objek inspeksi safeguard

34
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 01 A. Latar Belakang. ...................................................................................... 01 Ruang lingkup......................................................................................... 01 Tujuan Instruksional Umum ................................................................... 02 Tujuan Instruksional Khusus.................................................................... 02 BAB II BAHAN NUKLIR DAN MANFAATNYA ............................................... 03 A. Definisi Bahan Nuklir............................................................................... 03 B. Jenis Bahan Nuklir................................................................................... 06 C. Spesifikasi Elemen Bakar Nuklir ............................................................. 07 D. Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor...................................... 16 BAB III SAFEGUARDS BAHAN NUKLIR........................................................... 18 A. Sistem Pengendalian dan Pengawsan Bahan Nuklir (SPPBN)................. 18 B. Material Balanced Area (MBA) di Indonesia…………………………… 21 BAB IV PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR...................... 22 A. Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik............................................................. 22 B. Unsur dan desain Sistem Proteksi Fisik................................................. 23 BAB V PERJANJIAN INTERNASIONAL………………………………............ 25 A. Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Safeguards Agreement (CSA) dan Additional Protocol (AP). …………………………………. 25 B. Konvensi Proteksi Fisik Bahan dan fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi Sistem Proteksi Fisik................................................................................ 30

Upload: icalbeginnerterror

Post on 19-Jun-2015

238 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Objek Inspeksi Safeguard

TRANSCRIPT

Page 1: Objek Inspeksi Safeguard

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 01A. Latar Belakang. ...................................................................................... 01 Ruang lingkup......................................................................................... 01 Tujuan Instruksional Umum ................................................................... 02 Tujuan Instruksional Khusus.................................................................... 02

BAB II BAHAN NUKLIR DAN MANFAATNYA ............................................... 03A. Definisi Bahan Nuklir............................................................................... 03B. Jenis Bahan Nuklir................................................................................... 06C. Spesifikasi Elemen Bakar Nuklir ............................................................. 07D. Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor...................................... 16

BAB III SAFEGUARDS BAHAN NUKLIR........................................................... 18A. Sistem Pengendalian dan Pengawsan Bahan Nuklir (SPPBN)................. 18B. Material Balanced Area (MBA) di Indonesia…………………………… 21

BAB IV PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR...................... 22A. Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik............................................................. 22B. Unsur dan desain Sistem Proteksi Fisik................................................. 23

BAB V PERJANJIAN INTERNASIONAL………………………………............ 25A. Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Safeguards Agreement

(CSA) dan Additional Protocol (AP). ………………………………….

25

B. Konvensi Proteksi Fisik Bahan dan fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi

Sistem Proteksi Fisik................................................................................

30

Page 2: Objek Inspeksi Safeguard

OBYEK INSPEKSI BAHAN NUKLIR DAN

PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Tugas pengawasan oleh Bapeten dilaksanakan melalui tiga

penyelenggaraan program pembuatan peraturan, kegiatan perizinan dan

inspeksi. Untuk program kegiatan inspeksi dilaksanakan oleh Inspektur

Keselamatan Nuklir BAPETEN. Inspeksi dimaksud salah satunya adalah

inspeksi safeguards bahan nuklir. Bahan nuklir selama dimanfaatkan dalam

fasilitas nuklir mulai saat lahir yaitu penambangan hingga sampai saat

terakhir penyimpanan akhir limbah harus tercatat dalam sistem pembukuan

safeguards. Selain memenuhi siatem pencatatan pembukuan bahan nuklir,

maka setiap bahan nuklir dalam pemanfaatannya harus dijaga keamanannya

dengan penerapan sistem proteksi fisik yang dapat menangkal dari segala

kemungkinan pencurian dan sabotase. Kedua upaya diatas dimaksudkan

untuk mencegah penyalahgunaan bahan nuklir untuk maksud bukan damai

atau untuk pembuatan bom nuklir. Bahan nuklir sebagai objek inspeksi

safeguards diawasi secara nasional oleh BAPETEN dan secara

internasional oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).

Inspektur yang melakukan inspeksi khususnya bahan nuklir pada intalasi

nuklir dan atau kegiatan riset adalah inspektur keselamatan nuklir bidang

safeguards (SG). Inspektur safeguards diangkat dan dapat diberhentikan

oleh Kepala BAPETEN.

Ruang lingkup

Modul ini berisi tentang definisi dan jenis bahan nuklir sebagai objek

penerapan safeguards bahan nuklir dan penerapan sistem proteksi fisik

1

Page 3: Objek Inspeksi Safeguard

bahan dan fasilitas nuklir.

Modul ini dibahas secara rinci tentang pengetahuan dasar tentang bahan

nuklir jenis dan pemanfaatannya didalam berbagai instalasi nuklir baik

reaktor nuklir dan fasilitas daur bahan nuklir, dan penerapan konsep dasar

sistem proteksi fisik. Didalam modul ini juga dibahas tentang perjanjian

internasional bidang safeguards termasuk proteksi fisik bahan dan fasilitas

nuklir.

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu menjelaskan

pengertian, jenis dan pemanfaatan bahan nuklir sebagai objek safeguards

bahan nuklir dan mengerti dasar dan tujuan proteksi fisik serta mampu

menyebutkan unsur dan desain sistem proteksi fisik bahan dan fasilitas

nuklir.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu:

1. Menjelaskan Definisi Bahan Nuklir

2. Menyebutkan Jenis Bahan Nuklir

3. Memahami Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor

4. Memahami Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir

5. Mengerti Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik

6. Menjelaskan Unsur dan desain Sistem Proteksi Fisik

7. Mengetahui Perjanjian Internasional Bidang Safeguards

8. Menyebutkan materi Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive

Safeguards Agreement (CSA) dan Additional Protocol (AP).

9. Menyebutkan materi Konvensi tentang Proteksi Fisik Bahan dan

Fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi Sistem Proteksi Fisik

2

Page 4: Objek Inspeksi Safeguard

BAB II

BAHAN NUKLIR DAN PEMANFAATANNYA

A. Bahan Nuklir

Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997

tentang Ketenaganukliran, bahan nuklir didefinisikan sebagai bahan yang

dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat

diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan

berantai. Dalam arti luas maka bahan nuklir terdiri dari mulai dalam bentuk

bahan galian nuklir, bahan bakar nuklir, sampai dengan bahan bakar nuklir

bekas. Bahan nuklir yang sering dipakai hanya meliputi 3 (tiga) unsur

isotop yaitu uranium, plutonium dan thorium. Bahan nuklir yang terdapat di

alam adalah jenis uranium dan thorium, sedangkan jenis plutonium akan

dijumpai sebagai hasil dari proses irradiasi didalam reaktor nuklir. Untuk

bahan nuklir yang diambil alam akan melalui proses di fasilitas daur bahan

nuklir, dengan cara kegiatan penambangan, pemurnian, konversi,

pengkayaan, fabrikasi, pemakaian dalam reaktor, olah ulang dan

penyimpanan limbah bahan bakar nuklir bekas.

Dari jenis kandungan isotopnya maka bahan nuklir dapat dibedakan dalam

bahan sumber dan bahan dapat belah khusus.

1. Bahan sumber, adalah sebagai berikut :

a. Uranium yang mengandung isotop 235 atau 233 atau keduanya

dalam jumlah sedemikian rupa sehingga perbandingan jumlah

isotop tersebut terhadap isotop 238 lebih kecil atau sama dengan

0,0072;

b. torium;

c. uranium atau torium sebagaimana dimaksud dalam angka 2 butir a

dan b dalam bentuk metal, paduan logam, senyawa kismis atau

konsentrat;

d. bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih dari bahan

sebagaimana dimaksud dalam angka 2 butir a. b. dan c. dalam

konsentrasi yang ditetapkan oleh BAPETEN ; dan

3

Page 5: Objek Inspeksi Safeguard

e. bahan sumber lain yang ditetapkan oleh Kepala BAPETEN.

2. Bahan dapat belah khusus adalah sebagai berikut :

a. plutonium;

b. uranium 233;

c. uranium 235;

d. uranium yang mengandung isotop 233 atau 235 atau keduanya

dalam jumlah sedemikian rupa sehingga perbandingan untuk isotop

tersebut terhadap isotop 238 lebih besar dari 0,0072;

e. bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih dari bahan

sebagaimana dimaksud dalam angka 3 butir a s/d d ;

f. bahan dapat belah lain yang ditetapkan oleh Kepala BAPETEN.

Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1997, juga dijelaskan

tentang lingkup instalasi Nuklir adalah reaktor nuklir; fasilitas yang

digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir,

fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar

bekas; dan/atau fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar

nuklir dan bahan bakar nuklir bekas, hal ini sama dengan seluruh

fasilitas dalam daur bahan nuklir seperti diatas. Dalam hal ini, bahan

sumber secara kandungan isotopnya dapat dinyatakan sebagai bahan

galian nuklir.

Dalam kegiatan inspeksi bahan nuklir, yang menjadi parameter yang

diverifikasi adalah jumlah inventori bahan nuklir, bentuk fisik, lokasi

letak bahan nuklir dalam fasilitas, dan jenis kegiatan hanya untuk

maksud damai saja dan bukan untuk kegiatan yang mengarah pada

pembuatan senjata nuklir. Beberapa istilah atau pengertian/kegiatan

dalam pelaksanaan pengendalian dan pengawasan bahan nuklir, antara

lain :

a. Inventori adalah jumlah dan persediaan bahan nuklir;

b. Inventori Buku adalah penjumlahan aljabar bahan nuklir antara

inventori fisik terakhir daerah neraca bahan nuklir dan semua

perubahan inventori yang terjadi sejak dilakukannya inventori fisik

terakhir tersebut.

4

Page 6: Objek Inspeksi Safeguard

c. Inventori Fisik adalah jumlah seluruh berat batch bahan nuklir

yang dapat diukur maupun berdasarkan perkiraan yang ada pada

saat tertentu dalam daerah neraca bahan nuklir yang diperoleh

berdasarkan prosedur yang telah ditentukan.

d. Pelaksanaan Inventori Fisik (Physical Inventory Taking) adalah

proses pencatatan semua inventori fisik di dalam suatu daerah

neraca bahan nuklir.

e. Verifikasi Inventori Fisik (Physical Inventory Verification)

adalah setiap kegiatan yang diselenggarakan untuk

mengkonfirmasikan catatan operator tentang jumlah bahan nuklir

dalam masing-masing batch yang terukur maupun berdasarkan

perkiraan yang ada pada saat tertentu di dalam daerah neraca bahan

nuklir.

f. Bahan nuklir Yang Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan

(Material Unaccounting For, MUF) adalah perbedaan jumlah

antara inventori buku dan inventori fisik.

g. Daerah Neraca Bahan (Material Balance Area) adalah daerah di

dalam atau di luar fasilitas yang ditetapkan sebagai daerah dimana;

1) jumlah setiap bahan nuklir yang masuk ke dalam atau keluar

dari Daerah Neraca Bahan dapat ditentukan ; dan

2) inventori fisik bahan nuklir di setiap Daerah Neraca Bahan, jika

dibutuhkan, dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah

ditentukan, agar neraca bahan nuklir untuk keperluan

pengawasan BAPETEN.

h. Tempat Pengukuran Pokok (Key Measurement Point) adalah

tempat dimana bahan nuklir berada dalam bentuk yang dapat diukur

untuk keperluan penentuan alur atau inventori bahan nuklir. Tempat

Pengukuran Pokok meliputi, tetapi tidak terbatas pada, penerimaan

dan pengiriman (termasuk pembuangan terukur) dan tempat

penyimpanan di Daerah Neraca Bahan.

i. Stratum adalah pengelompokan sejumlah satuan bahan nuklir atau

batch yang mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sama

(misalnya volume, berat, komposisi, isotop, lokasi) untuk

mempermudah pengambilan cuplikan secara stastitik bagi

5

Page 7: Objek Inspeksi Safeguard

pengukuran yang diperlukan dalam menentukan dan melaksanakan

verifikasi neraca bahan nuklir berikut ketidakpastian.

j. Kilogram Efektif adalah satuan khusus yang digunakan dalam

pengendalian bahan nuklir. Kuantitas dari Kilogram Efektif

diperoleh dengan cara sebagai berikut :

1) untuk plutonium sama dengan beratnya dalam kilogram;

2) untuk uranium dalam pengayaan 0,01 (1%) atau lebih adalah

beratnya dalam kilogram dikalikan dengan pangkat dua dari

pengayaannya;

3) untuk uranium dengan pengayaan dibawah 0,01 (1%) dan diatas

0,005 (0,5%) adalah beratnya dalam kilogram dikalikan dengan

0,0001; dan

4) untuk uranium deplesi dengan pengayaan di bawah 0,005

(0,5%) atau kurang, dan untuk torium beratnya dalam kilogram

dikalikan dengan 0,00005.

k. Fasilitas adalah instalasi nuklir atau setiap lokasi yang biasa

menggunakan bahan nuklir dalam jumlah yang lebih besar dari 1 kg

efektif.

B. Jenis Bahan Nuklir.

Jenis bahan nuklir ditinjau dari kadar pengkayaannya dan yang sering

digunakan di bidang nuklir meliputi bahan nuklir deplesi, alam dan

diperkaya (enriched). Pengkayaan adalah ratio antara kandungan U-235

terhadap kandungan total U-235 dan U-238. Bahan nuklir deplesi

merupakan jenis hahan kadar rendah (,0,4%E) dan hasil samping dari

proses daur konversi, pengkayaan dan atau proses ulang.nuklir. Uranium

alam dihasilkan dari proses penambangan bahan batuan nuklir yang

tercadangkan di alam. Produk ini dengan kadar rendah sekitar ~0,7%E dan

dapat dinaikkan kadarnya melalui proses di fasilitas pengkayaan

(enrichment). Jenis ketiga adalah bahan nuklir diperkaya, dalam hal ini

bahan alam yang dimurnikan dan dinaikkan kadar uraniumnya menjadi

lebih tinggi sampai dengan kadar yang diinginkan. Sebagai contoh, bahan

nuklir untuk keperluan bahan bakar PLTN akan berkisar pengkayaan antara

6

Page 8: Objek Inspeksi Safeguard

3-8 %, untuk bahan bakar reaktor riset berkisar dari yang pengkayaan

rendah (<20%) sampai dengan pengkayaan tinggi (~93%).

Untuk penggunaan dalam riset dan pembuatan isotop radioaktif dapat

bervariasi dari berpengkayaan rendah sampai dengan yang berpengkayaan

tinggi. Untuk kegiatan pembuatan isotop Mo-99 maka yang diiradiasi

adalah jenis bahan nuklir uranium dengan pengkayaan tinggi.

Fisik tipe bahan nuklir yang sering digunakan dalam reaktor nuklir setelah

dirakit dapat menjadi bentuk batang (rod) atau bentuk pelat (plate) yang

disusun menjadi bundel bahan bakar, seperti ditampilkan dalam gambar 1-

gambar 7. Sejumlah batang atau bundle/elemen bahan bakar disusun dalam

teras reaktor nuklir sebagai bahan bakar pengoperasian reaktor. Sedangkan

bahan nuklir yang masih dalam proses baik pemurnian, konversi, dan

pengkayaan kebanyakan dalam bentuk curah (bulk) yang dapat berupa gas,

cair atau padata kristal/logam.

C. Spesifikasi Elemen Bakar Nuklir

Spesifikasi bahan nuklir yang dipakai dalam batang atau bundel elemen

bakar berbeda untuk masing-masing jenis reaktor baik TRIGA maupun

MTR. Secara rinci dapat dilihat dalam contoh tabel 1 dan 2 berikut:

7

Page 9: Objek Inspeksi Safeguard

Tabel 1. Spesifikasi Bahan Bakar untuk Reaktor TRIGA 2000

Bandung

Parameter Dimensi / Spesifikasi

Tipe elemen bakar

Panjang Keseluruhan

Diameter luar kelongsong

Berat keseluruhan

Diameter luar bahan bakar

Panjang bahan bakar

Komposisi bahan bakar

Berat U-235

Kandungan Uranium

Pengkayaan Uranium-235

Ratio H/Zr

Grafit dan Reflektor:

Porositas

Diameter

Panjang

Kelongsong:

Material

Tebal dinding

Panjang

Penyangga

Batang (Rod)

720 mm (28.37 in)

37,5 mm (1.475 in)

~3,4 kg (~7.5 lb)

36,4 mm (1.435 in)

381 mm (15.0 in)

U-ZrHx atau U-ZrHx-Er

38 g (8.5 wt-%); 55 g (12 wt-%);

99 g (20-20)*

8,5 wt-%, 12 wt-%, 20 wt-%

19,75 ± 0.2%

≈ 1.6

Bagian Atas Bagian

Bawah

20% 20%

36,6 mm (1.43 in) 36,3

mm (1.43 in)

88,9 mm (3.50 in) 88,9

mm (3.50 in)

Jenis SS-304

0,508 mm (0.020 in)

561,3 mm (22.10 in)

Jenis SS – 304

8

Page 10: Objek Inspeksi Safeguard

Tabel 2. Spesifikasi Bahan Bakar untuk Reaktor RSG-GAS

Serpong

Parameter Dimensi / Spesifikasi

Tipe elemen bakar

Meat:

Panjang

Lebar

Tebal

Komposisi

Berat U-235

Pengkayaan

Densitas U

Kelongsong:

Tebal

Lebar

Panjang

Material

Fuel Element/bundle

Dimensi (panjang x lebar x

tinggi)

Jumlah pelat dalam bundel

Penyangga dan konstruksi lain

Pelat tersusun dalam bundel

600 mm

62,75 mm

0,54 mm

U3O8-Al U3Si2Al

11,9 g

19,75%

2,96 g/cc

0,38 mm

70,75 mm

625 mm

AlMg2

80,5 mm x 7,61 mm x 868,5 mm

21 pelat.

Aluminium

Untuk elemen bakar PLTN adalah tipe batang dan batang-batang tersebut

dirangkai dalam bentuk bundle. Tergantung dari spesifikasi desain dari

pembuatnya (fabrikan) maka dalam satu bundle ada yang memuat

sejumlah 9x9 =91 batang, atau 17x17=289 batang, dlsb.

9

Page 11: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 1 Batang Elemen Bakar Reaktor TRIGA

10,2

cm

35,6

cm

Graphite

3,56

Burnable i

3,7 cm

72,5

cm

SS tube Thickness tube 0,7

Upper top (SS)

Lower top (SS)

10,2

cm

Graphite

3,56

Burnable i

72,5

cm

3,7 cm

Lower top (SS)

Upper top (SS)

SS tube Thickness tube 0,7

35,6

cm

10

Page 12: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 2 . Batang Elemen Bakar Terinstrumentasi ata ”IFE”

11

Page 13: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 3 Batang Elemen Bakar Kendali

12

Page 14: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 4 Teras Reaktor TRIGA Mark

13

Page 15: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 5 . Pelat Elemen Bakar MTR - RSG GAS

14

Page 16: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 6 Pelat Elemen Bakar MTR – RSG GAS

15

Page 17: Objek Inspeksi Safeguard

Gambar 7 Teras Reaktor RSG GAS

D. Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor

Menurut definisi dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang

Ketenaga nukliran, Instalasi nuklir meliputi reaktor nuklir, fasilitas

pemurnian, konversi, pengayaan, fabrikasi dan atau pengolahan ulang,

fasilitas penyimpanan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas. Di

dalam fasilitas dimaksud disini melakukan kagiatan penggunaan,

penyimpanan dan atau kegiatan pengangkutan/ transportasi bahan nuklir.

Di Indonesia beroperasi 7 (tujuh) buah instalasi nuklir. Ketujuh instalasi

tersebut dibuat dan dideklarasikan masing-masing sebagai satu Daerah

Neraca Bahan Nuklir (Material Balanced Area /MBA) Keseluruhan dari

daerah neraca bahan nuklir yaitu 3 (tiga) reaktor nuklir yang ada sekarang

adalah reaktor TRIGA Mark Bandung dan Yogyakarta dan reaktor RSG

16

Page 18: Objek Inspeksi Safeguard

GAS, dan 4 (empat) fasilitas nuklir non reaktor meliputi fabrikasi elemen

bakar reaktor riset, fasilitas eksperimen elemen bakar, radiometalurgi,

penyimpanan elemen bakar dan elemen bakar bekas.

Inventori dan jenis bahan nuklir yang dikelola oleh masing-masing fasilitas

berbeda, sebagian besar bahan nuklir dalam reaktor nuklir adalah bentuk

item, sedangkan dalam fasilitas daur bahan nuklir biasanya berupa bahan

nuklir bentuk curah (bulk).

Sesuai dengan program internasional yang dikenal dengan RERTR

(Reduced Enrichment for Research and Testing Reactor) maka jenis bahan

nuklir di Indonesia adalah menggunakan bahan nuklir dengan pengkayaan

rendah (Low Enriched Uranium, LEU). Dan hanya ada sebagian kecil

bahan nuklir dengan pengkayaan tinggi (Highly Enriched Uranium, HEU)

khususnya digunakan dalam pembuatan isotop Mo-99. Kegiatan inspeksi

safeguards bahan nuklir dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah

inventorti dan flow bahan nuklir, fasilitas dengan ”significant Quantity

(SQ) lebih tinggi akan diinspeksi lebih intensif (frekwensi dan jenis

surveilan) dibanding dengan fasilitas dengan SQ lebih rendah.

17

Page 19: Objek Inspeksi Safeguard

BAB III

SAFEGUARDS BAHAN NUKLIR

A. Sistem Pengendalian dan Pengawsan Bahan Nuklir (SPPBN)

Didalam SK No.13/Ka-BAPETEN-V/1999 tentang SPPBN, dimuat

beberapa ketentuan pokok seperti, sebagai berikut :

1. Sebelum melaksanakan SPPBN Pengusaha Instalasi diwajibkan

menyampaikan:

a. informasi desain pendahuluan untuk fasilitas baru segera yaitu

setelah ada pengambilan keputusan untuk membangun fasilitas;

b. informasi desain lanjutan untuk fasilitas baru, harus dilakukan

segera setelah desain dikembangkan;

c. infomasi desain dalam dokumen Design Information Questionnaire

(DIQ) lengkap untuk fasilitas baru berdasarkan rencana

pembangunan, dan harus diserahkan kepada BAPETEN paling

lambat 9 bulan sebelum pembangunan fasilitas dimulai;

c. revisi informasi desain lengkap untuk fasilitas baru berdasarkan

desain terbangun, dan dilengkapi paling lambat 9 bulan sebelum

penerimaan bahan nuklir yang pertama di fasilitas.

2. Pelaksanaan pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir, PI

diwajibkan:

a. membukukan bahan secara kualitatif dan kuantitatif, dan

menyimpan catatan tentang pembukuan dan pelaksanaan

pekerjaan;

b. mempersiapkan dan menyampaikan pemberitahuan atau laporan

kepada BAPETEN;

c. merinci persyaratan dasar pengawasan dan data sumber dalam

merencanakan fasilitas nuklir baru atau dalam hal terjadi perubahan

desain fasilitas yang ada;

d. merinci instruksi tertulis mengenai pengendalian bahan nuklir;

18

Page 20: Objek Inspeksi Safeguard

e. merencanakan dan mengatur tindakan penyelamatan dalam

penanganan bahan nuklir;

f. menjamin tidak terganggunya alat pengungkung dan alat

pengamatan serta menyimpan dengan baik bekas segel milik Badan

Tenaga Atom Internasional maupun BAPETEN.

3. Pada kegiatan Pengiriman dan Penerimaan Bahan nuklir

a. Pengiriman bahan nuklir harus menyertakan dokumen pengiriman

b. Dokumen pengiriman dikirim ke BAPETEN

c. Pengiriman dan Penerimaan Bahan Nuklir dari Luar negeri :

Sebelum export & import bahan nuklir, BAPETEN diberitahu

( Spesifikasi, kontener, nama , alamat penngirim, Lokasi & tanggal

terakhir diverifikasi , dan Lokasi dan tanggal terjadinya peralihan

tanggungjawab).

Inspeksi Safeguards yang dilakukan oleh inspektur BAPETEN

ditujukan untuk memenuhi beberapa aspek dengan cara berikut :

a. Verifikasi informasi design

b. Verifikasi catatan pembukuan & operasi

c. Verifikasi kualitatif & kuantitatif inventori bahan nuklir

d. Verifikasi integritas pembukuan yang sudah ditetapkan

e. Verifikasi integritas containment & surveillance (C/S)

f. Verifikasi metode pengukuran yang dipakai

Sistem pelaporan dari Negara pihak perjanjian safeguards CSA yang

harus dilaporkan secara regular setiap tahun adalah :

a. MBR (Material Balance Report)

b. PIL (Physical Inventory Listing) dan

c. ICR (Inventory Change Document)

Pelaporan data safeguards dari Indonesia melalui BAPETEN ke IAEA

sampai dengan tahun 2004 seperti dalam table berikut:

19

Page 21: Objek Inspeksi Safeguard

Table 3 . Jumlah dan nomor laporan dari setiap MBA

Material

Balance Area

(MBA)

ICR PIL MBR Total

MBA RIA- 1 : (130) 6 : (125-127;

131-133)

2 : (128;

134)

9

MBA RIB- - : (-) 4 : (113-114;

116-117)

2 : (115;

118)

5

MBA RIC- 6 :(116 -117;

122 - 123;

129-130)

7 : (118-120;

124-127)

2 : (121;

128)

10

MBA RID- 7 : (109-111;

114 - 115;

118 - 119)

2 : (112;116) 2 : (113;

117)

8

MBA RIE-

2 : (44; 49) 2 : (45; 47) 2 : (46; 48) 6

MBA RIF- 3 : (50; 54;

55)

4 : (47-48;

51-52)

2 : (49; 53) 9

MBA RIG-

- : (-) 2 : (09; 11) 2 : (10; 12) 4

20

Page 22: Objek Inspeksi Safeguard

Table 2, Jumlah entry dalam masing-masing laporan, contoh

untuk laporan tahun 2003.

Material Balance

Area (MBA)

ICR PIL MBR Total

MBA RIA- 3 551 57 608

MBA RIB- - 349 63 412

MBA RIC- 51 625 84 709

MBA RID- 76 154 73 227

MBA RIE- 3 188 22 210

MBA RIF- 14 205 64 269

MBA RIG- - 2 6 8

B. Material Balanced Area (MBA) di Indonesia

Terdapat 7 (tujuh) MBA di Indonesia yang meliputi seluruh instalasi nuklir

baik reaktor maupun fasilitas daur bahan nuklir lain, yaitu :

1. MBA RI-A untuk Reaktor Kartini, Yogyakarta.

2. MBA RI-B untuk Reaktor Triga 2000, Bandung

3. MBA RI-C untuk Reaktor GA Siwabessy, termasuk Divisi Produksi

Radioisotop RI PT Batan Teknologi, Serpong.

4. MBA RI-D untuk Divisi Elemen Bakar Nuklir, PT Batan Teknologi,

Serpong

5. MBA RI-E untuk Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Serpong

6. MBA RI-F untuk Instalasi Radio Metalurgi, Serpong

7. MBA RI-G untuk Interim Storage Facility for Spent Fuel, Serpong

21

Page 23: Objek Inspeksi Safeguard

BAB IV

PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR

Sistem Proteksi Fisik Bahan Nuklir (SPFBN) adalah suatu kombinasi

komponen atau unsur dari fungsi proteksi fisik yang dirancang dan dipasang

secara berlapis di suatu fasilitas nuklir. Sistem proteksi dimaksud semakin

berkembang bukan hanya melindungi pencurian atau pemindahan secara tidak

sah, namun juga sekarang ditujukan untuk melindungi dari potensi sabotase

terhadap fasilitas nuklir. Sehingga sistem beruah menjadi Sistem Proteksi Fisik

Bahan dan Fasilitas Nuklir (SPFBFN).

Bahan nuklir termasuk bahan yang strategis dan instalasi nuklir juga termasuk

fasilitas yang strategis. Oleh karena itu keberadaan mereka perlu dijamin dan

diproteksi sebagaimana mestinya karena bahan dimaksud mempunyai potensi

resiko trehadap keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Isu

mutakhir tentang potensi penyalahgunaan bahan nuklir untuk pembuatan

senjata nuklir dan potensi sabotase fasilitas yang dapat mencemari lingkungan

hidup dalam era keamanan global perlu diantisipasi.

A. Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik

Tindakan proteksi fisik diutamakan untuk memenuhi dua tujuan yaitu :

1. Mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya pemindahan

bahan nuklir secara tidak sah dan sabotase bahan nuklir secara tidak sah.

2. Untuk menangkal ancaman yang dihadapi dan melokalisasikan serta

menemukan bahan nuklir yang hilang.

Proteksi bahan nuklir dan fasilitas nuklir ditekankan terhadap para pelaku

yang dapat terdiri dari berbagai unsur : a) pihak Outsider (Teroris, anti-

nuklir, penjahat), b) Insider (misalnya Pegawai yang merasa tidak puas),

dan c) Kolusi dari keduanya

22

Page 24: Objek Inspeksi Safeguard

Berbagai kegiatan di dalam fasilitas yang mengelola bahan nuklir yang

memerlukan proteksi yaitu: a) Proteksi selama penggunaan, b) Proteksi

pada penyimpanan, dan c) Proteksi pada pengangkutan dan atau transit.

B. Unsur dan Desain Sistem Proteksi Fisik

Unsur proteksi fisik merupaka kombinasi unsur sarana fisik maupun

prosedural yang masing-masing mempunyai fungsi terikat secara

terintegrasi, unsur dimaksud antara lain :

1. Deter, tindakan memasang rambu penyeganan

2. Delay, tindakan menunda/menghalangi orang yang tidak berkepentingan

masuk ke fasilitas nuklir tempat bahan nuklir digunakan atau disimpan

3. Detect, tindakan mengamati semua perilaku orang yang masuk ke

fasilitas nuklir

4. Response, tindakan yang diperlukan bila ada kecurigaan atau gangguan

yang dapat menimbulkan pemindahan bahan nuklir secara tidak sah.

Masing-masing unsur proteksi fisik diatas dapat dijelaskan lebih rinci

berikut ini.

1. Penghalang Fisik. Penghalang terdiri dari dua yaitu yang bersifat pasif

dan aktif. Penghalang pasif seperti dinding, pagar, pintu, gerbang,

portal, kolam/parit, sistem kunci, dll. Sedangkan penghalang yang

bersifat aktif seperti pemakaian asap, buih, cairan dlsb.

2. Alat Pendeteksi atau Sensor dapat berupa sensor intrusi: Vibrasi,

Infrared, motion atau CCTV, Alat Detektor : bahan nuklir, logam,

bahan peledak.

3. Perespon dapat terdiri dari Penjaga, Satpam, Polisi, Tentara, dan lain-

lain (anjing, kera)

Didalam SK 02P/Ka-BAPETEN-V-99 tentang Ketentuan Proteksi Fisik

Bahan Nuklir, dimuat beberapa hal berikut:

23

Page 25: Objek Inspeksi Safeguard

1. Kategorisasi Bahan Nuklir

Kategorisasi bahan nuklir didasarkan pada resiko potensial untuk

pembuatan alat ledak (eksplosif devices) yang biasanya tergantung

pada :

a. Jenis bahan nuklir, misalnya Uranium dan Plutonium

b. Komposisi isotop, misalnya kandungan isotop dapat belah (fisil)

c. Betuk fisika dan kimia

d. Tingkat kelarutan dan kuantitas bahan nuklir

e. Tingkat radiasi.

2. Kategori bahan nuklir terdiri dari :

a. Kategori I

b. Kategori II

c. Kategori III (Seperti diuraikan pada Tabel Penggolongan Bahan

Nuklir)

3. Pembagian daerah penyimpanan yang menentukan pembedaan prosedur

akses “access control” untuk orang/ barang dan termasuk pengaturan

prosedur akses untuk orang/barang atau kendaraan, sebagai berikut:

a. Daerah Vital

b. Daerah Dalam

c. Daerah Proteksi

4. Salah satu contoh prosedur akses ke daerah tertentu menggunakan tipe

tanda pengenal (bagde), misalnya sebagai berikut :

a. Tipe I : Pegawai di daerah vital

b. Tipe II : Pegawai di daerah dalam

c. Tipe III : Pegawai di daerah proteksi

d. Tipe IV : Petugas perawatan yg bersifat sementara

e. Tipe V : Pengunjung

Dari dokumen desain sistem proteksi fisik yang diterima oleh

BAPETEN, dan termasuk program penerapan pelaksanaan proteksi

fisik (deteksi, delay, dan respon termasuk pelatihan/ drill ) maka

BAPETEN melakukan :

24

Page 26: Objek Inspeksi Safeguard

1. Evaluasi desain SPF, meliputi peralatan delay, deteksi dan respon,

prosedur, SDM.

2. Inspeksi implementasi SPF, selama pengoperasian instalasi nuklir

(terprogram).

3. Evaluasi karena modifikasi desain SPF atau perubahan DBT dan

atau fasilitas.

4. Pengawasan latihan (drill) skenario intrusion / sabotase.

25

Page 27: Objek Inspeksi Safeguard

BAB V

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Beberapa perjanjian internasional yang terkait dengan bidang safeguards

dimana Indonesia telah menjadi Negara pihak, antara lain :

A. Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Safeguards

Agreement (CSA) dan Additional Protocol (AP).

Pengertian Safeguards secara langsung adalah usaha perlindungan

(berdasarkan kamus Inggris Indonesia), sedangkan pengertian secara lebih

umum adalah Suatu sistem untuk menjamin pemenuhan terhadap komitmen

traktat Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir NPT (Treaty on the Non

Proliferation of Nuclear Weapon)

Terdapat 3 (tiga) pilar utama yang dimuat dalam regime NPT adalah

sebagai berikut :

1. Nuclear Disarmament

Pencegahan pengembangan senjata nuklir (nuclear weapon) baik

produksi bahan nuklir dan pengembangan teknologinya.

2. Non-Proliferation

Kawasan Bebas Senjata Nuklir (KBSN), multinational fuel cycle

facility (FCF), dan export/import control, dlsb.

3. Peaceful Uses of Nuclear Energy

Pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan sipil, seperti sebagai

pembangkit tenaga listrik, penelitian dan pengembangan (litbang),

penggunaan bidang industri dan kesehatan, dlsb.

Didalam dokumen Statute dari IAEA, juga terdapat pengertian khusus

untuk Special Fissionable Material terdiri dari Uranium diperkaya (U-233

dan U-235) dan Pu 239, dan Source Material terdiri dari Uranium alam,

Uranuim Deplesi dan Thorium seperti telah dijelaskan dalam bab diatas.

26

Page 28: Objek Inspeksi Safeguard

Sejarah Safeguards di Indonesia

1 Pada tanggal 14-7-1980, Indonesia menandatangani perjanjian

safeguards dengan IAEA beserta Pengaturan Pelengkapnya, dan dimuat

dalam berlaku dalam dokumen INFCIRC/283. Secara nasional

Indonesia meratifikasi traktat NPT ini kedalam Undang-Undang

Negara No. 8 tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai

Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir. Dan secara teknis BAPETEN

sebagai Badan Pengawas menetapkan pelaksanaan safeguards bahan

nuklir yaitu dalam SK Ka. BAPETEN No. 13/Ka-BAPETEN/V/1999

tentang SPPBN. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan Safeguards

komprehensif atau Comprehensive Safeguards Agreement / CSA.

2 Pada tanggal 29-9-1999, Indonesia menandatangani dan meratifikasi

Protokol tambahan dalam INFCIRC/283 add.1 tentang Additional

Protocol to the Safeguards Agreement, dikenal dengan Safeguards

diperkuat atau Strengthened Safeguards (SS)

3 Pada tanggal 01-8-2003, Indonesia mulai diakui oleh IAEA sebagai

Negara yang telah menerapkan Integrated Safeguards (IS) secara penuh.

Sampai tahun 2004, baru empat Negara yang telah dinyatakan

menerapakan IS secara penuh yaitu berurutan : Australia, Norwegia,

Indonesia, dan Japan.

Secara umum prinsip yang dilakukan secara nasional berkenaan dengan

lSafeguards di Indonesia, adalah dengan tujuan untuk mendeteksi secara

tepat waktu hilangnya bahan nuklir atau penggunaan bahan nuklir secara

tidak sah (dari maksud damai menjadi pembuatan senjata nuklir atau

peralatan peledak nuklir lainnya) dalam jumlah yang significant, dan

State’s system of accounting for and control of nuclear material (SSAC)

merupakan Sistem pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir

(SPPBN) yang diterapkan secara ketat dan konsisten dalam rangka

pemenuhan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian antara Indonesia

dan IAEA.

27

Page 29: Objek Inspeksi Safeguard

Safeguards Diperkuat (Strengthened Safeguards) yang dilontarkan IAEA

dan diterima oleh Negara anggota, (sebagian besar telah menandatangani

telah menandatangani dan sebagian dari mereka telah meratifikasi,

termasuk Indonesia) adalah dengan tujuan untuk menjamin kebenaran

(Correctness) dan kesempurnaan (Completeness) deklarasi bahan nuklir,

dan merupaka instrumen baru dalam regime Safeguards diperkuat. Dalam

hal ini merupakan regime untuk memperoleh data tentang tambahan

informasi, dan akses yang lebih luas, serta tindakan administratif yang lebih

transparan.

Dokumen IAEA yang telah dikeluarkan adalah INFCIRC 540 tahun 1999,

dan dalam dokumen ini terdapat ketentuan bagaimana Negara pihak dalam

melakukan pelaporan (deklarasi) dan memberikan akses bagi inspektur

IAEA dalam melaksanakan verifikasi lapangan.

Dokumen yang harus dilaporkan secara berkala kepada IAEA meliputi

laporan deklarasi hal-hal berikut sesuai format deklarasi yang telah

ditetapkan. Format dan isi tersebut sebagaimana dimuat dalam dokumen

IAEA INFCIRC/ 540, berurutan sesuai artikel yang cakup, sebagai berikut.

1. Article 2.a(i) Penelitian dan Pengembangan tanpa bahan nuklir

a. Berhubungan dengan daur bahan bakar nuklir (yang didefinisikan

pada pasal 18)

b. Tidak melibatkan bahan nuklir

c. Dibiayai dan dikontrol Pemerintah

d. Bukan penelitian teoritis dan dasar

2. Pasal 2.a(ii) Informasi kegiatan operasional

a. Pemerintah harus menyetujui jenis informasi dan waktu pengiriman

b. Format, isi dan prosedur penyampaian informasi berdasarkan pada

case by case

28

Page 30: Objek Inspeksi Safeguard

3. Pasal 2.a(iii) Diskripsi Bangunan di tapak

a. “Tapak” berarti

1) Daerah yang didefinisikan dalam design informasi untuk

fasilitas

2) Biasanya dibatasi oleh pagar luar

3) Termasuk instalasi yang berdekatan yang berhubungan dengan

fasilitas

b. “Diskripsi” berarti

1) Penggunaan dan isi

2) Perkiraan ukuran

c. Peta tapak lengkap dengan keterangan dan skala

4. Pasal 2.a(iv) Kegiatan lampiran I

a) Lampiran I merupakan daftar dari 15 tipe kegiatan yang

berhubungan dengan pengkayaan, reaktor dan reprosessing

b) Diskripsi dari kegiatan itu sendiri termasuk skala operasi

c) Lokasi dan organisasi yang melakukan kegiatan tersebut

5. Pasal 2.a(v) Penambangan U & Th, serta concentration plants

a) Lokasi, status operasi dan kapasitas produksi

b) Perkiraan semua produksi tiap tahun

c) Perkiraan produksi tiap tahun untuk setiap pertambangan atau

instalasi

6. Pasal 2.a(vi) Bahan sumber

a) Lokasi, jumlah, komposisi dan maksud penggunaan dari uranium

dan thorium tidak murni

b) Jumlah export untuk maksud non-nuklir

c) Jumlah import untuk maksud non-nuklir

7. Pasal 2.a(vii) Bahan yang diexempted

a) Jumlah, penggunaan dan lokasi bahan-bahan yang diexempted

b) Jumlah, penggunaan dan lokasi bahan-bahan yang “use exempted”

yang belum berbentuk non-nuclear end-use

29

Page 31: Objek Inspeksi Safeguard

8. Pasal 2.a(viii) Limbah

a) Limbah tingkat menengah dan tinggi

b) Yang mengandung Pu, HEU, atau U-233

c) Safeguardsnya telah dihentikan

9. Pasal 2.a(ix) Export barang yang terdapat pada lampiran II

a) Identitas, jumlah, lokasi maksud penggunaan bahan atau alat yang

terdapat pada lampiran II untuk tiap export

b) IAEA dapat meminta konfirmasi dari negara pengimport

c) Pelaporan dilakukan tiap kuartal

10. Pasal 2.a(x) Rencana daur bahan nuklir

a) Rencana daur bahan nuklir yang telah disetujui pemerintah

b) Termasuk litbang daur bahan secara khusus

c) Dalam periode 10 tahun mendatang

11. Pasal 2.b(i) Litbang bahan nuklir yang dilakukan swasta

Sama seperti pada pasal 2.a(i) yang dibiayai swasta dan pemerintah

harus berusaha untuk mendapatkan informasi

12. Pasal 2.b(ii) Kegiaatan yang diidentifikasi oleh IAEA, sesuai dengan

pasal 2.a(iii):

a) IAEA dapat meminta informasi mengenai lokasi diluar tapak yang

kemungkinan ada hubungannya dengan tapak

b) Pemerintah harus berusaha untuk mendapatkan informasi

13. Pasal 2.c. Penjelasan (amplifikasi) dan klarifikasi

Atas permintaan IAEA pemerintah harus memberikan penjelasan dan

klarifikasi pada informasi yang telah diberikan sesuai dengan

safeguards.

30

Page 32: Objek Inspeksi Safeguard

Tugas inspeksi safeguards oleh BAPETEN merupakan amanat Undang-

undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan juga

pemenuhan perjanjian internasional dalam bentuk traktat dan atau konvensi

yang telah diratifikasi. IAEA sebagai badan internasional menetapkan

mekanisme pelaksanaan safeguards regime baik tatacara pelaporan

pembukuan safeguards bahan nuklir dan inspeksi ke setiap negara anggota

penandatangan perjajnjian. Komprehensif safeguards bahan nuklir dan

protokol tambahan merupakan kesatuan universal yang harus diterima oleh

negara anggota dalam rangka membuktikan kepatuhannya terhadap traktat

internasioanl tentang kelengkapan dan kebenaran semua informasi dan

pelaporan ke IAEA. Pembuktian bahwa negara anggota hanya

menggunakan bahan nuklir untuk maskud damai, tidak ada penyalahgunaan

untuk senjata nuklir, dan membuktikan tidak ada kegiatan yang tersebunyi

dalam mengembangkan kegiatan kearah senjata nuklir.

B. Konvensi Proteksi Fisik Bahan dan fasilitas Nuklir, Desain dan

Evaluasi Sistem Proteksi Fisik.

Indonesia telah menandatangani dan meratifikasi konvensi „Convention on

Physical protection of Nuclear Mataerial” pada tahun 1986, dan diratifikasi

kedalam Keputusan Presiden No. 49 tahun 1986 tentang Ratifikasi Proteksi

Fisik Bahan Nuklir. Dan IAEA menetapkan guide yang dikeluarkan dalam

IFCIRC/225 revisi 1 on Physical Protection of Nuclear Material. IAEA

sedang melakukan amandemen terhadap konvensi tersebut, dan

berdasarkan pada INFCIRC/225-Revisi 4 tentang Physical Protection of

Nuclear Material and Nuclear Facility.

Didalam konvensi ini memuat pasal pokok, antara lain :

1 Menggunakan bahan nuklir untuk maksud damai, baik selama

penggunaan, penyimpanan dan atau pengangkutan/transport.

2 Ketentuan proteksi bahan nuklir ini ditetapkan dalam perangkat

peraturan nasional dan sesuai konsisten dengan hokum internasional

sehingga dapat menjamin selama pengangkutan nuklir secara

internasional/ transit.

31

Page 33: Objek Inspeksi Safeguard

3 Negara pihak tidak mengekspor atau mengimpor bahan nuklir ke atau

ari pihak lain kecuali telah mendapat jaminan proteksi sesuai tingkat

proteksi yang ditetapkan,

4 Negara pihak tidak mengijinkan transit dalam territorial Negara (airport

atau pelabuhan laut) dimana negara yang bukan anggota konvensi.

5 Tingkat proteksi yang dilaksanakan dalam ketentuan ini sesuai dengan

katagori bahan nuklir (sebagai fungsi jumlah kuantitas bahan nuklir dan

pengkayaan).

6 Tingkat proteksi didesain berdasar tingkat ancaman yang kredibel, dan

diutamakan antisipasi terhadap pencurian, perampokan dan pemindahan

secara tidak sah.

Implementasi dari keberpihakan Indonesia dalam konvensi ini telah

diwujudkan dalam sistem pengawasan BAPETEN. Pemenuhan persyaratan

teknis bagi pemanfaat bahan nuklir di Instalasi nuklir diwajibkan dalam

peraturan mengikat dalam tingkat Peraturan Pemerintah, dan keputusan

Kepala BAPETEN. Persyaratan tersebut menjdai salah satu persyaratan

untuk penerbitan izin pemanfaatan bahan nuklir, termasuk sanksi apabila

tidak dipenuhinya persyaratan dimaksud. Sehingga menjadi jelas bahwa

komitmen Indonesia secara internasional dan juga implementasi di tingkat

nasional tentang keamanan dan safeguards bahan nuklir menjadi salah satu

unsure penting dalam pengawsan BAPETEN.

Secara regional Indonesia juga sebagai anggota dari SEANWFZ (South

East Asia Nuclear Weapon Free Zone) atau Kawasan Bebas Senjata Nuklir

Asia Tenggara (KBSN-AT) yang dikenal dengan Bangkok Treaty yang

telah ditandatangani tanggal 15 Desember 1995. Sepuluh Negara dalam

ASEAN telah secara penuh menjadi anggota KBSN-AT ini. Tujuan dari

KBSN adalah menjamin kawasan Asia Tenggara terbebas dari

kemungkinan pengembangan, keberadaan, termasuk lalu lintas

pengangkutan senjata nuklir, mengesahkan hak Negara di kawasan terbebas

dari pencemaran limbah nuklir, serta mengurangi ancaman dari Negara

nuklir yang dapat mengancam kawasan secara keseluruhan.

32

Page 34: Objek Inspeksi Safeguard

Beberapa perjanjian kawasan bebas senjata nuklir lain juga telah

dikembangkan di kawasan seperti Amerika Selatan, Negara Pasifik Selatan,

Afrika Tengah. Sejalan dengan arah keinginan internasional maka

dihimbau untuk memperluas dan mengembangkan penerapan perjanijian

sejenis untuk kawasan lainnya sehingga dunia secara universal dilingkupi

kesepakatan damai, terbebas dari senajata nuklir.

33