kisah wafatnya rasulullah

3
Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya, pagi itu walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan khutbah. “Wahai Ummatku! Kita semua dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada- Nya.kuwariskan dua perkara kepada kalian, Al Qur’an dan Sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu, Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang, Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia ini. Tanda-tanda itu semakin kuat. Ali dan sahabat lainnya dengan segera menangkap Rasulullah yang dalam keadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar, disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik supaya tidak berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup, sedang didalamnya Rasulullah sedang berbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya, tiba-tiba dari luar pintu terdengar ada seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?”, tanyanya. Tapi Fatimah tidak megizinkannya masuk. “Maaflah, ayahku sedang demam” Kata Fatimah yang membalikkan badan dan

Upload: awana-chaizan

Post on 11-Jul-2016

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kisah Wafatnya Rasulullah

TRANSCRIPT

Page 1: kisah wafatnya Rasulullah

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya cinta yang dicontohkan Allah melalui

kehidupan Rasul-Nya, pagi itu walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun

enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan khutbah.

“Wahai Ummatku! Kita semua dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan

bertakwalah kepada-Nya.kuwariskan dua perkara kepada kalian, Al Qur’an dan Sunnahku.

Barang siapa mencintai sunnahku berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang

mencintaiku akan masuk syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan

pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu,

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas

dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang, Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh

hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia

ini. Tanda-tanda itu semakin kuat. Ali dan sahabat lainnya dengan segera menangkap Rasulullah

yang dalam keadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar, disaat itu, kalau mampu,

seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik supaya tidak berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup, sedang didalamnya Rasulullah

sedang berbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma

yang menjadi alas tidurnya, tiba-tiba dari luar pintu terdengar ada seorang yang berseru

mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?”, tanyanya. Tapi Fatimah tidak megizinkannya

masuk. “Maaflah, ayahku sedang demam” Kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup

daun pintu. Kamudian dia kembali menemui ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan

bertanya pada Fatimah. “Siapakah itu wahai anakku?” , “tak tahulah ayah, orang sepertinya baru

ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan

pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak

dikenangnya. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang

memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut.” Kata Rasulullah. Fatimahpun menahan

ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa

Jibril tidak ikut serta, Kemudian dipanggillah jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit

dunia untuk menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril jelaskan apa hakku

nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit

telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surge terbuka lebar menanti

Page 2: kisah wafatnya Rasulullah

kedatanganmu.” Kata Jibril. Tapi ternyata itu tidak membuat Rasulullah lega. Matanya masih

penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril. “Khabarkan

kepadaku bagaimana nasib ummatku kelak?”. “jangan khawatir wahai Rasul Allah. Aku pernah

mendengar Allah befirman kepadaku: ‘kuharamkan syurga bagi siapa saja kecuali umat

Muhammad telah berada didalamnya’.” Kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya izrail

melakukan tugasnya.perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah

bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril! Betapa sakitnya sakaratul maut ini”

perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam. Ali yang di sampingnya menunduk semakin

dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu

wahai jibril?” Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu. “siapakah yang sanggup,

melihat kekasih Allah direnggut ajalnya.” Kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah

memkik. Karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah!! Dahsyat nian maut ini. Timpakan

saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada ummatku”. Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki

dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu.

Ali segera mendekatkan telinganya .”Uushiikum bis shalati, wa ma malakat aimanukum.”

Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu. Di luar pintu, tangis mulai

terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup tangan diwajahnya dan Ali

kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatiii..

Ummatiii .. Ummatiii. “

Saudara ! Rasulullah Mengkhawatirkan umatnya? Dia Mengkhawatirkan kita ?” , tetapi

mengapa kita tidak pernah mengingatnya malah melupakannya, sedangkan dihujung nafasnya

dirinya masih mengingati kita, Beliau berkata “Ummatku! Ummatku! Ummatku! “. Malunya

kami padamu Ya Rasulullah.

Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Betapa cintanya Rasulullah

kepada kita