kerajaan aceh bek

15
Aceh adalah kerajaan terkuat di utara sumatra, yang pada masa kejayaanya menguasai semua pelabuhan2 dagang yang penting di Sumatra, kecuali daerah paling selatan. Dan beberapa daerah di semenanjung malaya. Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan- kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, , Aceh Darussalam menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Kemenangan yang berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar

Upload: arya

Post on 23-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

donlod

TRANSCRIPT

Page 1: Kerajaan Aceh Bek

Aceh adalah kerajaan terkuat di utara sumatra, yang pada masa kejayaanya menguasai semua pelabuhan2 dagang yang penting di Sumatra, kecuali daerah paling selatan. Dan beberapa daerah di semenanjung malaya.

Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) .

Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, , Aceh Darussalam menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut.Kemenangan yang berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjataan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-senjata inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat untuk menggempur Portugis.Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun, pasukan Aceh tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka.

Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh. Wilayah kekuasaan Aceh mencapi Pariaman wilayah pesisir Sumatra Barat, Perak diMalaka yang secara efektif bisa direbut dari portugis tahun 1575

Page 2: Kerajaan Aceh Bek

Berikut ini Silsilah para sultan yang pernah berkuasa di kerajaan Aceh Darussalam:

1. Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)2. Sultan Salahuddin (1528-1537).3. Sultan Ala‘ al-Din al-Kahhar (1537-1568).4. Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575)5. Sultan Muda (1575)6. Sultan Sri Alam (1575-1576).7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)9. Sultan Buyong (1589-1596)10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).13. Iskandar Thani (1636-1641).14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)28. Alauddin Muhammad Daud Syah.29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)33. Sultan Mansur Syah (1857-1870)34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)

Page 3: Kerajaan Aceh Bek

sultan iskandar muda

Pada 1521, armada laut Aceh menghancurkan kekuatan Portugis pimpinan Jorge de Brito. Anak Mughasyatsyah, Salahuddin, pada 1537 menyerang Malaka namun gagal. Aceh dapat memulihkan kekuatannya di masa Sultan Alauddin Rihayatsyah yang digelari Al- Kahar (sang penakluk).

Musafir Portugis F. Mendez Pinto yang tinggal di Aceh 1539, menyebut pasukan Al-Kahar berasal dari berbagai bangsa. Ia memiliki batalyon tentara Turki. Al-Kahar dua kali menggempur Malaka, yakni 1547 dan 1568. Pasukannya bahkan mengalahkan Portugis (1562) dengan meriam yang dibelinya dari Turki. Masyarakat Aceh mengenal cerita "lada secupak". Cerita sat Raja Aceh mengirim utusan ke Turki untuk membeli meriam dengan menggunakan lada sebagai pembayarannya. Di Turki mereka lama menunggu, sampai akhirnya utusan itu menjual lada sedikit demi sedikit sehingga tinggal "secupak".

Pada 28 September 1571, Sultan Alauddin wafat. Perebutan kekuasaan terus terjadi, sampai seorang tua bernama Sayyid Al-Mukammil disepakati menjadi raja. Ali Riayatsyah menggantikan Al-Mukammil. Aceh diserbu Portugis. Raja wafat dalam serbuan itu. Iskandar Muda -keponakan yang tengah dipenjara oleh raja-bangkit memimpin perlawanan dan mampu mengusir Portugis. Kitab "Bustanus-salatin" menyebut Iskandar Muda dinobatkan pada 6 Dzulkhijjah 1015, atau awal April 1607.

Para bangsawan kerajaan dikontrol dengan keras oleh Iskandar Muda. Mereka diharuskan ikut jaga malam di istana setiap tiga hari sekali tanpa membawa senjata. Setelah semua terkontrol, Iskandar Muda memegang kendali terhadap produksi beras. Di masanya, Kerajaan Aceh Darussalam mengekspor beras keluar wilayah. Ia memperketat pajak kelautan bagi kapal-kapal asing, mengatur kembali pajak perdagangan (saat itu banyak pedagang Inggris dan Belanda berada di Aceh), bahkan juga mengenai harta untuk kapal karam.

Untuk militer, Iskandar Muda membangun angkatan perang yang sang kuat. Seorang asing, Beaulieu mencatat jumlah pasukan darat Aceh sekitar 40 ribu orang. Untuk armada laut, diperkirakan Aceh memiliki 100-200 kapal, diantaranya kapal selebar 30 meter dengan awal 600-800 orang yang dilengkapi tiga meriam. Ia juga mempekerjakan seorang Belanda sebagai penasihat militer yang mengenalkan teknik perang bangsa Belanda dan Perancis. Benteng Deli dijebol. Beberapa kerajaan ditaklukkan seperti Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619) serta Tuah (1620).

Iskandar Muda wafat pada 29 Rajab 1046 H, atau 27 Desember 1636. Ia digantikan menantunya, Sultan Iskandar Tsani

Perang Aceh(1873-1903)

Awalnya adalah "Tractat London 1871". Dalam perjanjian tersebut, Inggris menyerahkan seluruh wilayah Sumatera pada Belanda. Sebelumnya, "Tractat 1824", wilayah yang diserahkan hanya "Pantai Barat Sumatera". Dengan demikian Aceh terlindung dari tangan-tangan Belanda.

Page 4: Kerajaan Aceh Bek

Kini Belanda mengincar Aceh. Pada 27 Desember 1871, wakil Sultan Aceh -Habib Abdurrahman-berunding dengan Belanda di geladak kapal Jambi. Intinya, Aceh sepakat untuk berdagang dan bersahabat dengan Belanda asalkan wilayah yang pernah menjadi bagian Kerajaan Aceh dikembalikan. Di antaranya adalah Sibolga, Barus, Singkel, Pulau Nias dan beberapa kerajaan di pesisir Sumatera Timur. Lima orang utusan Sultan Aceh dipimpin Tibang Muhammad datang untuk berunding dengan Residen Riau, Desember 1872.

Sebulan di Riau duta tersebut pun diantar pulang dengan kapal uap Mernik, melalui Singapura. Di Singapura, mereka sempat bertemu dengan Konsul Amerika dan Konsul Italia. Pertemuan tersebut dimanfaatkan Belanda untuk menuduh Aceh berskongkol. Belanda lalu mempersiapkan armada perangnya untuk menggempur Aceh. Kesultanan Aceh juga bersiaga. Mereka mendatangkan 1349 senjata -berikut 5.000 peti mesiu-dari Pulau Pinang. Rakyat juga telah dimobilisasi oleh T. Chik Kutakarang.

Tanggal 1 April 1873, F.N. Nieuwenhuyzen menyatakan perang. Sebanyak 33 kapal mengepung Aceh, dengan kekuatan 168 perwira dan 3198 prajurit. Tanggal 5 April, perang pecah di Pantai Cermin -Banda Aceh. Kapal "Citadel van Antwerpen" terkena 12 tembakan meriam. Belanda terus mendesak ke arah Masjid Raja dan "dalam" -istilah untuk menyebut istana. Rakyat Aceh -yang terus meneriakkan "La ilaha illallah"-semakin gigih. Tanggal 14 April, Jenderal Mayor J.H.R. Kohler tewas. Belanda mundur. Sebanyak 45 orang pasukan Belanda tewas, 405 lain luka-luka. Tanggal 25 April, serdadu Belanda kembali ke kapal. Empat hari kemudian, mereka meninggalkan pantai Aceh.

Tanggal 16 Nopember 1873, 60 kapal bertolak dari Batavia untuk kembali menyerang Aceh. Kapal tersebut membawa 389 perwira, 7888 serdadu, 32 perwira dokter, juga "3565 orang hukuman dan 246 perempuan". Mereka membawa pula 206 pucuk meriam dan 22 mortir, dilengkapi pasukan zeni pembuat rel kereta api dan rakit untuk menyusuri sungai, seorang pastur, seorang ustad H.M. Ilyas asal Semarang, dan lima orang Jawa dan Cina sebagai mata-mata.

Sebelumnya, Belanda juga telah menyusupkan seorang bernama Ali Bahanan. Mangkunegara yang membantu Belanda menggempur Diponegoro, dilibatkan pula dalam serangan ke Aceh. Perwira Mangkunegara Ario Gondo Sisworo ikut berangkat ke Aceh bersama Perwira Paku Alam, Raden Mas Panji Pakukuning. Tanggal 9 Desember 1873, tentara Belanda mendarat di Kualalue dan bergerak di Kuala Gigieng. Perlawanan pasukan Tuanku Hasyim dan Tuanku Manta Setia dipatahkan Jenderal Mayor Verpijck.

Panglima Polim mengorganisasikan 3000 pasukannya di sekitar Masjid Raya. Ia dibantu 800 tentara Raja Teunom, 500 tentara Raja Pidie, dan sekitar 1000 rakyat Peusangan. Namun, 6 Januari 1874, Masjid Raya jatuh. Tanggal 13 Januari, Sultan dan Panglima Polim meninggalkan istana dan mengungsi ke Luengbata, lalu Pade Aye. Namun lima hari kemudian Sultan wafat karena penyakit kolera. Panglima Polim dan petinggi kerajaan kemudian mengangkat Muhammad Daudsyah -putra sultan yang baru berusia enam tahun-- sebagai sultan baru. Tanggal 31 Januari 1874, Jenderal van Swieten

Page 5: Kerajaan Aceh Bek

mengumumkan bahwa Aceh sudah ditaklukkan.

Namun, di luar Banda Aceh, perlawanan terus berlangsung sengit. Habib Abdurrahman, utusan Aceh ke Turki, berhasil mendarat di Idi dengan menyamar sebagai seorang Keling. Ia memimpin perlawanan yang menimbulkan banyak korban di kalangan Belanda. Belanda memperkuat gempurannya dengan mengganti Jenderal Diemont dengan Van der Hejden. Mereka berhasil menjepit perlawanan rakyat Aceh. Habib Abdurrahman menyerah, dan dikirim ke Jedah dengan kapal "Curacau" pada 23 Nopember 1878, dan dibekali 1200 ringgit. Dari Habib Abdurrahman, Belanda juga mendapat strategi untuk mematahkan rakyat Aceh.

Di Aceh Barat, Teuku Umar dan istrinya, Tjut Nya' Dhien memimpin perlawanan. Di Tiro, Tengku Cik di Tiro Muhammad Amin dan penggantinya, Tengku Syeikh Saman menggalang perlawanan rakyat. Pada Agustus 1893, Teuku Umar sempat menyeberang ke pihak Belanda dan dianugerahi gelar Teuku Umar Johan Pahlawan.

Tiga tahun kemudian, Teuku Umar bergabung kembali dengan kawan-kawannya. Ia, bersama Sultan dan Panglima Polim habis-habisan bertempur. Dalam pertempuran di Pulo Cicem dan Kuta Putoih, 78 orang tentara Aceh tewas. Teuku Umar mundur ke Aceh Barat. Ia tewas pada 11 Februari 1899, dalam bentrokan di Meulaboh. Gubernur J.B. Van Heutz memimpin langsung serangan ke Pidie. Ia juga menggunakan penasihatnya, Snouck Horgonje, yang mengaku telah masuk Islam untuk menarik simpati rakyat Aceh.

Sultan dan Panglima Polim membentuk basis di Kuta Sawang. Namun pertahanan tersebut hancur dalam serangan 14 Mei 1899. Di saat kekuatan Sultan terdesak, di Aceh Timur seorang ulama bernama Abdullah Pakeh atau Teungku Tapa, berhasil mengorganisasikan 10 ribu pasukan. Ia juga menggalang laskar perempuan berkekuatan 500 orang. Berulang kali pasukan Teungku Tapa menyulitkan tentara Belanda.

Pertempuran demi pertempuran terus berlangsung. Februari 1900, Sultan dan para pengikutnya menyingkir ke Gayo. Tanggal 1 Oktober 1901, Mayor G.C.E van Daaelen menyisir Tanah Gayo di pedalaman sekitar Danau Laut Tawar. Tidak ada hasil. Belanda kemudian bersiasat dengan menangkap istri Sultan di Glumpang Payong, dan kemudian istri lainnya di Pidie. Anak Sultan, Tuanku Ibrahim, juga ditangkap. Sultan, pada tanggal 10 Januari 1903, menyerahkan diri setelah Belanda mengancam akan mengasingkan istri dan anak sultan. Tanggal 6 September 1903, Panglima Polim juga menyerah setelah istrinya ditangkap. Perlawanan Tjut Nya' Dhien juga dapat diakhiri. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, dan meninggal pada 1906.

Page 6: Kerajaan Aceh Bek

KERAJAAN ACEH

a.      Letak Kerajaan

          Kerajaan   Aceh   berkembang   sebagai   kerajaan   Islam   dan   mengalami   kejayaan   pada   masa 

pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari 

letak   kerajaannya   yang   strategis,   yaitu   di   Pulau   Sumatera   bagian   utara   dan   dekat   jalur   pelayaran 

perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – 

bandar   perdagangan  Kerajaan  Aceh,  mempengaruhi   perkembangan   kehidupan  Kerajaan  Aceh  dalam 

segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya.

b.      Kehidupan Politik

         Berdasarkan Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan – 

sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari Kerajaan Pedir. 

Raja – raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh :

1.       Sultan Ali Mughayat Syah

Adalah raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya, 

Kerjaan Aceh melakukn perluasan ke beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan Pasai. Bahkan 

melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.

         

2.       Sultan Salahuddin

Setelah Sultan Ali Mughayat Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya yg bergelar Sultan Salahuddin. 

Ia   memerintah   tahun   1528   –   1537   M,   selama   menduduki   tahta   kerajaan   ia   tidak   memperdulikan 

pemerintahaan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosostan yg tajam. Oelh 

karena itu, Sultan Salahuddin digantiakan saudaranya yg bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.

         

3.       Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar

Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Ia melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan 

dalam segala bentuk pemeintahan Kerajaan Aceh. 

Page 7: Kerajaan Aceh Bek

Pada   masa   pemeintahannya,   Kerajaan   Aceh   melakukan   perluasaan   wilayah   kekuasaannya   seperti 

melakukan serangan terhadap  Kerajaan Malaka ( tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. 

Pada masa pemerintahaannya, kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan 

kekuasaan sering terjadi.

4.       Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36 M. Di bawah pemerintahannya, 

Kerjaan Aceh mengalami  kejayaan.  Kerajaan Aceh  tumbuh menjadi  kerjaan besar  adn berkuasa atas 

perdagangan Islam, bahakn menjadi bandar transito yg dapat menghubungkan dgn pedagang Islam di 

dunia barat.

Untuk  mencapai   kebesaran  Kerajaan  Ace,  Sultan   Iskandar  Muda  meneruskan   perjuangan  Aceh   dgn 

menyerang  Portugis  dan Kerajaan  Johor  di  Semenanjung  Malaya.  Tujuannya  adalah  menguasai   jalur 

perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga 

menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Selain itu, 

kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan 

Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan aceh memiliki wilayah yang sangat luas.

Pada masa kekeuasaannya, terdapat 2 orang ahli tasawwuf yg terkenal di Ace, yaitu Syech Syamsuddin 

bin  Abdullah  as-Samatrani  dan Syech  Ibrahim as-Syamsi.  Setelah  Sultam  iskandar  Muda wafat   tahta 

Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani

5.       Sultan Iskandar Thani.

Ia memerinatah Aceh tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan,  ia melanjutkan  tradisi 

kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg bernama 

Nuruddin   ar-Raniri.   Ia   menulis   buku   sejarah   Aceh   berjudul  Bustanu’ssalatin. Sebagai   ulama   besar, 

Nuruddin ar-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. 

Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, tahta kerjaan di pegang oleh permaisurinya ( putri Sultan Iskandar 

Thani ) dgn gelar Putri Sri Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).

Page 8: Kerajaan Aceh Bek

6.   Sultan Sri Alam (1575-1576).

7.   Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).

8.   Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)

9.   Sultan Buyong (1589-1596)

10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).

11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)

12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).

13. Iskandar Thani (1636-1641).

14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).

15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)

16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)

17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)

18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)

19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)

20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)

21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)

22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)

23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)

24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)

25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)

26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)

27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)

28. Alauddin Muhammad Daud Syah.

29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)

30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)

31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)

32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)

33. Sultan Mansur Syah (1857-1870)

34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)

35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)

c.      Kehidupan Ekonomi

Page 9: Kerajaan Aceh Bek

         Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg subur banyak 

menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah 

jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan 

bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.

         Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka  yg merupakan jalan dagang internasional. Selain bangsa 

Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti  Arab, Persia, Turki,   India, Siam, Cina, Jepang,  juga 

berdagang dgn Aceh. Barang – barang yg di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah 

– rempah ( dari Maluku ). Bahan impornya seperti kain dari Koromendal  

( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina ), minyak wangi ( dari Eropa dan Timur Tengah ). 

Kapal – kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.

d.      Kehidupan Sosial

         Meningkatnya kekmakuran telah mneyebabkan berkembangnya sisitem feodalisme & ajaran agama 

Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil disebut  golongan

Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang peranan penting dlm agama disebut golongan Teungku. Namun 

antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yg kemudian melemahkan aceh. Sejak 

berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12 M s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah 

dgn Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pd masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh 

perlindungan & berkembang sampai di daera – daerah kekuasaan Aceh.

          Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yg di teruskan oleh muridnya yg bernama Syamsudin 

Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Mud wafat, aliran Sunnah wal Jama’ah mengembangkan islam beraliran 

Sunnah wal Jama’ah, ia juga menulis buku sejarah Aceh yg berjudul Bustanussalatin ( taman raja – raja 

dan berisi adat – istiadat Aceh besrta ajarn agama Islam )

e.      Kehidupan Budaya 

         Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh tsb tidak banyak diketahui dlm bidang kebudayaan. Walupun 

ada   perkembangan   dlm   bidang   kebudaaan,   tetapi   tdk   sepesat   perkembangan   dalam   ativitas 

perekonomian. Peninggalan kebuadayaan yg terlihat nyata adala Masjid Baiturrahman.

Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh

Page 10: Kerajaan Aceh Bek

*    Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1630, tdk ada raja – raja besar yg mampu mengendalikan daerah 

Aceh  yg  demikian   luas.  Di  bawah Sultan   Iskandar  Thani   (  1637  –  1641  ),  sebagai  pengganti  Sultan 

Iskandar Muda, kemunduran itu mulai terasa & terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.

*    Timbulnya pertikaian yg terus menerus di Aceh aantara golongan bangsawan ( teuku ) dgn golongan utama 

( teungku ) yg mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri prtikaian terjadi 

karena prbedaan aliran dlmm agama ( aliran Syi’ah dan Sunnah wal Jama’ah )

*    Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, dan Siak. 

Negara – negara  itu  menjadikan daerahnya sbg negara merdeka kembali,  kadang – kadang di  bantu 

bangsa  asing yg menginginkan keuntungan perdagangan yg lebuh besar.

Kerajaan Aceh yg berkuasa selama kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena dikuasai oleh Belanda 

awal abad ke-20.