jurusan pendidikan agama islam (pai) fakultas ilmu...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN AKHLAKUL KARIMAH
SISWA DI MTS. AL-HIDAYAH BEKASI
Skripsi ini diajukan untuk syarat memperoleh gelar Sarjana
Pembimbing: Dra. ZIKRI NENI ISKA, M. Psi
SITI KHADIJAH, M. A
Disususn Oleh:
DIDI AHMAD MURSIDI
206011000035
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
ABSTRAK
Nama : Didi Ahmad Mursidi
Nim : 206011000035
Prodi : Pendidikan Agama Islam
Masalah-masalah emosional kurang mendapat perhatian serius dari para
konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan selama ini, bahkan hal ini
berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional siswa. Di samping itu, siswa
juga menghadapi problema yang menyangkut agama dan budi pekerti, karena
ketegangan-ketegangan emosi, peristiwa yang menyedihkan dan keadaan yang
tidak menyenangkan, sehingga berpengaruh besar dalam sikap siswa terhadap
masalah-masalah agama dan akhlak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa. Sekolah yang dipilih adalah MTs. Al -
Hidayah Jati Asih kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan melalui angket.
Angket diberikan kepada siswa. Dari populasi 171 siswa yang telah dipilih
menjadi sampel sebanyak 30 siswa, dengan tekhnik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cara acak (Random Sampling) artinya
setiap populasi mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah metode analisis korelasional, yaitu untuk memperoleh data, fakta dan
informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan yang ada
dalam penelitian. Dengan demikian, untuk mendapatkan data-data yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan penulis menyebarkan angket yang ditujukan
kepada siswa kelas 8a, 8b, dan 8c angket tersebut terdiri dari 30 item pertanyaan
untuk kecerdasan emosional dan 30 item pertanyaan untuk akhlakul karimah.
Dengan memperhatikan besarnya rxy yaitu 0,907 dengan data tabel
besarnya 0,701 berarti antara variabel X dan variabel Y terdapat hubungan yang
kuat sekali. Sehingga hipotesis alternatif (Ha) disetujui atau diterima. Berarti
memang benar antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi positif.
Dari hasil yang dilakukan melalui questioner yang disebarkan pada siswa
terungkap bahwa dalam kaitannya kecerdasan emosional dengan akhlakul
karimah siswa terdapat hubungan yang signifikan, berarti siswa telah memiliki
kecerdasan emosional yang cukup baik sehingga dapat meningkatkan akhlakul
karimah siswa di MTs Al Hidayah Kota Bekasi.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sembah dan sujud kepada Allah yang Maha Kuasa yang telah
menciptakan bumi beserta isinya, serta syukur Alhamdulillah penulis panjatkan
kepada Allah, karena dengan rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya serta para pengikut yang
setia.
Dalam penulisan skripsi ini sudah sepantasnya penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesainya skripsi ini. Ucapan terimaksih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Sapiudin Shidiq M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dra. Zikri Neni Izka M.Psi dan Siti Khadijah M.A Dosen Pembimbing
Skripsi, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberikan arahan dan nasehat bagi penulis selama menyusun skripsi ini.
5. Seluruh dosen staf pengajar Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama dalam
perkuliahan.
iii
6. Pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas
untuk mengadakan studi pustaka.
7. Kepala MTs Al Hidayah Kota Bekasi beserta stafnya, atas kesempatan dan
informasi yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
8. Ayahanda H. Ma’arif (Alm.) dan Ibunda H. Erni yang tercinta, yang telah
berjuang dan berkorban untuk membesarkan, mendidik, dan tidak lupa
pula mendoakan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di
Universitas Islam Negeri Jakarta.
9. Kepada seluruh keluarga besar, kakanda terkasih H. Sa’diyah, Nurali, Siti
Salmah, Aliyah, Siti Rojula S.E, Siti Rohmani S.Sos.I, Imron Rosyadi.
yang juga tiada hentinya memberikan kasih sayangnya dan motivasi
kepada penulis. Serta keponakan-keponakanku yang selalu menghibur
penulis dikala suka dan duka.
10. Semua sahabat-sahabatku di HMI, KOMTAR, UKM Pramuka, BEM-NR,
serta sahabat-sahabatku seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu dan kawan-kawan mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Non Reguler kelas A dan B angkatan 2006 terimaksih atas doa, bantuan
dan dukungannya.
Saran dan kritik sangat penulis butuhkan demi kebaikan penulisan
skripsi, karena penulis yakin dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akhirnya hanya kepada Allah swt jualah penulis serahkan, semoga jasa baik yang
telah mereka sumbangkan menjadi amal sholeh dan mendapat balasan dari Allah
swt, amien. Kurang lebihnya penulis mohon maaf. Wallahu’alam bishowab.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ciputat , 25 Juni 2011
Didi Ahmad Mursidi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ............................................ 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7
BAB II : LANDASAN TEORITIS HAKEKAT KECERDASAN EMOSIONAL
A. Pengertian Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan ............................................................. 8
2. Pengertian Emosi........................................................................ 11
3. Pengertian Kecerdasan Emosional ............................................. 14
4. Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Islam ......................... 18
5. Wilayah Utama Kecerdasan Emosional .................................... 25
B. Akhlakul Karimah Siswa
1. Pengertian Akhlakul Karimah ................................................... 27
2. Pembagian dan Macam-macam Akhlakul Karimah .................. 31
3. Metode Pendidikan Akhlak ....................................................... 43
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Akhlak ....... 44
C. Kerangka Berpikir ......................................................................... 46
D. Hipotesis ......................................................................................... 48
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ........................................................................... 49
B. Populasi Dan Sampel ...................................................................... 50
C. Takhnik Pengumpulan Data ........................................................... 51
D. Tekhnik Pengolahan Data ................................................................ 53
E. Tekhnik Analisa Data ...................................................................... 55
F. Variabel Penelitian .......................................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum MTs. Al Hidayah Jati Asih Kota Bekasi ........... 59
B. Deskripsi data ................................................................................. 60
C. Analisa dan interprstasi data ........................................................... 61
1. Analisis Data ............................................................................. 63
2. Interprestasi Data ..................................................................... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................ 70
DAFTAR PUTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara eksistensi
setiap bangsa di dunia sepanjang masa. Pendidikan sangat menentukan bagi
terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan
masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama
dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan
menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan berdaya saing
dengan bangsa-bangsa di dunia.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003, menyatakan tentang pentingnya proses belajar mengajar untuk menjadikan
masyarakat yang baik sesuai dengan tujuan undang-undang tersebut. Pernyataan
tersebut tertuang pada pasal 1 ayat (1), BAB Ketentuan Umum: “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
2
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”1
Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan secara simultan dan seimbang. Sehingga terjadi suatu hubungan baik
antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut.
Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan,
namun disisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai dan perilaku
dalam pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini terlihat lebih
menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan masyarakat kita
pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan intelektual seorang
anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan.
Masalah-masalah emosional kurang mendapat perhatian serius dari para
konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan hal ini
berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional siswa. Para tokoh dan akademisi
pendidikan cendrung meremehkan dan memarjinalkan pengaruh emosional dalam
kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan meyakini otaknya
sebagai satu-satunya kekuatan yang paling dominan dalam belajar. Padahal itu juga
belum tentu yang terbaik.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi atau ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa
gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan
dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara
tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-
orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila
seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka
cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah
1 Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Thun 2003 tentang
Sisdiknas (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006) h. 46
3
frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi
lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.
Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-
rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Secara sosial mantap,
mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan
besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul
tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral; mereka simpatik dan hangat
dalam hubungan-hubungan mereka, bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan
mereka secara langsung, dan memandang dirinya sendiri secara positif, mudah
bergaul, dan ramah, serta mereka mampu menyesuaikan diri dengan beban stress. 2
Kegoncangan pada remaja tersebut menimbulkan berbagai keresahan yang
menyebabkan labilnya pikiran, perasaan, dan kemauannya. Di samping itu, remaja
juga menghadapi problema yang menyangkut agama dan budi pekerti, karena
ketegangan-ketegangan emosi, peristiwa yang menyedihkan dan keadaan yang tidak
menyenangkan, mempunyai pengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah-
masalah agama dan akhlak.
Akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa oleh manusia sejak lahir dan tertanam
dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik
atau buruk sesuai dalam pembinaannya.3 Jadi, pada hakekatnya akhlak ialah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian.
Demikian pentingnya akhlakul karimah dalam kehidupan manusia sehingga
dalam agama Islam banyak disebutkan dalam al-Qur‟an dan Hadits, diantaranya
yaitu:
2 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional alih bahasa Hermaya T. (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996) h. 60-61 3 Asmoroman, AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), Cet. Ke-1, h. 1
4
(94: النحل)
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.4
(رواه التزهذي)أكول الوؤهنين إيوانا أحسنهن خلقا
Artinya : “ Orang mukmin yang sempurna keimanannya adalah orang yang
paling baik akhlaknya” (Hadits Riwayat Turmudzi). 5
(رواه أحود)إنوا بعثت لأتون هكارم األخالق
Artinya: “Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlak
atau budi pekerti” (Hadist Riwayat Ahmad). 6
Dari ayat al-Qur‟an dan Hadits diatas dapat dipahami bahwa Allah telah
mengutus Nabi Muhammad dan menentukan agama Islam sebagai agamamu
(manusia), maka hiasilah agama itu dengan akhlakul karimah atau akhlak mulia.
Sikap acuh tak acuh remaja terhadap akhlak merupakan fenomena yang
timbul akibat dari konflik dan pertentangan jiwa remaja dalam kehidupannya baik
pada dirinya sendiri, maupun yang terjadi pada masyarakat umum, baik di sekolah
maupun di rumah. Penyimpangan yang dilakukan remaja seperti perkelahian pelajar,
pergaulan bebas, tindak kriminal, penggunanaan obat-obatan terlarang, membolos,
mencontek, melanggar aturan sekolah, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena kurang
4 Depag RI dan Sekjen „Mujamma‟, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Percetakan al-
Qur‟an Raja Fadh, 1990/1991), h. 417 5 Sidiq Muhammad Jamil, Sunan Tarmidzi, (Beirut: Darul Fikri, t.th), p. 278
6 Abdullah Muhammad Darwis, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Darul Fikri,
t.th), p. 322
5
tertanamnya nilai-nilai akhlak pada dirinya karena minimnya pemahaman siswa dan
orang tuanya terhadap agama, sehingga mendorong untuk selalu melakukan
penyimpangan-penyimpangan terhadap agama dan nilai-nilai moral.
Padahal kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat
yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila
akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, sebaliknya apabila akhlaknya
rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.
Fenomena yang terjadi di lapangan sehubungan dengan kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa menunjukan bahwa masih dijumpai siswa
yang menunjukkan perilaku sebagai berikut: (1) menunjukkan gejala emosional yang
kurang wajar, seperti pemurung, pemarah, mudah tersinggung, tidak atau kurang
gembira dalam menghadapi situasi tertentu, (2) menunjukkan akhlak yang kurang
wajar, seperti menentang, acuh tak acuh, berbohong, membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan PR dan tidak teratur dalam belajar.
Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk menyelidiki dalam
bentuk karya ilmiah dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan
Akhlakul Karimah Siswa di MTs. Al-Hidayah Bekasi”
B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Penyelenggara pendidikan saat ini lebih menekankan pada segi
pengembangan intelektual peserta didik, dan memarjinalkan peran
kecerdasan emosional siswa dalam pengajaran di sekolah.
2. Perlu dikembangkannya kecerdasan emosional yang merupakan kunci
sukses seorang siswa dalam menghadapi masa depan.
6
3. Pentingnya mengajarkan dan membiasakan akhlakul karimah kepada siswa
baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakatnya.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk menghindari
pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan membatasi ruang
lingkup permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Kecerdasan emosional yang mencakup dimensi mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
dan membina hubungan dengan orang lain.
b. Akhlakul karimah siswa dengan mengukur hubungan siswa kepada Allah
swt, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah yang akan
dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana kecerdasan emosional siswa di MTs Al Hidayah Kota
Bekasi?
b. Bagaimana akhlakaul karimah siswa di MTs Al Hidayah Kota Bekasi?
c. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akhlakul karimah siswa di MTs Al-Hidayah Kota Bekasi?
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa di MTs Al-Hidayah Kota
Bekasi.
b. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk hubungan kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa di MTs Al Hidayah Kota
Bekasi.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat Penulisan ini adalah:
a. Secara akademis penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan
referensi dan peningkatan wawasan akademis serta sebagai bahan
pijakan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.
b. Bagi instansi sekolah tulisan ini diharapkan menjadi bahan masukkan
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kecerdasan emosional
serta dapat mempengaruhi akhlak siswa di MTs Al-Hidayah Kota
Bekasi.
8
BAB II
LANDASAN TEORITIS
HAKEKAT KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)
A. Pengertian Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab
disebut al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan
kesempurnaan sesuatu. dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami
sesuatu secara tepat dan sempurna.1 Kecerdasaan berasal dari kata cerdas yang
secara harfiah berarti sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam
pikirannya. Selain itu cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya
seperti sehat dan kuat fisiknya.2 Kecerdasan atau disebut juga intelegensi adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai
nilai budaya.3
Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau
keterangan. Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau berbuat
1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) edisi revisi cet.7 h.96
2 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet. 12, h. 211 3 Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas! (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 19
9
dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh, kecerdasan seseorang dapat dilihat
dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak.4 Kecerdasan juga merupakan
istilah umum untuk menggambarkan “kepintaran” atau “kepandaian” seseorang.5
Beberapa para ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya:
Suharsono menyebutkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan
dengan usia biologisnya.6 Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang
bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih.7
Definisi dari Suharsono dan Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan
merupakan suatu kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya. Jika
Suharsono menilai kecerdasan dari sudut pandang waktu, sementara Gardner
menilainya dari sudut pandang tempat.
Gardner membagi kecerdasan menjadi tujuh macam yaitu, kecerdasan
linguistic, kecerdasan logis matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan
musical, kecerdasan kinestetik-tubuh, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal.8
Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Kecerdasan linguistik adalah kemampuan membaca, menulis dan
berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa.
2) Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan berfikir (menalar) dan
menghitung, berfikir logis dan sistematis.
4 M. Alisuf Sabri. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 115
5 Munandir, Enslikopedia Pendidikan, (Malang, UM Press, 2001), h. 122
6 Suharsono. Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press, 2003) h, 43
7 Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, Cara Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah Dedy
Ahimsa (Bandung: Nuansa, 2002), h. 58 8 Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, Cara Belajar Cepat Abad XXI, penerjemah Dedy
Ahimsa, h. 59-60
10
3) Kecerdasaan visual-spasial adalah kemampuan berfikir menggunakan
gambar, memvisualisasikan hasil masa depan.
4) Kecerdasan musical adalah kemampuan menggubah atau menciptakan
musik, dapat bernyanyi dengan baik atau memahami dan
mengapresiasikan musik serta menjaga ritme.
5) Kecerdasan kinestetik-tubuh adalah kemampuan menggunakan tubuh
secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan barang serta
dapat mengemukakan gagasan dan emosi.
6) Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang lain dan berempati.
7) Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan menganalisis diri sendiri,
membuat rencana dan menyusun tujuan yang akan dicapai.
Kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai
keragaman kecerdasan (multiple intellegence). Pembagian kecerdasan oleh Gardner
ini telah membuka paradigma baru dari sebuah kata kecerdasan. Karena berdasarkan
pembagian-pembagian kecerdasan menurutnya, ternyata cerdas bukan semata dapat
memiliki skor tinggi sewaktu ujian namun cerdas itu beranekaragam.
Kecerdasan yang bertumpu pada kemampuan emosional menurut Gardner
disebut kecerdasaan personal yang terbagi dalam kecerdasaan intrapersonal dan
kecerdasan interpersonal. Definisi Gardner tentang kecerdasan personal ini adalah:
“Kemampuan untuk memahami gejolak diri dan orang lain, apa yang memotivasi
mereka, bagaimana mereka bekerja sama dengan orang lain, serta kemampuan
menanggapi dengan tepat suasana hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang lain.”9
Kecerdasan orang banyak ditentukan oleh struktur otak. Otak besar dibagi
dalam dua belahan otak yang disambung oleh segumpal serabut disebut corpus
9 Aprilia F. Pertiwi, Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak (Jakarta: Gramedia,
1997), h. 16
11
callosum. Belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan dan sebaliknya belahan
otak kiri menguasai belahan kanan badan. Belahan otak kiri bertugas untuk merespon
hal-hl yang sifatnya linier, logis dan teratur sementara otak belahan kanan bertugas
untuk imaginasi dan kreatifitas.10
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa kecerdasaan merupakan
kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan dan melakukan
tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna bagi masyarakat.
2. Pengertian Emosi
Kata emosional berasal dari bahasa Inggris, emotion, yang berarti keibaan
hati, suara yang mengandung emosi, pembelaan yang mengharukan, pembelaan yang
penuh perasaan.11
Dalam pengertian yang umumnya digunakan, emosi sering
diartikan dorongan yang amat kuat dan cendrung mengarah kepada hal-hal yang
kurang terpuji, seperti halnya emosi yang ada pada para remaja yang sedang
goncang.12
Dalam bahasa Latin emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti
harfiyahnya adalah jiwa yang mengerakkan kita.13
Akar kata emosi adalah movere,
kata kerja. Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan
“e-“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”, mengisyaratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.14
Daniel Goleman mengatakan emosi
adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
10
Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Pendidikan Usia Dini,
(Jakarta: Prenhallindo, 2002) h, 11-12 11
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1980),
cet. 7. h. 21 12
Lihat Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: Ruhama,
1984), cet. 1, h, 88 13
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi, penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2002), h. xiv 14
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional alih bahasa Hermaya T. (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996) h. 7
12
mental, yang hebat atau meluap-luap.15
Crow dan Crow menyebutkan bahwa emosi
merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai
inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan
keselamatan individu. Emosi pada definisi ini berperan dalam pengambilan
keputusan yang menentukan kesejahteraan dan keselamatan individu.16
Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran
dalam berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Salovey dan Mayers
mendifinisikan emosi sebagai respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis, yang
melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi, dan
pengalaman. Pengertian ini menunjukkan bahwa emosi merupakan respon atas
stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan baik yang
melewati sub-sistem psikologis.17
Ibda menyebutkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-
pikiran khasnya -suatu keadaan biologis dan psikologis- dan serangkaian
kecendrungan untuk bertindak.18
Sedangkan Sarlito Wirawan Sartono berpendapat
bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna
afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas (mendalam).19
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai
berikut: Pertama, lebih bersifat subyektif dari pada peristiwa psikologis lainnya,
seperti pengamatan dan berfikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan Ketiga,
banyak bersangkut-paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.20
15
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional alih bahasa Hermaya T. h. 411 16
Netty Hartati, et.all., Islam dan Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) h. 90 17
Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik, (Surabaya:
Universitas Wangsa Manggala, Anima, Indonesian Psychological Journal, 2001) h. 37 18
Fatimah Ibda, Emotional Intellegence dalam Dunia Pendidikan (Banda Aceh: Fakultas
Tarbiyah, IAIN Ar-Raniry, Jurnal Didaktika, Vol.2 No. 2, 2000), h. 132 19
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya,
2004), h.115 20
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h. 168
13
Terdapat dua macam pendapat tentang terjadinya emosi yaitu pendapat
navistik dan pendapat empiristik. Pendapat navistik beranggapan bahwa emosi pada
dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, semantara pendapat emperistik beranggapan
bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar.21
Dari perjalanan hidup kita sehari-hari, kadang kita tidak dapat membedakan
antara perasaan dan emosi, karena keduanya merupakan kelangsungan kualitatif
yang tidak jelas batasnya. Pada suatu saat tertentu, warna efektif dapat dikatakan
perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Oleh karena itu, emosi adalah
setiap keadaan diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada tingkat
yang lemah maupun pada tingkat yang kuat.22
Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama,
namun anggapan itu salah. Menurut M. Alisuf Sabri dalam bukunya mengungkapkan
bahwa antara perasaan dan emosi adalah berbeda. Pada perasaan terdapat kesediaan
kontak dengan situasi luar (baik positif maupun negatif), sedangkan pada emosi
kontak itu seolah-olah menjadi retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan,
mengantuk, dan lain sebagainya).23
Emosi manusia dikoordinasikan oleh otak. Bagian otak yang mengatur
emosi adalah sistem limbiks, struktur-struktur dalam limbik mengelola beberapa
aspek emosi, yaitu pengenalan emosi melalui ekspresi wajah, tendensi berperilaku
dan penyimpanan memori emosi. Folkerts menjelaskan bahwa sistem limbik terdiri
atas empat struktur, yaitu thalamus dan hipothalamus, amigdala, hipokampus dan
lobus frontalis.24
Thalamus menerima informasi dari lingkungan sekitar yang ditangkap oleh
indera, sedang hipothalamus mengambil informasi dari bagian tubuh yang lain.
21
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h 168 22
Zikri Neni Iska, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Kizi Brother‟s, 2011) h. 103 23
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), h. 74 24
Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik, 38-39
14
Amingdala menginterpretasikan dan sekaligus menyimpannya sebagai arti emosi.
Hipokampus mendukung kerja amigdala dalam menyimpan memori emosi,
mengkonsolidasi memori non-emosi secara detail dan menyampaikan memori
tersebut ke jaringan memori yang berbeda di otak. Lobus frontalis bertanggungjawab
dalam pengaturan emosi sehingga memunculkan respon emosi yang tepat.
Kinerja otak sebagai pusat koordinasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
informasi-informasi yang diterima alat indera akan dibawa oleh thalamus melewati
sinapsis tunggal menuju amigdala, sedang sebagian besar lainnya dikirim ke
neokorteks, percabangan tersebut memungkinkan amigdala dapat memberikan
respon emosi tanpa pengolahan informasi dan analisis dari neokorteks.25
Dari beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan suatu respon atas
rangsangan yang diberikan –baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu
sendiri- sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang menentukan
kehidupannya. Atau dengan kata lain emosi adalah suatu perasaan (afek) yang
mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik
yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
3. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali
oleh Jack Mayer dari Universitas Hampshire dan Peter Salovey, ahli psikologi dari
Universitas Harvard pada tahun 1990. Dari tahun 1990 hingga saat ini, teori ini
masih terus berkembang. Selain mereka, banyak pula para ahli lain, seperti Goleman
dan Hein yang juga melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional. istilah
kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Goleman dalam bukunya yang berjudul
Emotional Intellegence.
25
Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik,40
15
Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian
orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel
Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata
cerdas. Walaupun Emotional Quotient (EQ) merupakan hal yang relatif baru
dibandingkan Inteligensi Qoutient (IQ), namun beberapa penelitian telah
mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan Inteligensi
Qoutient (IQ).
Salovey dan Mayer mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan
perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan
intelektual.26
Pengertian senada juga diungkapkan oleh Nana Syaodah yang
mengatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengendalikan diri
(mengendalikan emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan
tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres
dan mampu menerima.27
Menurut Daniel Goleman, mengatakan bahwa kecerdasan emosional
mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya
berarti sikap ramah. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap
ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak
menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua,
kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk
berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa
26
Steven J. Stein & Howard E. Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional
meraih Sukses. penerjemah Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, (Bandung: Kaifa, 2002),
cet. Ke-1 h. 30 27
Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003) cet. Ke-1 h. 97
16
sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja
sama dengan lancar menuju sasaran bersama.28
Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan kepiawaian, kepandaian,
dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan
orang lain yang berada disekililingnya dengan menggunakan seluruh potensi
psikologis yang dimilikinya, seperti inisiatif dan empati, adaptasi, komunikasi,
kerjasama, dan kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah mempribadi pada
diri seseorang.29
Kecerdasan emosional terbentuk karena ada kerjasama yang selaras antara
kortek dan amingdala, antara pikiran dan perasaan. Apabila rangsangan ini
berinteraksi dengan baik, kecerdasan emosional akan meningkat dan dengan
demikian inteligensi rasional akan bertambah. Permasalahan kecerdasan emosional
bukan pada emosinya, melainkan pada keselarasan emosi dan pengungkapannya.
Jack Mayer, psikolog dari Universitas of New Hampshire, mendefinisikan
kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara
mengendalikan emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Salovey
dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan.30
Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf mengatakan bahwa
kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang
manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikkan perasaan, untuk belajar
28
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2000), cet 3, h. 9 29
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, h. 9 30
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence, terj, Alel Tri Kantcono,
(Jakarta: Gramedia, 1998), Cet. Ke-3. h. 5
17
mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.31
Pandangan Gardner tentang keragaman kecerdasan merupakan manifestasi
penolakan terhadap konsep buku tentang IQ (Intelligence Quoutient) sebagai faktor
utama dalam meraih sukses. IQ menyumbang sekitar 20 persen bagi faktor utama
dalam meraih sukses dalam hidup, maka 80 persen lainnya diisi oleh kekuatan-
kekuatan lain.32
Senada dengan pendapat tersebut, Patton mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kekuatan dibalik singgasana intelektual.33
Kecerdasan
emosional merupakan dasar pokok dalam mengembangkan hubungan yang dapat
memperkuat diri kita serta orang lain untuk menghadapai tantangan yaitu
keseimbangan antara perasan dan pikiran.34
Kecerdasan emosional merupakan salah
satu faktor pendukung kesuksesan seseorang dalam menjalani hidupnya.
Goleman mengemukakan bahwa ciri-ciri kecerdasan emosional adalah
kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi;
mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir; berempati dan berdoa.35
Seseorang dikatakan cerdas secara emosional
apabila memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri dan selaraskan setiap
gejolak emosi dalam diri, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dalam
lingkungannnya.
Segel mengemukakan kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan
yang menggambarkan kecerdasan hati, membuat seseorang berhasil dalam
kehidupannya, berkaitan dengan hubungan pribadi dan antar pribadi, bertanggung
31
Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Terj, Alex
Tri Kantjono Widodo, Emotional Intellegence in Leadership and Organizations, (Jakarta: Gramedia,
2002), cet. ke-1, h. xv 32
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T Hermaya, Cet., ke-9, h. 44 33
Suharsono, Melejitkan IQ, IE dan IS (Depok: Intisari Press, 2002) h. 8 34
Patricia Patton, Kecerdasan Emosional Landassan Untuk Meraih Sukses Pribadi & Karir
(Jakarta: Mitra Media, 2000), h. 24 35
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T Hermaya, Cet., ke-9, h. 45
18
jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan adaptasi
sosial.36
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali diri
(menyadari keadan diri, mengendalikan diri yang spontan, dan membangkitkan
motivasi diri dalam diri) serta memahami gejolak perasaan orang lain (lewat sikap
empatik dan kecakapan bergaul).37
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional dapat
teraktualisasikan saat seseorang memiliki kontrol emosi diri yang stabil dan
kecakapan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi yang dimaksud dengan
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memiliki kesadaran diri, pengaturan
diri, dan motivasi yang tinggi serta memiliki kecakapan sosial yang meliputi empati
dan keterampilan sosial yang tinggi.
4. Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Islam
Menurut Daniel Goleman, “untuk menentukan sukses dalam kehidupan ini
bukan kecerdasan intelektual tapi kecerdasan emosional.” Kecerdasan emosional
diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri. Dalam Islam,
kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri disebut sabar. Orang yang
paling sabar adalah orang yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya, seperti
sabar dalam menghadapi kesulitan, sabar ketika belajar dan orang tersebut tekun,
berhasil mengatasi berbagai ganguan dan tidak menuruti emosinya.
Teori Daniel Goleman mengenai kecerdasan emosional ini dapat
disimpulkan dalam peribahasa Arab sebagai man shabara zhafira yang artinya
barang siapa yang bersabar,maka ia akan sukses. Hal ini bisa dikaitkan bahwa orang
yang sukses dalam hidupnya adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional
tinggi atau orang-orang yang sabar. Kecerdasan emosional bisa dibentuk dengan
melatih kesabaran dan tekun dalam menempuh perjalanan, seperti itulah seorang sufi
36
Jeanne Segal, Melijitkan Kepekaan Emosional (Bandung: kaifa, 2002), h. 27 37
Hernowo, Belajar-Mengajar Berbasiskan Emosi (Jakarta: MLC, 2005 ) h. 12
19
yang menempuh perjalanan menuju Allah. Hal inilah cara mengembangkan
kecerdasan emosional.
Konsep kecerdasan emosional terkait dengan sikap-sikap terpuji dari kalbu
dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut berbuat salah,
keimanan, dorongan moral, bekerja sama, beradaptasi, berkomunikasi dan penuh
perhatian serta kepedulian terhadap sesamam makhluk ciptaan Tuhan.38
Istilah kecerdasan emosional dalam Islam dapat pula dijumpai dalam konsep
lahir batin yang terdapat dalam ajaran Islam. Dalam Al-Qur‟an kata insan digunakan
untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya.
Terdapat perbedaan antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik,
mental, dan kecerdasaan.39
Dengan menggunakan istilah insan, dapat diketahui
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan dan kecakapan manusia dalam
memanfaatkan potensi psikologisnya, seperti kemampuan dalam bidang penalaran,
memanfaatkan peluang, mengatur waktu, berkomunikasi, beradaptasi, kerja sama,
persuasi, dan keterkaitan dengan moral. Jika semua potensi ini dilakukan maka
martabat manusia akan berada dalam posisi yang membahagiakan dirinya, baik di
dunia maupun di akhirat.
Untuk menggambarkan adanya kecerdasan emosional pada diri manusia,
Al-Qur‟an telah menginformasikan adanya unsur nafs, qalb, ruh, dan aql. Kata nafs
dalam Al-Qur‟an memiliki aneka makna, terkadang diartikan totalitas manusia, dan
terkadang diartiakan sebagai apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang
menghasilkan tingkah laku. sebagaimanafirman-Nya dalam surat al-Ra‟d : 11
38
Abuddin Nata, Manejemen Pendidikan, (Bogor: Kencana, 2003), h. 45 39
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qu’an (Bandung: Mizan, 1996), cet 3, h. 280
20
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah..
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.”40
Sedangkan kata qalb dalam di dalam Al-Qur‟an digambarkan sebagai
wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut, dan keimanan. Sebagimana yang
termaktub dalam Al-Qur‟an surat Qaf: 57
Artinya: “Sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu
datang kepada mereka, Maka mereka berada dalam Keadaan kacau
balau”.
Surat al-Hadid : 27
Artinya: “Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul Kami dan
Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya
40
Depag, Alquran dan terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir
Al Qur‟an, 1971) h. 370
21
Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa
santun dan kasih sayang. dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah.
Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka
sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu
mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka
Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka
pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.”41
Surat Ali Imran : 31
Artinya: “Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”42
Surat al-Hujarat : 7
Artinya: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia
menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu
mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada
keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta
41
Depag, Alquran dan terjemahnya h. 905
42
Depag, Alquran dan terjemahnya h. 80
22
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.
mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus”43,
Sementara itu, kata „aql digunakan Al-Qur‟an sebagai alat untuk memahami
dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral, dan daya untuk mengambil pelajaran
dan kesimpulan serta hikmah. Firman-Nya dalam surat al-Ankabut : 43
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”.44
Surat al-An‟am : 51
Artinya: “Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-
orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat),
sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun
selain daripada Allah, agar mereka bertakwa.”45
Surat al-Mulk : 10
43
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 846
44
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 628
45
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 194
23
Artinya: “Dan mereka berkata: "Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni
neraka yang menyala-nyala".46
Sedangkan, kata ruh digunakan Al-Qur‟an dalam makna yang beraneka
ragam, sehingga sungguh sulit untuk menetapkan maknanya apalagi substansinya.
Ruh terkadang diartikan sebagai wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril, sesuatu
yang dianugrahkan Tuhan kepada orang mukmin. Dan berarti pula sebagai dukungan
dan peneguh hati atau kekuatan batin, serta sesuatu yang dianigrahkan Tuhan kepada
seluruh manusia, yakni unsur ilahiyah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-
Mujadalah : 22
Artinya: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-
orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah
46
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 956
24
golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah
golongan yang beruntung”.47
Menurut petunjuk Al-Qur‟an bahwa setiap ciptaan Tuhan, seperti tumbuh-
tumbuhan, binatang air, udara, tanah dan sebagainya memiliki jiwa. Yaitu selain
mengisyaratkan adanya sifat kasih sayang dan kekuasaan Tuhan yang terdapat di
balik ciptaan tersebut juga semua itu memiliki jiwa dan emosi. Jika benda-benda itu
diperlakukan dengan lembut, kasih-sayang, dan perhatian, maka semuanya itu akan
memberi manfaat kepada yang melakukannya. Sebaliknya, jika manusia berbuat
kasar terhadap semua ciptaan tersebut seperti dengan menebang pohon secara
membabi buta, merusak habitat binatang, mengotori air, mencemari udara, dan
sebagainya, maka semua benda yang disakiti itu akan bereaksi kasar terhadap
manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional amat dibutuhkan dalam
menopang kelangsungan hidup manusia.
Kecerdasan emosional sebagaimana digambarkan pada uraian diatas terkait
dengan sikap-sikap terpuji yang muncul dari qalbu dan aqlu, yaitu sikap bersahabat,
kasih sayang, empati, takut berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerja sama,
dapat beradaptasi, berkomunikasi, dan penuh perhatian dan kepedulian terhadap
sesama makhluk ciptaan tuhan.48
Dari berbagai pengertian tentang keceradasan emosional yang telah
dijabarkan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa orang yang cerdas
secara emosional mampu untuk memahami, menggali, membangkitkan dan
mengontrol emosi diri secara stabil serta mampu memahami gejolak emosi orang lain
melalui sikap empati, menahan hawa nafsu atau keinginan dan mengatasi kesedihan.
Pengaktualisasian hal tersebut dapat terlihat dalam kecakapannya berinteraksi
dengan lingkungan.
47
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 912 48
Abuddin Nata, Manjemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008) Ed. 2, Cet 3 h. 43
25
5. Wilayah Utama Kecerdasan Emosi
Menurut Salovey dan Mayer, disebutkan bahwa terdapat lima wilayah
kecerdasan pribadi dalam kecerdasan emosional. Lima wilayah tersebut adalah,
kemampuan untuk mengenali emosi diri, kemampuan untuk mengelola emosi,
kemampuan untuk memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain, serta
kemampuan membina hubungan dengan orang lain.49
Adapun penjelasannya dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1) Mengenali emosi diri, kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi, merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan mengenali
emosi, menunjukkan inti kecerdasan emosional yang bermakna kesadaran akan
perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu muncul, seorang anak yang memiliki
kesadaran diri mampu mengenali emosi yang sedang dialaminya dan dampak yang
akan di timbulkannya. Bagaimana anak dapat mengaktualisasikan diri di tengah
badai emosi, mengerti apa yang sedang dirasakannya, akan lebih peka pula terhadap
perasaan orang lain. Ciri lain dari kemampuan mengenali emosi diri adalah
mengenali rasa marah, rasa takut dan sedih. Rasa marah merupakan ekspresi yang
paling sering muncul pada usia 7-11 tahun, dibandingkan rasa takut. Anak usia ini
menganggap bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan
perhatian dari lingkungannya,50
2) Mengelola emosi, menanggapi perasaan agar perasaan dapat
terungkapkan dengan pas oleh kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri.
Kemampuan mengelola emosi yaitu kemampuan menangani perasaan diri sendiri
agar dapat terungkap secara tepat dan wajar. Pengendalian perasaan diri sehingga
tidak meledak-ledak yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya secara salah.
Seorang yang memiliki keterampilan mengelola emosi akan peka terhadap emosi
dirinya, serta dengan mudah menghibur diri saat dirundung masalah dan cepat
49
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, terj. T Hermaya, Cet.,
ke-9, h. 58-59 50
Aprilia Fajar Pertiwi, Seri Ayah Bunda: Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak,
(Jakarta: Yayasan Aspirasi Pemuda: 1997), h. 43
26
bangkit kembali saat sedih. Intisari dari kemampuan mengelola emosi ini adalah
kemampuan menenangkan diri dan mengekspresikan emosinya dengan tepat.51
3) Memotivasi diri sendiri, menata emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan, kendali diri, emosional, menahan diri, terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Kemampuan
memotivasi diri, kemampuan untuk memberikan kekuatan yang mendorong dirinya
agar melakukan suatu kegiatan secara ulet, tekun dan penuh semangat. Mampu
memberi semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih
produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.52
Seorang anak yang sukses dalam hidupnya adalah anak yang memiliki
motivasi positif, kendali diri, serta memiliki harapan dalam hidup. Motivasi yang
mengaktifkan dan membangkitkan perilaku yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan.
Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong
perilaku ke arah tujuan.53
4) Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang bergantung pada
kesadaran diri emosional merupakan ketrampilan bergaul. Kecerdasan pribadi
seseorang bukan hanya terlihat dalam kemampuannya mengenali emosi diri, tetapi
juga kemampuan untuk mengenali emosi orang lain, yaitu mengerti perasaan dan
kebutuhan orang lain sehingga orang lain merasa dihargai dan dimengerti. Anak
yang terbuka terhadap gejolak emosi diri akan terampil untuk mengerti perasaan
orang lain. Kemampunnya berempati, menempatkan perasaan dirinya ke dalam
perasaan orang lain sehingga dapat memahami pikiran, perasaan, dan perilakunya.
Kemampuan berempati ini sangat mempengaruhi dalam berinteraksi dengan orang
lain, dan dampak pada penerimaan dirinya, lingkungan, serta meningkatkan
kecakapan bersosialisasi.
51
Aprilia Fajar Pertiwi, Seri Ayah Bunda: Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak, h. 43 52
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, terj. T Hermaya, Cet.,
ke-9 h. 58 53
Zikri Neni Iska, Pengantar Psikologi Umum, h. 41
27
5) Membina hubungan dengan orang lain, inti dari seni memelihara
hubungan dengan orang lain adalah kemampuan untuk mengetahui dan mengenali
perasaan orang lain. Keterampilan berinteraksi dengan orang lain merupakan
kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain.
keterampilan berinteraksi dengan orang lain dapat disebut juga kecerdasan sosial.
Adapun yang dimaksud kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami
orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah kecerdasan emosional
meliputi kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengerti apa yang sedang
dialaminya dan dampak yang akan ditimbulkan. Kemampuan untuk mengelola dan
mengekspresikan emosi diri, mengelola emosi bukan berarti menjauhi perasaan tidak
menyenangkan untuk salalu bahagia, tetapi kemampuan untuk tidak membiarkan
perasan sedih berlangsung tak terkendali. Kemampuan untuk memotivasi diri dalam
melakukan sesuatu, menunjukkan keuletan dan rasa tanggung jawab. Selanjutnya
kemampuan mengenali emosi orang lain dan mambina hubungan dengan orang lain,
kemampuan untuk melakukan hubungan sosial sangat bergantung pada kematangan
dua ketrampilan emosi lainnya, yaitu kemampuan mengelola emosi diri dan
kemampuan memahami perasaan orang lain.
B. Akhlakul Karimah Siswa
1. Pengertian Akhlakul Karimah
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata Khulk,
yang artinya secara etimologi adalah tingkah laku, perangai, tabi‟at, watak, moral
dan budi pekerti.54
Kata budi pekerti yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi
ialah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong
oleh pemikiran, rasio, yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang dilihat pada
54
Masam Alfat, Dkk, Akidah Akhlak, (Semarang: CV. Toha Putra, 1994), Cet. Kep-1, h. 60
28
manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut tingkah laku. Jadi budi
pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi
pada karsa dan tingkah laku manusia.55
Secara lingustik (kebahasaan) kata akhlak merupakan isim jamid atau isim
ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut
memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khulqun atau khuluq
yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana yang telah disebutkan di atas.56
Sedangkan Lamis Ma‟luf dalam Al-Munjid fi-al-lughah wal A’lam mengatakan
bahwa “akhlak” secara etimologi adalah perangai, kelakuan, tabi‟at, kebiasaan dan
peradaban yang baik.57
Sedangkan dari terminologi akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan, tanpa difikir dan
direnungkan lagi.58
Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong timbulnya suatu
perbuatan yang mudah karena dibiasakan sehingga tidak memerlukan pertimbangan
dan pemikiran terlebih dahulu.59
Jadi, akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa oleh manusia sejak lahir dan
tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa
perbuatan baik atau buruk sesuai dalam pembinaannya.60
Juga disyaratkan, suatu
perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai
suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Sebab seandainya ada seseorang yang
memaksakan dirinya untuk mndermakan hartanya atau memaksakan hatinya untuk
berdiam di waktu timbul sesuatu yang menyebabkan kemarahan dan hal itu
diusahakan dengan sungguh-sungguh dan dipikir-pikir dahulu, maka bukanlah orang
yang semacam ini yang disebut orang dermawan.
55
Rachmat Djatnika, Isitem Etika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992),
cet ke- 1, h. 26 56
M. Ardani, Akhlak-Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadah dan
Tasawuf), (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), Cet. Ke-1, h. 25 57
Lamis Ma‟luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wal A’lam, (Beirut: Darul Masyrik, 1986), Cet. Ke-
28, h. 194 58
Masam Alfat, Dkk, Akidah Akhlak, h. 61 59
Suradji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2006), h. 4 60
Asmaran, AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), Cet. Ke-1, h. 1
29
Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasan kehendak.
Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu
disebut akhlak. Contohnya, bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan
itu ialah akhlak dermawan.61
Ibrahim Anis dalam kitab Mu’jamal-wasit, sebagaimana dikutip oleh
Abudin Nata mengatakan bahwa akhlak adalah: “Sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengannya lahirlah macam-macam perbutan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.62
Jadi, pada hakekatnya khuluk atau
akhlak suatu kondisi atau sikap yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian hingga timbullah berbagai macam perbuatan secara spontan dan mudah
tanpa direkayasa dan tanpa memerlukan pemikiran.
Sedangkan dalam pengertian istilah terdapat beberapa pengertian,
diantaranya menurut al-Ghazali yaitu:
...... عنهب تصذر األفعب ل بسهىلت ويسز من غيز حب جت إلى فكز ورويت, عبب رة عن هيئت في النفس راسخت
Artinya: “akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa, yang darinya lahir
berbagai perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu
kepada pikiran pertimbangan.”63
Imam Al-Ghazaaly menekankan, bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik dan buruk dengan menggunakan ukuran
ilmu-pengetahuan dan norma agama.
Adapun pengertian yang diberikan Ibn Maskawaih adalah:
. األخالق هى حبل للنفس داعيت لهب إلى أفعب ل من غيز فكز وال رأيت
61
Asmaran, AS, Pengantar Study Akhlak,, h. 2 62
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-1, h. 4 63
M. Ardani, Akhlak-Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadah dan Tasawuf)
h. 28-29
30
Artinya: “Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat,
tanpa memikirkannya lebih lama.
Sedangkan pengertian akhlak menurut Al-Qurthuby adalah:
. مب هى يأ خذ به اإلنسبن نفسه من االدة يسمى خلقب ألنه يصيز من الخلقت فيه
Artinya: “Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya
disebut akhlak, karena perbuatannya itu termasuk bagian kejadiannya.64
Dari pengertian-pengertian di atas terdapat kesamaan, bahwasanya akhlak itu
merupakan perbuatan yang berpangkal pada hati atau atas kesadaran jiwanya tanpa
memerlukan pertimbangan dan tanpa ada unsur pemaksaan, kemudian diwujudkan
dalam perbuatan yang berulang-ulang sehingga menjadi adat yang akhirnya menjadi
sifat. Sifat adalah sebagian dari kepribadian. Sehingga sulit untuk diubah, karena
elah tertanam dalam kepribadiannya. Jika keadaan (hal) tersebut melahirkan
perbuatan perbuatan terpuji menurut pandangan syariat Islam dan akal pikiran,
disebut akhlakul karimah (baik). Jika perbuatan-perbuatan yang timbul tidak baik
dinamakan akhlakul mazmumah (buruk).
Perilaku baik atau mulia dikenal dengan sebutan akhlakul karimah. Akhlakul
karimah adalah amal-amal shaleh manusia yang terwujud dari kekuatan iman
(aqidah) yang dimiliki dengan benar, dan kekuatan agama Islam yang dilaksanakan
dengan sempurna atau pelaksanaan syariat (rukun Islam) yang istiqomah dan kusyu.
Karena agama itu pada dasarnya akan berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku
manusia atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Karena jiwa itu abstrak
maka untuk mempelajari dan menliti kejiwaan manusia hanya mungkin dilihat dari
sikap dan perilaku yang ditampilkan.65
64
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2001), cet.ke-II, h. 2 65
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 11
31
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa akhlakul karimah adalah
suatu sifat yang tertanam dengan kuat dalam jiwa seseorang yang melahirkan atau
menimbulkan suatu perbuatan-perbuatan yang baik dengan mudah tanpa
memerlukan suatu pertimbangan atau pemikiran terlebih dahulu.
2. Pembagian Akhlak
Dengan ajaran Islam, bahwa akhlak adalah meliputi semua aktifitas manusia
dalam segala bidang (aspek) kehidupannya. Namun secara global pembagian akhlak
menurut sifatnya terdiri dari dari dua macam. Pertama akhlak yang baik dan benar
menurut syariat Islam, disebut juga akhlak mahmudah atau akhlakul karimah. Kedua
adalah akhlak yang buruk, disebut akhlak madzmumah.66
Dalam pembahasan ini, penulis membatasi hanya meninjau akhlakul
karimah terhadap Allah swt, akhlakul karimah terhadap manusia dan akhlakul
karimah terhadap lingkungan yaitu terhadap binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-
benda tak bernyawa.67
Sedangkan pembagian akhlak menurut obyeknya atau kepada siapa akhlak
itu ditujukan, adalah sebagai berikut:
a. Akhlak kepada Allah
Akhlakul karimah terhadap Allah pada prinsipnya dapat diartikan
penghambaab diri kepada-Nya atau dapt diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada tuhan sebagai Khaliq.
Sebagai makhluk yang dianugrahi akal sehat, kita wajib menempatkan diri kita pada
posisi yang tepat, yakni sebagai penghamba dan menempatkan-Nya sebagai satu-
satunya zat yang kita per-Tuhan.
Ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah swt:
1) Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari
air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk, sebagai
mana dalam al-Qur‟an surat at-Tariq ayat 5-7, yang berbunyi:
66
Masam Alfat, Dkk, Akidah Akhlak,h. 66 67
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qu’an,h. 261
32
Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?
Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang
sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”
Dalam ayat yang lain Allah swt, berfirman bahwa manusia diciptakan dari
tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang
kokoh (rahim), setelah ia menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan
tulang dan dibalut dengan daging dan selanjutnya diberi roh, sebagaimana dalam al-
Qur‟an surat al-Mukminun ayat 12-14 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.”68
2) Allah yang telah memberikan perlengkapan pancaindera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan hati sanubari, disamping anggota badan
68
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 527
33
yang kokoh dan sempurna kepada manusia, sebagaimana dalam al-Qur‟an surat an-
Nahl ayat 78 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”69
3) Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. Sebagaimana
dalam al-Qur‟an surat al-Jaatsiyah, ayat 12-13 yang berbunyi:
Artinya: “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat
berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari
karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. dan Dia telah
menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir.”70
69
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 413
70
Depag, “Alquran dan terjemahnya”, h. 816
34
4) Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana dalam al-Qur‟an surat al-Isra‟ ayat 70,
yang berbunyi:
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Namun demikian sungguhpun Alah telah memberikan berbagai kenikmatan
kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas bukanlah menjadi alasan Allah perlu
dihormati. Bagi Allah swt, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemulian-
Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya menunjukkan akhlak kepada
Allah swt.
Bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk dalam berakhlakul karimah kepada
Allah swt,. Diantaranya, mencintai-Nya, ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan-
Nya, bertaubat, mensyukuri nikmat-Nya, selalu berdo‟a kepada-Nya, beribadah,
meniru-meniru sifat-Nya dan berusaha mencari keridhaan-Nya dan sebagainya.71
Quraish Shihab menyatakan bahwa titik tolak akhlak kepada Allah swt,
adalah dalam bentuk pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah
swt, dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia,
malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Berkenaan dengan akhlak
kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya. Dilanjutkan dengan
71
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 147-148
35
senantiasa bertawakkal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya
yang menguasai diri manusia.72
b. Akhlakul Karimah Terhadap Sesama Manusia
Akhlakul karimah terhadap sesama manusia pada dasrnya bertolak kepada
keluhuran budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada
posisi yang tepat. Hal ini merupakan refleksi daro totalitas kita dalam
menghambakan diri kepada Allah swt, sehingga akhlakul karimah yang kita
alamatkan terhadap sesama manusia semata-mata didasari oleh akhlakul
karimahyang kita persembahkan kepada-Nya.73
Akhlak terhadap sesama manusia, bukan hanya dalam bentuk larangan
melakukan hal-hal yang negatif seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil
harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan
jalan menceritakan aib seseorang, tidak peduli apakah hal itu benar atau salah.
Al-qur‟an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara
wajar. Sehingga akan terwujud keharmonisan atau kerukunan antar sesama. Tidak
masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu mengucapkan salam, dan ucapan
yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik. Setiap ucapan yang diucapakan adalah
ucapan yang benar, jangan mengucilkan atau menceritakan keburukan seseorang, dan
menyapa atau memanggilnya dengan sebutan yang buruk. Selanjutnya yang
melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan itu hendaknya disertai
kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan, mampu
mengendalikan marah. Dan mendahulukan kepentingan orang lain dari pada diri
sendiri.
72
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h.261-262 73
M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji,(Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2000), h. 89
36
Adapun bentuk-bentuk akhlak terhadap sesama manusia diantaranya adalah
jujur, ikhlas, amanah, tawadhu, sabar, kasih sayang, pemaaf, penolong, berani, adil,
rajin, disiplin, kreatif, sederhana, baik sangka, dermawan, toleransi, berbakti kepada
kedua orang tua, iffah. Bila akhlakul karimah diamalkan (dipraktekkan) oleh setiap
muslim dalam kehidupannya maka akan terwujud keharmonisan atau kerukunan di
antara sesama dan masyarakat.74
c. Akhlakul Karimah Terhadap Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada
disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa. Akhlakul karimah terhadap lingkungan pada prinsipnya menempatkan
sesuatu itu sesuai dengan posisinya masing-masing. Ia merupakan refleksi dari
totalitas penghambaan diri kita kepada Allah swt, sehingga apa yang kita perbuat
terhadap mereka, semata-mata hanya didasari oleh akhlakul karimah kita kepada
Allah swt.75
Akhlak yang diajarkan al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia
dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap mahklauk mencapai tujuan
penciptaannya.
Berarti manusia dituntut mampu menghormati proses-prose yang sedang
berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Keadaan ini mengantarkan
manusia menjadi bertanggung jawab, sehingga tidak melakukan pengrusakan.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan
oleh Allah swt, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
74
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, 149-150 75
M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji, h. 137
37
mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat”
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.76
Dalam al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 38 ditegaskan bahwa binatang melata,
burung-burungpun adalah umat seperti manusia juga sehingga semuanya seperti
ditulis al-Qurthubi, didalam tafsirnya “tidak boleh diperlaukan secara aniaya”.
Jangan dalam masa damai saat peperangan pun petunjuk al-Qur‟an yang melarang
melakukan melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang
bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau
terpaksadalam arti harus sejalan dengan tujuan penciptaannya demi kemaslahatan
terbesar. Allah berfirman dalam surat al-Hasyr ayat : 5:77
Artinya: “apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir)
atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya[1464], Maka
(semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan
kehinaan kepada orang-orang fasik.”78
[1464] Maksudnya: pohon kurma milik musuh, menurut kepentingan dan siasat perang
dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh.
Akhlak Islam juga memperhatikan kelestarian dan keselamatan binatang,
karena akhlak Islam itu sangat komprehensif, menyeluruh dan mencangkup berbagai
makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara
fungsional seluruh makhluk tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan
rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan itu akan berdampak negatif bagi
makhluk lainnya.
76
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 270 77
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, 150-151 78
Depag RI dan Sekjen „Mujamma‟, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 916
38
Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk akhlakul karimah terhadap
lingkungan di antaranya adalah memelihara tumbuh-tumbuhan, menyayangi hewan,
menjaga kebersihan dan menjaga ketentraman.79
3. Macam-macam Akhlakul Karimah
Adapun macam-macam akhlakul karimah itu adalah sebagai berikut:
1) Bertaubat (At-Taubah)
Bertaubat yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah
dilakukannya dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik. Dalam al-
Qur‟an banyak diterangkan masalah taubat, antara lain pada surat an-Nisaa ayat 16-
17 yang berbunyi:
Artinya: “Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,
Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya
bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
2) Bersabar (Ash-Shabru)
Bersabar yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan dir pada kesulitan
yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa
upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapinya. Maka sabar yang
79
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 152
39
dimaksudkannyaadalah sikap yang diawali dengan ikhtisar, lalu diakhiri dengan
ridha dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan.
Dalam pengertian lain sabar berarti menahan diri dari keluh kesah dan rasa
benci, menahan lisan dari mengaduh dan menahan anggota badan dari tindakan yang
menggangu dan mengacaukan.80
Dalam al-Qur‟an banyak diterangkan masalah
sabar, diantaranya pada surat Ali Imran ayat 120 yang berbunyi:
Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika
kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu
bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak
mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui
segala apa yang mereka kerjakan.”
3) Bersyukur (Asy-Syukru)
Istilah syukur berasal dari kata Bahasa Arab yaitu syakara, yasykuru,
syukronan yang berarti terima kasih, memuji, dan semoga Allah memberi pahala.81
Dengan kata lain bersyukur yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan
dengan sebaik-baiknya, atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt, kepadanya
baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Lalu disertai dengan peningkatan ibadah,
pendekatan diri kepada yang memberi nikmat, yaitu Allah swt. Sebagaimana firman-
Nya dalam surat al-Baqarah ayat 52 dan 152 yang berbunyi:
80
Sudirman Tebba, Hidup bahagia Cara Sufi, (Jakarta: Pustaka Irvan, 2007), cet. II h. 13 81
Sudirman Tebba, Hidup bahagia Cara Sufi h. 31
40
Artinya: “Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu
bersyukur.”
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-
Ku.”
4) Bertawakkal (At-Tawakkal)
Tawakkal yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah swt setelah
berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya. Oleh
karena itu, syarat utama yang harus dipenuhi bila seseorang ingin mendapatkan
sesuatu yang diharapkannya, ia harus lebih dahulu berupa ya sekuat tenaga, lalu
menyerahkan ketentuannya kepada Allah swt,. Maka dengan cara yang demikian itu,
manusia dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya. Sebagaimana Allah swt
berfirman dalam surat Huud ayat 56, yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus"
5) Ikhlas (al-Ikhlas)
Kata ikhlas berasal dari kata kerja (fi’il madi) Bahasa Arab yaitu khalasha,
yakhlushu, ikhlashan yang berati murni, jernih, bersih, tak tercampur, dan tulus
hati.82
Dengan kata lain ikhlas adalah sikap menjauhkan diri dari riya‟ (menunjuk-
nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan
82
Sudirman Tebba, Hidup bahagia Cara Sufi h. 59
41
seseorang dapat dikatakan jernih, bila dikerjakannya dengan ikhlas semata-mata
karena mengharapkan rida Allah swt,. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat
139, yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah,
Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan
Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami
mengikhlaskan hati,”
6) Bersikap takut (Al-Khauf) yaitu suatu sikap jiwa yang sedang menunggu
sesuatu yang tidak disenangi dari Allah swt,. Maka manusia perlu berupaya gar apa
yang ditakutkan itu, tidak akan terjadi. Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah
ayat 111 yang berbunyi:
Artinya:”Dan (ingatlah), ketika aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia:
"Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". mereka menjawab:
Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa Sesungguhnya
Kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)".
7) Jujur dan dapat dipercaya (Al-amanah)
Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu, rahasia, atau
lainnya yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Sebagai realisasinya akhlakuk karimah adalah hartawan hendaknya memberikan hak
orang lain yang dipercayakan kepadanya, penuh tanggung jawab; ilmuwan
hendaknya memberikan ilmunya kepada orang yang memerlukan; orang yang diberi
rahasia hendaknya menyimpan, memelihara rahasia itu sesuai dengan kehendak yang
42
memercayakan kepadanya; seorang siswa hendaknya berlaku amanah, jujur dengan
segala anugerah Allah kepadanya.
8) Sifat yang disenangi (Al-Alifah)
Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak mudah menerapkan
sifat al-alifah, sebab anggota masyarakat terdiri dari bermacam-macam sifat, watak,
kebiasaan, dan kegemaran satu sama lain saling berbeda. Orang yang bijaksana
tentulah dapat menyelami segala anasir yang hidup ditengah masyarakat, menaruh
perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan
yang penuh dengan aneka perubahan. Pandai mendudukan sesuatu pada proporsi
yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkataan dan perbuatan, niscaya pribadi
akan disenangi oleh anggota masyarakat dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.
9) Sifat Pemaaf ( Al-afwu’)
Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila orang berbuat
sesuatu terhadap diri seseorang yang karena khilaf atau salah, maka patutlah dipakai
sifat lemah lembut sebagai rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau
kesalahannya, janganlah mendendam serta mohonkanlah ampun kepada Allah
untuknya, semoga ia surut dari langkahnya yang salah, lalu berlaku baik di masa
depan sampai akhir hayatnya.
10) Sifat Manis Muka ( Anie Satun)
Mengahadapi sikap orang yang menjemukan, mendengar berita fitnah yang
memburukkan nama baik, harus disambut semuanya itu dengan manis muka dan
senyum. Betapa banyak orang-orang pandai lagi bijaksana memakai sikap ini dan
banyak terjadi di dunia diplomasi orang memperoleh sukses dan mencapai
kemenangan, hanya dengan keep smilling diplamatnya di meja perundingan. Dengan
muka yang manis, dengan senyum yang menghias bibir, orang lain dapat mengakui
dan menghormati segala keinginan baik seseorang.
43
4. Metode Pembinaan Akhlak
Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak,
termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun Iman dan rukun Islam terhadap
pembinaan akhlak, menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh oleh
Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang
menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk
diarahkan kepada pembinaan akhlak.83
Sebagaimana M. Abdul Quasem Kamil mengutip pendapat Al-Ghazali,
bahwa akhlak manusia yang baik dapat dicapai dan diperoleh dengan melalui usaha
pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh yaitu dengan metode sebagai
berikut:
a) I’tiyad (pembiasaan), yaitu dengan menahan dan malatih diri, dalam
malakukan amal perbuatan bersumberkan akhlak yang baik, sehingga
manjadi kebiasaan dan sesuatu yang menyenangkan. Apabila seseorang itu
dibiasakan untuk mengamalkan sesuatu yang baik, ia pasti tumbuh di atas
kebaikan.
b) Ta’allum (belajar), dengan cara memperhatikan dan bergaul dengan orang
yang baik-baik, ini merupakan faktor eksternal yang secara tidak langsung
membentuk pribadi yang dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari,
perbuatan yang baik adalah suatu pendorong untuk melahirkan perbuatan
baik sehingga akan berpengaruh dalam diri seseorang.
c) Memberikan latihan-latihan, cara latihan ini adalah meliputi pembiasaan
disiplin.84
Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinyu atau terus menerus secara berkesinambungan. Pada awalnya
pendidikan akhlak yang bersifat lahiriyah dapat pula dilakukan dengan cara
paksaan yang lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Penanaman akhlak
83
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 164
84
M. Abdul Quasem Kami, Etika Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 95
44
yang baik tidak cukup hanya dengan pelajaran yang berupa teoritis instruksi
(perintah), dan larangan, akan tetapi yang lebih utama dan tepat sasaran
melalui pendidikan yang disertai contoh konkrit (nyata) mengenai teladan
yang baik-baik. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
dengan budi pekerti yang mulia, dalam mendidik dan membentuk akhlak
para sahabatnya dan kaum muslimin.
d) Memperhatikan faktor-faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut
hasil penelitian para pikolog bahwa kejiwaan manusiaberbeda-beda menurut
perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai
hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat
disajikan dalam bentuk permainan.85
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Akhlak
a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan primer bagi setiap individu, didalamnya
terjadi hubungan manusia yang paling intensif, karen itulah keluarga merupakan
kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar menyatakan
diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.86
Keutuhan keluarga merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi
perkembangan anak. Menurut W.A. Gerungan, yang dimaksud dengan keuthan
keluarga adalah: pertama, keutuhan struktur keluarga yaitu dengan adanya ayah, ibu
dan anak. Kedua, keutuhan interaksi yang harmonis antar keluarga.87
85
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 166 86
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1988), cet. Ke-I, h. 180 87
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, h. 185
45
Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar bagi pendidiakn anak
selanjutnya, pendidikan yang diberikan oleh orang tua merupakn apendidikan yang
didasarkan pada rasa kasih sayang sejati dan bersifat kodrati, kasih sayang ini tidak
boleh berubah menjadi memanjkan anak karena dapat membahayakan di kemudian
hari. Menurut Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh M. Abdul Quasem bahwa melatih
anak-anak untuk berakhlak mulia dapat dilakukan dengan cara melindungi mereka
dari perbuatan buruk, karena mereka memilki sifat yang cenderung meniru akan
sesuatu yang dilihatnya. Hal ini memang tidak mudah, tetapi bila dilakukan sejak
dini maka akan terasa manfaatnya ketika anak telah dewasa.
b. Sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Menurut Zakiah Darajat,
sekolah adalah lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan,
pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana.88
Di dalam kelas gurulah yang
bertugas mendidik siswanya. Guru adalah tenaga pendidikan yang secara teknis
mempunyai bekal ilmu dan keterampilan untuk membantu anak didik memperoleh
sikap dan perilaku terpuji.
c. Masyarakat
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan tertier adalah lingkunag yang
luas dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan, karena sebagian besar waktu
anak dalam sehari dihabiskan dalam lingkungannya. Pada tahap pertama pengaruh
lingkungan masyarakat diawali dengan pergaulan antar teman. Pada usia 9-15 tahun
hubungan perkawanan merupakan hubungan akrab yang disebabkan oleh kesamaan
minat dan kepentingan saling membagi perasaan dan saling tolong menolong untuk
memecahkan masalah bersama.89
Kuatnya pengaruh teman ini sering dianggap
88
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,(Jakarta: Ruhama, 1995),
Cet. Ke-2 h. 77 89
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997),
cet. Ke-4, h. 129
46
sebagai penyebab buruknya tingkah laku anak, tetapi bagaimanapun segalanya
kembali pada dirinya sendiri.
C. Kerangka Berfikir
Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri.
Termasuk juga membawa kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional
(EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi kepribadian, bahkan
mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Dan dalam kecerdasan emosional itulah
keberhasilan dan kegagalan seseorang ditentukan.
Kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional terdiri dari mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
dan membina hubungan dengan orang lain
Mengenali emosi diri, merupakan cara mengetahui apa yang kita rasakan
pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan
keputusan diri sendiri, memilki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan
dan kepercayaan diri yang kuat. Sedangkan mengelola emosi, merupakan cara
menangani emosi kita sedemikian mungkin sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas. Siswa yang memiliki kesadaran diri yang tinggi dan pengaturan
diri yang baik, dia akan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan pengaturan diri
yang baik serta mengetahui bagaimana cara menangani dan mengelola kepercayaan
diri dan emosinya tersebut terutama dalam proses belajar dan pembelajaran sehingga
pada tahap akhir dalam proses belajar dan pembelajaranakan mampu mendapatkan
prestasi belajar yang lebih baik dari orang lain.
Motivasi, merupakan usaha menggunakan hasrat kita yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran. Mengenali emosi orang
lain atau empati, merupakan usaha untuk merasakan yang dirasakan orang lain,
47
mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkanhubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Seorang siswa yang memiliki
motivasi dan empati yang tinggi, cenderung akan bersungguh-sungguh dalam proses
belajar dan akan banyak menjalin hubungan yang baik dengan semua orang termasuk
dengan guru-guru, dengan demikian siswa tersebut akan semakin bertambah
pengalaman dan pengetahuannya sehingga berkat usaha dan kerja kerasnya tersebut
akan berdampak pada prestasi belajar yang optimal dan akhlak yang baik.
Membina hubungan dengan orang lain atau keterampilan sosial, merupakan
cara menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial. Seorang siswa yang memiliki
keterampilan sosial yang tinggi selain bisa manangani emosinya ia juga akan cermat
dalam membaca situasi dan kondisi yang diperlukan, ia menganggap bahwa ia
dihargai oleh teman-temannya, merasa nyaman dengan berada pada lingkungan
tempat belajarnya, selalu menghargai semua orang yang telah memberi ilmu
kepadanya, serta mampu menjaga tingkah lakunya terhadap orang lain. Bahkan
mampu menjalin hubungan yang baik pada sesama manusia dan hubungan ibadah
kepada Allah swt.
Kondisi emosional manusia sangat berpengaruh pada kesehatannya, baik
kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Kita dapat menjumpai banyak anak-
anak kita mengalami ragam penyakit rohani (jiwa) yang berkaitan dengan
keguncangan emosional dan perasaan. Banyak orang yang memiliki kecerdasan otak
saja, atau banyak yang memiliki gelar tinggi namun belum tentu sukses berkiprah di
dunia pekerjaan. Tetapi seringkali orang yang berpendidikan formal lebih rendah
ternyata banyak yang lebih berhasil karena memiliki Emotional Quotient (EQ) yang
tinggi. Dalam Islam kecerdasan emosional yang tinggi di kategorikan sebagai al-
akhlak al-karimah.
Al-akhlak al-karimah yang menghiasi seseorang mampu mengendalikan
seseorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif dan sebaliknya dapat
mengarahkan atau memotivasi seseorang untuk kearah kebaikan (positif). Untuk
48
menuju kebaikan tersebut tentulah suatu hal yang tidak mudah, oleh karena itu perlu
usaha sungguh-sungguh untuk mengembangkannya.
Di dalam agama Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi
seperti konsisten (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu`), berusaha dan berserah diri
(tawakal), ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas
dan penyempurnaan (ihsan). Akhlak berkaitan dengan hubungan muamalah manusia
dengan orang lain, baik secara perorangan ataupun secara kelompok. Akhlak adalah
suatu sikap yang mengakar dalam jiwa, yang darinya lahir berbagai perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran pertimbangan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jika siswa memiliki kesadaran
diri yang tinggi, pengaturan diri yang baik, motivasi belajar yang tinggi, bisa
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan dapat menjalin hubungan yang
baik dengan semua orang serta memiliki keterampilan sosial yang tinggi, dan
memiliki akhlak yang mulia maka penulis dapat mengasumsikan bahwa kecerdasan
emosional memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pembentukan akhlak siswa.
D. Hipotesis
Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel X (Kecerdasan
Emosional) dengan variabel Y (Akhlak Siswa) maka dalam hal ini penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ha : Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan akhlak
siswa
Ho : Tidak terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan
akhlak siswa
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode di sini menjelaskan tentang metode apa yang digunakan dalam
penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian survei.
Kerlinger (1996) mengatakan bahwa “penelitian survei adalah penelitian yang
dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data
dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-
kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun
psikologis.” Penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu
generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang
dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif.1
Analisis yang ditunjang oleh data yang diperoleh melalui penelitian
lapangan (Field Research). Penelitian lapangan (Field Research), penulis terjun
langsung ke lapangan atau dilakukan di sekolah dengan melalui observasi,
wawancara, angket dan studi dokumentasi, guna memperoleh data yang jelas dan
representatif.
1 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
(Bandung: Alfabeta, 2009) cet. Ke 6 h. 50
50
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah
sebagian atau mewakili populasi yang diteliti.2
1. Populasi
Populasi ialah wilayah yang terdiri dari subyek dan obyek yang
mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Jadi dalam penelitian ini yang
menjadi obyek atau populasi adalah siswa-siswi MTs al-Hidayah Kota Bekasi
kelas VIII tahun ajaran 2010-2011. Dengan populasi sebanyak 171 siswa
yang terbagi ke dalam tiga kelas.
2. Sampel
Sampel atau contoh adalah sebagian individu yang diselidiki dari
keseluruhan individu/subyek dan obyek penelitian. Tegasnya sampel yang
baik yaitu sampel yang memiliki populasi atau yang representif artinya yang
menggambarkan keadaan populasi atau mencerminkan populasi secara
maksimal, tetapi walaupun memiliki sampel bukan merupakan duplikat dari
populasi. Dalam penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 15% dari
populasi seluruhnya yang berjumlah 171 siswa, yaitu 30 siswa.
Teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara
mengambil sampel yang refesentatif dari populasi. Pengambilan sampel ini
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-
benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya. Dan dalam penetapan sampel ini penulis menggunakan teknik
Simple Rendom Sampling. Simple Rendom Sampling adalah cara pengambilan
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, hal. 108-109
51
sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa
memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.3
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjukkan
suatu kata yang abstrak dan tidak dapat diwujudkan dengan benda, tetapi hanya dapat
dilihatkan penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes),
dokumentasi dan lainnya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan
tergantung dari masalah yang dihadapi.4
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya. Selanjutnya instrumen yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diselidiki. Observasi merupakan alat pengumpulan data dengan cara
mendatangi langsung terhadap objek penelitian.5 Menurut Ridwuan dalam bukunya
yang berjudul, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula, dikatakan bahwa observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke
objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila objek
penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (kejadian-kejadian
yang ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan responden kecil.6
Observasi ini dilaksanakan untuk mengamati, dan mencatat untuk
mendapatkan data yang berkaitan dengan peran kecerdasan emosional dalam
3 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, cet. Ke 6
h. 58 4 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, cet. Ke 6
h. 69 5 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: andi Offest, 1992) jilid 2, hlm. 151
6 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, h. 76
52
peningkatan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini penulis mengadakan
observasi langsung ke MTs Al-Hidayah Bekasi, untuk mengamati keadaan sekolah,
guru-guru, siswa, fasilitas yang dimiliki dan struktur organisasi MTs Al-Hidayah.
2. Angket
Angket adalah suatu alat penelitian yang dilakukan dengan cara
menyebarkan daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari jumlah
responden. Daftar pertanyaan ini disusun secar tertulis mengenai suatu hal yang
berkaitan dengan indikator. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi
yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila
responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam
pengisian daftar pertanyaan. Di samping itu, responden mengetahui informasi
tertentu yang diminta.
Penyusunan soal angket disesuaikan dengan hal apa yang akan diteliti.
Selain itu dengan angket lebih memberikan kesempatan kepada siswa atau responden
untuk memberikan informasi dengan baik dan benar. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan angket checklist atau daftar cek yaitu suatu daftar yang berisi subjek
dan aspek-aspek yang akan diamati.7
Untuk penyusunan butir-butir pertanyaan atau pernyataan angket serta
alternatif jawaban yang tersedia maka penulis membuat kisi-kisi angket berdasarkan
teori. Indikator yang telah dirumuskan di dalam kisi-kisi tersebut selanjutnya
dijadikan bahan penyusunan butir-butir pertanyaan atau soal dalam angket. Alternatif
jawaban dalam angket ini mengunakan skala Likert, Iqbal Hassan (2002: 72)
menjelaskan,” skala Likert merupakan jenis skala yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian (fenomena sosial spesifik), seperti sikap, pendapat,dan persepsi
sosial sesorang atau sekelompok orang”. Skala Likert dinyatakan dalam bentuk
pernyataan untuk dinilai oleh reponden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak,
melalui rentang nilai tertentu.
Pernyataan yang diajukan ada dua kategori, yakni pernyataan positif dan
pernyataan negatif. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik
7 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, h. 72
53
pernyataan positif maupun pernyataan negatif dinilai subjek yaitu: sangat setuju,
setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kelima alternatif jawaban pada setiap
butir pernyataan memiliki skor nilai 4,3,2,1. Untuk lebih jelasnya mengenai
pernyataan positif dan negatif disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1
Kriteria Penyekoran Alat Pengumpul Data
Alternatif jawaban Skor Alternatif Jawaban Positif Negatif
Pilihan Jawaban SS S TS STS
Positif 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4
D. Teknik Pengolahan Data
1. Pengujian Validitas Instrumen
Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen Arikunto menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid
berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid
sehingga instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur. Dari pengertian itu dapat diartikan lebih luas lagi bahwa valid itu mengukur
apa yang hendak diukur (ketepatan).8
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam
pengumpulan data, diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid (saheh). Untuk
menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat para ahli. Setelah instrumen
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berddasarkan teori
tertentu, maka selanjutnya dikonstruksikan denga para ahli dengan cara dimintai
pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu. Setelah pengujian konstruk
selesai dari para ahli, maka diteruskan uji coba instrumen. Instrumen yang telah
8 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, h. 97-98
54
disetujui para ahli tersebut dicobakan pada smpel dari mana populasi di ambil.
Setelah data didapat dan ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi
dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item
instrumen dengan rumus Pearson Product Moment adalah:
r hitung
}Y Yn.}.{X - X.{
X - XY)n(
2222
n
Y
Dimana:
r hitung = Koefisien korelasi
𝑋𝑖 = Jumlah skor item
𝑌𝑖 = Jumlah skor total (seluruh item)
n = Jumlah responden
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus:
t hitung =
𝑟 𝑛−2
1−r 2 Dimana : t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil r hitung
n = Jumlah responden.
Distribusi (tabel t) untuk 𝛼 = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n−2)
Kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel berarti valid sebaliknya
t hitung < t tabel berarti tidak valid
Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks
korelasinya (r) sebagai berikut:
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,799 : tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,599 : cukup tinggi
Antara 0,200 sampai dengan 0,399 : rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,199 : sangat rendah (tidak valid)
55
2. Pengujian Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas atau keterandalan menggambarkan derajat keajegan atau
konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat pengukuran atau tes dikatakan reliabel jika
alat ukur menghasilkan suatu gambaran yang benar-benar dapat dipercaya dan dapat
diandalkan untuk membuahkan hasil pengukuran yang sesungguhnya. Metode
mencari reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran. Sedangkan untuk mengetahui
tingkat reliabilitas instrumen penulis menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:9
𝑟11 = 𝑘
𝑘−1 . 1 −
𝑆1
𝑆𝑡 r11 = Nilai Reliabilitas
𝑆𝑖 = Jumlah varians skor tiap-tiap item
𝑠𝑡 = Varians total
k = Jumlah item
E. Teknik Analisis Data
Dari hasil observasi, angket dan wawancara yang dilakukan kemudian
penulis olah data tersebut. Analisis data yang digunakan penulis adalah data
dikelompokkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dianalisis dengan menggunakan
pendekatan logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan
menggunakan pendekatan statistik.
Sebagaimana telah diketahui bahwa penelitian ini dilakukan adalah untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel. Maka dipilih dan dibahas ialah
Korelasi Pearson Product Moment (r) karena sangat populer dan sering dipakai oleh
mahasiswa dan para peneliti. Korelasi ini dikemukakan oleh Karl pearson Tahun
1900. Kegunaanya untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas
(independent) dangan variabel terikat (dependent).
Teknik analisis Korelasi Pearson Product Moment termasuk teknik statitik
parametrik yang menggunakan data interval dan ratio dengan perssyaratan tertentu.
9 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, h. 115
56
Misalnya: data dipilih secara acak (random); datanya berdistribusi normal; data yang
dihubungkan berpola linier; dan data yang dihubungkan mempunyai pasangan yang
sama sesuai dengan subjek yang sama. Kalau salah satu tidak terpenuhi persyaratan
tersebut analisis korelasi tidak dapat dilakukan. Rumus yang digunakan Korelasi
Pearson Product Moment adalah:
r xy
}Y Yn.}.{X - X.{
X - XY)n(
2222
n
Y
Korelasi Pearson Product Moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai
r tidak lebih dari harga (−1 ≤ r ≤ + 1). Apabila nilai r = −1artinya korelasinya
negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasinya; dan r = 1 berarti korelasinya
sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi
nilai r sebagai berikut:
Tabel 2
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 − 1,000
0,60 − 1,799
0,40 − 1,599
0,20 − 1,399
0,00 − 0,199
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah
57
Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X
terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan sebagai berikut:
KP = r 2
x 100% Dimana :
KP = Nilai Koefisien Diterminan
r = Nilai Koefisien Korelasi
Pengujian lanjutan yaitu uji signifikansi yang berfungsi apabila peneliti
ingin mencari makna hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil Korelasi Pearson
Product Moment tersebut diuji dengan Uji Signifikansi dengan rumus:
t hitung =
𝒓 𝒏−𝟐
𝟏−𝐫 𝟐 Dimana :
t = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
F. Variabel Penelitian
Variabel adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap dalam
suatu kegiatan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan
variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian.10
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan bebas.
Variabel terikat adalah hasil atau objek dari penelitian dan variabel bebas adalah
sifat atau karakteristik yang mengakibatkan hasil atau sasaran berbeda.
Dengan demikian variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas atau independent (X) yaitu: kecerdasan emosional
2. Variabel terikat atau dependent (Y) yaitu: akhlakul karimah siswa
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2005) h. 96
58
Tabel 3
Matrik Variabel
Dimensi-dimensi dan indikator-indikator Kecerdasan Emosional dan Akhlakul
karimah siswa
NO VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
1. Variabel X
Kecerdasan
Emosional
1. Mengenali Emosi
diri
2. Mengelola Emosi
3. Memotivasi diri
4. Mengenali Emosi
orang lain.
5. Membina hubungan
dengan orang lain
Kesadaran diri, kemampuan
untuk mengendalikan
dorongan hati, kemampuan
untuk mengetahui perasaan
yang muncul dalam diri,
mendengarkan suara hati
Toleransi terhadap frustasi,
berkurangnya perlaku agresif
atau merusak diri sendiri,
mampu untuk menghibur diri
sendiri, penguasaan diri
Mampu mengendalikan
dorongan hati, memiliki
harapan yang tinggi, berkreasi,
optimis
Mampu membaca emosi orang
lain, menumbuhkan rasa
empati, terampil bergaul,
mampu merasakan yang
dirasakan orang lain
Mampu bekerja sama, mampu
berinteraksi kepada orang lain
dengan baik, meningkatkan
jaringan sosial, memiliki
keterampilan untuk memimpin
2. Variabel Y
Akhlakul
karimah
Siswa
1. Hubungan kepada
Allah
2. Hubungan dengan
sesama manusia
3. Hubungan dengan
lingkungan
Ibadah shalat, puasa, taubat,
ikhlas, bersyukur, tawakal
Jujur, ikhlas, amanah,
tawadhu, sabar, kasih sayang,
pemaaf, penolong, berani, adil,
rajin, disiplin, berbakti kepada
orang tua dll.
Menjaga tumbuh-tumbuhan,
menyayangi hewan,
memelihara kebersihan,
memelihara ketentraman
59
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum MTs. Al Hidayah Jati Asih Kota Bekasi
Berdasarkan pengumpulan data yang penulis lakukan di MTs. Al-
Hidayah Jatiasih Kota Bekasi, dihasilkan gambaran mengenai profil sekolah yaitu
MTs. Al-Hidayah berada di bawah naungan Yayasan Perguruan Islam Al-Hidayah
(YPI Al-Hidayah), beralamat di Jl. H. Gemin No. 63 Kelurahan Jatikramat Kec.
Jatiasih Kota Bekasi. MTs. Al-Hidayah berdiri pada tgl 17 Juli 1981, dengan
akreditasi B.1
Gedung MTs. Al-Hidayah yang berada di bawah naungan Yayasan
Perguruan Islam Al-Hidayah (YPI Al-Hidayah) memiliki luas lahan bangunan
kurang lebih 3000 meter persegi, yang didalamnya termasuk juga Masjid, Lab
Komputer serta fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang kegiatan belajar
mengajar. MTs. Al-Hidayah, letak gedung sekolahnya berada di tengah-tengah
pemukiman perumahan sehingga jauh dari kebisingan dan kesibukan kota.
Adapun tujuan didirikannya MTs. Al-Hidayah secara institusional mengacu
kepada tujan madrasah Tsanawiyah yang diselenggarakan oleh Departemen
Agama Sebagai Sekolah yang bercirikan ajaran Islam.
1 Databes MTs Al Hidayah Kota Bekasi Tahun 2011
60
Visi MTs. Al-Hidayah adalah sebagai berikut: “Kokoh Dalam Ilmu
Unggul dalam Aqidah”
Adapun Misi MTs. Al-Hidayah adalah sebagai berikut:
1) Menamamkan penguasaan ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang
diperlukan bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk
melanjutkan ke jenjang berikutnya.
2) Menanamkan kemampuan untuk beradaptasi dengan anggota
masyarakat dan lingkungannya dengan bekal akhlak mulia.
3) Menyiapkan lulusan yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai
ke islaman dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
MTs. Al-Hidayah merupakan salah satu Sekolah Swasta yang selalu
berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas dari tahun ke tahun demi
kemajuan sekolah tersebut. Hal ini dapat terlihat dari segi peningkatan
pembangunan sarana dan prasarana sekolah yang termasuk di dalamnya adalah
sarana Teknologi Informasi yang selalu ditingkatkan mengikuti perkembangan
zaman demi untuk menciptakan para siswa yang berkualitas tinggi dan dapat
bersaing pada era globalisasi.
B. Deskripsi data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan melalui
penyebaran angket pada kelas VIII (delapan) yang terdiri dari tiga kelas,
dengan jumlah siswa sebagai responden sebanyak 30 siswa. Maka diperoleh
data mengenai kecerdasan emosional dan akhlakul karimah siswa, data
tersebut akan dianalisis yaitu dengan terlebih dahulu menyusun data-data
dalam bentuk tabel frekuensi, kemudian diuraikan dalam bentuk tabel-tabel
skor kedua variabel dan akan dilakukan analisa korelasi untuk selanjutnya
di lakukan interpretasi data.
61
C. Analisis dan Interpretasi Data
1. Data-data yang penulis peroleh dengan cara menggunakan angket
untuk mencari angka indeks korelasinya, penulis menggunakan Korelasi
Product Moment” dengan munggunakan system komputerisasi program
SPSS versi 16.0, dengan taraf signifikansi 1% dan 5%. Akan tetapi
sebelumnya untuk mendapatkan angka indeks korelasi penulis melakukan
uji persyaratan analisis data berupa uji validitas dan uji reabilitas instrument
terlebih dahulu.
2. 1. Uji Instrument Penelitian
3. A. Uji Validitas
4. 1) Hasil Pengujian Instrument Kecerdasan Emosional
Data mengenai kecerdasan emosional diperoleh dari 30 responden,
yaitu para siswa kelas VIII MTs. Al Hidayah Bekasi. Skala terdiri dari 30
item, dan untuk perhitungan validitas digunakan rumus Product Moment
Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 dan menggunakan taraf signifikansinya
5 % dengan r tabel = 0,361, setelah diuji validitasnya diperoleh hasil bahwa
26 item valid dan 3 item gugur.
Tabel 4
Hasil Angket Kecerdasan Emosional
Indikator Nomor Butir Jumlah
1. 1. Mengenali emosi diri 1, 6*,11, 16, 21, 26 6
2. Mengelola emosi 2, 7, 12*, 17, 22, 27 6
3. Memotivasi diri 3, 8, 13, 18, 23, 28 6
4. Mengenali emosi orang lain. 4, 9, 14, 19, 24, 29* 6
5. Membina hubungan dengan orang lain 5, 10,15,20,25, 30 6
Total Butir Soal 30
5. * Keterangan : Tidak Valid
62
6. 2) Hasil Pengujian Instrument Akhlakul Karimah Siswa
7. Data mengenai akhlakul karimah diperoleh dari 30 responden,
yaitu para siswa kelas VIII MTs. Al Hidayah Bekasi. Skala terdiri dari 30
item, dan untuk perhitungan validitas digunakan rumus Product Moment
Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 dan menggunakan taraf signifikansinya
5 % dengan r tabel = 0,361, setelah diuji validitasnya diperoleh hasil bahwa
26 item valid dan 4 item gugur.
Tabel 5
Hasil Angket Akhlakul Karimah Siswa
Indikator Nomor Butir Jumlah
3. 1. Hubungan dengan Allah SWT 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8*, 9, 10 10
2. Hubungan dengan sesama
manusia
11, 12, 13*, 14, 15, 16, 17,
18, 19, 20*, 21, 22,
12
3. Hubungan dengan lingkungan 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29*, 30 8
Total Butir Soal 30
8. * Keterangan : Tidak Valid
b. Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas, maka dilakukan uji reliabilitas
dengan menggunakan rumus alpha cronbach dengan menggunakan
bantuan program SPSS 16.0 maka hasil yang diperoleh untuk skala
kecerdasan emosional sebanyak 27 item dengan koefisien reliabilitas 0.915.
begitu pula uji reliabilitas untuk skala akhlakul karimah siswa
menggunakan rumus alpha cronbach dengan menggunakan bantuan
program SPSS 16.0 maka hasil yang diperoleh untuk skala kecerdasan
emosional sebanyak 26 item dengan koefisien reliabilitas 0.963.
berdasarkan data tersebut berarti dapat dikatakan bahwa skala kecerdasan
emosional dan skala akhlakul karimah yang digunakan sebagai alat ukur
dalam penelitian ini memiliki keandalan reliabilitas yang memuaskan.
63
1. Analisa Data Korelasi
Analisis data korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat lemahnya
hubungan antara variabel (X) kecerdasan emosional dengan variabel (Y) akhlakul
karimah siswa. Untuk menjawab pertanyaan seberapa besar hubungan antara
variabel (X) kecerdasan emosional dengan variabel (Y) akhlakul karimah siswa
yang didesain sebagai berikut:
rxy
Gambar 1. Desain Penelitian X dan Y
Analisis Korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Moment
(PPM). Teknik analisis korelasi PPM termasuk teknik statistik parametrik yang
menggunakan data interval dan ratio dengan persyaratan tertentu. Misalnya: data
dipilih secara acak (random); datanya berdistribusi normal; data yang
dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subjek yang sama.
Kalau salah satunya tidak terpenuhi persyaratan tersebut analisis korelasi tidak
dapat dilakukan. Rumus yang digunakan Korelasi PPM adalah:
r hitung
}Y Yn.}.{X - X.{
X - XY)n(
2222
n
Y
Korelasi Pearson Product Moment dilambangkan (r) dengan ketentuan
nilai r tidak lebih dari harga (−1 ≤ r ≤ + 1). Apabila nilai r = −1artinya
korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasinya; dan r = 1 berarti
korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi nilai r sebagai berikut:
X Y
64
Tabel 6
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 − 1,000
0,60 − 1,799
0,40 − 1,599
0,20 − 1,399
0,00 − 0,199
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah
Pengujian lanjutan yaitu uji signifikansi yang berfungsi apabila peneliti
ingin mencari makna hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil Korelasi
Pearson Product Moment tersebut diuji dengan Uji Signifikansi dengan rumus:
t hitung = 𝒓 𝒏−𝟐
𝟏−𝐫 𝟐 Dimana : t = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Analisis ini penulis lakukan berdasarkan dari 3 pertanyaan berikut
ini:
1. Berapakah besar hubungan variabel X (kecerdasan emosional)
terhadap Y (akhlakul karimah siswa) ?
2. Berapakah besar sumbangan (kontribusi) variabel X terhadap Y ?
3. Buktikan apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel X
terhadap Y ?
Langkah-langkah menjawab korelasi PPM:
Langkah 1. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat :
a) Hipotesis alternative (Ha)
Terdapat hubungan positif yang nyata antara kecerdasan emosional
dengan akhlakul karimah siswa
65
b) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat hubungan positif yang nyata antara kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa
Langkah 2. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik:
Ha: r ≠ 0
Ho: r = 0
Langkah 3. Membuat tabel penolong untuk menghitung Korelasi
PPM:
Tabel 7
Besaran Uji Regresi Korelasi
N ∑X ∑Y ∑X² ∑Y² ∑XY
30 1944 1107 72404 127500 41205
Langkah 4. Mencari r hitung dengan cara memasukkan angka angka
statistik dari tabel penolong dengan rumus:
rxy = })(.}.{)(.{
)).((2222 YYNXXN
YXXYN
=
22110741205.30).(1944127500.30(
1107.19447240430
= 1225449123615037791363825000
21520082172120
= 1070145864
20112
66
= 22154
20112
= 0,907
Dengan demikian dari perhitungan diatas, maka besar hubungan
kecerdasan emosional dengan akhlakul karimah siswa maka diperoleh angka
korelasi ”r” = 0,907
D. Interpretasi Data
Setelah mengetahui nilai rxy maka penulis memberikan interpretasi
terhadap angka indeks korelasi “r” product moment dengan dua cara:
1. Memberikan interpretasi terhadap angka indeks korelasi product
moment secara kasar (sederhana)
Yaitu dengan mencocokan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi
Product Moment. Dalam perhitungan rxy ternyata angka korelasi variabel X
(Kecerdasan Emosional) dengan variabel Y (Akhlakul Karimah Siswa) bertanda
positif (korelasi berjalan searah). Dan memperhatikan besarnya rxy yang
dihasilkan yaitu sebesar 0,907 yang berada pada rentangan 0,80 – 1,00 berarti
antara variabel X dengan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat
tinggi. Hal ini sesuai dengan tabel seperti yang tertera dibawah ini:
Tabel 8
Indeks Korelasi Product Moment
Besarnya “r”
Product Moment
Interpretasi
0,00 – 0,199 Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan
tetapi korelasinya sangat lemah atau rendah sehingga korelasi itu
67
diabaikan.
0,20 – 0,399 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah
atau rendah.
0,40 – 0,599 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang
atau cukup.
0,60 – 0,799 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau
tinggi.
0,80 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat
kuat atau sangat tinggi.
2. Memberikan interpretasi terhadap angka indeks korelasi Product
Moment dengan jalan berkorelasi pada tabel nilai “r” product
moment
Dalam hal ini terlebih dahulu dibuat hipotesis alternative (Ha) dan
hipotesis nol (Ho) yaitu sebagi berikut:
c) Hipotesis alternative (Ha)
Terdapat hubungan positif yang nyata antara kecerdasan emosional
dengan akhlakul karimah siswa
d) Hipotesis nol (Ho)
Tidak terdapat hubungan positif yang nyata antara kecerdasan
emosional dengan akhlakul karimah siswa
Langkah 5. Menguji signifikansi dengan rumus t hitung
t hitung = 𝒓 𝒏−𝟐
𝟏−𝐫 𝟐 =
𝟎,𝟗𝟎𝟕 𝟑𝟎−𝟐
𝟏− 𝟎,𝟗𝟎𝟕𝟐 =
𝟒.𝟕𝟗𝟖
𝟎,𝟒𝟐𝟏 = 11,396
kaidah pengujian:
jika t hitung ≥ t tabel maka tolak Ho artinya signifikan dan
jika t hitung ≤ t tabel maka terima Ho artinya tidak signifikan
berdasarkan perhitungan di atas, α = 0,05 dan n = 30, uji satu pihak;
68
dk = n – 2 = 30 – 2 = 28 sehingga diperoleh t tabel = 1,701 ternyata t hitung lebih
besar dari t tabel atau 11,396 > 1,701, maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlakul karimah siswa.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi
positif (signifikan) yang diberikan oleh kecerdasan emosional dalam
menumbuhkan akhlakul karimah siswa di MTs Al Hidayah Kota Bekasi.
Langkah selanjutnya adalah mencari besarnya sumbangan (kontribusi)
variabel X terhadap Y dengan rumus:
KP = r 2 x 100%
KP = 0,907² x 100% = 82,26 %
Artinya variabel kecerdasan emosional memberikan kontribusi terhadap
akhlakul karimah sebesar 82,26% dan sisanya 17,74% ditentukan oleh variabel
lain.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan dii MTs. Al-Hidayah Kota Bekasi, tentang
hubungan kecerdasan emosional dengan akhlakul karimah siswa dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa
kecerdasan emosional siswa MTs. Al-Hidayah Kota Bekasi, dalam
proses kegiatan belajar mengajar di kelas VII tergolong sangat baik, hal
ini berdasarkan kepada hasil penelitian pada BAB IV, yaitu dengan
melihat sikap siswa kepada kemampuan untuk mengenali emosinya yang
merupakan kunci keberhasilannya dalam mencapai akhlakul karimah.
2. Kondisi akhlakul karimah siswa di MTs. Al-Hidayah Kota Bekasi
tergolong baik, hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian BAB IV, yaitu
dengan menguji pada 3 (tiga) aspek akhlak. Hubungan kepada Allah,
hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan.
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada MTs. Al-Hidayah Kota
Bekasi, maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang
70
signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlakul karimah siswa.
Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya hasil perhitungan yang didapat
dengan nilai rxy = 0,907 yang terletak pada kategori sangat kuat atau
sangat tinggi. Oleh karena itu semakin baik kecerdasan emosionalnya
maka akan semakin baik pula akhlakul karimah siswa.
B. Saran- saran
1. Sudah seharusnya bagi pendidik untuk tidak lagi beranggapan bahwa
siswa yang prestasi belajarnya tinggi hanya dipengaruhi intelektual
semata, sehingga melupakan kecerdasan emosional dalam proses belajar.
Kecerdasan emosional memiliki peran yang cukup penting dalam proses
peninggkatan pembelajaran dan pembentukan akhlakul karimah siswa
untuk kehidupan sehari-hari.
2. Untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kecerdasan emosional
yang berperan dalam akhlakul karimah siswa baik di sekolah maupun di
lingkungan sekitarnya, maka disarankan kepada pihak sekolah terutama
guru-guru pengajar agar memasukkan unsur-unsur kecerdasan emosioal
dalam menyampaikan materi serta melibatkan emosi siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Selain guru orang tua pun tetap berperan dalam membimbing dan
mengarahkan perkembangan kecerdasan emosional dan akhlakul
karimah siswa dengan cara mengawasi sikap siswa di rumah agar siswa
selalu dapat memutuskan permasalahan dengan baik dan dapat bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, “Psikologi Umum”, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Ardani, M. “Akhlak-Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadah
dan Tasawuf), Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, Cet. Ke-1
Arikunto, Suharsimi “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta:
Rineka Cipta, 2005.
Amstrong, Thomas “Setiap Anak Cerdas!”, Jakarta: Gramedia, 2003.
Asmaran, AS, “Pengantar Study Akhlak”, Jakarta: CV. Rajawali, 1992, Cet. Ke-1,
Cooper, Robert K. dan Sawaf, Ayman. “Executive EQ,”, penerjemah Alex Tri
Kantjono Widodo, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
----------------, “Emotional Intellegence in Leadership and Organizations”
“Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi”, Terj,
Alex Kanctjono Widodo, Jakarta: Gramedia, 2002.
Daradjat, Zakiah “Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah”, Jakarta:
Ruhama, 1984. Cet. Ke-2.
Djatnika, Rachmat “Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1992, cet ke- 1
Echols, John M. dan Shadily, Hassan “Kamus Inggris Indonesia”, Jakarta:
Gramedia, 1980.
Effendi Usman. E dan Juhaya, Praja. S, “Pengantar Psikologi” Bandung:
Angkasa,1985.
72
Gerungan, W.A. “Psikologi Sosial”, Bandung: Eresco, 1988, cet. Ke-I.
Ginanjar, Agustian, Ary “ESQ EmotionalSpiritual Quostient” Jakarta: Arga,
2001.
--------------------------,.“ESQ: The ESQ Way 165; 1 Ihsan 6 Rukun Iman dan 5
Rukun Islam”, Jakarta: Arga, 2006.
Goleman, Daniel “Emotional Intelligence”, Kecerdasan Emosinal”, alih bahasa
Hermaya T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
--------------------,. “Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi”. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Hernowo, “Belajar-Mengajar Berbasiskan Emosi “, Jakarta: MLC, 2005.
Hartati, Netty et.all., “Islam dan Psikologi”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004.
Hadi, Sutrisno “Metodologi Research”, Yogyakarta: Andi Offest, 1992.
Ibda, Fatimah, “Emotional Intellegence dalam Dunia Pendidikan”, Banda Aceh:
Fakultas Tarbiyah, IAIN Ar-Raniry, Jurnal Didaktika, Vol.2 No. 2,
2000.
Iska, Zikri Neni, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Kizi Brother’s, 2011
Jalaludin, “Psikologi Agama”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Katsir, Ibnu“Al-Mishbah Munir fi Tahzibi: Tafsir Ibnu Katsir” , Riyadh,
Daarulsalam: 2000.
Kountur, Ronny “Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis”,
Jakarta: PPM, 2003.
73
Lamis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wal A’lam, Beirut: Darul Masyrik, 1986,
Cet. Ke- 28
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, cet.ke-II
Masam Alfat, Dkk, “Akidah Akhlak”, Semarang: CV. Toha Putra, 1994, Cet. Ke-
1.
Munandir, “Enslikopedia Pendidikan”, Malang, UM Press, 2001.
Nata, Abuddin, “Manejemen Pendidikan”, Bogor: Kencana, 2003
.........................., “Manjemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia”, Jakarta: Kencana, 2008 Ed. 2, Cet 3.
......................., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, Cet.
Ke-1
Najati, M. Ustman “Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa”, Bandung: Pustaka, 1985.
--------------------,. “Jiwa Manusia dalan Suratan Al-Qur’an”, Jakarta:
Cendikiawan Sentra Muslim, 2001.
Nipan Abdul Halim, M. “Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji”, Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2000.
Patton, Patricia, “Kecerdasan Emosional Landasan Untuk Meraih Sukses Pribadi
& Karir’, Jakarta: Mitra Media, 2000.
-----------------,. ”EQ Pelayanan Sepenuh Hati”, Jakarta: Pustaka Delapratasa,
2000.
Pertiwi, Aprilia F. “Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak”, Jakarta:
Gramedia, 1997.
Pratiwi M.Si, “Panduan Penulisan Skripsi”, Jogyakarta: Tugu Publisher, 2009
74
Poerwadarminta, W.J.S. “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai
Pustaka, 1991.
Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Riduwan . M. “Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula”, Bandung: Alfabeta, 2009 cet. Ke 6
Riyanto, Yatim “Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu Tujuan Dasar”,
Surabaya: SIC, 1996.
Rose, Colin dan Nicholl, Malcom J, “Cara Belajar Cepat Abad XXI”, penerjemah
Dedy Ahimsa, Bandung: Nuansa, 2002.
Sabri. M. Alisuf “Psikologi Pendidikan”, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
-------------------,. “Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan”, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2001.
Sarwono, Sarlito, Wirawan, “Psikologi Remaja”, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997. cet. Ke-4.
Setiadi, A.V Aryaguna, “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan
Keberhasilan Bermain Game”, Surabaya: Universitas Surabaya,
Anima, Indonesia Psychological Journal, 2001.
Semiawan, Conny R. “Belajar dan Pembelajarandalam Taraf Pendidikan Usia
Dini”, Jakarta: Prenhallindo, 2002.
Segal, Jeanne “Melijitkan Kepekaan Emosional”, Bandung: Kaifa, 2002.
Shaleh, Abdul Rahman dan Wahab, Muhbib Abdul “Psikologi Suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam”, Jakarta: Kencana, 2004.
75
Shapiro, Lawrence E.”Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak”
Jakarta: Gramedia, 1997.
--------------------,. “Mengajarkan Emosional Intelligence”, terj, Alel Tri
Kantcono, Jakarta: Gramedia, 1998.
Shihab, M. Quraish, “Wawasan Al-Qu’an”, Bandung: Mizan, 1996, cet 3,
Sjarkawi, “Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional
dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri”, Jakarta:
Bumi Aksara, 2006.
Slameto, “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”, Jakarta: Bina
Aksara, 1988.
Soerdjabrata, Soemadi, “Psikologi Pendidikan”, Jakarta: CV. Rajawali, 1981.
Stein, Steven J. & Howard E. Book, “Ledakan EQ” penerjemah Trinanda Rainy
Januarsari, Bandung: Kaifa, 2002.
Suharsono, “Melejitkan IQ, IE dan IS” Depok: Intisari Press, 2002.
------------, “Mencerdaskan Anak”, Depok, Inisiasi Press, 2003.
Suharto. Dedhi Ak, Qur’anic Quotient (QQ), Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003.
Sudijono, Anas. “Pengantar Statistik Pendidikan” Jakarta: PT.RajaGrafindo,
2000.
Suradji, “Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits”, Jakarta: Pustaka al-
Husna Baru, 2006.
Syamsudin, Abin Makmun, “Psikolagi Pendidikan”, Bandung: IKIP, 1994.
Syah, Muhibin “Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru”, Bandung:
Rosdakarya, 2001.
76
Tirtonegoro, Sutratinah “Anak Supernormal dan Program Pendidikannya”,
Jakarta: PT Bina Aksara.
Tebba, Sudirman , “Hidup bahagia Cara Sufi”, Jakarta: Pustaka Irvan, 2007, cet.
II.
Usman, Moh. Uzer “Menjadi Guru Profesional”, Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2005.
Wahyono, Tekad “Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik”,
Surabaya: Universitas Wangsa Manggala, Anima, Indonesian
Psychological Journal, 2001.
Winkel, W.S “Psikologi Pengajaran”, Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Yusuf, Syamsu, “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, Bandung: Rosda
Karya, 2004.
NO X Y ∑X ∑Y ∑XY
1 79 47 6241 2209 3713
2 76 41 5776 1681 3116
3 75 41 5625 1681 3075
4 74 41 5476 1681 3034
5 72 40 5184 1600 2880
6 71 40 5041 1600 2840
7 69 40 4761 1600 2760
8 69 39 4761 1521 2691
9 68 39 4624 1521 2652
10 68 39 4624 1521 2652
11 67 39 4489 1521 2613
12 67 38 4489 1444 2546
13 66 37 4356 1369 2442
14 66 36 4356 1296 2376
15 66 36 4356 1296 2376
16 64 36 4096 1296 2304
17 64 36 4096 1296 2304
18 62 36 3844 1296 2232
19 62 36 3844 1296 2232
20 62 36 3844 1296 2232
21 62 36 3844 1296 2232
22 61 36 3721 1296 2196
23 61 34 3721 1156 2074
24 61 34 3721 1156 2074
25 60 34 3600 1156 2040
26 60 33 3600 1089 1980
27 60 32 3600 1024 1920
28 59 32 3481 1024 1888
29 47 32 2209 1024 1504
30 46 31 2116 961 1426
N = 30 1944 1107 127496 41203 72404
Tabel 2
Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator Pernyataan Jumlah ∑
Positif Negatif + -
1. 1. Mengenali emosi 1.1 Kesadaran diri 1 6 1 1 2
1.2 Kemampuan untuk
mengendalikan dorongan
hati
11 16 1 1 2
1.3 Kemampuan untuk
mengetahui perasaan yang
muncul dalam diri
21 26 1 1 2
2. Mengelola emosi 2.1 Toleransi terhadap frustasi 2 7 1 1 2
2.2 Berkurangnya perlaku
agresif atau merusak diri
sendiri
12 17 1 1 2
2.3 Mampu untuk menghibur
diri sendiri
22 27 1 1 2
3. Memotivasi diri 3.1 Mampu mengendalikan
dorongan hati
3 8 1 1 2
3.2 Memiliki harapan yang
tinggi
13 18 1 1 2
3.3 Berkreasi 23 28 1 1 2
4. Mengenali emosi
orang lain.
4.1 Mampu membaca emosi
orang lain
4 9 1 1 2
4.2 Menumbuhkan rasa
empati
14 19 1 1 2
4.3 Terampil bergaul 24 29 1 1 2
5.Membina
hubungan dengan
orang lain
5.1 Mampu bekerja sama
5 10 1 1 2
5.2 Mampu berinteraksi
kepada orang lain dengan
baik
15 20 1 1 2
5.3 Meningkatkan jaringan
sosial
25 30 1 1 2
Jumlah pernyataan 15 15 30
Tabel 3
Butir-Butir Instrumen Kecerdasan Emosional
N0. Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S TS STS
1. Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar.
2. Saya tetap belajar walau tidak ada ulangan.
3. Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester.
4. Saya bersedia mendengar keluh kesan teman saya.
5. Pada hari pertama masuk sekolah saya dapat dengan cepat
beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
6. Saya merasa santai kalau dimarahi orang tua.
7. Saya sering terlambat datang ke sekolah.
8. Saya tidak mempunyai target dalam belajar.
9. Saya tidak merasa takut melihat film yang penuh kekerasan di
TV.
10. Saya tidak disukai oleh teman saya.
11. Saya tahu kalu saya sedang sedih.
12. Saya selalu belajar sesuai dengan jadwal yang telah saya susun.
13. Saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di
antara teman-teman sekelas.
14. Saya menghormati pendapat orang lain.
15. Saya selalu menyapa bapak guru bila bertemu dengan mereka.
16. Saya merasa banyak kekurangan dibandingkan dengan orang
lain.
17. Saya merasa perlu membalas ejekan teman kepada saya.
18. Saya enggan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di luar
sekolah.
19. Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal.
20. Saya merasa bahagia melihat teman yang tidak saya sukai
sedih.
21. Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat
menganggu kesulitan saya dalam belajar.
22. Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian.
23. Saya dapat menerima pikiran orang lain meskipun berbeda
dengan pemikiran saya.
24. Saya mempunyai target yang tinggi dalam belajar.
25. Saya mudah bergaul dengan teman yang tidak sekelas denga
saya.
26. Saya tetap gugup dalam mengerjakan soal ulang meskipun saya
sudah belajar.
27. Saya tidak sedih bila kehilangan barang kesayangan saya.
28. Saya rajin mengikuti kegiatan sosial untuk mendapt penilaian
baik dari orang tua, guru, teman-teman maupun masyarakat.
29. Saya merasa tidak sedih ketika melihat berita bencana di TV.
30. Bila memasuki lingkungan baru, saya merasa harus memakai
sepatu dan tas baru juga.
KET:
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju,
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju.
DAFTAR REFERENSI
BAB NO FOOTNOTE HALAMAN
SKRIPSI
HALAMAN
REFERENSI
PARAF
PEMBIMBING
I
1 Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan
Dosen serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Thun 2003 tentang Sisdiknas (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, 2006)
1 46
2 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional alih bahasa
Hermaya T. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996)
h. 60-61
2 60-61
3 Asmoroman, AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1992) 3 1
II
4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2002) 8 96
5 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. 12, h. 211 8 211
6 Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas! (Jakarta:
Gramedia, 2003), h. 19 8 19
7 M. Alisuf Sabri. Psikologi Pendidikan. (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 115 9 115
8 Munandir, Enslikopedia Pendidikan, (Malang, UM
Press, 2001) 9 122
9 Suharsono. Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press,
2003) 9 43
10 Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, Cara Belajar Cepat 9 58-60
Abad XXI, penerjemah Dedy Ahimsa (Bandung: Nuansa,
2002)
11 Aprilia F. Pertiwi, Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Anak (Jakarta: Gramedia, 1997) 10 16
12 Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam
Taraf Pendidikan Usia Dini, (Jakarta: Prenhallindo,
2002) h, 11-12
11 11-12
13 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1980) 11 21
14 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan
Sekolah. (Jakarta: Ruhama, 1984) 11 88
15 Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ
Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan
Organisasi, penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002)
11 XIV
16 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional alih bahasa
Hermaya T. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996) 11,12 7,411
17 Netty Hartati, et.all., Islam dan Psikologi (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004) 12 90
18 Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui
Kerja Sistem Limbik, (Surabaya: Universitas Wangsa
Manggala, Anima, Indonesian Psychological Journal,
2001)
12,13 37, 38-39
19 Fatimah Ibda, Emotional Intellegence dalam Dunia
Pendidikan (Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah, IAIN Ar-
Raniry, Jurnal Didaktika, Vol.2 No. 2, 2000)
12 132
20 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Bandung: Rosda Karya, 2004) 12 115,168
21 Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib abdul Wahab, 13 168
Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,
(Jakarta: Kencana, 2004)
22 Zikri Neni Iska, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta:
Kizi Brother’s, 2011) 13 103
23 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan
Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001) 13 74
24 Steven J. Stein & Howard E. Book, Ledakan EQ: 15
Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional meraih Sukses.
penerjemah Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi
Murtanto, (Bandung: Kaifa, 2002)
15 30
25 Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) 15 97
26 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai
Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000)
16 9
27 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional
Intelligence, terj, Alel Tri Kantcono, (Jakarta: Gramedia,
1998)
16 5
28 Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi Terj, Alex Tri Kantjono
Widodo, Emotional Intellegence in Leadership and
Organizations, (Jakarta: Gramedia, 2002)
17 XV
29 Suharsono, Melejitkan IQ, IE dan IS (Depok: Intisari
Press, 2002) 17 8
30 Patricia Patton, Kecerdasan Emosional Landassan Untuk
Meraih Sukses Pribadi & Karir (Jakarta: Mitra Media,
2000)
17 24
31 Jeanne Segal, Melijitkan Kepekaan Emosional
(Bandung: kaifa, 2002) 18 27
32 Hernowo, Belajar-Mengajar Berbasiskan Emosi
(Jakarta: MLC, 2005 ) 18 12
33 Abuddin Nata, Manejemen Pendidikan, (Bogor: Kencana,
2003) 19 45
34 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qu’an (Bandung:
Mizan, 1996) 19 280
35 Depag, Alquran dan terjemahnya (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al Qur’an, 1971) 20 370
36 Abuddin Nata, Manjemen Pendidikan: Mengatasi
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2008)
24 43
37 Aprilia Fajar Pertiwi, Seri Ayah Bunda: Mengembangkan
Kecerdasan Emosi Anak, (Jakarta: Yayasan Aspirasi
Pemuda: 1997)
25 43
38 Masam Alfat, Dkk, Akidah Akhlak, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1994) 27 60
39 Rachmat Djatnika, Isitem Etika Islami (Akhlak Mulia),
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992) 28 26
40 M. Ardani, Akhlak-Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budi
Pekerti Dalam Ibadah dan Tasawuf), (Jakarta: CV. Karya
Mulia, 2001)
28 25
41 Lamis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wal A’lam,
(Beirut: Darul Masyrik, 1986) 28 194
42 Suradji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits,
(Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2006) 28 4
43 Asmaran, AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1992) 28 1
44 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996) 29 4
45 M. Ardani, Akhlak-Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budi
Pekerti Dalam Ibadah dan Tasawuf) 29 28-29
46 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, ( Jakarta: Kalam
Mulia, 2001) 30 2
47 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999) 30 11
48 M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak
Terpuji,(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000) 35 89
49 Sudirman Tebba, Hidup bahagia Cara Sufi, (Jakarta:
Pustaka Irvan, 2007) 39 13
50 M. Abdul Quasem Kami, Etika Al-Ghazali, (Bandung:
Pustaka, 1988) 43 95
51 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco,
1988) 44 180
52 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan
Sekolah,(Jakarta: Ruhama, 1995) 45 77
53 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1997) 45 129
III
54 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-
Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta,
2009)
49 50
55 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
50 108-109
56 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: andi
Offest, 1992) 51 151
IV 57 Databes MTs Al Hidayah Kota Bekasi Tahun 2011
59 -
UJI REFERESI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan
Akhlakul Karimah Siswa di Mts. Al-Hidayah Kota Bekasi” yang disusun oleh Didi Ahmad Mursidi, NIM 206011000035
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diuji
kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal1 Juli 2011.
Jakarta, 1 Juli 2011
Dosen Pembimbing Skripsi I
Dra. Zikri Neni Iska, M. Psi
NIP: 196902061995032001