kata pengantar - sinta.unud.ac.id · kata pengantar om swastyastu, puji syukur penulis panjatkan...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS
TENTANG PEMBOCORAN DATA PRIBADI MELALUI MEDIA
ELEKTRONIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA” ini, dapat
terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna akibat dari keterbatasan
kemampuan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
4. Bapak Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
5. Bapak Dr. I Gusti Ketut Ariawan, S.H., M.H, Dosen Pembimbing I yang
telah sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;
6. Bapak I Made Walesa Putra, S.H., M.Kn, Dosen Pembimbing II yang telah
sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis menyelesaikan
penulisan skripsi ini;
7. Bapak I Ketut Suardita, S.H., M.H, Pembimbing Akademik yang telah
menuntun dan membimbing penulis dari awal kuliah di Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
8. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana;
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;
10. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
11. Kepada kedua orang tua saya, Ngakan Putu Suardana, S.T., M.T dan Ni Luh
Seniarti, S.E, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini;
12. Kepada saudara saya, Ngakan Gede Darma Utama Pradana, S.T., Ngakan
Komang Indra Darmawan, Ni Kadek Ayu Dwi Nastelia, I Gede Wikan
Laksana, Ni Komang Trisna Ardianti yang selalu memberikan dukungan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
13. Kepada sahabat-sahabat penulis Syahdad, Hendra, Giga, Agung, Mitha,
Sangga, Nanda, Rangga, Rhee, Mitharosa, Dwi, Putri, Intan, Cok Tria,
Bunga, Dewi yang selalu sabar menemani serta memberikan semangat dan
selalu memberikan bantuan. Dan teman-teman Fakultas Hukum Universitas
Udayana angkatan 2012 lainnya yang telah menemani mulai dari awal kuliah
hingga menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana ini;
14. Kepada teman-teman SDN 41 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMAN 2
Mataram serta teman-teman KKN Nongan dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana;
Semoga segala bantuan, budi baik dan petunjuk yang telah diberikan
kepada penulis mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penulis
menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian
ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima kritik dan saran
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagai
bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang memerlukan.
Denpasar, 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM………………………………………………...i
PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM.....................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................……………iii
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI................................................................iv
KATA PENGANTAR………………….…………………………………….….v
DAFTAR ISI…………………………………………………………...……....viii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN………………...……..…xii
ABSTRAK……………………………………………………….……………..xiii
ABSTRACK………………………………………………..…..........................xiv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................8
1.3 Ruang Lingkup Masalah.......................................................................9
1.4 Orisinalitas............................................................................................9
1.5 Tujuan Penulisan.................................................................................10
1.5.1 Tujuan Umum............................................................................11
1.5.2 Tujuan Khusus...........................................................................11
1.6 Manfaat Hasil Penelitian.....................................................................11
1.6.1 Manfaat Teoritis.........................................................................11
1.6.2 Manfaat Praktis..........................................................................12
1.7 Landasan Teoritis................................................................................12
1.7.1 Hukum Pidana............................................................................12
1.7.2 Teori Pemidanaan......................................................................15
1.7.3 Teori Kebijakan Kriminal (criminal policy)..............................16
1.8 Metode Penelitian................................................................................19
1.8.1 Jenis Penelitian..........................................................................19
1.8.2 Jenis Pendekatan........................................................................21
1.8.3 Sumber Bahan Hukum..............................................................22
1.8.4 Teknik pengumpulan Bahan Hukum.........................................23
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum..................................................24
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBOCORAN DATA
PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DAN ASPEK
HUKUM PIDANA.................................................................................25
2.1 Pembocoran Data Pribadi Melalui Media Elektronik........................25
2.1.1 Pengertian Data Pribadi...........................................................25
2.1.2 Pengertian Media Elektronik...................................................28
2.1.3 Permasalahan Pembocoran Data Pribadi di Indonesia............30
2.1.4 Dampak dari Pembocoran Data Pribadi Melalui Media
Elektronik................................................................................33
2.2 Aspek Hukum Pidana.........................................................................35
2.3 Kebijakan Kriminalisasi.....................................................................39
2.3.1 Pengertian Kebijakan Kriminalisasi........................................39
2.3.2 Asas-asas Kriminalisasi...........................................................42
BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBOCORAN DATA
PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DALAM UU ITE
DAN KUHP..........................................................................................47
3.1 Pengaturan Tindak Pidana Pembocoran Data Pribadi Melalui Media
Elektronik dalam UU ITE dan KUHP............................................47
3.1.1 Pengaturan Tindak Pidana Pembocoran Data Pribadi Melalui
Media Elektronik dalam UU ITE..........................................47
3.1.2 Pengaturan Tindak Pidana Pembocoran Data Pribadi Melalui
Media Elektronik dalam KUHP............................................50
3.2 Kebijakan Kriminalisasi Perbuatan Pembocoran Data Pribadi
Melalui Media Elektronik Dalam RUU ITE dan RUU KUHP......52
3.2.1 Kebijakan Kriminalisasi Perbuatan Pembocoran Data Pribadi
Melalui Media Elektronik Dalam RUU ITE.........................53
3.2.2 Kebijakan Kriminalisasi Perbuatan Pembocoran Data Pribadi
Melalui Media Elektronik Dalam RUU KUHP....................54
BAB IV PERBANDINGAN CYBER LAW INDONESIA DENGAN
NEGARA LAIN...................................................................................56
4.1 Indonesia..........................................................................................56
4.2 Inggris..............................................................................................59
4.3 Malaysia...........................................................................................63
BAB V PENUTUP............................................................................................69
5.1 Kesimpulan......................................................................................69
5.2 Saran................................................................................................70
BAB VI DAFTAR PUSTAKA..........................................................................71
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Analisis Tentang Pembocoran Data Pribadi Melalui Media Elektronik Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana. Perkembangan teknologi informasi kini sangat cepat dan jauh berbeda dengan masa awal kehadirannya.
Dalam perkembangan teknologi informasi ini, media elektronik muncul sebagai sarana berkomunikasi gaya baru. Pemakaian media elektronik yang semakin terus
bertambah saat ini juga dapat digunakan sebagai sarana yang tepat dalam melaksanakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Penyalahgunaan atau pembocoran data pribadi misalnya yang dapat dikatakan sebagai salah satu
perbuatan melawan hukum melalui media elektronik atau yang saat ini biasa disebut dengan Cyber Crime.
Perkembangan media elektronik saat ini yang juga ditunjang dengan karakteristik internet yang terbuka dan bebas dapat mengakibatkan bocornya data
pribadi seseorang, sehingga penulis membahas mengenai pengaturan terhadap kasus pembocoran data pribadi melalui media elektronik serta perbandingan
hukum Indonesia dengan Negara lain mengenai perbuatan pembocoran data pribadi melalui media elektronik. Jenis penulisan yang digunakan adalah hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalah-permasalahan yang ada,
untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum.
Pengaturan mengenai perbuatan pembocoran data pribadi sudah diatur
dalam beberapa peraturan dalam hukum positif Indonesia diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik, namun jika ditelusuri lebih jauh terdapat
norma kabur dalam hal pengaturan perbuatan pembocoran data pribadi melalui media elektronik ini. Jika dibandingan dengan negara lain, Indonesia memang
belum memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai Data Pribadi (Privacy), seperti halnya di Inggris yang mengatur perbuatan pembocoran data pribadi dalam Data Protection Act 1998, Section 55 Unlawful obtaining etc. of
personal data dan Malaysia dalam Personal Data Protection Act (PDPA) 2010, Part II PERSONAL DATA PROTECTION, Division 1 Personal Data Protection
Principles, Section 5.
Kata Kunci : Pembocoran Data Pribadi, Media Elektronik, Hukum Pidana
ABSTRACT
This Thesis entitled The Analysis of Data Breaches Through Electronic Media Reviewed From Penal Code Aspect. Nowdays, the development of
information technology moves rapidly and much different then. In the development of information technology, electronic media emerged as a means of new communicating style. The use of electronic media is increasingly growing
and this phenomenon can also be used as an act of against the law (onrechtmatige daad). The Data Breach , for example, which can be regarded as one of the illegal
acts through the electronic media or commonly known as Cyber Crime.
The development of electronic media is also supported by the
characteristics of the Internet which open and free that lead to the leakage of one's private data, so the researcher discusses the regulations of data breach
through the electronic media as well as comparison of the law applied in Indonesia with other countries regarding the actions the data breach through electronic media. The research type used in this study is a normative study, as this
study outlines the problems exist, to further discuss the study based on the theories of law, then associated with the legislation applicable in the law
practice.
The regulations regarding the data breach act are set in the positive law
of Indonesia, including the Criminal Code, and Act No. 11 Year 2008 about Information and Electronic Transactions, but if the act examined further, there are blurred norms contained in the act of the data breach through the electronic
media. Compared to other countries, Indonesia does not have a specific act that regulates about the Personal Data (Privacy), but in the United Kingdom
governing the data breach act in the Data Protection Act 1998, Section 55 Unlawful Obtaining etc. of personal data, and also Malaysia regulates data breach in the Personal Data Protection Act (PDPA) 2010, Part II PERSONAL
DATA PROTECTION, Division 1 Personal Data Protection Principles, Section 5.
Key Words : Data Breach, Electronic Media, Penal Code
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi informasi kini sangat cepat dan jauh berbeda
dengan masa awal kehadirannya. Era globalisasi telah menempatkan peranan
teknologi informasi ke dalam suatu posisi yang sangat strategis karena dapat
menghadirkan suatu dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu serta dapat
meningkatkan produktivitas serta efisiensi. Teknologi informasi telah merubah
pola hidup masyarakat secara global dan menyebabkan perubahan sosial budaya,
ekonomi, dan kerangka hukum yang berlangsung secara cepat dengan signifikan.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang demikian pesat
juga ikut mengubah sikap dan perilaku masyarakat dalam komunikasi dan
interaksi. Hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat selalu bersentuhan
langsung dengan teknologi dan terbukti mendatangkan manfaat bagi
perkembangan dan peradaban manusia. Kemajuan teknologi menghasilkan
sejumlah situasi yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh manusia.1
Dalam perkembangan teknologi informasi ini, media elektronik muncul
sebagai sarana berkomunikasi gaya baru. Contoh media elektronik yang ada saat
ini yaitu Televisi, radio, telepon genggan atau Hand Phone (HP), komputer dan
juga tidak ketinggalan yang paling mutakhir dengan dapat mengakses segala jenis
informasi didalamnya yakni Internet. Media elektronik disini dapat diartikan
1 Diaz Gwijangge, 2011, Peran TIK Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, Sulawesi, h.
11.
sebagai perangkat teknologi yang dapat menggantikan media kertas yang biasa
kita gunakan. Di zaman sekarang ini, media elektronik sangat mudah untuk
didapatkan karena terdapat dan tersedia di mana-mana.
Media elektronik dapat dikatakan sebagai sumber infomasi yang utama
bagi masyarakat dan bahkan bagi seluruh orang yang ada di dunia ini. Dengan
adanya media elektronik tersebut, masyarakat dapat mengetahui informasi yang
terjadi di sekelilingnya dan bahkan dapat mengetahui seluruh informasi apa saja
yang terjadi di seluruh dunia.2
Pemakaian media elektronik yang semakin terus bertambah saat ini juga
dapat digunakan sebagai sarana yang tepat dalam melaksanakan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum itu sendiri
dapat diartikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang berarti bahwa perbuatan
itu mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat.
Lebih lanjut beliau mengatakan, bahwa istilah“onrechtmatige daad” ditafsirkan
secara luas, sehingga meliputi juga suatu hubungan yang bertentangan dengan
kesusilaan atau dengan yang dianggap pantas dalam pergaulan hidup masyarakat.3
Penyalahgunaan atau pembocoran data pribadi misalnya yang dapat
dikatakan sebagai salah satu perbuatan melawan hukum melalui media elektronik
atau yang saat ini biasa disebut dengan Cyber Crime. Contohnya telepon seluler
yang mengharuskan untuk seseorang mengisi data pribadi atau registrasi sebelum
2 Artikel, 2011, Media Elektronik; Dampak Komunikasi Media Elektronik , Available
from: URL; http;//hildaamelyayahoocom.blogspot.com/ (diakses pada 27 November 2015) 3 R. Wirjono Prodjodikoro, 2000, Perbuatan Melanggar Hukum, Mandar Maju, Bandung,
h. 13.
menggunakan kartu telepon seluler atau bahkan melalui media eletronik lainnya
seperti penggunaan jejaring sosial di Internet. Di setiap profil pada akun jejaring
sosial, contohnya Facebook, Twitter, dan lain-lain, individu yang bersangkutan
selalu mencantumkan data-data pribadinya secara relatif lengkap dan jujur.
Informasi pribadi itu sendiri, seperti nama lengkap, tanggal lahir, nomor telepon,
alamat tempat tinggal, alamat e-mail, foto-foto pribadi dan lainnya. Tentu saja ini
secara sengaja maupun tidak sengaja, dipicu dengan karakteristik internet yang
terbuka dan bebas, data informasi ini mudah sekali mengalir dari satu tempat ke
tempat lainnya tanpa terkendali. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada satu
atau sekelompok orang yang rajin mengumpulkan data atau informasi tersebut
(database) demi berbagai kepentingan di kemudian hari.4
Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika pada waktu melakukan
perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakatnya dapat tercela karenanya, yaitu
kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk
mengetahui dampak buruk perbuatan tersebut dan mengetahui bahwa perbuatan
tersebut melanggar ketentraman atau nilai-nilai dalam masyarakat, dan karenanya
dapat bahkan harus menghindari perbuatan yang sedemikian itu.5
Dapat kita lihat, seperti halnya sekarang ini begitu banyak keluhan yang
datang dari orang-orang yang dimana mereka merasa bahwa data pribadi mereka
telah bocor, yang mana data pribadi tersebut digunakan tanpa persetujuan dari
4 Richardus Eko Indrajit, 2012, Bunga Rampai; Fenomena Kebocoran Data, h. 2,
available from: URL; http://www.academia.edu/14326619/Fenomena_Kebocoran_Data(diakses
pada 27 November 2015) 5 C.S.T. Kansil, 2009, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , Balai Pustaka,
Jakarta, h. 165.
pemilik data itu sendiri untuk kepentingan komersial, seperti misalnya asuransi,
kartu kredit, pola penyedotan pulsa, pelanggan kartu seluler tidak bisa melakukan
UnReg, menerima content yang tidak seharusnya, kredit tanpa angunan melalui
media SMS (Short Massage Service), spam atau SMS broadcash. Dan tentunya
juga masyarakat cukup sering menerima telepon langsung dari telemarketing yang
menawarkan jenis produk atau penawaran kartu kredit yang sangat menganggu
tentunya.
Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi seperti pada tahun 2011 lalu
dimana perusahaan kartu telepon seluler terbesar di Indonesia yakni Telkomsel
diberitakan telah terjadinya pembocoran data pribadi pelangggan sebanyak 23 juta
pelanggan.6 Contoh kasus pembocoran data pribadi lainnya yang didapatkan dari
situs berita nasional Kompas adalah sebagai berikut :
KOMPAS.com - Kasus yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah
tenaga penjual produk yang mengetahui nama dan nomor telepon seluler warga.
Kemudian, ia menawarkan produknya.7 Contohnya dalam kasus yang dialami
oleh :
Tri (42), warga Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah, mengungkapkan
kejengkelannya karena setiap hari menerima telepon dari orang yang
mengaku bagian pemasaran perbankan dan asuransi. ”Tiap hari, dari pagi
hingga sore, bisa lebih dari lima orang menelepon menawarkan kartu
6 Prof. Richardus Eko Indrajit, loc,cit.
7 Kompas, 2013, Kebocoran Data Pribadi Gawat, Available from: URL:
http://nasional.kompas.com/read/2013/02/18/08161710/Kebocoran.Data.Pribadi.Gawat (diakses
pada 27 November 2015)
kredit dan asuransi. Kadang satu bank bisa tiga orang berturut-turut
menelepon. Kalau kita angkat telepon, mereka akan langsung bicara terus-
menerus sehingga sulit dihentikan, kecuali kita matiin,” ujarnya.
Ina, manajer bisnis di sebuah perusahaan nasional yang berkantor di
Semarang, juga mengungkapkan kejengkelannya karena sering diganggu.
”Data pribadi kita sering diperjualbelikan kepada tenaga penjual produk
bank-bank lainnya sehingga kita sering dapat telepon yang lumayan
mengganggu,” katanya. Parahnya lagi, lanjut Ina, persetujuan atas
penawaran dari tenaga penjual itu dilakukan melalui rekaman pembicaraan
via telepon. ”Kalau kita terjebak dengan pertanyaan mereka dengan
jawaban ’ya’, itu sudah masuk kategori menyetujui untuk program yang
ditawarkan. Saya pernah terjebak sebuah program di kartu kredit,” ujar
Ina. Otomatis, hampir seluruh data Ina dikuasai oleh tenaga penjual itu.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang dimana
didalamnya telah diatur segala macam perbuatan melawan hukum pidana beserta
sanksinya. Perbuatan pembocoran data pribadi ini dapat melihat pada Pasal 322
ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang bagaimana
konteks perlindungan data pribadi dalam ranah hukum pidana, tetapi dalam Pasal
tersebut terdapat unsur penting yang menjadikan pasal ini tidak dapat
dipergunakan secara umum dalam isu perlindungan data pribadi, yaitu unsur
“...wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya (pekerjaannya)“.
Artinya sanksi pidana dalam pasal ini hanya dapat diterapkan apabila data pribadi
kita dibocorkan atau disebarluaskan oleh pihak yang karena pekerjaannya
seharusnya menjaga rahasia kita.
Sebenarnya upaya untuk mengantisipasi berbagai bentuk penyalahgunaan
data pribadi dan pengambilalihan (konversi) hak atas kepemilikan dan
penggunaannya secara sewenang-wenang, masyarakat Internasional dan
pemerintah berbagai negara, baik negara maju maupun berkembang, sudah
mengeluarkan berbagai kerangka (framework) regulasi demi melindungi
integritas, kehormatan dan kerahasiaan data pribadi konsumen dan individu secara
umum.
Contoh yang paling mengemuka adalah peraturan Uni Eropa (EU
Directive) tahun 1995 ataupun “APEC Privacy Framework” tahun 2004 yang
telah disepakati oleh para anggotanya termasuk Indonesia. Sementara itu,
pemerintah Inggris, California negara bagian Amerika Serikat, dan negara Uni
Eropa lainnya, Hongkong, Australia, Macau, Taiwan, Malaysia sudah memiliki
Undang-undang khusus untuk melindungi data pribadi individu.
Di Indonesia sendiri memang belum memiliki Undang-undang khusus
dalam perlindungan data pribadi, namun Indonesia memiliki peraturan perundang-
undangan yang ada kaitannya dengan data pribadi di media elektronik yang
tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, namun Undang-undang ini bisa dikatakan masih lemah
dalam menangani kasus pembocoran data pribadi tersebut karena jika melihat
pada Bab1 tentang ketentuan umum tidak dijelaskan apa itu data pribadi, juga
pada Pasal 26 :
(1) “Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
Orang yang bersangkutan.”
(2) “Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan
berdasarkan Undang-Undang ini.”
Pada bagian penjelasan pasal tersebut dijelaskan lebih lanjut apa yang
dimaksud dengan perlindungan data pribadi dalam kaitannya pemanfaatan
teknologi informasi, tetapi tidak dijelaskan dalam Pasal 26 ini apa yang menjadi
bagian dari data pribadi itu, sedangkan begitu banyak perbedaan-perbedaan
kebutuhan akan perlindungan data pribadi ini yang dimana seharusnya definisi
data pribadi dapat dibuat seluas mungkin dan bersifat subjektif. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya norma kabur dalam Undang-undang ini.
Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat
terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga
keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan
oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan
yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian
tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem
peradilan pidana.8
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat norma
kabur dalam kasus pembocoran data pribadi ini. Dimana penjelasan tentang kasus
pembocoran data pribadi ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik masih belum jelas atau
kongkrit, maka penulis tertarik membuat penulisan hukum atau skripsi yang
berjudul “ANALISIS TENTANG PEMBOCORAN DATA PRIBADI
MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM
PIDANA”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan terhadap kasus pembocoran data pribadi
melalui media elektronik dalam Undang-undang ITE dan KUHP?
2. Bagaimanakah perbandingan hukum Indonesia dengan negara lain
mengenai perbuatan pembocoran data pribadi melalui media
elektronik?
8 Mardjono Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan
dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum,
Jakarta, h. 76.
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup
masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut :
1. Pertama penulis membahas mengenai pengaturan terhadap kasus
pembocoran data pribadi melalui media elektronik dalam Undang-
undang ITE dan KUHP.
2. Kedua penulis membahas mengenai perbandingan hukum yang ada di
Indonesia dengan Negara lain mengenai perbuatan pembocoran data
pribadi melalui media elektronik.
1.4 Orisinalitas
Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakawan, khususnya di
lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali sepanjang
yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada
penelitian yang menyangkut masalah “Analisis Tentang Pembocoran Data Pribadi
Melalui Media ELektronik”. Adapun penulisan penelitian yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini melalui internet antara lain :
1. Nama : Ivan Syarpani
Tempat : Universitas Mulawarman
Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Data Pribadi Di
Media Elektronik (Berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)
Permasalahan :
1) Bagaimana makna hukum dalam Pasal 26 UU ITE terkait
perlindungan data pribadi?
2) Bagaimanakah konsep hukum terkait perlindungan data pribadi di
media elektronik di masa mendatang?
2. Nama : Radian Adi Nugraha
Tempat : Universitas Indonesia
Judul : Analisis Yuridis Mengenai Perlindungan Data Pribadi
Dalam Cloud Computing System Ditinjau Dari Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Permasalahan
1) Bagaimana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
melindungi data pribadi dari pengguna Komputasi Awan di
Indonesia?
2) Bagaimana tanggung jawab penyedia layanan komputasi awan
terhadap perlindungan data pribadi pengguna layanan komputasi
awan?
1.5 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun tujuan tersebut antara lain :
1.5.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk pengembangan konsep, serta
teori-teori bidang ilmu hukum, khususnya ilmu hukum Pidana. Juga agar dapat
mengetahui tentang pembocoran data pribadi yang terjadi melalui media
elektronik ditinjau dari aspek hukum pidana.
1.5.2 Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus dari pennelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk dapat menganalisis secara lebih mendalam mengenai pengaturan
terhadap kasus pembocoran data pribadi melalui media elektronik
dalam Undang-undang ITE dan KUHP.
2. Untuk dapat memahami dan menganalisis mengenai perbandingan
hukum yang ada di Indonesia dengan Negara lain mengenai perbuatan
pembocoran data pribadi melalui media elektronik.
1.6 Manfaat Hasil Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan teori-teori ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum
pidana, khususnya pada perbuatan pembocoran data pribadi melalui media
elektronik dan diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis terhadap
pengembangan keilmuan dalam ranah pidana khususnya cyber crime.
1.6.2 Manfaat praktis
Secara praktis, hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran tentang perbuatan pembocoran data diri
melalui media elektronik dalam hukum pidana di Indonesia. Sehingga para aparat
penegak hukum dapat mulai memberi perhatian dan perlindungan bagi perbuatan
pembocoran data pribadi melalui media elektronik yang berkembang di
masyarakat. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-
pihak yang membutuhkan informasi mengenai penegakan hukum terhadap
perbuatan pembocoran data diri melalui media elektronik dalam hukum pidana di
Indonesia.
1.7 Landasan Teoritis
Sebelum membahas permasalahan dalam skripsi ini, maka terlebih dahulu
akan diuraikan beberapa teori atau landasan untuk menunjang pembahasan
permasalahan yang ada. Adapun teori-teori yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini meliputi :
1.7.1 Hukum Pidana
Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti obyektif, yang juga
sering disebut ius poenale meliputi : perintah dan larangan, yang atas
pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh
badan-badan negara yang berwenang, peraturan-peraturan yang harus ditaati dan
diindahkan oleh setiap orang.9 Disamping itu, hukum pidana dipakai juga dalam
arti subyektif yang lazim juga disebut ius puniendi, yaitu peraturan hukum yang
menetapkan tentang penyidikan lanjutan, penuntutan, penjatuhan dan pelaksanaan
pidana. Dalam merumuskan hukum pidana kedalam rangkaian kata untuk dapat
memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud
dengan hukum pidana sangat sulit. Namun setidaknya dengan merumuskan
hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu memberikan
gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana.
9 Zainal Abidin Farid, 2010, Hukum Pidana 1, Cet.III, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1.
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.10
Hukum pidana merupakan peraturan mengenai pidana. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal
yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Tentu ada dua alasan ini selayaknya ada
hubungan dengan suatu keadaan, yang didalamnya seorang oknum yang
bersangkutan bertindak kurang baik. Maka Unsur “hukuman” sebagai suatu
pembalasan tersirat dalam kata “pidana”. Akan tetapi, kata “hukuman” sebagai
istilah tidak dapat menggantikan kata “pidana”, sebab ada istilah “hukum pidana”
10 Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h.1.
disamping “hukum perdata”. Pengertian ini sering diterapkan untuk
membedakanya dari istilah lain, dengan tidak begitu menggunakan arti kata.11
Andi Hamzah mengemukakan dalam bukunya bahwa ada empat tujuan
pidana, yaitu :
1. Reformasi adalah memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi
orang baik dan berguna bagi masyarakat;
2. Restraint adalah mengasingkan pelanggar dari masyarakat;
3. Retribution adalah pembalasan terhadap pelanggar karena telah
melakukan kejahatan;
4. Deterrence adalah memberikan efek jera atau mencegah sehingga baik
terdakwa maupun orang lain yang mempunyai potensial menjadi
penjahat akan jera dan takut melakukan kejahatan karena melihat
pidana yang dijatuhkan. Sedangkan tujuan pidana yang banyak
berkembang saat ini adalah variasi dari tujuan pidana reformasi dan
deterrence.12
1.7.2 Teori Pemidanaan
Dalam dunia ilmu hukum pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori
tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori absolut (retributif), teori relatif
(deterrence/utilitarian) dan teori penggabungan (integratif). Teori-teori
11 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika
Aditama, Bandung, h.1. 12 Andi Hamzah, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 28.
pemidanaan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di
dalam penjatuhan pidana.13
a. Teori Absolut
Teori absolut (teori retributif) memandang bahwa pemidanaan
merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi
berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan itu sendiri.
Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi
kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari
kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan
bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi
penderitaan.14
Ciri pokok atau karakteristik teori absolut (retributif), yaitu :
1. Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan
2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak
mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk
kesejahteraan masyarakat
3. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana
4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar
5. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni
dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau
memasyarakatkan kembali si pelanggar.
13 Dwidja Priyanto, 2009, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia , PT. Rafika
Aditama, Bandung, h. 22. 14 Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h.
105.
b. Teori Relatif
Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan
sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai
tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari
teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu
pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini,
hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari
hukuman itu yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat
kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal, selain itu
tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.15
Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu :
1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention)
2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat
3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan
kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang
memenuhi syarat untuk adanya pidana
4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk
pencegahan kejahatan
5. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat
mengandung unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak
15 Ibid, h. 106.
dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
c. Teori Gabungan
Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan
dan asas tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua
alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori
gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori relatif. Gabungan kedua
teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk
mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki
pribadi si penjahat.16
Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :
1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi
pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan
cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat
2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.17
1.7.3 Teori Kebijakan Kriminal (criminal policy)
Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan
suatu perbuatan yang semula bukan tidak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu
tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi, pada hakikatnya kebijakan
16 Ibid, h. 107. 17 Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h. 162-
163.
kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan
menggunakan sarana hukum pidana (penal) dan oleh karena itu termasuk bagian
dari kebijakan hukum pidana (penal policy).
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang “kebijakan kriminal” (criminal policy). Kebijakan
kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu “kebijakan
sosial” (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya- upaya untuk
kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan atau upaya –upaya
untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).18
Kebijakan penangguangan kejahatan atau politik kriminal (criminal
policy) adalah suatu kebijakan atau usaha rasional untuk menanggulangi
kejahatan. Politik Kriminal itu merupakan bagian dari politik penegakan hukum
dalam arti luas (law enforcement policy), yang seluruhnya merupakan bagian dari
politik sosial (social policy), yaitu suatu usaha dari masyaraat atau Negara untuk
meningkatkan kesejahteraan warganya.19
Sudarto mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu
sebagai berikut :
a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi
dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum berupa pidana.
18 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan , Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda
Nawawi Arief I), h.77. 19 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni,
Bandung, (selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi Arief I), h.1.
b. Dalam arti luar adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegakan
hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.
c. Dalam arti yang paling luas adalah keseluruhan kebijakan yang
dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang
bertuuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.20
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian dengan
metode pendekatan penelitian normatif, dikarenakan oleh pada kasus pembocoran
data pribadi ini baik dalam KUHP maupun dalam UU ITE masih belum jelas
penjelasan yang menjelaskan mengenai bagaimana pembocoran data pribadi dan
apa itu data pribadi sendiri, sehingga muncullah kekaburan norma didalamnya.
Penelitian normatif merupakan penelitian hukum dengan metode
kepustakaan atau studi dokumen yang ditujukan hanya pada peraturan-peraturan
tertulis atau bahan hukum lain. Salah satu cirinya menggunakan data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
Dipilihnya jenis metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian
hukum kepustakaan karena metode atau cara yang dipergunakan di dalam
penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang ada atau
20 Sudarto, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana , Alumni, Bandung, (selanjutnya
disingkat Sudarto I), h. 113-114.
menguraikan permasalah-permasalahan yang ada21, untuk selanjutnya dibahas
dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum.
Penelitian normatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : beranjak dari
adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, tidak menggunakan hipotesis,
menggunakan landasan teoritis, menggunakan bahan hukum yang terdiri atas
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian hukum normatif
digunakan beranjak dari adanya persoalan dalam aspek norma hukum, yaitu
norma yang kabur atau tidak jelas (vague van normen), norma yang konflik
(geschijld van normen), maupun norma yang kosong (leemten van normen) yang
ada dalam peraturan perundang-undangan terkait permasalahan yang hendak
diteliti. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
ditujukan untuk mendapatkan hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan
untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan
kewajiban).22
1.8.2 Jenis Pendekatan
Penelitian normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yaitu
pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta,
21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13-14. 22 Hardijan Rusli, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif : Bagaimana?, Law Review
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan , Volume V No.3, h. 50.
pendekatan koseptual, pendekatan frasa, pendekatan sejarah atau historis, dan
pendekatan perbandingan.
Sesuai dengan buku pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas
Udayana, dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan :
1. Jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach)
2. Jenis pendekatan kasus (the cases approach)
3. Jenis pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual
approach)
4. Jenis pendekatan perbandingan (comparative approach)
Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam
penelitian ini.
Pendekatan undang-undang yaitu pendekatan dengan menggunakan
legislasi dan regulasi. Pendekatan undang-undang (the statue approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani.23 Pendekatan kasus memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail, subjek yang diteliti
terdiri dari satu unit yang dipandang sebagai kasus.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari :
1. Sumber bahan hukum primer
23 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, h. 93.
Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang
untuk itu.24 Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah :
- Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
- Peraturan Perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4843)
2. Sumber bahan hukum sekunder
Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang
digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang
dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang
ditulis para ahli seperti buku tentang hukum pidana, buku tentang
membuka rahasia, pendapat para sarjana, jurnal-jurnal hukum maupun
literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.
24 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar , Yogyakarta, h. 157.
3. Sumber bahan hukum tersier
Bahan hukum tertsier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum.
1.8.4 Teknik pengumpulan Bahan Hukum
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document).
Telaah kepustakaan dilakukan dengan cara mencatat dan memahami isi dari
masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara
sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.25
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum
Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat
digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskripsi, teknik interprestasi,
teknik evaluasi dan teknik argumentasi.
Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari
penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau
posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non-hukum.
Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu
hukum seperti penafsiran otentik, penafsiran resmi, dan yurisprudensi.
25 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penulisan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.107.
Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau
tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu
pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera
dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder.
Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena
penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.
Dalam pembahasan permasalahan hukum makin banyak argumen makin
menunjukkan kedalaman penalaran hukum.