosentase hama paling banyak 50% lebih diikuti musuh alami dan serangga lain. Hal ini

menyebabkan kondisi tidak seimbang pada agroekosistem sekitar. Jumlah musuh alami tidak

dapat menanggulangi hama sehingga pengendalian tidak secara alami diterapkan pada lahan.

Terlebih lagi lahan tanaman kubis ini merupakan komoditas yang harus panen setiap musim

penanaman apabila pengendalian menggunakan musuh alami saja maka tidak akan dapat

mengendalikan sehingga memerlukan pengendalian lain.

Plot 4 yang penggunaan lahan tanaman semusim dan terletak di daearah sekitar

pemukiman warga menunjukkan prosentase populasi terbesar dimiliki oleh musuh alami dan

jumlah seimbang antara hama dan serangga lain. Kondisi ini juga tidak cukup untuk satu

agroekosistem karena harus ada jumlah seimbang dari ketiga populasi ini. Walaupun musuh

alami yang mendominasi apabila tidak ada hama sebagai pakannya maka dapat dipastikan

musuh alami punah atau berpotensi sebagai predator serangga lainnya.

Diantara keempat plot yang berbeda penggunaan lahannya menunjukkan bahwa

kondisi paling seimbang pada plot 1 karena diantara ketiga jumlah populasi jumlahnya

seimbang dan prosentase yang hampir sama. Kondisi hutan yang penggunaan lahannya alami

menyebabkan tidak ada dominasi salah satu populasi sehingga musuh alami dapat

mengendalikan hama yang ada pada lahan hutan. Komposisi yang sama antara ketiga sampel

ini dapat dijadikan sebagai indikator pertanian berlanjut yang dapat dijadikan sebagai ciri

agroekosistem yang sehat.

Adapun faktor yang mempengaruhi adanya kurang keberlanjutannya pada plot tiga

adalah dengan adanya pertanaman semusim yang tidak dikombinasikan dengan tanaman yang

lain. Hal ini diperjelas menurut Hermanu, 2008 menyatakan bahwa keberadaan dimana

biodiversitas tidak beragam dari lingkungan sekitar dapat mempengaruhi keberadaan populasi

baik serangga lain maupun musuh alami. Berikut adalah dokumentasi saat pengamatan di

lapang pada pos 3 :

43

(a) (b)

Gambar (a) Lahan yang diamati dan (b) Pengambilan OPT dengan sweep net di Plot 3

3.1.2.4Cadangan Karbon

Plot 1 (Hutan)

Macam landskap : Variegated

Kemiringan : 30%, 170

Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alamkarena

pentingnya keberadaan C dapat disimpan dalam bentuk biomasa vegetasinya. Alih-guna lahan

hutanmengakibatkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasilpembakaran

dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selamapembukaan lahan serta

berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink). Berikut adalah data pengamatan yang

mampu menduga keberadaan cadangan C pada lahan hutan produksi adalah :

44

N

o

Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahanManfaat

Posisi

Lereng

Tingkat

tutupan Jumlah

spesies

Kerapa-

tanC-stock

Ka

Nopi

Sere

sah

1 Hutan

Produksi

Pinus K (kayu)

G(getah)

atas Ren

dah

Ting

gi

2 Sedang Tinggi

2 Hutan

Produksi

Kopi B (biji) atas Ren

dah

Ting

gi

10 Sedang Rendah

3 Hutan

Produksi

Durian B (buah) atas Ren

dah

Ting

gi

1 Rendah Rendah

4 Hutan

Produksi

Pisang B (buah)

D (daun)

atas Seda

ng

Ting

gi

7 Sedang Rendah

5 Hutan

Produksi

Rumput

gajah

D (daun) atas Ren

dah

Ting

gi

Banyak Tinggi Rendah

Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya.

Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau

emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih

guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila

berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu

bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut

dalam menyerap karbon di udara semakin menurun.

Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalah

dengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan adalah

dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling

menguntungkan. Sistem pertanaman hutan produksi yang terdapat di plot 1 dengan

pertanaman pinus, kopi, durian pisang dan rumput gajah merupakan indikator dalam

mengetahui jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang

ada, maka semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman.

Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman hutan

produksi terdapat pertanaman pinus dengan kandungan c-stoktinggi sedangkan pada kopi,

durian, pisang dan rumput gajahkandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu adanya

peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan dari pertanaman yang ada dan perlu

dilakukan dalam rangka meningkatkan layanan lingkungan sistem hutan produksi tersebut

45

sebagai penyerap karbon. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang

menyatakan bahwa peningkatan cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian

monokultur (0.03 Mg ha-1 th-1) jauh lebih rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat

alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu pada populasi dari pertanaman yang

ada perlu dioptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara.

(a) (b)

Gambar (a) Kerapatan pohon pinus dan (b) Penampang vegetasi secara keseluruhan di Plot 1

Plot 2 (Agroforestri)

Macam landskap : Fragmanted

Kemiringan : 24%, 140

No Pengguna

an Lahan

Tutupan

lahan

Manfaat Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

an

C-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Tahunan

Sengon K (kayu) Tengah Sedang Rendah 2 Rendah Tinggi

2 Tanaman

semusim

Pisang B (buah)

D (Daun)

Tengah Sedang Rendah 19 Sedang Rendah

3 Tanaman

Tahunan

Kopi B (buah) Tengah Sedang Rendah 16 Sedang Sedang

4 Tanaman

Semusim

Talas B (buah)

D (daun)

Tengah Tinggi Rendah 50 Tinggi Rendah

5 Tanaman

Semusim

Jahe A (akar) Tengah Tinggi Rendah 43 Tinggi Rendah

6 Tanaman

Tahunan

Lamtoro K (kayu)

D (daun)

Tengah Rendah Sedang 6 Sedang Sedang

7 Tanaman

Tahunan

Bambu K (kayu) Tengah Tinggi Tinggi 2 Sedang Tinggi

46

Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya.

Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau

emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih

guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila

berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu

bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut

dalam menyerap karbon di udara semakin menurun.

Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon

adalahdengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan

adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling

menguntungkan. Sistem pertanaman agroforestri yang terdapat di plot 2 dengan pertanaman

sengon, kopi, pisang talas, jahe, lamtoro dan bambu merupakan indikator dalam mengetahui

jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka

semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman.

Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman agroforestri

terdapat pertanaman sengon dan bambudengan kandungan c-stoktinggi sedangkan pada kopi,

pisang talas, jahe, lamtoro kandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu adanya peningkatan

diversitas dan kerapatan pohon penaungan lamtoro perlu dilakukan untuk meningkatkan

layanan lingkungan sistem agroforestri tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut

didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan

karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih rendah

dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh

karena itu pada populasi kopi dan pisang perlu dipertahanakan agar mampu menjaga dan

lebih mengoptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara.

Namun pada plot 2 yang diamati sudah termasuk dalam kategori berlanjut. Adapun

keanekaragaman pohon pada sistem agroforestri menurut Hairiah 2003 manambahkan bahwa

sistem tersbut sangat membantu dalam mengurangi emisi karbon akibat konversi hutan

menjadi lahan tanaman semusim

Gambar Penampang vegetasi pada plot 2

47

Plot 3 (Tanaman Semusim)

Macam landskap : Relictual

Kemiringan : 18%, 100

No Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahan

Manfaat Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

an

C-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Semusim

Kubis D (Daun) tengah Sedang Sedang 159 Tinggi Rendah

2 Tanaman

Semusim

Rumput

Gajah

D (Daun) tengah Rendah Banyak 227 Tinggi Rendah

3 Tanaman

Semusim

Kelapa B (buah) tengah Sedang Sedang 196 Rendah Rendah

4 Tanaman

Semusim

Kacang

panjang

B (buah) tengah Rendah Sedang 107 Sedang Rendah

5 Tanaman

Semusim

Rumput

liar

D (daun) tengah Rendah Sedang Banyak Tinggi Rendah

6 Tanaman

Semusim

Pisang B (buah)

D (daun)

tengah Sedang Sedang 3 Rendah Rendah

Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya.

Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau

emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih

guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila

berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu

bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut

dalam menyerap karbon di udara semakin menurun.

Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalah

dengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan adalah

dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling

menguntungkan. Sistem pertanaman monokultur yang terdapat di plot 3 dengan pertanaman

utama yaitu kubis, sedangkan vegetasi yang ada disekitarnya seperti rumput gajah, kelapa,

kacang panjang, rumput liar, dan pisang merupakan indikator dalam mengetahui jumlah

keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin

meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman.

Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman semusim

terdapat pertanaman yang mempunyai kandungan c-stok rendah yaitu diantaranya kubis,

rumput gajah, kelapa, kacang panjang, rumput liar, dan pisang. Hal tersebut perlu adanya

48

peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan perlu dilakukan untuk meningkatkan

layanan lingkungan sistem tanaman semusim tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut

didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan

karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih rendah

dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh

karena itu pada populasi kopi dan pisang perlu dipertahanakan agar mampu menjaga dan

lebih mengoptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara.

Pada plot 3 yang diamati belum termasuk dalam kategori berlanjut. Adapun

keanekaragaman pohon pada sistem agroforestri menurut Hairiah 2003 manambahkan bahwa

sistem tersebut sangat tidak membantu dalam mengurangi emisi karbon.

Penampang vegetasi secara keseluruhan di Plot 3

Plot 4 (Tanaman Semusim + Permukiman)

Macam landskap : Relictual

Kemiringan : 0o

No Penggunaan

Lahan

Tutupan

lahan

Manfaat Posisi

Lereng

Tingkat tutupan Jumlah

spesies

Kerapat

an

C-stock

Kanopi Seresah

1 Tanaman

Semusim

Pisang B (Buah) bawah Sedang Sedang 18 Rendah Rendah

2 Tanaman

Semusim

Sawi D (Daun) bawah Sedang Rendah 150 Sedang Rendah

3 Tanaman

Semusim

Cabai B (buah) bawah Rendah Rendah 30 Rendah Rendah

4 Tanaman

Semusim

Rumput

gajah

D (daun) bawah Sedang Rendah 2000 Tinggi Sedang

49

Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan

lahannya.Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon

atau emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya

alih guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila

berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu

bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut

dalam menyerap karbon di udara semakin menurun.

Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon

adalahdengan sewuestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan

adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling

menguntungkan. Sistem pertanaman agroforestri yang terdapat di plot 4 dengan pertanaman

pisang, sawi, cabai dan rumput gajah merupakan indikator dalam mengetahui jumlah

keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin

meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman.

Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman semusim

dekat dengan lokasi pemukiman mempunyai kandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu

adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan perlu dilakukan untuk

meningkatkan layanan lingkungan sistem monokultur tersebut sebagai penyerap karbon. Hal

tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan

cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih

rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian.

Oleh karena itu penanaman seperti pohon besar sebagai rekomendasi untuk menambah atau

menyimpan c-stok yang ada misalnya kelapa dan tegakkan yang lain yang bisa berfungsi

ganda sebagai tanaman pemecah angin.

Kondisi aktual rumput gajah di pemukiman

50

3.1.3. Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi

3.1.3.1. Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi) PLOT 1

penyusutan=harga awal−harga akhirjangkausia ekonomi s

Cangkul = 50.000−10.000

5=8.000 x 3=24.000

Sprayer = 400.000−50.000

5=70.000

Alat babat =250.000−40.000

5=42.000

Biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan untuk budidaya tanaman kopi antara lain

biaya sewa lahan dan biaya penyusutan alat. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan

lahan adalah kepemilikan sendiri atau tidak ada alat yang disewa, peralatan yang dimaksud

adalah 3 cangkul dengan harga per unit Rp. 50.000,00, 1 sprayer dengan harga Rp.

400.000,00 dan alat babat dengan harga RP. 250.000,00 peralatan tersebut termasuk kedalam

biaya tetap. Untuk biaya penyusutan masing-masing alat dimisalkan dijual dengan umur

ekonomis 5 tahun. Maka biaya penyusutan per alatnya adalah pada cangkul dengan harga

Rp.24.00,00 untuk 3 unit cangkul. Pada sprayer dengan perkiraan umur ekonomis 5 tahun

memiliki biaya penyusutan Rp.24.000,00 . Sedangkan pada alat babat dengan umur ekonomis

5 tahun memiliki biaya penyusutan sebesar Rp.42.000,00.

51

No UraianJumlah (unit)

Harga/ unit (Rp)

Biaya (Rp)UmurEkonomis

(tahun)1 Sewalahan 0.75 ha Rp. 10.000.000 Rp. 10.000.0002 Sewaalat - - -

Penyusutanalat-cangkul- sprayer- Alatbabat

3 Rp. 50.000/th

Rp. 24.000 5

1 Rp. 400.000/th

Rp. 70.000 5

1 Rp. 250.000/th

Rp. 42.000 5

Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) Rp. 10.136.000

Biaya variable

No Uraian Jumlah (unit) Harga/unit (Rp) Biaya (Rp)1 Benih/bibit 1000 Rp. 15.000 Rp. 15.000.0002 Pupuk

ZA 5 karung Rp.95.000 Rp. 475.000TSP 5 karung Rp. 95.000 Rp. 475.000Pupukkandang 250 karung Rp. 5.000 Rp. 1.250.000

3 PestisidaDesis 3 botol Rp. 250.000 Rp. 750.000

4 Tenagakerja (panen)Luarkeluarga

- Pria- wanita

4 orang2 orang

Rp 40.000x 14 hariRp 35.000 x 14 hari

Rp 2.240.000Rp 980.000

5 Bensin 50 liter Rp 6.500 Rp. 325.000Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Rp. 21.495.000

Pada lahan petani yang kami wawancarai di Plot 1 `memiliki luas lahan 0.75 Ha,

lahan tersebut dimanfaatkan untuk budidaya tanaman kopi. Biaya variable yang dikeluarkan

untuk mengolah lahan 0.75 Ha tersebut membutuhkan 1000 bibit dengan harga

Rp.15.000/unit maka total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bibit adalah sebesar

Rp.15.000.000,00. Untuk penggunaan pupuk, Bapak Yusman menggunakan pupuk kimia dan

pupuk kandang, untuk pupuk kimia yang digunakan adalah ZA sebanyak 5 karung dengan

harga Rp. 95.000/karung maka total biaya untuk pembelian pupuk ZA adalah Rp.475.000,00.

Pupuk TSP yaitu sebanyak 5 karung dengan harga 95.000,00/karung maka biaya yang

dikeluarkan untuk membeli TSP 5 karung sebanyak Rp.475.000,00. Pestisida yang digunakan

sebanyak 3 botol dengan harga per botol Rp. 250.00,00 sehingga total harga pestisida

mencapai Rp.750.000,00 hal ini karena penggunaan pestisida berdasarkan kondisi hama yang

ada di lahan, apabila hama banyak menyerang dan mengganggu pertumbuhan kopi maka

Bapak Yusman akan mengambil tindakan untuk menyemprot dengan menggunakan pestisida.

Tenaga kerja yang membantu pengolahan lahan budidaya pak Yusman berasal dari tenaga

kerja dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga laki-laki diberikan upah sebesar

Rp.40.000,00 yaitu sebanyak 4 Orang , maka biaya tenaga kerja laki-laki yang dibayarkan

sebesar Rp.160.000 per hari dan Rp 2.240.000 per musim panen sedangkan tenaga kerja

wanita sebanyak 2 orang dengan masing-masing upah yang diberikan sebesar Rp.35.000,00

per hari maka total biaya tenaga kerja wanita sebesar Rp. 70.000,00/hari dan Rp 980.000

per musim panen. Biaya lain-lain yang dikeluarkan adalah bensin yaitu sebanyak 50 liter

dengan harga Rp.6.500/liter maka total biaya dikeluarkan untuk membeli bensin per musim

tanam sebesar Rp. 325.000.

52

Total biaya (Total Cost (TC) = TFC + TVC)

No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) Rp 10.136.000,002 Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost) Rp 10.136.000,00Total Biaya (Total Cost) Rp 31.631.000,00

Penerimaan

Uraian Nilai Harga (per kg)(Rp) Jumlah (Rp)Produksi (unit)- Kopi 10 ton 20.000 200.000.000,00PenerimaanUsahatani (Total Revenue) 200.000.000,00

Keuntungan

Uraian Jumlah (Rp)Total Biaya (Total Cost) 31.631.000,00Penerimaan (Total Revenue) 200.000.000,00Keuntungan 168.369.000,00

b. Analisis Kelayakan Usathatani

B/C RatioB/C=TR-TC / ( TFC+TVC )Keterangan:TR = PenerimaanTC = Total BiayaTFC = BiayaTetap (fixed cost)TVC = BiayaVariabel (variable cost )

B/C =π / ( TFC+TVC )B/C = Rp 168.369.000/ Rp 31.631.000

= 5.32Jadi, usaha kelayakan petani yang dilakukan pak Yusman pada kebun apel layak dan

menguntungkan. Hal ini dikarenakan B/C rasio> 1, maka usaha kebun apel pak Yusman

tersebut efisien dan menguntungkan. Hal ini sesuai dengan (Soekartawi, 1994) yang

menjelaskan suatu usaha dianggap menguntungkan dan perlu dikembangkan apabila nilai B/C

ratio lebih dari satu. Suatu usaha hanya mampu menghasilkan penerimaan yang cukup untuk

menutup biaya dikeluarkan berada pada posisi tidak untung dan tidak rugi (break even point),

B/C ratio sama dengan satu. Suatu usaha dianggap tidak menguntungkan apabila nilai B/C

ratio kurang dari satu. Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui usahatani kopi

yang telah dilakukan oleh Yusman menguntungkan karena nilai B/C ratio lebih dari 1.

53

Menghitung Break Event Point BEP

Besarnya nilai Break Event Point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan

formula sebagai berikut:

BEP (Break Event Point) Produksi

BEP Produksi(Unit)= TFCP−TVC /Q

¿ 10.136 .00020.000−21.495 .000 /10.000

¿ 10.136 .00020.000−2.149 .500

¿ 10.136 .0002.129.500

¿4.75 kg

Dari hasil perhitungan BEP produksi menunjukan bahwa, gambaran produksi

minimal yang harus dihasilkan dalam usaha pertanian Bapak Yusman adalah 4.75 kg

agar tidak mengalami kerugian, Apabila nilai BEP produksi dibawah 4.74 kg maka

usaha tani yang dilakukan akan mengalami kerugian.

BEP (Break Event Point) Penerimaan (Rupiah)

BEP Penerimaan(Rupiah)= TFC1−TVC /TR

¿ 10.136 .0001−21.495 .000/200.000 .000

¿ 10.136 .0001−0.10

¿ 10.136 .0000.9

¿ Rp 11.262,00

Pada perhitungan BEP penerimaan diperoleh hasil bahwa, total penerimaan

produk dengan kuantitas produk saat BEP usaha tani Bapak Yusman adalah sebesar

Rp 11.262,00.

54

BEP (Break Event Point) Harga

BEP Harga(Rp)=TCQ

¿ 31.631.000,0010.000

=Rp 3.163,00

Untuk perhitungan BEP harga produk per satuan unit pada saat BEP atau biaya rata-

rata per satuan produk tanaman kopi milik Bapak Yusman adalah Rp 3.163,00 .

Berdasarkan perhitungan analisis biaya, penerimaan dan keuntungan (pendapatan)

usaha tani pada lahan Bapak Yusman diperoleh nilai B/C Ratio sebesar 5.32, maka usaha tani

tersebut layak dan dapat dilanjutkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak Yusman.

Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan dalam pengelolaan lahan tersebut juga dapat

dioeroleh dengan mudah dan tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dicari dilingkungan sekitar

masyarakat. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa usaha kopi telah memperoleh

keuntungan dalam mengusahakan tanaman kopi, di mana semakin besar nilai B/C ratio maka

semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Tetapi hal ini tidak sesuai dengan

Mubyarto (1994), yang menyatakan bahwa efisiensi dapat dikatakan sebagai keadaan, yakni

manfaat yang sebesarbesarnya dapat dicapai dari suatu pengorbanan tertentu atau untuk

mencapai manfaat tertentu diperlukan pengorbanan yang sekeci-kecilnya.

PLOT 2

Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Kopi dan Langsep

Biaya Variabel

Jenis Input Unit Harga/Unit Jumlah BiayaBenihKopiLangsep

800 tanaman15 tanaman

Rp. 5.000,-Rp. 4.000,-

Rp. 4.000.000,-Rp. 60.000,-

Pupuk:Pupuk KandangUreaSP36Phonska

2.500 kg50 kg50 kg50 kg

Rp 0,-Rp 1.800,-Rp. 2.100,-Rp. 2.300,-

Rp 0,-Rp 90.000,-Rp. 105.000,-Rp. 115.000,-

Tenaga KerjaLaki-lakiPerempuan

6 HOK 5 HOK

Rp 20.000,-Rp 15.000,-

Rp 120.000,-Rp 75.000,-

Biaya lain-lain:Solar desel 5 L Rp 5.500,- Rp 275.000,-Jumlah biaya Rp 4.840.000,-

55

Biaya Tetap

Jenis Input Unit Harga/Unit Jumlah BiayaLahan 2.500 m2 Rp. 0,- Rp. 0,-

PeralatanCangkulMesin PotongTandonDieselSelangPipa

5 unit1 unit1 unit1 unit1 rol (50 m)100 meter

Rp. 125.000,-Rp. 1.500.000,-Rp. 3.000.000,-Rp. 1.500.000,-Rp. 500.000,-Rp. 25.000,-

Rp. 625.000,-Rp. 1.500.000,-Rp. 3.000.000,-Rp. 1.500.000,-Rp. 500.000,-Rp. 2.500.000,-

Jumlah biaya Rp 9.625.000,-

Total Biaya/ TC (Total Cost)No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) Rp 4.840.000,-2 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Rp 9.625.000,-Total Biaya (Total Cost) Rp 14.465.000-

Penerimaan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Produksi Kopi 1,5 ton Rp. 8.000.0002 Langsep (1 pohon= Rp. 1.000.000) 15 pohon Rp. 15.000.000Penerimaanusahatani (Total Revenue) Rp 23.000.000,-

Keuntungan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) - Rp. 23.000.0002 Biaya (Total Cost) - Rp 14.465.000,-Keuntungan Rp 8.535.000,-

B/C =π / ( TFC+TVC )

B/C = Rp 8.535.000,-/Rp 14.465.000,-= 0,59

Dari hasil analisis biaya yang diatas diketahui bahwa keuntungan dari usahatani yang

dilakukan oleh bapak Sumarno hanya untung sebesar Rp. 8.535.000,-/tahun. Setelah

dilakukan perhitungan kelayakan usahatani menggunakan B/C Ratio nilai yang diperoleh

adalah 0,59. Ini artinya usahatani yang dijalani pada Sumarno belum layak, nilai

BC<1.Menurut beliau hasil tersebut belum cukup untuk membiayai pendidikan anak

keduanya dan keperluan sehari-hari. Setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga

beliau harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.500.000,-. Untuk menutupi kekurangan itu,

beliau bekerja sebagai pengolah tanah sawah.Selain itu pak Sumarno juga mengelola tanah

56

sawah yang ditanami kubis dan padi.Hal tersebut dilakukan sebagai alternatif pendapatan

sebelum panen tanaman kopi dan langsep.

Usahatani yang dilakukan pak Sumarno belum dikatakan berlanjut secara

ekonomi.Salah satu indikator pertanian berlanjut yakni keberlanjuatan ekonomi dari petani

dimana dari hasil tanai yang ada dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga.Selain itu

diperkuat oleh pernyataan pak Sumarno bahwa pendapatan yang dihasilkan dari ladang yang

di tanami kopi dan langsep belum cukup memenuhi kebutuhan. Menurut (Reintjess, 1992)

menjelaskan bahwa Pertanian berlanjut juga harus mampu berlanjut secara ekonomis, yang

berarti bahwa petani bisa cukup mampu menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan serta

memperoleh penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga kerja dan biaya

usahatani yang telah dikeluarkan.Maka dari itu, untuk keberlanjutan usahatani harus

diperbaiki sistem tanam, tanaman yang ditanam yang nilai ekonomisnya lebih tinggi dan

ditambah tanaman umurnya lebih pendek sebagai pendapatan alternatif sebelum tanaman

tahunan panen.

PLOT 3Indikator pertanian berlanjut dari aspek ekonomi berarti keberhasilan pertanian

berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat

melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko. Kemampuan masyarakat

menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari bidang pertanian (perhitungan

pendapatan usahatani). Artinya usahatani yang dijalankan oleh petani layak untuk dilanjutkan

oleh petani guna memperoleh keuntungan yang sustainable untuk kebutuhan rumah tangga

petani.

Berdasarkan wawancara yang kami lakukan pada tanggal 30 November 2013 dengan salah

satu petani di Desa Kekep Kota Batu diperoleh data sebagai berikut:

Nama Petani : Pak Suin

Umur : 53 tahun

Alamat : Desa Tulungrejo, Kec. Ngantang

Pekerjaan : Petani

Kepemilikaqn Lahan : 5000 m2 yang digunakan untuk budidaya sayuran yaitu

kubis

Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman :

57

Biaya Tetap

Cangkul = 50.000−20.000

3=10.000 x 3=30.000

Sprayer = 400.000−100.000

3=100.000

Sabit =40.000−10.000

3=10.000

penyusutan=harga awal−harga akhirjangka usiaekonomis

a. Biaya variableNo Uraian Jumlah (unit) Harga/unit (Rp) Biaya (Rp)

1 Benih/bibit 20.000 biji Rp. 70/biji Rp. 1.400.000

2 Pupuk

ZA 2 kw Rp. 210.000/kw Rp. 420.000

TSP 2 kw Rp. 210.000/kw Rp. 420.000

KCl 2 kw Rp. 210.000/kw Rp. 420.000

Urea 6 kw Rp. 180.000/kw Rp. 1.080.000

3 Pestisida

Desis 3 botol Rp. 250.000 Rp. 750.000

58

No UraianJumlah (unit)

Harga/ unit (Rp)

Biaya (Rp)Umur

Ekonomis (tahun)

1 Sewa lahan 0,5 ha Rp 2.000.000 Rp. 2.000.000

2 Sewa alat - - -

Penyusutan alat

-cangkul

- sprayer

- Sabit

-Traktor

3 Rp. 50.000/th Rp. 30.000 3

1 Rp. 400.000/th Rp. 100.000 3

1 Rp. 40.000/th Rp. 10.000 3

1 Rp. 1.000.000 - -

Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) Rp. 3.140.000

4 Tenaga Kerja 3 org untuk 3 hari Rp 40.000 x 3 Rp 120.000

Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost) Rp. 4.610.000

b. Total biaya (Total Cost (TC) = TFC + TVC)No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) Rp 3.140.000,002 Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost) Rp 4.610.000,00Total Biaya (Total Cost) Rp 7.750.000,00

c. PenerimaanUraian Nilai Harga (per kg)(Rp) Jumlah (Rp)

Produksi (unit)

- Kubis 20 ton 1.000/kg Rp. 20.000.000,00

Penerimaan Usahatani (Total Revenue) Rp. 20.000.000,00

d. KeuntunganUraian Jumlah (Rp)

Total Biaya (Total Cost) Rp 7.750.000,00

Penerimaan (Total Revenue) Rp 20.000.000,00

Keuntungan Rp 12.250.000,00

e. Analisis Kelayakan Usaha taniR/C ratio

R/C ratio sayuran wortel = TR/TC= 20.000.000¿7.750 .000

= 2,5Dari hasil perhitungan R/C ratio sayuran kubis sebesar 2,5. Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh bapak Suin tergolong layak untuk dikembangkan.

f. Menghitung Break Event Point BEP

Besarnya nilai Break Event Point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan formula

sebagai berikut:

BEP (Break Event Point) Produksi

BEP Produksi(Unit)= TFCP−TVC /Q

¿ 3.140 .0001.000−4.610.000 /20000

59

¿ 3.140 .0001000−230,5

¿ 3.140.000769,5

¿4080 kg

Dari hasil perhitungan BEP produksi menunjukan bahwa, gambaran produksi minimal

yang harus dihasilkan dalam usaha pertanian Bapak Suin adalah 4080 kg agar tidak

mengalami kerugian atau dapat dikatakan balik modal. Jika hasil produksi dibawah nilai ini

maka usahatani yang dilakukan Pak Suin dikatakan merugi.

BEP (Break Event Point) Penerimaan (Rupiah)

BEP Penerimaan(Rupiah)= TFC1−TVC /TR

¿ 3.140 .0001−4.610 .000 /20.000 .000

¿ 3.140.0001−0.23

¿ 3.140.0000.77

¿ Rp 4.077,00Pada perhitungan BEP penerimaan diperoleh hasil bahwa, total penerimaan produk

dengan kuantitas produk saat BEP usaha tani Bapak Suin adalah sebesar Rp 4.077,00.

BEP (Break Event Point) Harga

BEP Harga(Rp)=TCQ

¿ 7.750.00020.000

=Rp 387,5,00

Untuk perhitungan BEP harga produk per satuan unit pada saat BEP atau biaya rata-rata

per satuan produk tanaman kopi milik Bapak Suin adalah Rp 387,5.

PLOT 4

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan pemanfaatan sumber daya

yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui

(unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif

terhadap lingkungan seminimal mungkin.

60

Untuk mewujudkan suatu pertanian yang berkelanjutan bukan hanya mengenai kelayakan

daya dukung lingkungan pertanian akan tetapi indikator secara ekonomi juga perlu

diperhatikan. Kami melakukan observasi lapang pertanian berlanjut di daerah Ngantang

dengan salah satu narasumber yaitu Bapak Tani Wibowo. Bapak Tani ini memiliki tanah

milik sendiri untuk ditanami kopi, sengon, dan pisang serta tanah sewa untuk ditanami

tanaman musiman yaitu kubis ataupun tomat. Pada lahan yang kami lakukan observasi

merupakan lahan perhutani yang sebagian besar wilayahnya di budidayakan pinus dan kopi.

Selain kegiatan bercocok tanam Bapak Tani juga memiliki usaha sampingan sebagai buruh

tani dan memiliki ternak seperti sapi dan ayam.

Salah satu indikator pertanian berlanjut secara ekonomi (economically viable) yang kami

analisis di daerah Ngantang antara lain :

a) Menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable). Dari hasil

wawancara dan pengamatan di lapang, Bapak Tani mampu menghasilkan keuntungan dalam

tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir atau diterima.

Seringkali memang terdapat gangguan serangan hama dan penyakit di lahan semusim pak

Tani untuk menekan resiko kegagalan panen adalah dengan menggunakan pestisida

anorganik. Sedangkan untuk lahan tegalan Pak Tani lebih fokus untuk penyediaan unsur hara

bagi tanaman dengan pengendalian secara mekanis. Pada lahan pertanian semusim dan

tegalan yang dimiliki oleh Pak Tani masih tetap menggunakan pupuk organik dan pupuk

anorganik untuk menjaga kestabilan lahan tersebut. Pak Tani mendapatkan pupuk organik

dari hasil kotoran ternaknya sendiri sedangkan untuk bahan an-organik sebagian besar

didapatkan dengan cara membeli ke toko pertanian. Meskipun sebagian besar biaya di

tanggung sendiri oleh Pak Tani, akan tetapi secara keseluruhan keuntungan yang di dapatkan

cukup untuk digunakan dalam meneruskan kegiatan budidaya.

b) Sistem pertanian harus secara rasional mampu menjamin kehidupan ekonomi yang

lebih baik bagi petani dan keluarganya; paling tidak usaha pertanian harus mampu

menyediakan bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Hasil wawancara dengan Bapak

Tani, beliau memiliki lahan tegalan dan lahan semusim yang masih dapat menghasilkan untuk

menjamin kehidupan Bapak Tani dan keluarga. Bapak Tani dalam melakukan kegiatan

usahataninya lebih sering bertanam tanaman semusim dibandingkan tanaman pangan, akan

tetapi sesekali juga dilakukan rotasi tanaman dengan padi. Pada waktu pengamatan lapang,

kami mendapatkan data lahan pertanian digunakan untuk tanaman semusim yaitu kubis.

Beliau menjabarkan jika hasil panen secara keseluruhan dijual atau dipasarkan untuk

mendapatkan keuntungan. Hanya beberap saja yang beliau konsumsi dengan keluarga. Begitu

61

pun dengan tanaman tegalan yang di dominasi oleh tanaman tahunan yaitu pinus dan kopi

serta pisang sebagai naungan. Ada kalanya ketika lahan semusim belum menghasilkan Bapak

Tani masih dapat menjual buah pisang dan memanen kopi secara berkala. Untuk tanaman

pinus akan panen kurang lebih 5 tahun sekali, dari hasil wawancara kami mengetahui jika

Bapak Tani telah panen pinus sebanyak 2 kali. Hasil panen dari lahan tegalan mendukung

untuk penyediaan secara ekonomi keluarga maupun keberlangsungan kegiatan budidaya

tanaman.

c) Kelayakan secara ekonomi juga berarti aktivitas pertanian harus mampu menekan

biaya eksternalitas sehingga tidak merugikan masyarakat dan lingkungan. Eksternalitas yang

dimaksud adalah efek samping yang dihasilkan oleh satu pihak baik dalam aktivitas produksi

maupun konsumsi yang mengenai pihak lain, namun efek samping tersebut tidak

diperhitungkan dalam mekanisme pasar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tani Wibowo, kami dapat menganalisis jika

kegiatan bercocok tanam Pak Tani ini mempunyai efek eksternalitas positif. Hal tersebut

terlihat dari lahan tegalan yang ditanami oleh pinus, kopi dan pisang. Lahan tegalan tersebut

merupakan suatu lahan agroforestry yang ditanam pada lahan miring di daerah perbukitan

rawan terjadi erosi. Jadi selain dimanfaatkan sebagai lahan budidaya juga termasuk salah satu

pencegahan erosi dan ruang hijau. Selain itu pada lahan semusim biasanya seresah hasil

panen dimanfaatkan untuk pakan ternak dan kompos.

JenisTanamanLuasTanaman

(ha)JumlahProduksi

(kg)Harga / unit

NilaiProduksi (Rp)

Kubis 400 m2 2000 kg Rp. 700/kg Rp 1.400.000Kopi 500 m2 1500 kg Rp. 4000/kg Rp. 6.000.000

Pisang 500 m2 50 sisir Rp. 2500/sisir Rp. 125.000

Komoditas utama dari bapak Tani Wibowo adalah kopi dan pisang yang ditanam pada lahan

milik sendiri sedangkan komoditas kubis ditanam sebagai komoditas tambahan

62

1. Komoditas kubisa. Biaya Variabel

Jenis Input Unit Harga/Unit JumlahBiayaBenihKubis 1 bungkus (3000 biji) Rp. 50.000/bungkus Rp. 50.000

Pupuk:P. KandangZASP36KCl

1,5 kuintal1 kuintal1 kuintal

Rp. 0Rp. 60.000Rp. 150.000Rp. 150.000

Rp 0Rp 90.000Rp. 150.000Rp. 150.000

TenagaKerjaDalamkeluarga 3 anggota Rp. 0 Rp. 0Pestisida 120 cc (1 botol) Rp 125.000/botol Rp. 125.000Jumlahbiaya Rp. 665.000

b. Biaya Tetap

Jenis Input Unit Harga/Unit JumlahBiayaLahansewa 400 m2 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000

PeralatanCangkulSelangPipa

2 unit1 rol (50 m)40 meterUmur E 5 tahun

Rp. 200.000Rp. 500.000Rp. 200.000

Rp. 16.000Rp. 70.000Rp. 30.000

Jumlahbiaya Rp. 1.116.000 : 3= Rp. 372.000

c. Total Biaya/ TC (Total Cost)No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) Rp. 372.0002 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Rp. 665.000Total Biaya (Total Cost) Rp. 1.037.000

d. Penerimaan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 ProduksiKubis 2.000 kg x Rp. 700 Rp. 1.400.000Penerimaanusahatani (Total Revenue) Rp 1.400.000

e. Keuntungan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) - Rp. 1.400.0002 Biaya (Total Cost) - Rp 1.037.000Keuntungan Rp 8.535.000

R/C=PQ x Q / ( TFC+TVS )= 700 x 2000 / (665.000 + 372.000)= 1.400.000 / 1.037.000= 1,35

63

Jadi, usaha kelayakan petani yang dilakukan pak Tani Wibowo layak dan menguntungkan. Hal ini karena R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan

2. Komoditas kopi dan pisanga. Biaya Variabel

Jenis Input Unit Harga/Unit JumlahBiayaPupuk:P. Kandang 250 kg Rp. 0 Rp. 0TenagaKerjaDalamkeluarga 3 anggota Rp. 0 Rp. 0Jumlahbiaya Rp. 0

b. Biaya Tetap

Jenis Input Unit Harga/Unit JumlahBiayaLahanmiliksendiri 500 m2 Rp. 0 Rp. 0

PeralatanCangkulSelangPipa

2 unit1 rol (50 m)40 meterUmur E 5 tahun

Rp. 200.000Rp. 500.000Rp. 200.000

Rp. 16.000Rp. 70.000Rp. 30.000

Jumlahbiaya Rp. 116.000

Total Biaya/ TC (Total Cost)No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) Rp. 02 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Rp. 116.000Total Biaya (Total Cost) Rp. 116.000

3. Penerimaan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Produksi kopi 1.500 kg x Rp. 4.000 Rp. 6.000.0002 Produksipisang 50 sisir Rp. 125.000Penerimaanusahatani (Total Revenue) Rp 6.125.000

4. Keuntungan UsahataniNo Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) - Rp. 6.125.0002 Biaya (Total Cost) - Rp 116.000Keuntungan Rp 6.009.000

B/C =π / ( TFC+TVC )

B/C = keuntungan (TFC+TVC)

= Rp 6.009.000/ Rp 116.000

= 51,8

64

Dari hasil analisis biaya yang diatas diketahui bahwa keuntungan dari usahatani yang

dilakukan oleh bapak Sumarno hanya untung sebesar Rp. Rp 6.009.000. Setelah dilakukan

perhitungan kelayakan usahatani menggunakan B/C Ratio nilai yang diperoleh adalah 51,8

hal ini menunjukkan bahwa usaha Bapak Tani Wibowo sangat layak karena B/C rasio>1

bahkan nilainya jauh lebih besar. Selain itu usaha dari beliau memenuhi keberlanjutan

pertanian dari segi ekonominya.

Berdasarkan wawancara dan observasi lapang serta peninjauan hasil pengamatan, kami

dapat menyimpulkan jika usahatani yang dilakukan oleh Bapak Tani Wibowo telah layak

secara keberlangsungan ekonomi.

Hasil perbandingan literatur menyatakan jika suatu sistem pertanian yang layak secara

ekonomi mempunyai pengembalian yang layak dalam investasi tenaga kerja dan biaya yang

terkait dan menjamin penghidupan yang layak bagi keluarga petani. Sistem ini minimal dapat

menyediakan makanan dan kebutuhan dasar yang lain bagi petani. Economically viable juga

berarti minimisasi biaya eksternalitas dari kegiatan usahatani. (Searca, 1995)

3.1.3.2. Ecologically sound (ramah lingkungan)

Dalam pertanian berlanjut terdapat indikator yang harus dipahami oleh semua

kalangan. Pertanian berlanjut merupakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam yang

menjamin pemenuhan kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Pada sektor pertanian pada

khususnya harus mampu mengkonservasi tanah, air dan tanaman tanpa merusak lingkungan

sekitar sehingga lingkungan tetap terjaga.

Salah satu kriteria atau indikator pertanian berlanjut adalah dari segi ekologis /

lingkungan. Dalam sistem pertanian berlanjut hendaknya lebih mengutamakan keberlanjutan

lingkungannya atau ramah lingkungan. Sistem pertanian yang ramah lingkungan

diintegrasikan sedemikian rupa dalam sistem ekologi yang lebih luas dan fokus pada upaya

pelestarian dan peningkatan basis sumberdaya alamnya. Dengan demikian sistem pertanian

ramah lingkungan juga berorientasi pada keragaman hayati atau biodiversitas.

Hal ini juga dijelaskan oleh Reintjes dkk (1992) mengenai konsep pertanian berlanjut,

yang mencakup kriteria pertanian berlanjut secara ekologis yang berarti kualitas sumberdaya

alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan (manusia, tanaman,

hewan dan organisme tanah) ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola

dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis

(selfregulating). Sumberdaya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur

65

hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah

pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumberdaya yang bisa diperbarui.

Berdasarkan hasil wawancara di plot 4 yang telah kelompok kami lakukan pada salah

seorang petani setempat yaitu bapak Tani Wibowo memiliki lahan sewa yang ditanami

tanaman kubis seluas 400 m2 dengan tanaman sela yaitu tanaman tomat, dan lahan tegalan

milik sendiri seluas 500 m2 yang terdapat tanaman kopi, sengon, pisang dan kakao. Untuk

pengadaan bibit tanaman kubis dan tanaman tomat 100% beli dan untuk pupuk kandang

diperoleh dari hasil kotoran ternak yang dimiliki pak Tani Wibowo berupa sapi dan ayam.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa petani setempat masih

bergantung pada penggunaan input secara berlebihan pada lahan budidayanya di lahan sawah

namun pada lahan tegal milik pak Tani Wibowo tidak diberikan pupuk maupun pestisda.

Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan landscape pada lahan pak

Tani Wibowo perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan penyemprotan pestisida pada tanaman

kubis yang diusahakan pak Tani Wibowo meskipun tidak adanya hama yang menyerang pada

tanaman kubis. Dalam 1 bulan pak Tani Wibowo dapat melakukan penyemprotan sebanyak 4

kali. Selain pestisida pada budidaya yang Bapak Tani Wibowo jalankan juga terjadi

penambahan pupuk kimia yaitu urea atau ZA. Penggunaan pestisida dan pupuk buatan yang

semakin meningkat akan menyebabkan munculnya masalah-masalah lingkungan.

Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan

bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia

pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian

lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian

tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida

terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan. Pestisida yang paling banyak

menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida

sintetik (Sa’id, 1994).

Pada awal musim tanam Bapak Tani Wibowo menambahkan pupuk kandang pada

lahan budidayanya. Pak Tani Wibowo memiliki ternak sapi 2 ekor dan ayam 12 ekor. Kotoran

ternak yang dimiliki pak Tani Wibowo digunakan untuk pupuk kandang. Pengelolaannya

dilakukan secara sederhana, yaitu kotoran ternak disisihkan kemudian dibiarkan selama 3

bulan kemudian kalau sudah halus atau lembut dapat diaplikasikan ke lahan. Pupuk kandang

yang diberikan pada tanah dapat menambah bahan organik bagi tanah sehingga mampu

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Budidaya yang telah Bapak Tani Wibowo lakukan di lahan sawah dengan menanam

kubis dan ditanam tanaman tomat sebagai tanaman pinggir dan lahan tegal ditanami dengan

66

tanaman kopi, sengon, pisang, dan kakao. Tanaman yang ditanam bapak Tani Wibowo sudah

cukup beragam yaitu sudah ditanam lebih dari satu tanaman sehingga dapat disimpulkan

bahwa sistem pertanian lahan sawah yang diterapkan oleh Bapak Tani Wibowo belum

berlanjut. Hal ini dikarenakan, meskipun tanaman yang ditanam beragam, namun penggunaan

pupuk kimia dan pestisida yang diaplikasikan masih tinggi sehingga tidak ramah lingkungan.

Sedangkan dalam sistem pertanian yang berlanjut baik tanaman, pepohonan, tumbuhan perdu

lain dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif tetapi juga memiliki fungsi ekologis,

seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur hara

dalam tanah, melindungi tanaman secara alami dan mengendalikan erosi. Fungsi-fungsi ini

menunjang keberlangsungan dan stabilitas usahatani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

sistem pertanian yang diterapkan tidak berlanjut dari aspek ekologis/lingkungannya.

Pada plot 1, sistem pertanian yang dimiliki Bapak Prayat dari segi ekologi dapat

dikatakan sebagai sistem pertanian berkelanjutan di mana dalam prakteknya ramah

lingkungan dan agroekosistemnya termasuk dalam indikator pertanian berlanjut. Hal ini

dikarenakan dalam sistem pertanian pada desa tersebut, intesifikasi banyak menggunakan

bahan-bahan organik menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran binatang seperti

kambing dan sapi, serta pola tanam yang digunakan adalah pola tanam polikultur sehingga

terdapat keragaman hayati pada lahan pertanian. Akan tetapi petani pada desa tersebut masih

menggunakan pestisida dalam pengendalian hama da penyakit.

Pada plot 2, sistem pertanian yang dimiliki Bapak Sumarno dari segi ekologi dapat

dikatakan sebagai sistem pertanian berkelanjutan di mana dalam prakteknya ramah

lingkungan, tidak menimbulkan kerusakan dan mampu menciptakan agroekologi yang sehat.

Hal ini dikarenakan, Lahan perkebunan Bapak Sumarno memiliki keanekaragaman yang

tinggi, sehingga tingkat biodiversitasnya juga tinggi. Sedangkan lahan sawah yang dimiliki

beliau meskipun menggunakan sistem tanam monokultur tapi beliau sudah menerapkan

sistem rotasi tanaman yang mampu memutus siklus hidup hama dan beliau menggunakan

pestisida kimia hanya pada saat OPT diatas ambang ekonomi, serta beliau memanfaatkan

pupuk kandang dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

Pada plot 3, sistem pertanian pada pos 3 ini dari segi ekologi dapat dikatakan sebaai

sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan. Hal ini disebabkan penggunaan pestisida

untuk membasmi hama yang ada dilahan kubis. Petani juga menggunakan pupuk anorganik

untuk menunjang hasil produktivitasnya seperti pupuk urea,Za, sp36,kcl. Selain menggunakan

bahan kimia petani juga menggunakan bahan alami yaitu pupuk kandang.

Menurut, Salikin (2003), Aktivitaspertanian yang banyakmenggunakanbahankimia,

terbuktitelahmenimbulkanpencemaran,merusakekosistem,

67

dansangatmenganggukesehatanmanusia, sehinggaharusdigantidenganaktivitaspertanian yang

sedikitmungkinmenggunakanbahankimia. Pertanianramahlingkungan yang

biasajugadisebutpertanian organic merupakan system pertanian yang

meminimalkanpenggunaanpupukanorganik.

3.1.3.3. Socially just (berkeadilan = menganut azas keadilan)

Dari hasil wawancara petani pada plot 1 petani di Desa Tulungrejo Ngantang

melakukannya secara bergotongroyong. Dari awal mengolah tanah, bibit, pupuk, mereka

melakukannya dengan kerjasama atau gotongroyong. Selain itu, masyarakat di desa ini

menciptakan suasana kekeluargaan dengan bergotong royong untuk membangun rumah ,dll.

Petani di Desa Tulungrejo Ngantang pada plot ke 1 terdapat kelompok tani, namun petani

yang kami wawancarai yaitu pak Yusman tidak mengikuti kelompok tani tersebut. Disana

juga terdapat koperasi desa, namun Pak Yusman tidak tergabung dalam koperasi tersebut

karena modal usahatani yang digunakan oleh pak Yusman merupakan modal sendiri. Di

desa Tulungrejo terdapat tokoh masyarakat atau panutan dalam pengelolaan usahatani. Tokoh

panutan yang ada disana bernaman bapak Prayit dan Pak Talib. Panutan tersebut membantu

petani di desa tersebut dalam mengarahkan budidaya tanaman.

Wawancara pada plot 2 menghasilkan bahwa sosial masyarakat di Desa Tulungrejo

terwujud dalam Gotong royong untuk membersihkan desa yang sering dilakukan masyarakat

di sini. Setiap minggu para petani dan masyarakat sekitar bersama-sama untuk membersihkan

desanya. Hal ini dilakukan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan menjaga

kesehatan lingkungan. Selain itu para petani juga melakukan pertukaran info tentang harga

komoditas pertanian yang mereka tanam dengan sesama petani disana.

Pada plot 3 hasil wawancara yang dilakukan oleh petani disana yakni

Kebutuhandasarsebagaipengelolapertanian.

Kondisipenggunaanfungsilahandisanasesuaikarena para

petanimenanamtanamansemusimdengankondisididaerahtersebutmemilikikelerengan yang

landai (tidakcuram)

sehinggacocokditanamitanamansemusim.Keanekaragamanhayatikurangbaikkarenadalamsatul

ahanterdapatsatumacamtanamanyaitukubissehinggakemungkinanterseranghamadan penyakit.

Tidakterjadinyapenjualanatautukarbenihkesesamamasyarakatpetanikarenapetanilangsungmenj

ualhasilproduksinyaketengkulak.Memilikikarakter yang humanistik (manusiawi),

artinyasemuabentukkehidupanbaiktanaman, hewandanmanusiadihargaisecaraproporsional.

68

Mereka (masyarakatpetani)tidakhanyamemperhatikan system pertanian yang

berbasispadakeuntunganekonomitetapijugamemperhatikantentangkesehatanlingkungan.

Pada plot 4 yang kami amati di desa Tulungrejo dapat diketahui bahwa lahan milik

Bapak Tani Wibowo dengan luas lahan sawah 400m2 ditanami tanaman kubis dengan

tanaman sela yaitu tomat. Selain memiliki lahan sawah, petani tersebut juga memiliki lahan

tegal seluas 500m2 dengan ditanami kopi. Lahan tegal seluas 500m2 tersebut statusnya milik

sendiri. dan lahan sawah dengan luasan 400m2 tersebut merupakan lahan sewa. Sedangkan

untuk kebutuhan bibit untuk lahan sawah dan lahan tegal didapat dari toko atau semua bibit

yang digunakan berasal dari toko. Sedangkan untuk modal petani tersebut berasal dari modal

sendiri.Di desa Tulungrejo tersebut terdapat kelembagaan yang mewadahi masyarakat di desa

tersebut dalam segi berusahatani. Kelembagaan yang terdapat di desa tersebut yaitu gapoktan

atau gabungan kelompok tani. Nama gapoktan tersebut adalah Rukun Makmur. Menurut

Bapak Tani Wibowo, dengan adanya kelembagaan di desa tersebut dapat berdampak positif

dalam usahatani yang dijalankan. Dampak positifnya yaitu sangat membantu dalam

berusahatani padi. Namun masyarakat di daerah tersebut tidak ada kegiatan-kegiatan

pertanian yang menciptakan keguyuban, kebersamaan, dan kerjasama.

Dari semua data wawancara yang didapat dari petani di setiap plot kehidupan sosial di

Desa Tulungrejo memiliki hubungan yang sangat erat dimana terdapat banyak kegiatan yang

dapat memper erat hubungan sosial antar anggota masyarakat yakni gotong royong dalam

membersihkan desa, menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan sehat. Selain itu

terdapat kelembagaan yang dapat menampung segala aspirasi dan kebutuhan para petani

seperti Gapoktan dan Koperasi desa sehingga informasi tentang harga pasar komoditas

pertanian didapatkan oleh petani dengn mudah. Dengan informasi tersebut petani dapat

memilih komoditas yang akan ditanam pada musim – musim berikutnya.

3.1.3.4. Culturally acceptable (berakar pd budaya setempat)

Pada hasil wawancara dengan petani pada plot 1 yang di amati, petani yang berada

disana masih mempercayai adat istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka yaitu

dengan mengadakan acara selametan pada saat panen kopi akan tiba. Upacara selametan ini

biasanya dilakukan pada bulan ke 7 atau bulan ke 8 dikarenakan pada bulan tersebut adalah

menjelang waktu panen. Menurut kepercayaan masyarakat setempat selametan yang

dilakukan sebagai bentuk rasa syukur akan hasil panen yang melimpah . Pranoto mongso

(menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian), berdasarkan petani

diplot 1 pranoto mongso yang terjadi didesa tulung rejo adalah pada bulan 4 dan 5 terjadi

serangan penyakit Bonupas pada tanaman sayur, pada bulan 3 dan 4 terjadi serangan penyakit 69

kresek pada tanaman padi ini disebabkan karena pada musim tersebut terjadi musim yang

tidak menentu yaitu musim hujan yang terus menerus. Ketika terjadi pranoto mongso petani

didesa Tulungrejo. Jika serangan OPT sudah melebihi batas petani menggunakan pestisida

kimia untuk mengatasi penyakit yang menyerang contohnya Antracol. Petani disana

menggunakan bahan-bahan alami untuk menanggulangi terjadinya hama dan penyakit pada

tanaman kopi. Bahan – bahan alami yang digunakan untuk menanggulangi hama penyakit

tanaman kopi yaitu berasal menggunakan bahan-bahan alami yang diracik sendiri yaitu

mengunakan ubi Gadung yang diparut diambil sarinya dicampur dengan rebusan air Bambu

apus dan dicampur dengan daun Mindi biasanya digunakan sebagai insektisida nabati (alami).

Selain itu juga digunakan pupuk alami yang berasal dari kotoran hewan (pupuk kandang).

Pemberian pupuk kandang ini sekitar 50%,dan sebagian menggunakan pupuk kimia

( Urea,ZA,TSP).

Hasil wawancara plot 2 Tradisi yang dilakukan sekitar pertanian di Desa Tulungrejo

yang mengusung tradisi yang turun menurun yaitu adanya syukuran, bersih desa, berdoa atau

meminta permintaan ke sebuah pure, dan membersihkan pure tersebut. Syukuran yang

dilakukan pertanian pada saat panen. Jika ada panen besar-besaran maka para petani

dikumpulkan menjadi satu untuk melakukan syukuran. Syukuran yang dilakukan biasanya

dengan cara makan-makan bersama masyarakat. Bersih desa yang dilakukan setiap 1 syawal.

Jadi, para petani sudah terjadwal untuk bersih-bersih desa dengan cara gotong royong agar

desa terlihat bersih dan lingkungannya juga tercipta asri dan lestari. Berdoa atau meminta

permintaan ke punden merupakan perlakuan petani yang dianggap orang-orang yang

mempercayai punden. Punden tersebut sudah ada ketika nenek moyangnya ada di dunia. Akan

tetapi, seperti biasa punden dikatakan tempat yang mistik. Nenek moyang pernah mengatakan

segala permintaan kita jika berdoa di pure maka akan terkabul. Dalam posisi zaman yang

sudah modern kebanyakan petani sudah berfikir lebih maju maka hanya sebagian yang

mendatangi pure tersebut. Biasanya petani yang datang kesana agar tanaman yang petani

budidayakan dapat meningkat baik dalam produksi dan pemasarnnya. Selain berdoa dan

meminta permohonan di pure ini, masyarakat yang mempercayai akan pure juga sering

membersih-bersih pure dan sekitarnya. Dari zaman nenek moyang hal ini sering dilakukan

agar menghormati dan menjaga kenyamanan pure tersebut.

Wawancara yang dilakukan pada plot 3 menghasilkan data bahwa Selaras atau sesuai

dengan sistem budaya yang berlakuKarena masyarakat memiliki sifat kebersamaan,

keguyuban, dan kerja sama yang tinggi mereka menganut pada sistem budaya yang ada

seperti kegiatan sedekah bumi yang dilakukan setahun sekali, pranoto mongso, dan lain

70

sebagainya sehingga mereka tidak menetapkan sendiri peraturan-peraturan untuk mereka, hal

ini diperkuat dengan adanya sosialisasi dari pemerintah setempat. Hubungan serta institusi

yang ada mampu menggabungkan nilai-nilai dasar kemanusiaan seperti kepercayaan,

kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa kasih sayang. Adanya hubungan serta institusi yang

ada yaitu sebuah kelompok taniGAPOKTAN dengan nama Rukun Makmur. Tujuan

dilakukan kegiatan tersebut yaitu sebagai sumber pendanaan simpan pinjam seperti koperasi,

sebagai ruang berkomunikasi, berinteraksi, dan tempat penyuluhan untuk berdiskusi antar

masyarakat petani. Kegiatan ini berjalan cukup lancar karena masyarakat petani disana ikut

serta aktif dalam kegiatan GAPOKTAN “Rukun Makmur”. Fleksibel atau luwes, yang berarti

bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani

yang berlangsung terus. Masyarakat setempat memang mampu menyesuaikan diri dengan

kondisi usahatani yang terus berlangsung, dapat dilihat dari cara pola tanam mereka dalam

merotasi komoditas di lahan pertanian mereka pada waktu tertentu, sehingga mampu

mencegah degradasi pada lahan pertanian dan dapat mencegah menurunnya produktivitas

yang dihasilkan. Dapat dilihat juga dari banyaknya petani yang memiliki ternak sebagai

pekerjaan sambilan untuk mengantisipasi kondisi usahatani yang tidak menentu.

Hasil wawancara plot 4 Masyarakat di desa Tulungrejo masih mempercayai kearifan

lokal. Seperti pada saat wiwit tandur atau mulai tanam padi, masyarakat memberikan sesajen.

Selain itu masyarakat juga masih menggunakan pranoto mongso. Pada saat rumput alang-

alang bunganya mekar menandakan bahwa akan datangnya musim kemarau. Sedangkan pada

saat rumput alang-alang sedang bersemi menandakan musim hujan. Hal tersebut sangat

berdampak dalam menentukan tanaman yang akan dibudidayakan dalam usahatani

masyarakat di desa tersebut.Untuk pemanfaatan bahan alami sebagai pupuk, masyarakat

memanfaatkan pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Pupuk ini secara ekonomi dan

lingkungan sangat menguntungkan. Dilihat dari aspek ekonomi masyarakat tidak terbebani

oleh harga pupuk. Karena lebih murah daripada pupuk kimia. Untuk mengendalikan hama

maupun penyakit petani terkadang memanfaatkan bahan alami yang berasal dari daun

tanaman sekitar seperti daun pandan dan sereh.Di Desa Tulungrejo juga memiliki tempat

tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat dilindungi yakni Punden yang

merupakan makam orang yang pertama kali membangun desa setempat, biasanya setiap satu

tahun sekali dilakukan pembersihan di punden dan diberi sesajen atau selamatan desa, pohon

yang ada di punden tersebut dilarang untuk ditebang

Dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan pada semua plot dapat diketahui

bahwa kepercayaan masyarakat Desa Tulungrejo mempengaruhi sistem tanam petani disana

71

sesuai dengan musim berikutnya, selain itu terdapat tempat yang dari dulu sampai sekarang

tidak boleh ditebang tanamannya yakni punden yang menjadi tempat yang keramat makam

dari pendiri desa sekitar sehingga tempat tersebut dapat menjadi sumber biodiversitas yang

tinggi dan masih alami di Desa Tulungrejo. Oleh karena itu tempat tersebut dapat mambantu

ekosistem bagi pertanian masyarakat Desa Tulungrejo

3.2. Pembahasan Umum

3.2.1. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan

Indikator

Keberhasilan

Plot 1 Plot2 Plot 3 Plot 4

Produksi vvvv vvv vvv vv

Air v v v v

Karbon vvvv vvv v v

Hama vv vvvv v vvv

Gulma vv vvv v vv

Note : v= kurang, vv= sedang, vvv= baik, vvvv= sangat baik

Plot 1= Perkebunan Pinus, Plot 2= Agroforestry, Plot 3 = tanaman

semusim, Plot 4= Permukiman

a. Indikator produksi

Dari indikator produksi nilai yang didapat dari plot 1 sampai dengan plot 4 dengan

perbedaan penggunaan lahannya hutan pinus, agroforestri tanaman semusim dan pemukiman

warga menghasilkan data yang berbeda-beda. Produksi sangat baik berada pada plot 1 dengan

penggunaan lahan hutan hal ini dikarenakan ekosistem di hutan pinus masih cenderung alami

dengan cara pengambilan produksi dalam bentuk getah pinus masih melalui cara sederhana.

Selanjutnya produksi pada penggunaan lahan agroforestri dan tanaman semusim masuk dalam

kategori baik hal ini dikarenakan kedua penggunaan lahan ini memang untuk produksi

berbagai bahan dari tanaman tahunan (contoh kopi) dan musiman (kubis). Dan yang

mendapatkan hasil produksi terendah berada pada plot 4 yang terletak di pemukiman warga

hal ini diindikasikan karena lahan berada di dekat aktivitas manusia yang menyebabkan

terjadi penurunan kualitas lahan.

Pengaruh kuantitas produksi lahan ini selain dipengaruhi kondisi penggunaan lahan

juga keberadaan interaksi ekosistem yang berinteraksi di dalamnya. Menurut produksi pada

lahan harus seimbang dengan konsumsi pada suatu tingkat berkelanjutan baik dari segi

produksi atau ekologinya. (Reijntjes. 1999)

72

b. Indikator Air

Hasil data dari pengamatan kualitas air meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut dalam air,

suhu yang diukur dari plot 1 sampai plot 4 dengan hasil pengukuran suhu paling rendah

adalah plot 1 dan diikuti plot yang lain hal ini mempengaruhi jumlah tumbuhan dan organism

dalam air. Semakin panas suhu air maka jumlah organism yang dapat hidup semakin sedikit,

suhu pada plot satu dikarenakan didominasi tanaman tahunan dengan pengolahan yang tidak

intensif. Namun suhu tersebut juga belum dapat memenuhi syarat hidup untuk

mikroorganisme tanah karena masih cukup panas. Menurut Nybakken (1988) kaidah umum

menyebutkan bahwa reaksi kimia dan biologi air (proses fisiologis) akan meningkat 2 kali

lipat pada kenaikan temperatur 100 C, selain itu suhu juga berpengaruh terhadap penyebaran

dan komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah

antara 18-300C.

Untuk pH data yang netral adalah plot satu dengan penggunaan lahan hutan pinus dan

plot yang lain memiliki pH diatas 7 yang maish termasuk dalam pH optimum di dalam air.

Indikator pH ini menentukan keberadaan organisme di dalam air apabila pH terlalu masam

maka jumlah organisme akan semakin sedikit juga. Untu pHstandar yang dibutuhkan untuk

hidup adalah. Kisaran pH optimum di dalam air yang memiliki manfaat untuk tumbuhan dan

tanaman adalah 6,5-8,2.(Tim Penyusun, 2013)Kadar oksigen terlarut yang paling baik berada

pada pengukuran plot 1 di hutan dengan pengaruh ke kualitas airnya. Namun dalam

kenyataannya kondisi oksigen terlarut ini masih di bawah standar yang harus dimiliki.

Kisaran minimal oksigen terlarut dalam air adalah 3 mg/liter dibawah angka tersebut masuk

dalam kelas IV yang kurang memenuhi syarat oksigen terlarut.(Tim Penyusun, 2013)

c. Indikator Karbon

Dari pengamatan cadangan karbon yang paling banyak dan sangat baik terdapat pada plot

1 dengan penggunaan lahan hutan pinus. Hal ini dikarenakan jumlah tanaman pohon yang

lebih banyak dibandingkan plot lainnya. Kemampuan tanaman pohon untuk menyerap karbon

lebih besar dari pada tanaman bawah. Indicator baik berikutnya dipenuhi agroforestri

dikarenakan pada penggunaan lahan ini masih terdapat pohon tahunan yang dapat menyerap

karbon. Berbeda dengan tanaman semusim dan lahan yang letaknya di dekat pemukiman

sedkit sekali menyerap karbon dan bahkan menambah emisi karbon dari aktivitasnya.

Menurut Munasinghe (1993) cadangan karbon banyak terdapat pada tanaman berkayu karena

pada batang tanaman berkayu itulah cadangan karbon banyak disimpan. Jadi dari data plot 1

73

sampai 4 dapat disimpulkan bahwa dari indikator keberhasilan karbon pada plot 1 sangat baik,

plot 2 baik, plot 3 kurang baik, dan plot 4 kurang baik.

d. Indikator Hama

Dari hasil data yang diperoleh dan sudah dibahas sebelumnya, menunjukkan bahwa

skema yang paling berlanjut adalah skema agroforestri. Pertimbangan dalam skema

agroforestri adalah tidak hanya melihat dari segi lingkungannya saja, tetapi kebutuhan akan

masyarakat untuk mencukupi kebutuhan hidup menjadi faktor dalam penentuan kondisi

lingkungan tersebut berlanjut apa tidak. Adapun kondisi keberlanjutan di lahan agroforestri

ini disebabkan karena terdapat beranekaragam tanaman tahinan dan semusim yang ditanam

bersama sehingga mampu meningkatkan biodiversitas baik di dalam maupun diatas

permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan dari hasil data yang sudah ada di bahas jumlah

hama, musuh alami dan serangga lain seinmbang dalam satu agroekosistem dan tidak ada

adanya dominasi salah satu dari hama, musuh alami dan serangga lain yang ada di plot

tersebut. Adapun pernyataan yang mendukung adanya sistem agroforestri memang berlanjut

bahwa menurut Munasinghe (1993) banyak sedikitnya jumlah hama tergantung pada

keragaman biodiversitas tanaman. Dapat dikatan semakin beragam biodiversitas yang ada di

lahan agroforestri maka jumlah serangga yang hidup di lahan tersebut juga akan semakin

beragam sehingga kemungkinan terjadinya dominasi sangatlah rendah karena secara alami

hama akan ditekan oleh keberadaan musuh alami.

e. Indikator Gulma

Pengamatan terakhir adalah gulma yang mengindikasikan tingginya biodiversitas

diatas tanah, penggunaan lahan yang paling banyak jumlah gulmanya adalah pada plot 2

agroforestri. Lahan agroforestri keberadaan gulma tidak begitu mengganggu dikarenakan

tanaman dominan tanaman tahunan yang dikombinasikan dengan beberapa tanaman. Selain

itu pada lahan agroforestri semakin banyak jenis gulma dapat menambah tingkat biodiversitas

lahan apabila gulma dikelola dengan baik. Penyinaran matahari juga dapat masuk secara

sempurna dan menghasilkan unsure yang lebih banyak untuk tanaman. Maksud dikelola

dengan baik ini adalah gulma diolah sebagai pupuk kompos yang dapat dikembalikan ke

tanah, khususnya gulma yang dapat menambat unsur-unsur. Sistem pengelolaan budidaya

rumput intensif yang baru adalah dengan memberikan tempat bagi binatang ternak di luar

areal pertanian pokok yang ditanami rumput berkualitas tinggi, dan secara tidak langsung

dapat menurunkan biaya pemberian pakan. (Sudirja. 2009). Dari kelima indikator yang

terdapat pada tabel bahwa plot yang mendapatkan nilai baik untuk keberlanjutannya adalah

74

penggunaan lahan agroforestri dengan sistem penanaman beberapa tanaman campuran dengan

kombinasi penyinaran matahari lebih maksimal.

75

BAB IV.

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pertanian berkelanjutan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya yang

dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi

pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Indikator keberlanjutan yang dimaksud dengan menggunakan beberapa metode antara

lain : Pemahaman Karakteristik Lansekap, Pengukuran kualitas air, pengukuran

biodiversitas (aspek agronomi, aspek hama penyakit), pendugaan cadangan karbon,

serta identifikasi keberlanjutan lahan dari aspek sosial ekonomi.

Kelompok kami melakukan observasi lapang untuk menduga karakteristik

pertanian berlanjut yang dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,

Batu. Daerah Ngantang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang

merupakan salah satu daerah hulu dari sungai Brantas. Lokasi pengamatan terletak

pada sub-sub DAS Sayang. Dalam observasi lapang tersebut kami mengamati 4 stop

yaitu hutan, agroforestry, tanaman semusim dan tanaman semusim serta pemukiman.

Penggunaan lahan di Desa Tulungrejo yaitu hutan , agroforestri, tanaman

semusim dan tanaman semusim + pemukiman. Tanaman yang terdapat di stop 2

(agroforestri) antara lain sengon, pisang, kopi, talas, jahe, lamtoro dan bambu. Pada

stop 3 (tanaman semusim) terdapat beberapa tanaman antara lain kubis, rumput

gajah , kelapa, kacang panjang, rumput liar dan pisang sedangkan pada stop 4

(tanaman semusim + pemukiman ) terdapat pisang, sawi, cabai, dan rumput gajah.

Masing-masing stop memiliki kerapatan spesises yang berbeda-beda yaitu tinggi,

sedang dan rendah.

Pengamatan indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik yaitu berdasarkan

kualitas air dari plot 1 sampai plot 4 termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang

dapat diperuntukkanmengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini dapat

dikarenakan dengan pengolahan lahan yang terlalu intensif dan tanaman yang

dibudidayakan kurang mendukung dalam menyerap air.

Indikator pertanian berlanjut lainnya dapat dilihat dari biodiversitas

tanaman pada plot 1 biodiversitas lahan hutan sedangkan pada plot 2 merupakan

lahan agroforestry. Sedangkan di plot 3 merupakan lahan semusim dengan

komoditas kubis dan pada plot 4 merupakan lahan semusim dekat dengan pemukiman.

76

Berdasarkan pengamatan biodiversitas gulma yang ada disana yaitu pada lokasi 1 dan

3 kelebatan gulmanya lebat (>50%), pada lokasi 2 gulma Jarang(<25%) dan pada

lokasi 1 dan lokasi 3 kelebatan gulmanya lebat (>50). Gulma – gulma yang terdapat

pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya lebat >50%) adalah rumput teki (Cyperus

rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides) dan rumput gajah (Pennisetum

purpureum). Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya Agak gulma Jarang(<25%) ini

antara lain yaitu Rumput teki (Cyperus rotundus), Rumput Teki lading(Cyperus

kylinga) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum).

Indikator keberlanjutan dapat juga diamati melalui biodiversitas hama

penyakit. Pada plot 1 di dapat data jika jumlah populasi serangga lain dan jika

kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama.

Sedangkan pada plot 2 menunjukkan sedikitnya populasi hama dan jika kondisi ini

memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Dari

pengamatan plot 3 menunjukkan sedikitnya populasi musuh alami dan serangga lain.

Dan pada plot 4 menunjukkan kelangkaan populasi hama populasi musuh alami

melimpah.

Berdasarkan data perhitungan cadangan karbon pada plot 1 menunjukkan

pada sistem pertanaman hutan produksi terdapat pertanaman pinus dengan kandungan

c-stoktinggi sedangkan pada plot 2 kopi, durian, pisang dan rumput gajahkandungan

c-stok rendah akan tetapi masih termasuk berkelanjutan. Sedangkan pada plot 3 dan

plot 4 yang diamati belum termasuk dalam kategori berlanjut karena pertanaman yang

mempunyai kandungan c-stok rendah. Perlu adanya peningkatan diversitas dan

kerapatan pohon penaungan sebagai penyerap karbon. Pengamatan cadangan karbon

yang paling banyak dan sangat baik terdapat pada plot 1 dengan penggunaan lahan

hutan pinus

Selain dari aspek kelayakan lingkungan, indikator pertanian berlanjut juga

dilihat dari aspek sosial dan ekonomi yaitu economically viable, ecologically

sound, dan socially just serta culturally acceptable. Nilai produksi yang didapat dari

plot 1 sampai dengan plot 4 dengan penggunaan lahannya hutan pinus, agroforestri

tanaman semusim dan pemukiman warga menghasilkan data yang berbeda-beda.

Produksi paling baik berada pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan hal ini

dikarenakan ekosistem di hutan pinus masih cenderung alami. Sedangkan produksi

pada penggunaan lahan agroforestri dan tanaman semusim masuk dalam kategori baik.

Kemudian hasil produksi terendah berada pada plot 4 yang terletak di pemukiman

77

warga hal ini diindikasikan karena lahan berada di dekat aktivitas manusia yang

menyebabkan terjadi penurunan kualitas lahan.

Jadi berdasarkan pengamatan dari keseluruhan plot maka kami mendapat

kesimpulan jika plot yang mendukung keberlanjutan secara aspek budidaya, hama

penyakit, tanah serta sosial ekonomi adalah plot 2 agroforestri. Sedangkan pada plot 1

yaitu hutan keberlanjutan hanya di dukung oleh aspek tanah. Kemudian pada plot 3

semusim dan plot 4 semusim dan pemukiman keberlanjutan pertanian hanya di

dukung oleh aspek sosial dan ekonomi saja, untuk ketiga aspek lainnya termasuk

dalam kategori rendah hingga sedang. Jadi, apabila mengoptimalkan kemampuan

suatu plot untuk dijadikan pertanian berlanjut maka kelompok kami

merekomendasikan untuk dilakukan sistem pertanaman seperti halnya dengan plot 2

yaitu agroforestry.

4.2 Saran

Untuk mewujudkan sistem pertanian berlanjut yang layak secara ekonomi dan

ramah lingkungan. Maka disusahakan upaya pengelolaannya diarahkan pada upaya

menjaga kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan biodiversitas tanaman

pertanian untuk mempertahankan keberadaan polinator dan musuh alami serta untuk

pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit dan mengupayakan kondisi

hidrologi (kuantitas dan kualitas air) menjadi baik serta mengurangi emisi karbon.

Selain itu menciptakan komposisi yang sesuai dengan kondisi bentang alam dan

sebarannya yang beragam tergantung pada beberapa faktor antara lain iklim, topografi,

jenis tanah, vegetasi dan kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada

disekelilingnya.

78

DAFTAR PUSTAKA

Alaert, G. dan Santika, S.S. 1987.Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional.

Surabaya

Cobb, A., 1992. Herbicides and Plant Physiology. London.: Chapman and Hall.

Hairiah, widianto, suprayogi dan Sardjono, 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri (online)

http://worldagroforestry.org/sea/publications/Files/lecturenote/LN0003-04.PDF

Diakses pada tanggal 24 Desember 2013

Hermanu, triwidodo. 2003. Analisis Agroekosistem. Makalah pada Lokakarya Biodiversitas.

IPB Bogor

Hofer, T. 2003. Sustainable Use and Management of Freshwater Resources : The Role of

Forest. State of The World’s Forest. Part II: Selected Current Issues in The Forest

Sector. FAO Forestry Department.

Munasinahe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. Environment

Paper No.3. The World Bank, Washington, D.C.

Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An

ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. &

SukardjoS., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.

Reijntjes, Coen; Haverkort, Bertus dan Waters-Bayer, Ann. 1999. Pertanian Masa Depan.

Kanisius. Edisi Indonesia

Reintjes, Coen, Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan

Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah.

Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 71-72.

Sastroutomo, S.S., 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta . 217 p

Soerjani, M. and P. Motooka, 1988. Integrated Approaches in Weed Control. Workshop on

Res. Meth. in Weed Science. Bandung.

Sudirja. Rija 2009. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/ pembangunan

_pertanian_berkelanjutan_berbasis_sistem_pertanian_organik.pdf

Supangat, A.B. dan Paimin. 2007. Kajian Peran Waduk Sebagai Pengendali Kualitas Air

Secara Alami. Jurnal Geografi Universitas Geografi Surakarta 21 (2) : 123-134.

Surakarta.

Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. PenerbitAlumni.

Bandung

79

Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in

Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water

Resources Research 5 : 3.1-3.10.http://www.luwrr.com

Tim Penyusun. 2013. Panduan Fieldtrip Pertanian Berlanjut. Fakultas Pertanian Universitas

Brawijaya. Malang

Wiwoho, 2005, Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E.

Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang

Y. Sukoco, SS, (terj.). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

80

LAMPIRAN

1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan

- Plot 1

81

- Plot 2

- Plot 3

82

- Plot 4

2. Sketsa Transek

- Plot 1

83

- Plot 2

- Plot 3

84

- Plot 4

85

3. Lampiran gambar pengamatan hama

PLOT 1 (HUTAN)

Lokasi Pengambilan sampel

Nama lokalNamaIlmiah

Gambar Literatur Jumlah

Fungsi (H,MA,SA)

Hutan Alami

Belalang coklat

Valanga Nigricornis 13 Hama

Laba- laba Araneus diadematus 12Musuh Alami

Lalat Musca domestica 2Serangga

Lain

Nyamuk Culex pipiens 9 Serngga Lain

Kupu- kupu Ornithoptera sp. 2Serangga

Lain

Semut HitamDolichoderus

thoracicus3

Serangga Lain

Ulat JengkalChrysodeixis

chalcites1 Hama

Kumbang kubah spot M

Menocillus sexmaculatus

1Musuh Alami

86

PLOT 2 (AGROFORESTRI)Lokasi

Pengambilan Sampel

Nama Lokal Nama IlmiahGambar Literatur Jumlah

Fungsi(H, MA, SA)

Agroforestri

Semut merahOecophylla smaragdina

3Serangga lain (dekomposer)

Nyamuk Culex pipiens 4 Serangga lain

Kupu-kupu putih

Ornithoptera sp.

4 Polinator

Laba-labaAraneus

diadematus7 Musuh Alami

Belalang kayu

Valanga nigricornis

1 Hama

Belalang hijau

Oxya chinensis 2 Hama

PLOT 3 (TANAMAN SEMUSIM)

Lokasi pengambilan

sampelNama lokal Nama Ilmiah

GambarLiteratur Jumlah

Fungsi(H, MA, SA)

Tanaman

Semusim Belalang hijau

Oxya chinensis

24 H

Belalang coklat

Valanga nigricornis

13 H

87

Kepik Helopeltis spp. 15 MA

JangkrikGryllus assimilis

2 H

Tawon Apis indica 1 MA

Ulat daunPlutella

xylostella2 H

Laba-laba Lycosa sp. 3 MA

Kupu-kupu psyche

Leptosia nina 3 MA

Lalat rumahMusca

domestica Linn.

1 SL

PLOT 4 (TANAMAN SEMUSIM + PEMUKIMAN)Lokasi

Pengambilan sampel

Nama lokal Nama ilmiahGambar Literatur Jumlah

Fungsi (H,MA,SA)

Plot 4Belalang

kayuValanga

nigricornis6 Hama

Plot 4 Lalat rumahMusca

domestica9 Serangga lain

88

Plot 4Belalang

hijauOxya chinensis 2 Hama

Plot 4Belalang sembah

Stagmomantis carolina

3 Musuh alami

Plot 4Kumbang kubah spot

M

Menochilus sexmaculatus

1 Musuh alami

Plot 4Semut

rangrangOecophylla smaragdina

50 Musuh alami

89