kejaksaan agung republlk indonesia jakarta · supaya dalam berkas perkara dapat disajikan semua ......

5
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal B-58/E/Ejp/01/2004 Biasa Jakarta, 19 Januari 2004 Kepada Yth : SDR. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di- SELURUH INDONESIA Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Narkotika Sehubungan dengan pengalihan pengendalian dan pengadministrasian perkara narkotika dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum berdasarkan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-005/ JAl04/2002 tanggal 8 April 2002 dan Surat JAM PIDUM Nomor: B- 379/E/Ejp/06/2002 tanggal 10 Juni 2002 dan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-04/JAl8/2003 tanggal 25 Agustus 2003 tentang Penegasan Perkara Narkotika sebagai Perkara Penting, dipandang perlu menyusun Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Narkotika sebagai berikut: 1. Tahap Pra Penuntutan 1.1. Setelah menerima SPDP, segera ditunjuk minimal 2 (dua) orang Jaksa untuk mengikuti perkembangan penyelidikan. 1.2. Jaksa yang ditugaskan untuk mengikuti Perkembangan Penyidikan (P-16) harus Jaksa yang rnerniliki integritas kepribadian yang balk, kemampuan teknis yang handal dan tidak terindikasi narkotika/psikotropika serta obat- obatan terlarang lainnya. 1.3. Jaksa yang ditunjuk segera melakukan koordinasi baik secara formal maupun informal dengan penyidik untuk memberikan arahan dan petunjuk-petunjuk supaya dalam berkas perkara dapat disajikan semua Fakta Hukum yang diperlukan guna keberhasilan penuntutan dan menghindari terjadinya bolak-balik pengambilan berkas perkara. 1

Upload: vankien

Post on 24-Mar-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIAJAKARTA

NomorSifatLampiranPerihal

B-58/E/Ejp/01/2004Biasa

Jakarta, 19 Januari 2004

Kepada Yth :SDR. KEPALA KEJAKSAAN TINGGIDi-

SELURUH INDONESIA

Pola Penanganandan PenyelesaianPerkara Narkotika

Sehubungan dengan pengalihan pengendalian danpengadministrasian perkara narkotika dari Jaksa Agung MudaTindak Pidana Khusus kepada Jaksa Agung Muda Tindak PidanaUmum berdasarkan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-005/JAl04/2002 tanggal 8 April 2002 dan Surat JAM PIDUM Nomor: B-379/E/Ejp/06/2002 tanggal 10 Juni 2002 dan Surat Edaran JaksaAgung Republik Indonesia Nomor: SE-04/JAl8/2003 tanggal 25Agustus 2003 tentang Penegasan Perkara Narkotika sebagaiPerkara Penting, dipandang perlu menyusun Pola Penanganandan Penyelesaian Perkara Narkotika sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penuntutan

1.1. Setelah menerima SPDP, segera ditunjuk minimal 2 (dua)orang Jaksa untuk mengikuti perkembangan penyelidikan.

1.2. Jaksa yang ditugaskan untuk mengikuti PerkembanganPenyidikan (P-16) harus Jaksa yang rnerniliki integritaskepribadian yang balk, kemampuan teknis yang handaldan tidak terindikasi narkotika/psikotropika serta obat-obatan terlarang lainnya.

1.3. Jaksa yang ditunjuk segera melakukan koordinasibaik secara formal maupun informal dengan penyidikuntuk memberikan arahan dan petunjuk-petunjuksupaya dalam berkas perkara dapat disajikan semuaFakta Hukum yang diperlukan guna keberhasilanpenuntutan dan menghindari terjadinya bolak-balikpengambilan berkas perkara.

1

1.4. Apabila diketahui ada penyitaan Narkotika baik oleh penyidikPolri maupun oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, segeradikoordinasikan agar penyitaan narkotika tersebut segeradilaporkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri/KepalaKejaksaan Tinggi setempat dengan tembusan kepadaKetua Pengadilan Negeri setempat.

1.5. Setelah menerima laporan adanya Penyitaan Narkotika,Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Kejaksaan Tinggisegera menentukan status barang sitaan Narkotikatersebut yaitu:

- Untuk kepentingan pembuktian perkara atau;

- Pemanfaatan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan

- Dimusnahkan

1.6. Untuk menentukan status barang sitaan narkotika ini supayadipedomani Keputusan Jaksa Agung RI Nomor Kep-027/JA/3i1998 tanggal 31 Maret 1998 tentang SYARATDAN TATA CARA PENETAPAN STATUS BARANGSITAAN NARKOTIKA.

1.7. Apabila Kepala Kejaksaan NegerilKepala Kejaksaan Tinggimenetapkan bahwa barang sitaan narkotika tersebutdigunakan untuk kepentingan pembuktian perkara, makauntuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan barangsitaan tersebut baik oleh penyidik maupun oleh Jaksa agardikoordinasikan dengan Ketua Pengadilan Negeri sertaKepala Kepolisian setempat supaya dimusnahkan danmenyisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktianperkara di Pengadilan.

1.8. Penahanan tersangka dalam perkara Narkotikadiwaspadai dan tidak menangguhkan atau mengalihkanpenahanan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota.

2

1.9. Penerimaan Berkas Perkara Tahap PertamaPenelitian saksi dan keterangan saksi.- Dalam meneliti saksi dan keterangan saksi supaya

diperhatikan tentang kwantitas dan kwalitas saksi yaitu:Kwantitas saksi:- Jumlah saksi- Hubungan saksi dengan tersangka dan status

sosial saksi yang mungkin akan mempengaruhisaksi tersebut dalam memberikan keterangan.

- Kwalitas saksi:Hubungan keterangan saksi dengan kejadianperkara.Relevansi keterangan saksi dengan kejadianperkara.Kesesuaian keterangan saksi dengan keterangansaksi lainnya dan dengan keterangan tersangka.

1.10. Penelitian keterangan ahll- Ahli dalam perkara narkotika adalah orang ditunjuk

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan.

- Disumpah terlebih dahulu sebelum memberikanketerangan dalam BAP.

Supaya dltellti akurasi dan relevasi analisis itrniah danargumen ahli tersebut dengan pembuktian unsur tindakpidana yang disangkakan.

1.11. Penelitian alat bukti surat-surat- Alat bukti surat yang harus ada dalam berkas perkara

adalah hasil pemeriksaan laboratorium terhadap barangsitaan narkotika.

- Untuk penelitian hasil pemeriksaan laboratorium supayadipedomani Keputusan Direktur Jenderal PengawasanObat dan Makanan Departemen Kesehatan RI Nomor:HK. 00.06.6.01133 tentang Petunjuk Teknis PelaksanaanPemeriksaan Psikotropika dan Narkotika.

3

1.12. Penelitian keterangan tersangka- Agar disusun konstruksi yuridis kejadian perkara dengan

mencermati keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat-surat dan barang bukti lainnya dihubungkan denganketerangan tersangka sehingga dapat tergambar kejadianperkara dan tersangka adalah benar sebagai pengedar,pemakai, penyimpan, dan lain-lain.

1.13. Pemberitahuan Hasil Penyidikan Belum Lengkap- Apabila ternyata hasil penyidikan belum lengkap, segera

diterbitkan (P-18) dan (P-19). Dalam pemberian petunjuk,perlu mendapat penekanan agar petunjuk dibuat denganbahasa yang mudah dimengerti dan berbobot dalamarti mengarah pada unsur tindak pidana yangdisangkakan kalau dipandang perlu dijelaskan padapenyidik secara langsung.

1.14. Penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan SudahLengkap (P-21)

- Penerbitan P-21 dilaksanakan setelah hasil penelitianberkas perkara ternyata sudah lengkap baik secaraformal maupun materlil.

Apabila dari hasil penelitian berkas perkara masihdijumpai kekurangan alat bukti dan kelengkapan berkasperkara hendaknya tidak ditolerir lagi dan berkas perkarasegera dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi(Surat JAM Pidum Nomor : R-65/E/ 12/1997 tanggal 8Desember 1997 perihal PeningkatanPenanganan/Pelaksanaan Berkas Perkara).

1.15. Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka danBarang Bukti.

Tidak diperkenankan menerima penyerahan tahapkedua hanya tersangka atau barang bukti saja apalagimenerima sebagai titipan.

4

1.16. Penelitian Tersangka- Untuk menghindari error in persona supaya identitas

tersangka yang tercantum dalam berkas perkaradisesuaikan dengan pengakuan dan Kartu TandaPengenal tersangka yaitu: KTP, SIM, Paspor, dan lain-lain.

- Agar benar-benar ditanyakan kebenaran keterangantersangka yang ada dalam berkas perkara.

- Hasil penelitian tersangka dituangkan dalam BeritaAcara Penerimaan dan Penelitian Tersangka (BA-15).

1.17. Penelitian Barang Bukti- Barang bukti yang termuat dalam Daftar Barang Bukti

supaya diteliti satu persatu.- Ukuran barang bukti harus terukur seperti gram,

kilogram, dan seterusnya tidak menggunakan istilahyang tidak jelas seperti arnplop, bungkus, dll.

- Dokumen penyitaan (Surat Perintah, Berita Acara,Izin/persetujuan penyitaan penyimpanan diteliti).

- Hasil penelitian dituangkan ke dalam Berita AcaraPenelitian Benda Sitaan (BA-18), kemudian dibuatkandan ditempel Label Barang Bukti (B-10) dan dilengkapidengan Kartu Barang Bukti (B-11).

- Mekanisme penerimaan, pengumpulan dan penataanbarang bukti dilaksanakan sesuai dengan KeputusanJaksa Agung RI Nomor: KEP-112/JA/1 0/1989 tanggal13 Oktober 1989.

1.18. Register Perkara dan Barang Bukti.- Setelah penerimaan tanggung jawab atas tersangka

dan barang bukti berkas perkara dicatat dalam registerperkara tahap penuntutan.

1.19. Pemeriksaan Tambahan.- Apabila setelah diterbitkan (P-21), ternyata kemudian

berkas perkara belum memenuhi persyaratan untukdilim pahkan ke Pengadilan sepanjang telah pernah

5

diterbitkan (P-18) dan (P-19), maka untuk melengkapidapat dilakukan pemeriksaan tambahan.

- Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dimaksudpenting dilakukan untuk melengkapi berkas perkaradan kemungkinan untuk melakukan penyitaan barangbukti (Pasal 27 ayat (1) huruf d Undang-UndangNomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I. danSurat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana UmumNomor: B-536/E/E/11 /1993 perihal Melengkapi BerkasPerkara dengan melakukan Pemeriksaan Tambahan.

1.20. Kegiatan pra penuntutan sebagaimana disebutkan diatas dilaksanakan tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam Surat Jaksa AgungMuda Tindak Pidana Umum Nomor: B-401/E/9/1993tanggal 8 September 1993 perihal Pelaksanaan TugasPra Penuntutan, beserta lampirannya.

2. Tahap Penuntutan

2.1. Berkas Perkara yang sudah dinyatakan lengkap supayasegera ditentukan apakah Berkas Perkara itu sudahmemenuhi persyaratan untuk dapat atau tidakdilimpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.

2.2. Jaksa Penuntut Umum menyusun Surat Dakwaansebagaimana dimaksud dalam SE-004/JA/11/1993tanggal 16 Nopember 1993 dan Surat Jaksa AgungMuda Tindak Pidana Umum Nomor: B-607/E/11/1993tanggal 22 Nopember 1993 perihal Pembuatan SuratDakwaan.

2.3. Surat dakwaan Perkara Narkotika yang telah disiapkanJaksa Penuntut Umum dilampiri matrik dan dikonsultasikansecara berjenjang.

2.4. Diupayakan supaya pelimpahan berkas perkara kePengadilan dilaksanakan dalam waktu yang wajar.

6

2.5. Pada waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan agarpengawalan terdakwa Narkotika dilakukan ekstra hati-hati mulai dari Lembaga - Pengadilan dan kembali keLembaga supaya tidak ada kelalaian/celah untukmelarikan diri.

2.6. Pembuktian Perkara supaya dipedomani ketentuandalam KUHAP dan Petunjuk teknis Nomor: 69/E/02l1997tanggal 19 Februari 1997 perihal Hukum Pembuktiandalam Perkara Pidana.

2.7. Rencana Tuntutan Pidana Perkara Narkotika supayadisampaikan kepada:- 1 - 50 gr Kepala Kejaksaan Negeri

51 - 100 gr Kepala Kejaksaan Tinggitembusan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia

- 100 - seterusnya : Kejaksaan Agung RI

2.8. Jaksa Penuntut Umum berupaya maksimal membuktikanpasal-pasal yang berat ancaman hukumannya dan tidakterkesan menguntungkan terdakwa (Pedoman SE-001/JA/4/1995 tanggal27 April 1995 jo Surat Nomor:B-88/E/Ejp/05/2000 tanggal 11 Mei 2000 tentangPedoman Tuntutan Pidana.

2.9. Supaya putusan yang telah mempunyai kekuatanHukum tetap supaya segera mengeksekusi HukumanBadan dan Barang Buktinya supaya tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan.

2.10. Karena Perkara Narkotika adalah Perkara Pentingmaka setiap tahap penanganannya supaya dibuatlaporan khusus kepada Jaksa Agung cq JaksaAgung Muda Tindak Pidana Umum sebagaimanadimaksud dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor:INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994 tentangPengendalian dan Perkara Penting Tindak PidanaUmum dan Surat JAM PIDUM Nomor: R-16/E/03/1994

7

tanggal 11 Maret 1994 tentang Pengendalian PerkaraPenting Tindak Pidana Umum.

2.1. Para Kepala Kejaksaan Tinggi wajib mensosialisasikanpola penanganan dan penyelesaian perkara narkotikaini kepada para Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala CabangKejaksaan Negeri dan Jaksa di wilayah masing-masing.

Demikian untuk dilaksanakan.

JAKSA AGUNG MUDATINDAK PIDANA UMUM

Ttd.

HARYADI WIDYASA, S.H

8