josetta maria remila tupattinaja: cemas : normal atau...

30
Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Upload: dangdiep

Post on 19-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Page 2: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .......................................................................................... i

Daftar Isi ...................................................................................................ii

Bab I. PENDAHULUAN .........................................................................1

Bab 11. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................4

1. Batasan Perilaku Normal dan Tidak Normal (abnormal) ............4

2. Gambaran tentang Anxiety ..........................................................8

a. Jenis-jenis Anxiety Disorders ...................................................9

1. Panic Disorder ......................................................................11

2. General Anxiety Disorder .....................................................15

b. Etiologi Anxiety Disorder .......................................................17

c. Penanganan terhadap Anxiety Disorder ..................................22

Bab III. Cemas : Normal atau Tidak Normal ............................................26

Bab IV. Kesimpulan ..................................................................................27

Daftar Pustaka

ii

Page 3: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

BAB I

PENDAHULUAN

Bila dicermati lebih jauh, dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1998 kehidupan kita

sebagai masyarakat di negeri Indonesia tercinta ini sering di warnai situasi yang tidak

nyaman. Beberapa kali terjadi perubahan dan kenaikan harga barang-barang kebutuhan

pokok maupun kebutuhan pendukung lainnya. Belum lagi kerusuhan yang melanda di

beberapa kota yang meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan sehari-hari yang biasa dijalani

dan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

orang dewasa lainnya. Demonstrasi dari berbagai kelompok masyarakat juga semakin marak.

Jika dulu, di tahun 1980-an, kegiatan demonstrasi merupakan hal yang unik dan menjadi

tontonan walaupun mendebarkan, sekarang justru relatif tidak mendapat perhatian

masyarakat lagi. Terlalu seringnya melihat atau mendengar kata demonstrasi membuat

masyarakat tidak gentar lagi dan bersembunyi di rumah. Mereka tetap menjalani rutinitas

kehidupan sehari-hari sebagaimana biasanya, asalkan tetap berhati-hati dan menghindari

daerah-daerah sasaran demonstrasi di gelar.

Ternyata serangkaian kejadian atau perubahan yang terjadi selama beberapa tahun

belakangan ini belum juga tuntas. Di awal tahun 2003, kembali masyarakat Indonesia harus

berhadapan dengan perubahan tarif dasar listrik, peningkatan biaya telepon dan air serta

harga BBM - yang tentu saja akan diikuti dengan serangkaian perubahan harga-harga

kebutuhan dasar pokok, yang tidak mau atau tidak dapat ketinggalan, terpaksa harus

‘melonjak’.

Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada para pengusaha yang harus tetap menjaga

ritme produksi agar bisa terus memproduksi, tetapi juga berpengaruh pada rakyat kecil yang

bertanya-tanya mengapa mereka juga harus menanggung kesulitan ini.

1

Page 4: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Ketidak-mampuan seseorang dalam menghadapi perubahan yang demikian cepat

dan dirasakan semakin bertambah berat dapat menimbulkan perasaan cemas karena

ketidak-mampuan atau ketidakberdaya untuk apa-apa selain mengikuti saja alur keputusan

yang ada dan berupaya melewati hari demi hari sebagaimana adanya.

Kecemasan, yang menurut kamus lengkap psikologi disebut sebagai anxiety ini, oleh

Neale (2001) digambarkan sebagai suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan.

Sebagaimana diketahui, perasaan manusia ada yang positif, seperti bahagia, gembira, senang -

tetapi ada juga yang negatif, seperti kecewa, bingung, khawatir dan sebagainya. Tidak ada

satupun dari kita yang memilih untuk mengembangkan perasaan negatif. Tetapi seringkali

kita tidak punya pilihan lain, selain menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan dan harus

masuk kedalam perasaan yang negatif.

Ilustrasi cerita yang disampaikan Acocella dkk (1996) tentang Richard Benson adalah

salah satu contoh individu yang mengalami anxiety. Pria berusia 37 tahun ini sering kelihatan

seperti sedang mendapat serangan jantung secara tiba-tiba; dia mengalami kesakitan di

bagian dada dan jantung yang berdebar-debar, mati rasa dan nafas yang pendek-pendek.

Masa kecilnya memang pernah mengalami infeksi pada kandung kemih dan ginjal tetapi

sudah sembuh sejak usia 11 tahun. Namun pengalamannya saat kecil membuat ia yakin dan

memastikan dirinya belum sembuh sehingga ia mudah panik dengan nafas yang pendek dan

cepat jika berada di suatu lokasi yang tidak dikenal sementara ia tidak menemukan kamar

kecil saat ia merasa butuh buang air kecil. Hat ini berkepanjangan hingga ia dewasa, ia tidak

dapat bertahan lama untuk melakukan pekerjaannya, apalagi yang menuntutnya untuk pergi

ke kantor lain yang sulit baginya untuk dapat segera menemukan kamar mandi.

Kasus lain yang juga mencerminkan gejala anxiety adalah adanya rasa takut yang

berlebihan terhadap suatu objek atau situasi tertentu.

2

Page 5: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Jika objek tersebut adalah ular misalnya, maka kecemasan yang muncul dalam diri

seseorang dapat dikatakan sebagai suatu perasaan yang wajar dan memang sudah

semestinya demikian. Tetapi jika ternyata yang ditakutinya adalah terowongan, ruangan

tertutup, kerumunan orang atau berada di dalam lift, elevator dan sejenisnya maka hal ini

dapat menjadi eksklusif. Maksudnya adalah hanya dialami oleh beberapa orang saja

sementara sebagian besar orang lain umumnya tidak mengalami kecemasan.

Sebenarnya masih banyak contoh kasus yang menceminkan adanya anxiety dan perlu

ditangani secara profesional sehubungan dengan pikiran atau perasaan maupun tindakan

mereka yang tidak lazim atau tidak umum dialami oleh kebanyakan orang.

Masyarakat melihat normal-tidaknya suatu perilaku seseorang terpulang pada dua

pertanyaan dalam mendefinisikan istilah tidak-normal (abnormal), yang oleh Acocella dkk

(1996) diuraikan sebagai pertama, bagaimana masyarakat meletakkan batasan antara

perilaku yang dapat diterima (acceptable behavior) dan perilaku yang tidak dapat diterima

(unacceptable behavior). Kedua, masyarakat melihat perilaku yang tidak dapat diterima

(unacceptable behavior) sebagai gangguan (disorder) daripada sekedar perilaku yang tidak

diinginkan (undesirable).

Dengan gambaran seperti tersebut maka dapatkah dikatakan bahwa perasaan cemas

atau kecemasan atau anxiety menghadapi perubahan dan kesulitan hidup yang beruntut

merupakan suatu fenomena yang menggambarkan atau yang mengarah ke perilaku yang

normal, ataukah tidak-normal (abnormal) ?. Sementara kita tahu bahwa setiap individu

dalam menjalani kehidupan ini bisa saja secara sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka

harus masuk kedalam suatu situasi yang bisa menimbulkan perasaan cemas.

3

Page 6: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Batasan Perilaku Normal dan Tidak Normal (abnormal)

Acocella dkk (1995) memberikan beberapa kriteria dalam upaya memahami apakah

suatu perilaku dapat dikatakan normal atau tidak normal (abnormal), walaupun mungkin

yang paling umum adalah norma-norma yang ada dalam satu masyarakat. Adapun kriteria

tersebut adalah:

1. Norm Violation:

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah mahluk sosial sehingga ia selalu

berada bersama-sama dengan manusia lain dalam satu komunitas. Di setiap

komunitas ada tata-cara atau norma-norma yang mengatur perilaku dari setiap

manusia yang di dalamnya saling berinteraksi satu dengan lainnya. Tata cara atau

norma ini merupakan aturan main yang bisa saja berlaku sama pada dua atau

beberapa komunitas, tetapi juga bisa berbeda. Oleh sebab itu, satu perilaku yang

diterima sebagai peritaku yang ‘benar’ bisa saja menjadi perilaku yang ‘salah’ jika

kita berada pada komunitas lain.

“Every human groups lives by a set of norms - rules that tell us what it it ‘right’

and ‘wrong’ to do, and when and where and with, whom.”

Jika lingkungan komunitas dimana seseorang itu berada termasuk kecil dan terintegrasi

dengan baik maka ketidaksetujuan terhadap norma yang berlaku juga semakin kecil.

Sebaliknya, jika ternyata lingkungan komunitasnya besar dan merupakan masyarakat yang

kompleks lebih mungkin menimbulkan ketidak-setujuan mengenai mana perilaku yang

diterima dan mana yang tidak.

4

Page 7: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

2. Statistical Rarity:

Kriteria ini berdasaran sudut pandang statistik yang menyatakan bahwa suatu perilaku

itu normal atau tidak normal (abnormal) tergantung pada dimana perilaku tersebut

muncul. Suatu perilaku dinyatakan abnormal jika berada pada titik deviasi dari

penyebaran rata-rata, baik itu rata-rata atas maupun rata-rata bawah dari kurve normal.

“abnormality is any substantial deviation from a statistically calculated

average. Those who fall within the ‘golden mean’ -those, in short, who do

what most other people do - are normal, while those behavior differs from

what of the majority are abnormal.”

3. Personal Discomfort:

Penetapan suatu perilaku apakah normal atau tidak normal (abnormal) tergantung pada

penghayatan masing-masing individu atas pengalaman atau aktivitas kehidupannya

sehari-hari. Kriteria ini lebih liberal karena tidak ditetapkan oleh pihak di luar dirinya

sebagaimana dua kriteria sebelumnya, melainkan ditentukan oleh normalitas keadaan diri

mereka sendiri. Memang kelemahan dari kriteria ini adalah karena tidak adanya standar

untuk mengevaluasi perilaku itu sendiri, tetapi banyak digunakan dalam sesi psikoterapi

dimana penetapan perilaku seseorang bukan dari orang lain tetapi oleh diri mereka

sendiri yang menetapkan apakah mereka merasa tidak bahagia (unhappy) dengan

beberapa aspek dalam kehidupannya.

“If people are content with their lives, then their lives are of no concern to the

mental health establishment. If, on the other hand, they are distressed over

their thoughts or behavior, then they require treatment”

5

Page 8: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

4. Maladaptive Behavior:

Kriteria ini bisa tumpang-tindih dengan kriteria pertama (norm violation) karena

perilaku normal atau tidak normal (abnormal) menurut kriteria ini berkaitan dengan

adaptif-tidaknya suatu perilaku. Jika seseorang menampilkan perilaku yang sesuai

dengan tuntutan lingkungan sekitar maka perilakunya termasuk kategori normal.

Sebaliknya, jika ternyata perilaku yang ditampilkan tidak sesuai dengan tuntutan

lingkungan sekitar maka perilakunya adalah perilaku yang tidak-normal (abnormal).

“Many norms are rules for adapting our behavior to our own and our

society’s requirements”

5. Deviation from an Ideal:

Yang menjadi tolok ukur dalam menetapkan tidak normalnya (abnormal) suatu perilaku

adalah segala penyimpangan dari ideally well adjusted personality. Hal ini berkaitan

dengan teori-teori psikologis yang pada akhirnya membuat individu mengatakan bahwa

dirinya tidak normal atau minimal membutuhkan penanganan psikologis, sekalipun

tidak ada simptom-simptom yang nyata.

“Several psychological theories describes an ideally well-adjusted

personality, any deviation from which is interpreted as abnormal, to a greater

or lesser degree.”

6. A Combined Standard:

Psikolog saat ini lebih melihat suatu perilaku tidak hanya berdasarkan fakta-fakta ilmu

atau sekedar nilai-nilai sosial tetapi merupakan penggabungan dari fakta dan nilai yang

berlaku, sebagaimana yang dikombinasikan pada Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder (DSM).

“The definition of mental disorder must rest on both facts and values.”

6

Page 9: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Maher dkk (dalam Acocella, 1995) mengemukakan 4 kategori dasar dari suatu

perilaku sebagai indikasi dari gangguan mental, yaitu:

1. Tingkah laku yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain tanpa

memperhatikan minat dirinya.

2. Kontak realitas yang rendah.

3. Reaksi emosi yang tidak tepat terhadap situasi interaksi.

4. Tingkah laku yang erratic, yang tidak dapat diprediksikan.

Upaya memahami perilaku yang tidak normal (abnormal) juga disampaikan oleh

Neale dkk (2001). Kriteria yang diajukan hampir sama dengan yang diajukan oleh Acocella

dkk, yaitu yang berkaitan dengan statistical frequency dan violation of norms, juga adanya

personal distress yang relatif sama dengan kriteria ke-3 yaitu personal discomfort. Tetapi

selain ketiga hal tersebut, ia juga mengajukan kriteria disability or dysfunction dan

unexpectedness. Disability or dysfunction berkaitan dengan terkendalanya individu dalam

menjalani kegiatan di beberapa area kehidupannya, seperti pekerjaan atau dalam menjalin

hubungan personal karena keabnormalannya. Distress dan disability dianggap abnormal

ketika hal tersebut merupakan respon yang tidak diharapkan terhadap stresor lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa suatu perasaan cemas atau

kecemasan atau anxiety dapat dikatakan normal jika :

1. Hampir seluruh atau sebagian besar orang lain juga mengalami kecemasan.

2. Individu itu sendiri tidak merasa terganggu secara emosional akan perasaan cemasnya.

Maksudnya, ia tahu bahwa ia cemas hanya saja hal tersebut tidak membuatnya terkendala

dalam menjalani aktivitas sehari-harinya, baik yang berkaitan dengan aktivitas belajar,

pekerjaannya maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari/bergaul. Ia

7

Page 10: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

bisa tetap berkarya serta memahami dan mentaati peraturan atau norma sosial yang

berlaku.

Jika ternyata individu mengalami hal yang justru sebaliknya, maka dapat dikatakan bahwa

anxiety yang dialami tidak-normal.

II. 2.Gambaran tentang Anxiety

Neale dkk (2001) mengatakan bahwa anxiety sebagai perasaan takut yang tidak

menyenangkan dan apprehension, dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatotogis

sehingga mengalami apa yang disebut gangguan kecemasan atau anxiety disorder.

Walaupun sebagai orang normal, diakui atau tidak, kita bisa saja mengalami anxiety, namun

anxiety pada orang normal berlangsung dalam intensitas atau durasi yang tidak

berkepanjangan sehingga individu dapat tetap memberikan respon yang adaptif.

Untuk memahami anxiety yang mempengaruhi beberapa area dari fungsi-fungsi

individu, Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa anxiety seharusnya melibatkan atau

memiliki 3 komponen dasar, yaitu :

1. Adanya ungkapan yang subjektif (subjective reports) mengenai ketegangan, ketakutan

dan tidak adanya harapan untuk dapat mengatasinya.

2. Respon-respon perilaku (behavioral responses), seperti menghindari situasi yang ditakuti,

kerusakan pada fungsi bicara dan motorik, dan kerusakan tampilan untuk tugas-tugas

kognitif yang kompleks.

3. Respon-respon fisiologis (physiological responses), termasuk ketegangan otot,

peningkatan detak jantung dan tekanan darah, nafas yang cepat, mulut yang kering,

nausea, diare dan dizziness.

Akhirnya, anxiety menjadi gangguan dan diagnosa anxiety disorder dapat ditegakkan

ketika individu menyatakan bahwa ada

8

Page 11: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

perasaan cemas yang secara nyata dialami secara subjektif dan hal ini mengganggu aktivitas

sehari-hari serta menimbulkan beberapa respon fisiologis yang tidak nyaman. Anxiety dapat

dialami dalam beberapa cara yang variatif.

II.2.a. Jenis-jenis anxiety disorder

Untuk dapat memahami anxiety disorder secara menyeluruh maka menurut Neale

dkk (2001) ada 6 kategori utama yang termasuk di dalamnya, yaitu terdiri dari :

1. Panic Disorder, yang umumnya diawali dengan panic attacks atau serangan panik

berulang yang ditandai dengan adanya gejala fisiologis, seperti pusing, detak jantung

yang cepat, gemetar, perasaan tercekik dan ketakutan ‘menjadi gila’ atau ‘mau mati’.

2. Generalized Anxiety Disorder dikarakteristikan dengan kekhawatiran yang tidak dapat

dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepete/ tidak utama.

3. Phobia yaitu perasaan takut dan menghindar terhadap objek atau situasi yang realitanya

atau kenyataannya tidak berbahaya.

4. Obssessive-compulsive disorder ditandai dengan adanya ide-ide dalam pikiran yang

muncul secara berulang-ulang dan tidak terkendali, serta menimbulkan perilaku yang

berulang atau adanya tindakan mental.

5. Posttraumatic stress disorder merupakan akibat dari pengalaman traumatik dari suatu

kejadian disertai gejala peningkatan arousal dan dorongan kuat untuk menghindari

stimulus yang berhubungan dengan trauma tersebut.

6. Acute stress disorder, gejalanya sama dengan posttraumatic stress disorder yang terjadi

secara langsung dan bertahan selama 4 minggu atau kurang.

9

Page 12: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Sedangkan yang diajukan oleh Acocella dkk (1996) adalah adanya 3 pola dasar

dalam memahami gejala-gejala anxiety disorder yang dialami oleh seseorang, yaitu yang

berkaitan dengan panic disorder dan generalized anxiety disorder, phobias serta obsessive

compulsive disorder. Secara umum dikatakan bahwa kecemasan pada penderita panic

disorder dan generalized anxiety disorder tidak terfokus

“..either it is with the person continually or it seems to descend ‘out of

nowhere’, unconnected to any special stimulus.”

Pada phobia, ketakutan muncul/ditimbulkan oleh suatu objek atau situasi yang di

identifikasikan sebagai hal yang menakutkan, walaupun sebenarnya baik objek maupun

situasi itu sendiri tidaklah menakutkan. Sementara pada penderita obsessive compulsive

disorder, kecemasan muncul ketika ia tidak mampu memutuskan kaitan antara munculnya

pemikiran-pemikiran secara intens dengan/atau tidak diikuti dengan memunculkan

perilaku-perilaku tertentu yang sulit untuk dikontrol.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (1994) memberikan

gambaran yang lebih rinci mengenai gangguan-gangguan tersebut di atas. Namun perlu

diingat bahwa ada beberapa gejala yang muncul pada satu gangguan dapat juga muncul

pada gangguan lain. Hal ini disebut sebagai cormobidity (Neale dkk, 2001) :

“Often someone with one anxiety disorder meets the diagnostic criteria for

another disorder as well”

Oleh sebab itu, kita pertu memahami dengan jelas dan pasti persamaan dan perbedaan yang

esensi dari masing-masing gangguan agar tidak terjadi kekeliruan dalam menegakkan

diagnosa.

Sehubungan dengan situasi negara kita yang belum stabil yang dapat menimbulkan

perasaan tidak nyaman/ketegangan yang juga berdampak pada kelancaran pelaksanaan

kegiatan rutinitas sehari-hari

10

Page 13: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

maka pembahasan mengenai anxiety disorder akan dibatasi pada panic disorder dan

generalized anxiety disorder. Berikut ini akan disampaikan ciri-ciri diagnostik dari panic

disorder dan generalized anxiety disorder sebagaimana yang dipaparkan pada Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder IV (1994).

II.2.a.1. Panic disorder

Sesuai dengan DSM IV, Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa individu disebut

mengalami panic disorder jika is secara berulang-ulang mengalami serangan panik (panic

attacks) yang tidak diharapkan, dan keadaan ini menimbulkan masalah secara psikologis

ataupun perilaku :

“A person has panic disorder when she or he has had recurrent unexpected

panic attacks, followed by psychological or behavioral problems - that is

implications or consequences of the attack, or significant changes in behavior

(e.g., staying home from work) as a result of the attacks.”

Ciri-ciri diagnostik dari panic attacks oleh DSM IV (1994) digambarkan secara

terpisah karena keadaan ini terjadi dalam beberapa konteks yang berbeda pada anxiety

disorder. Adapun ciri-ciri dari keadaan panic attacks adalah :

1. Munculnya rasa takut yang sangat kuat atau ketidak-nyamanan yang disertai paling

sedikit 4 dari 13 gejala somatis atau kognitif berikut ini :

- Jantung berdebar-debar.

- Berkeringat.

- Gemetar.

- Perasaan nafas semakin sulit atau sesak atau tercekik.

- Perasaan susah menetan.

- Sakit di dada atau perasaan 'tidak enak'.

11

Page 14: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

- Mual atau gangguan pada perut.

- Pusing.

- Perasaan takut kehilangan kendali atau ‘menjadi gila’.

- Perasaan takut mati.

- Paresthesias.

- Perasaan dingin atau panas.

- Depersonalisasi atau derealisasi

Neale dkk (2001) menggambarkan depersonalisasi sebagai :

“a feeling of being outside one’s body.”

Sedangkan derealisasi digambarkan sebagai :

“a feeling of the world’s not being real, as well as fears of losing control, of

going crazy, or even of dying may beset and overhelm the patient.”

2. Pemunculannya ini secara tiba-tiba dan memuncak secara cepat, biasanya dalam waktu

10 menit atau lebih disertai adanya perasaan bahwa bahaya akan terjadi sehingga timbul

dorongan untuk melarikan diri.

Ada 3 jenis karakteristik dari panic attack dengan hubungan yang berbeda antara

serangan dari attack dan ada-tidaknya pemicu situasi :

1. Unexpected panic, yaitu serangan dari panic attack tidak ada hubungannya dengan

pemicu situasi panik. Hal ini biasa muncul pada individu yang mengalami panic disorder

- dengan atau tanpa agoraphobia. Yang dimaksud dengan agoraphobia adalah keadaan

cemas yang terjadi pada situasi dimana melarikan diri mungkin akan sulit atau terhambat,

atau tidak adanya pertolongan yang bisa diharapkan saat terjadi panic attack.

2. Situational bound (cued) panic attack yaitu munculnya panic attack secara tiba-tiba

dalam waktu yang bervariasi, atau merupakan

12

Page 15: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

antisipasi dari isyarat/pemicu situasi. Hat ini biasanya muncul pada social phobia atau

social anxiety disorder maupun pada spesific phobia. Yang dimaksud dengan social

phobia atau social anxiety disorder adalah ketakutan yang menetap terhadap satu atau

lebih situasi sosial, yang diakui oleh individu sebagai perasaan yang berlebihan dan tidak

beralasan sehingga menimbulkan perasaan sensitif terhadap kritikan, evaluasi negatif

atau penolakan serta menimbulkan perasaan harga diri yang rendah. Contoh sederhana

dari social phobia adalah adanya sikap menghindar makan di pinggir jalan misalnya

sehubungan dengan adanya perasan khawatir akan penilaian negatif dari orang lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan spesific phobia adalah ketakutan yang menetap, yang

tidak beralasan dan berlebihan sebagai akibat dari kehadiran atau antisipasi terhadap

objek atau situasi tertentu. Perasaan takut ini disadari oleh yang bersangkutan tetapi tidak

dapat dikendalikan dan akan menjadi gangguan jika sudah sampai mengganggu rutinitas

sehari-hari. Contohnya, individu tidak mau makan di kantor hanya karena ia khawatir

akan tercekik.

3. Situationally predisposed panic attack terjadi jika panic atttack terjadi justru di saat

individu mengendalikan diri atau sewaktu individu mengalami anxiety setelah

pengendalian diri berlangsung selama setengah jam.

Karena khawatir terhadap panic attacks dan implikasinya, banyak individu yang

akhirnya melaporkan adanya perasaan anxiety yang menetap atau sebentar tanpa terkait pada

suatu situasi atau peristiwa yang khusus. Hal ini kemudian akan berkembang menjadi

gangguan panik (panic disorder). Untuk dapat menegakkan diagnosa adanya panic disorder,

perhatikan ciri-ciri diagnostik utama sebagaimana yang digambarkan pada DSM IV (1994),

yaitu sebagai berikut:

13

Page 16: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

A. Pemunculan kembali panic attacks yang tidak diharapkan secara berulang-ulang yang

diikuti 1 bulan atau lebih salah satu/lebih hal-hal berikut ini:

- Bersifat menetap tentang adanya attacks.

- Khawatir terhadap implikasi dari attacks.

- Perubahan pada perilaku tertentu sehubungan dengan attacks.

B. Tidak adanya agoraphobia.

C. Panic attacks tidak berhubungan langsung dengan efek fisiologis dari pengaruh zat kimia

ataupun kondisi umum medis.

D. Panic attacks tidak dapat memberikan penjelasan yang lebih baik dari gangguan mental

lainnya, seperti social phobia, spesific phobia, obsessive compulsive disorder,

posttraumatic stress disorder ataupun separation anxiety disorder.

Pada DSM IV (1994), panic disorder juga didiagnosa dengan atau tanpa

agographobia. Hal ini juga diungkapkan oleh Neale dkk (2001) sebagai berikut :

“In DSM IV, panic disorder is diagnosed as with or without agofraphobia.

Agoraphobia (from the Greek agora, meaning ‘marketplace’) is a cluster of

fears centering on public places and being unable to escape or find help should

one become incapacitated.”

Jadi, individu yang mengalami panic disorder with or without agoraphobia ditandai dengan

ada-tidaknya perilaku menghindar (avoidant behavior). Penghindaran ini diasosiasikan

dengan ketakutan akan mengalami panic attacks mengenai tempat atau situasi dimana sulit

untuk melarikan diri atau tidak mungkin mendapat bantuan.

14

Page 17: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

II.2.a.2. Generalized Anxiety Disorder

Individu dengan gangguan generalized anxiety akan terns-menerus merasa khawatir

tentang hal-hal yang kecil/sepele tetapi kekhawatiran ini berlebihan, tidak dapat dikontrol

dan menyangkut beberapa aspek kehidupan. Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa :

“As the name suggest, the main feature of generalized anxiety disorder is a

chronic state of diffuse anxiety. DSM IV defines the syndrome as exessive

worry, over a period of at least six months, about several life circumstances.

The most common areas of worry are family, money, work, and health (Rapee

Et Barlow, 1993).”

Beberapa individu yang normal bisa saja cemas terhadap berbagai hal, tetapi jika

berlebihan dan tidak mampu dikendalikan maka inilah yang akhirnya menjadi gangguan.

Individu dengan generalized anxiety disorder seolah-olah menunggu ‘sesuatu yang buruk’

akan terjadi pada diri mereka sehingga merasa merasa gelisah, mudah terpengaruh dan sulit

konsentrasi.

DSM IV (1994) menggambarkan ciri-ciri diagnostik dari gangguan ini agar dapat

ditegakkannya diagnosa yang tepat. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

A. Adanya kecemasan dan keresahan yang berlebihan (apprehensive expectation) yang

terjadi sehari-hari sampai minimal 6 bulan, mengenai sejumlah kegiatan atau kejadian

seperti pekerjaan, sekolah).

B. Individu sulit mengkontrol keresahannya.

C. Kecemasan dan keresahan diasosiasikan dengan 3 atau lebih gejala berikut ini (beberapa

gejala hadir dalam beberapa hari sampai sedikitnya 6 bulan)

- Kurang istirahat atau merasa terkurung/terkunci.

- Mudah lelah atau kelelahan yang berlebihan.

15

Page 18: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

- Sulit konsentrasi atau pikiran kosong.

- Mudah tersinggung.

- Ketegangan otot.

- Gangguan tidur (sulit tidur atau semakin banyak tidur ataupun tidur tidak puas).

D. Kecemasan, keresahan atau gejala fisik yang disebabkan distress klinis atau kelemahan

pada sosial, pekerjaan atau area penting lainnya.

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari substansi (pengobatan)

ataupun kondisi umum medis.

Disamping generalized anxiety disorder, gangguan kecemasan juga bisa muncul

sebagai akibat dari kondisi umum medis (anxiety disorder due to general medical condition)

ataupun yang merupakan efek langsung dari pemakaian substansi-substansi tertentu

(substance-induce anxiety disorder). Dua kondisi ini di diagnosa terpisah dari general

anxiety disorder karena mereka memiliki ciri-ciri diagnostik tersendiri

Yang termasuk dalam anxiety disorder due to ... (indicated the general medical

condition) dikarakteristikan sebagai berikut :

1. Kecemasan yang menonjol (prominent-anxiety), panic attacks atau obsessive compulsive

yang dominan pada gambar klinis.

2. Adanya keterangan bahwa gangguan adalah akibat langsung fisiologis terhadap kondisi

umum medis.

3. Gangguan tersebut tidak menyebabkan gangguan mental lainnya.

4. Diagnosa tidak dibuat jika gejala kecemasan terjadi hanya dalam keadaan delirium,

seperti dalam keadaan koma atau penurunan kesadaran.

5. Gejala kecemasan membuat terkendalanya aktivitas kerja, jalinan hubungan sosial atau

daerah fungsi penting lainnya.

16

Page 19: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Sedangkan diagnosa subtance-induced anxiety disorder ditegakkan jika memiliki

ciri-ciri diagnostik yang relatif sama dengan digambarkan pada anxiety disorder due to ...

(indicated the general medical condition), hanya saja perlu adanya keterangan dari sejarah

atau pemeriksaan fisik atau laboratorium bahwa gambaran klinis berlangsung dalam satu

bulan berkaitan dengan subtance intoxication atau withdrawal sehingga dapat dikatakan

bahwa pemakaian obat-obatan merupakan penyebab yang berhubungan langsung dengan

gangguan.

Jika ternyata individu menampilkan gejala adanya kecemasan yang menonjol

(prominent anxiety) atau phobic avoidance yang kriteria lainnya tidak ditemukan pada

gangguan kecemasan lainnya, atau berkaitan dengan gangguan penyesuaian diri (adjustment

disorder with anxiety) maka ia dapat didiagnosa mengalami anxiety disorder not otherwise

specified. Jadi, ahli ktlnis harus menyimpulkan ada tampilan anxiety disorder tetapi tidak

dapat ditentukan apakah hal itu primer, atau karena general medical disorder, atau substance

induce.

II.2.b. Etiotogi Anxiety Disorder

Upaya untuk menjetaskan penyebab dari munculnya anxiety disorder, Accocella dkk

(1976) memaparkannya dari beberapa sudut pandang teori. Menurut para ahli psikodinamika,

anxiety disorder bersumber pada neurosis, bukan dipengaruhi oleh ancaman eksternal tetapi

lebih dipengaruhi oleh keadaan internal individu :

“Psychodynamic theorists view the anxiety disorder as neuroses resulting from

uncounscious conflicts between id impulses and ego actions.”

17

Page 20: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Sebagaimana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan

psikodinamika mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang

muncul dipermukaan dari gunung es itu, bagian yang terkecil dari kejiwaan yang disebut

sebagai bagian kesadaran (uncounsciousness). Agak di bawah permukaan air adalah bagian

yang disebut pra-kesadaran (subcounsciousness atau precounsciousness), dan bagian yang

terbesar dari gunung es itu ada di bawah sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam

ketidaksadaran (uncounsciousness). Ketidak-sadaran ini berisi id, yaitu dorongan-dorongan

primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada di

lingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ke kesadaran, sedangkan

tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus mengatur

dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap tinggal di ketidak-sadaran

karena ketidak-sesuaiannya dengan superego, yaitu salah satu unit pribadi yang berisi

norma-norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika

ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah

kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan

kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidak-mampuan ego menahan dorongan id.

Acocella dkk (1996) menggambarkannya sebagai berikut :

“The neurotic individual experiences conscious anxiety over these conflicts or

keeps the anxiety at bay through rigid defense menchanism.”

Jadi, individu yang mengalami anxiety disorder, menurut pendekatan psikodinamika,

berakar dari ketidak-mampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul

dari dalam dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri.

Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam

dirinya dan

18

Page 21: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini

dipergunakan secara secara kaku, terns-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat

menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis. Ada beberapa mekanisme

pertahanan diri yang bisa dipergunakan individu, antara lain :

1. Represi (repression), yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak

menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke ketidak-sadaran dan

disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman

yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak langsung terhadap tingkah laku

si individu.

2. Rasionalisasi (rasionalisation), yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran

sedemikian rupa terhadap dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh

superego, sehingga seolah-olah perilakunya dapat dibenarkan.

3. Kompensasi (compensation), yaitu upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di

salah satu sisi kehidupan dengan membuat prestasi atau membedakan kesan

sebaliknya pada sisi lain. Dengan demikian, ego terhindar dari ejekan atau rasa

rendah diri.

4. Penempatan yang keliru (displacement), yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu

perasaan tertentu ke pihak lain atau hal lain karena tidak bisa melampiaskan secara

langsung perasaannya ke sumber masalah.

5. Regresi (regression), yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau

ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur

kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah.

Para ahli dari aliran humanistik-eksistensial mengatakan bahwa konsep anxiety bukan

hanya sekedar masalah yang bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara

individu dengan masyarakat

19

Page 22: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

atau lingkungan sosiainya. Acocella dkk (1996) menjabarkannya sebagai berikut :

“... they see anxiety not just as an individual problem but as the outcome of

conflicts between the person’s self concept and society’s ideal.”

Jika individu melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya

sendiri dengan yang diinginkannya maka akan muncul perasaan inadekuat dalam

menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan atau anxiety.

Jadi, menurut pandangan humanist-eksistensialis, pusat kecemasan adalah konsep diri; yang

terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self)

dengan diri yang diinginkan (ideal self). Hat ini muncul sehubungan dengan tidak adanya

kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga perkembangannya

menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani

hari-hari dikehidupan selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep

diri yang positif. Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi

diri sendiri (authenticity), sedangkan individu yang neurotis atau yang mengalami anxiety

disorder adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka

mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu (false self).

Sementara para ahli dari pendekatan behaviaristik mengatakan bahwa kecemasan

muncul karena terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik

intrapsikis/unconsciousness conflict; individu belajar menjadi cemas. Hal ini digambarkan

oleh Acocella dkk (1996) sebagai berikut :

“... people may also learn to associate a neutral stimulus with the

anxiety-producing stimulus and then be conditioned to habitually avoid that

stimulus.”

20

Page 23: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu, yang menghasilkan

kecemasan, yaitu :

1. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral, tidak berbahaya atau tidak

menimbulkan kecemasan, dihubungan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive)

akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent conditioning).

2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak

penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon

menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning).

Dari sudut pandang kognitif, anxiety disorder terjadi karena adanya kesalahan dalam

mempersepsikan hal-hal yang menakutkan, yang oleh Acocella dkk (1996) dijabarkan

sebagai berikut :

“... people with anxiety disorder misperceive or misinterpret internal and

external stimuli. Events and sensations that are not really threatening are

interpreted as threatening, and anxiety result.”

Berdasarkan dari teori kognitif, masalah yang terjadi pada individu yang mengalami anxiety

disorder adalah terjadinya kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus

internal ataupun eksternal. Individu yang mengalami anxiety disorder akan melihat suatu hal

yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu yang mengancam. Jika individu

mengalami pengalaman sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu menginterpretasikannya

sebagai sensasi yang bersifat catastropic, yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami

sesuatu hal seperti serangan jantung, maka akan timbul rasa panik. Kegiatan interpretasi

negatif terhadap sensasi tubuh dapat menghasilkan panic attack yang kemudian dapat

berkembang menjadi panic disorder.

21

Page 24: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

II.2.c. Penanganan terhadap Anxiety Disorder

Upaya menangani anxiety disorder juga dapat dijelaskan melalui pendekatan

psikodinamika, humanistik-eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif.

Menurut para ahli psikodinamika, karena, gangguan ini berakar pada keadaan

internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami individu

sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya

menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan

seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul dalam dirinya. Asumsinya adalah jika

individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan

tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya.

Hal ini oleh Acocella dkk (1996) digambarkan sebagai berikut :

“The goal of psychodynamic therapy is to remedy this situation by exposing

and neutralizing the material that the ego is wasting its energy trying to

repress”

Tehnik dasar yang digunakan disebut free association; individu diminta untuk menjelaskan

secara sederhana tentang hal-hal yang ada dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis

atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau

tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini

juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan tehnik dream interpretation; individu diminta

untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Masing-masing tehnik ini memiliki

kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan tehnik-tehnik tersebut di

atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu

individu bertahan atau beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai pada bagian

yang

22

Page 25: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan perasaannya pada terapis dan

menjadi bergantung.

Sementara para ahli dari pendekatan humanistik-eksistensial yang melihat kecemasan

sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri

menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang

rusak (damaged self). Tehniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang

berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat

dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi

dirinya semaksimal mungkin. Acocella dkk (1996) menggambarkan pendapat Carl Rogers,

yang mendesain client centered therapy ini sebagai berikut :

“...psychological troubleed people need is not to be analyzed or advised but

simply to be ‘heard’ - that is to be trully understood and respected by another

human being.”

Setiap permasalahan yang dialami oleh setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang

paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu

sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu

dirinya.

Karena para ahli melihat kecemasan sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas)

maka untuk menanganinya perlu ditakukan pembelajaran utang agar terbentuk pola perilaku

baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas. Oleh Acocella dkk (1996) digambarkan sebagai

berikut :

“For the anxiety disorders behaviorists have evolved a set of related techniques

aimed at reducing anxiety through graduated exposure to the feared stimulus.”

23

Page 26: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic desentisitization,

yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarkhi ketakutan,

menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana

sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat

digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward -

jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment - jika

tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang

dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan

menjadi contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan pikiran-pikiran

yang mencemaskan.

Pendekatan kognitif yang melihat anxiety disorders sebagai hasil dari kesalahan

dalam mempersepsi ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya mengatasinya

dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk

(dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian

yaitu :

1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi

tubuhnya.

2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif interpretasi, yang

non-catastrophic.

3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dari alternatif-alternatif tersebut.

Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari terapi

sebagai upaya menangani anxiety disorders adalah membantu individu melakukan

interpretasi sensasi tubuh dalam cara yang non-catastrophic.

24

Page 27: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita anxiety disorders tidak selalu

hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah seorang ahli dari

suatu pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih dari

satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-tahapannya

juga terinci dengan jelas terarah pada tujuan terapi.

25

Page 28: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

BAB III

CEMAS : NORMAL ATAU TIDAK NORMAL

Melihat uraian di atas dapat dikatakan bahwa situasi-kondisi negara kita yang sedang

tidak tentu arahnya ini dapat menjadi pencetus munculnya perasaan cemas. Setiap orang

berpeluang untuk menjadi cemas. Dalam batasan tertentu, cemas dapat ditolerir sebagai

perilaku yang normal - dalam pengertian tidak menghambat aktivitas rutin sehari-hari, dalam

belajar, bekerja dan bergaul, ataupun tidak ada gangguan fisiologis ataupun perilaku. Tetapi

jika individu sudah mulai terkendala dalam melaksanakan aktivitas rutin sehari-harinya atau

adanya gangguan fisik atau sensasi tubuh yang sulit dikenali atau dikendali lagi maka hal ini

perlu mendapat perhatian.

Merujuk pada uraian tentang batasan antara normal dan tidak -normalnya suatu

perilaku maka dapat dikatakan jika hampir sebagian besar masyarakat kita mengalami

kecemasan, dan hanya kita saja yang tidak mengalami kecemasan maka dapat dikatakan

bahwa justru kitalah yang mengalami keadaan tidak-normal. Tetapi tentu saja penegakan

diagnosa mengenai normal-tidaknya suatu perilaku, tidak semata-mata ditentukan oleh

jumlah populasi yang mengalaminya atau tidak, tetapi juga terkait dengan sisi-sisi kehidupan

lainnya. Pengungkapan diri yang subjektif sifatnya dari individu yang mengalami kecemasan

dapat dijadikan indikator ia mengalami kecemasan, sekalipun orang lain di sekitarnya tidak

merasakan atau mengalami hal itu. Apalagi jika keluhannya ini diikuti dengan adanya

respon-respon fisiologis seperti ketegangan otot, peningkatan detak jantung dan tekanan

darah, nafas yang cepat dsb. Adanya respon-respon perilaku, seperti kerusakan fungsi bicara,

motorik ataupun tampilan tugas kognitif juga bisa menjadi indikator bahwa kecemasan yang

di alami seseorang sudah masuk dalam kategori kecemasan yang tidak-normal.

26

Page 29: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

BAB IV

KESIMPULAN

1. Perasaan cemas bisa saja hinggap pada setiap individu. Takut, bingung, tidak bahagia

adalah perasaan umum yang bisa dialami setiap dari kita.

2. Manifestasi dari rasa cemas ini bisa berbeda-beda dari satu individu ke individu yang

lain.

3. Ada individu yang mengalami kecemasan tetapi bisa tetap menjalankan aktivitas

sehari-hari secara rutin, dan tidak melaporkan atau mengungkapkan adanya gangguan

pada perilaku atau penurunan fungsi kognitif maupun gangguan pada respon

fisiologisnya.

4. Ada individu yang mengalami kecemasan dan sudah terganggu dalam melaksanakan

aktivitas sehari-hari. Sulit belajar, tidak produktif dalam bekerja ataupun menarik diri

dari pergaulan/lingkungan sosialnya. Hat ini dapat di katakan bahwa individu tersebut

mengalami kecemasan yang sudah mengarah pada gangguan, yang disebut sebagai

anxiety disorders.

5. Untuk menegakkan diagnosa akan ada-tidaknya anxiety disorders, perlu memperhatikan

ciri-ciri diagnostik yang dijabarkan pada DSM IV (1994).

6. Apapun latar belakang munculnya anxiety disorders, namun secara umum ada berbagai

tehnik yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi atau menangani gangguan ini.

27

Page 30: Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau ...library.usu.ac.id/download/fk/D0300172.pdfdan menimbulkan trauma pada sebagian besar anggota masyarakat, baik anak-anak maupun

Josetta Maria Remila Tupattinaja: Cemas : Normal atau Tidak Normal, 2003 USU Repository©2006

DAFTAR PUSTAKA

Acocella, J. Alloy, LB., Bootzin, RR. (1996). Abnormal Psychology : Current

Perspectives. New York : Mc Graw Hill, Inc.

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (4th edition). Washington DC : APA

Atkinson, RL. Atkinson, RC. Smith, EE. Bem, DJ. (2002). Hilgard's Introduction to

Psychology (13th edition). New York : Harcourt College Publishers.

Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Dr.Kartini Kartono). Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada

Neale, JM. Davidson, GC. (2001). Abnormal Psychology. New York : John Wiley & Sons,

Inc.

28