krisis spiritual dan moral

Upload: widya-nusantara

Post on 12-Jul-2015

274 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

PROBLEMA PENDIDIKAN DALAM KEHIDUPAN MODERN Oleh : H.M.Alwi Kaderi *

ABSTRAK

Kehidupan modern yang dikenal dengan abad ilmu pengetahuan dan teknologi di samping mempunyai manfaat yang spektakuler bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, dan dunia pendidikan pada khususnya, namun secara bersamaan kehidupan modern juga menimbulkan berbagai problema, dia telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik dan hipokrit, baik bagi kehidupan manusia itu sendiri, maupun terhadap dunia pendidikan. Khusus untuk dunia pendidikan, problema yang ditimbulkannya antara lain adalah : terjadinya kontradiksi antara tujuan pendidikan yang diajarkan di sekolah dengan kondisi kenyataan yang ada di masyarakat. Misalnya, pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengembangkan potensi anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan lain-lain, Namun kenyataan yang ada di masyarakat, betapa banyaknya manusia-manusia yang terpelajar, atau bahkan sudah menyelesaikan berbagai strata pendidikan, dari yang terendah sampai yang teringgi, justru menjadi manusia-manusia yang tercela, karena telah melakukan bebagai kejahatan di masyarakat. Problema lainnya adalah terjadinya komersialisasi pendidikan, bahkan pendidikan di jadikan bisnis. Demikian pula kehidupan modern telah membuat potensi kecerdasan moral para anak didik menjadi lemah, mereka menganggap perwatakan kecerdasan intelektual yang kreatif lebih bisa menjamin segala macam kebutuhan sehari-hari, hingga menjadi materialistis. Sementara potensi Penulis adalah Alumni PPS IAIN Antasari, Tahun 2006, Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam (PPI), Saat ini bertugas sebagai Dosen tetap pada Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin.*

15

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

spiritual dan moral lebih bersifat teoritis dan normatif semata, atau jauh dari kemewahan. Problema lainnya adalah tumbuhnya sikap hidup eksploratifoportunistik, yaitu sikap hidup yang cenderung menciptakan manusiamanusia yang serakah. Kata kunci : Problema, kehidupan modern, Pendidikan.

A. Pendahuluan Era kehidupan modern atau biasa disebut dengan abad cybernetica adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. 1 Dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi ini, manusia merasa lebih mudah, lebih cepat dan lebih merasakan kenikmatan dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup yang belum pernah dicapai selama berabad-abad sebelumnya. 2 Dalam era ini semua yang terdapat di bumi, di air, dan di udara semuanya menjadi sumber dan pendapatan serta penemuan baru bagi manusia. Sekarang semuanya sudah menjadi kenyataan, orang sudah sudah tidak tertarik lagi untuk berdebat masalah bagaimana dan dimana eksestensi itu, tetapi yang penting bagaimana cara menguasainya guna mendatangkan kepuasan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan hidup manusia. Tetapi satu hal yang tidak dapat kita hindarkan, ternyata era kehidupan modern tersebut juga telah menimbulkan berbagai problema bagi masyarakat itu sendiri. Bahkan Suparlan Suhartono mengatakan bahwa dewasa ini di era

pascaindustrialisasi kehidupan manusia (bukan hanya manusia Indonesia saja) dapat dinilai sedang mengalami krisis spiritual dan moral, yang didasarkan pada fakta bahwa di mana-mana, di segala jenjang dan bidang kehidupan, sedang1

M.Jumransyah, Filsafat Pendidikan (Malang : Bayumedia Publishing, 2006) Ibid.

hal.1392

16

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

mengalami krisis kehidupan. 3 Gejala ini muncul akibat secularisme yang tak terbendung yang ditandai oleh dominasi rasionalisasi materialistis yang sarat dengan kepentingan dan mekanisme kehidupan hedonistik. 4 Oleh sebab itu lihat saja betapa banyak masyarakat yang telah mengalami krisis filosofi dalam kehidupannya, mereka seakan lupa akan hakikat eksestensi kehidupannya di dunia ini. Problema kehidupan modern ini juga telah merasuki dalam berbagai ranah kehidupan masyarakat lainnya, tak terkecuali bidang politik, hukum dan lain-lain. Berkembang pesatnya kemajuan teknologi di satu sisi mempermudah bagi kehidupan manusia, akan tetapi di sisi lain menjadi beban terutama karena adanya sejumlah nilai-nilai ikutan dari teknologi yang mebahayakan terhadap generasi muda, yakni nilai-nilai secular, pragmatis dan positivis. 5 Di bidang pendidikan, era kehidupan modern ini juga telah menimbulkan berbagai problema. Misalnya telah terjadinya ketidaksinkronan antara tujuan pendidikan di sekolah dengan pola pikir sebagian masyarakat terdidik yang berkembang di masyarakat, terjadinya komersialisasi pendidikan, penurunan kecerdasan moral anak didik, hingga menyebabkan berkembangnya sikap hidup yang eksploratif-oportunistik bagi para siswa. Dalam kaitan tersebutlah maka tulisan ini mencoba untuk mengungkapkan berbagai problema pendidikan tersebut. khususnya dalam konteks Indonesia. Lalu bagaimanakah solusi yang dapat ditawarkan untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan sebaikbaiknya.

3

Suparlan Suhartono, Filsafat pendidikan, (Jokjakarta, Ar-Ruzz Media, 2007)

hal. 18 Kamrani Buseri, Antologi Pendidikan dan Dakwah, Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer, (Jokjakarta, UII Press, 2003), hal. vii 5 Ibid, hal. xviii4

17

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

B. Problema dalam Kehidupan Modern Satu hal yang tidak dapat dibantah, bahwa dalam kehidupan modern disamping mempunyai pengaruh yang positif berupa berbagai kemajuan dan kemudahan pada berbagai segi kehidupan masyarakat, namun sekaligus dia juga membawa berbagai pengaruh negatif dalam berbagai segi kehidupan. Misalnya bila kita memperhatikan dengan seksama kehidupan manusia pada abad modern (abad ke 21) seperti saat ini, ada beberapa problema berupa pola / pandangan hidup yang negatif yang berkembang pada masyarakat modern, yang antara lain secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Terjadinya Krisis Filosofi Hidup.6

Kehidupan masyarakat manusia di era kehidupan modern dan pasca industrialisasi (tidak hanya di Indonesia) dalam bidang kecerdasan intelektual telah terjadi kemajuan yang sangat pesat, namun dibidang moral dan spiritual justru terjadi yang sebaliknya. Pada bidang tersebut sedang mengalami kemunduran atau krisis yang akut. Asumsi tersebut didasarkan kepada fakta-fakta di mana-mana dan dalam segala strata kehidupan telah terjadi berbagai perbuatan yang tercela dan melanggar hukum. Misalnya betapa banyak mereka yang pintar dan terpelajar, memiliki gelar

kesarjanaan, serta menduduki jabatan terhormat telah menjadi Koruptor , demikian pula betapa banyaknya masyarakat yang tak terdidik, tidak memiliki kepintaran dan tidak punya jabatan terhormat apapun, telah menjadi maling atau menjadi preman. Ada pula mereka yang kebingungan, tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, lalu menjadi pecandu obat-obatan terlarang, pemakai narkoba, ekstasi, sabu-sabu dan pecandu minuman keras, serta melakukan perbuatan-perbuatan amoral lainnya. Dan kondisi

6

Suparlan Suhartono, Op. Cit, hal. 1

18

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

masyarakat seperti tersebut di atas antara lain karena dipicu oleh terjadinya krisis filisofi hidup dalam kehidupan modern, mereka telah lupa akan hakikat keberadaan dan tujuan hidupnya di dunia ini. Di sisi lain berakibat lahirnya berbagai bentuk deviasi dalam prilaku manusia. Manusia modern mengalami sakit secara sosial seperti gejala sosiopati, anomie, alienasi, tress dan lain-lain. 7 Semua indikasi tersebut merupakan akibat krisis filsafat hidup berupa krisis spiritual dan moral yang menimpa masyarakat modern. 2. Terjadinya Kemunafikan di Bidang Politik Tendensi perpolitikan pada era modern ini telah meninggalkan nilai substansial dari politik itu sendiri, yaitu berupa kecerdasan (shrewdness) dalam mengambil kebijakan, dan telah bergeser menjadi Kelicikan (Slyness). Nilai kearifan sebagai landasan moralitas terhadap lingkungan telah diubah menjadi moral negatif, yaitu kelicikan terhadap lingkungan sosialnya. Padahal politik sebagai dikutip oleh Suparlan dalam Chambers, Essential English Dic. : 1995, sebagai . . . that something is politic, . . . mean it is the wisest or most sensible thing to do in circumstances. 8 Dengan kelicikan dalam berpolitik tersebut para politisi dan jajarannya, kadang-kadang menerapkan politik demokrasi dagang sapi dalam menentukan berbagai kebijakan dasar bagi negara. Sehingga dengan demikian membuka kesempatan besar mereka akan mendapatkan

keuntungan yang sebesar-besarnya dari negara. Bagi mereka kekuasaan negara difungsikan sebagai lahan subur untuk eksploitasi habis-habisan demi kenikmatan hidup mereka. Dengan alasan tersebut maka dengan berdalih untuk menegakkan demokrasi George W. Bush memberantas terorisme7 8

Kamrani Buseri, Op. Cit, hal. ix Ibid. hal. 23

19

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

dengan cara invasi ke Irak; demikin pula sudah tidak menjadi rahasia lagi di Senayan telah terjadi banyak kegiatan money politics dalam berdemokrasi; demikian pula dengan dalih hukum, dan asas produga tak bersalah, Lembaga penegak hukum tidak mampu memberantas kejahatan korupsi; dan berbagai kejahatan lainnya. Demikian pula dengan

kemunafikan atau sikap hipokrit ini, maka hampir setiap hari kita menemui orang-orang dengan enteng mengatakan ya untuk yang sebenarnya tidak atau sebaliknya orang dengan gampang mengatakan tidak pada hal mereka mengiyakannya. 3. Terjadinya Ketidak Adilan Dalam Penegakan Hukum Rasa ketidak adilan ini lebih banyak dirasakan oleh negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat perlakuan dari negara super power. Negara-negara berkembang dijadikan objek kekuasaan otoriter oleh kaum kapitalis baik di bidang politik, ekonomi bahkan dibidang hukum telah terjadi krisis berat. Krisis di bidang hukum ini kebanyakan terjadi pada tataran praktik pelaksanaan yang tidak membuahkan rasa keadilan.

Disamping karena hukum memang berdaya, sehingga cenderung menjadi lipe service belaka. Ketidak adilan yang dirasakan oleh pihak yang lemah, dan ketidak berdayaan untuk melawan pihak yang kuat dan otoriter, menimbulkan resistensi dalam bentuk teror dan bertindak anarkis. Bagi mereka tidak ada jalan lain kecuali melalui jalan teror. Tindakan tersebut tercermin dengan jelas dalam berbagai pristiwa berdarah seperti menabrakkan pesawat komersil ke gedung WTC pada 11 September 2001 di Amereka. Peledakan bom pada tanggal 12 Oktober 2004 dan 1 Oktober 2005 lalu di Bali, serta ledakan bom lainnya di berbagai daerah di Indonesia.

20

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

4. Berkembangnya Filsafat Hidup Hedonisme Materialistik. Filsafat hedonisme adalah merupakan doktrin bahwa kebaikan utama dalam kehidupan adalah kenikmatan 9. Dan tipe moden dari hidonisme ini adalah utileiterianisme yaitu suatu teori etika yang menuntut bahwa kegunaan dalam kebahagiaan bagi sebagian besar manusia, harus dijadikan tujuan dan standar ukuran bagi individu, maupun lembaga politik dan sosial. 10 Sebagai akibat dari filsafat hidup hidonisme ini kehidupan dewasa ini dipenuhi oleh berbagai perlombaan. Orang berlomba-lomba makan dan minum secara berlebih-lebihan baik jenis, jumlah dan kelezatannya. Setiap orang berlomba-lomba mencari kemewahan hidup, seperti dengan rumah yang mewah, mobil yang wah, pakaian yang serba mahal, serta segala peralatan yang mewah pula. Karena dari sanalah mereka diasumsikan memiliki harga diri dan martabat kemanusiaan saat ini. Sehingga materi dipandang sebagai segala-galanya. Hanya dengan materilah mereka percaya seseorang bisa mendapatkan arti, posisi, dan peranan. Pada hal fisafat hidup yang demikian itu cenderung akan mendorong perilaku hidup yang biadab dan tak berbudaya, karena demi kenikmatan dan kemewahan hidup terjadilah berbagai kekejaman dengan sesama manusia atau bahkan dengan sesama saudara sendiri, yang akhirnya mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan sosial. Dengan filsafat hidup tersebut, secara tidak sadar, manusia telah kehilangan ruh dan spirit kehidupannya, yaitu kebahagian abadi di kemudian hari. Dengan filsafat hidup materialistik ini

Ali saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasinal, T.Th) hal.180 10 .Ibid. hal. 200.

9

21

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

orang akan lupa siapa dirinya, lupa akan dunia yang sebenarnya, lupa akan asal usulnya, dan bahkan lupa akan tujuan dari keberadaannya di dunia ini. Itulah sedikit gambaran tentang problema kehidupan dalam era kehidupan modern dari sekian banyak dampak negatif yang telah menimpa masyarakat secara luas seperti saat ini. C. Problema Pendidikan Sebagai Akibat Kehidupan Modern Ada berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengaruh kehidupan modern terhadap pendidikan, yang dalam kesempatan ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Terjadinya Kontradiksi Tujuan Pendidikan Dengan Pola Tingkah Laku sebagian Masyarakat Terdidik Manakala kehidupan modern telah mempengaruhi pola,

pandangan dan tujuan hidup masyarakat, berarti semua prolema tersebut juga akan menimbulkan problema terhadap pendidikan, terutama dalam mewujudkan hakekat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Fakta menunjukkan pada saat pendidikan berada pada puncaknya, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri telah berhasil mendorong dinamika kehidupan melaju dengan cepat. Misalnya dahulu, untuk menjadi hartawan, seseorang harus sabar menunggu bertahun-tahun dalam menjalankan usahanya secara konvensional. Sekarang dengan kemajuan teknologi reproduksi dalam waktu singkat para peternak dapat melipat gandakan ternaknya. Dan lain-lain kemajuan yang telah dicapai di era modern pada saat ini. Namun ironisnya pada sisi lain pada saat bersamaan telah terjadi dekadensi moral yang menyedihkan di masyarakat. Lihat saja betapa

22

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

banyak terjadi sikap keserakahan di bidang ekonomi, sikap menonjolkan kekuasaan otoriter di bidang politik, sikap ketidakadilan dalam menerapkan hukum, menghalalkan segala cara demi untuk meraih kenikmatan duniawi. Bahkan kemajuan teknologi tersebut telah disalah gunakan untuk kepuasan diri sendiri namun merugikan bagi orang banyak. Misalnya dalam waktu sekejab orang dapat menjadi kaya raya dengan menggunakan sebuah komputer secara amoral, ia dapat membobol bank dan mendapatkan uang haram miliaran rupiah. dan lainlain. Dalam hubungan tersebut maka bila kita memperhatikan sikap hidup masyarakat seperti tersebut di atas, berarti telah terjadi kegagalan pendidikan dalam mencapai tujuannya. Misalnya sebagaimana yang dianjurkan oleh J.J. Rousseau : . . . education should aim to perfect the individual in all hispowers .. . . . . the education is not to make a soldier, magistrate, or pries, but to make a man.11

Maksudnya . . . pendidikan harus bertujuan

menyempurnakan semua potensi individu. . . . pendidikan bukanlah berfungsi untuk membina manusia menjadi prajurit, pembesar atau hakim, ataupun pendeta, melainkan untuk membina seseorang menjadi manusia. Dan bila dikaitkan dengan tujuan pendidikan dalam Islam, maka para pakar pendidikan Pendidikan Islam telah sepakat bahwa tujuan dari pendidikan serta pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, melainkan untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa keutamaan (fadilah), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, dan11

Brubacher, John S. Modern Philoshopies of Education (Tokyo, Kugakusha Company Ltd., 1962) hal. 114.

23

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran. 12 Atau dengan kata lain kematangan serta integritas kesempurnaan pribadi 13 Faktor dominan terjadinya kontradeksi sebagaimana digambar di atas, dapat disebabkan oleh : Pendidikan tidak difungsikan untuk mengawal teknologi sampai pada tingkat pemberdayaannya. Pendidikan tidak ditumbuh kembangkan dalam perilaku keseharian. Manakala manusia sengaja melepaskan pendidikan atau

pendidikan dilepaskan oleh manusia dari sistem pemberdayaan teknologi secara manusiawi, maka secara otomatis teknologi memberikan

keleluasaan terhadap berkembangnya moral keserakahan. Secara alami, moral tersebut berpengaruh langsung terhadap perluasan ekonomi kapitalistik, kekuasaan politik otoriter, dan ketidakadilan dalam hukum. Persoalannya adalah semua jenis moralitas tersebut cenderung merusak, sedangkan pendidikan cenderung menumbuhkan, dan teknologi sendiri bisa dimamfaatkan oleh manusia secara fleksibel. Dari gambaran tersebut nampak dengan jelas telah terjadi kontradeksi antara tujuan pendidikan yang mulia dengan pola pikir kebanyakan masyarakat modern yang negatif.

Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah, alih bahasa oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Prinsip-Prinsip Dasar pendidikan , ( Bandung, CV Pustaka Setia, 2003), hal 13 13 Muhammad Noor Syam, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Malang : FIP-IKIP, 1973), hal. 76

12

24

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

2. Terjadinya Komersialisasi Pendidikan Sebagaimana telah disinggung terdahulu, bahwa salah satu ciri dari masyarakat modern adalah tumbuhnya sikap hidup hedonisme materialistik. Oleh sebab itu, manakala dunia pendidikan kerasukan moralitas kapitalisme hedonistik, maka orientasi pendidikan pun bergeser ke arah titik kenikmatan ekonomi material. Dan pergeseran orientasi pendidikan seperti ini mendorong penyelenggaraan pendidikan

cenderung komersial. Akibatnya, keluarga mengharapkan puteraputerinya menjadi dokter, insinyur, pejabat, konglomerat dan sebagainya. Karena profesi yang seperti itulah yang paling dekat dengan perolehan uang atau materi yang sebanyak-banyaknya. Sementara bila menjadi orang yang bermoral, beriman, saleh, dan sebagainya sudah tidak populer lagi, karena jauh dari uang dan materi yang banyak. Pada hal perlu kita sadari bahwa watak dari perekonomian material-kapitalistik ini melekat dari mulai titik kebijakan hingga dalam praktik penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu ada berbagai dampak negatif yang diakibatkannya, yang antara lain : a Penjabaran tujuan pendidikan dan materi pendidikan ke dalam kurikulum, di dalam kegiatan pendidikan sekolah, hanya sebatas slogan verbal belaka. b Para pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan sangat kurang memperhatikan penekanan pada persoalan metodologi kependidikan. Yang terjadi justru metode pengajaran terlalu mendapatkan penekanan, sehingga penumbuhan bakat tergantikan sepenuhnya dengan kemampuan reseptik-memoris (hafalan).

25

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

c

Wawasan pendidikan yang seharusnya berorientasi pada proses process oriented ( pada proses ) berubah total menjadi result oriented yang berakibat menjadi tumpulnya kreatifitas individu, hingga berkembang menjadi individu yang memiliki the morality of imitation ( moral peniruan ).

d

Kehidupan sosial di berbagai bidang tidak mengalami mobilitas dinamis yang bergerak ke arah tujuannya. Masyarakat menjadi konsumtif dan tidak produktif. Bahkan manusia saat ini manusia sedang mengalai krisis multi deminsi. 14 Oleh sebab itu secara akumulatif masyarakat modern pada umumnya telah terjebak dalam koridor komersialisasi pendidikan tersebut. Pada hal orientasi pendidikan yang seperti ini kemudian memosisikan dan memfungsikan pendidikan sekolah atau

persekolahan menjadi titik sentral kegiatan pendidikan. Sehingga keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan semua jenjang pendidikan sekolah menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan. Akibatnya, terjadilah pergeseran nilai kualitatif pendidikan menjadi semakin kuantitatif. 3. Potensi Kecerdasan Moral Menjadi Lemah. Pada zaman dahulu, manusia hidup dalam kesederhanaan, sederhana dalam menetapkan tujuan dan sikap hidup serta dalam berprilaku. Demikian pula dalam menggunakan berbagai alat perlengkapan hidupannya. Keharmonisan hubungan individu dengan dirinya sendiri maupun dengan sosialnya masih terjaga, demikian pula hubungan manusia dengan alamnya terselenggara denganSuparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan Media , 2007) hal. 7014

(Sleman Jokjakarta :

Ar-Ruzz

26

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

romantis. Namun sejak manusia berkembang berlipat ganda menururut deret ukur, membuat hubungan harmonis tersebut bergeser menjadi kontradiktif dengan hakikat kodrat keberadaannya. Sejak saat itu kehidupan mulai dihadapkan dengan kelangkaan. Dan kelangkaan tersebut mendorong kreatifitas pikiran untuk menciptakan teknologi dan meningkatnya kemajuan dibidang pendidikan yang pada gilirannya mampu menciptakan era

perindustrian pada abad berikutnya. Namun disadari atau tidak, semua itu ternyata telah merubah perilaku manusia yang didominasi oleh kecerdasan intelektual, tapi dengan potensi kecerdasan spiritual yang tandus, dan akhirnya kecerdasan moralpun menjadi lemah. Hal tersebut terjadi karena perwatakan potensi kecerdasan intelektual yang kreatif lebih bisa menjamin segala macam kebutuhan seharihari, sementara potensi spiritual dan moral lebih bersifat teoritis dan normatif semata. 15 Dalam kondisi demikian, maka watak manusia berubah menjadi penuh dengan persaingan. Pada hal dalam persaingan hanya ada dua hal : yang kuat akan menjadi pemenang, dan yang lemah akan menelan kekalahan. Akibatnya, kehidupan masyarakatpun terpola secara dikotomik menjadi pihak pemenang (winner) dan pihak yang kalah (loser). Struktur masyarakat yang demikian akan menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya sifat dan perwatakan negatif berupa egoistik, oportunistik, manipulatif, koruptif, bahkan demi untuk mendapatkan kemenangan pada saat ini tidak jarang orang akan menggunakan hukum rimba, atau menghalalkan segala cara.

Lihat Suparlan Suhartono dalam Filasafat Pendidikan (Sleman Jokjakarta : Ar-Ruzz Media , 2007) hal. 64-65

15

27

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

Gambaran seperti tersebut di atas telah merasuki seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali para pelajar dan para mahasiswa secara luas. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai pemberitaan media massa, betapa banyak tindakan negatif yang mereka lakukan. Misalnya perkelahian antar sesama mereka, melakukan tawuran, dan berbagai perbuatan anarkis lainnya. 4. Tumbuhnya Sikap Hidup Yang Eksploratif-Oportunistik Dalam era kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan toknologi, telah merubah sifat manusia menjadi begitu pesimistik. Takut tidak mendapatkan bagian dan takut kelaparan pun kemudian menjadi salah satu sisi sifat kehidupan. Di sisi lain, pesimis itu berupa dorongan berlebihan untuk mendapatkan

keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa peduli apakah yang lainnya telah mendapatkan bagian atau belum. Pada hal keduanya, dengan sisi yang sangat berbeda, sama-sama sebagai penyebab tumbuhnya kehidupan eksploratif-oprtunistik. Dan hal inilah yang menjadi titik di mana suatu krisis kehidupan di mulai. Dalam kehidupan yang eksploratif-oportunistik, yaitu sikap dan perilaku bagaimana bisa melipatgandakan sumber daya alam merupakan pilihan dominan. Dan targetnya bukan lagi sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari, melainkan untuk sekunder.16

mencukupi

semua

kebutuhan

yang bersifat

Dengan demikian era kehidupan modern ini, telah terjadi

pergeseran orientasi, watak, sikap dan perilaku kehidupan yang amat memprihatinkan, yaitu dari kebutuhan menjadi keinginan. Pada hal kita mengetahui bahwa kebutuhan itu hanya dalam rangka untuk memenuhi semua keperluannya sehari-hari, sementara bila kebutuhan16

Ibid.

28

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

telah berubah menjadi keinginan maka ia akan menjadi tidak terbatas lagi, yang cenderung untuk berkembang menjadi watak dan perilaku yang serakah. Sifat yang negatif ini tumbuh berkembang secara tepat. Kini keserakahan itu sedang menghancurkan dinding-dinding

integritas diri setiap individu dan integritas sosial dari komunitas perkotaan sampai komunitas pedesaan. Eksplorasi, eksploitasi, monopoli, korupsi, manipulasi, dan sebagainya, sedang menjadi virus HIV ganas yang sedang mewabah di segala lapisan masyarakat tak terkecuali bagi pelajar dan mahasiswa. Khusus pelajar dan mahasiswa, betapa banyak di antara mereka yang tidak mau bersekolah kalau keinginannya untuk memililki fasilitas modern, seperti alat transportasi, alat komunikasi dan lain-lain tidak mereka miliki. Pada hal semua itu belum tentu bermamfaat bagi mereka. sebaliknya bagi mereka yang telah memilikinya justru mereka mamfaatkan untuk hal-hal yang negatif. 5. Tidak Terpadunya Pelaksanaan Pendidikan Secara alamiah-historis terbentuknya kelembagaan pendidikan adalah pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan lembaga pendidikan masyarakat. 17 Oleh sebah itu idealnya pelaksanaan pendidikan yang baik adalah bila dilaksanakan dengan secara terpadu dan seirama, baik pendidikan yang dilaksanakan di dalam lembaga keluarga, pendidikan di sekolah maupun pendidikan dalam lembaga di masyarakat. Pola hidup masyarakat modern yang menganut filsafat hidup hedonisme materialisme, telah menyebabkan mereka disibukkan17

Ibid, hal. 148

29

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

dengan berbagai kegiatan guna mengejar materi yang sebanyakbanyaknya demi kepuasan hidup mereka. Akibatnya pendidikan di dalam keluarga menjadi terabaikan. Pada hal manakala keterpaduan dari lembaga pendidikan telah terganggu, maka hasilnyapun akan menjadi tidak maksimal. Sebab betapapun pendidikan berlangsung secara optimum di dalam lingkungan keluarga, tetapi jika tidak direspon secara tepat dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah, maka akhirnya hanya melahirkan sumber daya manusia yang tidak kreatif, demikian pula sebaliknya. Di lain pihak, bisa terjadi bahwa meskipun pendidikan sekolah mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas (kreatif, kompeten, dan terampil), tetapi jika masyarakat tidak merespon secara adil, dapat dipastikan kemajuan kehidupan masyarakat tetap dalam impian. Oleh sebab itu, jika ditata dalam sebuah gambar, secara fungsional pendidikan sekolah lebih tepat diposisikan pada titik sentral di antara pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat. Posisi ini memberikan arti dan fungsi bahwa pendidikan sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan keluarga dan sekaligus awal atau pintu gerbang memasuki pendidikan masyarakat. Jadi, pendidikan sekolah merupakan lingkaran spiral yang menghubungkan garis-garis

pendidikan keluarga dan masyrakat.

30

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

D. Solusi Mengurangi Problema Negatif di Bidang Pendidikan Akibat dari Pengaruh Kehidupan Modern 1. Dari Segi Pelaksanaan Pendidikan Dari berbagai solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi berbagai dampak negatif dari pengaruh khidupan modern, khususnya yang berkaitan pendidikan antara lain adalah, bahwa dalam melaksanakan pendidikan kita tidak boleh melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam setiap materi yang kita ajarkan. Misalnya yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri, pendidikan tidak cukup hanya dipelajari secara ilmiah teoritis dengan sasaran kecerdasan intelektual semata. Nilai-nilai hakiki dari pendidikan harusnya dipelajari secara seksama dengan sasaran untuk kecerdasan spiritual, untuk kemudian dikembangkan di dalam keseharian kehidupan emosional. Demikian pula dalam bidang politik, hukum dan ekonomi, maka perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Misalnya, politik tidak cukup hanya dipelajari dengan caracara ilmiah, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah mempelajarinya dengan seksama tentang nilai-nilai filosofisnya, untuk kemudian dididikan dan dibudayakan oleh dan kepada siapapun, di manapun dan kapan saja di seluruh bumi pertiwi ini. Di bidang hukum, hukum tidak cukup hanya dipelajari atau diajarkan dengan cara-cara ilmiah semata, tetapi harusnya diajarkan pula secara seksama tentang nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam hukum tersebut, untuk kemudian dididikan dan dibudayakan di dalam kehidupan keseharian masyarakat. Karena nilai-nilai kebenaran dan keadilan hukum bukan sesuatu yang bermasyarakat dengan konkret berupa kecerdasan

31

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

hrus hidup di alam pikiran saja, tapi yang lebih penting dia harus hidup dengan subur di alam perilaku kita masing-masing. Demikian pula dengan ekonomi. Ekonomi tidak cukup bila hanya kita pelajari secara ilmiah teoritis semata, tetapi ia juga memerlukan pendidikan dan pembudayaan di dalam perilaku kehidupan kita dalam bermasyarakat. Berikutnya untuk menangkal tumbuh dan berkembangnya filosofi hidup yang hedonisme-materialistik, maka pendidikan haruslah difungsikan sebagai jalan untuk menuju pencerahan kehidupan dalam arti : a Cerdas dan matang spiritual, yaitu memiliki pengetahuan yang benar tentang hakikat hakikat asal-mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan, sehingga memiliki filsafat hidup yang bersifat spiritualmetafisis. b Cerdas intelektual, yaitu memilki keilmuan meliputi penguasaan bidang studi, kreatif, cakap, dan terapil dalam menjalani kehidupan, sehingga kehidupan ini diliputi dengan sikap ilmiah, sebagai landasan perkembangan hidup. c Cerdas emosional, yaitu perilaku yang senantiasa dikendalikan oleh moral bersyukur, bersabar, berikhlas, sehingga dorongan ke arah keserakahan hidup dapat diatasi. 18 Demikian pula pendidikan agama masih memegang peranan penting untuk dilaksanakan. Pendidikan agama hendaknya dimulai dari keluarga, diikuti dengan di sekolah, dan dengan menggunakan dan moral keseharian dalam

18

Suparlan Suhartono, Op Cit, hal 34

32

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

metodologi yang pas, sehingga pembelajaran mengena pada sasaran dan target yang akan dicapai. 19 2. Menerapkan Filsafat Perennialisme Brameld telah menuliskan tentang Perennialisme sebagai berikut : . . . perennialist reacts against the failures and tragedies of our age by regressing or returning to the axiomatic beliefs about reality, knowledge, and value that he finds foundational to a much earlier age 20 Maksudnya . . . kaum perennialisme mereaksi dan melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan-kepercayaan yang

aksiomatis, yang telah teruji tangguh, baik dalam teori relita, teori ilmu pengatahuan, maupun teori nilai, yang lebih memberi dasar

fundamental bagi abad-abad sebelumnya. Dengan demikian prinsip dari filsafat perennialisme ini adalah sebagai regressive road to culture yakni jalan kembali, atau

mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perennialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis tersebut, prennialisme memberikan pemecahan dengan

Kamrani, Op. Cit. hal. xi Brameld, Theodore, Philosophies of Education in Cultural Perspektive, (New York, Holt, Rinehart & Winston, 1955} hal. 28720

19

33

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

jalan kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap ideal. 21 Pendidikan perhatiannya kepada harus lebih banyak mengarahkan pusat

kebudayaan yang ideal yang telah teruji dan

tangguh. Karena itu Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebudayaan yang ideal. Dan kondisi kebudayaan yang ideal menurut Islam adalah sebagaimana yang menjadi tujuan pokok dari pendidikan Islami itu sendiri. Imam Al-Ghazali berpendapat, sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah azza wa Jalla, bukan pangkat dan bermegah-megahan, dan hendaknya janganlah seorang pelajar itu belajar untuk mencari pangkat, harta, menipu orang-orang bodoh ataupun bermegah-megahan dengan kawan. 22 Perennialisme bersumber kepada dua filsafat kebudayaan, yaitu yang bersifat theologis dan yang bersifat secular. Perennialisme yang theologis inilah yang perlu diterapkan pada saat ini, yaitu yang disesuaikan dengan thelogis yang Islami, yaitu kembali kepada tujuan pokok dari pendidikan Islam ialah untuk mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Dan dalam kaitan tersebut Imam Al-Gazali mengatakan bahwa setiap orang Islam yang matang, dewasa dan sehat akalnya diperintahkan untuk tiga hal berikut : a. Memiliki keimanan yang benar seperti yang digariskan dalam AlQuran dan As-sunnah.

Muhammad Noor Syam, Loc. Cit, hal 296-297 Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar pendidikan Islam Bandung, CV Pustaka setia, 2003), hal. 13-1422

21

34

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

b. Mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk sebagaimana yang digambarkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah; dan c. Bersikap positif terhadap diri, orang lain, dan Tuhan. 23 Penerapan filsafat Perennialisme ini maksudnya adalah bahwa semua dampak negatif yang diakibatkan oleh pengaruh era modernisasi dihadapi dengan lebih mengintensifkan pendidikan dibidang

keagamaan baik pendidikan formal, informal, yang didukung oleh setiap setiap unsur secara terpadu, mulai dari maupun masyarakat pada umumnya. E. Kesimpulan Dari berbagai pemaparan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahun, ternyata telah melahirkan dampak yang luar biasa, di antaranya adalah ia telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik dan hipokrit. Di satu sisi kehidupan modern telah berhasil menunjukkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang spektakuler, namun di sisi lainnya pada pada saat yang bersamaan ia telah menimbulkan berbagai masalah kemanusiaan yang sangat mengkhawatirkan berupa krisis moral yang luar biasa. Semua gejala itu timbul akibat derasnya pengaruh secularisme yang tak terbendung, kehidupan masyarakat telah didominasi oleh rasionalisasi materialistis yang sarat dengan berbagai kepentingan serta menumbuhkan sikap hedonisme materialistik yang luas di masyarakat. Era kehidupan modern ini juga menimbulkan berbagai problema keluarga, sekolah

terhadap dunia pendidikan. Sebagai contoh adalah terjadinya ketidaksinkronanAl-Ghazali, Ghazalis Philosphy of Education alih bahasa oleh Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Gazali, ( Bandung, CV Pustaka Setia, 2005) hal. 7323

35

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

antara tujuan pendidikan yang diajarkan di bangku sekolah dengan pola pikir yang banyak berkembang di masyarakat. Semua itu tentu saja menimbulkan kebingungan bagi para anak didik. Problema lainnya adalah berkembangnya komersialisme pendidikan, serta melemahnya potensi moral yang dimiliki oleh anak didik. Demikian pula makin berkembangnya sikap hidup yang eksploratifoportunistik, yaitu sikap hidup yang mendorong menjadi serakah, monopoli, korupsi, manipulasi dan lain-lain. Salah satu solusi yang ditawarkan dalam menangkal berbagai problema negatif kehidupan modern tersebut adalah, dalam pelaksanaan pendidikan kita tidak boleh melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam setiap materi yang diajarkan. Pendidikan tidak cukup hanya dipelajari secara ilmiah teoritis dengan sasaran kecerdasan intelektual semata, tapi nilai-nilai hakiki dari pendidikan itu hendaknya dipelajari secara seksama dengan sasaran untuk kecerdasan spiritual, untuk dikembangkan di dalam keseharian kehidupan bermasyarakat dengan konkrit berupa kecerdasan emosional. Kita perlu mendorong kembali kemauan kuat untuk mendirikan filosofi kehidupan melalui jalan kependidikan yang sesuai dengan isi dan arti hakikat pendidikan itu sendiri, serta perlu adanya keterpaduan antara ketiga lembaga pendidikan, yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan di lingkungan masyarakat secara berkesinambungan.

36

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

DAFTAR PUSTAKA

Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Pengatar Filsafat Pendidikan, (Surabaya : Usaha nasional, t.th. ) Brameld Theodore, Philoshopies of Education in Cunltural Perspektive, ( New York, Holt, Rinehart & Winstone, 1955 ) Brubacher,John.S Modern Philoshopies of Education Company Ltd, 1962) ( Tokyo, Kugakusha

Gazali Al, Gazali,s Philoshopy of education, alih bahasa oleh Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Gazali, ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2005 ) Kamrani Buseri H, Antologi Pendidikan Islam dan Dakwak, Pemikiran Teoritis Kontemporer, ( Jokjakarta, UII Press, 2003 ) M. Jumransyah H, Filsafat Pendidikan (Malang : Bayumedia Publishing, 2006). Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah, alih bahasa oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan, ( Bandung, CV. Pustaka Setia, 2003 ). Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Malang : FIP-IKIP, 1973). Suparlan Suhartono , Filsafat Pendidikan ( Sleman Jokjakarta : Ar-Ruzz Media, 2007 )

37

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 7 No.11 April 2009

38