kedudukan sahabat

24
KEDUDUKAN SAHABAT DAN ‘ADALAHNYA Oleh : Fitri Yanti A. Pendahuluan Hadis sebagai sumber hukum Islam yang kedua mendapat perhatian besar dari kalangan ulama. Hal ini disebabkan oleh kedudukannya sebagai penjelas bagi Alquran al-Karim. Di samping itu, Hadis juga memuat beberapa hukum tersendiri dan menggambarkan corak kehidupan Rasulullah saw., sehingga kedudukannya sangat urgen dalam perkembangan hukum Islam. Salah satu syarat untuk memahami ajaran Islam dengan sempurna adalah pemahaman terhadap Hadis. Periode kedua sejarah perkembangan Hadis, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafa’ Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar. 1 Para sahabat mempunyai peranan yang istimewa dalam proses periwayatan Hadis. Sahabat adalah titik awal proses periwayatan Hadis, karena mereka lah yang langsung melihat, mendengar atau menyaksikan Rasulullah saw. Sebutan bagi siapa saja yang pernah bertemu atau melihat Nabi Muhammad saw. dan beriman kepadanya serta mengikuti dan hidup bersamanya dalam waktu yang panjang, dijadikan rujukan oleh generasi sesudahnya dan mempunyai 1 Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), h.79.

Upload: pimansu

Post on 01-Jul-2015

189 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEDUDUKAN SAHABAT

KEDUDUKAN SAHABAT DAN ‘ADALAHNYA

Oleh : Fitri Yanti

A. Pendahuluan

Hadis sebagai sumber hukum Islam yang kedua mendapat perhatian besar dari

kalangan ulama. Hal ini disebabkan oleh kedudukannya sebagai penjelas bagi Alquran

al-Karim. Di samping itu, Hadis juga memuat beberapa hukum tersendiri dan

menggambarkan corak kehidupan Rasulullah saw., sehingga kedudukannya sangat

urgen dalam perkembangan hukum Islam. Salah satu syarat untuk memahami ajaran

Islam dengan sempurna adalah pemahaman terhadap Hadis.

Periode kedua sejarah perkembangan Hadis, adalah masa sahabat, khususnya

masa Khulafa’ Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali

ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini

juga disebut dengan masa sahabat besar.1

Para sahabat mempunyai peranan yang istimewa dalam proses periwayatan

Hadis. Sahabat adalah titik awal proses periwayatan Hadis, karena mereka lah yang

langsung melihat, mendengar atau menyaksikan Rasulullah saw.

Sebutan bagi siapa saja yang pernah bertemu atau melihat Nabi Muhammad

saw. dan beriman kepadanya serta mengikuti dan hidup bersamanya dalam waktu yang

panjang, dijadikan rujukan oleh generasi sesudahnya dan mempunyai hubungan khusus

dengan Rasulullah saw., sehingga secara adat dinamakan sebagai sahabat. Ada pula

Ulama yang mempersingkat identitas sahabat itu dengan “orang-orang yang bertemu

dan beriman kepada Nabi Muhammad saw., serta hidup bersamanya dalam waktu yang

cukup lama.2

Dilihat dari segi kemulian dan perjumpaan dengan Rasul, derajat semua sahabat

sama. Tapi dilihat dari segi kapan mereka masuk Islam, lamanya bersama Nabi, besar

pengorbanannya membela Islam, dan ilmu yang dimiliki sahabat itu berbeda-beda

peringkatnya. Selain itu, Jumhur Ulama berpendirian bahwa seluruh sahabat bersifat

1 Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), h.79. 2 Nasrun Haroen, Ushul Fiqih (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 155.

Page 2: KEDUDUKAN SAHABAT

‘adalah dan terpercaya dalam meriwayatkan Hadis Rasulullah saw. ‘adalah dimaksud

di sini harus dipahami dalam rangka periwayatan Hadis.3

Setidaknya ada tiga alasan mengapa topik ini perlu dibahas yaitu, pertama, salah satu pokok akidah Islam adah mencintai Rasullah saw. dan sahabatnya sehingga kebersihan hati dan lisan harus di jaga terhadap kebencian kepada para sahabat. Kedua, dengan mengetahui kedudukan dan keadilan sahabat, kaum muslimin menyakini Hadis yang diriwayatkan para sahabat Nabi saw. dan menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari Sahabat dikenal sebagai al Adillatussahabah (semua sahabat adil) yaitu yang paling bertaqwa dan memilih sifat wara (menjauhkan diri dari maksiat dan perkara subhat) serta tidak pernah berdusta. Ketiga, fenomena mencaci maki dan melecehkan para sahabat. Contoh dalam hal ini adalah kaum syiah yang mengkafirkan Abu Bakar, Ummahatul mukminin (Aisyah). Hal ini terjadi karena ketidaktahuan mereka tentang sahabat menyangkut al wara wal bara.

Permasalahan yang penulis bahas dalam makalah ini antara lain : pengertian sahabat, cara mengetahui sahabat, keadilan sahabat, pandangan Ulama dan argumentasinya tentang keadilan sahabat serta jumlah sahabat yang meriwayatkan Hadis.

B. Pembahasan

B.1. Pengertian Sahabat

Menurut M.’Ajjaj al-Khatib, dalam bukunya Al-Sunnah Qabl al-Tadwin sebagaimana

yang dikutip oleh Nawir Yuslem dalam bukunya Ulumul Hadis, kata sahabat (Arab:

Shahabat), dari segi kebahasaan adalah musytaq (turunan) dari kata shuhbah yang

berarti “orang yang menemani yang lain, tanpa ada batasan waktu dan jumlah”.4

Berdasarkan pengertian inilah para ahli Hadis mengemukakan rumusan mereka tentang

sahabat sebagai berikut:

1. Sahabat ialah orang yang bertemu Rasulullah saw., dengan pertemuan yang

wajar sewaktu Rasulullah saw. masih hidup, dalam keadaan Islam dan beriman.5

2. Maksud kata “bertemu” disini adalah “bergaul”. Jadi, orang yang tidak dapat

melihat karena buta misalnya Ibn Ummi Maktum tetapi karena bergaul dengan

Nabi, maka termasuk sahabat,6

3 Abuddin Nata, Alquran dan Hadis (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996), h. 194.4 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta : PT.Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 176.5 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, Cet. Kedua, 1994), h. 29. 6 Ibid.

2

Page 3: KEDUDUKAN SAHABAT

Menurut definisi di atas orang yang telah pernah bergaul dengan Nabi, walaupun

ia tidak pernah meriwayatkan Hadis dari beliau, tetapi dikategorikan sahabat. Orang

yang pernah bergaul dengan Nabi, dalam keadaan Islam dan Iman, kemudian murtad,

seperti Abdullah bin Jahasy dan Abdullah bin Khathai, bukan lagi disebut sahabat.

Tetapi bila sahabat yang murtad itu kemudian masuk Islam dan beriman kembali, maka

masih dapat dikategorikan sebagai sahabat. Hal ini seperti yang dikemukakan Ibnu

Hajar al-Asqalani tentang Asy’as bin Qais yang pernah murtad, kemudian dikala

menghadap kepada Abu Bakar as-Shiddiq sebagai tawanan perang ia menyatakan

kembali masuk Islam. Abu Bakar menerima keislamannya itu, bahkan ia

mengawinkannya dengan saudara perempuannya.7

Ahmad bin Hanbal mengatakan sahabat Rasul adalah orang yang pernah hidup

bersama beliau, sebulan atau sehari, atau sesaat atau hanya melihatnya”. 8 Sa’id bin

Musayyab, seorang pemuka tabiin, mengatakan, sahabat adalah orang-orang yang hidup

bersama Rasulullah selama satu, dua tahun dan pernah ikut berperang bersamanya satu

atau dua kali.9

Menurut Ibnu Hajar al-Haitami, sahabat adalah “orang yang pernah berjumpa

dengan Nabi Muhammad saw dan orang itu menjadi mukmin dan hidup bersama beliau

baik lama atau sebentar, baik orang tersebut meriwayatkan Hadis atau tidak dari Nabi,

atau orang yang pernah melihat beliau sekali atau orang - orang yang tidak pernah

melihat beliau karena buta.10

Menurut Ibn al-Shalah (577-643) dalam bukunya Ulum al-Hadist sebagaimana

yang dikutip oleh Nawir Yuslem dalam bukunya Ulumul Hadis, mengatakan bahwa

yang dimaksud sahabat dikalangan Ulama Hadis adalah setiap muslim yang melihat

Rasulullah saw. adalah sahabat.11

Imam Bukhari (194-256) mengatakan bahwa sahabat ialah siapa saja dari umat

Islam yang menemani Nabi Muhammad saw. atau melihatnya, maka dia adalah sahabat

beliau.12 Yang dimaksud dengan melihat (al-Ru’yat) di dalam definisi tersebut adalah

7 Ibid.8 Ensiklopedia Islam, h. 197.9 Ibid.10 Ibid.11 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 176.12 Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M), h. juz. 4, h. 188.

3

Page 4: KEDUDUKAN SAHABAT

bertemu dengan Rasulullah saw. meskipun tidak melihat beliau, sebagaimana halnya

Ibn Ummi Maktum, seorang sahabat Rasul yang buta.

Ibn Hajar as-Asqalani mendefinisikan sahabat dengan “setiap orang yang

bertemu dengan Nabi Muhammad saw., beriman dengan beliau dan mati dalam keadaan

Islam”. 13

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas disamping masih terdapat

rumusan-rumusan lainnya yang pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan yang di

atas, pada prinsipnya ada dua unsur yang disepakati oleh para Ulama dalam menetapkan

seseorang untuk disebut sebagai sahabat, yaitu: pertama, ia pernah bertemu dengan

Rasulullah saw., kedua, pertemuan tersebut terjadi dalam keadaan dia beriman dengan

beliau dan meninggal juga dalam keadaan beriman (Islam).

Dengan demikian, mereka yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah saw.,

atau bertemu tetapi tidak dalam keadaan beriman, atau bertemu dalam keadaan beriman

tetapi ia meningal tidak dalam keadaan beriman, maka ia tidak dapat disebut sebagai

sahabat. 14

B.2. Cara Mengetahui Sahabat

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ka’ab ibn Malik, bahwa jumlah sahabat

Rasul, sangat banyak, tidak dapat dikumpulkan oleh sesuatu kitab. Diwaktu Rasulullah

wafat, sahabatnya terdiri 114.000 orang. Ada yang meriwayatkan Hadis dari padanya

dan turut berhaji Wada’ bersamanya. Semuanya mereka melihat Nabi, dan mendengar

Hadis beliau di padang Arafah. 15

Ada beberapa cara yang dipedomani oleh para Ulama untuk mengetahui

seseorang itu adalah sahabat, yaitu : 16

1. Melalui kabar mutawatir yang menyatakan bahwa seseorang itu adalah sahabat.

contohnya adalah status kesahabatan khalifah yang empat (Khulafa’ al-

rasyidin). Dan mereka yang terkenal lainnya, seperti sahabat yang sepuluh

dijamin Rasul saw. masuk surga.

13 Ibn Hajar al-Asqalani, Kitab al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), juz I, h. 10.

14 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 179-180.15 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.

XI,1954), h. 271.16 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Perkembangan Hadist (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.

Kedua,1973), h. 141.

4

Page 5: KEDUDUKAN SAHABAT

2. Melalui kabar masyhur dan mustafid, yaitu kabar yang belum mencapai tingkat

mutawatir, namun meluas dikalangan masyarakat, seperti kabar yang

menyatakan kesahabatan Dhammam ibn Tsa’labah dan ‘Ukasyah ibn Muhsam.

3. Melalui pemberitaan sahabat lain yang telah dikenal kesahabatannya melalui

cara-cara di atas. Contohnya adalah kesahabatan Hamamah ibn al-Dawsi yang

diberitakan oleh Abu Musa al-Asy’ari.

4. Melalui keterangan seorang Tabi’in yang tsiqat (terpercaya) yang menerangkan

seseorang itu adalah sahabat.

5. Pengakuan sendiri oleh seorang yang adil bahwa dirinya adalah seorang sahabat.

Pengakuan tersebut hanya dianggap sah dan dapat diterima selama tidak lebih

dari seratus tahun sejak wafatnya Rasulullah saw. Hal ini berdasarkan pada

Hadis Nabi Muhammad saw. yang menyatakan:

احد يبقى ال منها سنة مائة راس على ن فا ؟ هذه ليلتكم ارايتكم

ومسلم ( ) لبخارى رواه االرض ظهر على اليوم هذا ممن

“Apakah yang kamu lihat pada malammu ini? Maka sesungguhnya sudah berlalu

seratus tahun tiadalah yang tinggal dari golongan orang sekarang ini (sahabat) di atas

permukaan bumi ini. (HR. Bukhari-Muslim)”

Abu al-Husain Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi atau Imam Muslim,

seorang ahli Hadis terkenal mengelompokkan sahabat-sahabat Rasulullah saw. ke dalam

dua belas peringkat (derajat) berdasarkan peristiwa yang mereka alami atau saksikan.

Peringkat pertama adalah as-Sabiqun al-Awwalun (mereka yang pertama kali

masuk Islam), dimulai dari Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan,

Ali bin Abi Thalib dan seterusnya. Peringkat kedua, mereka yang tergabung ke dalam

Daran Nadwah (gedung pertemuan bagi orang-orang quraisy yang pada masa sebelum

dan awal Islam), yang ketika Umar mengatakan, keislamannya mereka membawanya

menghadap Rasulullah saw., lalu membaiatnya. Peringkat ketiga mereka yang ikut

hijrah ke Habsyah (Abessina). Peringkat keempat, mereka yang membaiat Nabi saw. di

Aqabah pertama. Peringkat kelima, mereka yang membaiat Nabi saw. di Aqabah kedua.

Peringkat keenam, orang-orang Muhajirin yang pertama menemui Nabi ketika

beliau tiba di Quba sebelum memasuki kota Madinah pada waktu hijrah. Peringkat

5

Page 6: KEDUDUKAN SAHABAT

ketujuh, mereka yang ikut dalam perang Badar. Peringkat kedelapan, mereka yang

berhijrah kesuatu tempat antara Badar dan Hudaibiyah. Peringkat kesembilan, mereka

yang tergabung dalam kelompok Baiat ar-Ridwan (Baiat yang dilakukan oleh kaum

muslim ketika terjadi gazwah/perjanjian Hudaibiyah). Peringkat kesepuluh, mereka

yang ikut hijrah antara Hudaibiyah dan al-Failah (Penakluk Makkah). Peringkat

kesebelas, berdasarkan urutan masuk Islam. Peringkat kedua belas, para remaja dan

anak-anak yang sempat melihat Rasulullah saw. pada waktu penolakan kota Makkah

dan haji wadak serta tempat-tempat lain. Jumlah orang yang mendapat predikat sahabat

pada waktu Nabi Muhammad saw. wafat sekitar 114.000 orang, yakni para pengikut

Nabi Muhammad saw. dan secara nyata melihatnya dan memeluk Islam.17

B.3. ‘Adalah Al-Shahabat (Keadilan Sahabat)

Al-‘Adalah menurut bahasa adalah masdar dan kata kerja ( عدل) dan

sinonimnya adalah al-Istiqomah, yang berarti lurus, menurut pengertian sahabat

bersikap lurus di jalan kebenaran dengan menghindarkan hal-hal yang dilarang oleh

agama.

Menurut ibnu Sam’ani, keadilan seorang rawi harus memenuhi empat syarat, yaitu :

1. Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi maksiat

2. Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun

3. Tidak melakukan perkataan-perkataan mubah yang dapat menggugurkan Iman kepada qadar dan mengakibatkan penyesalan.

4. Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan syara’.18

Para Ulama Hadis sepakat menetapkan bahwa seluruh sahabat adalah adil. Yang

dimaksud keadilan mereka di sini adalah dalam konteks ilmu Hadis, yaitu yang

terpeliharanya mereka dari kesengajaan melakukan dusta dalam meriwayatkan Hadis,

dari melakukan penukaran (pemutarbalikan) Hadis, dan dari perbuatan-perbuatan lain

yang menyebabkan tidak diterimanya riwayat mereka.19 Diantara dalil yang

dikemukakan Ulama Hadis dalam menetapkan keadilan sahabat adalah :

17 Ensiklopedia Islam, h. 198.18 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits , (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), h. 11.19 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 182.

6

Page 7: KEDUDUKAN SAHABAT

Surah al-Baqarah ayat 143 :

Artinya : Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang

adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar

Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (al-Baqarah : 143)

Surah ali-Imran ayat 110 :

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada

Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di

antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-

orang yang fasik. (Ali-Imran : 110)

Hadis Rasulullah saw.

احد يبقى ال منها سنة مائة راس على ن فا ؟ هذه ليلتكم ارايتكم

ومسلم ( ) لبخارى رواه االرض ظهر على اليوم هذا ممن

Artinya: Apakah yang kamu lihat pada malammu ini? Maka sesungguhnya sudah

berlalu seratus tahun tiadalah yang tinggal dari golongan orang sekarang ini

(sahabat) di atas permukaan bumi ini (HR. Bukhari-Muslim).

Ahmad Amin dalam mengkritik ‘adalah sahabat dalam kitabnya Fajr al-Islam

halaman 216 mengatakan “kebanyakan kritikus Hadis itu menganggap adil semua

sahabat, baik secara garis besar maupun secara rinci, sehingga para kritikus itu tidak

akan mengenakan keburukan apapun kepada para sahabat, dan tidak ada seorang pun

7

Page 8: KEDUDUKAN SAHABAT

dari sahabat itu yang dinisbatkan kepada kebohongan. Sedikit saja dari kalangan

kritikus itu yang memperlakukan kepada orang-orang lain.”20

Untuk menguatkan pendapatnya itu, Amin di halaman yang sama

mengemukakan bukti, yang mengutip pendapat al-Ghazali yang mengatakan: dalam

pandangan Ulama Salaf dan kebanyakan Umat Khalaf bahwa ‘adalah para sahabat

sudah diketahui dengan bukti bahwa Allah swt. menganggap mereka itu adil dan

memuji mereka dalam Alquran, ini adalah kepercayaan kami terhadap mereka. Kecuali

kalau ada riwayat yang pasti benarnya bahwa mereka itu telah berbuat fasik sedang

mereka mengetahui yang dilakukannya. Keadaan yang demikian ini tidak terjadi. Sebab

itu, maka tidak perlu lagi ta’dil terhadap mereka.21

Melanjutkan penjelasannya, Amin mengemukakan anggapan umum yang

beredar dikalangan sebagian Hadis dengan menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

”sebagian kritikus menganggap para sahabat ini sama saja dengan orang lain yang harus

pula diteliti. Mereka berkata, “pada mulanya kondisi para sahabat itu ‘adalah sampai

terjadinya peperangan dan perselisihan di antara mereka. Kemudian keadaan jadi

berubah, dan darah pun telah mengalir. Maka dari itu, ia haruslah diadakan

pembahasan.”22

Kemudian Amin mengemukakan suatu pembuktian, seperti yang dinyatakan

dalam kitabnya Fajr al-Islam sebagai berikut:

”dan jelas bahwa para sahabat sendiri pada zaman mereka saling mengeritik (meneliti) di antara sesama mereka, dan memposisikan yang sebagian pada posisi yang lebih tinggi dari sebagian yang lain yang berada di posisi yang diteliti. Telah saya saksikan sebelumnya, bahwa di antara mereka kalau diriwayatkan untuknya suatu Hadis, ia selalu minta kepada pembawa Hadis itu akan pembuktian atas kebenarannya, bahkan ada yang lebih dari itu”.23

Sebagai contoh Hadis yang di bawah Abu Hurairah yang berbunyi:

فليتوضا زة جنا حمل من

“Barang siapa membawa (mengangkat) mayat, maka hendaklah dia berwudhu”.

Amin mengatakan, bahwa Ibn Abbas tidak mau mengambil Hadis ini, yang

berkata, ”Tidak mengharuskan kita berwudhu karena membawa kayu yang kering.”

20 Ahmad Amin, Fajr al-Islam (Kairo: Maktabat al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1975), h. 216.21 Ibid.22 Ibid.23 Ibid.

8

Page 9: KEDUDUKAN SAHABAT

B.4. Pandangan Ulama dan Argumentasinya Tentang Keadilan Sahabat

Kalau kita melihat pujian Nabi Muhammad saw. kepada sahabat-sahabat, begitu

juga pujian Allah swt. dibeberapa tempat dalam Alquran, maka tidak boleh kita mesti

tetapkan, bahwa sahabat-sahabat semua bersifat adil dalam meriwayatkan Hadis, yakni

mereka tidak khianat dan tidak berdusta dalam menyampaikan sabda-sabda dan

perjalanan Nabi Muhammad saw. begitu juga khabaran-khabaran yang lain. Tetapi oleh

karena mereka itu manusia seperti kita, maka terkadang ada kekeliruan dan kesalahan

dalam menyampaikan Hadis atau riwayat. Pendeknya diri sahabat tidak perlu kita

periksa, hanya kita perlu periksa Hadis yang meriwayatkan, ceritakan, adakah keliru

atau tidak. Cara memeriksanya, ialah dengan membanding-bandingkan, atau

mencocokkan dengan lain-lain dalil atau keterangan. 24

Tentang penilaian terhadap para sahabat juga terdapat beberapa pendapat.

1. Jumhur Ulama berpendapat, bahwa semua sahabat dipandang adil, baik yang

turut campur ke dalam pertentangan-pertentangan antara sahabat dengan

sahabat, ataupun tidak.

2. Segolongan Ulama berpendapat, bahwa seorang sahabat itu, tidaklah harus

dipandang adil karena dia dipandang sahabat. Keadaannya harus diteliti diantara

mereka ada yang tidak adil.

3. Menurut pendapat segolongan Ulama harus kita teliti keadaan mereka setelah

timbul kekacauan-kekacauan antara sesama mereka. 25

4. Menurut pendapat Muktazilah semua sahabat adil kecuali mereka yang terlibat

dalam perang siffin.

5. Menurut pendapat sebagaian kecil Ulama, semua sahabat seperti semua

periwayat yang lain harus diuji ‘adalah-nya. Para sahabat, itu tidak berbeda

dengan manusia lainnya dalam hal ketidakmustahilannya berbuat salah dan

alfa.26

Ke-’adalahan mereka bukan secara umum seperti kaidah pendapat jumhur : as-

sahabat kulluhum ‘udul (sahabat semuanya adil), tetapi secara perorangan, karena

tingkat pengetahuan, penguasaan terhadap agama dan kemampuan mereka tidak sama.

24 A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadist (Bandung: Diponegoro, Cet. VII, 1996), h. 399.25 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.

11, 1993), h. 268.26 Ensiklopedia Islam, h. 198.

9

Page 10: KEDUDUKAN SAHABAT

Jadi bila ada sahabat yang meriwayatkan Hadis dari Rasulullah saw., maka ‘adalah-nya

harus diteliti untuk menerima atau tidak Hadis tersebut. Sebab, bila pendapat Jumhur

Ulama diterima, maka semua Hadis sahih.27

Sebahagian ulama yang tidak sependapat dengan rumusan yang dibuat oleh

Jumhur Ulama di atas. Mereka berpendapat bahwa para sahabat itu sama saja dengan

manusia biasa lainnya. Mereka bisa lupa, keliru, dan lain-lain. Tetapi pendapat ini tidak

menggunakan rumusan yang oleh Jumhur Ulama di atas, karena yang dimaksud ‘adalah

sahabat secara kolektif, bukan perorangan. 28

B.5. Jumlah Sahabat Yang Meriwayatkan Hadis

Membatasi jumlah sahabat dengan angka tertentu adalah hal yang sulit, karena

kehidupan mereka berada di berbagai negeri dan kawasan. Di samping itu, tidak ada

juga catatan yang dengan jelas menyebutkan jumlah mereka pada saat Rasulullah saw.

wafat. Namun ada beberapa riwayat yang menyatakan jumlah para sahabat pada

peristiwa-peristiwa tertentu, seperti pada haji wada’ yakni berjumlah tujuh puluh ribu

orang. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa jumlah keseluruhan sahabat adalah

empat belas ribu orang yang terdiri dari penduduk Mekkah, Madinah, daerah di antara

keduanya, dan orang-orang Badui yang ikut serta dalam haji wada’.29

Dari seluruh sahabat di atas, hanya ada sedikit sahabat yang meriwayatkan

Hadis. Dalam hal periwayatan Hadis, para sahabat Nabi tidaklah sama kedudukannya,

terutama dalam kaitannya dengan banyaknya atau jumlah Hadis yang mereka

riwayatkan. Diantara mereka ada yang banyak meriwayatkan Hadis, ada yang sedang

jumlahnya, dan ada pula yang sedikit.

Sahabat-sahabat besar tidak banyak meriwayatkan Hadis seperti : Abu Bakar,

Usman, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdur Rahman bin’Auf, Abu

Ubaidah ibn Jarrah, Sa’id ibn Zaid, Ubay ibn Ka’ab, Sa’ad ibn Ubadah, Ubadah ibn

Samit, Usaid ibn Hudair, Muaz ibn Jabal, tidak banyak meriwayatkan Hadis.

Sahabat yang banyak menerima Hadis dari Nabi Muhammad saw., tidaklah

secara otomatis akan meriwayatkan Hadis yang banyak pula. Hal tersebut karena

27 Ibid.28 Abuddin Nata, Alquran dan Hadis, h. 194.29 Ibnu Katsir, al-Ba’is al-Hasis Syarh Ikhtisar Ulum al-Hadis (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah,

1994), h. 180.

10

Page 11: KEDUDUKAN SAHABAT

banyaknya faktor yang dapat menghalanginya dari meriwayatkan Hadis yang telah

diterimanya. Umpamanya, Abu Bakar al-Shiddiq, seorang sahabat yang banyak

menerima Hadis dari Nabi saw., Abu Bakar, selain sebagai seorang yang terdahulu

memeluk agama Islam, juga sebagai sahabat yang sangat dekat pergaulannya dengan

Nabi, sehingga keadaan yang demikian menyebabkan banyak menerima Hadis.

Meskipun demikian Abu Bakar bukanlah termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan

Hadis, penyebabnya di antaranya adalah:30

1. Setelah Nabi wafat, Abu Bakar disibukkan oleh peperangan untuk menumpas

kaum murtad dan anti zakat.

2. Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar lebih mengutamakan pemeliharaan

Alquran.

3. Abu Bakar telah meninggal dunia sebelum ummat menaruh perhatian khusus

terhadap Hadis Nabi Muhammad saw.

Sahabat-sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadis, yang jumlahnya lebih

dari seribu Hadis disebut al-muktsirun fi al-Hadis, mereka berjumlah tujuh orang,

yaitu :

1. Abu Hurairah. Dia meriwayatkan 5.374 Hadis. Diantaranya 325 Hadis

disepakati oleh Bukhari-Muslim, 93 diriwayatkan oleh Bukhari sendiri dan 189

Hadis diriwayatkan oleh Muslim.

2. ‘Abdullah Ibn ‘Umar ibn Khaththab. Dia meriwayatkan sejumlah 2.630 Hadis.

Dari Hadis tersebut, 170 Hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, 80 Hadis

oleh Bukhari saja, dan 31 Hadis oleh Muslim saja.

3. Anas ibn Malik. Dia meriwayatkan 2.286 Hadis. Diantaranya 168 Hadis

desepakati oleh Bukhari dan Muslim, 8 hadis oleh Bukhari saja, dan 70 Hadis

oleh Muslim saja.

4. ‘Aisyah binti Abu Bakar. Dia meriwayatkan 2.210 Hadis. Diantaranya 174

Hadis yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, 64 Hadis diriwayatkan oleh

Bukhari saja, dan 68 Hadis diriwayatkan oleh Muslim saja.

30 Yuslem, Ulumul Hadis, h. 187-188.

11

Page 12: KEDUDUKAN SAHABAT

5. ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Dia meriwayatkan 1.660 Hadis. Diantaranya 95

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, 28 Hadis oleh Bukhari saja, dan 49

Hadis oleh Muslim saja

6. Jabir ibn ‘Abdullah. Dia meriwayatkan 1.540 Hadis. Diantaranya 60 Hadis

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, 16 Hadis oleh Bukhari saja, dan 126

Hadis oleh Muslim.

7. Abu Sa’id al-Khudri. Dia meriwayatkan 1.170 Hadis. Diantaranya 46 Hadis

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, 16 Hadis oleh Bukhari sendiri, dan 52

Hadis oleh Muslim sendiri.31

Tak ada dari kalangan sahabat yang meriwayatkan Hadis lebih dari seribu, selain

dari mereka ini. Muhammad ibn Sa’ad dalam Thabaqatnya berkata, sebabnya kurang

diterima Hadis dari sahabat-sahabat besar, adalah karena para sahabat-sahabat itu wafat

sebelum masyarakat memerlukan mereka untuk menerima Hadis-hadisnya. Banyaknya

riwayat dari Umar dan Ali, karena kedua orang tersebut bertindak sebagai kepala

negara, maka banyaklah pertanyaan yang dihadapkan kepada beliau dan banyaklah pula

putusan-putusan yang beliau berikan selaku seorang hakim.32

C. Kesimpulan

1. Kata sahabat (Arab: Shahabat), dari segi kebahasaan adalah musytaq (turunan)

dari kata shuhbah yang berarti orang yang menemani yang lain, tanpa ada

batasan waktu dan jumlah. Menurut mayoritas Jumhur Ulama Hadis, seseorang

dapat disebut sahabat apabila ia tetap dalam keadaan beriman sampai ia wafat

bahkan sekalipun seorang telah mendapat gelar murtad, tetapi ia kembali

beriman, ia masih dikatakan sahabat.

2. Para Ulama untuk mengetahui seseorang itu adalah sahabat, yaitu :

a. Melalui kabar mutawatir yang menyatakan bahwa seseorang itu adalah

sahabat

b. Melalui kabar masyhur dan mustafid.

31 Ibid, h. 188-189.32 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Perkembangan Hadist (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Kedua,

1973), h. 143.

12

Page 13: KEDUDUKAN SAHABAT

c. Melalui pemberitaan sahabat lain yang telah dikenal kesahabatannya melalui

cara-cara di atas.

d. Melalui keterangan seorang Tabi’in yang tsiqat (terpercaya) yang

menerangkan seseorang itu adalah sahabat.

e. Pengakuan sendiri oleh seorang yang adil bahwa dirinya adalah seorang

sahabat.

3. Para Ulama Hadis sepakat menetapkan bahwa seluruh sahabat adalah adil. Yang

dimaksud keadilan mereka di sini adalah dalam konteks ilmu Hadis, yaitu yang

terpeliharanya mereka dari kesengajaan melakukan dusta dalam meriwayatkan

Hadis, dari melakukan penukaran (pemutarbalikan) Hadis, dan dari perbuatan-

perbuatan lain yang menyebabkan tidak diterimanya riwayat mereka.

4. Sahabat-sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadis, yang jumlahnya lebih

dari seribu Hadis disebut al-muktsirun fi al-hadis, mereka berjumlah tujuh

orang, yaitu :

- Abu Hurairah. Dia meriwayatkan 5374 Hadis.

- ‘Abdullah Ibn ‘Umar ibn Khaththab. Dia meriwayatkan sejumlah 2.630 Hadis.

- Anas ibn Malik. Dia meriwayatkan 2.286 Hadis.

- ‘Aisyah binti Abu Bakar. Dia meriwayatkan 2.210 Hadis.

- ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Dia meriwayatkan 1.660 Hadis.

- Jabir ibn ‘Abdullah. Dia meriwayatkan 1.540 Hadis.

- Abu Sa’id al-Khudri. Dia meriwayatkan 1.170 Hadis.

Demikian makalah ini, mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih

atas semua masukannya terutama dari dosen pembimbing.

13

Page 14: KEDUDUKAN SAHABAT

DAFTAR PUSTAKA

Asqalani, Ibn Hajar. Kitab al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah. Beirut: Dar al-Fikr, 1978, juz I.

Amin, Ahmad. Fajr al-Islam. Kairo: Maktabat al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1975.

Bukhari. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M, juz. 4.

Dewan Redaksi. Ensiklopedia Islam. Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Kesepuluh, 2002.

Hassan, A.Qadir. Ilmu Mushthalah Hadis. Bandung: Diponegoro, Cet. VII, 1996.

Haroen, Munzier. Ushul Fiqih. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, Cet. Kedua, 1994.

Ibn al-Shalah. Ulum al-Hadis. ED. Nur al-Din ‘Atar. Madinah: Al-Maktabat al’Ilmiyyah, Cet. Kedua, 1972.

Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Hadits. Jakarta : Bumi Aksara, 1997.

14

Page 15: KEDUDUKAN SAHABAT

Nata, Abuddin. Alquran dan Hadis. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996.

Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah Perkembangan Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Soebahar, M.Erfan. Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah. Jakarta: Kencana, 2003

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008.

Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, Cet. Pertama, 2001.

TUGAS MAKALAH SEMESTER III

PADA MATA KULIAH HADIS

DITULIS

O

L

E

H

FITRI YANTI

09 KOMI 1700

DOSEN PEMBIMBING

15

Page 16: KEDUDUKAN SAHABAT

PROF. DR. NAWIR YUSLEM, MA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

2010

16