laporan akhir program ipteks bagi masyarakat...

63
LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M) I b M PENGEMBANGAN USAHA PEMBESARAN KEPITING BAKAU MELALUI SISTEM SILVOFISHERY Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun Dibiayai oleh : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 010/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016 Oleh Dr. LEILA ARIYANI SOFIA, SPi, MP NIDN : 0028047302 Ketua SITI SAIDAH, S.Hut, M.P NIDN : 0007027205 Anggota UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT NOVEMBER 2016

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT

(IbM)

IbM PENGEMBANGAN USAHA PEMBESARAN KEPITING BAKAU

MELALUI SISTEM SILVOFISHERY

Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun

Dibiayai oleh :

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian

Nomor : 010/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016

Oleh

Dr. LEILA ARIYANI SOFIA, SPi, MP NIDN : 0028047302 Ketua

SITI SAIDAH, S.Hut, M.P NIDN : 0007027205 Anggota

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

NOVEMBER 2016

HALAMAN PENGESAHAN

RINGKASAN

Upaya pemanfaatan kawasan hutan mangrove secara optimal yang

sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan mangrove dapat dilakukan

melalui sistem mina hutan (silvofishery). Salah satu sumberdaya perikanan yang

cukup potensial untuk dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai

ekonomis tinggi serta merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla

spp.). Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di

sekitar hutan bakau masih rendah karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan

bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama ini masih bersifat turun

temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi modern yang berbasis

kemasyarakatan. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan

sumberdaya kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat

sistem akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar. Tujuan

kegiatan IbM ini adalah 1) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada

kelompok pembudidaya ikan tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem

silvofishery; 2) memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan

lestari; dan 3) meningkatkan nilai tambah dan peluang kerja bagi masyarakat

pesisir. Metode kegiatan meliputi: 1) sosialisasi dan demonstrasi; 2) pemantauan

dan evaluasi meliputi tahap awal, pertengahan dan akhir pelaksanaan program. Target dan luaran pada kegiatan IbM ini adalah 1) menciptakan mata

pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir, khususnya di sekitar

kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran kepiting sehingga

penghasilannya meningkat; 2) melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan

binaan sekitar tambak tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery; 3)

membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen produksi

dan manajemen usaha yang baik; dan 4) menjaga kesinambungan produksi dan

pemenuhanan kebutuhan pasar akan kepiting bakau. Hasil analisis menunjukkan

adanya perubahan sikap dan pengetahuan kelompok pembudidaya ikan dari yang

kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang budidaya kepiting

bakau dengan media karamba. Pembesaran kepiting bakau dalam karamba melalui

sistem silvofishery dapat membatasi pembukaan hutan mangrove. Selain itu usaha

ini memberikan peluang usaha bagi masyarakat, tidak hanya menangkap kepiting

dari alam, tetapi juga usaha pembesaran kepiting yang mampu meningkatkan

kualitas kepiting menjadi layak jual dengan harga tinggi.

PRAKATA

Laporan Akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengadian Kepada

Masyarakat yang telah dilaksanakan dengan judul “IbM Pengembangan Usaha

Pembesaran Kepiting Bakau Melalui Sistem Silvofishery”. Dengan kegiatan ini

diharapkan dapat memberikan informasi dan bimbingan kepada nelayan dan

anggota masyarakat lainnya mengenai usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir

terutama kawasan mangrove yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat

dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan mangrove.

Kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan

Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan

Tinggi

2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ULM

3. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM

4. Kepala Desa Cemara Labat Kecamatan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah

5. Ketua dan anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Sekata Baru dan Derap Maju

Kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terlaksananya

kegiatan pengabdian ini diucapkan terima kasih. Semoga seluruh kegiatan beserta

laporannya dapat bermanfaat seperti yang diharapkan.

Banjarbaru, November 2016

Tim Pengabdi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. i

RINGKASAN ..………………………………………………………... ii

PRAKATA …………………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………... iv

DAFTAR TABEL ……………………………………………………... v

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... vi

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………..... 1

BAB 2. TARGET DAN LUARAN ………………………………… 5

BAB 3. METODE PELAKSANAAN ……………………………….. 6

BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI …………………… 9

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ……………….... 11

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 19

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 20

LAMPIRAN …………………………………………………………. 21

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting

bakau dalam tambak (sistem lepasan) selama 2 bulan

12

Tabel 2. Kecepatan pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak kepiting

yang dipelihara dalam karamba contoh, padat penebaran

100 ekor selama 2 bulan …………………………………

15

Tabel 3. Perkiraan biaya, produksi dan keuntungan usaha

pembesaran kepiting bakau dalam karamba dengan sistem

silvofishery selama 2 bulan ………………………………...

16

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar pertanyaan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan dan teknologi pembesaran kepiting bakau

sistem silvofishery di Desa Cemara Labat ……………

22

Lampiran 2. Rekapitulasi hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan

dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem

silvofishery anggota kelompok mitra (X) …………….

23

Lampiran 3. Rekapitulasi hasil evaluasi akhir tingkat pengetahuan

dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem

silvofishery anggota kelompok mitra (Y) serta uji

kesamaan rata-rata dengan uji dua pihak …………...

24

Lampiran 4. Gambaran Ipteks yang ditransfer kepada mitra ……... 25

Lampiran 5. Dokumen kegiatan Penyuluhan Pembesaran Kepiting

Bakau dengan Sistem Silvofishery ………………….

33

Lampiran 6. Daftar hadir peserta demonstrasi Pembesaran Kepiting

Bakau dengan Sistem Silvofishery …………

36

Lampiran 7. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan

ujicoba Pembesaran Kepiting dengan Sistem

Silvofishery oleh anggota kelompok pembudidaya

37

Lampiran 8. Dokumen kegiatan Penyuluhan Manajemen Usaha 43

Lampiran 9. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan

penerapan manajemen usaha oleh anggota kelompok

pembudidaya ……………………………

46

Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan IbM ………………………... 52

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi

Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai.

Ekosistem ini merupakan tipe sistem fragile yang sangat peka terhadap perubahan

lingkungan, padahal ekosistem tersebut bersifat open acces sehingga

meningkatnya eksploitasi sumberdaya mangrove oleh manusia akan menurunkan

kualitas dan kuantitasnya. Pemanfaatan wilayah pesisir yang semakin meningkat,

selain memberikan dampak positif melalui peningkatan taraf hidup dan

kesempatan kerja atau usaha juga mempunyai dampak negatif apabila

pemanfaatannya tidak terkendali. Pemanfaatan lahan mangrove secara besar-

besaran untuk tambak udang intensif dan super intensif telah menimbulkan

degradasi lingkungan, serangan penyakit, kualitas benih rendah, di samping

pelayanan dan penyuluhan yang tidak memadai merupakan sebagian dari banyak

faktor penyebab kegagalan panen dan kondisi collapse industri pertambakan

(Ahmad et al., 2004). Kondisi ini memberikan pelajaran bahwa dengan

ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan

dari sumberdaya alam tidak dapat dilakukan secara terus menerus (Meadow et al.,

1972 dalam Fauzi, 2004), sehingga perlu adanya usaha untuk mengurangi

ketergantungan atau paling tidak memberikan waktu kepada alam untuk recovery.

Upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan

mangrove dapat dilakukan melalui sistem mina hutan (silvofishery) (Wibowo dan

Handayani, 2006).

Salah satu sumberdaya perikanan yang cukup potensial untuk

dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai ekonomis tinggi serta

merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla spp.). Peluang pasar

kepiting bakau terbuka luas dan prospektif, baik domestik maupun pasar

mancanegara (Putri, et al., 2014; Mardiana, et al., 2015). Harga rata-rata kepiting

bakau di pasaran berkisar Rp 40.000 – Rp 200.000 per kg. Permintaan kepiting

dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450

ton setiap bulan, dan tujuan ekspor lainnya yaitu Jepang, Hongkong, Korea

Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis (Rangka, 2007;

2

Sofia, 2011). Namun, pemenuhan permintaan pasar akan kepiting bakau sebagian

besar (61,6%) masih dari penangkapan alam, sedangkan dari budidaya hanya

sebagian kecil ( 38,4%). Pengambilan kepiting secara terus menerus dari alam

tanpa adanya upaya membudidayakan dikhawatirkan akan mengurangi

ketersediaanya bahkan dapat mempercepat kepunahannya.

Pemeliharaan kepiting dengan silvofishery adalah usaha untuk

membesarkan kepiting yang dipadukan dengan kegiatan kehutanan, yakni

budidaya hutan mangrove dimana petani dapat memelihara kepiting untuk

menambah penghasilan dengan tetap memperhatikan hutan mangrove. Selain itu

keuntungan silvofishery ini adalah dapat mengurangi biaya penanaman, karena

penanaman dibebankan kepada petani tambak (Pudjiraharjoe, 1995). Kepiting

dapat dipelihara terus menerus sepanjang tahun dengan ketersediaan benih di alam

yang cukup banyak, juga kolam pembesarannya dapat disiapkan dengan mudah

dan cepat disamping pengangkutnya cukup gampang karena dapat dibawa dalam

keadaan hidup.

Desa Cemara Labat merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan

Kapuas Kuala Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, dengan mata

pencaharian pokok penduduknya adalah nelayan dan petani. Kondisi tanahnya

berstektur lempung berliat (silty loam) yang baik untuk menahan air dan

penumbuhan makanan alami, disamping ketersediaan pakan untuk kepiting pada

lokasi ini cukup banyak, seperti ikan rucah terutama pada waktu musim dengan

jumlah yang sangat melimpah.

Benih kepiting yang berukuran antara 50 sampai 100 gram banyak

terdapat pada lokasi ini sehingga keberadaan benih bukan merupakan faktor

pembatas dalam usaha pembesarannya. Tenaga kerja tersedia dalam jumlah yang

banyak dan keberadaan pasar untuk melakukan penjualan kepiting sangat

memungkinkan, baik domestik maupun luar negeri (ekspor).

Meskipun demikian pada desa tersebut belum ada masyarakat yang

mengusahakan pembesaran kepiting, karena selama ini mereka hanya mengambil

kepiting langsung dari hutan mangrove disamping belum ada teknologi

pemeliharaan kepiting yang diperkenalkan kepada mereka.

3

Tujuan dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini adalah:

1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada khalayak yang menjadi

objek pengabdian tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem

silvofishery.

2) Memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan lestari.

3) Meningkatkan nilai tambah hasil perikanan dan peluang kerja bagi masyarakat

pesisir.

1.2. Permasalahan Mitra

Masalah utama dalam menjaga kelestarian kawasan mangrove adalah

bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan kawasan tersebut agar dapat berfungsi

secara ekologis bagi lingkungan dan mempunyai kontribusi positif secara

ekonomis bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu sumberdaya alam yang hidup di

daerah sekitar mangrove adalah jenis kepiting bakau, namun jenis ini belum

termanfaatkan secara optimal kecuali untuk konsumsi rumah tangga penduduk di

sekitar tempat tersebut.

Potensi sumberdaya alam ini akan mempunyai nilai ekonomis apabila

dilakukan komersialisasi, yaitu dengan penangkapan bibit di alam, kemudian

digemukkan didalam tambak hingga mencapai ukuran yang sesuai dengan

permintaan pasar. Di sisi lain, pemanfaatan hutan mangrove untuk tambak

kepiting harus pula memperhatikan aspek ekologi, maka kegiatan

pembesaran/penggemukan kepiting dipadukan dengan kegiatan kehutanan dalam

bentuk sistem silvofishery, yaitu menanam pemudaan (anakan) pohon bakau di

sekeliling dan tengah dari tambak pemeliharaan kepiting. Biasanya ukuran anakan

pohon bakau tersebut diambil dari alam dengan ketinggian 20 – 30 cm.

Berdasarkan hasil musyawarah bersama masyarakat nelayan dan petani,

Dinas Perikanan dan Perhutani terlihat jelas beberapa permasalahan yang dihadapi

masyarakat nelayan/petani sekiatar hutan bakau di Desa Cemara Labat. Beberapa

permasalahan prioritas yang dihadapinya adalah:

1. Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di

sekitar hutan bakau masih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar (65%)

4

berpendidikan SD dan bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama

ini masih bersifat turun temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi

modern yang berbasis kemasyarakatan.

2. Desa Cemara Labat dikelilingi perairan, transportasi melalui air

menggunakan speed boat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau melalui

darat memerlukan waktu 4 jam dengan jangkauan yang lumayan sulit, dan

kurang banyak diperhatikan dalam pengembangan perekonomiannya

sehingga daerah ini cukup terpencil.

3. Kegiatan usaha tambak udang yang dilakukan nelayan/petani sangat

tergantung ketersediaan bibit alam yang ikut masuk ke tambak akibat air

pasang tertinggi dan manajemen usaha bersifat tradisional sehingga produksi

dan penghasilan nelayan/petani sangat berfluktuasi.

4. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan sumberdaya

kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat sistem

akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar.

BAB 2. TARGET DAN LUARAN

Target dari kegiatan IPTEKS ini adalah:

1. Menciptakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir,

khususnya di sekitar kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran

kepiting sehingga penghasilannya meningkat.

2. Melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan binaan sekitar tambak

tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery.

3. Membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen

produksi dan manajemen usaha yang baik.

4. Menjaga kesinambungan produksi dan pemenuhanan kebutuhan pasar akan

kepiting bakau.

Sedangkan luaran dari kegiatan IbM ini adalah artikel ilmiah yang

dipublikasikan pada Jurnal Nasional terakreditasi dan produk kepiting bakau

dengan ukuran sesuai permintaan pasar.

BAB 3. METODE PELAKSANAAN

Berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi oleh mitra maka Tim

pengusul kegiatan IPTEKS berkolaborasi dengan instansi terkait (Dinas Perikanan

dan Kelautan, Dinas Kehutanan) berkeinginan mencarikan pencaharian alternatif

dengan tetap menjaga kelestarian hutan mangrove melalui pengembangan

silvofishery yaitu pembesaran kepiting bakau dan penanaman tanaman bakau.

Metode kegiatan IPTEKS kepada mitra meliputi beberapa kegiatan yaitu

pertemuan dan diskusi, penyampaian materi budidaya kepiting bakau, demontrasi

dan redemontrasi serta proses evaluasi.

a. Pertemuan dan diskusi

Pertemuan dan diskusi dilakukan antara Dinas Perikanan dan Kelautan

(khususnya Penyuluh Perikanan), Dinas Kehutanan, Kelompok mitra serta Tim

Pengabdian Kepada Masyarakat LPM Universitas Lambung Mangkurat yang

dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mencari titik temu dalam upaya

pemanfaatan kawasan mangrove untuk pelestarian sumberdaya alam dan

lingkungan.

b. Penyampaian Materi

Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini berupa petunjuk praktis dan

mudah dipahami oleh masyarakat peserta dan diharapkan mampu memeperjelas

apa yang akan disampaikan dalam kegiatan demontrasi dan redemontrasi. Dalam

penyampaian materi diharapkan terjadi komunikasi dua arah, sehingga materi

penyuluhan mampu diserap untuk dipraktekkan nantinya.

c. Demontrasi dan redemontrasi

Demontrasi pemeliharaan kepiting dengan sistem silvofishery dilakukan

oleh Tim Pengabdi dan redemontrasi dilakukan oleh khalayak sasaran, yakni

dengan membuat percontohan pembesaran kepiting bakau pada lokasi yang ideal.

Kegiatan pada bagian ini meliputi :

1. Penyiapan tambak budidaya kepiting bakau dan penyediaan bibit bakau

2. Penyiapan keramba kepiting

3. Perolehan bibit kepiting bakau

4. Pemeliharaan, pemanenan dan penanganan pasca panen

5. Pengelolaan usaha dengan menerapkan manajemen usaha yang baik.

7

Berdasarkan kelima kegiatan pelatihan di atas, maka dapat dideskripsikan

program pelaksanaan kegiatan IPTEKS seiring dengan pelaksanaan pelatihan

meliputi:

1. Penyiapan Tambak (Demplot) dan Bibit Bakau

Dari hasil musyawarah dengan mitra kegiatan, pihak mitra menyediakan

lahan tambaknya untuk dikelola secara tumpang sari artinya tambak yang

digunakan untuk pembesaran (penggemukan) kepiting bakau ditanami dengan

tanaman bakau, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata di tengah-

tengah tambak dan di sepanjang tanggul tambak. Bibit bakau untuk penanaman

dibeli dari mitra, dimana bibit bakau dikumpulkan dari alam. Jumlah tambak

sementara yang akan dikembangkan berjumlah 2 buah, dengan luas masing-

masing sekitar 10 m x 10 m. Penanaman bibit bakau sebagai tanaman sulaman

diletakkan di sela-sela hutan bakau yang telah ada. Apabila beberapa bibit bakau

mati, maka dilakukan penanaman kembali.

2. Penyiapan Keramba Kepiting

Keramba untuk pemeliharaan bibit kepiting berukuran 1 x 2 x 0,2 m yang

didalamnya dibagi sekat-sekat dari bilahan bambu berukuran 20 x 20 cm sehingga

terdapat 25 kotak per unit. Keramba dilengkapi pelampung berupa potongan

bamboo utuh pada kedua sisi panjang yang berlawanan dengan tujuan agar dapat

tenggelam sedalam 15 – 20 cm. Pembersihan atau penyikatan keramba dilakukan

setiap minggu yang ditujukan untuk mengontrol kemungkinan kebocoran.

Keunggulan keramba dalam kegiatan ini adalah mampu menjadi tempat

yang aman untuk pembesaran kepiting karena dapat menghindarkan sifat

kanibalisme terutama saat moulting.

3. Perolehan Bibit Kepiting

Bibit kepiting dikumpulkan nelayan/petani dari kawasan mangrove yang

ada di sekitar desa. Bibit kepiting yang telah tersedia disortir dan ditimbang agar

memiliki ukuran dan berat yang seragam.

4. Pemeliharaan dan Pemanenan

Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam keramba mencakup: pemberian

pakan dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan

makanan berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos

8

(moluska, cacing – cacingan dan lain – lain). Disamping itu juga diberikan

makanan tambahan berupa cincangan ikan rucah laut dan juga ikan rucah tawar

sebanyak 0,5 % dari berat tubuh total kepiting bakau yang dipelihara. Pemberian

pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu antara pukul 09.00 – 10.00 dan sore hari antara

pukul 15.00 – 16.00, dengan menggunakan alat ancau.

Untuk mengetahui pertumbuhan dan perubahan persentase jumlah

makanan yang diberikan selanjutnya maka setiap 15 hari sekali kepiting bakau

diukur beratnya dengan cara sampling. Pada akhir masa pemeliharaan juga

dilakukan pengukuran berat kepiting untuk mengetahui pertumbuhan kepiting

yang dipelihara.

5. Penerapan Manajemen Usaha

Kegiatan manajemen usaha mencakup pembukuan, penghitungan rugi/laba

usaha dan pemasaran produk.

d. Pemantauan dan Evaluasi

Melakukan pemantauan dan evaluasi, mulai dari awal, pertengahan dan

akhir pelaksanaan program.

BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

Perguruan Tinggi Pelaksana IbM

Universitas Lambung Mangkurat memiliki motivasi kuat dalam

mengembangkan diri sebagai sebuah universitas yang turut berperan aktif dalam

meningkatkan daya saing produk lokal terutama produk yang berasal dari

lahan basah, baik di bidang pendidikan dan pengajaran maupun bidang non-

kependidikan untuk mampu berkontribusi dalam meningkatkan daya saing

bangsa. Dengan berbagai hibah kompetetif yang diperoleh oleh Unlam,

maka Unlam berusaha untuk menjadi salah agent dalam mempercepat

pembangunan daerah dan nasional menuju masyarakat yang sejahtera.

Sejak tahun 2014 Unlam berhasil memperoleh bantuan dana dari IDB

melalui program Development and Upgrading of Seven Universities in Improving

the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia, dimana dengan

hibah tersebut pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat ditingkatkan.

Kelayakan dan komitmen Unlam dalam usaha mensinergikan potensi masyarakat

baik dalam dunia pendidikan maupun bidang-bidang lainnya dibawah koordinasi

LPM dan Lembaga Penelitian cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari

pembentukan pusat-pusat layanan yang dapat melayani kebutuhan stakeholder

dan masyarakat terhadap penerapan ipteks.

Sarana penunjang pendidikan dan pelatiha banyak diperoleh dari berbagai

proyek, seperti Proyek DUE-Like, INHERENT, SP4,dan I-MHERE. Lembaga

Penelitian dan Lembaga Pengabdian Masyarakat yang ada di Unlam telah

banyak memberikan fasilitas kepada staf dosen yang ada untuk melaksanakan

kegiatan enelitian maupun pengabdian masyarakat dari berbagai sumber dana

DP2M Dikti, DIPA, A2, DUE-Like, Ristek, INHERENT, MP3EI, IDB, dan I-

MHERE.

Organisasi Tim Pelaksana Program IbM

Tim pengusul kegiatan pengabdian pada masyarakat ini terdiri dari dosen

Fakultas Perikanan dan Kelautan Unlam dengan bidang keahlian Sosial Ekonomi

Perikanan (ketua tim pengusul) dan dosen Fakultas Kehutanan Unlam dengan

keahlian konservasi sumberdaya hutan. Bidang keahlian tersebut sangat

10

bermanfaat dan berkaitan erat dengan topik yang dipilih untuk kegiatan IbM

Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting Bakau Melalui Sistem

Silvofishery yang sedang diusulkan ini, sehingga dengan adanya kegiatan ini

diharapkan dapat lebih mengasah kemampuan dosen di bidang keahlian yang

ditekuninya. Tim pelaksana pengabdian juga dapat menerapkan ilmu yang

dikuasainya untuk kepentingan masyarakat banyak, sehingga ilmu yang

dimilikinya dapat bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat umum

di luar kampus. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa salah satu tugas pokok

dosen adalah melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana salah satunya

adalah melaksanakan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat. Dengan adanya

program Ipteks bagi Masyarakat (IbM) ini, terbuka kesempatan bagi dosen untuk

dapat melaksanakan kegiatan Tri Dharma Peruruan Tinggi.

Program IbM Kelompok masyarakat kawasan hutan mangrove ini

ditekankan pada pengembangan usaha pembesaran kepiting bakau dengan tetap

menjaga kelestarian hutan mangrove. Tim pengusul telah melakukan riset pustaka

dan uji coba mengenai pembesaran kepiting bakau dan bibit bakau secara tepat

yang nantinya akan dilatihkan kepada mitra, serta melatih manajemen usaha yang

baik sehingga usaha pembesaran kepiting bakau dapat berkelanjutan. Pengalaman

kegiatan penelitian maupun kegiatan pengabdian pada masyarakat yang telah

dilakukan oleh Tim Pengusul cukup banyak baik itu penyuluhan, penelitian,

makalah, dan lain-lain. Kegiatan tersebut sebagian besar dapat terlaksana karena

adanya bantuan dana dari DIKTI maupun UNLAM sendiri, baik melalui dana

DIPA Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat maupun DIPA

UNLAM.

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1. Keadaan Umum Usaha Budidaya Perikanan

Kondisi lingkungan lahan tambak di Desa Cemara Labat dan perairan

sekitarnya masih sangat baik dan tidak ada potensi pencemaran sehingga sangat

mendukung usaha budidaya ikan/udang. Permasalahan perairan yang biasa

dihadapi masyarakat adalah pelumpuran di sekitar pantai yang sering terjadi pada

musim tenggara (bulan September – November) akibat alur Sungai Barito

sehingga terjadi pendangkalan, namun pada bulan Desember lumpur susah mulai

terkikis.

Usaha budidaya yang dikembangkan masyarakat berupa tambak udang,

bandeng dan kepiting bakau. Rata-rata luas tambak yang dimiliki masyarakat

adalah ± 8 ha/KK dan telah diusahakan masyarakat dalam ± 5 tahun terakhir.

Usaha budidaya tambak yang dikembangkan masyarakat masyarakat masih

tergolong tradisional karena sumber bibit berasal dari alam, yaitu bibit yang

masuk ke dalam tambak akibat pasang surut air laut. Bibit tersebut dibiarkan

tumbuh dan berkembang dalam tambak dengan sendirinya atau tanpa ada

perlakuan khusus.

Untuk budidaya kepiting bakau biasanya panen dapat dilakukan hampir

sepanjang tahun, yaitu:

1) Pada musim puncak yaitu musim tenggara – barat. Kepiting yang didapatkan

kebanyakan cukup padat (cangkang keras, kaki lengkap, dan ukurannya cukup

besar > 4 ons).

2) Pada musim lainnya yaitu sekitar bulan 12, dimana kepiting yang ditemukan

tergolong BS (belum mencapai size), kurang padat (lemah), dan beratnya

belum mencapai standar. Kepiting kelompok BS ini yang berpotensi untuk

dilakukan penggemukan sehingga waktu pemeliharaan lebih pendek dan

meningkatkan harga jual .

Kepiting bakau hasil pemeliharaan akan dijual kepada pengumpul yang

ada di Desa Cemara Labat, dimana jumlah pengumpul lokal ada 3 orang. Untuk

harga jual kepiting ditentukan sesuai dengan ukurannya (size). Harga kepiting di

tingkat lokal adalah sebagai berikut:

12

Ukuran > 4 ons/ekor = Rp 110.000,-/kg

Ukuran < 4 ons/ekor = Rp 60.000,-/kg

Campuran (tidak seragam; dominan size < 4 ons) = Rp 25.000,-/kg

Hasil analisis usaha pemeliharaan kepiting bakau dalam tambak sistem lepasan

adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting bakau

dalam tambak (sistem lepasan) selama 2 bulan

No. Uraian Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp)

I. Biaya operasional

1 Bibit kepiting bakau 100 kg

(± 400 ekor) 25.000,00 2.500.000,00

Total biaya

2.500.000,00

II. Penerimaan

Produksi 50 kg 60.000,00 3.000.000,00

III. Keuntungan

500.000,00

RCR

1,20

Sumber : Data primer, 2016

5.2. Kegiatan Ipteks Bagi Masyarakat

5.2.1. Sosialisasi dan Demonstrasi

Sosialisasi kegiatan Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting Bakau

dengan Sistem Silvofishery kepada kelompok pembudidaya ikan dilakukan dalam

bentuk ceramah (penyuluhan) langsung di kediaman Kepala Desa Cemara Labat.

Materi sosialisasi meliputi berbagai pengetahuan mengenai manfaat hutan

mangrove, budidaya kepiting bakau dalam karamba dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, serta manajemen usaha budidaya. Sasaran suluh juga

berkesempatan untuk bertanya dan menyampaian permasalahan usaha yang

mereka hadapi, sehingga dapat diketahui tanggapan sasaran terhadap materi

penyuluhan.

Pada awal kegiatan pembesaran kepiting dengan sistem silvofishery

beberapa anggota kelompok pembudidaya dilibatkan langsung, seperti :

a) Persiapan tambak (demplot) dan penyediaan bibit bakau

13

Pihak mitra menyediakan lahan tambaknya untuk pembesaran (penggemukan)

kepiting bakau. Sementara, bibit bakau untuk penanaman dibeli dari mitra,

dimana bibit yang dikumpulkan berasal dari alam seperti Rhizophora

apiculata dan Rhizophora mucronata. Bibit bakau ditanam pada beberapa

bagian di tengah tambak dan di sepanjang pematang tambak. Penanaman bibit

bakau sebagai tanaman sulam diletakkan di sela-sela hutan bakau. Jika terjadi

kematian bibit yang ditanam maka dilakukan penanaman tanaman sulam di

lokasi bibit bakau yang mati tersebut.

b) Penyediaan bibit kepiting

Bibit kepiting dikumpulkan pembudidaya sendiri dari kawasan mangrove di

sekitar desanya atau dibeli dari pengumpul kepiting.

c) Persiapan karamba kepiting. Karamba yang digunakan adalah keranjang

plastik buah yang dibagi menjadi dua bagian dengan menggunakan penyekat

dari kasa nilon, sehingga dalam satu keranjang akan diletakkan dua ekor

kepiting. Karamba dilengkapi pelampung berupa pipa paralon pada kedua sisi

panjang yang berlawanan. Dilanjutkan dengan kegiatan memasang kayu

galam sebagai penghalang agar rangkaian karamba tidak bergerak dan

berpindah tempat.

d) Penanaman bibit

Bibit yang ditebar adalah kepiting yang termasuk kategori BS (bawah standar)

yaitu :

1) kepiting dengan cangkang lemah, capit tidak sempurna/tidak lengkap;

ukuran di bawah standar.

2) kepiting dengan volume/ukuran standar tetapi kondisi tubuh tidak lengkap.

e) Pemeliharaan dan pemberian pakan

Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam karamba mencakup: pemberian pakan

dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan makanan

berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos

(moluska, cacing – cacingan dan lain – lain). Disamping itu juga diberikan

makanan tambahan berupa cincangan ikan rucah laut dan kepiting kecil (piyai)

sebanyak 0,5% dari berat tubuh total kepiting bakau yang dipelihara.

14

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu antara pukul 09.00 – 10.00 dan

sore hari antara pukul 15.00 – 16.00.

5.2.2. Hasil Evaluasi Pengetahuan dan Keterampilan Mitra

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan khalayak sasaran tentang

pembesaran kepiting bakau dengan sistem silvofishery maka dilakukan pendataan

dengan mengajukan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu

kepada khalayak sasaran. Pengajuan daftar pertanyaan dilakukan sebelum dan

sesudah diadakan kegiatan penyuluhan. Daftar pertanyaan secara jelas dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Hasil evaluasi awal dan evaluasi akhir kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis uji dua pihak sehingga akan diketahui perubahan sikap dan

pengetahuan khalayak sasaran. Pada evaluasi awal diketahui bahwa nilai rata-rata

per responden per pertanyaan sebesar 0,94 (Lampiran 2). Setelah dilakukan

penyuluhan terjadi peningkatan pengetahuan pembudidaya dengan nilai rata-rata

per responden per pertanyaan sebesar 2,98 pada evaluasi akhir (Lampiran 3).

Hasil pengujian perbedaan tingkat pengetahuan pembudidaya sebelum dan

sesudah kegiatan penyuluhan diperoleh nilai t hitung sebesar 4,14. Untuk jumlah

responden sebanyak 20 orang dan tingkat kepercayaan () sebesar 95% diketahui

nilai t tabel sebesar 2,093. Kemudian dengan membandingkan antara t hitung

dengan t tabel diketahui bahwa t hitung > t tabel, berarti secara statistik telah

terjadi perubahan sikap dan pengetahuan khalayak sasaran (pembudidaya ikan)

dari yang kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang budidaya

kepiting bakau dengan media karamba, di samping tetap memelihara keberadaan

ekosistem mangrove. Keberadaan hutan mangrove sangat dibutuhkan untuk

melindungi kawasan pesisir dari ancaman gelombang laut dan badai, menjaga

kualitas dan kuantitas suplai air tawar, serta sebagai habitat berbagai jenis ikan

dan biota lainnya sehingga sumberdaya ikan dan perairan lainnya dapat lestari dan

perekonomian masyarakat dapat berkelanjutan.

15

5.2.3. Hasil Pembesaran Kepiting Bakau

Untuk bibit yang ditebar untuk pembesaran adalah benih yang termasuk

kategori BS atau di bawah size (100 – 150 gr per ekor). Hasil penimbangan dan

perhitungan sementara terhadap populasi kepiting bakau yang dipelihara dalam

karamba dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa pemeliharaan kepiting bakau

selama 2 bulan dengan pemberian pakan ikan rucah dan kepiting piyai

menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Untuk penggemukan dilakukan

terhadap kepiting yang beratnya sudah mencapai standar (≥ 4 ons per ekor), tetapi

capitnya tidak sempurna/lengkap dan kurang padat/lembek sehingga harganya

rendah. Untuk mencapai harga standar (berat, capit sempurna dan lengkap, dan

padat) maka dibutuhkan masa penggemukan 1 – 2 bulan.

Tabel 2. Kecepatan pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak kepiting yang

dipelihara dalam karamba contoh, padat penebaran 100 ekor selama 2

bulan

Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Pertumbuhan mutlak (gram)

Rerata Total Rerata Total Rerata Total

120,3 12.030 223 20.030 102 8.000

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Pemanenan dapat dilakukan secara selektif atau total. Pada pemeliharaan

kepiting sistem karamba, pemanenan dapat dilakukan secara selektif karena

kepiting sudah berada dalam karamba sehingga perkiraan berat kepiting dapat

dilakukan dengan cara mengangkat karamba ke permukaan. Kepiting yang

dipanen terlebih dahulu adalah yang telah mencapai ukuran pasar (size) yaitu 4 –

5 ekor/kg. Kepiting yang masih belum mencapai ukuran tersebut tetap dipelihara

di dalam karamba yang sama hingga mencapai ukuran pasar.

Pertambakan yang melakukan budidaya penggemukan kepiting sangat

dipengaruhi oleh daya dukung lingkungan, terutama dalam masalah penyediaan

benih. Daerah yang berdekatan dengan kawasan mangrove memungkinkan

penyediaan benih yang mudah didapat (Direktorat Jenderal Perikanan, Direktorat

Bina Produksi, 1999). Begitu pula dengan pembudidaya Desa Cemara Labat,

usaha tambak mereka cukup dekat dengan kawasan mangrove. Selain itu, kondisi

kawasan mangrove yang terpelihara baik memberikan pasokan bibit kepiting yang

16

cukup berlimpah sepanjang tahun, terutama pada bulan ke-12 (Desember) dimana

kebanyakan kepiting yang ditangkap masih tergolong BS.

5.2.4. Hasil Analisis Usaha Pembesaran

Pembesaran kepiting bakau selama 2 bulan untuk 100 ekor bibit kepiting

(berat total 25 kg) maka didapatkan hasil sebesar 25 - 30 kg berat total.

Pertambahan berat total relatif tetap atau sedikit mengalami kenaikan karena

pengurangan jumlah satuan bibit akibat kematian. Namun berat satuan bibit

mengalami kenaikan, sehingga keuntungan diperoleh dari kenaikan harga yang

diterima.

Tabel 3. Perkiraan biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting

bakau dalam karamba dengan sistem silvofishery selama 2 bulan

No. Uraian Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp)

I. Biaya operasional

1 Bibit kepiting bakau 100 kg

(± 400 ekor) 25.000,00 2.500.000,00

2 Pakan tambahan 240 kg 3.000,00 720.000,00

3 Upah pemeliharaan 2 bulan 300.000,00 600.000,00

Total biaya

3.820.000,00

II. Penerimaan

Produksi 120 kg 60.000,00 7.200.000,00

III. Keuntungan

3.380.000,00

RCR

1,88

Sumber : Data primer yang diolah, 2016

Hasil analisis usaha dalam jangka pendek (selama 2 bulan) menunjukkan

bahwa pembesaran kepiting bakau dalam karamba dengan sistem silvofishery

dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pembesaran

kepiting dalam tambak sistem lepasan, dimana selisih keuntungan yang diperoleh

± Rp 2.880.000,00. Nilai pengembalian atas biaya operasional (RCR)

menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1.000,00 modal yang diinvestasikan akan

diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 880,00 untuk pembesaran kepiting

sebanyak 400 kg.

Pembesaran kepiting bakau dalam karamba memiliki kelebihan secara

teknis dan finansial yaitu mengurangi resiko kepiting hilang atau mati,

17

pertumbuhan (berat) kepiting dapat terkontrol, konsistensi produksi lebih

terjamin, dan memudahkan dalam pemanenan.

5.2.5. Hasil Bimbingan Manajemen Usaha

Hasil kegiatan bimbingan teknis manajemen usaha yang telah

dilaksanakan secara garis besar mencakup beberapa komponen, yaitu keberhasilan

ketercapaian target materi yang telah direncanakan, ketercapaian tujuan pelatihan

dan kemampuan peserta dalam penguasaan materi. Ketercapaian target

penguasaan materi, semua peserta dapat mengikuti seluruh proses pelatihan dari

awal sampai selesai, dan kegiatan yang dirancang 100% terlaksana. Target

penyampaian materi pelatihan juga tercapai karena materi dapat disampaikan

secara keseluruhan. Dengan demikian maka tujuan kegiatan bimbingan teknis

dapat terpenuhi.

Penguasaan kompetensi peserta pelatihan dievaluasi melalui praktik secara

berkelompok. Sebagian besar (70%) peserta pelatihan telah mengetahui dan

mampu menjelaskan pentingnya pencatatan transaksi dalam usaha. Sebanyak 10

orang (50%) telah mau dan mampu melakukan pencatatan transaksi usaha dan 5

orang (25%) telah melanjutkan dengan penyusunan laporan keuangan (laporan

rugi laba dan neraca). Selain itu peserta juga telah berusaha memanfaatkan

informasi dari laporan keuangan tersebut untuk melakukan proyeksi usaha di

masa depan.

Umumnya manajemen usaha yang dilakukan pelaku usaha perikanan di

wilayah pesisir masih mengandalkan jaringan pemasaran yang konvensional

(jaringan pasar tradisional, pembeli tetap). Kondisi ini menyebabkan skala

pemasaran produk dan keuntungan yang diterima produsen masih terbatas.

Padahal potensi pasar produk perikanan masih terbuka luas, terutama bagi pelaku

usaha yang mampu mengelola usaha dengan menjalankan perencanaan dan

strategi pemasaran yang tepat yaitu (1) pengumpulan informasi pasar untuk

mengetahui tipe produk, ukuran, jumlah, harga, waktu, mekanisme distribusi, dan

pelayanan terhadap konsumen; (2) bauran pemasaran : 4P (product, price, place,

promotion); (3) daur hidup produk: perkenalan pasar, pertumbuhan pasar,

kematangan pasar, dan penurunan penjualan; (4) mempertahankan dan

18

memperpanjang tahap kematangan pasar: menjaga kontinuitas suplai, perluasan

pasar, diversifikasi produk, dan pengembangan produk value added.

5.3. Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor pendukung kegiatan ini adalah:

a) Anggota kelompok mitra sangat menyadari pentingnya menjaga sumberdaya

hutan mangrove sehingga mendorong minat mereka untuk mengembangkan

usaha budidaya kepiting dalam karamba dengan sistem silvofishery.

b) Anggota kelompok mitra telah membuktikan bahwa penerapan teknologi

pembesaran kepiting bakau secara optimal akan dapat memberikan

keuntungan finansial yang lebih besar.

c) Anggota kelompok mitra cukup berminat untuk mengelola usaha budidaya

dengan baik dan membuat proposal pengajuan kredit untuk mengembangkan

usaha mereka.

d) Luas lahan pesisir dan perairan yang masih cukup besar dan bersih dari bahan

pencemar sehingga sangat potensial untuk pengembangan usaha budidaya

ikan.

e) Potensi benih kepiting bakau dan sumber pakan tambahan cukup besar dan

tersedia sepanjang tahun.

Faktor penghambat kegiatan ini adalah:

a) Masyarakat nelayan sudah terbiasa dan membudaya untuk hanya berupaya

mencari dan memungut ikan/udang yang ada di wilayah sekitarnya, sehingga

kurang termotivasi untuk membudidayakan ikan/udang.

b) Kondisi jalan desa masih berupa jalan tanah (pengerasan) sehingga

transportasi hasil budidaya dari lokasi produksi ke konsumen kurang lancar,

terutama pada musim penghujan jalan berlumpur dan sulit dilewati.

c) Tingkat pendidikan masyarakat/anggota mitra yang umumnya masih rendah

sehingga membutuhkan pembimbingan yang sangat intensif dan waktu yang

lebih panjang.

5.4. Luaran yang Dicapai

Luaran yang dicapai dari kegiatan ini adalah:

Produk kepiting bakau yang memenuhi ukuran kebutuhan pasar

Artikel ilmiah dengan judul : Ibm Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting

Bakau Melalui Sistem Silvofishery

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa:

Pemeliharaan kepiting bakau selama 2 bulan telah mencapai bobot yang

dibutuhkan pasar yaitu pada kelompok size kedua (< 4 ons) dengan harga

Rp 60.000,00 per kg.

Penggemukan kepiting yang beratnya sudah mencapai standar (≥ 4 ons per

ekor), tetapi capitnya tidak sempurna/lengkap dan kurang padat/lembek maka

harganya rendah. Untuk mencapai harga standar (berat, capit sempurna dan

lengkap, dan padat) maka dibutuhkan masa penggemukan 1 – 2 bulan dengan

harga Rp 110.000 per kg.n

Terjadi perubahan sikap dan pengetahuan khalayak sasaran (pembudidaya

ikan) dari yang kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang

budidaya kepiting bakau dengan media karamba, di samping tetap memelihara

keberadaan ekosistem mangrove.

Terjadi perbaikan pengetahuan dan kompetensi manajemen usaha khalayak

sasaran, yaitu 50% telah mau dan mampu melakukan pencatatan transaksi

usaha dan 25% telah melanjutkan dengan penyusunan laporan keuangan

(laporan rugi laba dan neraca). Selain itu peserta juga telah berusaha

memanfaatkan informasi dari laporan keuangan tersebut untuk melakukan

proyeksi usaha di masa depan.

6.2. Saran

Pelatihan dan pembimbingan yang lebih intensif untuk lebih memotivasi

anggota kelompok dalam mengembangkan usaha pembesaran kepiting bakau

dalam karamba.

Peragaman bobot kepiting yang dibesarkan sehingga saat benih kepiting

melimpah tidak ada benih yang terbuang percuma dan kontinuitas produksi

dapat terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., Haryanti dan A. Sudrajat. 2004. Analisis kebijakan revitalisasi

pertambakan utara Jawa. Laporan proyek, Ringkasan eksekutif. Pusat

Riset Perikanan Budidaya. Jakarta

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.

PT.Gramedia Pustaka. Jakarta.

Mardiana, W. Mingkid dan H. Sinjai. 2015. Kajian Kelayakan dan Pengembangan

Lahan Budiaya Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Desa Likupang II

Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 3 (1): 154 – 164.

Putri, R.A., I. Samidjan dan D. Rachmawati. 2014. Performa Pertumbuhan dan

Kelulusan Hidup Kepiting Bakau (Scylla paramamosain) Melalui

Pemberian Pakan Buatan Dengan Persentase Jumlah Yang Berbeda.

Journal of Aquaculture Management and Technology. 3 (4): 84 – 89.

Pudjiraharjoe, E, 1995. Peranan Akar Bakau sebagai Penyangga Kehidupan Biota

Laut Di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang. Tesis S2

Program Pasca Sarjana UGM., Yogyakarta.

Rangka, N.A. 2007. Status Usaha Kepiting Bakau Ditinjau dari Aspek Peluang

dan Prospeknya. Jurnal Neptunus. 14 (1): 90 – 100.

Sofia, L.A. 2011. Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Kepiting Soka di Lahan

Tambak (Studi Kasus di Desa Pagatan Besar Kabupaten Tanah Laut.

Kalimantan Selatan). Jurnal Al’Ulum. 47 (1) : 29 – 35.

Wibowo, K dan T. Handayani. 2006. Pelestarian Hutan Mangrove Melalui

Pendekatan Mina Hutan (Silvofishery). Jurnal Teknik Lingkungan. 7 (3):

227 – 233.

LAMPIRAN

22

Lampiran 1. Daftar pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan

teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery di

Desa Cemara Labat

DAFTAR PERTANYAAN

No. Pertanyaan Pilihan

A B C D E

1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui

manfaat hutan bakau bagi wilayah pesisir?

2. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui cara

penanaman tanaman bakau?

3. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang

budidaya kepiting bakau?

4. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang

budidaya kepiting bakau sistem karamba?

5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui lokasi

yang cocok untuk peletakan karamba

kepiting?

6. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui jenis

pakan untuk kepiting bakau?

7. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui cara

pemberian pakan untuk kepiting bakau

yang dipelihara?

8. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang

silvofishery?

9. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui

keuntungan pemeliharaan ikan dengan

sistem silvofishery?

10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui model-

model pemeliharaan sistem silvofishery?

Keterangan :

Pilihan Uraian Bobot

A Tidak tahu 0

B Sedikit tahu 1

C Cukup tahu 2

D Banyak tahu 3

E Sangat banyak tahu 4

23

Lampiran 2. Rekapitulasi hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan dan

teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery

anggota kelompok mitra (X)

No.

Resp.

Nomor Pertanyaan Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 2 2 1 2 2 0 0 0 0 11

2 2 2 1 1 2 1 1 0 1 0 11

3 2 1 2 1 1 2 1 0 0 0 10

4 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 10

5 2 2 1 1 1 1 1 0 0 0 9

6 2 2 1 1 2 1 1 0 1 1 12

7 2 2 1 0 0 1 1 1 0 0 8

8 2 1 2 1 1 0 0 1 0 0 8

9 2 2 2 1 1 1 0 0 0 0 9

10 2 2 2 1 1 1 0 0 0 0 9

11 2 2 1 1 0 0 1 0 1 1 9

12 2 1 2 0 1 1 1 0 0 0 8

13 2 1 2 0 0 1 1 1 0 0 8

14 2 2 1 1 1 1 0 1 0 0 9

15 2 1 1 2 2 0 1 0 0 0 9

16 2 1 2 1 1 1 1 0 0 0 9

17 2 1 2 1 1 1 0 0 0 0 8

18 2 1 2 0 1 1 0 1 0 0 8

19 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 12

20 2 1 2 1 0 0 1 1 1 1 10

Xr = 187 (Xr)2 = 34969

Xr = 9,35 Xrp = 0,94

Xr2 = 1781

Keterangan :

Xr : Rata-rata nilai per responden sebelum penyuluhan

Xrp : Rata-rata nilai per responden per pertanyaan sebelum penyuluhan

24

Lampiran 3. Rekapitulasi hasil evaluasi akhir tingkat pengetahuan dan

teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery

anggota kelompok mitra (Y) serta uji kesamaan rata-rata

dengan uji dua pihak

No.

Resp.

Nomor Pertanyaan Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 3 3 4 3 3 3 3 4 2 2 30

2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 26

3 4 3 4 3 4 3 3 2 2 3 31

4 4 3 3 3 4 3 3 3 2 2 30

5 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 29

6 3 4 3 4 4 4 2 3 3 2 32

7 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 31

8 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2 31

9 3 3 3 4 4 3 2 2 3 2 29

10 4 3 2 3 4 4 3 3 3 2 31

11 3 3 4 3 2 4 2 3 2 3 29

12 3 2 4 4 4 4 4 2 3 2 32

13 4 2 3 3 3 2 4 2 3 2 28

14 4 3 2 3 4 2 3 3 3 2 29

15 4 3 2 4 4 3 2 2 2 2 28

16 3 2 3 4 2 3 3 2 2 3 27

17 3 3 3 3 4 3 3 2 4 3 31

18 3 3 3 2 4 3 3 2 4 2 29

19 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 33

20 4 3 3 4 2 2 3 3 3 2 29

Yr = 595 (Yr)2 = 354025

Yr = 29,75 Yrp = 2,98

Yr2 = 17761

Keterangan :

Yr : Rata-rata nilai per responden setelah penyuluhan

Yrp : Rata-rata nilai per responden per pertanyaan setelah penyuluhan

t-hitung = 4,14

t-tabel (20; 5%) = 2,093

t-hitung > t-tabel terjadi perubahan tingkat pengetahuan anggota kelompok

mitra

25

Lampiran 4. Gambaran Ipteks yang ditransfer kepada mitra

TEKNIS BUDIDAYA KEPITING BAKAU

a) Lokasi Budidaya

Tambak pemeliharaan kepiting diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0 meter

dengan salinitas air antara 15-30 ppt.

Tanah tambak berlumpur dengan tekstur tanah liat berpasir (sandy clay) atau

lempung berliat (silty loam); perbedaan pasang surut antara 1,5-2 meter.

Tambak pemeliharaan bandeng maupun udang tradisional dapat digunakan sebagai

tempat pemeliharaan kepiting.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pemeliharaan kepiting,

antara lain: (1) Air yang digunakan bebas dari pencemaran dan jumlahnya cukup;

(2) Tersedia pakan yang cukup dan terjamin kontinyuitasnya; (3) Terdapat sarana

dan prasarana produksi dan pemasarannya, (4) Tenaga yang terampil dan

menguasai teknis budidaya kepiting.

b) Disain dan Konstruksi Tambak

Konstruksi pematang dan pintu air perlu diperhatikan secermat mungkin sehingga

kepiting yang mencapai kondisi biologis matang telur tidak mampu meloloskan

diri, dengan jalan memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat lubang pada

pematang.

Pada pematang dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini akan

mnegurangi kemungkinan lolosnya kepiting.

c) Penebaran

Benih alam didapat secara alami pada saat pasang surut air. Setelah beberapa bulan

mulai dilakukan panen selektif dengan memungut kepiting yang berukuran siap

jual.

Kepiting yang sudah mencapai ukuran tsb dilepas kembali ke dalam petak

pembesaran untuk memperoleh ukuran atau kegemukan yang lebih besar.

Pada budidaya sistem monokultur benih kepiting dengan ukuran benih 20 – 50

gr/ekor ditebar dengan kepadatan 5000-15000 ekor/Ha.

d) Usaha Penggemukan/Pembesaran

26

Penggemukan. dapat dilakukan dengan menggunakan kurungan bambu atau

karamba bambu apung..

Kepiting yang dipelihara pada usaha penggemukan ini adalah kepiting berukuran

ekspor dari jenis kelamin jantan maupun betina yang masih keropos.

Jangka waktu penggemukan sekitar 5-10 hari, kepiting sudah akan menjadi gemuk

dan berisi bila pemeliharaannya secara baik.

Untuk pemeliharaan kepiting berjenis kelamin betina, bahkan akan menjadi

kepiting bertelur. Untuk menghindari mortalitas akibat perkelahian antara jantan

dan betina, sebaiknya pemeliharaan dilakukan secara monosex.

e) Pakan

Berbagai jenis pakan: ikan rucah, usus ayam, kulit sapi, kulit kambing, bekicot,

keong sawah, dll. Ikan rucah segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun kimiawi

dan peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar akan segera

dimakan oleh kepiting.

Pemberian pakan pada usaha pembesaran hanya bersifat suplemen dengan dosis

sekitar 5%.

Kepiting bertelur dan penggemukan, pemberian pakan harus lebih diperhatikan

dengan dosis antara 5-15% dari erat kepiting yang dipelihara.

Kepiting muda membutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk

pertumbuhan dan proses ganti kulit.

Kepiting sedang bertelur kemauan makan akan berkurang dan puncaknya setelah

telur keluar sepertinya kepiting berpuasa.

f) Pasca Panen Kepiting Bakau

Untuk mengatasi kepiting yang baru ditangkap saling capit maka kepiting harus

segera diikat. Penanganan kepiting yang telah disusun dalam keranjang yang perlu

mendapat perhatian ialah tetap menjaga suhu tidak lebih tinggi dari 26°C dan

kelembaban yang baik adalah 95%.

Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga suhu dan kelembaban ideal bagi

kelangsungan hidup kepiting selama dalam pengangkutan ialah : celupkan kepiting

ke dalam air payau (salinitas 15-25‰) selama kurang lebih 5 menit sambil

digoyang-goyangkan agar kotoran terlepas. Setelah kepiting disusun kembali di

dalam wadah. tutuplah wadah dengan karung goni basah.

27

28

29

PERENCANAAN BISNIS

Perencanaan usaha adalah suatu cetak biru tertulis (blue-print) yang

berisikan tentang misi usaha, rincian finansial, strategi usaha, peluang pasar yang

mungkin diperoleh, dan kemampuan serta keterampilan pengelolanya.

Perencanaan usaha sebagai persiapan awal memiliki dua fungsi penting, yaitu : (1)

sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha, dan (2) sebagai

alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar.

Menurut Zimmerer (1993), ada beberapa unsur yang harus ada dalam

perencanaan usaha, yaitu (1) Ringkasan pelaksanaan, (2) Profil usaha, (3) Strategi

usaha, (4) Produk dan jasa, (5) Strategi pemasaran, (6) Analisis pesaing, (7)

Ringkasan karyawan dan pemilik, (8) Rencana operasional, (9) Data finansial,

(10) Proposal/usulan pinjaman, (11) Jadwal operasional. Sedangkan menurut

Peggy Lambing (2000), perencanaan bisnis membuat sejumlah topik, yang

meliputi:

1) Ringkasan eksekutif (executive summary)

2) Pernyataan misi (mission statement)

3) Lingkungan usaha (business environment)

4) Perencanaan pemasaran (marketing plan)

5) Tim manajemen (management team)

6) Data finansial (financial data)

7) Aspek-aspek legal (legal consideration)

8) Jaminan asuransi (insurance requirements)

9) Orang-orang penting (key person)

10) Pemasok (suppliers)

11) Risiko (risk)

Ringkasan eksekutif (executive summary) menjelaskan tentang: (1)

maksud usaha, (2) usulan finansial, (3) permintaan dana, (4) cara menggunakan

dana dan cara pembayaran kembali pinjaman. Secara rinci, komponen-komponen

yang tercantum dalam format usaha tersebut meliputi:

(1) Ringkasan eksekutif (executive summary), dibuat tidak lebih dari dua

halaman yang memuat tentang:

30

a. Nama, alamat dan nomor telepon perusahaan

b. Nama, alamat dan nomor telepon key person

c. Laporan singkat gambaran perusahaan

d. Laporan singkat gambaran pasar untuk produk

e. Laporan singkat gambaran aksi-aksi strategis untuk meraih keberhasilan

perusahaan

f. Laporan singkat gambaran manajerial dan pengalaman teknik dari key

person

g. Laporan keperluan dana dan cara menggunakannya

h. Rekening penerimaan dan neraca saldo

(2) Perencanaan usaha

a. Latar belakang usaha

Laporan singkat sejarah perusahaan

Situasi yang ada saat ini

b. Gambaran usaha secara detail

Keunikan usaha yang dimiliki

Bagaimana keunikan itu menciptakan nilai

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan (seperti harga

persaingan, kualitas, ketahanan, sifat-sifat teknik dan sebagainya)

c. Analisis pasar

Potensi pembeli terhadap barang (dispesifikasikan)

Motivasi mereka membeli

Ukuran pasar (jumlah pelanggan di pasar)

Pembelanjaan total tahunan

Sifat-sifat pembelian, apakah barang tahan lama? Apakah produk

hanya dibeli pada musim tertentu?

Target pasar spesifik, apakah kita mengetahui konsumen potensial

yang akan kita tuju

Pengaruh pasar eksternal, bagaimana masing-masing kekuatan

eksternal mempengaruhi penjualan

Faktor ekonomi, seperti inflasi, resesi dan tinggi-rendahnya tingkat

pengangguran

31

Faktor sosial, seperti usia pelanggan, lokasi, tingkat pendapatan,

ukuran rumah tangga, dan sifat khusus masyarakat

d. Analisis pesaing, memuat gambaran tentang:

Pesaing yang ada, jumlah pesaing yang kita kenal dan kepercayaan

pelanggan terhadap kita

Perusahaan yang mungkin masuk pasar, siapa, kapan, dan mengapa

masuk pasar? Apa dampak dari masuknya pesaing baru terhadap pasar

kita

Kekuatan dan kelemahan pesaing

e. Perencanaan strategi usaha

Rencana untuk memasarkan produk, khususnya yang berkenaan

dengan strategi pemasaran, seperti harga, promosi dan periklanan dan

pelayanan pada pelanggan

Bandingkan produk kita dengan produk yang sudah ada di pasar

f. Spesifikasi organisasi dan manajemen

Bagaimana perusahaan diorganisir baik secara legal (seperti

perusahaan umum, partnership atau yang lainnya) maupun secara

fungsional

Orang-orang kunci dalam perusahaan, beserta latar belakang, dan sifat-

sifat spesifik lain yang mempengaruhi keberhasilan usaha

g. Perencanaan keuangan (finansial)

Jumlah uang yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa

serta untuk operasional usaha

Ciptakan pembelanjaan kas untuk ditujukan kepada bank atau investor

lain yang akan membantu pendanaan perusahaan

Proyeksi biaya operasional secara realistis untuk membiayai material,

tenaga kerja, peralatan pemasaran dan biaya lainnya

Proyeksi dan aktulisasi neraca dan laporan laba rugi perusahaan

Analisis pulang pokok (break even analisis)

h. Perencanaan aksi strategis

Penjelasan misi kita dalam perusahaan

Penampilan tujuan dan sasaran yang spesifik

32

Pernyataan strategi produksi dan pemasaran

Bagaimana strategi akan dikonversikan ke dalam perencanaan

operasional

Prosedur pengawasan untuk menjaga perusahaan dari serangan

Setelah membuat ringkasan eksekutif, langkah berikutnya adalah

menentukan misi usaha (business mission). Misi bisnis menggambarkan maksud-

maksud bisnis dan filosofi manajemen perusahaan. Sebagai contoh dapat dilihat

misi bisnis sebagai berikut:

“Kita yakin bahwa produk yang dibuat memiliki kualitas terbaik dan memiliki

nilai lebih karena berkhasiat untuk menyegarkan tubuh dan dibuat oleh orang-

orang yang berpengalaman selama puluhan tahun”

Selain membuat format ringkasan eksekutif, seorang calon pengusaha juga

harus membuat usulan atau proposal usaha. Usulan usaha dimaksudkan untuk

mengajukan dana kepada penyandang dana, seperti investor, banker dan lembaga

keuangan lainnya yang siap membantu perusahaan. Beberapa aspek yang

biasanya dimuat dalam proposal usaha meliputi: (1) manajemen usaha, (2)

pemasaran, (3) produksi/operasional, dan keuangan perusahaan.

33

Lampiran 5. Dokumen kegiatan Penyuluhan Pembesaran Kepiting Bakau

dengan Sistem Silvofishery

34

35

36

Lampiran 6. Daftar hadir peserta demonstrasi Pembesaran Kepiting Bakau

dengan Sistem Silvofishery

37

Lampiran 7. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan ujicoba

Pembesaran Kepiting dengan Sistem Silvofishery oleh anggota

kelompok pembudidaya

38

39

40

41

42

43

Lampiran 8. Dokumen kegiatan Penyuluhan Manajemen Usaha

44

45

46

Lampiran 9. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan Penerapan

Manajemen Usaha oleh anggota kelompok pembudidaya

47

48

49

50

51

52

Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan IbM

Dokumentasi 1. Sosialisasi IbM Usaha Pembesaran Kepiting Bakau Melalui

Sistem Silvofishery

53

Dokumentasi 2. Penanaman Bibit Bakau

54

Dokumentasi 3. Peralatan dan Pemasangan Karamba Kepiting Bakau

55

Dokumentasi 4. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan

56

Dokumentasi 5. Kepiting Bakau Ukuran (Size) Pasar Hasil Budidaya