kedudukan kreditur terhadap objek …karyailmiah.narotama.ac.id/files/kedudukan kreditur...kedudukan...
TRANSCRIPT
KEDUDUKAN KREDITUR TERHADAP OBJEK JAMINAN PADA
PERJANJIAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN
Yusron Qodarusman
Sarjana Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya
Email : [email protected]
ABSTRACT - Birth of fiduciary guarantee is the same date as the date of registration
fiduciary guarantee. Before fiduciary guarantee registered, the position of fiduciary
recipients is very weak. So, to acquire the legal certainty, the fiduciary guarantee
must be registered. Fiduciary recipient who have registered will acquire benefit as
preferent creditors, while fiduciary recipient who have not registered serve as
concurrent creditors. And fiduciary guarantee also has the power executorial,
creditors as fiduciary recipient have the right to execute the guarantee object if the
debitor is default.
Key Words : Fiduciary that is not guaranteed , the position of the creditor , security
object.
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya
kegiatan pembangunan, meningkat
pula kebutuhan terhadap pendanaan,
dimana sebagian besar dana yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
salah satunya bisa diperoleh melalui
kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan
pinjam meminjam ini tentunya
menimbulkan hubungan utang-
piutang. Suatu utang diberikan pada
dasarnya atas integritas atau
kpribadian debitur, yakni kepribadian
yang menimbulkan rasa kepercayaan
dalam diri debitur, bahwa debitur akan
memenuhi kewajiban pelunasannya
dengan baik. Akan tetapi belum
menjadi jaminan bahwa nanti pada
saat jatuh tempo, pihak debitur dengan
niat baik akan mengembalikan
pinjaman.1
1Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen
Indonesia, Grasindo Jakarta, 2000, hal. 119
Perolehan pendanaan tersebut
salah satunya melalui jasa perbankan,
yaitu melalui kredit yang diberikan
oleh pihak bank atau jasa lembaga
pembiayaan lainnya. Sarana kredit
dalam pembangunan adalah mutlak,
karena kredit merupakan urat nadi
dalam kehidupan para pengusaha. Bagi
pihak debitur bentuk jaminan yang
baik adalah bentuk jaminan yang tidak
akan melumpuhkan kegiatan usahanya
sehari-hari, sedangkan bagi kreditur
jaminan yang baik adalah jaminan
yang dapat memberi rasa aman dan
kepastian hukum bahwa kredit yang
diberikan dapat diperoleh kembali
tepat pada waktunya. Salah satu
lembaga jaminan yang dikenal dalam
sistem hukum jaminan di Indonesia
adalah lembaga jaminan fidusia.
Dalam kaitannya dengan
pemberian jaminan bagi pihak
kreditur, tindakan yang dilakukan
lembaga pembiayaan adalah dengan
melakukan eksekusi benda jaminan,
dengan kata lain, apabila konsumen
(debitur) melalaikan kewajibannya
atau cidera janji yang berupa lalainya
konsumen memenuhi kewajibannya
pada saat pelunasan utang sudah
waktunya untuk ditagih, maka dalam
peristiwa seperti itu, kreditur dapat
melaksanakan eksekusi atas benda
jaminan fidusia.
Lembaga jaminan fidusia
telah diakui eksistensinya dengan
adanya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (untuk
selanjutnya disingkat UUJF) yang
dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan
tentang pengertian fidusia. Fidusia
adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik
benda, selanjutnya dalam Pasal 1 ayat
2 disebutkan jaminan fidusia adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang
No.4/1996 tentang Hak Tanggungan
(untuk selanjutnya disingkat UUHT)
yang tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasaan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya.2
Perjanjian fidusia juga biasa
digunakan pada perusahaan atau
2Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan,
Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 75
lembaga pembiayaan. Pada umumnya
perusahaan atau lembaga pembiayaan
didalam melaksanakan pekerjaannya
menggunakan perjanjian jaminan
fidusia dengan objek benda jaminan
fidusia yang diserahkan kepada
kreditur berupa Bukti Pemilik
Kendaraan Bermotor (untuk
selanjutnya disingkat BPKB), akan
tetapi ternyata dalam prakteknya
banyak dari perjanjian yang dibuat
oleh perusahaan dalam bentuk Akta
Otentik (Akta Notaris) dan tidak
didaftarkan di kantor pendaftaran
fidusia (untuk selanjutnya disingkat
KPF) untuk mendapat sertifikat
fidusia.
Dengan mendapat sertifikat
jaminan fidusia, maka
kreditur/penerima jaminan fidusia
serta merta mempunyai hak eksekusi
langsung (parate eksekusi), seperti
terjadi dalam pinjam meminjam dalam
perbankan. Kekuatan hukum sertifikat
tersebut sama dengan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
Selain pelanggaran dengan
dibuatnya perjanjian pembiayaan
secara dibawah tangan, lembaga
pembiayaan juga dapat dijumpai tidak
didaftarkan Jaminan Fidusia yang
diberikan kepada kantor pendaftaran
jaminan fidusia untuk kemudian
mendapatkan sertifikat jaminan
fidusia. Sementara itu, dalam UUJF
dan Pasal 2 PP No. 86 Tahun 2000
tentang tata cara pendaftaran fidusia
dan biaya pendaftaran Fidusia
disebutkan salah satu syarat
pendaftaran fidusia adalah adanya
salinan Akta Notaris yang disebutkan
diatas. Akibat dari jaminan fidusia
yang tidak dibuatkan sertifikat
fidusianya maka objek jaminan fidusia
tersebut tidak mempunyai hak
eksekusi langsung. Berdasarkan uraian
diatas muncul beberapa pertanyaan
yaitu : 1. Apakah kreditur fidusia yang
tidak mendaftarkan objek jaminan
fidusia dapat dianggap sebagai kreditur
fidusia ? , 2. Dapatkah kreditur yang
tidak mendaftarkan perjanjian fidusia
tersebut melakukan eksekusi terhadap
benda jaminan fidusia ?
Permasalahan diatas muncul
karena dalam prakteknya debitur/pihak
yang punya barang mengajukan
pembiayaan kepada kreditur, lalu
kedua belah pihak sama-sama sepakat
menggunakan jaminan fidusia
terhadap benda milik debitur dan
dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan
ke KPF. Kreditur sebagai penerima
fidusia dan salinannya diberikan
kepada debitur. Dengan mendapat
sertifikat jaminan fidusia, maka
kreditur/penerima jaminan fidusia
serta merta mempunyai hak eksekusi
langsung (parate eksekusi), seperti
terjadi dalam pinjam meminjam dalam
perbankan. Kekuatan hukum sertifikat
tersebut sama dengan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
Berdasarkan Pasal 11 (1) UUJF
menyatakan bahwa benda yang
dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan. Akan tetapi, dalam
prakteknya banyak dari perjanjian
yang dibuat oleh perusahaan hanya
dalam bentuk akta otentik atau
dikuatkan lewat akta dibawah tangan.
Berbeda dengan fidusia dalam hal
kekuatan eksekusi tanpa didaftarkan
bersifat lemah, karena jaminan yang
sudah didaftarkan di KPF akan
mendapatkan sertifikat jaminan sebgai
bentuk kekuatan hukum dalam proses
eksekusi.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini
menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif yaitu penelitian yang
mengacu kepada norma-norma hukum
yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan atau beberapa
dokumen hukum lainnya.
Penelitian ini menggunakan
pende-katan Peraturan Perundang -
Undangan (Statute Approach) dan
pendekatan pene-litian melalui konsep,
asas, doktrin dan pendapat para sarjana
(Conseptul Appro-ach)
PEMBAHASAN
Kedudukan Kreditur Fidusia Yang
Tidak Mendaftarkan Jaminan
Fidusia
Kata kreditur di dalam Burgelijk
Wetboek (untuk selanjutnya disingkat
BW) murni adalah Kreditur, namun
pada era sekarang ini telah
menggunakan pengejaan Kreditur
yang terdapat dalam kamus besar
bahasa Indonesia. Pembayaran Utang
dalam Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan
bahwa Kreditur adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian
atau Undang-Undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
“ Lilik Mulyadi mengatakan,
kreditur adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau undang-
undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan. Di mana kreditur yang
dimaksud dapat bersifat perorangan
atau badan hukum”.3
3http://bisdan-
sigalingging.blogspot.co.id/2014/10/pengertia
n-kreditor-oleh-bisdan.html?m=1, 29 juli 2016
Dalam hukum perdata secara
garis besar kreditur dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu : 1.Kreditur
Sparatis adalah kreditur pemegang hak
jaminan kebendaan yang dapat
bertindak sendiri, 2.Kreditur Preferen
adalah Kreditur yang memiliki hak
istimewa atau hak prioritas. Kreditur
preferen adalah kreditur yang memiliki
hak istimewa atau hak prioritas. Hak
istimewa mengandung makna “hak
yang oleh undang-undang diberikan
kepada seorang berpiutang sehingga
tingkatannya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya. Berdasarkan
ketentuan KUHPerdata, ada dua jenis
hak istimewa, yaitu hak istimewa
khusus dan hak istimewa umum. Hak
istimewa khusus adalah hak yang
menyangkut benda-benda tertentu,
sedangkan hak istimewa umum berarti
menyangkut seluruh benda, sesuai
dengan KUHPerdata pula, hak
istimewa khusus di dahulukan atas hak
istimewa umum. 3. Kreditur Konkuren
adalah Kreditur yang harus berbagi
dengan para kreditor lainnya secara
propordional, yaitu menurut
perbandingan besarnya masin-masing
tagihan, dari hasil penjualan harta
kekayaan debitur yang tidak dibebani
dengan hak jaminan.
Ada beberapa pasal yang
menjelaskan ketantuan tentang
penggolongan kreditur ini, yakni
terdapat dalam Pasal 1132, Pasal 1134,
Pasal1135, Pasal 1136, Pasal 1138,
Pasal1139 KUHPerdata. Salah satu
hak dan kewajiban kreditur
diantaranya Pihak kreditur berhak
menagih/mencabut fasilitas kredit
tersebut secara sepihak walaupun
jangka waktu pelunasan hutang debitur
belum selesai, kewajiban kreditur
mendaftarkan jaminan fidusia ke
kantor pendaftaran fidusia.
Di Indonesia setelah Tahun
1996, yakni sejak lahirnya UUHT,
pengikatan jaminan (anggunan) kredit
atau pembiayaan di bank melalui
lembaga jaminan dapat dilakukan
melalui gadai, hak tanggungan, dan
fidusia. Pengertian fidusia adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda
(constitutum possesorium)4. Dalam
Pasal 1 ayat 2 diberikan perumusan
tentang jaminan fidusia yaitu:
“Hak jaminan atas benda
bergerak, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak
bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan pemberi
Fidusia, sebagaimana agunan bagi
pelunasan, hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan
kepada penerima Fidusia terhadap
kreditur lainnya.”5
“Sejalan dengan prinsip
memberikan kepastian hukum, maka
UUJF mengambil prinsip pendaftaran
jaminan fidusia. Pendaftaran tersebut
diharapkan memberikan kepastian
hukum kepada pemberi dan penerima
Fidusia maupun kepada pihak ketiga.
4Sofwan,Sri Soedewi Masjchoen , Hukum
Perdata :Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty,
Yogyakarta, CET ke-I, 1974, hal.76 5Satrio. J, Hukum Jaminan Hak Jaminan
Kebendaan ,Citra Aditya Bakti, Bandung,
CET ke-IV, 2002, hal.164
Pemberian sifat hak kebendaan kepada
hak kreditur penerima fidusia, dapat
dikeluarkannya grosse sertifikat
jaminan fidusia, diberikannya hak
parate eksekusi dan diberikan status
sebagai kreditur separatis
menunjukkan maksud pembuat
undang-undang untuk memberikan
kedudukan yang kuat kepada
kreditur”.6 “Pendaftaran dilakukan
melalui suatu permohonan yang
ditujukan kepada kantor pendaftaran
jaminan fidusia selanjutnya disingkat :
K.P.F yang untuk pertama kalinya
akan diadakan di Jakarta, yang wilayah
kerjanya meliputi seluruh Indonesia
(Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 UUJF.
Pendaftaran dicatat dalam buku daftar
fidusia pada tanggal yang sama dengan
tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran (Pasal 14 ayat 1 UUJF)
dan tanggal tersebut akan mempunyai
dampak hukum yang besar sekali,
karena tanggal tersebut menentukan
lahirnya jaminan fidusia (Pasal 14 ayat
3 UUJF)”.7
kreditur fidusia yang tidak
mendaftarkan objek jaminan fidusia
tidak dapat dikatakan sebagai kreditur
preferen, oleh karena itu kreditur
tersebut tidak dapat memperoleh
pelunasan yang lebih didahulukan dari
kreditur-kreditur lainnya tehadap objek
jaminan fidusia tersebut. Untuk itu dia
hanya dapat dikatagorikan sebagai
kreditur kongkuren terhadap objek
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
Sehingga dengan demikian dapat
diperlakukan terhadap kreditur
tersebut pasal 1131 KUHPerdata,
6Satrio J, Hukum Jaminan Hak Jaminan
Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
CET ke-IV, 2002, hal.157 7ibid, hal. 175
dimana dia harus berbagi dengan
kreditur lain dari obyek jaminan
fidusia untuk utang-utangnya debitur
terhadap krediturnya.
Seiring dengan adanya berbagai
perubahan dalam dunia fidusia, dan
Mengingat betapa pentingnya fungsi
pendaftaran bagi suatu jaminan hutang
termasuk jaminan hutang termasuk
jaminan fidusia ini, maka UUJF
kemudian mengaturnya dengan
mewajibkan setiap jaminan fidusia
untuk didaftarkan pada pejabat yang
berwenang. Saat ini telah berlaku
peraturan terbaru yang mewajibkan
pendaftaran fidusia untuk pembiayaan
konsumen dalam hal pembelian
kendaraan bermotor yaitu: Menurut Pasal 1 Peraturan
Menteri Keuangan No.
130/PMK.010/2012, Perusahaan
Pembiayaan yang melakukan
pembiayaan konsumen untuk
kendaraan bermotor dengan
pembebanan jaminan fidusia wajib
mendaftarkan jaminan fidusia
dimaksud pada KPF, sesuai undang-
undang yang mengatur mengenai
jaminan fidusia.8 Pendaftaran jaminan
fidusia juga memiliki jangka waktu
pendaftaran jaminan fidusia yang
diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan No. 130/PMK.010/2012
sebagai berikut:
“Pasal 2 PMK No.
130/PMK.010/2012, menyebutkan
bahwa perusahaan pembiayaan wajib
mendaftarkan jaminan fidusia pada
KPF paling lama 30 (tiga puluh) hari
8http://irmadevita.com/2012/harus-daftar-
jaminan-fidusia-dulu-baru-bisa-tarik-
kendaraan/ diakses tanggal 30 Juli 2016
kalender terhitung sejak tanggal
perjanjian pembiayaan konsumen.”9.
Dalam ketentuan yang tercantum
pada Pasal 11 ayat (1) UUJF
menyatakan bahwa “ Benda yang
dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan”. Selanjutnya Pasal 14
ayat (3) UUJF menyatakan bahwa
“Jaminan fidusia lahir pada tanggal
yang sama dengan tanggal dicatatnya
jaminan fidusia dalam buku daftar
fidusia”. Berdasarkan kedua aturan
yang telah ditetapkan dalam UUJF
maka dapat diketahui bahwa jaminan
fidusia merupakan hal yang penting
bagi pemegang jaminan fidusia.
Pelaksanaan Eksekusi Benda
Jaminan Fidusia Yang Tidak
Didaftarkan Oleh Pihak Kreditur
Benda-benda sebagai objek
jaminan fidusia berdasarkan Pasal 1
UUJF adalah : “Benda adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan baik yang berwujud, yang
terdaftar maupun tidak terdaftar, yang
bergerak maupun yang tidak bergerak
yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan atau hipotik”. Terhadap
benda jaminan fidusia hal penting
yang perlu dicermati adalah
menyangkut prinsip benda fidusia
haruslah merupakan benda milik
pemberi fidusia dan bukan merupakan
benda yang berada dalam status
kepemilikan orang lain.
Berdasarkan Pasal 6 UUJF yang
mengatur mengenai benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia ini
harus disebutkan secara riil dalam akta
9http://irmadevita.com/2012/harus-daftar-
jaminan-fidusia-dulu-baru-bisa-tarik-
kendaraan/ diakses tanggal 30 Juli 2016
jaminan fidusia. Penyebutan tidak
hanya tertuju kepada banyaknya satuan
dan jenisnya saja, tetapi biasanya
dirinci lebih lanjut seperti mereknya,
ukurannya, kualitasnya, keadaannya
(baru atau bekas), warnanya, nomor
serinya, dan kendaraan bermotor juga
disebutkan nomor rangka, nomor
mesin, nomor Polisi dan BPKBnya.
Khusus mengenai kendaraan bermotor
ini pemilik benda adalah bukan nama
yang tercantum dalam BPKB maka
pemberi fidusia harus melampirkan
kuitansi/faktur pembelian atas
kendaraan bermotor tersebut.
Lembaga pembiayaan konsumen
berkedudukan sebagai kreditur, yaitu
pihak pemberi biaya kepada
konsumen. Pembiayaan konsumen
merupakan lembaga pembiayaan yang
kegiatannya berupa penyediaan dana
oleh Lembaga Pembiayaan Konsumen
kepada konsumen untuk pembelian
suatu barang dari dealer, yang
pembayarannya dilakukan secara
berkala (angsuran) oleh konsumen.
Dengan demikian, dalam transaksi
pembiayaan konsumen, ada tiga pihak
yang terlibat dalam hubungan hukum
pembiayaan konsumen, yaitu Lembaga
Pembiayaan Konsumen, Konsumen,
dan dealer.
Menurut ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 11 ayat (1)
UUJF menyatakan bahwa “Benda
yang dibebani dengan jaminan fidusia
wajib didaftarkan”. Selanjutnya Pasal
14 ayat (3) UUJF menyatakan bahwa “
jaminan fidusia lahir pada tanggal
yang sama dengan tanggal dicatatnya
jaminan fidusia dalam buku daftar
fidusia”. Berdasarkan kedua aturan
yang telah ditetapkan dalam UUJF
maka dapat diketahui bahwa
pendaftaran jaminan fidusia
merupakan hal yang penting bagi
pemegang jaminan fidusia. Hal ini
disebabkan apabila dikemudian hari
terjadi wanprestasi atau permasalahan
maka dengan didaftarkannya jaminan
fidusia ini maka eksekusi atas barang
jaminan fidusia dapat dengan mudah
dilaksanakan. Namun pada
kenyataannya banyak terjadi tidak
didaftarkannya jaminan fidusia ini oleh
para pihak, terutama sekali pihak
kreditur sebagai pihak yang
berkepentingan.
Dalam hal pemberian kredit
kepada konsumen memiliki peluang
terjadinya risiko, hal ini dapat
dikarenakan konsumen melakukan
wanprestasi, perubahan undang-
undang, krisis moneter, dan bencana
alam. Risiko terbesar yang terjadi
dalam pemberian pembiayaan
khususnya dengan jaminan fidusia
adalah tidak terbayarnya angsuran atau
wanprestasi yang dilakukan oleh
konsumen atau cidera janji. Untuk
meminimalisir risiko tersebut, maka
jaminan dapat dijadikan sebagai
kepastian pelunasan hutang
pembiayaan dikemudian hari, karena
seberapa pun kecil peluang untuk
muncul pemberian pembiayaan akan
selalu dihadpkan dengan resiko
terjadinya cidera janji (wanprestasi).
Ketentuan yang tercantum dalam
pasal 29 UUJF memberikan pengertian
mengenai eksekusi adalah sebagai
“Pelaksanaan titel eksekutorial oleh
lembaga pembiayaan, berarti eksekusi
langsung dapat dilaksanakan tanpa
melalui pengadilan dan bersifat final
serta mengikat para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut.
“bertitik tolak pada ketentuan Bab
kesepuluh bagian V HIR dan title
keempat Rbg, pengertian eksekusi
sama dengan pengertian menjalankan
putusan pengadilan. Melaksanakan isi
putusan pengadilan yakni
melaksanakan secara paksa putusan
pengadilan dengan bantuan kekuatan
umum bila pihak yang kalah (pihak
tereksekusi/pihak tergugat) tidak mau
menjalankan secara sukarela.10 Dalam
hal eksekusi dilaksanakan berdasarkan
putusan pengadilan negeri, maka
eksekusi bersangkutan baru dapat
dilaksanakan jika putusan tersebut
telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. Dalam hal ini, baik
penggugat maupun tergugat telah
menerima putusan yang dijatuhkan dan
tidak lagi melakukan upaya hukum
yang tersedia.
Dalam rangka pelaksanaan
eksekusi jaminan fidusia, debitur wajib
menyerahkan benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia. Apabila debitur
tidak menyerahkan jaminan fidusia
tersebut pada waktu eksekusi
dilaksanakan, kreditur berhak
mengambil benda yang menjadi objek
jaminan fidusia tersebut dan kalau
perlu meminta bantuan pihak yang
berwenang. Dalam hal benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia terdiri
atas benda perdagangan atau efek yang
dapat diperjualbelikan dipasar bursa
efek, atau penjualannya dapat
dilakukan di tempat-tempat tersebut
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun UUJF tidak
menyebutkan eksekusi lewat gugatan
ke pengadilan, tetapi tentunya pihak
kreditur dapat menempuh prosedur
eksekusi lewat gugatan ke pengadilan.
10Harahap, M Yahya, Ruang Lingkup
Permaslahan Eksekusi Bidang Perdata,
Gramedia, Jakarta,1991, hal. 1.
Sebab, keberadaan UUJF dengan
model-model eksekusi khusus tidak
untuk meniadakan hukum acara yang
umum. Tidak ada indikasi sedikit pun
dalam UUJF yang bertujuan
meniadakan ketentuan hukum acara
umum tentang eksekusi umum lewat
gugatan ke pengadilan negeri yang
berwenang. Perjanjian jaminan fidusia
merupakan perjanjian yang bersifat
accessoir atau perjanjian
tambahan/perjanjian ikutan, untuk itu
perjanjian pokoknya tetap sah
meskipun perjanjian jaminan
pembebanan bendanya tidak
menggunakan akta otentik dan tidak
didaftarakan, tetapi untuk tindakan
eksekutorialnya tidak dapat
dilaksanakan dengan lembaga parate
executie (eksekusi langsung), karena
seperti yang dicantumkan dalam Pasal
15 ayat (2) UUJF, yang menyatakan
bahwa “sertifikat jaminan fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap”. Lebih lanjut Pasal 15
ayat (3) UUJF menyatakan bahwa
“Apabila debitur cidera janji, lembaga
pembiayaan mempunyai hak menjual
benda yang menjadi objek jaminan
fidusia atas kekuasaannya sendiri”.
Berdasarkan uraian pasal di atas dapat
dilihat bahwa kreditur yang memiliki
sertifikat jaminan fidusia yang dibuat
dengan akta otentik dan didaftarkan
saja yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, bagi perjanjian
dengan jaminan fidusia yang tidak
didaftarkan ketika debitur wanprestasi
atau cidera janji tidak dapat
menggunakan lembaga parate executie
(eksekusi langsung), tetapi proses
eksekusinya tetap harus dilakukan
dengan cara mengajukan gugatan
perdata ke Pengadilan Negeri melalui
proses Hukum Acara Perdata hingga
turunya putusan hakim.
Apabila pihak debitur yang
menguasai objek jaminan fidusia akan
ditarik tidak ada ditempat, maka
diperlukan saksi pada saat akan
dilakukannya penarikan. Hal tersebut
diperlukan untuk menjaga agar tidak
terjadi kecurigaan juru sita memasuki
perkarangan dan rumah secara paksa.
Adapun yang bertanda tangan dalam
berita acara penarikan yaitu penerima
dan pemberi jaminan atau pihak
berwenang jika turut hadir dalam
proses penyitaan objek jaminan.
Sesuai dengan uraian di atas,
bahwa seorang kreditur yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusia ke KPF,
maka tidak akan mendapatkan
sertifikat jaminan fidusia sehingga
kreditur tersebut tidak dapat
melakukan eksekusi terhadap barang
jaminan fidusia. Hal ini diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 130/2012 bahwa perusahaan
pembiayaan dilarang melakukan
penarikan benda jaminan fidusia
berupa kendaraan bermotor apabila
KPF belum menerbitkansertifikat
jaminan fidusia dan menyerahkan
kepada perusahaan pembiayaan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Menurut Pasal 11 UUJF disebutkan
“Benda yang dibebani jaminan
fidusia wajib didaftarkan” Apabila
ada kreditur yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusia ke
KPF maka kreditur tersebut masih
dapat dikatakan sebagai kreditur
jaminan fidusia, akan tetapi masuk
kedalam kreditur konkuren.
2. Seorang kreditur yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusia ke
KPF, tidak akan mendapatkan
sertifikat jaminan fidusia. Sehingga
kreditur tersebut tidak memiliki hak
untuk mengeksekusi barang
jaminan secara langsung apabila
seorang debitur melakukan cidera
janji atau wanprestasi. Akan tetapi,
apabila seorang kreditur akan
mengeksekusi barang jaminan
fidusia harus melalui pengadilan
dengan tahapan – tahapan yang
cukup rumit dan membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Saran
1. Seorang kreditur yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusianya
ke KPF masih dapat dianggap
sebagai kreditur fidusia, harusnya
ada aturan yang yang jelas untuk
mempertegas dari Pasal 11 UUJF,
agar semua jaminan fidusia
terdaftar dan juga memperjelas
kedudukan seorang kreditur sebagai
kreditur preferen.
2. Pentingnya pendaftaran objek
jaminan fidusia ke KPF, bertujuan
untuk mengantisipasi apabila dalam
prosesnya debitur melakukan cidera
janji maka seorang kreditur dapat
mengeksekusi semua objek jaminan
fidusia jika kreditur sudah memiliki
sertifikat jaminan fidusia yang
dikeluarkan oleh KPF.
Daftar Pustaka
Harahap, M Yahya, Ruang Lingkup
Permaslahan Eksekusi Bidang
Perdata, Gramedia, Jakarta,1991.
Satrio. J, Hukum Jaminan Hak
Jaminan Kebendaan ,Citra Aditya
Bakti, Bandung, CET ke-IV, 2002. Sentosa Sembiring, Hukum
Perbankan, Mandar Maju,
Bandung, 2008.
Sidharta, Hukum Perlindungan
Konsumen Indonesia, Grasindo
Jakarta, 2000. Sofwan,Sri Soedewi Masjchoen , Hukum
Perdata :Hak Jaminan Atas Tanah,
Liberty, Yogyakarta, CET ke-I, 1974.
http://bisdan-
sigalingging.blogspot.co.id/2014/10/pe
ngertian-kreditor-oleh-
bisdan.html?m=1, diakses tanggal 29
juli 2016
http://irmadevita.com/2012/harus-daftar-
jaminan-fidusia-dulu-baru-bisa-tarik-
kendaraan/ diakses tanggal 30 Juli 2016