its pidato 13046 pidato pengukuhan daniel mohammad rosyid

Upload: farid-khusnul-mujib

Post on 19-Oct-2015

122 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ITS Pidato 13046 Pidato Pengukuhan Daniel Mohammad Rosyid

TRANSCRIPT

  • Paradigma Pembangunan Kepulauan INDONESIA

    Abad 21

    Pidato Pengukuhan Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi

    .Jurusan Teknik Kela utan FakultasTeknologi Kelautan ITS Surabaya 2010 ~

  • 2010

    Pidato Pengukuhan Guru Besar

    PARADIGMA KEPULAUAN PEMBANGUNAN INDONESIA

    ABAD21

    Oleh: Daniel Mohammad Rosyid

    Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan

    ITS Surabaya 2010

    Dallie; Mohummud Rosyid

  • DAFTAR lSI

    PENGANTAR PENULlS .................................................................... iii

    1. PENDAHULUAN .................................................................... 1

    2. PENJAJAHAN BELANDA DIINDONESIA ............................. 5

    3. PARADIGMA PEMBANGUNAN ............................................ 8

    4. KEPULAUAN INDONESiA ................................................... 13

    5. PENATAKELOLAAN SUMBER DAYA KEPULAUAN .......... 16

    6. JEMBATAN SELAT SUNDA: BLUNDER TEKNOLOGIS ....... 21

    7. ITS SEBAGAI UNIVERSITAS MARITIM ............................... 29

    8. PENUTUP DAN KESIMPULAN ............................................ 33 .

    KEPUSTAKAAN ............................................................................... 37 DAFrAR RIWAYAT HIDUP ............................................................. 39

    ii Po(ad;gma Pembangunan /\baa 21

    PENGANTAR PENULIS

    A LHAMDULILLAH, di tangan pembaca yang budiman ada-lah makalah pengukuhan Guru Besar saya di bidang Riset

    Operasi dan Optimasi pada Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS Surabaya. Makalah ini merupakan pandangan saya sebagai dosen, peneliti, pengamat, dan practicing naval architect yang bergelut di bidang pendidikan tinggi serta industri ke-lautan dan kemaritiman selama dua puluh tahun lebih. Benih pandangan ini mulai terbentuk saat studi Ph.D saya di bidang optimasi struktur di Dept. of Marine Technology, the University of Newcastle, Inggris antara tahun 1988-1991 di bawah bim-bingan Prof. John Caldwell.

    Tesis pokok orasi adalah bahwa "sistem Indonesia" abad 21 harus dipijakkan pada paradigma kepulauan agar menghasilkan berbagai sistem nasional yang lebih lentur dan robust. Kelenturan dan robustness ini bertumpu pada Sistem Logistik Nasional ber-basis multi-moda serta kemampuan mengambil keputusan se-cara kreatif dan mandiri berbagai kelompok masyarakat yang terse bar luas, terutama petani dan nelayan, di kepulauan terbe-sar di dunia ini.

    Sistem Indonesia abad yang lalu masih dihinggapi para-digma pulau besar warisan penjajah yang kaku, sentralistik, dan uniformistik, sehingga gagal mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Paradigma lama ini harus segera dimasukkan dalam museum sejarah pemikiran Indonesia ka-rena akan menjadi penghalang tersembunyi dalam kerangka pengambilan keputusan kita di abad 21 ini.

    Daniel Mohammad Rosyid iii

  • Guru Besar adalah jabatan akademik yang diimpikan banyak dosen. Namun demikian, izinkan saya mengutip pernyataan Pratyush Sen, seorang professor in naval architecture di New-castle, pada akhir tahun 1990-an sesaat setelah pengangkatan-nya sebagai guru besar: "Saat kita lulus studi Ph.D, kita merasa tahu banyak. Ternyata tidak. Kemudian kita banyak membaca, dan kita semakin tahu bahwa yang kita ketahui sebenarnya tidak banyak. Saat itu kita menjadi reader. Dan semakin banyak membaca, kita semakin tahu, terlalu banyak yang tidak kit a ke-tahui. Saat itulah kita menjadi profesor."

    Memang, terlalu banyak yang masih belum kit a ketahui se-bagai species paling maju dalam sejarah evolusi planet ini. Itulah yang membuat tradisi ikhtiar menguak misteri alam ini semakin penting, semata agar kita merasa tidak berada dalam dunia yang asing. Inilah salah satu tugas penting yang dipikul oleh se-tiap guru besar di setiap perguruan tinggi yang baik. Tidak di-ragukan, ITS adalah salah satunya.

    Sambil dengan tulus mengapresiasi semua peran dan kon-tribusi almarhum ayah saya Ibrahim Ibnu Djamhuri, ibu saya Sri Kartini, kakak-kakak dan almarhumah adik saya, guru-guru saya, terutama Prof. Ir. Soegiono, rekan-rekan dosen dan karyawan sekerja, mahasiswa-mahasiswa saya, serta Ratna Juwita istri saya, dan keempat anak saya serta ayah dan ibu mertua yang tak kenai lelah, dengan bismilldh, saya telah memulai tugas-tu-gas sebagai pendidik. Kiranya kelak saya dapat mengakhirinya dengan alhamdulilldh. []

    iv Paradigma KepU!lluan Pcrnbangunan Indonesia Abad 21

    Surabaya, Oktober 2010 Daniel Mohammad Rosyid

    1

    PENDAHULUAN

    KR'S'S finansial global 2008 terbukti lebih parah daripada Depresi Besar 1930-an dan krisis moneter 1997 yang men-

    jatuhkan Orde Baru, dan oleh karena itu Indonesia memerlukan respons yang lebih sungguh-sungguh secara mendasar. Seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Barrack Obama, Pe-merintah RI juga meresponnya dengan sebuah stimulus fiskal. Sekalipun stimulus fiskal ini penting, namun ini perlu dilihat ha-nya bersifat jangka pendek dan adhoc karena tidak menyelesai-kan akar masalahnya. Lihatlah bagaimana Menteri Keuangan AS mengundurkan diri saat gagal mencegah dana talangan Peme-rintah ke raksasa keuangan AIG dipakai untuk bancakan bonus bagi para eksekutif puncaknya. Bahkan, pad a akhir September 2010 ini, risiko resesi kedua pada ekonomi AS yang rapuh masih mengancam ekonomi dunia.

    Daniel A10harnmad Rosyid

  • Pasar keuangan global dengan pemain utamanya seperti the Lehman Brothers, Goldman Sachs, Citi Bank, dan AIG, te-lah menciptakan instrumen keuangan yang semakin maya dan spekulatif dengan pengawasan pemerintah yang minimal. Presiden Venezuela Hugo Cavez yang memimpin kebangkitan kembali sosialisme di Amerika Latin bahkan menyamakan pasar keuangan global saat ini dengan kasino perjudian. Volume tran-saksi keuangan global beberapa tahun terakhir ini telah melebi-hi transaksi perdagangan sektor riil. Hal inilah yang kemudian disebut "ekonomi gelembung" yang kemudian meletus.

    Beberapa ekonom mengisyaratkan bahwa krisis global saat ini adalah krisis kapitalisme global karena spekulasi merupakan ciri melekat sistem ekonomi ini. Fareed Zakaria (2009) yang te-lah meramalkan akhir kejayaan Amerika Serikat mengatakan bahwa ini bukan krisis kapitalisme, melainkan "himya" krisis globalisasi. Pendekar neoliberallainnya, Francis Fukuyama pada tahun 1990-an telah menyatakan bahwa seiring dengan kejatu-han sosialisme di Eropa Timur yang ditandai dengan keruntuhan tembok Berlin, sejarah telah berakhir. Baik Zakaria, Fukuyama maupun penganjur globalisasi, Friedman, tentu harus memikir ulang klaim-klaim mereka yang tidak terbukti.

    Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 ter-catat 6,3%, masih lebih rendah dari sa at pra-krisis, jauh lebih ren-dah dari Singapura (18,8%), Thailand (9,1%) dan Malaysia (8,9%). Hambatan pertumbuhan ini terletak pada tidak memadainnya infrastruktur seperti jaringan jalan, pasokan listrik, ketidakpas-tian hukum, serta birokrasi pemerintahan yang tidak efisien (Prasetyantoko, 2010).

    Akibat perubahan iklim, sektor pertanian juga meng-hadapi banyak masalah karena musim tanam yang terganggu. Ketahanan pangan nasional saat ini dalam posisi yang rawan

    2 Porodign III Kepu/Glwn Pembangunarl Indonesia Abad 21

    karena pasokan yang terganggu pula, sementara daya beli masyarakat miskin merosot karena kenaikan berbagai harga bahan pokok (beras, terigu, gula, dan sayur mayur). Sayang sekali, kenaikan harga komoditas justru tidak dinikmati oleh para petani, tapi justru dinikmati oleh para pedagang. Nilai Tukar Petani bahkan turun.

    Di tengah gejala "penyakit Belanda" (Bisri, 2010) yang ditandai kenaikan harga komoditas dan deindustrialisasi di sisi lain, jika ketahanan pangan dapat didefinisikan sebagai keterse-diaaan makanan dalam berbagai jenis dan mutu serta aman bagi semua keluarga di setiap waktu untuk hidup secara produktif, maka ketahanan pangan akan saya jadikan sebagai titik masuk makalah pengukuhan guru besar ini. Pendekatan yang terlalu analitik-teknokratik dan top-down yang banyak ditempuh oleh pemerintah -dan didukung oleh sebagian para akademisi per-guruan tinggi- seringkali lamban merespon dinamika yang terjadi dan meremehkan aspek individu rakyat, terutama petani dan nelayan sebagai makhluk yang (mampu) mengambil kepu-tusan. Ketahanan pangan sebagai public goods dengan demiki-an dapat dilihat sebagai sebuah multi-players game.

    Dalam perspektif permainan ini, sistem ketahahan pangan nasional dapat juga dipahami sebagai sebuah jejaring sibernetika sosial (Sudjatmiko, 2010) dimana petani dan nelayan mengorgani-sasikan diri untuk memecahkan berbagai macam persoalan di ting-kat lokal secara kreatif melalui proses-proses informed decision making (Rosyid, 2010). Perluasan jaringan teknologi informasi dan komunikasi murah bagi kelompok-kelompok petani dan nelayan dengan demikian menjadi penting agar mereka enabled dan mam-pu mengambil keputusan secara mandiri. Inilah yang dimaksud oleh Sen bahwa pembangunan sesungguhnya adalah perluasan kemerdekaan.

    Danie! Mohurr1n10d Rosyfd 3

  • Untuk Indonesia sebagai negara kepulauan seluas Eropa ini, juga dibutuhkan infrastruktur transportasi laut antar-pulau yang efisien, nyaman, aman, dan dapat diandalkan agar sistem ke-tahanan pangan nasional merupakan sistem yang robust, tahan terhadap berbagai gangguan eksternal. Sayang sekali, jaringan transportasi laut nasional yang amat menentukan kinerja Sistem Logistik Nasional saat ini dalam kondisi yang terbelakang. Jika pemerintah yang efektif penting bagi pembangunan (Ellwood, 2010), pemerintah gagal hadir di laut secara efektif. Makalah ini akan menimbang kembali paradigma pembangunan "pulau be-sar" (benua) yang kita warisi dari Belanda dan kita pakai sampai sekarang. []

    4 Paradigma Kep(,rlal/an Pembangunan Indonesia Abad 21

    2

    PENJAJAHAN BElANDA DIINDONESIA

    0 1 samping membawa benih kapitalisme dan bentuk paling primitif dari globalisasi, Belanda berhasil menjajah Indonesia hingga selama 300 tahun lebih dengan melakukan politik devide at impera. Tidak banyak disadari bahwa keberhasilan menjajah In-donesia ini yang terpenting justru melalui pemaksaan paradigma pembangunan "pulau besar". Paradigma ini berciri inward-looking, statis, agraris, dan hirarkis (feodal). Laut dianggap pemisah yang penuh misteri menakutkan. Nusantara (waktu itu) menjadi seka-dar kumpulan "pulau-pulau besar" yang terpisah-pisah sehingga mudah ditaklukkan. Namun segera perlu dicatat, bahwa seperti juga pilihan individualitas (kapitalisme) dan sosialitas (sosialisme) bukanlah pilihan yang eksklusif secara mutual, pilihan paradigma pulau besar dan paradigma "kelautan" juga bukan dua pilihan eks-' klusif secara mutual.

    5

  • Kawasan yang dulu disebut Nusantara ini pernah menyak-sikan kejayaan kerajaan Sriwijaya di abad ke-6 Masehi. Pelaut-pelaut dan armada kapal Sriwijaya adalah pel aut ulung yang memungkinkan perdagangan internasional saat itu antara Cina, India, Timur Tengah, dan kawasan-kawasan lain di dunia. Bahkan pelaut-pelaut Indonesia telah menjelajahi Madagaskar dan Afrika Selatan. Saat Sriwijaya surut karena sebab-sebab in-ternalnya, selanjutnya Nusantara juga menyaksikan kelahiran kerajaan Majapahit yang armadanya berpusat di Hujung Galuh (Surabaya) sebagai kekuatan maritim yang amat menonjol di awal milenium kedua. Pengaruh Majapahit yang luas dirasakan hingga Filipina, Papua, dan semenanjung Malaka.

    Pada saat armada dagang VOC Belanda datang ke Nusantara untuk mencari rempah-rempah pada akhir abad ke-15, kekuatan maritim Majapahit sudah mulai surut dan berpindah ke Demak. Setelah mempelajari dengan cermat karakteristik kepulauan Nusantara ini, VOC mulai menyusun strategi untuk menguasai perdagangan rempah-rempah Nusantara demi kepentingan Belanda di Eropa. Penguasaan perdagangan ini hanya mungkin melalui penguasaan laut Nusantara.lni merupakan langkah per-tama penting VOC untuk memulai proses kolonisasi Nusantara hingga 3 abad lebih kemudian.

    Langkah-Iangkah berikutnya adalah memulai proses peng-hancuran infrastruktur maritim Demak dan daerah pengaruhnya di bekas Majapahit. VOC yang kemudian diambil alih oleh Pemerin-tah kerajaan Belanda selanjutnya melakukan kampanye sistematik untuk mengurangi peranan maritim kerajaan-kerajaan Nusantara dalam perdagangan antar-pulau di Nusantara. Artinya, Pemerintah Kolonial Belanda mulai mengambil alih pemerintahan di laut ter-lebih dahulu dari kerajaan-kerajaan Nusantara ini, kemudian secara perla han menancapkan pengaruhnya untuk memerintah di darat (pulau-pulau besar di Nusantara).

    6

    Secara perla han tapi pasti, peranan Pemerintah Kolonial Belanda semakin kuat seiring dengan penguasaaanya atas laut Nusantara, dan kemudian dengan mudah melakukan politik "memecah belah dan menguasai" (Johnson dan Rosyid, 2009). Dalam konteks ini, langkah memecah belah itu adalah dengan memisahkan pulau-pulau Nusantara itu secara efektif melalui pengambilalihan kekuasaan pemerintahan di laut, sementara para raja-raja didorong untuk semakin feodal, (hingga tingkat tertentu, menjadi hedonistik, sehingga mudah didesak untuk menjadi kaki-tangan Belanda), inward-looking, dan memusat-kan diri pada kehidupan agraris. Demikianlah kisah tragis bang-sa besar kepulauan yang ditaklukkan oleh sebuah bangsa kedl yang menguasai laut. []

    7

  • I I

    Ii II

    3 PARADIGMA PEMBANGUNAN

    Dengan memperhatikan karakteristik muka bumi, paling tidak ada 4 paradigma dalam melakukan pembangunan. Me-mahami paradigma ini penting karena ia membentuk kerang-ka aksiomatika bawah-sadar manusia sebagai makhluk yang mengambil keputusan. Paradigma yang pertama adalah para-digma "benua" atau "pulau besar". Paradigma yang kedua adalah paradigma "kelautan". Paradigma yang ketiga adalah paradigma "pulau keeil", sedangkan paradigma yang keempat adalah paradigma "kepulauan".

    Us ulan pergeseran paradigma (paradigm shifts) pemba-ngunan dalam makalah ini dapat juga dipahami dalam kerangka pemikiran Kuhn (1962). Ini berarti, solusi normal science yang se-

    8 Pl,radigma KqJl1}auQP Fern;:angwwl1 !ndon('~id "bad 27

    lama ini dipijakkan pada paradigma lama, tidak lagi (terbukti) memadai bagi perkembangan maupun kesadaran baru manusia Indonesia abad 21.

    Sebagai makhluq daratan, manusia sudah terlanjur mena-makan planet ini sebagai bumi (earth). Padahal jika dilihat per-mukaannya, planet ini lebih coeok disebut samudera karena muka bumi lebih banyak diliputi air daripada tanah (daratan). Muka laut bumi meneakup hampir 7o%-nya. Seperti juga tubuh manusia, 70%-nya adalah air, namun kita melihat tubuh manusia lebih sebagai tanah daripada air. Memang tubuh manusia disu-sun oleh unsur-unsur tanah, namun tanpa air, manusia bukan-lah manusia.

    Paradigma pulau besar menggambarkan eara pandang ma-nusia yang seolah tidak pernah melihat laut. Paradigma ini ber-ciri agraris, inward-looking dan statis (kurang peka waktu), serta feodal-hirarkis. Ciri inward-looking disebabkan karena manusia akan banyak menghadapi beragam hambatan untuk melihat eakrawala, keeuali ia berada di puneak gunung. Aneaman dari beragam jenis binatang buas bisa menghadang di depan mata. Manusia kemudian membangun rumah-rumah panggung untuk membebaskan diri dari berbagai aneaman ini. Hirarki dicirikan oleh kontur muka bumi yang tidak rata. Ada tanah datar, bukit, dan gunung, tapi juga ada lembah dan tanah tinggi. Infrastruk-tur yang lebih dikembangkan adalah irigasi, jalan, dan jalur rei kereta api. Di masa sebelum mobil dikenal, kuda merupakan alat transportasi yang penting, dan bertani serta beternak men-jadi pilihan pekerjaan yang paling alamiah.

    Sebaliknya, paradigma kelautan adalah paradigma "water world" (lihat film berjudul Water World yang dibintangi oleh Kevin Costner) yakni eara pandang manusia di atas sebuah perahu yangtidak pernah melihat darat. Paradigma ini bersifat

    Donie! fl-1ohw,Dlad RO'iyi(j 9

  • amat dinamis (peka waktu); outward-looking, dan egaliter. Ciri outward-looking disebabkan karena manusia di laut dengan mu-dah melihat cakrawala yang luas di kejauhan. Ancaman hampir pasti tidak kelihatan di depan mata, kecuali ia mulai menyelam ke dalam air laut. Seperti muka laut yang rata, kehidupan di laut tidak mengenal hirarki dan bangunan tinggi karena akan mem-bahayakan keseimbangan. Karakter dinamis diperoleh dari fak-ta bahwa air laut terus bergerak, mengalir, tidak pernah diam, dan waktu menjadi perubah (variable) yang amat penting untuk menggambarkan banyak feneomena laut.

    Paradigma kelautan ini tidak realistis (baca ungkapan "Iupa daratan"), karena manusia akan tetap menjadi makhluk dara-tan karena Iintasan evolusinya. Tanpa peralatan yang memadai, laut bukanlah tempat yang siap dihuni manusia begitu saja. Paradigma kelautan yang telah diupayakan sebagai antitesa selama 10 tahun terakhir ini terbukti tidak dapat diterima oleh banyak pihak di Indonesia, karena kita bergerak ke sisi ekstrem yang lain. Sulit membayangkan manusia yang selama beratus tahun seolah tidak pernah melihat laut, harus berubah menjadi manusia yang seolah tidak pernah melihat daratan.

    Paradigma kepulauan adalah paradigma "jalan tengah". Bangsa Indonesia menyebutnya "tanah air" (bukan "tanah dan air"), yang melihat dimensi "pulau besar" dan "water world" secara seimbang. Paradigma kepulauan lebih realistis, inklusif, cukup dinamis dan lebih outward-looking dibanding dengan paradigma "pulau kecil" (paradigma Robinson Crusoe) yang isolasionis, tertutup, tidak ramah pada pendatang, dan in-breeding. Paradigma kepulauan adalah paradigma "berlabuh" dari laut yang penuh gejolak ke darat yang tenang. Pelabuhan melukiskan kondisi psikologis pelaut yang setelah berhari-hari di laut kemudian melihat daratan di cakrawala.

    10

    Oleh karena itu, seperti paradigma pulau besar dan para-digma kelautan bukanlah dua pilihan yang mutually exclusive, paradigma kepulauan merupakan penyelesaian atas ketegan-gan kreatif antara paradigma pulau besar dengan paradigma kelautan ini. Dari segi instrumen perumusan kebijakan pem-bangunan, paradigma kepulauan memiliki implikasi dinamika sistem dan gaming yang berbeda. Interaksi dan kecepatan proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan politik negara kepu-lauan dengan keragaman yang amat kaya memerlukan kerang-ka pemahaman yang baru dan lebih segar dari kerangka "pu-lau besar" ataupun "kelautan" yang kit a kenai saat ini. Untuk menunjukkan implikasi luasdari paradigma kepulauan ini, dapat diajukan sebuah dua pertanyaan dan jawaban hipotetis seder-hana sebagai berikut:

    Apakah akibatnya secara geomorfologis, Iingkungan hid up, ekonomis, sosial dan politik bagi Jawa Timur jika Pulau Madura tidak ada? Secara geomorfologis dan ekonomis, Jawa Timur tidak akan semaju sa at ini karena Pelabuhan Tanjung Perak tidak akan pernah dibangun oleh Belanda. Pulau Madura men-jadikan posisi Tanjung Perak menjadi pelabuhan yang paling ideal di dunia, dan merupakan pelabuhan tertua di Indonesia, lebih tua daripada Port of New York.

    Apakah akibatnya bagi Madura dengan diselesaikannya jembatan Suramadu? Secara ekonomi dan sosial, Madura akan mengalami proses industrialisasi yang dipercepat, dan jika tidak diantisipasi secara cermat akan menjadikan Madura sebagai Batam jilid 2. Pengaruh tokoh-tokoh tradisional, seperti kyai dan ulama Madura, akan terkikis.

    Isolasi Madura dan kepulauan di sekitarnya selama berta-hun-tahun dari mainland Jawa Timur, terutama disebabkan oleh paradigma pulau besar pembangunan nasional kita. Keterbela-

    11

  • kangan infrastruktur transportasi laut nasional dan keterpuru-kan industri pelayaran nasional adalah buah dari paradigm pulau besar ini. Solusi jembatan Suramadu sedikit banyak juga kelan-jutan dari paradigma pulau besar ini. Bukannya meningkatkan kualitas layanan ferry penyeberangan, solusi yang dipilih adalah solusi jalan raya dan jembatan. Implikasi solusi ini amat luas.

    Paradigma pulau besar saat ini terbukti tidak coeok tidak saja bagi Madura, namun juga bagi Indonesia. Suprastruktur nasional kita gaga I membangun kapasitas memerintah di laut kepulauan seeara efektif. Saat ini banyak pulau-pulau kecil di In-donesia yang merupakan kantong-kantong kemiskinan, bahkan pulau-pulau yang tidak terlalu jauh dari Pulau Jawa sekalipun seperti Pulau Bawean dan pulau-pulau di Kabupaten Sume-nep. Beberapa pulau terluar bahkan teraneam (sudah) Ie pas ke negara tetangga karena kita gagal melakukan pendudukan yang efektif atas pulau-pulau tersebut. Laut yang tidak dikelola dengan baik bahkan menjadi tempat beragam tindak kejahatan seperti pembajakan di laut, illegal fishing, mining, trafficking, bahkan pembuangan limbah beraeun. Laut "tak bertuan" ini juga mengurangi kepereayaan internasional atas kemampuan Indonesia menangani berbagai keeelakaan di laut yang membu-tuhkan kapasitas search and rescue yang memadai. []

    12

    4 KEPULAUAN INDONESIA

    KAWASAN ini merupakan rumah bagi sekitar 300 juta pen-duduk dan terdiri atas 4 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Dari segi ukuran dan popu-lasinya, Indonesia adalah yang terbesar yang batas-batasnya diwariskan dari Netherlands East Indies setelah Perang Dunia II berakhir.

    Kepulauan Indonesia merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan geologis yang luar biasa dan juga intervensi man usia. Kerangka luar kepulauan Indonesia dibentuk selama jutaan tahun oleh gerakan lambat lempengan benua di permukaan bumi dan wajah-wajah baru permukaan Indonesia seeara terus-menerus terbentuk melalui proses-proses erupsi vulkanik dan

  • gempa bumi serta oleh proses-proses erosi dan sedimentasi yang lebih lamban.

    Sebagian besar daratan bumi dipikul oleh lempengan be-nua dan karang raksasa yang bergerak perla han di permukaan planet bumi selama ratusan juta tahun. Tiga ratus juta tahun yang lampau, lempeng benua yang memikul kawasan yang kini disebut Indonesia merupakan bagian dari benua besar di sela-tan yang disebut Gondwana yang menyusun lempeng Antar-tika, Australia, India, Afrika, dan Amerika Selatan. Gondwana dipisahkan dari benua raksasa di utara, Laurasia, oleh samudera Thethys. Kedua benua raksasa ini membawa flora dan fauna masing-masing yang berbeda.

    Sekitar 200 juta tahun yang lalu, beberapa bag ian Gondwana mulai pecah dan bergerak ke utara. Salah satu pecahannya yang berupa lempengan panjang adalah Sibumasu (Siam, Burma, Malaysia, dan Sumatera). Pada sekitar 65 juta tahun lalu, lem-peng India memisahkan diri dari Gondwana, dan muncullah suatu rantai fragmentasi lempeng yang terbentang ant ara Asia dan Australia.

    Bentuk geologis Indonesia terus berubah ketika lempeng Australia dan India terus bergerak ke utara menekan kepulauan di bagian selatan dan timur Indonesia, sementara di bagian timur laut dipengaruhi oleh gerakan lempeng Pasifik. Gerakan ini amat lambat -beberapa sentimeter per abad- tapi karena berlangsung lama cukup untuk mengubah kepulauan ini secara dramatis. Akibat-akibat proses geologis yang lambat bertahun-tahun i,ni, luas daratan Indonesia menjadi sekitar 1.900.000 km2 dan laut seluas 3.300.000 km'. Beberapa pulau penting Indone-sia sesuai ukurannya dapat dilihat di Tabel1.

    14 Abad 21

    Tabel 1. Beberapa Pulau Penting Kepulauan Indonesia dan Luasnya

    Dan.el i".--1oh(u;;;,!ad Ro!:tyid I 15

  • 5 PENATAKElOLAAN SUMBER DAYA

    KEPULAUAN

    SUMBER daya kepulauan adalah sumber daya gugusan pulau, pesisir, dan laut, serta dasar dan bawah laut. Setelah prinsip-prinsip negara kepulauan yang dideklarasikan oleh Ir. Djuanda pada tahun 1957 diterima oleh UNCLOS pada tahun 1982 melalui perjuangan panjang Muchtar Kusumaatmaja dan Hasyim Jalal, luas wilayah Indonesia bertambah secara amat berarti melalui pertambahan luasan laut dan perairan yang merupakan bagian kedaulatan dan kewenangan Pemerintah RI. Wi/ayah Indonesia dari Sa bang sampai Merauke menjadi seluas Eropa dengan ben-tangan seluas London hingga Istanbul.

    Implikasi dari penerimaan UNCLOS ini belum sepenuhnya disadari oleh banyak kalangan, termasuk para pengambil kepu-

    16 Abad,?l

    tusan strategis di berbagai bidang. Dari aspek legal, negara kepulauan Indonesia telah ditegaskan oleh UUD 1945 yang te-lah diamandeman, kemudian dilengkapi dengan produk perun-dang-undangan yang mendukung pengelolaan sumber day a kepulauan. Produk perundang-undangan terse but diantaranya adalah UU No. 17/1985 tentang UNCLOS, UU No. 31/2004 ten-tang Perikanan, UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kedl, dan UU No. 17/2008 tentang Pela-yaran Nasional. Segera harus dicatat bahwa masih banyak regu-lasi dan aturan pelaksanaan yang dibutuhkan untuk mengelola sumber daya kepulauan Indonesia secara efektif. Laut dan perairan Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

    Pertama, laut wilayah dan kedaulatan Indonesia, yang ter-diri dari perairan pedalaman, perairan kepulauan Nusantara, dan laut teritorial di luar perairan Nusantara.

    Kedua, laut kewenangan Indonesia, di mana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat atas kekayaan alamnya serta ke-wenangan mengatur tertentu, misalnya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

    Di samping itu perlu segera dicatat bahwa masih ada laut di planet bumi ini di mana Indonesia memiliki kepentingan, walaupun tidak memiliki kedaulatan atasnya. Persoalan peru-musan kebijakan pembangunan sebagai pemanfaatan sumber daya kepulauan dapat didekati dengan dua pendekatan pen-ting: dinamika sistem dan teori permainan. Pendekatan dina-mika sistem (Forrester, 1969) adalah aplikasi teori pengenda-lian pada sebuah sistem. Langkah pertama untuk mengelola sebuah sistem alamiah (natural resource system) agar memberi manfaat dalam jangka panjang adalah memperlakukan sistem tersebut sebagai sebuah managed system (sistem yang dike-lola). Ini berarti mendptakan sebuah komponen buatan pada

    Daniei Mohammad Rosyid 1 17

  • sistem alamiah tersebut melalui pembentukan kelembagaan atau pengaturan (governance) atas sistem ini. Salah satu kom-ponen buatan yang penting adalah informasi dan umpan balik

    . (feed back) sistem. Untuk menentukan bentuk intervensi (kebijakan/policy)

    atas sistem alamiah ini, pendekatan permainan dapat mem-bantu (Ostrom, 1997). Pendekatan permainan berarti bahwa persoalan pemanfaatan sumber daya kepulauan dipahami seba-gai sebuah multi-players game. Ini berarti hasil akhir pemanfaatan sumber daya kepulauan merupakan hasil interaksi antara berbagai strategi pemanfaatan oleh setiap pemain dalam permainan ter-sebut. Isu terpenting dalam pengelolaan sumber daya kepu-lauan sebagai sumber daya bersama (common pool resources) adalah isu free riding. Untuk sebuah kasus, kita perhatikan situasi kawasan kepulauan Jawa Timur berikut ini.

  • Teknologi kapal ikan dengan memanfaatkan layar telah dikembangkan untuk negara berkembang saat harga BBM be-lum semahal saat ini (Rosyid and Johnson, 2005). Teknologi ini telah diimplementasikan untuk Kabupaten Jembrana dan NAD.

    Kompleksitas model akan meningkat jika sebagian atau se-luruh pulau di dalam kepulauan tersebut berpenduduk. Cara pan-dang pulau besar dengan penduduk yang padat akan cenderung memperlakukan penduduk di pulau kedl atau dengan penduduk yang tidak padat sebagai penganggu (trouble makers). Pem-bangunan berkembang menjadi persoalan penguasaan ruang kehidupan (lebensraum). Daratan pulau tersebut sering diang-gap sebagai asset, sementara penduduknya sebagai liability. Be-gitulah cara pandang Jakarta semasa Orde Baru melihat Irian dan banyak kawasan lain di Indonesia. Untuk kasus Jawa Timur, per-tanyaan yang dapat diajukan pada orang mainland Jawa Timur adalah: tiApakah Madura asset atau liability?"

    Untuk memanfaatkan sumber daya kepulauan ini diperlu-kan sistem-sistem buatan manusia (man-made systems) baik yang bersifat perangkat lunak maupun perangkat keras. Pengaturan-pengaturan (regulasi) yang bersifat perangkat lunak akan menen-tukan penggunaan perangkat keras teknologis yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya kepulauan dalam jangka panjang.

    Pengelolaan sumber daya kepulauan dapat didekati dengan pendekatan common pool resources (Ostrom, 1997) dengan para pemanfaat bertindak sebagai players in a multi-players game. Masing-masing pemain bisa memilih strategi tertentu yanK menguntungan dirinya sendiri. Pilihan strategi ini akan ditentu kan o[eh kekuatan pemain (penguasaan teknologi serta sumber daya ekonomi dan politik), aturan main yang diberlakukan, dan efektifitas pelaksanaan aturan main tersebut di lapangan. []

    ParGdigma l

  • Paradigma kepulauan memandang laut dan selat justru se-bagai penghubung Oembatan) alamiah dan dalam jumlah yang tak-terbatas, sedangkan kapal adalah alat angkut yang coeok untuk memanfaatkan daya dukung air laut bagi muatan yang diangkut kapal-kapal tersebut. Pandangan yang mengatakan bahwa IIsampai saat ini belum ada infrastruktur penghubung antara Sumatera-Jawa" adalah pandangan yang keliru dan ahistoris. Kenyataan bahwa Sumatera dan Jawa justru telah terintegrasi dibanding Jawa dengan kawasan lain di Indonesia membuktikan bahwa Sumatera dan Jawa telah terhubung sejak lama melalui transportasi laut dengan armada kapal pelayaran nasional.

    Alasan Topologi Kekeliruan JSS dapat ditunjukkan seeara matematik dengan

    argumen topologi sebagai berikut. Setiap pulau, karena adanya teluk dan sungai adalah sebuah concave landmass domain. Dalam domain seperti ini, menghubungkan dua titik sembarang dengan sebuah garis lurus Oarak yang terpendek) tidak bisa tetap berada di dalam domain tersebut. Artinya, menghubungkan dua titik yang dipisahkan oleh sebuah sungai (yang membentuk keeekungan do-main) memberi solusi jarak, karena orang tidak harus menyusur tepi sungai hingga ke jembatan terdekat berikutnya untuk sampai ke seberang dan kemudian berbalik arah menyusuri tepi sungai di seberangnya untuk sampai ke tujuan.

    Dua pulau membentuk ruang topologi yang berbeda. Mem-bangun satu jembatan penghubung justru membentuk artificial concave landmass domain yang problematik karena menimbulkan persoalan jarak yang baru, menimbulkan kebutuhan jembatan tambahan. Jembatan tambahan justru menambah concavity atas

    , landmass domain tersebut, demikian seterusnya. Each additional

    22 Abad 21

    bridge will increase the degree of concavity of the domains. Per-soalannya menjadi non-linier. Artinya, menghubungkan dua concave land mass domain dengan sebuah jembatan justru jus-tru menurunkan connectedness-nya.

    Solusinya adalah paradigma kepulauan yang membuka relaxed design domain tanpa mengubah ruang topologi landmass yang sudah ada. Solusi untuk relaxed design domain itu adalah kapal (penyeberangan/ferry), yang teknologi generasi terkini-nya sudah tersedia dan well-proven. Air laut bersama sistem ferry eanggih ini membentuk jembatan aJamiah dalam jumlah tak-terbatas sehingga mempertahankan connectedness kedua pulau.

    Alasan Teknomik AJasan ketiga adalah alasan-aJasan teknomik berikut. Satu

    jembatan yang menghubungkan dua pulau, karena concavity permanen yang terbentuk oleh jembatan ini hanya akan meng-untungkan kawasan kaki-kaki jembatan saja. Para spekulan ta-nah dan tuan tanah yang menguasai kawasan kaki jembatan akan paling diuntungkan. Solusi ferry (maju) boleh dikatakan membentuk concavity yang lentur dan dinamik. Artinya, sistem layanan penyeberangan (ferry ro-ro dan demaga) dan pel a-yaran yang eanggih dapat menghubungkan Jawa dan Sumatera di banyak lintasan sehingga Sumatera seeara menyeluruh akan memperoleh manfaat yang jauh lebih besar daripada JSS yang akan menguntungkan Lampung dan Banten saja. Kondisi jaringan Trans Sumatera saat ini yang buruk juga akan mengurangi manfaat JSS bagi integrasi pasar di Pulau Sumatera.

    Memaksakan truk atau mobil untuk melintasi Selat Sunda dapat tetap dilakukan dengan jauh lebih efisien dengan kapal

    Duti.lcllvlvharwnod HosyFd I 23

  • ferry yang lebih balk dari layanan ferry yang ada saat ini. Air laut Selat Sunda telah membuat kontur sea-bed Selat Sunda yang kompleks penuh patahan dan palung menjadi tidak relevan, bu-kan bagi truk atau mobil, tapi bagi kapal ferry. Bagi penumpang, kapal ferry ini adalah jembatan sekaligus mobil atau truknya. Air laut yang tersedia tanpa dibeli, karena sunnatullah, mampu men-dukung beban muatan yang diangkut truk,mobil, dan sebagainya berapapun banyaknya dengan menggunakan kapal-kapal dengan desain dan besar armada yang tepat. Air laut bersama sistem ferry maju yang tepat akan menjadi jembatan penghubung yang very-cost effective dengan investasi hanya 10% JSS dan dapat disediakan dalam waktu 3-4 tahun saja.

    JSS adalah highly constrained solution karena JSS merupakan kelanjutan kebijakan transportasi yang keliru saat ini yang berat moda-jalan (mobil, sepeda motor, truk, dan bis) individual/privat yang tidak efisien, polutif, dan menlngkatkan ketergantungan pad a BBM. Situasi un i-modality saat ini sudah sangat kritis. Indo-nesia akan serna kin terjebak dalam single-mode trap berkepan-jangan yang hanya menguntungkan industri mobil (yang masih diimpor). JSS justru akan memberi insentif bagi ketergantungan Indonesia pada moda transport yang buruk ini. Lebih berbahaya lagi adalah bahwa JSS merupakan highly constrained solution dan pengalih perhatian publik oleh pemerintah yang telah gagal membangun pemerintahan yang efektif di laut -sebagaimana amanat konstitusi yang sudah diamandemen- yang justru meru-pakan kunei penyelesaian banyak masalah di Indonesia saat ini sebagai negara kepulauanyang bereiri Nusantara.

    Perbandingan Empiris 8eberapa Mega-Proyek JSS sebagai teknologi yang melawan kondisi alamiah Selat

    Sunda akan harus dibayar dengan mahal sekali yang kemung-

    24 Abad21

    kinan besar tidak akan pernah terpikul oleh kapasitas fiskal nasional kita dalam waktu 10 tahun lebih ke depan. Perkiraan biaya pembangunan JSS yang diumumkan saat ini adalah Rp 120 triliun. Berdasarkan pengalaman Jembatan Suramadu dengan panjang 5 km saja dan bentang terpanjang hanya sekitar 500 m, biayanya membengkak menjadi Rp 5 triliun dan waktu pem-bangunannya molor 1 tahun lebih dengan sott loan dari Cina untuk bentang tengahnya. Dari pengalaman Jembatan Sura-madu ini, biaya JSS yang 30 km dapat mencapal Rp 180 triliun atau lebih karena harus lebih lebar (6Iajur), leblh tebal (untuk mengakornodasi track kereta api dan bentang yang jauh lebih panjang), serta pylon (menara) penyangganya lebih tinggi dan leblh dalam di lingkungan yang secara tektonik dan vulkanik amat aktif. Hubungan antara panjang (bentang) jembatan dan harga pembangunanya jelas bukan linier sederhana, namun pa-ling tidak kuadratlk, atau bahkan kubik.

    Segmen JSS yang terpanJang akan menuntut bentang suspensIon bridge yang terlalu panjang (sekitar 3.500 m) bagi teknologljembatan yang klta kenai secara global saat ini. Jem-batan terpanjang sa at Inl adalah Jembatan Akashi-Kaikyo dl Jeplng yang menghubungkan Kobe di Pulau Honshu dan Pulau AWIII. Panlang bentangnya 1.991 m, dan panjang total/hanya" 3.911 m, clearance 66 m, dibangun selama 12 tahun (1986-1998). Sekarang jembatan ini menampung traffic 2.3000 mobil per harl, dengan tarif tol mencapai Y 2.300 (sekitar Rp 250 000). Jembatan ini tidak mengakomodasi kereta api.

    Sementara itu, desain JSS harus mengakomodasi syarat-syarat Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI1) sebagai sebuah ke-sepakatan internasional (United Nation Convention on the Law of the Sea/U NCLOS) yang telah kita ratifikasi. Karena kontur sea-bed yang rumit dengan kedalaman yang bervariasi dari -40 m hingga

    l)(miellvlohummaa Rosyid I 25

  • IH:

    -80 m lebih, peluang terjadinya ground acceleration hingga 0,3 g akibat gempa tektonik serta ancaman erupsi vulkanik Krakatau, maka rancang bangun dan pembangunan JSS akan amat mahal bagi kemampuan ftskal nasional RI hingga 10-20 tahun ke de-pan. Sistem keuangan global yang belum stabil serta harga baja dan beton yang dapat dipastikan akan terus naik akan mening-katkan kerentanan pembiayaan JSS dari ancaman financial shocks selama masa konstruksinya yang diperkirakan selama 10 tahun. Kita boleh berharap masa konstruksi JSS akan molor lebih lama dari yang direncanakan.

    Sementara itu, jembatan Messina yang menghubungkan mainland Italia (Calabria) dengan Messina di Pulau Sicilia dibatal-

    '" kan pembangunannya pada tahun 2006 setelah terjadi debat dan kontroversi bertahun-tahun antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat mainland Italia maupun kelompok-kelompok nasionalis Sicilia. Bentang tengah jembatan ini akan menjadi yang terpanjang nomor dua di dunia (setelah JSS), yaitu sepan-jang 3.300 m, clearance 65 m, dan tinggi pylon mencapai 383 m! Biaya yang direncanakan adalah sebesar Euro 6,1 miliar, atau sekitar Rp 70 triliun. Pemerintah Italia (sebelum PM Berlusconi) membatalkan rencana ini karena memandang perbaikan prasa-rana jalan di Pulau Sicilia sendiri jauh lebih bermanfaat bagi ekonomi regionalltalia, sementara ada kekhawatiran yang luas bahwa dana triliunan Lira akan jatuh ke tangan organisasi krimi-nal Cosa Nostra dan Ndranghetta.

    . Banyak proyek-proyek besar di negara-negara maju dan kaya (dengan disiplin waktu dan kapasitas ftskal yang jauh lebih baik dan Indonesia) selalu berakhir dengan cost-over run dan keterlam-batan. Dua contoh proyek mercusuar ini adalah the Sydney Opera House dan the Millenium Dome di London. Sementara itu, tero-wongan Eropa (Eurotunnel) yang menghubungkan Dover-Calais

    I PrJradjgma Kepli1aUi1r1 26 Pcrnbangtinan Indonesia Abad 21

    A,

    di bawah English Channel sepanjang 50 km diselesaikan dalam waktu 8 tahun (1986-1994), membengkak biayanya hampir 2 kali Iipat (dari perkiraan awal GBP 2.600 miliar menjadi GBP 4650 miliar, senilai Rp 500 triliun!) dan manfaat ekonomi regionalnya amat terbatas, terutama bagi Inggris. Bahkan dilaporkan kon-disi Inggris akan jauh lebih baik saat ini jika terowongan ini tidak pernah dibangun sarna sekali. Investor-operator terowongan yang bekerja dengan pol a BOOT (Build-Own-Operate-Transfer) mengalami kerugian dan hampir bangkrut karena proyeksi traf-fic tidak seperti yang diramalkan dan beberapa kali penutupan terowongan akibat kebakaran di dalam terowongan. Dampak lingkungan terowongan ini juga terbukti negatif.

    Perbandingan 8eberapa Alternatif Teknologi Di tingkat teknomik, JSS jelas-jelas inferiror dibanding

    sistem ferry maju. Dari perbandingan di atas terlihat bahwa solusi ferry maju memberikan benefit/cost ratio yang paling baik, terutama menghindarkan Indonesia dari jebakan uni-modal/ity yang tidak eftsien dan polutif serta privat sehingga secara umum tidak sustainable. Dapat dilihat bahwa paradigma kepulauan membuka sebuah relaxed design solution yang lebih cost-effective berupa armada dan dermaga ferry maju dengan beban pembiayaan yang lebih ringan dan adil bagi mayoritas daerah/kawasan di Indonesia. Secara topologi, solusi sistem ferry membentuk ruang Jawa-Sumatera yang lebih compact dan well-connected. Sebagai perbandingan adalah sistem ferry Yunani untuk kawasan Agean Sea yang sangat luar biasa untuk ekonomi dan pariwisata Yunani. Pariwisata Selat Sunda jelas akan terbangun baik justru dengan sistem ferry maju, bukan dengan JSS. Tahapan pemilihan konsep merupakan tahapan amat penting dan berdampak jangka panjang, namun dengan

    Daniel Mohammad ilosyid I 27

    ~~

  • iiiill I'

    in!111

    informasi yang bersifat kualitatif dan terbatas. Dari analisis kualitatif dan konseptual di atas, dapat disajikan sebuah ta-bel perbandingan atas berbagai solusi untuk menghubungkan Jawa-Sumatera sebagai berikut.

    Tabel 4. Perbandingan 3 Opsi Teknologi untuk Selat Sunda

    Potensi cost over-run, rugl dan I Sesar molor

    Sesar

    Dampak spasial, geo-ekonomi- I Senus, mengganggu I Cukup serlus politlk ALKI 1

    Ketidakpastian baban peran-cangan

    28 Paradigma Kepulaua!) Pembtlnglman Inoone-sid' Abad ?1

    linggi, gempe 0:3 g. I Cukup linggl, dan erups; vulkanik gerakan lempang

    tektonik SS

    Keeil

    Tldakada

    Rendah

    Terbalas

    Mengunlungkan,

    a

    7 ITS SEBAGAI UNIVERSITAS

    MARITIM

    ARSITEKTUR pendidikan tinggi Indonesia sebagaimana di-wariskan penjajah Belanda pasca kemerdekaan memang didesain untuk kepentingan penjajahan. Fakultas kedokteran di Jakarta dan Surabaya, teknik di Bandung, pertanian di Bogor, dan hukum di Jogja memang diorientasikan bagi sebuah ne-gara jajahan. Pendidikan tinggi dengan kajian-kajian seperti itu diperuntukkan bagi pelajar Indonesia agar tetap berpikir benua (daratan). Kajian-kajian tentang kepulauan dan kemaritiman sengaja tidak dikembangkan.

    Akibat pola berpikir benua (pulau besar) ini, pembangu-nan kelautan dan kemaritiman Indonesia terbelakang, justru tidak sesuai dengan takdir alamiah bangsa ini sebagai negara

    29

    --

  • kepulauan. Padahal, hanya dengan menjadi negara maritim, negara kepulauan Indonesia ini bisa berjaya sebegaimana telah didemonstrasikan oleh Sriwijaya dan Majapahit.

    Pada sa at kemerdekaan 17 Agustus 1945, infrastruktur maritim nasional itu tidak pernah dibangun kembali oleh pemerintah RI. Bahkan kapal-kapal Belanda ikut ditarik ke wilayah-wilayah sekutu di Asia, meninggalkan di bekas Hin-dia Belanda itu tank-tank dan kemampuan tempur berbasis darat saja. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih gagal membangun pemerintahan di laut dan pulau-pulau terdepan yang efektif. Berbagai kegiatan melanggar hukum terjadi, mu-lai dari peneurian ikan oleh kapal-kapal asing, perampokan di laut, hingga penyelundupan kayu, minyak dan manusia, pem-buangan sampah beraeun di laut, serta penambangan pasir se-eara liar. Bahkan jika terjadi musibah di laut, kapasitas Search and Rescue (SAR) kita sedemikian terbatas sehingga keselamatan di perairan Nusantara termasuk paling buruk di dunia.

    Karena laut adalah habitat yang tidak bersahabat, manusia menggantungkan diri pada sains dan teknologi agar bisa ber-tahan hidup di laut. Untuk mengubah kekayaan sumber daya kepulauan ini menjadi nilai tam bah bagi kesejahteraan bangsa, dibutuhkan sebuah infrastruktur kompetensi nasional untuk penguasaan sains dan teknologi kepulauan.

    Bung Karno terlambat menyadari kesalahan ini karen a terlanjur jatuh. Kemudian Gus Dur telah menyadarinya dengan membentuk Departemen Eksplorasi Laut yang kemudian men-jadi Departemen (sekarang Kementerian) Kelautan dan Perika-nan. Tentu saja membangun kepulauan Nusantara tidak eukup hanya memandang persoalan ini sebagai sebuah sektor perika-nan saja, karena laut adalah sebuah matra lintas-sektor. Yang diperlukan adalah pemerintahan di laut untuk semua sektor

    30

    . '-'. "

    (dan pendidikan, perhubungan, ekonomi, perikanan!pertanian hingga keamanan). Pemerintah RI saat ini bukanlah pemerintah (wilayah) RI yang sebenarnya, karena hanya hadir di pulau-pulau (besar) wilayah Indonesia, sementara di laut dan di pulau-pulau keeil, pemerintah tidak hadir seeara efektif.

    Prospek bisnis dan industri berbasis sumber daya kepu-lauan amat besar, membentang mulai dari industri pelayaran, industri galangan kapal dan fabrikasi bangunan-bangunan laut, perikanan tangkap, marikultur dan offshore fish-farming, bioteknologi (farmasi, kosmetika, dan pangan) laut, industri garam, air laut dalam, penambangan mineral eksotik (se-perti nodul Mn dasar laut), industri energi laut (Ocean Thermal Energy Conversion!OTEC), wisata bahari dan reklarnasi pantai. Saat ini sumbangan sektor kelautan dalarn PDRB Nasional rnasih di bawah 25%, jauh di bawah Cina dan Thailand yang jelas-jelas bukan negara maritim.

    Untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara rnaritirn diperlukan infrastruktur kompetensi nasional yang rnendukung penguasaan sains dan teknologi yang dibutuhkan bagi negara maritim yang kuat. Dibutuhkan sarjana-sarjana ekonomi, sosial, politik, dan berbagai disiplin sains juga teknik di lingkungan rna-ritim dan kepulauan. Karena keunikan Indonesia ini, perguruan-perguruan tinggi Indonesia mestinya rnenjadi pusat-pusat ke-unggulan kajian-kajian sa ins sosial, alam (biologi, kirnia, fisika) dan teknik kepulauan, termasuk teknik perkapalan dan teknik penerbangan (pesawat kedl antar-pulau dengan kemarnpuan lepas landas dan mendarat di laut atau land as paeu pendek, untuk fixed rnaupun rotary wing).

    Belajar dari kesalahan Jakarta, Surabaya yang seeara ala-miah merupakan kota pesisir dapat rnenjadi test case bagi ITS, apakah mampu mentransformasikannya menjadi sebuah

    I 31

  • water-front city dengan aktivitas berbasis maritim yang kuat serta jaringan transportasi muJti-moda yang memadu dengan canggih. Pelabuhan Tanjung Perak telah beratus tahun ber-fungsi sebagai pintu gerbang bagi Kawasan Timur Indonesia. Kota Surabaya sendiri berevolusi mengikuti dinamika perannya sebagai kota maritim dan perdagangan.

    Memasuki usianya yang ke-50, ITS sebagai sebuah insti-tusi pendidikan teknik terkemuka Indonesia sudah waktunya memperkuat infrastruktur kompetensi nasional dengan mem-posisikan dirinya sebagai universitas maritim. Tantangannya tidak mungkin dipikul hanya oleh sebuah Fakultas Teknologi Kelautan saja, namun harus menjadi kerja bersama lintas fakuJtas di ITS. []

    32 /\bad::1

    a

    8

    PENUTUP DAN KESIMPULAN

    PARADIGMA kepulauan menunjukkan bahwa paling tidak dari perspektif sistem logistik nasional sebagai sub-sistem ketahanan pangan nasion aI, solusi JSS merupakan solusi yang tidak layak. Anggaran yang tersedia dari kapasitas fiskal na-sional yang terbatas lebih tepat dipakai untuk meningkatkan cakupan dan mutu jaringan trans-Sumatera sehingga integrasi pasar domestik di Sumatera dapat diwujudkan dengan biaya yang jauh lebih murah, terutama yang berbasis rei (kereta api), bukan toll road, hingga ke pelabuhan-pelabuhan di Sumatera. Pengembangan infrastruktur serupa bagi pantura Pulau Jawa akan memberi dampak ekonomi regional yang amat signifikan.

    Daniel Mohamrrl(ld Ro;;yid I 33

    .....

  • illi .ill I", liil

    !I

    Rencana JSS dapat dilihat sebagai kebijakan yang dipijak-kan pada paradigma pulau besar yang tidak sesuai dengan takdir alamiah kita sebagai negara kepulauan. JSS akan merupakan titik lemah (weakest link) Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang membuat sistem ketahanan pangan nasional rawan terhadap goncangan karena akan memperparah keterjebakan moda-tunggal darat. Jika paradigma pula besar ini dipertahankan terus, agenda untuk mempromosikan infrastruktur multi-moda dan membangun pemerintahan di laut yang efektif akan semakin ter-belakangkan. Upaya untuk meningkatkan liconnectivity" nasional melalui sebuah Sislognas yang efisien akan semakin surut. Dengan kondisi un i-modality yang semakin kritis saat ini dan sumber daa kepulauan yang terbengkalai, kita tidak saja semakin tidak kom-petitif, keutuhan negara-bangsa ini juga dipertaruhkan.

    Tantangan lain dalam pembangunan negara kepu(auan ada-lah kecenderungan proses pengambilan keputusan yang terlalu analitik-teknokratik dan elitis (government-centric) yang lamban dan meremehkan keragaman serta kemampuan mengambil kepu-tusan di tingkat grass-root yang memiliki local wisdom. Memahami apa yang dimaksud Ellwood (2010) dengan "pemerintah yang kuat dan penuh inspirasi", peningkatan robustness sistem ketahanan pangan nasional, misalnya, memerlukan kelenturan sistem yang cukup dengan memberdayakan rakyat untuk mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat dengan informasi yang cukup dan mutakhir. Oleh karena itu, penting meningkatkan kemampuan petani dan nelayan dalam mengambil keputusan (Rosyid, 2009), apalagi kelompok miskin ini memiliki modal dasar yang penting dalam mengambil keputusan, yaitu keberanian mengambil risiko -yang justru tidak dimiliki oleh banyak pemimpin formal kita saat ini. Jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang murah

    34

    dengan cakupan luas akan menjadi kunci bagi peningkatan partisi-pasi rakyat dari berbagai kawasan Indonesia yang luas, terutama di luar Jawa.

    Di samping itu, untuk bersaing menarik investasi, meng-konsolidasikan pasar domestik serta menghadapi kebangkitan (ina dan India, dibutuhkan peningkatan infrastruktur nasional yang lebih baik, terutama jaringan transportasi laut antar-pulau maju dengan cakupan yang luas, frekuensi layanan yang tinggi, aman, dan nyaman serta dapat diandalkan. Diperkuat dengan satuan Pengawal Laut dan Pantai Indonesia yang efektif hadir di laut, NKRI sebagai kesatuan ekonomi, sosial-budaya, politik, dan keamanan tidak akan bisa lagi diremehkan oleh negara manapun. []

    35

  • ,

    IIII

    I1III

    1""'

    I Parad!gm.:; KepulQ(IOJl 36 Perni>angunan Indonesia Abad)1

    &

    KEPUSTAKAAN

    Bisri, M. Chatib. Penyakit Belanda? Opini KOMPAS, edisi 12 September 2010.

    Ellwood, David. T. Menciptakan Pekerjaan, Mengurangi Kemiskinan, dan Memperbaiki Kesejahteraan Rakyat. Presidential Lecture, Rabu 15 September 210.

    Friedman, Thomas L. The World is Flat: A Brief History of the Twenty First Century. Farrar, Straus and Giroux. 2005. For~ester, Jay Wright. Urban Dynamics. Productivity Press.

    1969 Fukuyama, Francis. The End of History and the Last Man. Penguin.

    1992. Johnson, Roger M and Rosyid, Daniel M. Traditional Boats in'

    Madura and East Java and their Relevance to a Replica of Majapahit Ships. Proceedings of the RI NA Conference on Historical Ships, London. 2009

    Daniel Mohammad Rosyid I 37

    -

  • II

    I

    II1I

    III

    IIIII

    I!III II!

    Knezevic, Jezdimir. System Maintainability: Analysis, Engineering, and Management. Chapman and Hall. 1997.

    Kuhn, Thomas Samuel. The Structure of Scientific Revolutions. University of Chicago Press. 1962.

    Ostrom, Elanor. Governing the Commons. Oxford University Press. 1997.

    Prasetyantoko, A. Peningkatan Daya Saing Minus Infrastruktur. Opini KOMPAS, edisi 16 September 2010.

    Rosyid, Daniel M and Johnson, Roger M. Developing Sustainable Fishing Vessels for Developing Countries in the 21st Century. RINA Transactions. Vol 147, 2005.

    Rosyid, Daniel M. Rethinking Development Paradigm for an Archipelago Indonesia. Proceedings of the World Ocean Conference, Manado. 2008.

    Rosyid, Daniel M. Optimasi: Teknik Pengambilan Keputusan Secara Kuantitatif. ITS Press. 2009.

    Rosyid, Daniel M. Unjustifying Inter-Island Bridges: A Topology Argument. Proceedings of the APTECS, ITS. 2009.

    Rosyid, Daniel M. Ketahanan Pangan: Perspektif Permainan di Negara Kepulauan. Proceedings Diskusi Ahli, Kementrian Ristek, Agustus 2010.

    Sen, Amartya Kumar. Development as Freedom. Oxford Univer-sity Press. 1999.

    Sudjatmiko, Budiman. Mengelola Negara Kesejahteraan. Opini KOMPAS, edisi 12 September 2010.

    Zakaria, Fareed R. The Post-American World. W.W. Norton and Company. 2008.

    38 PurudigmG KCIJL;/UlWrl Pcmbangunan Indones[[; Abad

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    DATA PRIBADI Nama Tempat, tanggallahir NIP Pekerjaan

    Alamat kantor

    Telp./fax Alamat

    Email

    Daniel Mohammad Rosyid Klaten, 2 Juli 1961 131782038/196107021988031003 Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi, Jurusan Teknik Kelautan ITS Surabaya Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Tek-nologi Kelautan Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111 031-5928105 JI. Teknik Industri D-27, Perum ITS Sukolilo, Surabaya [email protected]

    Daniel Mohammad Rosyid I 39

    -

  • Blog Istri Anak

    PENOIOIKAN

    www.danielrosyid.com Dra. Ratna Juwita, Apt. 1. Iqbal Ibnu Rusyd, S.T. (Arsitektur

    ITS Surabaya) 2. Fathimah Rusyd, S.Ked. (FK Uni-

    versitas Airlangga) 3. Aisyah Rusyd (FK Universitas Air-

    langga, semester V) 4. Luqman Ibnu Rusyd (Klas XII, SMA

    Negri 17, Surabaya)

    1967 1973 SD Institut Indonesia, Semarang 1974 -1976 SMP Negeri 2 Semarang 1977 1980 SMA Negeri 1-11 Semarang Sl, Teknik Perkapalan ITS Surabaya, 1986 S3 (Ph.D), Dept. of Marine Technology, the University of

    Newcastle upon Tyne, Inggris, 1991 Summer School on Optimization of Structural Systems, Inter-

    national Centre of Mechanical Sciences, Udine, Italy, 1990 Summer School on System Operational Sciences, MIRCE

    Akademy, The University of Exeter, 2002 CPM, Certified Professional Marketer, WMF Asia Pacific, 2006

    PENGALAMAN KERJA 1986 - 1988: Inspektur Mutu, Departemen Pengendalian

    Mutu, Divisi Kapal Perang, PT. PAL Indonesia 1988 - sekarang: Dosen tetap, Jurusan Teknik Kelautan

    ITS Surabaya

    Parodlgrr!(l Kepulauan 40 I Pembatlgunan indonesia Abad 21

    1991: GTZ Workshop Facilitator, Polytechnic of Shipbuilding Development Project, ITS

    1992 - sekarang: practicing Naval Architect 1995 - 1999: Koordinator Program Pascasarjana Teknologi

    Kelautan ITS

    1999 - 2003: Pembantu Rektor IV ITS Bidang Kerjasama dan Pemasaran

    2001 - 2009: Anggota, dan Ketua Dewan Pakar Jawa Timur 2000 - 2004: Assessor Badan Akreditasi Nasional Perguruan

    Tinggi

    2005 - 2007: Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur 2004 - 2007: Sekjen Konsorsium Kemitraan Bahari Regional Centre Jawa Timur 2005 - sekarang: Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cab. Surabaya 2006 - 2007: Tim Ahli pada Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi RI 2005 - sekarang: Dosen pada Program Magister Administra-si Publik Konsentrasi Kebijakan Maritim, Universitas Hang Tuah, Surabaya 2005 - sekarang: Dosen pada Program Studi Pembangunan, Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya

    2004 - sekarang: Anggota Komite Tetap Kebijakan Publik KADINDA Jawa Timur

    2007 - 2008: AUSAI D fellows, Brisbane International Educa-tion Exhibition, and Sidney Curriculum Development 2009 - sekarang: Kordinator Gerakan Anak Indonesia Mem-baca

    .... ~.~" ___ ommo' ~'" 41

  • i I

    2009 - sekarang: Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir (HAPPI) Cabang Jawa Timur 2010 - sekarang: Ketua Badan Koordinasi Sertifikasi Profesi (BKSP) Provinsi Jawa Timur

    PUBLIKASI Buku

    Daniel M. Rosyid dan D. Setyawan. Kekuatan Struktur Kapal PT. Pradnya Paramita. 2002 Daniel M. Rosyid. Pengantar Rekayasa Keandalan. Airlangga University Press. 2007 Daniel M. Rosyid. OPTIMASI: Teknik Pengambilan Keputu-san Secara Kuantitatif. ITS Press. 2009

    AB.Widodo dan Daniel M. Rosyid. Komposit Bambu untuk Aplikasi Struktur. ITS Press. 2010

    Daniel M. Rosyid. Pendidikan di Era Reformasi: Mau Kemana? Surabaya Intellectual Club. 2008 Daniel M. Rosyid. Transformasi Indonesia 2050: Time Discipline dan Pendidikan Liberal Arts. Panitia Dies Natala!s ITS k~7. 2007

    Jurnallnternasional

    Rosyld, D.M. and J.B. Caldwell. Design Approach and Dimen-sional Similarity in Layout Optimization of Structural Systems. International Journal of Computers and Structures, Vol. 40 NO.5. Pergamon Press. 1991 Rosyid, D.M. Elemental Reliability Index-based System Design for Skeletal Structures. International Journal of Structural Optimization. Springer Verlag Vol. 5.1992

    Puradigma Kepu1lJuan Pembangunan Indorles/(./ Abud"

    Rosyid, D.M. and Johnson, R.M. Developing Sustainable Fishing Vessels for a Developing Country in the 21st Century. Interna-tional Journal of Small Craft Technology. RINA. 2005

    Publikasi Internasional Mutakhir

    Johnson, R.M. and Rosyid, D.M. It is all in the Mind: A Case for Building a Replica. the RINA Conference on Historical Ships. London. 2007 Rosyid, D.M. Rethinking Development Paradigm for the Archipelago Indonesia. Proceedings of the World Ocean Conference. Manado. 2009

    Johnson, R.M. and Rosyid, D.M. Taditional Boats in Madura and East Java and their Relevance to a Replica of Majapahit Ships . .Proceedings of the RINA Conference on Historical Ships. London. 2009

    Karya Desain dan Bangun

    16,7 m Kapal (Iatih) Penangkap Ikan untuk Pemkab. Jem-brana, Bali dan Mercy Relief Singapore bagi Nelayan NAD, 2005 16,7 m Kapal Layar Balo-Lambo untuk Mr. Gregoir Deniau, 2006 35 m Kapal Ferry Penumpang Cepat Long And Narrow Tri-marran untuk PT. Sarana Pembangunan Ja~a Tengah, 2006

    Surabaya, 20 September 2010

    Daniel Mohammad Rosyld

    Daniel Mohammad Rosyjd 43

    Cover id warnaCover id hitamTable_of_Content12-34-56-78-910-1112-1314-selesai