kiritik sosial politik dalam cerpen kemarau

10
Kiritik Sosial Politik dalam Cerpen Kemarau : Kajian Semiotik Abstrak : Artikel ini membahas gagasan kritik social politik yang terdapat dalam cerpen kemarau karya Andrea Hirata. Tujuan pengkajian cerpen ini adalah agar tercipta pemaknaan lebih dalam ketika pengapresiasian sebah karya sastra. Karya sastra dengan media bahasa tentu terdapat banyak tanda didalamnya oleh karena itu dilakukan pengkajian semiotic untuk cerpen ini. Pengkajian semiotic dalam cerpen ini dilakukan dengan pembacaan heuristic dan hermeutik atau retroaktif. Pendahuluan Hingga saat ini Perkembangan karya sastra cukup dinamis. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya karya sastra yang lahir dari para kreatornya. Karya sastra merupakan suatu objek yang cukup menarik untuk dikaji. Banyak hal yang bisa diungkapkan dari karya sastra tersebut. Terkadang banyak hal yang sengaja disembunyikan sang kreator di dalam karyanya terhadap pembacanya, sehingga perlu pengkajian yang mendalam untuk mengungkapkannya. Kajian sastra adalah sebuah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam sebuah karya sastra yang bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu (Aminudin 1995:39). Maka itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kegiatan mengkaji karya sastra adalah sebuah kegiatan yang akan melibatkan teori dan cara kerja tertentu disertai dengan menggunakan sebuah pendekatan tertentu. Apresiasi sastra menurut Effendi (2002) adalah sebuah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Selanjutnya, kritik sastra. Kritik sastra merupakan Penilaian atau pertimbangan baik buruk suatu hasil

Upload: afida-ariffin

Post on 16-Feb-2015

93 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

Kiritik Sosial Politik dalam Cerpen Kemarau :

Kajian Semiotik

Abstrak : Artikel ini membahas gagasan kritik social politik yang terdapat dalam cerpen

kemarau karya Andrea Hirata. Tujuan pengkajian cerpen ini adalah agar tercipta pemaknaan

lebih dalam ketika pengapresiasian sebah karya sastra. Karya sastra dengan media bahasa

tentu terdapat banyak tanda didalamnya oleh karena itu dilakukan pengkajian semiotic untuk

cerpen ini. Pengkajian semiotic dalam cerpen ini dilakukan dengan pembacaan heuristic dan

hermeutik atau retroaktif.

Pendahuluan

Hingga saat ini Perkembangan karya sastra cukup dinamis. Hal tersebut terlihat dari semakin

banyaknya karya sastra yang lahir dari para kreatornya. Karya sastra merupakan suatu objek

yang cukup menarik untuk dikaji. Banyak hal yang bisa diungkapkan dari karya sastra tersebut.

Terkadang banyak hal yang sengaja disembunyikan sang kreator di dalam karyanya terhadap

pembacanya, sehingga perlu pengkajian yang mendalam untuk mengungkapkannya.

Kajian sastra adalah sebuah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur

dalam sebuah karya sastra yang bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu

(Aminudin 1995:39). Maka itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kegiatan mengkaji

karya sastra adalah sebuah kegiatan yang akan melibatkan teori dan cara kerja tertentu disertai

dengan menggunakan sebuah pendekatan tertentu.

Apresiasi sastra menurut Effendi (2002) adalah sebuah kegiatan menggauli karya sastra secara

sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, pikiran kritis, dan kepekaan

perasaan yang baik terhadap karya sastra. Selanjutnya, kritik sastra. Kritik sastra merupakan

Penilaian atau pertimbangan baik buruk suatu hasil kesusastraan dengan memberikan alasan-

alasan mengenai isi dan bentuk hasil kesusastraan tersebut. Kekuatan dan kelemahan karya

sastra itu harus ditunjukkan dengan alasan yang adekuat. Alasan adekuat didapat dengan

menganalisis unsur-unsur dan kaitan antar unsur karya sastra (Jassin, 1991:95)

Karya sastra sebagai sebuah karya seni dengan medium bahasa tidak pernah lepas dari tanda,

berbeda dengan seni musik atau seni lukis yang bermedium  netral (pradopo, 1995 :121).

dalam arti belum mempunyai arti, mempunyai system dan konvensi. Medium seni lukis adalah

cat atau warna, medium seni music suara atau bunyi, semuanya belum mempunyai arti sebagai

bahan. Bahan sastra adalah bahasa yang sudah berarti, bahasa berkedudukan sebagai bahan

dalam hubungannya dengan sastra, sudah mempunyai sistem dan konvensi sendiri, maka

disebut system semiotic tingkat pertama. Sastra yang mempunyai system dan konvensi sendiri

yang mempergunakan bahsa, disebut system semiotic tingkat kedua.

Page 2: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

Karya sastra adalah sebuah bentuk ekspresi tidak langsung  maka dari itu dalam  praktiknya

baik itu bentuk karya sastra dalam puisi maupun prosa, bahasa yang menjadi mediumnya tidak

hanya sebatas bahasa sebagai Langue (bahasa dalam system linguistic) namun juga menjadi

mempunyai “makna” dalam sastra yang dapat merefleksikan banyak hal dan multi tafsir.

Karya sastra sebagai buah piker manusia telah lama, sejak jaman  nenek moyang menjadi

pewarna yang baik dalam membangun system budaya dalam masyarakat, para penggiat sastra

adalah para polisi norma yang melakukan kritik terhadap perilaku manusia terhadap alam dan

sesama. Dengan media sastra baik itu prosa maupun puisi, para pelaku sastra meniru alam dan

isinya (mimetic) dan melakukan pemikiran yang mendalam dan anlisis terhadap kehidupan

karena pada akhirnya para penyair adalah para filsuf yang mencari kehidupan.

Dalam cerpen “Kemarau” karya andrea hirata ini mencoba melakukan kritik terhadap keadaan

social dan politik masyarakat kekinian, yang semakin kehilangan esensi kehidupan

bermasyarakat (gotong royong dan tengang rasa) karena pergeseran budaya yang disebabkan

oleh serbuan budaya asing (individulisme dan opportunisme) yang kian gencar.

Sekilas tentang semiotik

Secara leksikal, semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan

lambang dalam kehidupan manusia, sedangkan semiotika adalah ilmu atau teori tentang

lambang dan tanda (bahasa, lalu lintas, kode morse, dsb); atau semiologi adalah ilmu tentang

semiotik (KBBI 2007).

 

Semiotik (kadang-kadang juga dipakai istilah semiologi) ialah ilmu yang secara sistematik

mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion, bahasa Yunani=tanda), sistem-

sistem lambang dan proses-proses perlambangan (luxemburg, 1984:44).

 

Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja

dalam bidang yang terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi),

yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat

yaiutu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu semiotik dengan nama

semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian hal itu sering

dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan nama

semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik (Pradopo,

2005:119).

Page 3: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

Metode Hermeutika

Dikaitkan dengan fungsi utama hermeutika untuk memahami agama, maka metode ini dianggap

tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa diantara karya tulis yang

paling dekat dengan agama adalah karya satra

Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra ada ruang-ruang kososng,

ditempat itulah pembaca memberikan berbagai macam penafsiran, dan metode hermeutik tidak

mencari makna yang benar tapi yang paling optimal karena kebenaran sebuah makna adalah

hak pribadi pengarang

Metode Analisis Isi

Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Dasar penafsiran dalam metode

analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Penelitian menekankan bagaimana

memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa

komunikasi.

 

 

Metode Penilitian

Raiffaterre berkata Untuk dapat member makna sajak secara semiotic, pertama kali dapat

dilakukan dengan pembacaan heuristic dan hermeutik atau retrokatif (Pradoppo, 1995:134)

Pembacaan heuristik adalah pembacaan beradasarkan struktur bahasanya atau secara

semiotic adalah berdasarkan system semiotic tingkat pertama. Pembacaan hermeutik adalah

pembacaan karya berdasarkan sisem semiotic tingkat kedua atau berdasarkan konvensi

sastranya. Pembacaan hermeutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan

heuristic dengan member konvensi sastranya.

Pembacaan heuristik dalam cerpen adalah pembacaan “tata bahasa” ceritanya dari awal hingga

akhir, oleh karena itu untuk mempermudah pembacaan ini dapat berupa dibuat sinopsis dari

ceritanya.

 

Sinopsis cerpen Kemarau :

Tokoh aku adalah seorang perantau yang pulang kekampung halamanya dimana ia

mengenang masa kecilnya, tentang musim kemarau yang tidak menyenangkan dikampungnya

dimana tidak ada tempat hiburan atau pun saran rekreasi keluarga yang memadai satu-satunya

yang menarik perhatian hanyalah jam berukuran besar tengah kampong yang telah mati

diangka 5 dan patung patung pejuang 45 yang sedang mengepalkan tangannya, dimana

Page 4: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

kemudian dimusim kampanye politik, tepat didepan patung tersebut di pasangi banyak baliho

calon parpol dan tinju patung para pejuang tepat mengarah kepada parpol tersebut.

Tempat lain yang ada didesa tersebut adalah museum yang didalamnya terdapat kebun

binatang dimuseum tersebut tersimpan benda-benda tua keramat peninggalan kerajan local

sekitar dan juga terdapat kebun binatang dengan populasi binatang yang hanya jantan saja dan

sudah tua-tua pula.

Selain itu ada juga kapal keruk  yang terbawa tsunami dan karam ditengah kota, kapal rongsok

itu adalah tempat favorit tokoh aku untuk melamun dan melihat seisi kota.

Sekian lama berlalu dan keadaan seisi kota masih sama ketika ia kecil dulu baliho para parpol

masih menutupi patung para pejuang yang setia mengepalkan tinju kearah mereka. Jam

dinding besar jarumnya masih juga tak beranjak dari angka lima, hanya saja yang berbeda kini

adalah tak ada lagi kapal keruk karam itu yang berisi kenangan si tokoh aku.

Lalu ia pun pulang kekota Jakarta dan tiba-tiba sangat merindukan sosok ayahnya.

 

 

 

Unsur intrinsik dalam cerpen kemarau :

Tema  :

Kondisi Sosial masyarakat Desa

Judul :

Kemarau : kering karen lama tidak turun

hujan (tt musim) (KBBI 2007)

“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati

tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim

kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan

Maret sampai September”.

Latar  :

Tempat  : Sebuah kampung melayu diluar pulau Jawa

“Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di

Jawa”

Waktu :

masa sepuluh tahun yang lalu ( musim kemarau, masa kecil si tokoh Aku)

“Sering aku minta dibangunkan jika ayah berangkat kerja pukul dua pagi itu”

Masa setelah sepuluh tahun (musim kemarau, masa dewasa si tokoh aku)

Page 5: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

“Sepuluh tahun telah hangus sejak terakhir aku melamun di rongsokan kapal keruk itu”

Tokoh dan Penokohan :

Aku : peka terhadap lingkungan social

“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati

tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim

kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan

Maret sampai September”

Pedagang Tebu : sangat Sabar dan ramah

”Mau ke mana kau, Bujang?” sapa penjual tebu waktu aku melintas dekat patung pajuang 45.

Sepuluh tahun telah lewat, apa dia tak punya pertanyaan lain? Malas aku menjawabnya…

Ayah : Pekerja keras

“Tak kan pernah kulupa, setiap pukul dua pagi, truk pengangkut buruh kapal keruk menjemput

ayahku. Kudengar suara klakson. Ayah keluar rumah di pagi buta itu sambil menenteng rantang

bekal makanan dari ibu.”

Gaya penceritaan :

Aku lirih (sudut pandang utama pelaku utama)

“Karena aku ingin melihat ayah dengan seragam mekaniknya yang penuh wibawa, yang ada

test pen di sakunya, yang berbau sangat lelaki”

Pembacaan hermeutik (analisis semiotik):

Tema  :

Kondisi Sosial masyarakat Desa

Judul :

Kemarau : Kemarau disini dalam konvensi sastra dapat diartikan kehidupan yang tak kunjung

menemukan kemakmuran. Atau kebahagiaan yang tak kunjung menemui masyarakat

pedesaan  tersebut.

“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati

tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim

kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan

Maret sampai September”.

Latar  :

Latar yang menceritakan tentang bagaimana kondisi social sebuah perkampungan melayu

ditengah suasana musim kemarau, banyak melambangan realitas kehidupan yang secara

kontekstual memang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini.

Gagasan kemunduran atau kemadekan suatu bangsa :

Page 6: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

“Patung satunya lagi juga besar dan tinggi, adalah patung para pejuang kemerdekaan tahun 45.

Lengkap dengan senapan dan bambu runcing. Mereka mengacungkan tinju dengan geram,

siap menyikat Belanda. Juga sejak kecil aku bertanya-tanya, mengapa pematung membuat

kepalan patung-patung itu secara anatomis sangat besar? Baru belakangan kutahu

jawabannya, yaitu di depan patung itu kini dipasang papan reklame dan di situ para politisi

sering berbusa-busa membanggakan program-program mereka. Maka tampaklah kini para

pejuang 45 itu seperti ingin menonjok mereka. Jika ingin tahu definisi dari visi seorang seniman,

patung itu memberi contoh yang sangat pas. Jam besar, patung pejuang 45, dan papan

reklame itu adakalanya bagiku tampak bak panggung parodi, adakalanya bak wangsit, dan

adakalanya bak segitiga Bermuda, yang menyimpan misteri politik republik ini.”

Penggalan salah satu bagian cerita dari cerpen kemarau diatas jika ditinjau makna secara

konvensi sastra yaitu:

Bagaimana para pejuang terdahulu berjuang dengan gigih mempertaruhkan jiwa dan raga

dengan hanya memakai bambu runcing melawan para penjajah Belanda, tapi kini seolah

perjuangan mereka tidak ada yang meneruskan tapi malah ditutupi oleh keburukan para

anggota DPR yang terus menerus menjajikan perubahan tanpa bukti. Hingga yang terjadi

adalah kemarau (kemalangan) berkepanjangan yang terjadi di daerah terpencil.

Gagasan tentang Budaya yang salah :

“Baiklah, mari bicara soal museum. Di sana ada sebuah ruangan yang jika dimasuki harus

membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati tombak-tombak

karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah. Uang kecil yang diselipkan ke dalam

kotak di samping tombak-tombak itu dapat menyebabkan pendermanya awet muda dan enteng

jodoh. Anak-anak yang tak sengaja menunjuk tombak itu harus mengisap telunjuknya agar tidak

kualat.”

Tradisi masyarakat kita yang memang ketika masa nenek moyang dulu menganut Animisme

dan Dinamisme, menyebabkan pembodohan yang berkepanjangan bahkan ketika sudah dating

ajaran agama yang notabenenya mengajarkan kebaikan dan memberikan pencerahan .

masyarakat kita malah mengakulturasi kedua budaya tersebut hingga menimbulkan budaya

baru yang sangat “khas” namun sangat menyimpang jiga dibenturkan pada nilai-nilai religiutas

agama.

Tokoh dan Penokohan :

Aku : peka terhadap lingkungan social

“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati

tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim

Page 7: Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau

kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan

Maret sampai September”

Tokoh aku sebagai sorang pengkritik aktif, disini mungkin melambanglan seorang intelektual

(mahasiswa) yang lahir dari keadaan masyarakat yang sangat kaya dengan budaya leluhur

namun ternyata setelah ia berkuliah dan mendapat ilmu bnyak didapati bahwa banyak hal

menyimpang dari paradigma masyrakatnya yang harus segera ia benahi.

Juga ia gusar ketika melihat kondisi ekonomi masyrakat kampunnya yang tak kunjung membaik

malah selalu saja jadi korban monopoli para petinggi.

Pedagang Tebu : sangat Sabar dan ramah

”Mau ke mana kau, Bujang?” sapa penjual tebu waktu aku melintas dekat patung pajuang 45.

Sepuluh tahun telah lewat, apa dia tak punya pertanyaan lain? Malas aku menjawabnya…

pedagang tebu adalah perlambbang sorang rakyat kecil yang senatiasa konsisten dengan

kemiskinannya namunt ap optimis dan tabah menjalani kehidupannya, tanpa banyak protes dan

mengeluh.

Simpulan :

Cerpen kemarau ini menyoroti bagaimana kehidupan social masyarakat diluar pulau tentang

budaya dan norma serta penyimpangannya, berlaku disekit jawa yang selalu saja jadi korban

kebijakan para petinggi dan mengkritik bagaimana para petinggi yang berada di DPR tidak

menyelesaikan apapu selain menambah buruk keadaan dan menodai nilai-nilai perjuangan

para pejuang dahulu kala.

 

 

 

Daftar Pustaka

Pradopo, Rahmat Djoko, 1995.Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan

Penerapannya.. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:

Balai Pustaka.

Kutha, Nyoman. 2009. Teori, Metode, dan Tekhnik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka.

http://cetak.kompas.com/read/2010/07/25/04381167/kemarau