kliping seni tari
DESCRIPTION
KesenianTRANSCRIPT
Tari Serampang Dua Belas
Sejarah
Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang
berkembang di bawah Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti
pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-
1960 (http://www.wisatamelayu.com/id; http://cetak.kompas.com). Sebelum
bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai
dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari
(www.wisatamelayu.com/id; http://cetak.kompas.com; Sinar, 2009: 48).
Kisah
Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang
muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang
direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan
proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara
berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal
perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi
masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum,
apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya (www.wisata melayu.
com/id).
Tari Tor Tor
Sejarah
Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku.
Kisah
Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tortor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung). Kemudian tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Banua Gijjang (Dunia Atas), Banua Tonga (Dunia Tengah) dan Banua Toru (Dunia bawah) Tor-Tor pada jaman sekarang untuk orang Batak tidak lagi hanya diasumsikan dengan dunia roh, tetapi menjadi sebuah seni karena Tor-Tor menjadi perangkat budaya dalam setiap kegiatan adat orang Batak.
Gerakan
Gerakannya se-irama dengan iringan musik (Margondang) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.
Tari Seudati
Sejarah
Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/
bersaksi/ pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad
utusan Allah.
Kisah
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang
mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit
dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada
zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan
kembali dan menjadi Kesenian Nasional
Indonesia.
Gerakan
Gerakan-gerakan tari yang dinamis dan lincah tapi bisa begitu saja berubah
menjadi sangat kaku dan terkesan menampilkan sisi dingin seorang ksatria, juga
tarian ini sama sekali tak menyertakan alat musik apapun sebagai pengiring dan
hanya mengandalkan nyanyian dari dua orang aneuk syahi dan beberapa
tepukan tangan di dada dan paha, hentakan kaki, dan jentikan jari dari gerakan
sang penari itu sendiri.
Tari Saman
Sejarah
Tarian ini berasal dari dataran tinggi Gayo. Pada masa lalu, Tari Saman
biasanya ditampilkan untuk merayakan peristiwa - peristiwa penting dalam adat
dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk
merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Pada kenyataannya nama "Saman"
diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.
Gerakan
Tari Saman biasanya ditampilkan menggunakan iringan alat musik, berupa
gendang dan menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka
yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka
sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini
dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena
keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam
menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki
konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan
sempurna. Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi
dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat
musik pengiring. Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak
dibawakan /ditarikan oleh kaum pria, tetapi perkembangan sekarang tarian ini
sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria
dan penari wanita. Tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8
penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
Tari Legong
Sejarah
Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.
Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan
sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi
oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya
itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap. Sesuai dengan
awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum
mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman
keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas
sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan,
disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.
Kisah
Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki
pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh
pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal
dari kata “leg” yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan “gong” yang
artinya gamelan. “Legong” dengan demikian mengandung arti gerak tari yang
terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan
yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
Tari Kecak
Sejarah
Tak diketahui secara pasti darimana tarian kecak berasal dan dimana pertama kali berkembang, namun ada suatu macam kesepakatan pada masyarakat Bali kecak pertama kali berkembang menjadi seni pertujukan di Bona, Ganyar, sebagai pengetahuan tambahan kecak pada awalnya merupakan suatu tembang atau musik yang dihasil dari perpaduan suara yang membentuk melodi yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian Sahyang yang disakralkan. Dan hanya dapat dipentaskan di dalam pura. Kemudaian pada awal tahun 1930an astist dari desa Bona, Gianyar mencoba untuk mengembangkan tarian kecak dengan mengambil bagian cerita Ramayana yang didramatarikan sebagai pengganti Tari Sanghyang sehingga tari ini akhirnya bisa dipertontontan di depan umum sebagai seni pertunjukan. Bagian cerita Ramayana yang diambil pertama adalah dimana saat Dewi Sita diculik oleh Raja Rahwana.
Arti
Tari Kecak yang sering disebut “The Monkey Dance” bagi kalangan wisatawan merupakan tari dalam bentuk drama relative baru tetapi telah menjadi pertunjukkan yang sangat populer/terkenal dan telah menjadi pertunjukkan yang mesti ditonton baik bagi wisatawan domestik maupun luar negeri. Adegan-adegan tari kecak telah dipromosikan di beberapa poscard, buku petunjuk pariwisata dan lain-lainnya. Nama Kecak adalah adalah sebuah nama yang secara langsung diambil setelah suara “cak, cak” yang di ucapkan secara terus menerus sepanjang pertunjukan. Ada beberapa yang menerangkan bahwa kata atau suara “cak” sebenarnya mempunyai arti yang sangat penting dan significant di dalam pertunjukan.
Gerakan
Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara. (Sumber : http://www.semestaindonesia.com/cbn/? p=1025
Tari Serimpi
Sejarah
Serimpi sama artinya dengan bilangan empat. Kata Srimpi menurut bahasa jawa artinya "impi atau mimpi". Tarian Serimpi merupakan tarian yang berasal dari Yogyakarta. Tarian ini ditarikan oleh 4 orang putri yang diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan dari sang penari yang lambat dan gemulai adalah ciri khas dari tarian Serimpi Yogyakarta. Dari ke 4 putri tersebut, masing-masing melambangkan unsur dunia, yaitu : grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Hal dimaksud melambangkan asal usul terjadinya manusia dan juga melambangkan 4 penjuru mata angin. Pada dasarnya tari Serimpi ini mengambarkan sifat baik dan sifat buruk. Manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik sebagai bekal menghadap Sang Pencipta. Dari ke 4 putri tersebut masing-masing mempunyai nama yaitu : Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Arti
Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepadaBelanda.
GerakanGerakan tangan yang lambat dan gemulai, merupakan ciri khas dari tarian Serimpi. (Sumber : http://budayaindonesia.org/iaci/Tari_Serimpi).