koperasi dan perdagangan dalam … · web viewpembinaan koperasi dalam repelita i bertujuan untuk...

117
KOPERASI DAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

Upload: lyxuyen

Post on 28-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KOPERASI DAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BAB XI

KOPERASI DAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

A. KOPERASI

1. Pendahuluan

Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 menetapkan bahwa koperasi akan lebih ditingkatkan peranan dan kemampuannya, agar koperasi tumbuh menjadi lembaga ekonomi yang kuat dan menjadi wadah utama untuk pembinaan kemampuan usaha golongan ekonomi lemah. Sehubungan dengan itu kesadaran berkoperasi perlu ditingkatkan. Langkah-langkah pembinaan dan penyuluhan diarahkan pada peningkatan kemampuan mengelola organisasi ko-perasi, menghimpun dan mengerahkan dana untuk modal, menja-lankan usaha serta menyelenggarakan pengawasan terhadap kope-rasi.

Pembinaan koperasi diarahkan agar rapat anggota benar-be-nar berfungsi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pengurus dan badan pemeriksa dibina supaya bekerja efektif sehingga setiap koperasi akan menjadi wadah usaha yang mampu mening-katkan kegiatan ekonomi dan daya saing dalam pelayanannya ke-pada masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan para anggo-tanya.

Sejak pertengahan Repelita I, dalam melaksanakan pembina-an koperasi, yang diutamakan adalah Koperasi Unit Desa dan Koperasi-koperasi Primer lainnya. Peranan dan kemampuan kope-rasi, terutama KUD, harus disempurnakan dan ditingkatkan agar tumbuh menjadi koperasi primer yang tangguh dan mampu menjadi kekuatan ekonomi desa. Peranan dan usaha koperasi juga diper-luas ke berbagai sektor, seperti pertanian, perindustrian, perdagangan, angkutan, kelistrikan dan lain-lainnya. Dalam Repelita II, III dan IV usaha pembinaan tersebut ditingkatkan.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Usaha pembangunan di bidang koperasi dimaksudkan untuk lebih meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam ke-giatan ekonomi agar dengan demikian tingkat kesejahteraan go-longan tersebut semakin meningkat.

Pembinaan koperasi dalam Repelita I bertujuan untuk meng-usahakan agar kehidupan koperasi kembali kepada alas dan sen-

XI/3

di-sendi dasar koperasi. Untuk itu kebijaksanaan yang telah ditempuh adalah : melaksanakan pembinaan organisasi koperasi dan pembinaan usahanya. Kegiatan yang dilaksanakan berbentuk pendidikan dan latihan keterampilan bagi para anggota pengu-rus dan badan pemeriksa koperasi, serta penyuluhan dan pene-rangan bagi para anggota koperasi dan masyarakat luas dengan harapan agar mereka berminat untuk menjadi anggota koperasi. Pelaksanaan kegiatan tersebut dijalankan dengan satu program pokok, yaitu Program Pendidikan Perkoperasian.

Tujuan pembinaan koperasi dalam Repelita II adalah untuk meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam kegiatan-kegiatan usahanya agar kesejahteraan mereka meningkat. Untuk itu, kebijaksanaan yang ditempuh, adalah: Pertama, meningkat-kan pendidikan perkoperasian, terutama pendidikan dalam bi-dang tatalaksana untuk tenaga di lingkungan koperasi-koperasi primer. Kedua, mengusahakan agar koperasi-koperasi primer memperoleh kesempatan untuk melaksanakan kegiatan usaha. Ke-tiga, mengusahakan agar untuk koperasi-koperasi primer, khu-susnya BUUD/KUD, selalu tersedia dana-dana kredit yang diper-lukan untuk melaksanakan kegiatan usaha masing-masing dengan syarat-syarat yang ringan. Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut dalam Repelita II ditetapkan program pembangunan ko-perasi yang meliputi peningkatan permodalan, bimbingan usaha, pengembangan organisasi, pendidikan dan latihan perkopera-sian, serta peningkatan penelitian mengenai koperasi.

Pembinaan koperasi dalam Repelita III bertujuan untuk meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi, terutama KUD, agar tumbuh menjadi koperasi primer yang tangguh dan mampu menjadi kekuatan ekonomi desa, serta mengantarkan masyarakat menuju kemajuan dan kesejahteraan. Untuk itu, pembinaan kope-rasi diarahkan untuk: (1) meningkatkan kemampuan KUD dan ko-perasi primer lainnya untuk berprakarsa dan berswakarya, (2) meningkatkan kemampuan koperasi sebagai salah satu wadah uta-ma untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah, (3) meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi-koperasi primer lain-nya sehingga mampu melayani kepentingan anggota, (4) mening-katkan peranan koperasi dalam berbagai sektor kegiatan pere-konomian, dan (5) meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi primer lainnya untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi-ko-perasi primer lain dan dengan usaha-usaha bukan koperasi di wilayah atau di daerah masing-masing. Untuk melaksanakan ke-bijaksanaan itu dalam Repelita III ditetapkan dua program po-kok, yaitu Program Pembinaan Kelembagaan Koperasi dan Program Pembinaan Usaha Koperasi. Di samping itu dilaksanakan pula program-program penunjang seperti Program Pendidikan dan Pro-

XI/4

gram Penelitian Koperasi.

Pembinaan koperasi dalam Repelita IV, dalam rangka pe-ningkatan peranan dan kemampuan koperasi, merupakan kelanjut-an pembinaan Repelita-Repelita sebelumnya. Pelaksanaan pembi-naan koperasi dijalankan dengan melanjutkan dua program po-kok, yaitu Program Pembinaan Kelembagaan dan Program Pengem-bangan Usaha Koperasi. Di samping kedua program tersebut di-laksanakan pula Program Pendidikan dan Program Penelitian Ko-perasi sebagai penunjang.

Pembinaan kelembagaan didasari oleh asas dan sendi-sendi dasar koperasi, dengan mengutamakan pembinaan organisasi ko-perasi primer. Dengan dilaksanakannya pembinaan organisasi koperasi-koperasi primer, diharapkan partisipasi para anggota dalam kegiatan ekonomi menjadi semakin besar dan perlengkapan organisasi, seperti rapat anggota, pengurus dan badan peme-riksa semakin dapat berfungsi secara berhasilguna.

Para anggota pengurus dan para anggota badan pemeriksa koperasi-koperasi primer memperoleh pendidikan mengenai pem-binaan organisasi dan tatalaksana koperasi. Para karyawan ko-perasi memperoleh keterampilan sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Bagi para anggota koperasi diselenggarakan ke-giatan penyuluhan perkoperasian. Kegiatan penyuluhan ini di-maksudkan untuk meningkatkan pengertian tentang kewajiban dan hak seseorang sebagai anggota koperasi serta untuk memberikan pengertian tentang cara-cara melaksanakan hak dan kewajiban tersebut.

Di samping itu, juga dilaksanakan kegiatan penerangan dengan tujuan mempertinggi pengertian masyarakat pada umumnya tentang pentingnya berkoperasi. Selanjutnya dilaksanakan pula kegiatan pendidikan tenaga pembina dan penelitian koperasi. Kegiatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pejabat pembina koperasi dalam bidang organisasi, bidang ta-talaksana dan bidang usahanya. Sedang penelitian koperasi pa-da dasarnya dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang di-perlukan sebagai dasar penentuan langkah-langkah dan kebijak-sanaan Pemerintah.

Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, pembinaan kelem-bagaan koperasi diarahkan untuk mencapai delapan tujuan. Per - tama, meningkatkan kemampuan organisasi koperasi, khususnya KUD, dengan mendorong berfungsinya perlengkapan organisasi koperasi dan terwujudnya pembagian tugas yang jelas, sehingga koperasi benar-benar mampu mencerminkan sifat demokrasinya

XI/5

dan mampu mendukung peningkatan usahanya. Kedua, mengembang-kan sistem organisasi intern koperasi agar peranan anggota dalam menentukan kebijaksanaan, partisipasinya dalam kegiatan usaha dan pengawasan, menjadi semakin besar dan sesuai dengan kepentingan bersama. Ketiga, membentuk dan mengembangkan unit-unit organisasi usaha di masing-masing wilayah kerja KUD dan koperasi lainnya sebagai unit organik, sehingga ada pe-ningkatan dalam jangkauan dan mutu pelayanan terhadap anggota koperasi. Keempat, membina dan mengembangkan kemampuan tek-nis, keterampilan manajemen dan jiwa kewirakoperasian para manajer, karyawan, dan anggota Badan Pemeriksa Koperasi, agar koperasi tumbuh menjadi kelompok yang berhasilguna serta mam-pu memberikan pelayanan usaha yang optimal kepada para anggo-tanya. Kelima, mengembangkan dan membina sistem informasi ma-najemen koperasi, sehingga pelaksanaan pengambilan keputusan benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan para anggotanya dengan dukungan informasi yang lengkap dan dapat diandalkan. Keenam, melaksanakan pembinaan dan pengawasan agar perlengka-pan organisasi koperasi sungguh-sungguh dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan fungsinya. Agar Gerakan Koperasi juga dapat melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan, maka akan dikembangkan dan dimantapkan pengembangan Pusat Administrasi Usaha yang dapat mendorong terbentuknya Koperasi Jasa Audit. Ketujuh, meningkatkan dan memperluas kegiatan penyuluhan dan penerangan dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya koperasi dalam membantu meningkat-kan kesejahteraan dan memenuhi kepentingan/kebutuhan mereka, dengan memanfaatkan berbagai media dan metoda yang tepat dan efektif. Kedelapan, meningkatkan apresiasi terhadap koperasi di pelbagai kalangan fungsional, seperti pemuka masyarakat, ilmuwan, wartawan, kelompok tani, kelompok profess dan seba-gainya dengan kegiatan seminar, sayembara karya tulis, rembug desa dan sebagainya.

Dalam rangka meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi, maka di samping diselenggarakan pembinaan kelembagaan, juga dilaksanakan pembinaan usaha. Sebagaimana diketahui, kehidup-an koperasi pada hakekatnya merupakan usaha bersama sesuai dengan kepentingan dan kegiatan ekonomi para anggotanya dalam mewujudkan tujuan bersama, yaitu peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan para anggota koperasi. Pembinaan usaha tersebut dilaksanakan dengan cara-cara berikut: Pertama, memantapkan dan mengembangkan lebih lanjut usaha koperasi primer, khusus-nya KUD, dalam bidang-bidang pelayanan kebutuhan pokok untuk masyarakat, produksi dan pengolahan hasil serta pemasarannya, simpan-pinjam, dan jasa-jasa lainnya, agar tumbuh menjadi suatu lembaga ekonomi yang mandiri, mampu melayani kebutuhan

XI/6

para anggota dan masyarakat di sekitarnya. Kedua, meningkat-kan kemampuan perencanaan usaha koperasi primer. Ketiga, meningkatkan kemampuan koperasi primer untuk memanfaatkan berbagai fasilitas perkreditan yang tersedia untuk pertumbuh-an usahanya. Keempat, meningkatkan dan membina usaha Kopera-si Simpan Pinjam agar mampu berperan aktif dengan efektif da-lam mengisi kebutuhan para anggota koperasi. Kelima, mengem-bangkan kerjasama dan jalinan usaha antara Koperasi Primer dengan dukungan koperasi sekundernya. Keenan, memantapkan dan mengembangkan Pusat-pusat Pelayanan Koperasi sehingga benar-benar dapat berperan dalam mendukung pengembangan usaha KUD dan koperasi primer lainnya.

Program pembinaan kelembagaan dan program pembinaan usaha Koperasi juga dilaksanakan di daerah-daerah transmigrasi dan daerah terpencil.

3. Hasil-hasil yang dicapai

Hasil-hasil pelaksanaan pembinaan koperasi, yang mencakup pembinaan kelembagaan dan pembinaan usaha koperasi sejak Re-pelita I sampai dengan tahap pertama Repelita IV, diuraikan di bawah ini.

a. Pembinaan kelembagaan koperasi

Pembinaan kelembagaan diwujudkan dalam bentuk konsultasi, pemeriksaan pembukuan secara teratur, penyelenggaraan penyu-luhan, penerangan bagi para anggota koperasi dan warga masya-rakat pada umumnya. Pembinaan kelembagaan juga dilaksanakan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi para ang-gota pengurus dan anggota badan pemeriksa koperasi-koperasi primer. Hasil-hasil pembinaan kelembagaan koperasi, antara lain, tampak dalam perkembangan koperasi sebagai berikut.

Kemajuan pembangunan koperasi/KUD terutama ditentukan oleh personil-personil yang ada dalam gerakan koperasi itu sendiri, baik pengurus, badan pemeriksa, manajer, karyawan maupun anggota dan kader koperasi/KUD. Pengetahuan dan kete-rampilan personil-personil tersebut, merupakan salah satu faktor yang menentukan laju perkembangan koperasi/KUD.

Dari Repelita ke Repelita jumlah peserta dan macam jenis kursus pendidikan, latihan dan penataran perkoperasian bagi pengurus, badan pemeriksa, manajer, karyawan, kader maupun anggota koperasi/KUD, terus menunjukkan jumlah yang mening-kat, seperti tercantum dalam Tabel XI-l. Jumlah kader yang

XI/7

memperoleh latihan selama Repelita I merupakan jumlah yang terbesar yaitu sebanyak 30.366 orang. Hal ini karena pada tahun-tahun selama Repelita I kegiatan latihan keterampilan masih ditekankan bagi kader-kader koperasi, yang sekaligus merupakan bentuk kegiatan penerangan/penyuluhan. Sedangkan pada tahun-tahun berikutnya, selama Repelita II dan III jum-lah pendidikan/latihan/keterampilan bagi kader koperasi sema-kin berkurang jumlahnya; dan kegiatan penerangan, latihan dan kaderisasi koperasi dilaksanakan secara terpisah.

Selama Repelita II jumlah dan ragam pendidikan/latihan terus bertambah. Jumlah dan ragam ini juga terus berkembang selama Repelita III, dengan ditambahnya jenis-jenis pendidik-an latihan bagi petugas Pusat Administrasi Usaha (PAU) dan personil PPK. Tabel XI-1 menunjukkan perkembangan jumlah dan jenis pendidikan latihan bagi personil koperasi/KUD tersebut.

Selain itu, untuk lebih mengintensifkan penyebarluasan koperasi dan KUD kepada masyarakat, telah diselenggarakan ju-ga pendidikan perkoperasian bagi kader-kader di lingkungan kelompok masyarakat seperti penyuluh lapangan keluarga beren-cana, pengajar/dosen, pemuka agama dan kader-kader yang ada di lingkungan koperasi pramuka, koperasi mahasiswa, koperasi wanita, koperasi veteran dan sebagainya. (Tabel XI-2).

Dalam usaha memasyarakatkan koperasi, telah diselenggara-kan pula kegiatan penerangan/penyuluhan perkoperasian. Kegia-tan penerangan diselenggarakan dalam bentuk pameran, penulis-an di dalam surat kabar, bulletin, penyebarluasan buku-buku perkoperasian, leaflet, brosur, poster tentang perkoperasian, maupun melalui media elektronika seperti radio, televisi dan pemutaran film. Kegiatan penyuluhan perkoperasian dilaksanak-an dengan kaderisasi maupun kunjungan kerja langsung ke kope-rasi-koperasi dan ceramah.

Hasil pelaksanaan pembinaan di bidang kelembagaan, nampak jelas dari semakin bertambahnya jumlah koperasi sejak tahun 1968 sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel XI-3. Pada tahun 1968 (masa sebelum Repelita I) jumlah koperasi yang ada se-banyak 9.339 buah. Jumlah ini terus bertambah selama Repelita I, II dan III sehingga pada tahun pertama Repelita IV (1984) menjadi 26.179 buah.

Pertambahan jumlah yang cukup menggembirakan terjadi se-lama Repelita I, yaitu dari 9.339 buah pada tahun 1968 menja-di 19.975 buah pada akhir tahun 1973, yang menunjukkan ke-naikan sebesar 113,9%. Namun dalam periode Repelita II (1973

XI/8

TABEL XI – 1PERKEMBANGAN JUMLAH PENGURUS, MANAJER, KARYAWAN

DAN KADER KOPERASI YANG MEMPEROLEH PENDIDIKAN PERKOPERASIAN,1969/70 - 1984/85

(orang)

No. Jenis Pendidikan Repelita I Repelita II Repelita III 1983/84 1984/851969/70-1973/74 1974/75-1978/79 1979/80-1983/84

1. Manajer/Karyawan 2 .407 24 .250 58 .323 16 .414 8 .150

1.1. Manajer 920 5.238 14.531 3.969 3.7331.2. Juru Buku 913 7.498 14.577 4.371 1.346

1.3. Petugas Tehnis Usahal 574 8.566 18.809 7.066 3.071

1.4. Pengamat Kredit - 2.948 3.349 1.008 -1.5. Petugas PAU - - 7.057 - -

2. Pengurus 3 .935 4 .957 16 .211 1 .598 5 .105

3. Badan Pemeriksa - 2 .868 4 .990 4 .053 -

4. Personil PPK 10 .230 461 -

4.1. Manajer - - 2.215 - -

4.2. Kabid Usaha - - 2.246 215 -

4.3. Kabid Keuangan - - 5.769 246 -

5. Kader Koperasi 2) 30 .366 13 .995 14 .060 2 .116 4 .225

Jumlah 36.708 46.070 103.814 24.642 17.480

1).Sejak 1978/79 Jenis kursus bagi petugas Koperasi seperti petugas Gudang, pengamat tata niaga, masinis RMU dan sebagainya dilebur menjadi satu judul.

2).Kader Koperasi yang memperoleh kursus perkoperasian.

XI/9

TABEL XI - 2

PERKEMBANGAN JUMLAH KADER DARI LINGKUNGANKELOMPOK MASYARAKAT DAN KOPERASI GOLONGAN

MASYARAKAT YANG MEMPEROLEH PENDIDIKANPERKOPERASIAN,

1982/83 - 1984/85(orang)

Kelompok Masyarakat/ 1983/84No. Kop. Gol. Masyarakat 1982/83 (Akhir

Repelita III)1984/85

1. Kelompok Masyarakat1.1. Penyuluh Lapangan

keluarga Berencana90 90 -

1.2. Pengajar/Dosen 70 70 869

1.3. Pemuka Gereja 30 30 301.4. Pelatih Dewan Koperasi 120 120 30

1.5. Buruh 120 471 -

2. Koperasi Gol. Masyarakat

2.1. Dilingkungan Koperasi Pemuda*)

282 402 30

2.2. Dilingkungan Kop. Sekolah 335 759 30

2.3. Dilingkungan Kop. Pepabri 150 180 30

2.4. Dilingkungan Kop. Wanita 200 637 26

2.5. Dilingkungan Kop. Wartawan 150 175 -

2.6. Dilingkungan Kop. Veteran 110 110 -

2.7. Dilingkungan Kop. Angkatan 70 70 - Bersenjata (Hankam)

Jumlah : 1.727 3.114 1.045

*) Termasuk di dalamnya adalah Koperasi Pramuka, Koperasi Pondok Pesantren dan Koperasi Mahasiswa.

XI/10

TABEL XI - 3

PERKEMBANGAN JUMLAH KOPERASI SELURUH INDONESIA,1)1968 - 1984

Posisi padaAkhir Tahun

KoperasiNon KUD

Perkembangan(%)

K U D Perkembangan(%)

JumlahKoperasi

Perkembangan(%)

1968 9.339 - - 2)

- 2)

9.339 -

1973 17.614 88,6 2.361 - 19.975 113,9

1978 12.986 -26,33) 4.444 88,2 17.430 -12,73)

1983 18.464 42,2 6.327 42,4 24.791 42,2

1984 19.600 6,2 6.579 4,0 26.179 5,6

1) Mencakup Primer, Pusat, Gabungan dan Induk.2) Data tidak ada, karena KUD baru dibentuk mulai tahun 1973.3) Perkembangan menurun karena kebijaksanaan penggabungan

beberapa koperasi pertanian dan koperasi desa ke dalam KUD.

XI/11

GRAFIK XI – 1PERKEMBANGAN JUMLAH KOPERASI SELURUH INDONESIA

1968 - 1984

XI/12

- 1978) terjadi penurunan jumlah koperasi sebesar 12,7%. Pe-nurunan ini terjadi sebagai akibat dilaksanakannya proses amal gamasi/penggabungan koperasi-koperasi kecil yang ada di daerah pedesaan menjadi Koperasi Unit Desa (KUD).

Dengan demikian maka dalam periode Repelita II tersebut jumlah koperasi non-KUD berkurang sebesar 26,3%, dari 17.614 buah di tahun 1973 menjadi 12.986 buah di tahun 1978. Tetapi jumlah KUD bertambah dengan 88,2%, dari 2.361 buah di tahun 1973 menjadi 4.444 buah di tahun 1978.

Seiring dengan bertambahnya jumlah koperasi, keanggotaan koperasi juga mengalami pertambahan yang pesat sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel XI-4. Peningkatan jumlah anggota yang pesat terjadi dalam periode Repelita I dan Repelita II, sebesar 156,0% sebagai akibat dari hasil kebijaksanaan pem-bentukan KUD sebagaimana diuraikan di atas.

Perkembangan koperasi di bidang kelembagaan, selain dapat ditunjukkan secara kuantitatif dengan bertambahnya jumlah ko-perasi dan jumlah anggota, juga dapat ditunjukkan secara kua-litatif dengan semakin berfungsinya alat-alat perlengkapan organisasi, seperti pengurus, Badan Pemeriksa dan Rapat Anggota Tahunan.

Pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dari Repelita ke Repelita menunjukkan peningkatan sebagaimana terlihat dalam Tabel XI-5. Pada akhir Repelita II dari jumlah koperasi/KUD yang ada baru 19,4% yang melaksanakan RAT. Persentase ini se-cara bertahap terus meningkat. Pada tahun 1984 jumlah kope-rasi/KUD yang melaksanakan RAT telah mencapai jumlah 75,9% dari seluruh koperasi/KUD yang ada.

Di sisi lain kemajuan di bidang kelembagaan juga dapat ditunjukkan oleh hasil upaya menyempurnakan manajemen usaha koperasi, yaitu bertambahnya jumlah koperasi/KUD yang memili-ki manajer-manajer yang terampil, seperti yang dapat dilihat pada Tabel XI-6. Pada tahun 1983, jumlah manajer KUD sebanyak 4.857 orang yang merupakan 76,8% dari jumlah KUD yang ada. Pada tahun 1984, jumlah manajer KUD telah mencapai 6.610 orang, atau 100,5% dari jumlah KUD yang ada. Perkembangan itu antara lain merupakan hasil kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan bantuan manajemen kepada KUD-KUD dengan ditempat-kannya manajer-manajer terampil pada KUD.

b. Pembinaan usaha koperasi

Pembinaan di bidang usaha yang telah dilaksanakan sejak

XI/13

TABEL XI - 4

PERKEMBANGAN JUMLAH ANGGOTA KOPERASI PRIMER,1968 - 1984

Posisi padaAkhir Tahun

AnggotaKoperasiNon KUD

(ribu orang)

Perkem-Bangan(%)

AnggotaKoperasi UnitDesa (KUD)(ribu orang)

Perkem-bangan(%)

Jumlah(ribuorang)

Perkem-bangan(%)

1968 1,509 - - 1) - 1) 1.509 -

1973 513 -66,02) 2.459 - 2.972 97,0

1978 4.494 776,0 3.116 26,7 7.610 156,0

1983 4.073 -9,42) 9.539 206,1 13.612 78,9

1984 4.395 7,9 12.009 25,9 16.404 20,5

1) Data tidak ada, karena KUD baru dibentuk mulai tahun 1973.2) Perkembangan menurun karena beberapa anggota Koperasi Non KUD pindah

menjadi anggota KUD karena kebijaksanaan amalgamasi.

XI/14

GRAFIK XI - 2PERKEMBANGAN JUMLAH ANGGOTA KOPERASI PRIMER

1968 - 1984

XI/15

TABEL XI - 5

PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA TAHUNAN,1968 - 1984

Rapat Anggota TahunanPosisi padaAkhir Tahun

Jumlah Koperasi(KUD dan Non KUD) Realisasi Persentsael)

1968 9.339 - 2) - 2)

1973 19.975 - 2) - 2)

1978 17.430 3.763 19,4

1983 24.791 13.761 59,0

1984 26.179 18.809 75,9

1) Persentase adalah Realisasi RAT tahun bersangkutandibagi dengan jumlah Koperasi/KUD tahun lalu.

2) Data tidak ada, karena RAT baru dimonitor mulai awalRepelita II.

XI/16

TABEL XI - 6KOPERASI DAN NON KUD YANG TELAH MEMPUNYAI MANAJER,

1968 - 1984

Posisi padaAkhir Tahun

Koperasi Non KUD K U D

JumlahKoperasiNon KUD

Manajer % JumlahKUD

Manajer %

1968

1973

1978

1983

1984

9.339

17.614

12.986

18.464

19.600

-1)

-1)

-1)

942

7.510

-

-

-

5,1

38,3

-

2.361

4.444

6.327

6.579

-1)

-1)

-1)

4.857

6.610 2)

-

-

-

76,8

100,5

1) Data tidak ada, karena manajer baru dimonitor mulai awalRepelita III

2) Manager KUD Calon Pegawai Negeri Sementara = 3.394Manager KUD Non Calon Pegawai Negeri Sementara = 3.216

XI/17

Repelita I sampai dengan Repelita III dan tahun pertama Repe-lita IV 1984/85 ini, telah menghasilkan perkembangan seperti yang diuraikan di bawah ini.

1) Permodalan

Tersedianya permodalan yang cukup memadai, merupakan ke-butuhan pokok bagi koperasi untuk dapat melaksanakan kegiat-an-kegiatan usaha. Permodalan koperasi berasal dari simpanan anggota dan dari pinjaman Bank-bank Pemerintah.

Pada Tabel XI-7 dapat dilihat perkembangan simpanan ang-gota yang meningkat dengan pesat dari Repelita ke Repelita. Pada akhir Repelita I, jumlah simpanan anggota sebesar Rp. 6.797,5 juta. Jumlah itu meningkat menjadi Rp. 124.991,0 juta pada akhir Repelita III dan Rp. 131.958,5 juta pada akhir tahun 1984.

Modal usaha koperasi dari permulaan Repelita I sampai akhir Repelita III, yang dapat dilihat pada Tabel XI-7, ber-kembang secara cukup menggembirakan. Modal usaha yang pada akhir Repelita I berjumlah Rp. 21.858,7 juta, pada akhir Re-pelita II meningkat menjadi Rp. 92.905,7 juta, dan pada akhir Repelita III menjadi Rp. 537.600,0 juta. Pada tahun pertama Repelita IV. modal usaha yang telah dimiliki oleh koperasi berjumlah Rp. 467.527,0 juta.

Modal tersebut sebagian diperoleh dari Bank-bank Pemerin-tah. Pinjaman kepada koperasi diberikan dalam bentuk kredit dengan syarat-syarat yang memadai. Sejak tahun 1971 pinjaman tersebut diperoleh dengan jaminan dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK), kemudian dari Perum Pengembangan Keuangan Koperasi (PKK). Pada akhir Repelita I, jumlah kredit yang di-peroleh dengan jaminan dari LJKK berjumlah Rp. 24.060,09 ju-ta. Jumlah ini pada akhir Repelita ke II meningkat menjadi Rp. 147.779,5 juta. Pada akhir Repelita III kredit yang di-jamin oleh Perum PKK berjumlah Rp. 129.663,0 juta. Sedang kredit yang dijamin oleh Perum PKK pada tahun Pertama Re-pelita IV berjumlah Rp. 127.849,0 juta. (Tabel XI-8).

2) Usaha perkreditan

Usaha perkreditan dari Repelita ke Repelita semakin besar terutama yang berupa Kredit Candak Kulak (KCK). Kredit ini merupakan kredit yang diperuntukkan bagi penduduk pedesaan dan dapat diperoleh dari KUD dengan prosedur yang sederhana

XI/18

TABEL XI – 7

PERKEMBANGAN SIMPANAN ANGGOTA, MODAL DANNILAI USAHA KOPERASI,

1968 – 1984

Posisi pada Jumlah Simpanan Perkembangan Jumlah Modal Usaha Perkembangan Jumlah Nilai Usaha PerkembanganAkhir Tahun (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%)

1968 259,9 - - 1) - 1) 73.964,0 -

1973 6.797,5 2.515,4 21.858,7 - 61.513,3 -16,82)

1978 20.074,2 195,3 92.905,7 325,0 162.805,0 164,7

1983 124.991,0 522,6 537.600,0 478,7 2.114.434,0 1.198,8

1984 131.958,5 5,6 467.527,0 -13,03) 1.490.112,3 -29,53)

1) Data tidak ada2) Nilai usaha menurun karena kegiatan usaha KUD masih dalam taraf persiapan3) Perkembangan modal usaha dan nilai usaha menurun karena terpengaruh

oleh adanya kebijaksanaan moneter dan perbankan pada tahun 1983.

TABEL XI - 8

PERKEMBANGAN JUMLAH KUD/NON KUD DAN JUMLAH KREDIT

YANG DIJAMIN OLEH LJKK 1)/PERUM PKK,2)

1973/74 - 1984/85

Posisi pada KUD/NON KUD Jaminanakhir tahun Penerima Kredit (Juta Rp.)

Nilai Kredit(Juta Rp.)

1973/1974

(Akhir Repelita I)

3.431 1.850,5 24.060,9

1978/1979

(Akhir Repelita II)

19.030 21.956,1 147.779,5

1983/1984

(Akhir Repelita III)

2.105 117.202,0 129.663,0

1984/1985 1.125 126.225,5 127.849,0

1) Lembaga Jaminan Kredit Koperasi.2) Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi.

XI/20

dan bunga yang ringan.

Kredit KCK meningkat tidak hanya dalam jumlahnya, tetapi juga dalam jumlah nasabahnya. Dari Tabel XI-9 terlihat bahwa koperasi yang menangani usaha KCK pada akhir Repelita II ber-jumlah 2.196 buah, nasabah yang dilayani 3.073 ribu orang dan jumlah kredit yang diberikan sebesar Rp 18.604,5 juta. Pada akhir Repelita III jumlah koperasi yang melaksanakan bertam-bah menjadi 4.967 KUD, nasabahnya 12.835,9 ribu orang dan nilai kreditnya Rp 145.683,9 juta. Jumlah ini pada tahun 1984 menjadi 4.969 KUD, nasabahnya 13.902,9 ribu orang dan nilai kreditnya menjadi Rp. 166.861,3 juta. Alokasi KCK di setiap propinsi dapat dilihat dalam Tabel XI-10.

3) Pengadaan dan Pemasaran Pangan

Peranan KUD dalam pengadaan dan pemasaran pangan tampak dari perkembangan pembelian gabah dan beras dari petani. Ke-ikutsertaan KUD dalam usaha pengadaan pangan nasional dan sarana penyangga Pemerintah telah dimulai sejak tahun 1973. Peningkatan peranan KUD dalam kegiatan ini tidak hanya ber-tujuan untuk mencapai sasaran dalam pengadaan pangan dan sa-rana penyangga tersebut di atas, tetapi lebih luas lagi, yaitu agar KUD memperoleh kesempatan untuk mengembangkan ke-mampuan usahanya, dan para petani produsen dapat memperoleh jaminan bahwa mereka akan sungguh-sungguh memperoleh harga yang sesuai dengan harga dasar. Dengan demikian KUD dapat se-makin meningkatkan peranannya dalam kegiatan perekonomian pe-desaan.

Perkembangan jumlah KUD yang ikut serta, jumlah gabah se-tara beras yang berhasil dibeli, nilai kredit pengadaan pa-ngan yang diperoleh KUD dapat dilihat pada Tabel XI-11, Tabel XI-12 dan Tabel XI-13. Dari tabel-tabel tersebut tampak bahwa dari Repelita ke Repelita KUD yang ikut melaksanakan pengada-an pangan semakin bertambah jumlahnya. Pada akhir Repelita I, sebanyak 1.558 KUD aktif dalam pengadaan pangan dengan total pengadaan 281,3 ribu ton setara beras. Selama Repelita II jumlah tersebut naik menjadi 2.125 KUD, dengan total pengada-an 444,5 ribu ton setara beras. Pada akhir Repelita III ter-dapat 2.246 KUD yang berhasil melaksanakan pembelian sebanyak 970,1 ribu ton setara beras. Pada tahun pertama Repelita IV telah ikut serta sebanyak 2.291 KUD dengan total pengadaan 2.046,4 ribu ton setara beras.

4) Penyaluran Sarana produksi Pertanian

Dalam Tabel XI-14 terlihat bahwa dalam Repelita I seba-

XI/21

TABEL XI - 9

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KREDIT CANDAK KULAK,

1979 - 1984

Posisi pada

Pelaksana Kredit

JumlahKoperasi

(KUD & NON KUD)

JumlahNasabah(orang)

Jumlah Kredit(juta Rp.)

1979 2.196 3.073.597 18.604,5

1983 4.286 12.835.943 145.683,9

1984 4.969 13.893.891 166.861,3

XI/22

TABEL XI - 10

DATA PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KREDIT CANDAK KULAKDI MASING-MASING DAERAH TINGKAT I

PER AKHIR DESEMBER 1984

Pelaksanaan Pemberian Kredit

No. Daerah Tingkat I/Propinsi

JumlahKoperasi(buah)

JumlahNasabah(orang)

Kredit(juta Rp.)

1. DKI. Jakarta 151 249.547 5.448,62. Jawa Barat 702 2.117.911 19.513,2

3. Jawa Tengah 745 3.412.711 36.715,8

4. DI. Yogyakarta 160 863.470 11.743,55. Jawa Timur 772 3.847.334 38.865,6

6. B a 1 i 117 285.985 4.817,9

7. Nusa Tenggara Barat 103 249.907 3.651,5

8. Nusa Tengggra Timur 63 43.432 523,1

9. Sulawesi Selatan 300 795.330 15.086,7

10. Sulawesi Tengah 60 36.648 385,6

11. Sulawesi Utara 95 162.493 2.522,112. Sulawesi Tenggara 73 50.587 796,6

13. Kalimantan Timur 87 35.812 587,3

14. Kalimantan Selatan 125 106.761 2.137,4

15. Kalimantan Tengah 70 58.872 1.327,316. Kalimantan Barat 90 39.309 543,4

17. D I. A c e h 100 109.721 1.270,718. Sumatera Utara 265 271.033 5.631,819. Sumatera Barat 270 455.009 9.368,7

20. R i a u 99 63.442 1.729,1

21. J a m b i 60 28.659 896,4

22. Sumatera Selatan 110 118.956 1.265,9

23. Bengku1u 83 101.533 1.128,524. Lampung 165 373.799 360,2

25. Maluku 65 10.930 228,5

26. Irian Jaya 31 8.471 283,7

27. Timor Timur 6 5.229 32,2

Jumlah : 4.967 13.902.891 166.861,3

XI/23

TABEL XI - 11

PERKEMBANGAN PENGADAAN PANGAN (GABAH/BERAS)OLEH KUD,

1973/74 - 1984/85

TahunJumlah Pembelian yang Dilakukan

KUD Setara Beras 1)(ton)

1973/74 1.558 281.302

(Akhir Repelita I)

1978/79 2.125 444.530

(Akhir Repelita II)

1983/84 2.246 970.078

(Akhir Repelita III)

1984/85 2.291 2.046.428

1) Dari data yang ada tidak dapat dibedakan antara yang dilaksanakan oleh KUD masing-masing secara murni dan yang dilaksanakan dengan kerjasama dengan pengusaha bukan KUD.

XI/24

TABEL XI - 12

PERKEMBANGAN PENGADAAN PANGAN (GABAH/BERAS)OLEH KUD, 1973/74 - 1984/85

JUMLAH PENJUALAN

Tahun BULOG (Stok Nasional) PUSKUD (Pasaran umum)

KUD Setara Beras(ton)

KUD Setara Beras(ton)

1973/74

(Akhir Repelita I)

1.469 198.356 523 22.464

1978/79

(Akhir Repelita II)

1.458 277.371 1.951 142.222

1983/84

(Akhir Repelita III)

1.849 842.433 1.479 63.655

1984/85 2.177 1.917.816 1.695 106.475

XI/25

TABEL XI - 13

PERKEMBANGAN PERKREDITAN PENGADAAN PANGAN YANG DIPEROLEH KUD,1973/74 - 1984/85

Pagu Kredit yang tersedia Perjanjian Kredit

TahunKUD (juta Rp) KUD (juta Rp)

L973/74

(Akhir Repelita I)

1.847 13.077,4 2.269 10.666,0

L978/79

(Akhir Repelita II)

2.554 17.998,9 2.202 17.174,2

L983/84

(Akhir Repelita III)

3.483 49.000,0 2.394 36.084,1

1984/85 3.345 46.898,4 2.368 40.712,3

XI/26

TABEL XI - 14

PERKEMBANGAN PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK OLEH KUD,1973/74 - 1984/85

Musin Tanam Pupuk ( ton )

KUD Penerimaan Penyaliran

1973/74

(Akhir Repelita I)

1.623 332.305 314.010

1978/79

(Akhir Repelita II)

2.825 385.333 299.528

1983/84

(Akhir Repelita III)

3.647 697.267 458.078

1984/85

(Musim Tanam 1984)

3.555 252.950 143.398

XI/27

nyak 1.623 buah KUD aktif dalam kegiatan penyaluran pupuk dengan jumlah pupuk yang berhasil disalurkan sebanyak 314 ribu ton. Pada akhir Repelita II terdapat 2.825 KUD yang ak-tif dalam kegiatan penyaluran pupuk dan mereka berhasil me-nyalurkan pupuk sebanyak 299,5 ribu ton. Pada akhir Repelita III, sebanyak 3.647 KUD aktif dalam kegiatan penyaluran pupuk dengan jumlah yang disalurkan sebanyak 458,1 ribu ton. Pada tahun 1984/85, KUD yang ikut serta menyalurkan pupuk ber-jumlah 3.555 buah dan seluruhnya telah menyalurkan 143,4 ribu ton pupuk kepada petani.

KUD yang melakukan penyaluran obat-obatan pertanian dalam Repelita I berjumlah 297 buah dan seluruhnya berhasil menya-lurkan 56,2 ribu kg/lt kepada para petani. Dalam tahun ter-akhir Repelita II terdapat 2.190 KUD yang seluruhnya berhasil menyalurkan obat-obatan kepada petani sebanyak 1.895,7 ribu kg/lt. Sedang pada akhir Repelita III sebanyak 2.645 KUD melaksanakan penyaluran obat-obatan sebanyak 3.728,3 ribu kg/lt. Dalam Musim Tanam 1984, tahun pertama Repelita IV, 2.365 KUD ikut serta dan secara keseluruhan telah menyalurkan obat-obatan pertanian kepada para petani sebanyak 532,2 ribu kg/lt. Penurunan jumlah pupuk dan obat-obatan yang disalurkan oleh KUD pada tahun pertama Repelita IV terutama disebabkan oleh belum tersedianya data musim tanam yang kedua. (Tabel XI-15).

5) Pemasaran Hasil Perkebunan Rakyat

Komoditi-komoditi perkebunan rakyat yang mempunyai poten-si untuk dikembangkan, seperti kopra, cengkeh, tebu rakyat dan lain sebagainya, telah merupakan komoditi yang sebagian dari pemasarannya diusahakan oleh koperasi/KUD.

Perkembangan pemasaran kopra yang dilaksanakan oleh kope-rasi dapat dilihat dalam Tabel XI-16. Pada akhir Repelita I terdapat 53 koperasi yang melaksanakan pembelian kopra seba-nyak 8,2 ribu ton seharga Rp. 348,1 juta dan dari jumlah itu yang dijual 6,5 ribu ton senilai Rp. 339,5 juta. Pada akhir Repelita II terdapat 208 koperasi yang aktif dalam pemasaran kopra. Kopra yang dibeli oleh koperasi tersebut mencapai 134,7 ribu ton dengan nilai Rp. 13.976,6 juta, dan jumlah yang dijual mencapai 127,3 ribu ton senilai Rp. 15.467,9 ju-ta. Jumlah pembelian oleh 191 koperasi pada akhir Repelita III berjumlah 56,9 ribu ton dengan nilai Rp. 9.646,1 juta, dan penjualannya mencapai 55,5 ribu ton senilai Rp 10.288,9 juta. Pada tahun 1984, terdapat 202 koperasi yang melaksana-kan pembelian 47,1 ribu ton kopra dengan nilai Rp. 14.980,8

XI/28

TABEL XI - 15

PERKEMBANGAN PENGADAAN PESTISIDA OLEH KUD) 1973/74 - 1984/85

Obat-obatan (kg/lt)

Musim TanamKUD Penerimaan Penyaluran

1973/74

(Akhir Repelita I)

297 106.702 56.178

1978/79

(Akhir Repelita II)

2.190 2.464.888 1.895.677

1983/84

(Akhir Repelita III)

2.645 5.826.506 3.728.319

1984/85

(musim tanam 1984)

2.365 2.482.161 532.167

XI/29

TABEL XI - 16

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI DALAM BIDANG PERKOPRAAN,

1978 - 1984

TahunJumlah

Koperasi

Pembelian Penjualan

(ribu ton) (juta Rp ) (Ribu ton) (juta Rp )

1973 53 8,2 348,1 6,5 339,5

1978 208 134,7 13.976,7 127,3 15.467,9

1983 191 56,9 9.646,1 55,5 10.288,9

1984 202 47,1 14.980,8 .45,1 10.061,6

XI/30

juta, dan menjual 45,1 ribu ton kopra senilai Rp. 16.061,6 juta.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan harga dasar ceng-keh, pada tahun terakhir Repelita II terdapat 35 KUD yang me-laksanakan pembelian cengkeh dan seluruhnya berhasil mengum-pulkan 1,7 ribu ton dengan nilai Rp. 6.774,8 juta, dan menju-al sebanyak 1,3 ribu ton senilai Rp. 5.073,4 juta. Jumlah KUD yang mampu melaksanakan pemasaran cengkeh pada akhir Repelita III mencapai 264 buah yang seluruhnya berhasil melaksanakan pembelian 20,4 ribu ton cengkeh dengan nilai Rp. 152.853,8 juta, dan menjual 19,1 ribu ton senilai Rp. 157.395,2 juta. Pada tahun 1984 terdapat 228 KUD yang membeli 7,7 ribu ton cengkeh dengan nilai Rp. 18.538,7 juta dan menjual 7,9 ribu ton dengan nilai Rp. 64.397,7 juta. Angka-angka perkembangan pemasaran cengkeh tersebut dapat dilihat dalam Tabel XI-17.

Sejak tahun 1980/81, tahun ke dua Repelita III, KUD di Jawa memperoleh kesempatan untuk mengadakan kegiatan usaha Tabu Rakyat Intensifikasi (TRI). Pemberian kesempatan kepada KUD untuk mempunyai kegiatan di bidang TRI dimaksudkan untuk melayani petani tabu, terutama dalam hal perkreditan dan pe-masaran gula yang merupakan bagian mereka.

KUD yang aktif dalam kegiatan TRI pada akhir Repelita III berjumlah 712 buah dan kredit yang ditangani seluruhnya sebe-sar Rp. 155.730,0 juta. Pada tahun pertama Repelita IV 1984/ 85 jumlah KUD yang aktif dalam kegiatan TRI naik menjadi 716 buah dan kredit yang ditangani sebesar Rp. 103.138,0 juta. Perkembangan jumlah KUD dan kredit yang ditangani dalam rang-ka menunjang kegiatan TRI dapat dilihat dalam Tabel XI-18.

Dalam rangka penjualan gula milik para petani kepada sub-sub Dolog, pada akhir Repelita III, terdapat 696 KUD yang memperoleh kredit sebesar Rp. 264.018,0 juta, dan KUD-KUD tersebut telah menjual sebanyak 568,1 ribu ton gula kepada sub-sub Dolog setempat.

6) Usaha Perikanan Rakyat

Kegiatan koperasi dalam pengelolaan komoditi perikanan rakyat telah dilaksanakan sejak Repelita I terutama kegiatan yang berupa pemasaran hasil perikanan. Kegiatan itu dilaksa-nakan di daerah-daerah yang mempunyai potensi perikanan rak-yat yang besar, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan

XI/31

TABEL XI - 17

PERKEMBANGAN USAHA DALAM PEMASARAN CENGKEH,

1978 - 1984

TahunJumlah

KUDPembelian Penjualan

ton (juta Rp.) ton (juta Rp.)

1978 35 1.683,8 6.774,8 1.254,8 5.073,4

1983 264 20.380,5 152.853,8 19.130,4 157.395,2

1984 228 7.659,7 18.538,7 7.924,4 64.397,7

XI/32

TABEL XI – 18PERKEMBANGAN KREDIT PRODUKSI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI

OLEH KOPERASI UNIT DESA,

Tahun

1983/84 - 1984/85

Jumlah KUDRealisasi

Kredit(juta Rp.)

1983/1984(Akhir Repelita I I I )

712 155.730,0

1984/1985 716 103.138,0

XI/33

Barat, Maluku dan beberapa daerah lain.

Pada permulaan Repelita I sebanyak 520 buah koperasi de-ngan anggota sebanyak 37.138 orang aktif dalam usaha perikan-an rakyat dan nilai usahanya seluruhnya sebesar Rp. 1.224,0 juta. Jumlah ini meningkat selama Repelita II dan III sehingga pada akhir Repelita III jumlah koperasinya menjadi 615 buah dan nilai usahanya mencapai Rp. 70.070,0 juta dengan anggota berjumlah 133.802 orang. Pada tahun pertama Repelita IV 1984/85 jumlah tersebut bertambah menjadi 645 buah koperasi, dengan anggota 148.520 orang dan nilai usaha sebesar Rp. 71.434,0. (Tabel XI-19).

7) Usaha Peternakan Rakyat

Pembinaan koperasi-koperasi yang menangani kegiatan usaha peternakan rakyat telah diselenggarakan sejak akhir Repelita II. Di bidang peternakan rakyat koperasi-koperasi melaksanakan kegiatan yang meliputi usaha penyaluran sarana produksi peternakan, peralatan peternakan, makanan ternak dan obat-obatan, pelayanan kesehatan ternak, dan pemasaran hasil pe-ternakan.

Pada akhir Repelita II terdapat 113 buah koperasi yang bergerak di bidang peternakan. Jumlah anggotanya sebanyak 7.096 orang, dan nilai usahanya Rp. 477,4 juta. Pada akhir Repelita III terdapat 491 buah koperasi dengan anggota 48.383 orang, dan nilai usahanya mencapai Rp. 61.046,5 juta. Pada tahun pertama Repelita IV jumlah koperasi tersebut meningkat lagi menjadi 514 buah, anggotanya 51.673 orang dan nilai usa-hanya menjadi Rp. 87.344,5 juta. (Tabel XI-20).

Sejalan dengan perkembangan koperasi-koperasi peternakan rakyat, jumlah koperasi peternakan dan KUD-KUD unit peternakan sapi perah/susu dan jumlah anggotanya dari tahun ke tahun meningkat.

Pada tahun 1978 terdapat 11 koperasi yang mengelola pro-duksi dan pemasaran susu sapi dengan 2.174 orang anggota, yang seluruhnya menghasilkan produksi susu 3 , 8 juta liter. Pada akhir Repelita III jumlah koperasinya meningkat menjadi 173 buah, anggotanya menjadi 41.732 orang dan produksinya 130 juta liter. Pada tahun 1984 terdapat 182 koperasi/KUD peter-nakan sapi perah/susu dengan anggota sebanyak 42.194 orang yang seluruhnya menghasilkan produksi susu sebanyak 195 juta liter. (Tabel XI-21).

XI/34

TABEL XI - 19

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI PERIKANAN RAKYAT,1973 - 1984

Tahun Jumlah Koperasi Jumlah Anggota Nilai Usaha(juta Rp.)

1973 520 37.138 1.224,0

1978 526 51.793 2.648,9

1983 615 133.802 70.070,0

1984 645 148.520 71.434,0

XI/35

TABEL XI - 20

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI DI BIDANG PETERNAKAN,1978 - 1984

Tahun Jumlah Koperasi Jumlah Anggota Nilai Usaha(juta Rp.)

1978 113 7.096 477,4

1983 491 48.383 61.046,5

1984 514 51.673 87.344,5

XI/36

TABEL XI - 21

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI SUSU/KUD UNIT-SUSU,

1978 – 1984

Jumlah Sapi Betina 1)

TahunJumlahKoperasi

JumlahAnggota(Orang)

Populasi(ekor)

LaktasiProduksiSusu

(juta lt)

ProduksiSusu

per ekor% (ekor)

1978 11 2.174 16.458 30 4.937 3,8 3,2

1983 173 41.732 117.450 50 58.725 130,0 9,2

1984 182 42.194 161.000 55 88.550 195,0 14,0

1) Rata-rata Produksi per ekor per hari

XI/37

8) Usaha di bidang Kerajinan Rakyat dan Industri Kecil

Perkembangan usaha di bidang Kerajinan Rakyat dapat dili-hat dalam Tabel XI-22.

Pada tahun 1973 jumlah koperasi yang menangani usaha ke-rajinan rakyat sebanyak 437 koperasi, dengan jumlah anggota 39.774 orang dan nilai usaha sebesar Rp. 23.754,4 juta. Pada akhir Repelita II koperasi yang berkegiatan di bidang keraji-nan rakyat berjumlah 318 buah dengan anggota sebanyak 32.348 orang dan nilai usahanya mencapai Rp. 22.498,3 juta. Dan pada akhir Repelita III jumlah koperasi yang bekerja di bidang ke-rajinan rakyat bertambah menjadi 675 buah, anggota bertambah menjadi 65.201 orang dan nilai usahanya menjadi Rp. 208.167,6 juta. Sedangkan pada tahun pertama Repelita IV jumlah kopera-sinya menjadi 850 buah, anggotanya menjadi 79.745 orang dan nilai usaha seluruhnya mencapai Rp. 550.750,8 juta.

Produksi tahu-tempe merupakan salah satu usaha koperasi yang berkembang cepat. Kegiatan koperasi dalam produksi tahu-tempe dimulai pada tahun 1979 dan sejak itu telah berkembang. Pada Tabel XI-23 terlihat bahwa pada tahun 1982, koperasi produsen tahu-tempe berjumlah 67 buah, anggotanya 18.286 orang, permodalannya Rp. 2.449,7 juta. Pada tahun itu kedelai yang disalurkan berjumlah 53.175,6 ton. Pada akhir Repelita III jumlah koperasi produsen tahu-tempe tetap 67 buah, anggo-tanya sedikit menurun menjadi 17.158 orang. Tetapi pada waktu itu permodalannya meningkat menjadi Rp. 29.605,3 juta. Jadi walau jumlah koperasinya tidak berkembang, intensitas usaha koperasi tahu-tempe selama Repelita III sangat meningkat. Pa-da tahun 1984, anggotanya berjumlah 30.524 orang dan permo-dalannya mencapai Rp. 33.926,4 juta.

9) Penyaluran barang kebutuhan pokok

Dalam upaya memenuhi barang kebutuhan pokok koperasi ang-gota PUSKUD telah melaksanakan penyaluran gula pasir dan te-pung terigu. Kegiatan penyaluran gula pasir dan tepung terigu tersebut dilaksanakan di seluruh propinsi di Indonesia.

Kegiatan usaha penyaluran gula pasir dirintis untuk per-tama kali pada tahun 1979. Pada tahun itu telah berhasil di-salurkan sebanyak 19.417 ton. Pada akhir Repelita III jumlah itu telah meningkat menjadi 529.052 ton. Pada tahun pertama Repelita IV telah berhasil disalurkan sebanyak 425.553 ton gula pasir. (Tabel XI-24).

XI/38

TABEL XI - 22

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI KERAJINAN RAKYAT,

1973 - 1984

Tahun JumlahKoperasi

JumlahAnggota

Nilai Usaha(juta Rp )

1973 437 39.774 23.754,4

1978 318 32.348 22.498,3

1983 675 65.201 208.167,6

1984 850 79.745 550.750,8

XI/39

TABEL XI - 23PERKEMBANGAN KOPERASI PRODUKSI TAHU TEMPE,

Tahun Koperasi

1962 – 1984

Volume PenyaluranKedele (ton)Anggota Permodalan

(juta Rp )

1982 67 18.286 2.449,7 53.175,6

1983 67 17.158 29.605,3 84.483,8

1984 67 30.524 33.926,4 87.523,9

XI/40

TABEL XI - 24

PERKEMBANGAN PENYALURAN GULA PASIROLEH KOPERASI ANGGOTA PUSKUD,

1979 - 1984

Tahun Jumlah Penyaluran (ton)

1979 19.417

1983 529.052

1984 425.553

XI/41

Demikian juga penyaluran tepung terigu oleh koperasi yang dirintis pertama kali tahun 1979. Tepung terigu yang disalur-kan oleh koperasi pada tahun 1979 berjumlah 4.162 ton. Pada akhir Repelita III jumlahnya mencapai 93.682 ton dan pada ta-hun 1984 jumlah tersebut meningkat menjadi 100.867 ton. (Tabel XI-25).

10) Koperasi Jasa Angkutan

Koperasi yang bergerak di bidang jasa angkutan telah di-galang pembinaannya dengan intensif sejak permulaan Repelita III. Janis jasa angkutan yang dikelola oleh koperasi meliputi jasa angkutan darat, jasa angkutan laut dan jasa angkutan sungai.

Di bidang jasa angkutan darat dewasa ini ada 108 buah koperasi yang tersebar di 25 propinsi dengan jumlah anggota sebanyak 22.850 orang, dengan jumlah armadanya sebanyak 5.650 unit.

Di bidang jasa angkutan laut/sungai terdapat sebanyak 37 buah koperasi yang tersebar di 17 propinsi. Jumlah anggotanya 3.242 orang dan jumlah armada yang dikelolanya 394 unit.

11). Pemasaran Jasa Kelistrikan

Pengembangan pemasaran listrik pedesaan oleh koperasi di-laksanakan bekerja sama dengan Perusahaan Umum Listrik Nega-ra. Secara bertahap, sesuai dengan kemampuan koperasi-kopera-si yang ada, khususnya KUD diberi kesempatan sebagai distri-butor dalam listrik pedesaan. Sekarang koperasi-koperasi ter-sebut bertanggungjawab secara bersama-sama atas pemanfaatan tenaga listrik yang dibangkitkan dan disediakan oleh Perusa-haan Umum Listrik Negara. Koperasi-koperasi yang berperan sebagai distributor listrik pedesaan pada tahun 1984/85 ber-jumlah 477 koperasi/KUD yang tersebar di 17 propinsi. Kopera-si-koperasi tersebut telah berhasil mengelola pendistribusian daya listrik di 1.578 desa, dengan jumlah langganan sebanyak 309.226 rumah.

c. Hasil-hasil kegiatan penunjang

Dalam mengusahakan pelaksanaan pembinaan koperasi yang lebih berhasil guna dan berdayaguna, selama Repelita I, II, III, dan tahun pertama Repelita IV diusahakan untuk selalu meningkatkan pendidikan dan keterampilan petugas pembina di lingkungan Departemen Koperasi. Selama Repelita I jenis pen-

XI/42

TABEL XI - 25

PERKEMBANGAN PENYALURAN TEPUNG TERIGU OLEH PUSKUD,

1979 - 1984

Tahun Jumlah Penyaluran (ton)

1979 4.162

1983 93.682

1984 100.867

XI/43

didikan latihan masih terbatas pada keterampilan di segi pe-nilaian proyek dan upgrading pegawai. Jumlah pembina yang berhasil dilatih sebanyak 1.181 orang. Selama Repelita II, Repelita III dan dalam tahun pertama Repelita IV, ragam, jenis dan jumlah pendidikan latihan keterampilan bagi pembina Koperasi terus berkembang. Dalam Repelita II sebanyak 4.647 orang mengikuti pendidikan keterampilan perkoperasian. Jumlah itu meningkat menjadi 15.787 orang selama Repelita III. Pada tahun 1984/85 tenaga pembina perkoperasian yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti latihan keterampilan berjumlah 3.998 orang.

Pendidikan, kursus dan latihan yang diselenggarakan bagi para pembina koperasi meliputi bidang-bidang kepemimpinan, akuntansi, perkreditan, perstatistikan, dan lain sebagainya.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan koperasi, selain di-laksanakan kegiatan pendidikan tenaga pembina koperasi juga dilaksanakan penelitian perkoperasian. Penelitian perkopera-sian dilaksanakan dengan maksud untuk menetapkan kebijaksana-an operasional pembinaan koperasi di tahun-tahun berikutnya.

Penelitian perkoperasian yang dilaksanakan dalam Repelita I, antara lain, dimaksudkan untuk mengidentifikasikan masalah yang dihadapi koperasi perkebunan rakyat serta kerajinan rak-yat dan industri kecil, masalah dalam pengikutsertaan KUD da-lam program Bimas, peningkatan usaha koperasi di sektor per-tanian, dan dalam peningkatan perkreditan dan permodalan ko-perasi.

Kegiatan penelitian perkoperasian yang dilaksanakan dalam Repelita II, antara lain, bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai tabungan pedesaan, pemasaran sayur-mayur, peranan koperasi dalam pengembangan tanaman perdagangan, peranan ko-perasi dalam pembinaan usaha pertanian di daerah transmigra-si, pembinaan koperasi dalam mengelola cengkeh dan lada, ke-mungkinan pembangunan pusat koperasi petani, peranan koperasi dalam mobilisasi tabungan pedesaan, pemasaran sapi kereman oleh KUD, pembinaan koperasi sekolah dan perguruan tinggi, serta mengenai cara-cara peningkatan pelayanan oleh KUD untuk para anggotanya.

Dalam Repelita III, penelitian yang dilaksanakan, antara lain, adalah penelitian mengenai faktor-faktor yang mengham-bat pelaksanaan fungsi manajer KUD, studi kelayakan mengenai usaha penyaluran bahan pokok oleh KUD di daerah transmigrasi, kemungkinan pengembangan administrasi usaha koperasi menuju

XI/44

ke federasi audit koperasi, kerjasama koperasi dengan badan usaha yang lain, survai mengenai usaha-usaha untuk memupuk dan meningkatkan permodalan koperasi, penelitian mengenai, da-yaguna pengadaan pangan melalui KUD dan non KUD, penelitian mengenai hasil-hasil latihan dan penataran perkoperasian, pengkajian mengenai pelaksanaan kredit candak kulak dan man-faatnya bagi masyarakat, penelitian mengenai efisiensi kegiatan usaha KUD menuju swadaya, penelitian terapan untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perkope-rasian, survai kajian mengenai pelaksanaan program TRI melalui KUD, dan penelitian tentang peranan KUD dalam kegiatan pasca panen.

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam tahun pertama Repelita IV, antara lain, adalah penelitian mengenai pola perkreditan KUD, pemasaran produksi industri kecil melalui koperasi, profil koperasi buruh/karyawan perusahaan industri, dan studi mengenai pengembangan perkoperasian.

B. PERDAGANGAN DALAM NEGERI

Sebagai kelanjutan dari Repelita-Repelita sebelumnya, da-lam Repelita IV tahun pertama sasaran pembangunan di bidang perdagangan dalam negeri selain diarahkan kepada peningkatan prasarana dan lembaga pemasaran juga diarahkan kepada perluasan pasaran hasil produksi dalam negeri serta peningkatan peranan pedagang nasional dan pedagang golongan ekonomi lemah.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas telah di-lakukan kegiatan-kegiatan : (i) Melanjutkan kebijaksanaan untuk menjaga stabilitas harga bahan produksi dan barang konsumsi; (ii) Penyempurnaan sistem perundang-undangan dan peraturan di bidang perdagangan; (iii) Pembangunan prasarana perdagangan baik fisik maupun kelembagaan; (iv) Perluasan pasaran hasil-hasil produksi dalam negeri melalui penyelenggaraan informasi pasar dan pameran dagang; (v) Peningkatan dan penyempurnaan tataniaga pemasaran; dan (vi) Pembinaan para pedagang golongan ekonomi lemah melalui penataran dan bimbingan berkonsultasi.

1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Langkah-langkah kebijaksanaan yang telah dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut di atas, dapat diikuti dari uraian di bawah ini.

XI/45

a. Menjaga kemantapan harga

Mantapnya harga bahan-bahan produksi, barang dan jasa me-rupakan faktor penting dalam mencapai sasaran perdagangan da-lam negeri. Karena itu dalam rangka memantapkan dan mensta-bilkan harga, sejak tahun 1968 sampai dengan tahun pertama Repelita IV telah dilakukan usaha-usaha, antara lain: (i) Pe-ngadaan dan penyaluran barang dan bahan yang mantap dan ter-koordinasi, sehingga dengan demikian persediaan di pasaran umum selalu mencukupi; (ii) Pengendalian penyediaan cadangan terutama ditujukan untuk operasi pasar, sehingga dapat diata-si gejolak harga yang menyolok; (iii) Mengatur kelancaran pe-nyaluran arus bahan dan barang dari sumber pengadaan ke kon-sumen; dan (iv) Menetapkan harga dasar dan harga pedoman se-tempat untuk beberapa komoditi.

Selain itu, kebijaksanaan pengadaan sarana penyangga na-sional yang sudah dimulai sebelum tahun 1968, tetap dilanjut-kan di dalam Repelita I, II, III dan tahun pertama Repelita IV. Kebijaksanaan sarana penyangga nasional itu dilaksanakan dalam rangka memantapkan pengadaan dan harga di pasaran untuk beberapa bahan pokok, bahan baku/penolong dan barang penting yang mempunyai posisi strategis. Sampai dengan awal Repelita II kebijaksanaan tersebut meliputi beberapa jenis barang di samping beras yang terpenting diantaranya adalah pupuk, se- men, besi beton, kertas koran, aspal dan bahan baku obat-obatan. Pada akhir Repelita II kebijaksanaan di atas ditambah dengan komoditi gula.

Di samping itu, pelaksanaan tataniaga untuk beberapa ko-moditi seperti pupuk, besi beton, semen, kayu, kertas, ceng-keh, kopra/minyak kelapa, minyak kelapa sawit, garam, gula pasir dan susu, sejak Repelita I sampai saat ini terus diman-tapkan dan disempurnakan.

Di dalam uraian mengenai kebijaksanaan meningkatkan peng-adaan bahan-bahan tertentu, dapat diikuti tahap-tahap penyem-purnaan dan pemantapan pelaksanaan tataniaga komoditi-komodi-ti yang disebutkan di atas.

Sebelum tahun 1968 pengadaan dan penyaluran bahan pokok beras, sudah dilaksanakan oleh Bulog dan di dalam Repelita I, II, III dan tahun pertama Repelita IV pelaksanaannya terus ditingkatkan. Selain itu, sejak tahun 1980 pengadaan dan pe-nyaluran gula juga dilaksanakan oleh Bulog. Sedang penyaluran garam dilakukan oleh penyalur yang ditunjuk oleh Perum Garam.

XI/46

Kebijaksanaan tersebut dijalankan dengan tujuan untuk meng-hindarkan gejolak penyediaan dan harga sembilan bahan pokok. Sedang pengadaan dan penyaluran komoditi pokok lainnya dilak-sanakan secara bebas.

Untuk memantapkan pengadaan bahan dan barang agar harga-nya stabil, serta untuk ikut mendorong kegiatan ekonomi di daerah-daerah yang prasarana perhubungannya kurang memadai, telah ditempuh kebijaksanaan perdagangan perintis. Perdagang-an perintis baru dilaksanakan untuk pertama kali pada tahun 1980 di pulau-pulau Maluku Tenggara. Perdagangan perintis ke-mudian diperluas ke daerah-daerah Kepulauan Riau, Maluku Tengah, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan Sorong (Irian Jaya). Pelaksanaannya dapat berlangsung sampai tahun 1982 dan sejak tahun 1983 kegiatan perdagangan perintis tersebut ter-henti. Hal tersebut antara lain disebabkan biaya pemasaran dan biaya gudang yang tinggi dan susut yang cukup besar kare-na jadwal kapal-kapal perintis sering tidak tepat. Pada akhir 1984 perdagangan perintis dimulai kembali.

b. Menyempurnakan prasarana pemasaran

Kebijaksanaan penyempurnaan prasarana pemasaran yang pada masa sebelum Repelita I kurang diperhatikan, sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV telah dilaksanakan, yang mencakup hal-hal sebagai di bawah ini.

1) Penyempurnaan prasarana fisik

Mengingat kebutuhan akan tempat berjualan yang wajar dan terjangkau oleh pedagang golongan ekonomi lemah yang dari ta-hun ke tahun selalu meningkat, maka sejak tahun 1976/77 telah dimulai Inpres Pembangunan dan Pemugaran Pasar dengan cara penyediaan kredit lunak dan tanpa bunga. Sejak tahun 1979 di-sediakan pula kredit Inpres Pertokoan untuk membangun dan atau memugar pusat pertokoan/perbelanjaan/perdagangan. Sejak dikeluarkannya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut sampai dengan tahun 1984/85 pelaksanaan pembangunan/pemugaran pasar dan pertokoan dengan menggunakan penyediaan kredit tersebut di atas terus dilanjutkan.

2) Penyempurnaan prasarana kelembagaan

Dalam rangka penyempurnaan prasarana kelembagaan telah dilakukan serangkaian langkah kebijaksanaan sebagai berikut.

XI/47

(a) Undang-undang Metrologi Legal dan Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan

Untuk meningkatkan pembangunan di bidang kemetrologian te-lah dikeluarkan Undang-undang Metrologi Legal pada tahun 1981 dan pada tahun 1983 dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1983 tentang Tarip Biaya Tera. Dengan dilaksanakannya undang-undang dan peraturan tersebut, diharapkan kepentingan konsumen dan produsen akan semakin dilindungi, karena penye-lenggaraan tera baik yang menyangkut pengawasan dan penyulu-han tera maupun pemberian izin tanda pabrik dan tanda tipe, semakin ditingkatkan.

Sampai dengan akhir Repelita II belum ada peraturan yang mengatur pendaftaran perusahaan, sehingga sampai saat itu pembinaan dunia usaha khususnya perusahaan-perusahaan nasio-nal belum bisa dimantapkan. Mengingat pentingnya pembinaan di bidang tersebut pada tahun 1982 dikeluarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Kemudian untuk melengkapi pelaksanaan undang-undang terse-but, pada bulan Pebruari 1985 dikeluarkan beberapa Keputusan Menteri Perdagangan yang antara lain menyangkut penyelengga-raan dan pejabat penyelenggara wajib daftar perusahaan, pene-tapan tarif dan penyetoran biaya administrasi, dan hal-hal yang wajib didaftarkan khusus bagi Perseroan Terbatas yang menjual sahamnya dengan perantaraan pasar modal.

(b) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Dalam rangka memperluas kesempatan berusaha dan mencipta-kan iklim yang sehat bagi pengembangan dunia usaha, sistem perizinan di bidang perdagangan yang telah ada sebelum tahun 1968 terus disempurnakan. Dalam bulan December 1984 dikeluar-kan lagi Keputusan Menteri Perdagangan tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang merupakan penyempurnaan terha-dap perizinan usaha perdagangan yang juga telah pernah disem-purnakan pada tahun 1982. Panyempurnaan perizinan tersebut dapat pula dikatakan sebagai pelaksanaan dari Inpres No. 5 tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha. Dalam Keputusan Menteri Perdagang-an tahun 1984 itu, antara lain ditetapkan : (i) Masa berlaku SIUP bagi pedagang kecil dan menengah tidak terbatas selama pedagang tersebut menjalankan usahanya, sedangkan SIUP peda-gang besar berlaku selama 5 tahun; (ii) SIUP diterbitkan ber-dasarkan tempat kedudukan perusahaan dan berlaku untuk selu-

XI/48

ruh wilayah Republik Indonesia; (iii) Jangka waktu penyele-saian permohonan SIUP selambat-lambatnya 7 hari sejak diteri-manya surat permohonan izin.

Selanjutnya perlu pula dikemukakan, bahwa sebelum dilaku-kannya penyempurnaan perizinan tersebut di atas pada bulan April 1984 telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan yang berkaitan dengan pencabutan 17 jenis perizinan di bidang perdagangan. Dengan dicabutnya perizinan-perizinan tersebut, maka diharapkan tidak raja pengadaan, penyaluran dan kelanca-ran arus barang antar pulau dapat ditingkatkan, tetapi ekspor dan impor juga dapat ditingkatkan.

(c) Informasi Pasar

Pada periode tahun 1968 sampai dengan tahun terakhir Repe-lita II belum dilaksanakan informasi pasar, namun karena se-makin mendesaknya kebutuhan akan informasi pasar itu, teruta-ma dalam rangka meningkatkan dayaguna pemasaran maka mulai tahun 1979/80 diselenggarakan informasi pasar. Pada tahun pertama Repelita III pelaksanaan informasi pasar masih terba-tas pada penyebaran informasi harga komoditi, dan pada tahun 1982/83 sampai dengan 1984/85 telah meliputi penyebaran in-formasi mengenai aspek pemasaran komoditi-komoditi hasil per-tanian, hasil perkebunan rakyat, hasil industri rakyat dan hasil kerajinan rakyat.

c. Meningkatkan Peranan Pedagang Nasional dan Pedagang Golongan Ekonomi Lemah

Usaha-usaha untuk meningkatkan peranan serta usaha pedagang nasional dan pedagang golongan ekonomi lemah di bidang perdagangan terus dilaksanakan, yang meliputi hal-hal seba-gaimana dikemukakan di bawah ini.

1) Pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perda-gangan

Usaha untuk meningkatkan peranan pengusaha/pedagang nasional sudah dimulai sejak tahun 1968 tetapi secara efektip baru dilakukan pada tahun 1978, yaitu setelah dikeluarkannya Pera-turan Pemerintah tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Da-lam Bidang Perdagangan. Dengan dikeluarkannya peraturan ter-sebut telah terbuka lapangan usaha yang luas bagi pengusa-ha/pedagang nasional dalam mengembangkan usahanya, karena usaha-usaha dagang asing sudah tidak diperkenankan bergerak di bidang perdagangan.

XI/49

Selanjutnya untuk melengkapi kebijaksanaan tersebut di atas dalam tahun 1978 dikeluarkan keputusan yang mengatur hal-hal yang berkenaan dengan Perizinan Usaha Perwakilan Per-usahaan Perdagangan Asing. Dalam keputusan tersebut antara lain ditetapkan bahwa suatu perwakilan perusahaan perdagangan asing tidak diperkenankan lagi melakukan kegiatan perdagang-an. Kegiatannya yang boleh dilakukannya terbatas kepada mem-perkenalkan/memajukan pemasaran barang, penelitian pasar dan pengawasan penjualan. Di samping itu perusahaan asing terse-but hanya diberikan izin usaha di satu tempat saja untuk se-luruh wilayah Indonesia.

2) Keppres No. 29 tahun 1984

Langkah-langkah untuk meningkatkan peranan pengusaha/peda-gang golongan ekonomi lemah telah mendapat perhatian Pemerin-tah sejak tahun 1979 dengan diberikannya kemudahan-kemudahan yang antara lain diatur melalui Keppres No. 14 Tahun 1979 yang disempurnakan dengan Keppres No. 14A Tahun 1980, Keppres No. 18 Tahun 1981 dan terakhir dengan Keppres No. 29 Tahun 1984. Selanjutnya di dalam Keppres No. 29 Tahun 1984 keten-tuan yang menyangkut pembinaan pengusaha/pedagang golongan ekonomi lemah semakin ditingkatkan, yang antara lain ditetap-kan : (i) Pemborongan/pembelian yang bernilai sampai dengan Rp. 20 juta dilaksanakan oleh pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah setempat melalui Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat perjanjian/kontrak; (ii) Pemborongan/pembelian yang bernilai di atas Rp 20 juta sampai dengan Rp 50 juta di-lakukan melalui pelelangan antara pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah setempat; (iii) Pemborongan/pembelian yang ber-nilai di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta dilaksana-kan melalui pelelangan antara pemborong/rekanan setempat dengan memberikan kelonggaran kepada pemborong/rekanan golo-ngan ekonomi lemah sebesar 10% di atas harga penawaran yang memenuhi syarat dari peserta yang tidak termasuk dalam golo-ngan ekonomi lemah; (iv) Apabila dalam pelelangan untuk pem-borongan/pembelian tersebut yang terpilih adalah pemborong/ rekanan yang tidak termasuk golongan ekonomi lemah, maka da-lam surat perjanjian/kontrak ditetapkan kewajiban pemborong/ rekanan tersebut untuk bekerjasama dengan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah setempat, antara lain sebagai sub kon-traktor atau leveransir barang, bahan dan jasa; dan (v) Pem-borong/rekanan yang memperoleh kontrak pemborongan/pembelian dari Pemerintah dapat memperoleh kredit dari bank milik Peme-rintah untuk membiayai pelaksanaan pekerjaan tersebut.

XI/50

3) Pembinaan pedagang kecil golongan ekonomi lemah.

Dalam tahun 1968 dan Repelita I Pemerintah telah memberi-kan pembinaan kepada pedagang kecil golongan ekonomi lemah, namun pembinaan yang efektip berupa penataran, penyuluhan dan bimbingan dalam bentuk konsultasi kepada mereka baru diberi-kan dalam Repelita II. Kebijaksanaan tersebut sampai dengan tahun pertama Repelita IV terus dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan berusaha, jiwa kewiraswastaan dan manajemen usaha mereka. Di samping itu, kepada mereka ju-ga diberi bantuan berupa penyediaan tempat berusaha dan ban-tuan modal dengan tingkat bunga rendah melalui Kredit Inves-tasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kre-dit Mini. Kemudian untuk melengkapi kebijaksanaan tersebut di atas, mulai tahun 1982/83 di Medan dan Bandung diselenggara-kan Pusat Pembinaan dan Pelayanan Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah. Karena semakin dirasakan pentingnya Pusat Pembinaan dan Pelayanan tersebut pada tahun 1984/85 diperluas ke lima kota yaitu Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Tanjung Karang dan Pontianak.

d. Memperluas pasaran barang-barang produksi dalam negeri

Dalam rangka memperluas pasaran barang-barang produksi da-lam negeri selama ini telah dilaksanakan kebijaksanaan-kebi-jaksanaan sebagai berikut: (i) Departemen/Lembaga Pemerintah dalam pengadaan/pembelian barang-barang/peralatan harus meng-utamakan hasil produksi dalam negeri; (ii) Diselenggarakannya pusat-pusat pameran dagang dibeberapa kota besar untuk pro-duksi barang-barang dalam negeri. Pameran dagang tersebut di-mulai pada tahun 1974/75 di Jakarta, kemudian menjelang akhir Repelita II penyelenggaraannya diperluas ke kota-kota Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Sedang pada akhir Repelita III diperluas lagi ke kota-kota Ujung Pandang dan Kupang; (iii) Diberlakukannya secara bertahap la-rangan impor buah-buahan dan sayuran. Kebijaksanaan tersebut dimaksudkan agar pasaran hasil produksi dalam negeri komodi-ti yang bersangkutan dapat diperluas di dalam negeri; dan (iv) Sejak tahun pertama Repelita IV dilaksanakan kebijaksa-naan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran hasil-hasil per-tanian, serta hasil industri kecil dan kerajinan.

e. Meningkatkan dayaguna pemasaran bahan-bahan tertentu

Sejak Repelita I sampai saat ini di beberapa tempat selalu terjadi gejolak harga yang cukup besar karena dayaguna tata-niaga/pemasaran di tempat-tempat tersebut belum efektip sepe-

XI/51

nuhnya, sebagai akibat dari prasarana/sarana perhubungan yang belum lancar sehingga menimbulkan permasalahan di dalam pe-ngadaan dan penyaluran beberapa komoditi. Dengan dikeluarkan-nya pengaturan tataniaga beberapa komoditi, permasalahan ter-sebut di atas diusahakan untuk dikurangi sebagai tampak dari uraian di bawah ini.

1) Pupuk

Sebagai usaha untuk memantapkan pengadaan dan penyaluran kebutuhan pupuk dan pestisida di wilayah unit desa agar tepat jumlahnya dan tepat pada waktunya, sejak tahun 1968 sampai dengan akhir Repelita III dayaguna tataniaga pupuk selalu di-sempurnakan. Berkaitan dengan itu dalam tahun 1983 telah di-tetapkan bahwa PT Pusri dan PT Pertani sebagai penanggung ja-wab penyaluran sampai ke lini III serta menunjuk Koperasi Unit Desa/Pusat Koperasi Unit Desa (KUD/PUSKUD) sebagai penyalur-nya. Selain itu ditetapkan juga bahwa dalam penyaluran pupuk dan pestisida KUD/PUSKUD secara bertahap dapat menggantikan peranan penyalur swasta dan Persero Niaga, sehingga diharap-kan pada akhir tahun 1985 penyaluran pupuk dan pestisida ke lini III dan lini IV sudah dilaksanakan seluruhnya oleh KUD/ PUSKUD. Kebijaksanaan tersebut dijalankan juga sebagai usaha ikut mengamankan program di bidang produksi pangan.

Di samping itu, pada bulan Nopember 1983 dilakukan peruba-han dalam pola penyediaan stok minimal pupuk dan pestisida untuk lini III dan lini IV. Perubahan tersebut dipandang per-lu mengingat sudah semakin tersedianya fasilitas pergudangan dan semakin lancarnya sarana/prasarana perhubungan sampai di daerah pedesaan serta dalam rangka menyempurnakan sistem pe-nyediaan pupuk dan pestisida bagi petani. Di dalam pola pe-nyediaan tersebut, antara lain ditetapkan (i) Pola penye-diaan pupuk dan pestisida dibagi atas 4 kelompok wilayah; dan (ii) Penyediaan stok minimal pupuk dan pestisida terhadap ke-butuhan untuk lini III antara 2-4 bulan dan untuk lini IV an-tara 1-2 minggu.

2) Besi Baja

Untuk memantapkan pengadaan dan harga besi baja telah di-keluarkan Keputusan Presiden No.36 dalam tahun 1979, dimana antara lain ditetapkan bahwa PT. Krakatau Steel bertindak se-bagai pusat pengadaan besi baja dan bahan baku untuk industri besi baja serta sebagai badan yang dapat melakukan pembelian di dalam negeri atau mengimpor besi baja dan bahan baku besi baja. Selain itu Keppres tersebut menetapkan PT. Krakatau

XI/52

Steel bertindak juga sebagai badan yang mendistribusikan ba-han-bahan tersebut secara teratur, berencana dan berkesinam-bungan dengan tingkat harga yang layak. Keputusan Presiden di atas masih berlaku sampai dewasa ini.

3) Semen

Untuk mewujudkan persaingan yang sehat di pasaran, seha-rusnya pelaksanaan pengadaan dan penyaluran semen diserahkan pada mekanisme pasar, dalam arti kebutuhan dan tingkat harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Akan tetapi karena semen merupakan bahan/barang strategis dalam pembangunan, ma-ka sejak Repelita I Pemerintah telah melakukan pengendalian, agar arus barang lancar dan harga di tingkat konsumen berkem-bang wajar. Dalam rangka menjaga kelancaran pengadaan dan ke-mantapan harga semen, dalam bulan Oktober 1982 dikeluarkan ketetapan : (i) Persero-persero Niaga agar melaksanakan pe-nyaluran semen langsung kepada pengecer di beberapa daerah; (ii) Penyaluran antar pulau semen hasil produksi dalam negeri dari daerah-daerah basis pabrik dikurangi agar dapat dipenuhi keperluan daerahnya masing-masing; dan (iii) Penambahan pe-ngadaan dengan semen impor untuk tempat-tempat yang harga se-mennya tidak/kurang stabil. Selanjutnya pada tahun 1984 telah diambil langkah-langkah kebijaksanaan yang baru antara lain : (i) Meminta kepada produsen untuk menyalurkan semen ke daerah pemasarannya sesuai dengan rencana serta memonitor pelaksana-annya; (ii) Untuk menstabilkan pengadaan dan harga semen, ma-ka daerah-daerah yang rawan, khususnya Indonesia bagian Timur sebagian dipenuhi dengan semen impor; (iii) Melakukan penge-cekan ke lokasi terutama mengenai harga semen; (iv) Untuk sa-tu daerah pemasaran disalurkan semen dari beberapa pabrik; dan (v) Distributor dan sub distributor yang ditunjuk sebagai penyalur semen tidak lagi memerlukan pengesahan dari Pemerin-tah.

Di samping langkah kebijaksanaan yang disebutkan di atas dalam rangka stabilisasi harga semen, juga diberlakukan kebi-jaksanaan Harga Pedoman Setempat (HPS). Sehubungan dengan itu pada bulan Januari 1984 ditetapkan 33 macam HPS untuk seluruh wilayah Indonesia.

4) Kayu

Untuk memenuhi kebutuhan kayu dalam negeri terutama bagi pengusaha industri pengolahan kayu, sejak Repelita I telah dilakukan penyempurnaan tataniaga kayu. Sehubungan dengan hal itu pada tahun 1980 dikeluarkan SKB Menteri Pertanian, Men-

XI/53

teri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Koperasi, dimana di dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa pengusaha yang hendak mengekspor kayu bulat wajib menyediakan kayu guna me-menuhi kebutuhan dalam negeri baik dalam bentuk kayu bulat, kayu gergajian maupun kayu lapis. Dalam tahun 1984 pelaksana-an pengaturan tataniaga kayu tersebut lebih disederhanakan, yaitu dengan dicabutnya keharusan penggunaan Surat Izin Pe-ngangkutan Antar Pulau Kayu Bulat (SIPAP-K) untuk pengangkut-an antar pulau kayu bulat ke Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Kemudian mulai tahun 1985 ekspor kayu bulat ditiadakan. Kebijaksanaan ini dijalankan selain untuk meningkatkan nilai tambah, juga untuk menciptakan lapangan kerja dan memperlan-car usaha kelestarian hutan.

5) Kertas

Kebutuhan kertas dalam negeri secara keseluruhan selalu meningkat yang setiap tahun rata-rata mencapai sekitar 850 ribu ton. Kebutuhan kertas ini belum seluruhnya dapat dipenu-hi dari produksi dalam negeri. Impor kertas terutama dilaku-kan untuk jenis kertas koran, kertas khusus dan kertas in-dustri (sack craft). Untuk mencukupi kebutuhan kertas sampai tahun terakhir Repelita III Pemerintah tetap melaksanakan ke-bijaksanaan mengimpor kertas. Impor kertas pada tahun 1984 mencapai 245,81 ribu ton atau 37,9% dari kebutuhan kertas pa-da tahun yang sama. Diharapkan pada tahun 1985 ini seluruh kebutuhan kertas dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

6) Kopra/Minyak Kelapa dan Minyak Kelapa Sawit

Tataniaga kopra dan minyak kelapa diatur oleh Pemerintah agar supaya kelangsungan pengadaan bahan baku minyak goreng berjalan lancar sehingga tingkat harga berkembang dalam batas wajar dan stabil.

Khusus untuk pengadaan minyak goreng, pengadaan bahan ba-kunya diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di pulau Jawa, karena kebutuhan di luar pulau Jawa sebagian besar da-pat dipenuhi dari produksi daerah yang bersangkutan.

Selanjutnya dalam rangka memantapkan pemasaran minyak go-rang di dalam negeri, pada tahun 1984 telah diambil langkah-langkah berikut: (i) Seluruh pengolah/pabrik minyak goreng mulai 1 Mei 1984 harus menjual minyak goreng olein dengan harga pada pabrik setinggi-tingginya Rp. 750,-/kg. Langkah ini dilakukan karena pada semester pertama 1984 terjadi ke-

XI/54

naikan harga minyak goreng; (ii) Pengolah diminta mengamati harga minyak goreng yang terjadi pada tingkat penyalur dan pengecer agar tercapai tingkat harga yang wajar; (iii) Dibu-kanya kesempatan untuk mengekspor minyak kelapa dari daerah produsen. Langkah ini ditempuh karena pada semester II 1984 harga kopra di dalam negeri cenderung menurun karena mening-katnya produksi kopra.

Selain langkah-langkah yang disebutkan di atas perlu pula dikemukakan bahwa sejak April 1984 Surat Izin Pembelian Pe-ngumpulan Kopra (SIPPK) telah dihapuskan, sehingga dengan de-mikian pedagang kopra antar pulau yang telah memperoleh alo-kasi dan melunasi kewajibannya dapat langsung melakukan pem-belian/pengumpulan kopra dari petani.

Untuk menjamin penyediaan minyak kelapa sawit untuk kebu-tuhan dalam negeri dan untuk memantapkan harganya, pada bulan Januari 1983 telah dilakukan penyempurnaan pedoman petunjuk pengaturan tataniaga minyak kelapa sawit, antara lain melipu-ti: (i) Penetapan dan pengarahan alokasi minyak kelapa sawit untuk pabrik/industri yang memakai bahan baku tersebut; (ii) Syarat-syarat penyerahan minyak kelapa sawit dari produsen ke pabrik/industri; (iii) Penetapan harga pembelian minyak kela-pa sawit oleh pabrik/industri; (iv) Pengangkutan minyak kela-pa sawit dan hasil-hasilnya dari produsen ke konsumen; dan (v) Pengamanan pelaksanaan yang menyangkut hal-hal yang harus dipatuhi oleh produsen dan pabrik/industri.

Selain kebijaksanaan tersebut di atas, dalam rangka menja-min pemenuhan kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri dan penyesuaian dengan perkembangan harganya yang terjadi di luar negeri, pada bulan Januari 1984 dilakukan perubahan tarip pa-jak ekspor dan tarip pajak ekspor tambahan untuk minyak kela-pa sawit masing-masing menjadi 5% dan 37,18%.

7) Cengkeh

Usaha peningkatan pendapatan petani cengkeh dan kegiatan pemasaran cengkeh diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perda-gangan dan Koperasi yang dikeluarkan tahun 1980. Keputusan itu antara lain menetapkan : (i) Harga pembelian cengkeh oleh KUD dari petani serendah-rendahnya Rp. 6.500,-/kg dan harga lelang untuk cengkeh yang diantarpulaukan serendah-rendahnya Rp. 7.000,-/kg. Menjelang akhir tahun 1980 harga pembelian oleh KUD dinaikkan menjadi Rp. 7.500,-/kg, dan harga le- lang antar pulau menjadi Rp. 8.000,-/kg; (ii) Pengangkutan cengkeh antar pulau harus dilengkapi dengan bukti pembayaran

XI/55

lelang dan bukti pembayaran sumbangan rehabilitasi cengkeh (SRC) dan disertai dengan surat keterangan asal (SKA) yang berfungsi sebagai surat jalan; dan (iii) Pembelian cengkeh langsung dari petani dilaksanakan oleh KUD yang telah dise-leksi dan selanjutnya KUD tersebut membawa hasil pembeliannya ke pelelangan yang dilakukan oleh PUSKUD.

Berhubung masih adanya permasalahan yang dihadapi khusus-nya di 9 daerah utama, seperti banyaknya lelang terselubung (proforma) dan mutu yang di bawah standar serta untuk meng-hindari keluarnya cengkeh dari Sumatera Barat, Lampung dan Sulawesi Tengah (karena diharuskannya pelelangan dilaksanakan oleh PUSKUD setempat), maka dalam tahun 1984 ditempuh lang-kah-langkah antara lain: (i) Kebijaksanaan tataniaga cengkeh hasil produksi dalam negeri yang tercantum di dalam Keppres Nomor 8 Tahun 1980 beserta peraturan pelaksanaannya perlu di-jalankan secara murni; (ii) Lelang cengkeh harus dilaksanakan secara murni dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan; (iii) Cengkeh yang dibeli oleh pedagang/ tengku-lak langsung dari petani tidak boleh diikut sertakan dalam lelang, apabila diikut sertakan dalam lelang harus dikenakan denda; dan (iv) Dalam pelaksanaan ekspor cengkeh dapat ditem-puh dengan prosedur denda bagi eksportir yang telah mempunyai stok hasil pembelian dari petani.

Selain langkah-langkah tersebut di atas, dalam tahun 1984 telah pula dilakukan penyempurnaan terhadap beberapa keten-tuan yang menyangkut tataniaga cengkeh, antara lain: (i) Apa-bila KUD tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk menampung cengkeh dari petani, maka PT Kerta Niaga sebagai pemegang stok nasional dapat membeli langsung pada petani; (ii) Kuali-tas cengkeh milik KUD yang akan dilelang diberikan tolerensi kadar air 14% dan kadar kotoran 3%; (iii) Cengkeh yang diper-kenankan untuk dilelang adalah cengkeh yang benar-benar milik KUD hasil pembelian langsung dari petani; dan (iv) Terhadap stok cengkeh yang dimiliki para pedagang antar pulau sebagai hasil pembelian langsung dari petani yang semula dikenakan denda 10% diturunkan menjadi 5% dari harga dasar lelang.

8) Garam

Pengaturan tataniaga garam didasarkan pada SK Menteri Per-dagangan dan Koperasi tanggal 30 April 1980 tentang Tataniaga Garam Produksi Dalam Negeri. Pada tahun 1982/83 harga dasar garam dalam bentuk curai di ladang petani ditetapkan menjadi kualitas I Rp. 25/kg, kualitas II Rp. 21/kg dan kualitas III Rp. 17/kg, dibanding dengan tahun sebelumrnya penetapan harga

XI/56

tersebut masing-masing naik sebesar 47,1%, 50,0% dan 70,0%.

Selain itu dalam rangka memantapkan tataniaga garam beryo-dium, dalam tahun 1983/84 ditempuh langkah-langkah : (i) Mem-berikan prioritas pengadaan garam beryodium kepada 15 daerah gondok endemik; (ii) Mengadakan monitoring harga dan stok dalam rangka mengamankan serta mengusahakan tingkat harga yang wajar dan stabil; dan (iii) Pembinaan terhadap penyalur garam yang telah ditunjuk oleh Perum Garam/Pedagang Garam Antar Pulau.

Selanjutnya dalam tahun 1984/85 pelaksanaan tataniaga ga-ram khusus yang menyangkut pengangkutan antar pulau garam le-bih ditingkatkan, yaitu dengan dihapuskannya penunjukan Peda-gang Antar Pulau Garam dan pengesahan sebagai Penyalur Garam oleh Departemen Perdagangan.

9) Gula Pasir

Sebagai usaha untuk mengatasi lonjakan harga gula pasir yang terjadi di beberapa tempat, pada akhir tahun 1980 dike-luarkan kebijaksanaan mengenai tataniaga gula pasir produksi dalam negeri. Kebijaksanaan ini antara lain berisi : (i) Se-mua gula pasir produksi dalam negeri dibeli dan disalurkan oleh Bulog; dan (ii) Pengadaan tebu dari kelompok tani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan penyetorannya kepada pabrik gula dilakukan oleh KUD.

Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut dan dalam rangka memantapkan harga gula pasir agar terjangkau oleh daya beli masyarakat serta menjamin kesesuaiannya dengan tingkat penda-patan petani tebu dan pabrik gula, maka harga gula pasir se-lalu disesuaikan dengan perkembangan harga barang lain. Dalam hubungannya dengan kebijaksanaan tersebut pada bulan Maret 1985 harga jual gula Bulog pada pabrik per kuintal dinaikkan menjadi Rp. 52.902,75 untuk SHS I; Rp. 52.723,65 untuk SHS II; Rp. 52.544,55 untuk HS I.

10) Susu

Pengembangan usaha peningkatan produksi, pengolahan dan pemasaran susu di dalam negeri diatur berdasarkan SKB Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian yang dikeluarkan tanggal 21 Juli 1982. Sedang pola pengadaan dan penyediaan bahan baku susu diatur dengan SK Menteri Perdagangan dan Koperasi yang dikeluarkan tanggal 14 Agustus 1982 yang meliputi : (i) Pengaturan impor dan penun-

XI/57

jukkan importir; (ii) Penetapan jumlah dan jenis bahan baku susu yang dapat diimpor; dan (iii) Perbandingan antara penga-daan bahan baku susu produksi dalam negeri dengan susu impor, pada tahun 1982 ditetapkan 1:7, kemudian pada bulan Januari 1983 diubah menjadi 1:6 dan pada bulan Juli 1983 diubah lagi menjadi 1:5.

Pengaturan tataniaga susu ini dimaksudkan untuk menjamin keseimbangan pengembangan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan pengembangan harga susu agar terjadi pada tingkat yang wajar.

2. Hasil-hasil Pelaksanaan

Hasil-hasil pelaksanaan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang telah dicapai di bidang perdagangan dalam negeri sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV, dapat di-ikuti sebagaimana diuraikan di bawah ini.

a. Menjaga kemantapan harga

Sebagai hasil pelaksanaan kebijaksanaan dan langkah-lang-kah yang ditempuh dalam rangka menjaga kemantapan harga ter-lihat dalam Tabel XI-26 sampai dengan Tabel XI-31.

Pada umumnya gejolak harga besi beton sepanjang tahun (April, Juli, Oktober dan Januari), di dalam negeri khususnya di Jakarta tidak begitu besar (kecuali untuk bulan Januari), walaupun terus terjadi peningkatan harga dari tahun ke tahun. Harga rata-rata tahunan besi beton pada akhir Repelita III meningkat sebesar 167,0% bila dibanding dengan akhir Repelita II, namun selama periode 1982/83-1984/85 kenaikan setiap ta-hunnya masing-masing hanya sebesar 14,8% dan 10,6%. Di Indo-nesia saat ini terdapat 29 pabrik besi beton dengan kapasitas 947 ribu ton, sehingga sejak tahun 1982 kebutuhan besi beton sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan penyalu-ran sudah berjalan lebih lancar, yang selanjutnya menyebabkan harga yang terjadi setiap tahun dalam periode 1982/83-1984/85 lebih mantap bila dibanding dengan akhir Repelita II. Misal-nya gejolak pada harga akhir Repelita II antara bulan April dan Januari adalah sebesar 54,1%, sedangkan pada akhir Repe-lita III angka tersebut besarnya hanya 18,6% dan pada tahun 1984/85 lebih rendah lagi yaitu 2,4%. Perkembangan harga eceran besi beton tersebut tampak dalam Tabel XI-26.

Perkembangan harga eceran semen sebagaimana terdapat di dalam Tabel XI-27 memperlihatkan bahwa perbedaan harga semen pada akhir Repelita I cukup menyolok yaitu di Medan perbedaan

XI/58

TABEL XI - 26

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN BESI BETON DI JAKARTA,1978/79 - 1984/85

(Rp/kg)

1978/79 1983/84Bulan (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85

pelita II) pelita III)

April 124,98 325,00 350,00 415,00

Juli 124,98 325,00 375,00 415,00

Oktober 124,98 320,00 375,00 420,00

Januari 192,56 350,00 415,00 425,00

XI/59

GRAFIK XI - 3PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN BESI BETON DI JAKARTA,

1978/79 - 1984/85

XI/60

TABEL XI - 27

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN SEMENDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA

1973/74 - 1984/85(Rp/karung)

Kota/Bulan 1973/74 1978/79 1983/84(Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85pelita I) pelita II) pelita III)

M E D A N

A p r i l 888 1.255 2.800 3.300 3.100J u 1 i 950 1.367 2.750 2.750 2.762Oktober 975 1.278 2.716 2.900 3.000Januari 2.083 2.275 3.050 3.475 3.040

J A K A R T A

A p r i l 810 1.225 2.243 2.825 3.266J u 1 i 825 1.250 2.250 2.900 3.296

Oktober 963 1.200 2.408 3.050 3.262Januari 2.875 1.437 2.675 3.350 3.232

S U R A B A Y A

A p r i l 735 1.481. 2.287 2.825 3.312J u 1 i 855 1.475 2.300 2.800 3.400

Oktober 1.206 1.525 2.400 3.150 3.250

Januari 2.175 1.381 2.700 3.350 3.250

XI/61

GRAFIK XI - 4PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN SEMEN

DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,1973/74 - 1984/85

XI/62

harga tertinggi dan terendah adalah sebesar 134,6%, di Jakarta 154,9% dan Surabaya 195,9%. Pada akhir Repelita II perbedaan tersebut kelihatan lebih rendah, masing-masing sebesar 81,3%, 17,3% dan 6,7%. Angka tersebut lebih rendah lagi dalam periode 1982/83 sampai dengan 1984/85 untuk Medan, sedangkan untuk Jakarta dan Surabaya harga sudah lebih stabil. Pada tabel tersebut juga tampak perbedaan harga semen antar tempat yang semakin kecil, dimana pada akhir Repelita I dan akhir Repelita II perbedaannya masih berkisar antara 9,1%-20,8%. Pada akhir Repelita III dan tahun pertama Repelita IV perbedaan harga dapat berkurang menjadi sekitar antara 0%-8,8%. Selanjutnya perlu pula dikemukakan bahwa kenaikan harga semen tersebut juga disebabkan sebagian oleh kenaikan harga BBM, namun hal ini pada umumnya dapat teratasi dengan makin mantapnya pengadaan dan penyaluran semen, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Dengan demikian selama Repelita III meskipun harga semen mengalami kenaikan, namun pada umumnya gejolak harganya dalam jangka waktu setahun dapat dikendalikan dibandingkan dengan Repelita-Repelita sebelumnya.

Sejak akhir Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV harga minyak goreng terus menunjukkan kenaikan. Hal ini disebabkan selain oleh faktor-faktor pemasaran juga oleh ku-rang lancarnya pengadaan bahan baku minyak goreng. Selama pe-riode tersebut masih terdapat perbedaan harga antar tempat yang cukup besar. Perbedaan harga antara Jakarta dengan Medan dan Surabaya masih berkisar antara 10,6%-32,6%, kecuali pada akhir Repelita I dan tahun pertama Repelita IV perbedaan harga antara Jakarta dan Surabaya hanya sebesar 1,8% dan 1,9%. Gejolak harga pada suatu tempat dalam setahun pada awal Repe-lita IV sudah makin diperkecil dibandingkan dengan akhir Re-pelita III, akhir Repelita II dan akhir Repelita I. Walaupun terjadi peningkatan harga selama periode Repelita I sampai dengan Repelita IV dan terdapat perbedaan harga antar tempat yang cukup menyolok serta gejolak harga dalam setahun, namun pada umumnya harga minyak goreng masih dapat dikendalikan. Perkembangan harga eceran minyak goreng tampak pada Tabel XI-28.

Perkembangan harga gula pasir sejak akhir Repelita I sam-pai dengan tahun pertama Repelita IV cukup stabil baik dalam jangka waktu setahun maupun antar tempat, meskipun terjadi peningkatan harga selama periode tersebut (Tabel XI-29). Per-bedaan harga gula pasir antara Jakarta dengan Medan dan Sura-baya selama periode tersebut tidak begitu besar hanya berkisar antara 0,9%-6,2%. Selain itu, walaupun terjadi kenaikan harga pada setiap tahunnya tetapi perkembangannya masih dapat

XI/63

TABEL XI - 28

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK GORENGDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA

1973/74 - 1984/85(Rp/botol)

Kota/Bulan 1973/74 1978/79 1983/84(Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85pelita I) pelita II) pelita III)

M E D A N

A p r i l 82,50 271,75 290,00 300,00 575,00J u 1 i 126,66 253,00 290,00 300,00 575,00Oktober 190,79 277,80 280,00 450,00 575,00Januari 268,58 341,80 300,00 600,00 525,00

J A K A R.T A

A p r 1 1 98,33 314,15 441,00 449,23 800,00J u 1 i 169,38 333,80 418,15 549,23 800,00Oktober 211,76 335,68 421,15 595,38 700,00Januari 271,34 356,47 411,54 852,69 562,00

S U R A B A Y A

A p r i l 96,88 277,00 371,25 425,50 765,00J u 1 i 154,00 253,00 375,00 458,20 766,00Oktober 210,50 295,70 250,00 581,42 650,00Januari 275,93 314,50 323,62 722,44 627,48

XI/64

GRAFIK XI - 5PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK GORING

DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA1973/74 - 1984/35

XI/65

(Lanjutan Grafik XI - 5)

XI/66

TABEL XI - 29

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN GULA PASIRDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA

1973/74 - 1984/85(RP/Kg)

Kota/Bulan1973/74 1978/79 1983/84

(Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85pelita I) pelita II) pelita III)

M E D A N

A p r i 1 137,50 225,00 497,00 515,25 555,00

J u 1 i 136,00 234,00 555,00 561,25 566,00Oktober 139,25 233,20 555,00 561,25 575,00Januari 139,50 239,60 550,00 610,54 625,00

J A K A R T A

A p r i 1 130,36 219,44 545,00 500,00 600,00J u 1 I 134,04 224,78 561,30 562,11 566,00Oktober 135,61 218,99 511,92 565,77 600,00Januari 138,84 235,00 557,69 572,69 635,00

S U R A B A Y A

A p r i l 123,75 218,25 523,00 530,10 545,00

J u 1 i 125,00 220,50 543,87 530,00 547,00Oktober 126,00 218,90 543,80 531,17 560,00Januari 128,25 224,10 533,60 554,80 600,00

XI/67

GRAFIK XI - 6PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN GULA PASIR

DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,1973/74- 1984/85

XI/68

dikendalikan. Khususnya pada tahun 1984/85 dibandingkan deng-an tahun 1983/84, untuk Medan, Jakarta dan Surabaya kenaikan-nya adalah masing-masing sebesar 3,2%, 9,1% dan 4,9%. Angka-angka ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan antara ta-hun 1983/84 dibandingkan dengan tahun 1982/ 83 untuk Jakarta dan Surabaya, tetapi lebih kecil untuk Medan. Apabila harga tahun 1984/85 dibandingkan dengan tahun 1982/83 untuk Medan, Jakarta dan Surabaya maka kenaikannya masing-masing sebesar 7,6%, 10,3% dan 5,0%.

Selama periode Repelita I sampai dengan awal Repelita IV penyediaan dan penyaluran minyak tanah dapat dikatakan mantap sebagaimana terlihat dalam Tabel XI-30. Meskipun terjadi pe-ningkatan harga dari tahun ke tahun yang terutama disebabkan oleh penyesuaian dengan kenaikkan harga BBM, namun gejolak harga dalam setahun dan antar tempat cukup mantap, terutama pada tahun 1984/85.

Perkembangan harga tekstil kasar adalah sebagaimana ter-cantum dalam Tabel XI-31. Walaupun terjadi lonjakan harga sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV dan perbedaan harga antar tempat yang cukup besar, namun pada umumnya harga tekstil masih dapat dikendalikan. Pada akhir Repelita II, tahun 1982/83 dan akhir Repelita III perbedaan harga antara Jakarta dengan Medan dan Surabaya masih berkisar antara 14,0% - 38,5%. Tetapi dengan semakin mantapnya pengada- an dan penyaluran tekstil antara lain dengan semakin terse-dianya hasil produksi dalam negeri, pada tahun pertama Repe-lita IV perbedaan tersebut menurun menjadi hanya 8,8% dan 11,6%.

b. Menyempurnakan prasarana pemasaran

Sejak dimulainya pelaksanaan Inpres Pembangunan dan Pemu-garan Pasar pada tahun 1976/77, sampai dengan tahun 1983/84 telah selesai dibangun dan atau dipugar 1.838 buah pasar, se-dang dalam tahun 1984/85 selesai dibangun sebanyak 78 buah pasar. Pembangunan dan pemugaran pasar Inpres tersebut, di samping dilaksanakan di ibukota kabupaten/kotamadya, juga te-lah meliputi kota-kota kecamatan. Di samping itu sebagai pe-laksanaan dari Inpres Pertokoan sejak dimulainya pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1984/85 telah dibangun kios sekitar 9.050 buah, sedangkan sampai dengan tahun 1983/84 adalah 8.879 buah. Pembangunan Inpres Pertokoan ini telah meliputi daerah-daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jawa Ti-mur dan Kalimantan Timur.

XI/69

TABEL XI - 30

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK TANAHDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA

1973/74 - 1984/85(Rp/Botol)

Kota/Bulan 1973/74 1978/79 1983/84(Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85pelita I) pelita II) pelita III)

M E D A N

A p r i l 15,00 20,00 75,00 115,00 175,00

J u 1 i 15,00 20,00 75,00 115,00 175,00

Oktober 12,75 20,00 75,00 115,00 175,00

Januari 18,12 20,00 110,00 175,00 175,00

J A K A R T A *)

A p r i l 19,06 30,00 79,00 125,00 188,46

Juli 17,41 30,00 79,62 125,00 188,46

Oktober 19,14 30,00 79,62 125,00 188,46

Januari 18,08 30,00 125,00 125,00 188,46

S U R A B A Y A

A p r i l 14,06 18,55 77,00 125,00 175,00J u 1 i 13,59 18,02 75,65 125,00 175,00

Oktober 11,90 18,09 76,95 125,00 175,00

Januari 22,82 18,20 112,85 173,50 175,00

e) Rp/liter

XI/70

GRAPIK XI - 7PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK TANAN

DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA1973/74 - 1984/85

XI/71

(Lanjutan Grafik XI - 7)

XI/72

TABEL XI - 31

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN TEKSTIL KASARDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1973/74 - 1984/85(Rp/meter)

Kota/Bulan 1973/74 1978/79 1983/84(Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85pelita I) pelita II) pelita III)

M E D A N

April 146,00 204,00 425,00 425,00 600,00Juli 186,00 225,00 425,00 425,00 600,00

Oktober 208,00 230,00 425,00 425,00 600,00

Januari 225,00 305,00 425,00 425,00 600,00

J A K A R T A

April 157,50 275,00 640,00 640,38 619,00Juli 172,57 275,00 640,38 650,00 619,00

Oktober 242,86 275,00 640,38 700,00 619,00

Januari 259,29 296,25 640,38 775,00 775,00

S U R A B A Y A

April 153,00 209,00 400,00 450,00. 506,00

Juli 212,00 219,00 400,00 525,00 507,00

Oktober 229,00 225,00 400,00 650,00 600,00

Januari 251,00 270,00 434,40 700,00 712,47

XI/73

GRAFIK XI - 8PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN TEKSTIL KASAR

DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA1973/74 - 1984/85

XI/74

(Lanjutan Grafik XI - 8)

XI/75

Dalam rangka usaha pengadaan tenaga ahli metrologi sejak awal Repelita III sampai dengan tahun 1984/85 telah dididik sekitar 750 orang, sedangkan sampai dengan tahun 1983/84 ada-lah 653 orang. Pengadaan tenaga tersebut dimaksudkan untuk mengimbangi pelaksanaan pelayanan kemetrologian yang semakin luas.

Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sampai dengan tahun 1983/84 sudah terdaftar sebanyak 126.006 perusahaan, yang terdiri dari 9.106 PT, 261 Koperasi, 21.312 CV, 762 Firma, 93.856 Perusahaan Perorangan dan 109 Badan Usaha lainnya. Dalam tahun 1984/85 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 191.719 perusahaan, yang terdiri dari 15.573 PT, 734 Koperasi, 36.345 CV, 1.139 Firma, 137.684 Perusahaan Perorangan dan 244 Badan Usaha lainnya. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah perusahaan yang terdaftar pada tahun 1984/85 naik sebesar 52,2 % dibanding dengan tahun sebelumnya.

Sebagai usaha pembinaan organisasi/asosiasi yang meliputi organisasi usaha niaga/asosiasi nasional yang bergerak di bi-dang perdagangan dan jasa, organisasi kerjasama ekonomi anta-ra pengusaha Indonesia dengan pengusaha asing, telah dilaku-kan pendaftaran terhadap organisasi/asosiasi tersebut. Sampai dengan akhir tahun 1984 telah terdaftar sebanyak 940 organi-sasi/asosiasi, sedangkan sampai akhir tahun 1983 adalah 787 organisasi/asosiasi.

Dalam rangka pelaksanaan sistem perizinan usaha perdagang-an yang disederhanakan jumlah perusahaan/pedagang nasional yang mendapat SIUP terus bertambah. Pada tahun 1978 jumlah perusahaan yang mendapat SIUP sebanyak 229.271 perusahaan. Dalam tahun 1982 jumlah tersebut bertambah menjadi 672.319 perusahaan, kemudian dalam tahun 1983 bertambah lagi menjadi 778.556 perusahaan. Sedang dalam tahun 1984 jumlah tersebut telah mencapai 849.985 perusahaan, berarti kenaikan sebesar 8,9 % dibanding tahun 1983.

Pada saat dimulainya penyelenggaraan informasi pasar (ta-hun 1979/80), kegiatan ini baru meliputi 6 propinsi, sedang dalam tahun 1984/85 telah meliputi 26 propinsi. Penyelengga-raan informasi pasar tersebut telah memberikan manfaat bagi pedagang/produsen di dalam mengembangkan usahanya.

c. Meningkatkan peranan pedagang nasional dan pedagang golongan ekonomi lemah.

Pelaksanaan kebijaksanaan pengakhiran kegiatan usaha asing

XI/76

dalam bidang perdagangan, sampai saat ini cukup memberikan kesempatan berusaha bagi pengusaha/pedagang nasional. Seba-gaimana dikemukakan di atas dimana jumlah perusahaan/pedagang nasional yang mendapat SIUP terus meningkat dari tahun ke ta-hun, hal ini juga sebagai hasil dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut.

Di samping hasil yang dikemukakan di atas, pengakhiran kegiatan usaha dagang asing sampai dengan akhir 1984 juga telah memberikan hasil sebagai berikut. (i) Dari 14.028 perusahaan asing pada tahun 1977, saat ini tinggal 135 peru-sahaan yang masih dalam proses penyelesaian; (ii) Tercatat sebanyak 215 perwakilan perusahaan perdagangan asing; (iii) 4.191 perusahaan perdagangan nasional ditunjuk sebagai agen penyalur hasil produksi perusahaan asing; dan (iv) 186 peru-sahaan Penanaman Modal Asing (PMA) telah menunjuk perusahaan perdagangan nasional sebagai distributor.

Pelaksanaan pusat-pusat pameran dagang selama ini telah dimanfaatkan oleh pengusaha/pedagang golongan ekonomi lemah sebagai pusat informasi pasar dan sebagai sarana untuk mem-perluas pasaran barang-barang hasil produksi dalam negeri. Sejak dimulainya penyelenggaraan pusat pameran dagang pada tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1983/84 jumlah perusahaan/ pedagang yang ikut memanfaatkannya sudah mencapai 6.730 peru-sahaan/pedagang, sedang dalam tahun 1984/85 sebanyak 1.560 perusahaan/pedagang.

Selanjutnya dalam Tabel XI-32 tampak perkembangan pedagang golongan ekonomi lemah yang ditatar dan mendapat kesempatan berkonsultasi. Dalam tahun 1978/79 jumlah pedagang golongan ekonomi lemah yang ditatar dan mandapat kesempatan berkonsul-tasi masing-masing sebanyak 1.621 orang dan 1.333 orang, ke-mudian dalam tahun 1982/83 jumlah tersebut menjadi 1.855 orang dan 1.855 orang. Dalam tahun 1983/84 jumlah tersebut masing-masing meningkat lagi menjadi sebesar 3.010 orang dan 3.010 orang, sedang dalam tahun 1984/85 masing-masing 3.395 orang dan 3.395 orang. Dengan demikian, jumlah pedagang yang ditatar dan mendapat kesempatan berkonsultasi pada tahun 1984/85 bila dibanding dengan tahun 1983/84 masing-masing me-ningkat sama besar yaitu 12,8%, sedang bila dibanding dengan tahun 1978/79 masing-masing meningkat 109,4% dan 154,7%. Pe-nataran dan kesempatan berkonsultasi bagi pedagang golongan ekonomi lemah tersebut pelaksanaannya tidak hanya di ibukota propinsi dan ibukota kabupaten/kotamadya, tetapi juga di ko-ta-kota kecamatan.

XI/77

TABEL XI - 32PEMBINAAN PEDAGANG G0L0NGAN EKONOMI LEMAH.

1978/79 - 1984/85(orang)

No. Daerah Tingkat I/Propinsi

1978/79(Akhir Repelita II)

1982/83 1983/84(Akhir Repelita

III)

1984/85

Ditatar DiberiKonsultasi Ditatar Diberi

KonsultasiDiberi

Ditatar KonsultasiDitatar

Diberi konsultasi

1. DI Aceh 73 61 70 70 120 120 105 1052. Sumatera Utara 91 76 70 70 120 120 175 175

3. R i a u 45 39 35 35 120 120 105 105

4. Sumatera Barat 61 55 70 70 140 140 140 140

5. Jambi 60 5o 70 70 120 120 105 105

6. Sumatera Selatan 74 41 35 35 140 140 140 140

7. Bengkulu - - 35 35 70 70 105 1058. Lampung 61 53 70 70 140 140 105 1059. DKI Jakarta 198 153 70 70 160 160 175 175

10. Jawa Barat 110 86 105 105 200 200 210 210

11. JaWa Tengah 179 161 140 140 200 200 210 210

12. DI Yogyakarta 87 71 70 70 160 160 140 14013. JaWa Timur 207 168 105 105 200 200 210 210

14. B a L i 25 17 70 70 80 80 105 105

15. Kalimantan Barat 48 42 35 35 80 80 105 105

16. Kalimantan Tengah - - 70 70 70 70 105 105

17. Kalimantan Selatan 59 57 70 70 105 105 140 14018. Kalimantan Timur 27 17 70 70 80 80 105 10519. Sulawesi Utara 66 59 70 70 80 80 105 105

20. Sulawesi Tengah - - 70 70 so 80 105 105

21. Sulawesi Tenggara - - 70 70 80 80 105 10522. Sulawesi Selatan 60 47 70 70 120 120 105 10523. Nusa Tenggara Barat 30 26 70 70 80 80 105 105

24. Nusa Tenggara Timur 30 29 70 70 80 80 105 10525. M a 1 u ku 30 25 70 70 70 70 105 10526. Irian Jaya - - 70 70 80 80 105 105

27. Timor Timur - - 35 35 35 35 70 70

Jumlah 1.621 1.333 1.855 1.855 3.010 3.010 3.395 3.395

XI/78

TABEL XI – 33REALISASI PENYALURAN PUPUK,

1978 - 1984/85(ribu ton)

Musim TanamJenis Pupuk

UREA TSP

1978 407,7 116,3

1978/79(Akhir Repelita II)

611,9 151,3

1982 795,4 266,5

1982/83 1.258,5 444.2

1983 872.5 293.8

1983/84(Akhir Repelita III)

2.449,3 938.4

1984 1.037,5 366,9

1984/85 1.057,5 629,6

XI/79

d. Meningkatkan dayaguna pemasaran bahan-bahan tertentu.

Perkembangan jumlah penyaluran pupuk sejak akhir Repelita II sampai awal Repelita IV digambarkan dalam Tabel XI-33. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pupuk urea dan TSP ma-sing-masing yang disalurkan dalam MT 1978/79 berjumlah 611,9 ribu ton dan 151,3 ribu ton. Jumlah tersebut masing-masing meningkat yaitu dalam MT 1982/83 berjumlah 1.258,5 ribu ton dan 444,2 ribu ton serta dalam MT 1983/84 berjumlah 2.449,3 ribu ton dan 938,4 ribu ton. Sedangkan dalam MT 1984/85 pe-nyaluran pupuk urea dan TSP masing-masing mencapai 1.057,5 ribu ton dan 629,6 ribu ton.

Dalam rangka pelaksanaan tataniaga cengkeh yang kebijaksa-naannya dimulai sejak tahun 1980, pengantarpulauan cengkeh terus meningkat. Perkembangan jumlah cengkeh yang diantar-pulaukan sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1984 masing-ma-sing sebesar 19,2 ribu ton; 16,6 ribu ton; 19,6 ribu ton; 19,1 ribu ton dan 26,4 ribu ton.

Pengadaan dan penyaluran kopra/minyak kelapa sejak akhir Repelita I sampai awal Repelita IV berjalan secara mantap. Perkembangan antar pulau kopra/minyak kelapa adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1973 kopra/minyak kelapa yang diantar pulaukan sebesar 206,7 ribu ton. Kemudian dalam tahun-tahun 1978, 1982 dan 1983 jumlah tersebut masing-masing sebesar 406,0 ribu ton, 381,4 ribu ton dan 371,8 ribu ton. Sedangkan dalam tahun 1984 kopra/ minyak kelapa yang diantar pulaukan mencapai 287,6 ribu ton.

XI/80