kinetika_siti qolifah_12.70.0167_f5

31
 28 KINETIKA FERMENT A SI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh:  Siti Qolifh !2"#$"$!%# Kelo&'o( F) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI*ERSITAS KATOLIK SOEGI+APRANATA SEMARANG 2$!) 1. HASI L PENGAMA T AN

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fermentasi minuman vinegar

TRANSCRIPT

2728KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh: Siti Qolifah 12.70.0167Kelompok F5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Acara I

Acara III

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan terhadap percobaan kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi di dalam Produksi Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata / MO tiap petakRata-rata / MO tiap ccOD (nm)pHTotal asam

1234

F1Sari apel + S.cerevisiaeN0148752x1070.31623.8216.32

N245047554549.2519.7x1071.35583.2419.20

N48394036413915.6 x1071.58903.3514.40

N72456256695823.2 x1071.62333.3714.59

N966072768372.7529.1 x1071.83783.4014.00

F2Sari apel + S.cerevisiaeN01213111111.754.7x1070.27213.2416.51

N2481101929391.7536.7 x1071.09913.2217.28

N4816912315717915762.8 x1071.10383.3314.40

N72787210112894.7537.9 x1070.90603.4213.82

N96300300300300300128.1 x1072.14253.4313.63

F3Sari apel + S.cerevisiaeN02815221620.258.1x1070.31923.2717.09

N24546260565823.2x1071.24583.2217.28

N4812082818391.536.6 x1071.49173.3316.32

N72123103108109110.7544.3 x1071.64153.3415.55

N964439413740.2516.1 x1071.29323.4214.02

F4Sari apel + S.cerevisiaeN02617112920.758.3 x1070.40843.3016.32

N2410190107124105.542.2 x1071.51203.2519.20

N48819088978935.6 x1071.55833.1314.40

N728376957582.2532.9 x1070.74873.3414.59

N9619218712475144.557.8 x1070.78453.4813.82

KelompokPerlakuanWaktu MO TiapPetakRata-rata/ MO TiapPetakRata-rata/ MO Tiap ccOD (nm)pHTotal Asam

F5Sari apel+ S. cerevisiaeN011272319208 x 1070.33523.3215.74

N2419218712475144.557.8 x 1071.29113.2317.28

N481151061199210843.2 x 1071.38603.3514.40

N721007569527429.6 x 1071.69583.5415.17

N9613589144167133.7553.4 x 1071.40693.4612.86

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah MO tiap cc untuk N0 paling tinggi yaitu kelompok F4, sedangkan paling rendah adalah kelompok F1. Rata-rata jumlah MO tiap cc pada N24 paling tinggi kelompok F5 dan yang paling rendah kelompok F1. Selanjutnya, rata-rata jumlah MO tiap cc pada N48 paling tinggi adalah kelompok F2 dan yang paling rendah kelompok F1. Pada N72 rata-rata jumlah MO tiap cc paling tinggi adalah F3, kemudian yang paling rendah yaitu kelompok F1. Berikutnya, rata-rata jumlah MO tiap cc paling tinggi pada N96 yaitu kelompok F2 dan yang paling rendah adalah kelompok F3. Untuk nilai OD N0 paling tinggi kelompok F4 dan yang paling rendah kelompok F2. Pada N24 nilai OD yang dihasilkan paling tinggi adalah kelompok F4 dan yang paling rendah kelompok F2. Kemudian untuk N48 kelompok F1 dihasilkan nilai OD paling tinggi serta kelompok F2 paling rendah. Selanjutnya, pada N72 kelompok F5 menghasilkan nilai OD paling tinggi serta kelompok F4 paling rendah. Pada N96 nilai OD paling tinggi adalah kelompok F2 dan yang paling rendah adalah kelompok F4.

2

1Pada nilai pH yang dihasilkan untuk N0 kelompok F1 paling tinggi dan F2 paling rendah. Kemudian pada N24 kelompok F4 menghasilkan pH paling tinggi serta kelompok F2 dan F3 memiliki hasil yang sama paling rendah. Selanjutnya, pada N48 kelompok F1 dan F5 menghasilkan pH paling tinggi dan kelompok F4 paling rendah. Untuk N72 kelompok F5 mendapatkan pH paling tinggi, sedangkan kelompok F3 dan F4 pH yang dihasilkan paling rendah. Berikutnya pada N96 kelompok F4 pH yang dihasilkan paling tinggi serta kelompok F1 paling rendah. Untuk total asam yang dihasilkan pada N0 yaitu kelompok F3 menghasilkan angka total asam paling tinggi dan kelompok F5 paling rendah. Pada N24 dihasilkan total asam paling tinggi yaitu kelompok F1 dan F4, sedangkan paling rendah adalah kelompok F2, F3, dan F5 rendah. Kemudian pada N48 angka total asam untuk kelompok F3 paling tinggi serta kelompok F1, F2, F4, dan F5 paling rendah. Selanjutnya, untuk N72 kelompok F3 menghasilkan total asam paling tinggi dan kelompok F2 paling rendah. Untuk N96 kelompok F1 dan F3 menghasilkan total asam paling tinggi serta kelompok F5 total asam yang dihasilkan paling rendah.

Grafik 1. Hubungan Absorbansi dengan WaktuBerdasarkan grafik 1. Hubungan antara absorbansi dengan waktu bahwa semakin lamanya waktu nilai absorbansi yang dihasilkan semakin menurun yang terlihat pada kelompok F3, F4, dan F5. Sedangkan pada kelompok F1 dan F2 semakin lama waktu nilai absorbansi semakin meningkat.

32

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan WaktuBerdasarkan grafik 2. didapatkan hasil bahwa semakin lamanya waktu jumlah sel mikroorganisme untuk beberapa kelompok semakin meningkat, tetapi pada kelompok F3 semakin lama waktu terjadi penurunan jumlah sel.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pHBerdasarkan grafik 3. Hubungan jumlah sel mirkoorganisme dengan pH dapat dilihat bahwa tidak didapatkan pola yang sama untuk semua kelompok. Pada kelompok F2 yang sangat terlihat jelas kenaikan jumlah sel mikroorganisme yang tinggi pada pH 3,4. Sedangkan pada F1 terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme saat pH mencapai 3,8.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan AbsorbansiBerdasarkan grafik 4. Hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi didapatkan hasil bahwa semua kelompok tidak didapatkan pola yang sama. Pada kelompok F2 sangat terlihat jelas peningkatan jumlah sel mikroorganisme terjadi seiring dengan meningkatnya nilai absorbansi.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam45

Berdasarkan grafik 5. Hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam bahwa tidak didapatkan pola yang sama untuk semua kelompok. Namun, dari beberapa kelompok dapat dilihat dengan semakin rendahnya total asam, maka jumlah sel mikroorganisme yang dihasilkan semakin tinggi.

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar, bahan utama yang digunakan adalah buah apel yang sesuai dengan teori Winarno et al (1980) yang menyatakan bahwa buah apel merupakan buah yang memiliki kandungan gula tinggi yang cocok sebagai substrat dalam fermentasi. Gula merupakan sumber makanan utama bagi mikroorganisme dalam proses fermentasi yang akan diubah menjadi alkohol dan CO2. Buah apel yang digunakan dalam fermentasi dihancurkan terlebih dahulu menggunakan juicer. Hal ini sesuai dengan teori bahwa fungsi dari proses penghancuran buah apel adalah untuk mengeluarkan gula yang terdapat didalam buah apel tersebut (Ikhsan, 1997).

Dalam jurnal dijelaskan Vinegar berasal dari kata vinaigre (bahasa Perancis) yang artinya anggur yang telah asam, merupakan suatu produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, yang kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi vinegar yang mempunyai kandungan asam asetat minimal 4 gram/100mL. contoh vinegar yaitu Cider vinegar (Apple vinegar) Vinegar ini dibuat dari sari buah apel yang difermentasi. Pada praktikum yang dilakukan sudah sesuai dengan jurnal bahwa vinegar dapat dibuat dari apel (Kwartiningsih, 2005). Dalam jurnal juga dijelaskan bahwa cider merupakan salah satu produk minuman dari apel yang berasal dari Perancis, dengan kandungan alcohol rendah, dan beberapa gula residu (Nogueira, 2008).

6

Proses fermentasi merupakan terjadinya perubahan struktur kimia yang berasal dari bahan organik dengan memanfaatkan enzim sebagai biokatalis dan adanya peran mikroorganisme yang menghasilkan enzim tersebut (Bailey & Ollis, 1987). Fermentasi juga dimaksudkan proses yang manghasilkan CO2 dan alkohol yang dihasilkan dari pemecahan gula oleh aktivitas mikroorganisme. Bahan pangan yang digunakan untuk media fermentasi harus mengandung karbon dan nitrogen, sebab mikroorganisme saat awal fermentasi menggunakan sumber karbon sebagai substratnya, kemudian sumber nitrogen yang digunakan untuk metabolisme selanjutnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil fermentasi diantaranya adalah substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolisme mikroorganisme tersebut (Winarno et al, 1980). Dalam jurnal juga dijelaskan bahwa pada proses fermentasi bakteri Saccharomyces cerevisae menghasilkan etanol dari 7substrat gula (Ahmad, 2011). Dalam jurnal menjelaskan pertumbuhan kinetika Saccharomyces cereviceae dalam fermentasi dapat menghasilkan alcohol (Kulkarni,2011).

Pada proses pembuatan dalam praktikum yang dilakukan yaitu setelah bahan utama yang berupa sari buah apel sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah disterilisasi sebelumnya. Kemudian sari buah apel tersebut dipasteurisasi pada suhu 80C selama 30 menit. Setelah itu, sebanyak 30 ml biakan yeast diambil dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan kedalam media yang telah disterilisasi dan diinokulasikan. Proses inokulasi tersebut dilakukan secara aseptis yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan saat proses fermentasi (Dwidjoseputro, 1994).

Tahap selanjutnya, sari apel yang telah diinokulasi, lalu diambil sebanyak 30 ml menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam beaker glass secara aseptis untuk dilakukan analisa meliputi pengukuran jumlah mikroba menggunakan haemocytometer, pengukuran Optical Density dengan spektrofotometer, pengukuran total asam dengan cara titrasi, dan pengukuran pH menggunakan pH meter. Sari apel yang tersisa selanjutnya diinkubasi di-shaker pada suhu ruang yaitu suhu 25-30C selama 5 hari, serta setiap 24 jam, sampel diambil 30 ml untuk diuji kembali, dimana hal ini dilakukan pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari ke-4 (N96). Pada praktikum yang dilakukan yaitu menggunaan biakan yeast berupa Saccharomyces cereviceae. Hal tersebut sesuai dengan teori Rehm & Reed (1983) yang menyatakan bahwa Saccharomyces cereviceae merupakan species yeast komersial yang biasa disebut sebagai bakers yeast. Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh optimal dalam suasana aerobik dengan pH asam yaitu antara 4-5. Selain itu, Saccharomyces cereviceae dapat menguraikan karbohidrat menjadi alkohol dan CO2 dalam fermentasi alcohol (Gaman & Sherrington, 1994). Dalam teori Buckle et al (1987) menambahkan bahwa selama proses fermentasi, Saccharomyces cereviceae akan terbawa ke permukaan sari buah apel.

Pada proses inkubasi yang dilakukan dalam praktikum yaitu pada suhu 25-30C. Suhu inkubasi yang dilakukan dalam praktikum sudah sesuai dengan teori, bahwa suhu optimal pertumbuhan yeast yaitu sekitar 25-30C, sedangkan suhu maksimal pertumbuhan yeast yaitu antara 37-47C (Fardiaz, 1992). Sistem pertumbuhan yang digunakan dalam praktikum adalah sistem batch, karena jumlah nutrisi yang diberikan pada proses fermentasi terbatas (Stanburry & Whitaker, 1984). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses fermentasi diantaranya adalah konsentrasi sumber karbon, oksigen terlarut pada proses pengadukan, serta suhu media (Bushan & Joshi, 2006). Selama proses fermentasi, yeast menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa disakarida dalam sari buah apel. Pada akhir proses fermentasi akan menghasilkan karakteristik produk seperti bau asam, bau busuk, bau alkohol, terbentuknya endapan, dan gas (Fardiaz, 1992). Pada pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop, maka yeast yang akan tampak yaitu berbentuk bulat yang tumbuh sebagai sel tunggal atau berpasangan (Matz, 1992).

Gambar 1. Inkubasi pada shakerPada proses inkubasi yang dilakukan dalam shaker dengan pengadukan ini bertujuan untuk membantu pertumbuhan yeast, menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikroorganisme di dalam media fermentasi, mengecilkan ukuran gelembung udara agar zona antar permukaan lebih besar sebagai transfer oksigen dan mengurangi difusi, serta mempertahankan kondisi media yang stabil (Said, 1987) dan (Stanburry & Whitaker, 1984). Pada proses inkubasi, erlenmeyer yang digunakan dalam praktikum ditutup dengan aluminium foil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman (1992) yang menyatakan bahwa erlenmeyer yang diletakkan didalam shaker harus diberi penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Kecepatan shaker juga harus dikontrol, karena pergerakan pada shaker menyebabkan media tergoyang yang dapat menimbulkan proses aerasi.

89

Gambar 2. Analisa pengukuran jumlah mikroba dengan haemocytometerDalam praktikum dilakukan pengukuran jumlah mikroba seperti pada gambar 2. Pengukuran jumlah mikroba berfungsi untuk mengetahui kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dari hari ke-0 hingga hari ke-4. Alat yang digunakan dalam pengukuran jumlah mikroba yaitu haemocytometer yang merupakan suatu alat yang untuk menghitung jumlah sel dalam suatu cairan dengan konsentrasi sel yang rendah. Metode menggunakan haemocytometer yaitu dengan cara meneteskan sampel pada plat yang terdapat pada haemocytometer. Kemudian plat tersebut ditutup dengan kaca preparat. Haemocytometer dan kaca preparat yang digunakan harus dalam keadaan steril, dengan disemprot alkohol terlebih dahulu. Haemocytometer yang telah ditutup kaca preparat selanjutnya diletakkan pada mikroskop. Prinsip haemocytometer sesuai dengan teori yaitu dengan menghitung jumlah mikroba yang terdapat di dalam 1 kotak di tengah plat haemocytometer yang mana dibatasi oleh tiga garis pada keempat sisinya. Pada praktikum dilakukan 4 kali ulangan yaitu dengan mencari 4 kotak pada sisi yang berbeda. Pada perhitungan jumlah mikroba dilakukan dengan menggunakan handcounter (Chen & Pei, 2011).

Haemocytometer memiliki bentuk seperti plat kaca yang terdiri dari 2 bagian, dimana setiap ruangnya memiliki garis mikroskopis yang sudah digores permukaannya. Haemocytometer terdiri dari 4 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis setiap sisinya dan didalam setiap kotak terdapat 16 kotak kecil yang dibatasi dengan 1 garis. Haemocytometer memiliki fungsi membantu perhitungan biomassa dalam cairan dengan ketelitian yang sangat tinggi, sehingga kedalaman dan lebar garis sudah diketahui dengan pasti. Jumlah sel yang dihitung terdapat dalam 4 kotak besar (Chen & Pei, 2011). Berikut merupakan gambar yang terlihat dari haemocytometer ketika dilihat melalui mikroskop.

21

43

Gambar 3. Tampilan kotak dalam haemocytometer

Gambar 4. Penentuan OD dengan spektrofotometerTahap selanjutnya yaitu pengukuran Optical Density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan gambar 4. diatas, Menurut Ewing (1976) yang menyatakan bahwa prinsip dari spektrofotometer yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi panjang gelombang dari larutan sampel terhadap larutan standar. Panjang gelombang yang digunakan harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kemampuan zat yang diuji untuk mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang yang digunakan. Panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum untuk pengukuran absorbansi adalah 660 nm. Panjang gelombang yang digunakan pada praktikum sudah sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) yang menyatakan bahwa panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran OD pada yeast jenis Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.

1011

Gambar 5. Pengukuran pH dengan pH meterBerdasarkan gambar 5. pengukuran pH dengan menggunakan pH meter, sesuai dengan teori Juwilda (2000) yang menyatakan bahwa pH meter merupakan alat berfungsi untuk mengukur tingkat keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan. Prinsip pH meter yaitu menggunakan probe yang dicelupkan ke dalam sampel, dimana probe tersebut terhubung dengan meteran elektronik yang mengukur dan menampilkan angka. Pengukuran pH yang dilakukan pada praktikum juga sudah sesuai dengan teori yaitu sampel sari buah apel yang berisi inokulum disiapkan. Lalu, diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan probe ke dalam sampel dan ditunggu hingga monitor memunculkan angka yang konstan.

Gambar 6. Penentuan Total AsamPenentuan total asam pada praktikum yang dilakukan yaitu dengan metode titrasi. Sebanyak 10 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian sampel tersebut ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Selanjutnya, dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N hingga membentuk warna merah bata. Indikator yang digunakan pada praktikum sudah sesuai dengan teori Chang (1991) yang menyatakan bahwa apabila NaOH digunakan sebagai titran, maka indikator yang digunakan adalah indikator PP yang dititrasi dengan larutan basa yang dapat membentuk warna merah bata (Petrucci & Suminar, 1987). Rumus perhitungan total asam yaitu:

Total asam =

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh grafik 1. hubungan antara absorbansi dengan waktu bahwa semakin lamanya waktu nilai absorbansi yang dihasilkan semakin menurun yang terlihat pada kelompok F3, F4, dan F5. Sedangkan pada kelompok F1 dan F2 semakin lama waktu nilai absorbansi semakin meningkat. Dalam teori Van Hoek (1998) bahwa pada proses fermentasi yang menghasilkan alkohol, jumlah mikroba akan mengalami penurunan pada waktu tertentu setelah mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah mikroba menunjukkan bahwa pada saat itu, yeast berada dalam fase pertumbuhan dan eksponensial. Setelah fase eksponensial, yeast akan memasukki fase kematian sehingga jumlah mikroba akan menurun. Penurunan yang terjadi disebabkan karena adanya alkohol yang menghambat pertumbuhan serta substrat sudah habis. Oleh karena itu, seharusnya grafik hubungan antara OD dan waktu seperti grafik pertumbuhan bakteri pada umumnya. Hasil yang didapatkan dalam praktikum kurang sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena kesalahan spektrofotometer (Pomeranz & Meloan, 1994). Selain itu, saat dilakukan pengukuran OD dan perhitungan jumlah sel, larutan yang diambil tidak seragam, dimana yang terambil endapan dari sari apel tersebut.

1213

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan Berdasarkan grafik 2. didapatkan hasil bahwa semakin lamanya waktu jumlah sel mikroorganisme untuk beberapa kelompok semakin meningkat, tetapi pada kelompok F3 semakin lama waktu terjadi penurunan jumlah sel. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pertumbuhan yeast selama proses inkubasi yang sesuai dengan teori Campelo & Isabel (2004) yang menyatakan bahwa adanya pertumbuhan yeast dikarenakan tersedianya nutrient pada media yang digunakan untuk pertumbuhan yeast yang didukung dengan kondisi aerob. Dalam jurnal menjelaskan bahwa gula dapat digunakan sebagai substrat pertumbuhan yeast. Pada konsentrasi molase 17% optimal sebagai pertumbuhan bakers yeast. Selain itu, nitrogen, fosfor, magnesium, dan calcium merupakan komponen untuk kebutuhan pertumbuhan yeast (Damtew, 2012). Pada proses inkubasi dengan kondisi aerob dan tekanan tinggi dapat mendukung pertumbuhan yeast Saccharomyces cereviceae. Kandungan senyawa volatil seperti etanol akan dihasilkan selama proses fermentasi yang dipengaruhi oleh suhu fermentasi. Kemudian dalam proses fermentasi juga dihasilkan asam laktat dan asam asetat. Oleh sebab itu, produksi asam volatil tersebut selama fermentasi harus dicegah (Herrero et al, 2006). Angka yang menunjukkan pertumbuhan spesifik dari suatu mikroorganisme spesifik per satuan waktu disebut dengan kecepatan pertumbuhan spesifik. Kecepatan pertumbuhan spesifik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:ln Xt = t + ln X0dimana, X0 = jumlah mikroba awal sebelum inkubasi Xt = jumlah mikroba akhir setelah inkubasi t = waktu dilakukannya inkubasi = kecepatan pertumbuhan spesifik(Stanburry & Whitaker, 1984).

Pada praktikum yang dilakukan dalam mikroskop, garis pada haemocytometer tidak terlalu jelas. Hal tersebut sangat menyulitkan proses pengukuran karena sulit mendapatkan garisnya. Menurut pernyataan Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa ketidakjelasan garis pada haemocytometer disebabkan karena sampel terlalu pekat, sehingga diperlukan proses pengenceran terlebih dahulu. Proses pengenceran dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ml sari apel, kemudian dilarutkan dalam 9 ml aquades dan di-vortex hingga larutan tersebut homogen. Jumlah sel yang terhitung dari hasil pengenceran melalui haemocytometer yang selanjutnya dikalikan dengan 10. Proses pengenceran tersebut bertujuan untuk memudahkan proses penghitungan biomassa menggunakan haemocytometer. Pada praktikum kloter F tidak dilakukan pengenceran tersebut, sehingga sulit ditemukan garis pada haemocytometer yang jelas.

Berikut adalah foto dari penampakan haemocytometer ketika dilihat dengan menggunakan mikroskop.N0N24N48N72N96

Berdasarkan grafik 3. Hubungan jumlah sel mirkoorganisme dengan pH dapat dilihat bahwa tidak didapatkan pola yang sama untuk semua kelompok. Pada kelompok F2 yang sangat terlihat jelas kenaikan jumlah sel mikroorganisme yang tinggi pada pH 3,4. Sedangkan pada F1 terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme saat pH mencapai 3,8. Dalam teori Susanto dan Bagus (2011) menjelaskan bahwa semakin tinggi jumlah mikroba maka kondisi akan semakin asam yang ditunjukkan dengan nilai pH yang semakin menurun. Hal ini disebabkan, bahwa selama proses fermentasi selain dihasilkan alkohol juga dihasilkan asam-asam organik. Namun, hasil yang didapatkan dalam praktikum kurang sesuai dengan teori, dimana pH yang dihasilkan pada masing-masing kelompok mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah mikroba. Menurut Kwartiningsih dan Nuning (2005), ketidaksesuaian dari hasil praktikum dengan teori, disebabkan karena proses fermentasi pada praktikum tidak ditambahkan bakteri Acetobacter aceti, dimana mikroba tersebut berperan dalam memproduksi asam selama proses fermentasi. 1415

Berdasarkan grafik 4. Hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi didapatkan hasil bahwa semua kelompok tidak didapatkan pola yang sama. Pada kelompok F2 sangat terlihat jelas peningkatan jumlah sel mikroorganisme terjadi seiring dengan meningkatnya nilai absorbansi. Dalam teori dijelaskan bahwa nilai OD menunjukkan kekeruhan suatu larutan. Oleh karena itu, nilai OD dalam praktikum semakin memperjelas fase pertumbuhan mikroba. Menurut pernyataan Laily et al (2004) bahwa kekeruhan pada sari apel menunjukkan adanya pertumbuhan yeast yang terdapat didalamnya. Hubungan antara OD dan waktu yaitu berbanding lurus, dimana semakin keruh larutan , maka jumlah mikroba semakin tinggi juga yang ditujukan dengan nilai OD yang semakin tinggi. Dalam teori Laily et al (2004) menyatakan bahwa ketika pertumbuhan mikroba berada dalam fase lag maka nilai OD akan stabil. Kemudian saat pertumbuhan mikroba berada dalam fase log atau eksponensial, maka akan terjadi peningkatan nilai OD yang dikarenakan terjadinya penambahan jumlah mikroba dalam larutan tersebut. Ketika pertumbuhan mikroba berada dalam fase stasioner, maka akan terjadi penurunan nilai OD yang diikuti dengan penurunan bobot biomassa kering. Selama proses fermentasi larutan akan semakin keruh dan kental yang disebabkan oleh terjadinya penurunan pH dan perubahan fase cair menjadi jenuh (Hoseney, 1994).

Berdasarkan teori di atas, seharusnya dalam hasil praktikum didapatkan nilai OD pada N0 mengalami peningkatan hingga N72 dan kemudian mengalami penurunan pada N96. Namun, dalam praktikum dihasilkan nilai OD yang tidak beraturan. Peningkatan OD menunjukkan adanya pertumbuhan yeast dan penurunan OD menunjukkan yeast sudah berada dalam fase kematian. Fase kematian ini disebabkan karena sudah munculnya produk metabolit yaitu alkohol (Mahreni & Sri, 2011). Hasil OD yang tidak beraturan dapat disebabkan oleh ketidaktepatan spektrofotometer, seperti cuvet yang digunakan kotor, terdapat gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang digunakan tidak sesuai dengan yang tertera dalam teori, dan penyiapan sampel yang tidak sempurna (Pomeranz & Meloan, 1994). Disisi lain, pada saat dilakukan pengukuran OD dan perhitungan jumlah sel, larutan yang diambil tidak seragam, dimana yang terambil endapan dari sari apel tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda sehingga grafik yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori.

Berdasarkan grafik 5. Hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam bahwa tidak didapatkan pola yang sama untuk semua kelompok. Namun, dari beberapa kelompok dapat dilihat dengan semakin rendahnya total asam, maka jumlah sel mikroorganisme yang dihasilkan semakin tinggi. Dalam teori Susanto dan Bagus (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah mikroba, maka kondisi akan semakin asam yang ditandai dengan pH yang semakin turun. Berdasarkan teori tersebut, dijelaskan bahwa semakin tinggi jumlah mikroba maka nilai total asam yang dihasilkan juga semakin tinggi pula. Kemudian ditambahkan teori dari Sreeramulu et al (2000) yang menyatakan bahwa selama proses fermentasi asam-asam organik melepaskan proton (H+) sehingga menyebabkan penurunan pH yang menunjukkan peningkatan total asam. Hasil yang didapat pada praktikum beberapa sudah sesuai dengan teori karena total asam tertinggi yang diperoleh, maka jumlah mikroba juga tertinggi.

1617

3. 4. KESIMPULAN

Buah apel merupakan buah yang memiliki kandungan gula tinggi yang cocok sebagai substrat dalam fermentasi. Proses penghancuran buah apel adalah untuk mengeluarkan gula yang terdapat didalam buah apel tersebut. Fermentasi merupakan proses yang manghasilkan CO2 dan alkohol yang dihasilkan dari pemecahan gula oleh aktivitas mikroorganisme. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil fermentasi diantaranya adalah substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolisme mikroorganisme tersebut. Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh optimal dalam suasana aerobik dengan pH asam yaitu antara 4-5. Suhu optimal pertumbuhan yeast yaitu sekitar 25-30C, sedangkan suhu maksimal pertumbuhan yeast yaitu antara 37-47C. Pada proses inkubasi dalam shaker bertujuan untuk membantu pertumbuhan yeast, menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikroorganisme di dalam media fermentasi, mengecilkan ukuran gelembung udara, serta mempertahankan kondisi media yang stabil. Haemocytometer yang merupakan suatu alat yang untuk menghitung jumlah sel dalam suatu cairan dengan konsentrasi sel yang rendah. Pengukuran Optical Density (OD) dengan menggunakan alat yaitu spektrofotometer. Pengukuran pH dengan menggunakan alat yaitu pH meter. Penentuan total asam pada praktikum yang dilakukan yaitu dengan metode titrasi.

Semarang. 08 Juli 2015 Praktikan Asisten Dosen- Bernadus Daniel- Metta Meliani- Chaterine MeilaniSiti Qolifah12.70.0167

5. DAFTAR PUSTAKAAhmad, F., Jameel, T. A., Kamarudin, H. M., & Mel, M. (2011). Study of growth kinetic and modeling of ethanol production by Saccharomyces cerevisae. African Journal of Biotechnology Vol. 16(81). Malaysia.Bailey, J.E., & Ollis, D.F. (1987). Biochemical Enginering Fundamentals. Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd, Tokyo. Buckle, K. A. ; R. A. Edward ; G. H. Fleet dan N. Wooton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.Bhushan, S. and V. K. Joshi.(2006). Bakers Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace.Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang.(2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing.World Academy of Science, Engineering and Technology 58.Damtew, W., Emire, A. S., & Aber, B. A. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948. Ethiopia.Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.Juwilda. (2000). Pendidikan Biologi. Literatur. Trustees of Dartmouth College. Kulkarni, K. M., Kininge, T. P., Ghasghase, V. N., Mathapati, P. R., & Joshi, S. S. (2011). Effect Of Additives On Alcohol Production And Kinetic Studies Of S.Cerevisiae For Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158. India.Kwartiningsih, E. & Mulyati, S. N. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Jurnal Vol. 4. No. 1. Juni 2005 : 8 12. Indonesia.Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Nogueira, A., Le Qur, P. J. M., Gestin, A., Michel, G., Wosiacki, and Drilleau, J. F. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal Of The Institute Of Brewing. Vol. 114, No. 2, 2008. Le Rheu France.Petrucci, R.H., & Suminar. (1987). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta:Erlangga.

1819Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Rehm and G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.Stanburry, P.F. and Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Winarno, F.G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

2022

6.

217. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan7.1.1. PerhitunganJumlahBiomassadenganHaemocytometerRumus :

Kelompok F1 N0

N24

N48

N72

N96

22

21

Kelompok F2 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F3 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F4 N0

N24

N48

2223

N72

N96

Kelompok F5 N0

N24

N48

N72

N96

2425

7.1.2. 7.1.3. Perhitungan Total AsamSelamaFermentasiRumusperhitungan Total Asam

Kelompok F1 N0Volume titrasi = 8,5 ml

N24Volume titrasi = 10 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,3 ml

Kelompok F2 N0Volume titrasi = 8,6 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,1 ml

Kelompok F3 N0Volume titrasi = 8,9 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 8,5 ml

N72Volume titrasi = 8,1 ml

N96Volume titrasi = 7,3 ml2526

Kelompok F4 N0Volume titrasi = 8,5 ml

N24Volume titrasi = 10 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,2 ml

Kelompok F5 N0Volume titrasi = 8,2 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,9 ml

N96Volume titrasi = 6,7 ml

7.2. Laporan sementara

7.3. Jurnal