islamofobia metro tv · 2020. 6. 25. · foto: pelepasan da’i pedalaman stid mohammad natsir...
TRANSCRIPT
48Rabi’ulTsani1437H
Januari2016M
KH. Abdul
Gaffar Ismail
Ulama
Heroik
ISLAMOFOBIA
VisitasiKemenagdalamRangka
PembukaanProdiPMI
DewanDa’wahHadiri
SidangRISEAPdiTaiwan
LPPOMMUIAjakDewanDa’wah
WujudkanJakartaKotaHalal
UstadzAbdulWahidAlwi:Model-Model
KaderisasiDewanDa’wah(2)
METRO TV
Penerbit: STID Mohammad Natsir Penanggung jawab: Ketua STID Mohammad Natsir Redaksi Ahli: Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA, Dr. Mohammad Noer,
Dr. Imam Zamroji, MA., Taufik Hidayat, MA Pemimpin Redaksi: Dwi Budiman, M.Pd.I., Redaksi Pelaksana: Saeful Rokhman, S.Kom.I
Produksi: Din Akbar S.Sos.I Alamat Redaksi: STID Mohammad Natsir Jl. Kampung Bulu Setia Nekar, Tambun-Bekasi Jawa Barat
Telp. (021) 8809444 Email: [email protected] Website: www.stidnatsir.ac.id.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ba’da tahmid, shalawat dan salam, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah Ta’ala.
Alhamdulillah, kita bertemu kembali di media kita tercinta, Mimbar STID Mohammad Natsir. Semoga Allah Ta'ala selalu merahmati langkah kita semua, hambaNya yang tengah berupaya menebar al-haq di bumi ini.
Pada edisi kali ini, Mimbar STID Mohammad Natsir memuat tajuk, “Konstruksi Metro TV dan Paradigma Islamofobia”. Dalam tayangan edisi 3 Januari 2016 pukul 15:55 WIB, Metro TV menampilkan daftar jaringan teroris di Indonesia sebelum pengaruh ISIS tahun 2013. Wahdah Islamiyah, salah satu ormas Islam di Indonesia, dituduh sebagai salah satu jaringan organisasi teroris.
Selain itu, dalam berita yang menghadirkan narasumber dari BNPT itu disebut juga secara jelas di layar bahwa Muhammad Zaitun Rasmin, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah, adalah tokoh terorisnya. Berita ini pun segera menyebar ke penjuru Nusantara dan kemudian menuai banyak kecaman, termasuk dari Zaitun Rasmin sendiri.
Ustadaz Zaitun, panggi lan akrabnya, menjelaskan, pihaknya merasa sangat terpukul dengan pemberitaan yang dilakukan stasiun televisi milik petinggi partai Nasdem itu. Karenanya, pihaknya akan melaporkan pemberitaan ini kepada kepolisian dan Dewan Pers.
Para pembaca Mimbar, pada rubrik Bayan, Ustadz Ahmad Misbahul Anam, MA. mengupas tentang “memperbaiki niat menuntut ilmu”. Jika ditanya, apa tujuan anda setelah bekerja nanti? “Tentu aku ingin menjadi orang yang kaya. Banyak uang dan harta. Jika demikian, pasti orang tua dan kerabatku bangga kepadaku.” Begitu katanya. Benarkah demikian cara pandang yang benar dalam mencari ilmu di sekolah atau pun bangku kuliah?
Selain itu, ada juga rubrik mimbar Nasional yang mengulas LPPOM MUI ajak Dewan Da’wah Wujudkan Jakarta Kota Halal, Mimbar Internasional tentang Dewan Da’wah mengikuti Sidang RISEAP, reportase, Pewarisan Nilai dan Tokoh yang sayang jika dilewatkan.
Mudah-mudahan sajian kami dapat memberi wawasan dan manfaat kepada pembaca semuanya. Saran dan kritik konstruktif senantiasa kami harapkan. Jazakumullahu khairan katsira.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Redaksi
Foto: Pelepasan Da’i Pedalaman STID Mohammad Natsir bertempat di LAZIS PLN Jakarta
Keberanian Untuk Mencoba Hal yang Hebat dan Baru
Anak-anak muda yang masa mudanya dipenuhi oleh prestasi adalah mereka yang selalu punya ketertarikan untuk mencoba peluang hebat yang hadir di depannya. Ia selalu memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk melejitkan prestasinya.
Ada lomba ini dia mengikutinya, ada peluang tampil dia ambil, ada kesempatan hal baru ia semangat menyambutnya. Nah, kalau sudah ada keberanian untuk selalu mencoba hal baru yang kita temui, biasanya akan muncul dan hadir momentum yang melejitkan potensinya. (Akhsanul Qoriah)
Adakah Kolom Khusus untuk Perkembangan Teknologi Dunia?
Seiringnya berjalan waktu, perkembangan zaman pun terus melaju. Mulai dari penyebaran informasi yang begitu cepat sampai transportasi yang tak kalah cepat perkembangannya. Sebagai umat Islam, kita tidak boleh kalah cepatnya dengan bangsa luar sana. Dengan teknologi mereka memberi tipu daya bagi umat Islam untuk larut dalam kesenangan dunia.
Kita harus mengetahui seberapa dan sampai mana teknologi yang kini berkembang pesat. Jangan sampai teknologi tersebut bisa menjadi racun untuk umat Islam, sebagai sarana pembodohan di bangsa kita.
Selain itu, teknologi juga penting untuk memajukan umat dan memajukan bangsa. Sebagai sarana da’wah bagi kita, umat Islam. Tugas kita adalah bisa memilah yang mana teknologi yang bisa dimanfaatkan dan yang mana teknologi yang berbahaya bagi umat. Bila perlu kita memodifikasi teknologi di dunia untuk memajukan Islam.
Sebagai mahasiswa saya menyarankan untuk diadakan kolom khusus tentang perkembangan teknologi di dunia. Kami sebagai pembaca Mimbar membutuhkan informasi tersebut dikarenakan kami
adalah mahasiswi yang menggeluti ilmu komunikasi penyiaran Is lam, yang sudah seharusnya membutuhkan informasi tentang perkembangan teknologi di dunia. (Nuha Bilqisti)
Shaleh Mantap, Muslih It’s AmazingBaginda terkasih Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sebelum mengemban risalah kenabian adalah orang yang paling dicintai kaumnya sebab beliau adalah orang yang shaleh. Namun ketika Allah mengutus beliau sebagai Nabi dan Rasul yang mengajak kepada kebaikan, kecintaan berubah menjadi kebencian, cemooh, dan permusuhan, mereka menuding rasulullah dengan "penyihir, pendusta, dan yang lebih menyakitkan lagi gila". Na'udzubillah min dzalik.
Para mushlihun menghancurkan batu nafsu-nafsu mereka dengan mencegah mereka dari berbuat kerusakan. Luqman Al-hakim menasehati anaknya agar senantiasa bersabar dalam mengajak kepada kebaikan sebab ia akan menjumpai perlawanan dan permusuhan.
Allah ta'ala berfirman dalam surah Luqman: یا بني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر
على ما أصابك إن ذلك من عزم الأمور Surat Luqman:17]
Ahlul fadhl Dan ahlul 'ilmi mengatakan seorang muslih lebih Allah cintai dibandingkan seorang shaleh. Sebab dengannya Allah menjaga suatu kaum dari murka-Nya namun orang shaleh hanya cukup menjaga dirinya sendiri
Allah berfirman dalam surah Hud وما كان ربك لیھلك القرى بظلم وأھلھا مصلحون
Surat Hud: 117]
Soleh?! Mantap. Mushlih?! It's amazing. (Cordova El-Andalusia)
081289422092Redaksi menerima SMS Surat Pembaca
maupun Komentar. Setiap SMS hendaknya menyertakan nama dan asal kota.
dan serius untuk mendapatkan ilmu
itu? Sangat mungkin tidak, karena
setiap ilmu yang kita pelajari bukan
semata untuk mendalaminya dan
menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat. Karena daya dorong kita
dalam belajar hanya untuk selembar
ijazah dan sebuah pekerjaan. Tidak
ada semangat yang menggairahkan
dalam memecahkan sebuah masalah
keilmuan. Tidak ada niatan agar ilmu
yang ditekuni bermanfaat untuk
masyarakat banyak. “Untuk apa cape-
cape, intinya kan bagaimana kita bisa
bekerja dapet duit habis kuliah.”
Kita kerap menyaksikan seseorang
yang tidak sekolah atau kuliah, namun
mereka sukses. Mereka bisa menjadi
orang yang kaya-raya tanpa “makan
bangku kuliah”. Sebaliknya tak jarang
pula kita melihat orang kuliah tinggi-
tinggi, namun hanya menjadi
pengangguran. Segepok ijazah yang ia
peroleh tak membuat kehidupannya
semakin baik. Pertanyannya adalah,
sebenarnya apa sebab terjadi keadaan
yang kontras seperti itu. Dengan cara
pandang biasa, seharusnya orang
kuliah tinggi-tinggi itu seharusnya
menjadi orang sukses. Namun kenapa
yang terjadi adalah fakta sebaliknya?
Masalah sebenarnya bukan pada
level pendidikannya, namun lebih
pada sisi keilmuannya. Orang yang
tidak bersekolah tapi sukses itu boleh
jadi karena ia memiliki satu keilmuan
dalam bidang tertentu. Misal ia
mendapat ilmu wirausaha dari
pengalamannya selama bertahun-
tahun. Meski ia tak sekolah, namun ia
mempunyai ilmu dalam bidang
tersebut. Sebaliknya, orang yang
kuliah tinggi-tinggi itu, meski
memperoleh sederet gelar, namun
bisa jadi ia miskin ilmu. Keilmuannya
hanya ternilai dari selembar ijazah itu.
Tidak lebih.
Untuk itu, ilmu adalah karunia
yang diberikan oleh Allah SWT. Ia lebih
tinggi dibandingkan selembar ijazah.
Selain itu, ilmu juga tidak dipandang
dengan cara “materialistis”. Uang atau
harta memang perlu, tapi hendaknya
jangan dijadikan orientasi utama
dalam mencari ilmu. Teguhkan dalam
hati bahwa niat kita mencari ilmu
karena Allah dan untuk memberi
manfaat bagi sesama. “Sebaik-baik
orang adalah yang bisa bermanfaat
bagi orang lain. Itu titah Nabi SAW.
Semakin Berilmu, Semakin Beradab
Sudah tak terhitung berapa kali
kasus korupsi yang ditayangkan di
layar kaca televisi. Para pelakunya
bukan dari kalangan biasa, katanya
mereka adalah orang-orang
berpendidikan tinggi serta memiliki
jabatan tinggi di negeri ini. Mereka
juga (katanya) orang berilmu, buktinya
sederet gelar ada di depan dan
belakang namanya. Namun sungguh
ironis, mereka menjadi manusia-
manusia di garda terdepan dalam
merusak negeri tercinta ini. Hal ini
dikarenakan ilmu yang didapatkan
tidak menghasilkan manusia yang
beradab. Ia entah salah mencari ilmu,
salah memandang ilmu, atau tersesat
karena ilmu. Atau kah memang
oerientasi belajar di bangku sekolah
atau kuliah tidak dicetak untuk
menghasilkan insan beradab.
Dr. Adian Husaini pernah
mengatakan, ketika negara kita
uliah? Di kampus A aja,
K100 % jaminan kerja!
Demikian bunyi promosi
kampus yang kerap kita
lihat di jalanan. Karena
merasa mendapat jaminan, orang-
orang pun segera berbondong-
bondong mendaftar ke kampus
tersebut. Jika ditanya, apa tujuan anda
setelah bekerja nanti? “Tentu aku
ingin menjadi orang yang kaya. Banyak
uang dan harta. Jika demikian, pasti
orang tua dan kerabatku bangga
kepadaku.” Begitu katanya. Benarkah
demikian cara pandang yang benar
dalam mencari ilmu di sekolah atau
pun bangku kuliah?
Kita mungkin sepakat bahwa ilmu
itu begitu mulia dan tak ternilai.
Derajat orang yang berilmu akan
semakin naik dan bergerak ke atas
menuju Allah SWT. Levelnya
ditinggikan beberapa derajat oleh
Allah SWT jika dibandingkan dengan
orang biasa. Namun, untuk
memperoleh ilmu tersebut manusia
harus melakukan penggalian dan
perenungan yang mendalam. Ia mesti
dikaji, disimak, diteliti, diamati, dan
disimpulkan. Bahkan tidak cukup
sampai di situ, ilmu tersebut juga
harus diamalkan sebagai bukti nyata
dari kebenaran ilmu tersebut. Lebih
dari itu, ilmu yang diperoleh
hendaknya semakin mendekatkan
dirinya kepada Sang Penguasa Ilmu,
bukan malah semakin menjauh
dariNya.
Namun demikian, jika niat kita
kuliah hanya sekedar satu tangga,
yaitu untuk mendapatkan selembar
ijazah kemudian memperoleh
pekerjaan, apakah kita akan berhasil
diminta mengejar kemajuan, kita
melihat, yang lebih difokuskan adalah
kemajuan materi, bukan kemajuan
akhlak. Padahal, dalam UU Sisdiknas
disebutkan, tujuan pendidikan
nasional juga mencakup persoalan
akhlak. Juga, sesuai lagu “Indonesia
Raya”, kita harus membangun jiwa,
baru membangun badan/raga.
“Bangunlah jiwanya, bangunlah
badannya!” begitu katanya. Tapi,
apakah setiap tahun, ada laporan
pemerintah kita tentang keberhasilan
atau kegagalan membangun jiwa?
Bagi kita, umat Muslim, jika ingin
membangun atau membangkitkan
sebuah peradaban, maka yang
seharusnya dibangun adalah manusia-
manusia yang beradab.
Demikianlah seharusnya sosok
insan-insan berilmu yang ideal. Ia
adalah seorang yang berilmu, beradab,
dan dekat dengan Allah SWT. Bukan
seorang yang berilmu tapi pintar
dalam berbuat kejahatan. Bukan
seorang berilmu yang semakin jauh
dari Sang Penciptanya.
Sabda Nabi SAW:
“Sesungguhnya Malaikat akan
meletakkan sayapnya untuk orang
yang menuntut ilmu karena ridha
dengan apa yang mereka lakukan. Dan
sesungguhnya seorang yang
mengajarkan kebaikan akan
dimohonkan ampun oleh makhluk
yang ada di langit maupun di bumi,
bahkan ikan yang berada di dalam air
sekalipun. Sesungguhnya keutamaan
orang ‘alim atas ahli ibadah seperti
keutamaan bulan atas bintang-
bintang.” (Al Hadits) []
MEMPERBAIKI�NIAT�MENUNTUT�ILMUMEMPERBAIKI�NIAT�MENUNTUT�ILMUOleh: Ahmad Misbahul Anam, MA
alam tayangan edisi 3
DJanuari 2016 pukul 15:55
WIB, Metro TV
menampilkan daftar
jaringan teroris di Indonesia sebelum
pengaruh ISIS tahun 2013. Wahdah
Islamiyah, salah satu ormas Islam di
Indonesia, dituduh sebagai salah satu
jaringan organisasi teroris. Selain itu,
dalam berita yang menghadirkan
narasumber dari BNPT itu disebut
juga secara jelas di layar bahwa
Muhammad Zaitun Rasmin, Ketua
Umum DPP Wahdah Islamiyah,
adalah tokoh terorisnya. Berita ini
pun segera menyebar ke penjuru
Nusantara dan kemudian menuai
banyak kecaman, termasuk dari
Zaitun Rasmin sendiri.
Ustadz Zaitun, panggilan
akrabnya, menjelaskan, pihaknya
merasa sangat terpukul dengan
pemberitaan yang dilakukan stasiun
televisi milik petinggi partai Nasdem
itu. Karenanya, pihaknya akan
melaporkan pemberitaan ini kepada
kepolisian dan Dewan Pers.
"Kami akan mencari cara terbaik.
Apakah itu melakukan laporan ke
kepolisian langsung, atau ke Dewan
Pers, maupun Komisi Penyiaran
Indonesia. Pokoknya kita sesegera
mungkin melapor," kata Ustadz
Zaitun, Sabtu malam (9/1),
sebagaimana dilansir Republika.
Menurut Ustadz Zaitun, sangat
tidak tepat jika ormas yang
dipimpinnya dikaitkan dengan
jaringan terorisme. Pasalnya Wahdah
Islamiyah justru melakukan upaya-
upaya untuk merekrut anak muda
agar menjadi pemuda yang memiliki
akhlak mulia. Selain itu, Wahdah
Islamiyah merupakan organisasi yang
mengedepankan sikap-sikap santun
dan menjauhi aksi terorisme.
Dalam websitenya wahdah.or.id,
dijelaskan bahwa Wahdah Islamiyah
didirikan pada 18 Juni 1988. Wahdah
Islamiyah yang berarti Persatuan
Islam adalah sebuah Organisasi
Massa (Ormas) Islam yang
mendasarkan pemahaman dan
amaliyahnya pada Al Qur’an dan As
Sunnah sesuai pemahaman As Salaf
Ash-Shalih (Manhaj Ahlussunnah Wal
Jamaah). Organisasi ini bergerak di
bidang da’wah, pendidikan, sosial,
kewanitaan, informasi, kesehatan dan
lingkungan hidup. Saat ini organisasi
Wahdah ada di berbagai wilayah
tanah air.
Ustadz Zaitun sendiri menjabat
sebagai Ketua Umum DPP Wahdah
Islamiyah. Beliau dikenal sebagai
“Pencetak Dai dari Timur”. Awalnya
beliau adalah mahasiswa Fakultas
Pertanian Universitas Hassanuddin
(Unhas), Makasar. Pada semester 4 ia
banting setir dengan pindah belajar
ke LIPIA Jakarta. Setelah itu, Ustadz
Zaitun mendapat beasiswa selama 4
tahun untuk mendalami ilmu syariah
di Universitas Islam Madinah hingga
lulus tahun 1995. Sepulang dari
Madinah, ia mengembangkan ormas
Wahdah Islamiyah. Kini, selain
sebagai Ketua Umum DPP Wahdah
Islamiyah, Ustadz Zaitun juga tercatat
sebagai Wasekjen MUI Pusat, inisiator
MIUMI (Majelis Intelektual & Ulama
Muda Indonesia), dan Ketua Ikatan
Ulama dan Da’i Asia Tenggara.
Konstruksi media merupakan hal yang kerap kita jumpai, baik itu di media cetak, media elektronik, maupun media internet. Dalam pemberitaan, awak media turut berpolemik dengan mengkonstruksi
berita sesuai pandangan mereka, atau pun sesuai dengan pihak yang mengendalikan mereka
ISLAMOFOBIAMETRO TV
Paradigma IslamofobiaDalam dunia media massa, bagi
kaum konstruksionis, peristiwa adalah
hasil konstruksi. Sehingga realitas itu
bersifat subjektif. Realitas itu hadir,
karena dihadirkan oleh konsep
subjektif wartawan. Realitas tercipta
lewat konstruksi dan sudut pandang
tertentu dari wartawan. Di sini tidak
ada realitas yang bersifat objektif,
karena realitas itu tercipta lewat
konstruksi dan pandangan tertentu.
Realitas bisa berbeda-beda,
tergantung pada bagaimana konsepsi
realitas itu dipahami oleh wartawan
yang tentu saja mempunyai
pandangan berbeda. (Eriyanto,
Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi,
dan Politik Media, hlm. 22) Sehingga
bisa jadi, pemberitaan tentang satu
peristiwa di satu media massa akan
berbeda dengan pemberitaan di
media massa lainnya dan bahkan bisa
berbeda dengan fakta yang terjadi di
lapangan.
Pandangan wartawan dalam
melihat sebuah fakta dapat
dipengaruhi oleh field of experience
yang dipengaruhi oleh ideologi yang
dianut si wartawan. Teun A. van Dijk
menyatakan bahwa
“Ideologies control more specific
group attitudes and how personal
mental models of journalists about
news events control activities of news
making, such as assignments, news
gathering, interviews, news writing,
editing and final make up” (Dijk,
2009, hlm. 195)
Konstruksi media semacam itu,
kerap juga terjadi menyangkut isu
Islam. Termasuk konstruksi terhadap
isu-isu keislaman dengan memakai
paradigma islamofobia. Dimana
berita yang disajikan cenderung
bernuansa kebencian dan diskriminasi
terhadap Islam dan kaum
Muslim.
Islamofobia adalah
istilah kontroversial yang
merujuk pada prasangka
dan diskriminasi pada
Islam dan kaum Muslim.
Istilah ini sudah ada sejak
tahun 1980-an, tapi
menjadi lebih populer
setelah peristiwa
serangan terhadap
menara WTC pada 11
September 2001. Pada
tahun 1997, Runnymede
Trust, seorang Inggris,
mendefinisikan
Islamofobia sebagai "rasa
takut dan kebencian
terhadap Islam dan oleh
karena itu juga pada
semua Muslim."
Dinyatakan bahwa hal
tersebut juga merujuk pada praktik
diskriminasi terhadap Muslim dengan
memisahkan mereka dari kehidupan
ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan
bangsa. Di dalamnya juga ada
persepsi bahwa Islam tidak
mempunyai norma yang sesuai
dengan budaya lain, lebih rendah
dibanding budaya barat dan lebih
berupa ideologi politik yang bengis
daripada berupa suatu agama.
(https://id.wikipedia.org
/wiki/Islamofobia)
Pemberitaan semacam itu
misalnya berusaha menggiring
pembaca agar melakukan vonis
bahwa pelaku teror adalah kelompok
Islam. Tidak peduli apakah
pemberitaannya sesuai fakta, bukti-
buktinya sudah kuat, saksinya bisa
dipertanggungjawabkan atau tidak.
Karena yang terpenting adalah isu
tersebut segera menyebar luas ke
seluruh penjuru dunia.
Kasus pemberitaan Metro TV
terkait jaringan teroris di Indonesia
yang menyebut-nyebut Wahdah
Islamiyah dan Zaitun Rasmin dapat
dimasukan ke dalam model
pemberitaan semacam ini. Sebab
ketika diprotes sejumlah elemen
masyarakat, media milik Surya Paloh
ini tidak bisa menunjukkan data-data
dan buktinya. Untuk itu, berita yang
disiarkan Metro TV bisa dikatakan
berita bohong atau fitnah.
Menurut Drs. A.M. Hoeta
Soehoet dalam bukunya Dasar-Dasar
Jurnalistik, berita bohong adalah yang
tidak berdasarkan fakta, tetapi hasil
karangan reporter belaka. Jadi berita
bohong tidak mengandung fakta
tetapi reporter berusaha meyakinkan
pembaca/penonton (komunikan)
bahwa berita tersebut mengandung fakta.
Menurut Kode Etik Jurnalistik
PWI Pasal 3 ayat 6, kata beliau, berita
bohong tidak boleh dimuat. Jika
dimuat, hal itu merupakan
pelanggaran berat terhadap profesi
wartawan karena akan merugikan
pembaca dan orang yang diberitakan.
Karena itu, seorang wartawan atau
surat kabar hendaklah selalu
menyajikan berita yang benar. Sekali
pembaca dibohongi oleh wartawan
media massa apa saja, akan sulit
memulihkan kepercayaannya. (Drs.
A.M. Hoeta Soehoet, Dasar-Dasar
Jurnalistik, hlm. 38)
Tidak heran jika kemudian kasus
ini mengundang reaksi keras dari
berbagai pihak. Dua hari setelah
pemberitaan itu, sekitar 30 orang
tokoh Islam berkumpul dalam jumpa
pers bersama. Mereka sepakat
mengecam metro TV terkait dengan
pemberitaan tersebut. Kehadiran
”
Metro TV memasukkan Wahdah Islamiyah dan Ustadz Zaitun Rasmin ke dalam jaringan teroris di Indonesia
Konstruksi media dalam paradigma
islamofobia, kerap juga terjadi menyangkut isu
Islam. Termasuk konstruksi terhadap isu-
isu keislaman dengan memakai paradigma islamofobia. Di mana berita yang disajikan cenderung bernuansa
kebencian dan diskriminasi terhadap
Islam dan kaum Muslim.
“
”
And Now Put the Syirian Flag onThe Photo of Your Profile?
Ustadz Zaitun Rasmin bersama tokoh-tokoh Islam memberikan klarifikasi terkait tuduhan teroris yang disiarkan Metro TV
para tokoh itu, menurut Adnin Armas,
merupakan bentuk empati mereka
atas Wahdah Islamiyah yang dituduh
teroris oleh Metro TV. Sebab, Zaitun
sebagai Ketum ormas itu juga bagian
dari MUI, MIUMI, dan umat Islam
secara umum.
“Kehadiran para tokoh di sini itu
sudah menunjukkan kami di sini juga
sangat merasa terluka (atas tuduhan
Metro TV itu),” ujarnya sebagaimana
diberitakan hidayatullah.com.
Terkait kasus ini, Ketua MUI
Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis
meminta Metro TV untuk berhati-
hati. Dia menceritakan
pengalamannya yang baru saja
menguji tesis tentang gerakan da’wah
Wahdah Islamiyah di Universitas
Indonesia. “Tesis ini saya yang
menguji langsung dan tidak
ditemukan Wahdah Islamiyah
bertentangan dengan NKRI,” terang
KH. Cholil Nafis yang juga dosen UI
ini.
Ulama Muda Nahdlatul Ulama
(NU) ini menerangkan, pola
perjuangan Wahdah Islamiyah jauh
dari kesan teroris. Dalam dakwahnya,
Wahdah selalu menyampaikan
kebaikan nilai-nilai Islam dalam
berbangsa dan bernegara, tidak
dengan terorisme atau kekerasan.
“Terbukti beliau menempuh jalur
hukum sesuai Undang-undang. Kalau
teroris, pasti sudah menyelesaikan
masalah ini dengan cara-cara
terorisme,” paparnya sebagaimana
dikutip Islampos.com.
Kasus ini mengingatkan kita
kepada kasus serupa yang terjadi
beberapa waktu lalu. Dimana dalam
salah satu tayangannya, Metro TV
menyebut bahwa organisasi Rohani
Islam (Rohis) sebagai sarang teroris.
Tayangan ini pun menuai kecaman.
Para aktivis Rohis dan tokoh Islam
yang secara tidak langsung dituduh
sebagai sumber perekrutan teroris
muda menyatakan bahwa info yang
disampaikan metro TV tersebut
adalah fitnah. Forum Komunikasi
Alumni Rohis (FKAR) meminta Metro
TV meminta maaf atas hal tersebut.
“Kami menuntut Metro TV untuk
meminta maaf kepada seluruh rakyat
Indonesia terutama adik-adik ROHIS
karena telah memberitakan masjid-
masjid sekolah sebagai tempat
rekrutmen teroris. Metro TV juga
harus berjanji untuk tidak
mengulanginya lagi. Jika tetap
mengulanginya, kami menuntut
Metro TV agar dicabut hak siarnya
karena melakukan keresahan dan
pembohongan publik. Tidak layak
menjadi lembaga penyiaran”.
Demikian ungkap FKAR seperti dikutip
kiblatindonesia, Sabtu, (15/09/2012).
FKAR meminta Metro TV untuk
tidak mengulangi penyebutan masjid-
masjid sekolah sebagai tempat
rekrutmen teroris. Jika
mengulanginya, FKAR akan tuntut
Metro TV. “Supaya dicabut hak
siarnya karena melakukan keresahan
dan pembohongan publik. Tidak layak
menjadi lembaga penyiaran.”
Dua kasus di atas, cukup menjadi
bukti bagi kita, betapa Metro TV
seringkali menggunakan paradigma
islamofobia dalam memberitakan isu-
isu yang terkait dengan Islam dan
umat Islam. Oleh karena itu, Umat
Islam harus semakin berhati-hati
dalam menerima berita yang
disiarkan oleh stasiun televisi ini. []
Dukungan Tokoh Islam
Pada Wahdah Islamiyah“Saya pribadi mengenal sekali ustad Zaitun lama. Seluruh kegiatannya sama sekali tidak ada terkait terorisme. Wahdah Islamiyah mengedepankan dakwah sisi manfaat untuk kemashlahatan, Ukhuwah Islamiyah. Saya merasa sangat keberatan dengan penyebutan Wahdah Islamiyah dan Zaitun Rasmin selaku ketua umumnya sebagai jaringan teroris di Indonesia.” (Hidayat Nur Wahid)
“Seharusnya Indonesia patut bangga dengan seorang seperti Zaitun Rasmin dan organisasi Wahdah Islamiyah. Saya kenal baik keislaman yang dibawa oleh ustad Zaitun dan Wahdah Islamiyah tidak membawa terorisme dan Indonesia sepatutnya bangga dengan beliau. Bachtiar juga mempertanyakan sumber yang dipakai oleh Metro TV dalam menampilkan tabel jaringan teroris di Indonesia. (Bachtiar Nasir)
Metro TV harus berhati-hati. Saya baru saja
menguji tesis tentang gerakan da’wah Wahdah
Islamiyah di Universitas Indonesia. Tesis ini saya
yang menguji langsung dan tidak ditemukan
Wahdah Islamiyah bertentangan dengan NKRI.
Dalam dakwahnya, Wahdah selalu menyampaikan
kebaikan nilai-nilai Islam dalam berbangsa dan
bernegara, tidak dengan terorisme atau
kekerasan.
“Wahdah Islamiyah, dengan pimpinannya yakni Ustadz Zaitun, bukan lembaga teroris, bukan pula jaringan teroris. InsyaaAllah saya mengenal dengan baik. Saya kenal dengan beliau sudah lama sekali. Bahkan, sebagian anggota Wahdah Islamiyah juga menjadi pengelola Rumah Tahfidz di Sulawesi Selatan.”
Hidayat Nur Wahid
Bachtiar Nasir
Cholil Nafis
Yusuf Mansur
Komentar
edatangan LPPOM MUI ke
Kgedung Menara Dakwah bertujuan ingin melahirkan Jakarta Kota Halal. “Di Jakarta ini ada sekitar
200.000 pedagang bakso. Nah, kita tidak tahu, daging apa yang mereka jual. Ini menjadi tanggungjawab Dewan Dakwah untuk membina mereka, agar tidak menjual daging haram,” demikian kata Wakil Direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan, dalam silaturahim dengan Dewan Dakwah, Rabu (13/1).
Dalam silaturrahim tersebut, Osmena yang juga Direktur LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia) DKI Jakarta, didampingi para Wakil Direkturnya yaitu Abi Ichwanuddin, Muslich, dan Fuad Tohari, serta Sekretaris Masruhin dan sejumlah staf harian.
Kunjungan mereka disambut Wakil Ketua Umum Dewan Dakwah Amlir Syaifa Yasin, yang didampingi Sekjen Avid Solihin, Bendahara Umum Edy
Setiawan, Ketua Bidang Dakwah Misbahul Anam, Ketua Bidang Pendidikan Imam Zamroji, dan lain-lain. Hadir juga Ketua Muslimat Dewan Dakwah Ny Muslimah yang didampingi pengurusnya.
Osmena menuturkan, Direktur LPPOM MUI sejak dulu hingga kini tetap dipercaya sebagai Presiden Dewan Halal Dunia (World Halal Council). Sistem Jaminan Halal yang disusun lembaganya juga menjadi panduan lembaga halal sedunia. Kami juga sudah membuka kantor cabang di Korea dan China, untuk melayani sertifikasi halal bagi produk mereka yang akan diekspor ke Indonesia, ungkapnya.
Untuk itu, LPPOM MUI ingin menjadikan Ibukota Jakarta sebagai Kota Halal agar jadi teladan bagi kota-kota di Indonesia maupun dunia. Namun, lanjut Osmena, untuk mewujudkan cita tersebut lembaganya tidak bisa bekerja sendirian. Terutama dalam melakukan pembinaan pra dan
pasca sertifikasi halal untuk UKM (usaha kecil-menengah).
“Pedagang bakso saja ada 200 ribu unit. Belum lagi Warung Padang, Warung Tegal, jajanan pasar pagi, dan lain-lain. Pedagang ayam potong di pasar juga harus didampingi,” papar Osmena.
Karena itu, LPPOM MUI mengajak Dewan Dakwah untuk mendampingi UKM dalam menyediakan produk yang
terjamin kehalalannya, khususnya di Ibukota.
Bendahara Umum Dewan Dakwah menyambut baik ajakan LPPOM MUI. “Kami selama ini memang concern terhadap kehalalan produk yang dikonsumsi ummat. Pencerdasan dan sosialisasi tentang aspek halal kami lakukan misalnya melalui Majalah Tazakka yang diterbitkan LAZIS Dewan Dakwah,” kata Edy Setiawan. [] (Nb)
etua Umum Dewan
KDakwah Islamiyah Indonesia, Mohammad Siddik, menghadiri General
Assembly XVI RISEAP (Regional Islamic Da'wah Council for South East Asia Pacific) di Taipei, Taiwan, 15-17 Desember ini.
Sidang Umum Riseap ke-16 dibuka oleh Presiden Taiwan, Ma Ying-Jeou.
Sidang dihadiri Presiden Riseap Tun Pehin Sri Taib Mahmud dan lebih dari 80 peserta yang mewakili 53 organisasi dari 23 negara termasuk Indonesia.
Dalam sambutannya Presiden Ma mengatakan, negerinya sudah bersahabat dengan kaum muslimin sejak seribu tahun silam. Ia mengatakan, Islam sudah datang ke Cina sejak awal abad VII. Ma juga mengingatkan bahwa panglima
ekspedisi laut Dinasti Ming (1368-1644) Zheng He (Cheng Ho), adalah seorang Muslim. Namanya dipakai sebagai nama masjid di Surabaya dan Palembang, Indonesia.
Dalam sidang, Siddik mnyampaikan bahwa Dewan Dakwah siap untuk memfasilitasi semua anggota Riseap di bidang kaderisasi dakwah.
Sidang juga menaruh perhatian besar terhadap isu halal yang cukup berkembang di Taiwan. Di sela persidangan, para peserta mengunjungi beberapa pabrik setempat yang sudah menerapkan manajemen produksi halal. Menurut otoritas setempat, ekspor produk halal Taiwan memberikan kenaikan 20% pada volume ekspor produk negara itu.
Organisasi muslim di Taiwan juga membuat panduan wisata syariah bagi turis, yang berisi misalnya direktori
resto, hotel, dan destinasi wisata syariah.
Usai menghadiri Sidang Umum Riseap, M Siddik yang juga Vice President Riseap for Central Zone (ASEAN), melawat ke Hong Kong. Ditemani Direktur Eksekutif LAZIS Dewan Dakwah Ade Salamun, Siddik mengunjungi dua member Riseap yang sudah lama eksis di Hong Kong, yakni Islamic Union of Hong Kong dan The Incorporated Trustees of The Islamic Community Fund of Hong Kong.
Dalam pertemuan pada Jumat (18/12), mereka bertukar ide dan gagasan untuk memajukan dakwah di bekas koloni Inggris itu.Ketua Umum Dewan Dakwah mengatakan, dakwah di Hong Kong sangat penting untuk ditingkatkan, mengingat di sini terdapat banyak buruh migran asal Indonesia. Jumlahnya sekitar 170 ribu orang. []
Dewan Da’wah Hadiri
Sidang RISEAP di Taiwan
LPPOM MUI Ajak Dewan Da’wah
Wujudkan Jakarta Kota Halal
elasa (26/1), Dewan Dakwah
Smeresmikan sumur air di Masjid Al Mukmin di Desa Pametar, Kec Tiga Binanga, Kab Karo, Sumatera Utara.
Peresmian dilakukan oleh Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir, Misbahul Anam MA, yang didampingi aktivis senior PII (Pelajar Islam Indonesia) Tanah Karo Ustadz Ilyas Tarigan, da’i Dewan Dakwah Romadhona, serta relawan LAZ Ulil Albab Medan.
Fasilitas sumber air di Masjid baru yang dibangun secara swadaya ini, merupakan bantuan dari donatur LAZIS Dewan Dakwah, atas nama Jhoni Rizal (alm). Almarhum adalah anak Ny Aisyah Prawiranegara.
Diwakili Ustadz Ilyas, LAZIS Dewan Dakwah pada kesempatan yang sama juga menyerahkan bantuan biaya pemasangan listrik. “Ini untuk
menggenapi biaya pemasangan listrik yang sudah warga kumpulkan,’’ kata Ustadz Ilyas sambil menyerahkan uang Rp 1 juta kepada Ny Asmawati, Ketua Majelis Taklim Kaum Ibu Al Mukmin.
Ustadz Sahlul, pembina warga Pametar, merasa bahagia dengan bantuan ini. Ia berharap, Dewan Dakwah senantiasa membersamai da’i dalam pengembangan dakwah di Pametar khususnya dan Karo pada umumnya.
Pametar berada di pinggir jalan lintas Sumatera-Aceh. Jumlah penduduk desa ini sekitar 70 keluarga yang semuanya muslim, kecuali hanya 2 KK yang non-muslim.
Mereka rata-rata kaum perantau dari Siantar, keturunan keluarga transmigran asal Banyumas, Jawa Tengah.
Penduduk desa hampir semuanya
petani, dengan komoditas utamanya jagung. Maklumlah, sebab desa ini tergolong sulit air, sehingga pertanian yang cocok adalah ladang jagung.
Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, penduduk Pametar mengambil dari mata air yang berada di ladang seorang warga setempat. Ladang terletak di lereng bukit terjal. Warga
dikutip iuran air sebesar Rp 400 ribu per keluarga pertahun.Sebelum mempunyai masjid sendiri, warga Pametar harus ke masjid di Banjire, desa sebelah. Untuk mengikuti pengajian, melaksanakan Jumatan, dan mengaji di TPA, warga berjalan kaki ke masjid yang terletak sekitar 600 meter dari Pametar itu.
Alhamdulillah, kini persoalan tempat ibadah dan sumber air sudah teratasi. Maka, Ustadz Ilyas berpesan agar warga Pametar bersyukur dengan cara memakmurkan masjid baru mereka. ‘’Silakan saja ambil air di masjid untuk kebutuhan dapur ibu-ibu. Tapi, tolong masjidnya dimakmurkan biar berkah,’’ ujarnya, disambut koor insya Allah ibu-ibu.
iang itu, di bawah bayang-Sbayang Gunung Sinabung yang masih menyemburkan
asap dan lava, puluhan warga Desa Sukandebi menyambut kedatangan Tim Safari Dakwah dari Dewan Dakwah.
Tim Safari terdiri Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir, Misbahul Anam MA, dan Humas LAZIS Dewan Dakwah Nurbowo. Mereka didampingi aktivis senior PII (Pelajar Islam Indonesia) Tanah Karo Ustadz Ilyas Tarigan, da’i muda Dewan Dakwah yang bertugas di
Karo, dan relawan LAZ Ulil Albab Medan.
Di hadapan seluruh jamaah yang meluberi masjid, Ustadz Anam menitipkan da’i muda alumnus STID M Natsir, Ustadz Mardjoni, untuk mendampingi jamaah selama setahun ke depan. Ustadz Mardjoni, da’i asal Sambas Kalimantan Barat, menggantikan Ustadz Maulana Yusuf yang sudah bertugas setahun kemarin.Sebagai penghormatan, kedatangan Ustadz Mardjoni dan Tim Safari disambut dengan ritual dan menu istimewa yang biasa disajikan dalam pesta adat setempat. Tentu saja ritualnya tidak menggandung kemusyrikan maupun menu haram. ‘’Ini namanya Mejuahjuah, adat penghormatan kepada tamu penting,’’ terang Ustadz Ilyas.
Oleh sesepuh adat setempat, Ustadz Anam dan Nurbowo dikalungi Uis, kain tenun khas Karo hasil kerajinan tangan kaum ibu setempat. Kemudian, para tamu dipersilakan bersantap dengan tiga macam menu pesta adat yang disebut Tasak Telu.
Tasak Telu terdiri bubur jagung-ayam (cipera), cincang daun singkong, dan sayur lodeh ayam. Warga Karo non-muslim biasanya memasak Tasak Telu dengan bahan daging babi dan darah ayam (geto). ‘’Kalau Tasak Telu buatan jamaah Masjid Al Ikhlas ini insya Allah halal,’’ kata Ustadz Mardjoni sambil tersenyum.
Menggali�Sumber�Kehidupandi�Tanah�Karo�Sumatera�Utara
Alumni�STID�Mohammad�NatsirLanjutkan�Estafeta�Da�wah�di�Tanah�Karo
emperingati hari bahasa MArab sedunia, UAI gelar seminar Nasional Dalam
rangka memperingati hari Bahasa Arab se-Dunia yang bertepatan dengan tanggal 18 Desember, Himpunan Mahasiswa Sastra Arab (HIMASA) Universitas Al-Azhar Indonesia bekerja
sama dengan Ikatan Mahasiswa Studi Arab se-Indonesia (IMASASI) Wilayah Jabodetabek mengadakan seminar nasional dengan tema “Peran Lembaga Tinggi Indonesia dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa Melalui Bahasa Arab”, di Auditorium Arifin Panigoro, Kamis, 15 Desember 2015
Seminar ini dihadiri oleh empat narasumber; Mustafa Ibrahim Al-Mubarak (Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia), Abdul Al-Rahim Al Siddiq (Duta Besar Sudan untuk Indonesia), Prof. Dr. Alwi Abdurrahman Shihab (Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah), Drs. Ahmad
Fuad Effendy, MA (Akademisi dan Pendiri Ikatan Pengajar Bahasa (IMLA) s e - I n d o n e s i a ) . D a l a m penyampaiannya, Mustafa menilai, keberadaan bahasa Arab sangatlah penting. Bahkan, katanya, bahasa Arab saat ini sudah banyak dipelajari oleh bangsa-bangsa.
Prof. Dr. Ir. Sardy Sar, M.Eng,Sc, menambahkan, peran Arab Saudi dalam hal ini Kedutaan Arab Saudi sudah menjalin kerjasama yang baik dengan perguruan tinggi, sekolah, termasuk Universitas Al Azhar Indonesia. Kerjasama ini untuk memperluas pembelajaran bahasa Arab apalagi di UAI sendiri terdapat
Program Studi Sastra Arab yang saat ini sudah berakreditasi A.
P e n d a p a t s e r u p a j u g a disampaikan Alwi Shihab, Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia u nt u k T i m u r Te n ga h , “ D a l a m mempelajari bahasa Arab perlu dimengerti lebih dahulu baru bisa mengucapkannya, maka dari itu Allah menurunkan bahasa ini karena memiliki keistimewaan yang luar biasa”, tuturnya.
Seminar ini dihadiri tidak kurang dari 200 mahasiswa dari berbagai kampus dan himpunan mahasiswa seperti; Ma’had An-Nu’aimy, PTIQ, IIQ, STID Mohammad Natsir, UMJ, STIU Al-Hikmah serta dari mahasiswa sastra Arab lainnya.
Adapun tujuan diadakannya seminar ini, “untuk memperingati bahasa Arab dan sebagai syiar bahwa bahasa Arab merupakan bahasa dunia”. Tutur Ririn Dwi Astuti, mahasiswi sastra Arab UAI semester 3 sebagai panitia. [] (Ana NJ)
embaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
LSTID Mohammad Natsir kembali menggelar
Pembekalan Da’iyah , Sabtu (9/1/2016). Acara
yang diikuti oleh 38 peserta yang terdiri dari
calon Wisudawati dan Mahasiswi semester
akhir STID Mohammad Natsir ini bertempat di Kampus C
(Kampus Putri) STID Mohammad Natsir Cipayung
Jakarta.
Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA, selaku Ketua STID
Mohammad Natsir, menyampaikan suatu kisah Siti Hajar
dan Kabilah Jurhum. Beliau menuturkan setelah tiba di
suatu lembah sunyi, kering dan tak berpenghuni, Nabi
Ibrahim meninggalkan Hajar beserta sang putra beliau
Ismail yang saat itu masih menyusu. Ditinggalkan pula
sebuah periuk berisi korma dan tempat minum yang
berisi air.
Ketika Ibrahim beranjak pergi, Hajar mengikutinya
dan mengatakan, ”Wahai Ibrahim, ke mana engkau
hendak pergi, engkau meninggalkan kami di lembah
yang tidak berpenghuni.” Berkali- kali Hajar mengulangi
kata-kata itu, sedangkan Ibrahim tetap tidak menoleh ke
arahnya. Akhirnya Hajar bertanya,”Apakah Allah
memerintahkanmu melakukan hal ini?” Ibrahim
menjawab, “Iya.”
Hajar lega dengan jawaban itu, hingga
mengatakan,”Jika demikian, Allah tidak akan
membiarkan kami.” Lantas, sang istri kembali ke tempat
semula dimana ia ditinggalkan. Hajar tinggal hingga
perbekalan habis. Beserta putranya, beliau mulai
merasakan kehausan. Beliau berlari-lari menuju bukit
Shafa untuk melihat, apakah ada orang di sekitarnya.
Ternyata, setelah tiba di tempat itu, tidak ada siapa pun
yang terlihat.
Akhirnya Hajar mencoba menuju Marwah untuk
tujuan yang sama, namun apa yang diharapkan tidak
diperoleh, hingga beliau berlari-lari kecil bolak-balik
antara Shafa-Marwa hingga tujuh kali, dengan hasil yang
sama. Saat itulah malaikat turun di tempat dimana Ismail
ditinggalkan. Di tempat itulah akhirnya air mamancar.”
Paparnya.
Kemudian Misbahul Anam melanjutkan, “Dalam
Shahih Al Bukhari dijelaskan bahwa setelah itu sebuah
kafilah menyaksikan ada beberapa burung berputar-
putar, hingga mereka berkesimpulan bahwa burung-
burung tersebut melihat air. Diutuslah dua budak kafilah
untuk melihat. Mereka kembali dengan mambawa
berita gembira, bahwa memang di tempat itu ada air.
Mereka akhirnya meminta izin kepada Hajar untuk
tinggal. Kafilah dari Syam ini memperoleh izin, namun
tidak berhak menguasai air Zamzam.”
Begitulah sejatinya para Alumni Putri STID
Mohammad Natsir, mengambil teladan dari Hajar, sosok
yang tangguh secara mental dan pikiran juga ruhiyahnya.
Bagaimana seorang Hajar mampu berdiplomasi dengan
orang-orang Jurhum, sehingga mereka taat dan patuh
dengan “peraturan” yang Hajar ajukan kepada kabilah
Jurhum.
Di akhir acara, arahan yang juga penting bagi para
peserta yakni pemaparan dari Ketua Bidang Pendidikan
Dewan Da’wah. Beliau mengatakan pengabdian Da’wah
bagi para alumni putri tentu berbeda dengan alumni
putra, karena ada kekhususan dan keterbatasan.
“Maka arah yang tepat bagi calon Da’iyah Alumni
STID Mohammad Natsir ini ialah Da’wah Pendidikan.
Misal, merintis ADI Putri (Akademi Dakwah Indonesia) di
daerah masing-masing, atau menggiatkan program-
program Muslimat Center Dewan Da’wah di daerah
masing-masing,” ujarnya. (MRZ)
STID�Mohammad�NatsirIkut�Peringati�Hari�Bahasa�Arab�Dunia�
Pembekalan�Bagi�Da�iyahSTID�Mohammad�Natsir
ReportaseMimbar STID Mohammad Natsir9 Pewarisan Nilai10
aurah Du’at adalah
Dwahana pengkaderan di l i n g k u n g a n D e w a n Da’wah dan telah dirintis sejak Pak Natsir menjadi
Ketua Umum Dewan Da’wah yang pertama.
Penulis (Abdul Wahid Alwi) sering mendengar kesan-kesan yang baik dari saudara-saudara kita Para Da’i Pedalaman. Mereka sangat terkesan dengan daurah yang dilaksanakan (sekedar contoh) di Darul Falah, Ciampea Bogor. Karena disana mereka mendapatkan materi-materi daurah yang cukup untuk menjadi bekal da’i di lapangan, baik secara “ilmiyah” maupun secara “keterampilan” berwira usaha di bidang pertanian mapun peternakan.
Daurah juga dilaksanakan juga di berbagai daerah, terutama yang terkait dengan Daurah “Ilmiyah Tsaqafiyah”, karena masyarakat sangat memerlukan bimbingan dari Para Du’at di bidang tersebut.
Dalam situasi tertentu, daurah bisa ditambah dengan penekanan te r h a d a p “A n t i s i p a s i G e ra ka n Penyesatan”. Dan untuk itu dibentuk Tim Khusus yang terdiri dari para pakar di bidangnya, seperti Tim Kritenisasi, Tim Syi’ahisasi, Tim Sekulrerisasi, Tim Anti Ahmadiyah, dan Tim Anti Aliran-aliran Sesat yang lain, sehingga terbentuk LPPI (Lembaga Penelitian dan Kajian Islam), sebagai suatu yayasan berbadan hokum yang bergerak di bawah naungan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Yayasan ini diketuai oleh Bapak M. Amin Jamaluddin.
V. PENUGASAN KHUSUS:Bapak. Mohamad Natsir, dalam
pengkaderan, sering memberikan tugas-tugas khusus kepada sebagian para kader (secara khusus) untuk hal-hal yang khusus, di daerah tugas yang khusus pula. Sekedar contoh:
Bapak Mohammad Natsir secara khusus memberikan tugas kepada Ust. Syuhada Bahri, untuk memperhatikan
secara khusus, da’wah di: Timur-Timur, Cilacap, dan Lampung. Beberapa laporan yang cukup rapi dilengkapi dengan foto-foto yang menarik, dikirim ke Biro Dalam Negeri Dewan Da’wah, yang di komandani oleh Ust. Muzayyin Abdul Wahab Rahimahullah, untuk diterjemahkan secara bebas ke dalam Bahasa Arab. Setelah disusun dalam Bahasa Arab (yang dirasa relefan untuk disampaikan kepada para Muhsinin Dunia Arab serta bisa dimuat di media cetak), maka laporan-laporan da’wah tersebut dikirim kepada kami yang pada waktu itu bermukim di Riyadh Saudi Arabia.
Dari laporan-laporan tersebut, kami memiliki bahan-bahan yang bagus untuk kami sampaikan kepada muhsinin dan media mass, sehingga m e r e k a t e r g u g a h u n t u k i k u t berpartisipasi terhadap Da’wah Islamiyah di Indonesia, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Para muhsinin dengan hartanya dan media dengan majalahnya.
Diantara “Tugas Khusus” yang pernah dibebankan kepada kami, sebagai bagian dari pengkaderan adalah: Mengumpulkan dana da’wah di Timur Tengah.
Kami masih teringat ucapan beliau, pada waktu itu tahun 1979 M. “Saudara Alwi, bisakah orang-orang kaya di Timur Tengah itu diajak berda’wah di daerah terpencil di Indonesia? Tentunya, mereka tidak harus terjun langsung ke lapangan, cukup dengan menerjunkan biaya da’wah saja. Biar Para Du’at lapangan yang melaksanakan da’wah atas nama meraka.
Kami jawab: “Insya Allah kami coba Pak”
Alhamdulillah, Tugas Khusus tersebut kami rintis dan hasilnya cukup berkah serta berlanjut dengan baik dan lancar, sampai dengan suatu peristiwa apa yang disebut dengan Black September pada tahun 2001 yang disusul dengan apa yang dinamakan “A War Terorisme”, yang sampai abad ini tidak jelas apa definisinya.
Kami meyakini, bahwa tugas-tugas khusus dalam bentuk, dibebankan pula kepada para kader yang lain, masing-masing sesuai dengan kemampuan serta tempat tugasnya.
Penulis makalah ini mengusulkan alangkah baiknya, apabila Bidang Kaderisasi berupaya menggali dan mengumpulkan testimoni dari para narasumber dan du’at, sehingga menjadi untuk motifasi bagi para generasi penerus dalam menghadapi berbagai tantangan yang semakin berat, dan semakin beragam. Karena pengalaman adalah guru yang sangat potensial untuk mendorong supaya semangat semakin melejit.
VI. PENDIDIKAN FORMALD e w a n D a ’ w a h I s l a m i y a h
I n d o n e s i a m e n y e l e n g g a r a k a n pendidikan formal, tapi berbasis pengkaderan. Dengan bahasa lain p e n d i d i k a n f o r m a l i n i l e b i h mementingkan “quality” daripada “quantity”.
Di antara sarana-sarana yang p e r n a h d i d i r i k a n s e j a k e r a kepemimpinan Pak Natsir sampai dengan kepemimpinan Ust. Syuhada Bahri adalah:1. Lembaga Pendidikan Da’wah Islam (LPDI) sebagai lembaga pendidikan (berjenjang kader) D-1 dan D-2.2. Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir, sebagai lembaga pendidikan (berjenjang kader) S-1.3. Akademi Da’wah Indonesia (ADI) sebagai lembaga pendidikan kader berjenjang D-1 dan D-24. Program Beasiswa (S-2 dan S-3). Sebagai program bea siswa atas kerja sama antara Dewan Da’wah dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).5. Program Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Insya Allah Sekolah Menengah Atas (SMA), Pengkaderan di Tambun-Bekasi, Jawa Barat.6. Program SMP Al-Qur’an. Sebagai wahana pengkaderan yang bertempat di Muslimat Center Dewan Da’wah, Cipayung-Jakarta Timur.
BAGIAN KEDUAMATERI PENGKADERAN
Dalam berbagai kesempatan, Pak Natsir sering menekankan bahwa salah satu cirri penting dari da’wah kita adalah:1. Da’wah Bina’an2. Da’wah Difa’an
1. Da’wah Bina’an (Pembangunan Mental)
Bahwa hendaknya kita berusaha untuk membina diri kita, serta keluarga dan ummat dengan memahami dan mengamalkan aqidah yang benar. Demikian juga ibadah, akhlak, serta muamalat secara baik dan benar, ikhlas, serta sesuai dengan tuntunan Rasulullah S.A.W. Pembinaan diri, keluarga dan ummat ini hendaknya dilaksanakan secara bertahap, tekun dan ulet, serta dedikasi yang tinggi. Disiram dan dipupuk secara baik, teliti dan seksama.
2. Da’wah Difa’an (Pertahanan Mental)
Di dalam proses pembinaan m e n t a l t e r s e b u t , k i t a a k a n m e n g h a d a p i b e r b a g a i gangguan,langsung maupun tidak langsung dari berbagai unsur perusak (perusak akidah, perusak ibadah, perusak akhak, dan seterusnya). Dalam kondisi yang demikian sangat diperlukan pemahaman serta langka-l a n g k a h a n t i s i f a t i f u n t u k mempertahankan diri, protektif, baik secara ilmiah maupun gerakan. Langkah-langkah ini kemudian diberi nama “Da’wah Difa’an”.
Sekadar contoh, bagaimana kita membekali diri dan ummat dalam da’wah yang kita Da’wah Bina’an dan Da’wah Difa’an.
Dalam “Halaqah Khusus” yang kami laksanakan di Riyadh-Saudi Arabia, kami menjadikan sebagai rujukan buku-buku “Ahlus Sunnah wal Jama’ah” di bidang akidah, tazkiyatun nafs, ibadah, akhlak, harakah. []
Kaderisasi merupakan proses yang wajib ditempuh dalam sebuah organisasi da’wah. Karena zaman akan terus berganti, generasi saat ini mau tidak mau harus digantikan dengan generasi sesudahnya. Pada rubrik pewarisan nilai kali ini, kita akan membahas bagaimana sebenarnya model-model kaderisasi di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
Mimbar STID Mohammad Natsir
Model-Model KADERISASI DEWAN DA�WAH (2)Oleh: Ustadz Abdul Wahid Alwi, MA
alah satu tradisi yang sering
Sdilakukan kakek kepada saya adalah menyampaikan sejarah lisan kepada para cucunya di saat sedang
berliburan sekolah. Tentu kakek sangat faham betul bagaimana kekuatan sejarah dapat melahirkan generasi militan. Transformasi nilai itu yang sering Kakek lakukan kepada kami sebagai cucunya. Salah satu tokoh yang sering diceritakan Kakek kepada kami adalah para tokoh-tokoh Masyumi salah satunya Buya Gaffar Ismail, Ayahanda Sastrawan Bapak Tufiq Ismail. Kakek sempat menghadiri pengajiannya di Pekalongan.
Buya Gaffar Ismail ulama pejuang heroik nan bersahaja yang giat mendamarkan usianya untuk berdakwah di Pekalongan ini lahir di Bukit Tinggi tahun 1911. Ia hidup di lingkungan yang kental dengan nilai-nilai Islam dan perjuangan melawan penjajahan. Itulah yang membuat nuraninya terasah untuk berdiri menegakan kebenaran. Di usianya yang begitu muda (16 tahun) Abdul Gaffar Ismail sudah menjadi ketua gerakan kepemudaan Pandu Al-Hilal Sumatera Barat. Padahal ketika itu ia masih duduk di Perguruan Islam Thawalib, Parabek. Namun panggilan juang jihad kian menggema di dalam dada Gaffar muda. Bersama adik perempuannya, Rasumah Ismail, mereka aktif di partai politik.
Bersama tiga orang teman seniornya, Mochtar Lutfi, Iljas Ja’coub dan Djalaluddin Thaib menjadi ketua di Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Sewaktu ia menyampaikan pemikiranya yang kritis tajam dengan ceramah pada khalayak. Hal ini membuat pemerintahan Hindia Belanda merasa gerah dan panas. Belanda mengangap pidato Gaffar Ismail dan kawan-kawanya berbahaya. Oleh karena itu pada tahun 1932 mereka ditangkap. Mochtar Lutfi, Iljas Ja’coub dan Djalaluddin Thaib di buang ke Digul, Irian Jaya. Sedangkan Gaffar Ismail di buang ke Pekalongan. Ia tidak
diperkenankan lagi tinggal di Minangkabau.
Ketika itu usianya 21 tahun dan baru saja menikah. Istrinya, Tinur Muhammad Nur dengan setia mendampingi suaminya, meski masih masa awal perkenalan. Mereka dijodohkan oleh guru mereka. Walaupun Tinur berteman baik dengan Rasumah Ismail adik Gaffar Ismail dan juga sekelas di Diniyah School Padang Panjang, pimpinan Rahmah El Yunusiyah. Namun pasangan ini dikaruniai tiga orang putra. Di kota Batik itu Gaffar bersama istrinya, Tinur, mengajarkan agama dalam bentuk pengajian. Ia mengajar tafsir Al-Qur’an dan tasawuf pada jama’ah laki-laki dan perempuan. Sedangkan Tinur mengajar tafsir Al-Qur’an khusus perempuan. Jamaahnya yang hadir pun ratusan bahkan jumlahnya sampai ribuan. Jama’ah yang hadir bukan saja penduduk sekitar rumahnya melainkan dari Kendal, Tegal, Pemalang, Cirebon, Jakarta, hingga Linggarjati.
Di zaman kolonial Buya Gaffar Ismail pernah mendapat julukan “Haji Agus Salim muda”, karena fasih lidahnya, kaya bahasa dan luas ilmunya. KH.Isa Anshary dalam karya legendarisya ‘Mujahid Dakwah’ memberikan kesan kepada Gaffar Ismail, ‘Saya belum pernah mendengar ada muballigh Islam yang dapat memikat para pendengar seperti Gaffar Ismail. Saya kira ada kelebihannya dari Haji Agus Salim. Kalau Haji Agus Salim pidatonya hinggap ke otak, menyuruh si pendengar berfikir dan memperkaya pengetahuan. Sedangkan Gaffar Ismail pidatonya menuju jiwa, memberikan kesadaran batin, memperkuat ruh semangat, membawa hadirin berangkat mendekati Ilahi, Taqarrub ilal Lah’ begitulah kesan tokoh Masyumi dan Front Anti Komunis (FAK) ini. Dalam pandangan Tamar Djaya yang ditulisnya di majalah Daulah Islamiyah edisi Agustus 1957 menulis kesan sosok Buya Gaffar Ismail: ‘Ia adalah seorang pemimpin
yang tahu benar jiwa masyarakat. Sejak dahulu adalah seorang orator yang mahir dan bijak. Terlalu pandai menyusun kata-kata yang indah dan menarik. Ia juga seorang ulama yang mendalami Islam dengan baik. Dalam pengajian yang disampaikan soal tasawuf dan kerohanian. Dia juga seorang pejuang yang ulet yang tidak pernah melupakan arti jihad dalam jiwanya.
Di awal tahun 1940an Abdul Gaffar Ismail pindah ke Semarang. Selain mendidik dan mengajar. Ia juga menjadi seorang wartawan di harian Sinar Baru. Jabatanya ketika itu sebagai wakil ketua redaksi. “Korannya terbit sore. Jadi kalau beliau pulang sambil membawa koran baru. Kemudian saya melihat ada nama ayah saya”. Kenang Taufiq Ismail putra pertamanya. Apa yang dilihat dari karya Ayahnya sangat membekas dalam diri Taufiq. Sesudah itu ia lantas rajin menulis dan menulis. Sejak duduk di kelas 1 hingga 3 Sekolah Rakyat. Taufiq menulis gurindam dan dikirimnya ke rubrik anak-anak di koran Sinar Baru. Begitu melihat tulisanya dimuat hatinya begitu gembira. Sedangkan ibunya Tinur, selain aktif mengisi kajian tafsir al-Qur’an sesekali menulis gurindam. Karya-karyanya terpampang dalam majalah wanita kala itu.
Bisa dibilang, kehidupan Taufiq sejak kecil memang telah dekat dengan buku, bacaan dan cerita heroik dari Ayahnya. Perhatian Gaffar terhadap pendidikan anaknya cukup besar. Dikenalkan anaknya pada dunia buku. Setiap bulan dengan dibonceng sepeda, Taufiq dibawa ke sebuah toko buku. Sesampainya Taufiq diberi kesempatan untuk memilih dua buah buku anak-anak. Kisah yang dialami Taufiq Kenangnya. Taufik menjadi begitu dewasa dalam usianya yang belia. Kelak, meski mengambil pendidikan menjadi dokter hewan, namun darah menulis yang diperoleh dari kedua orang tuanya mengalir begitu kuat, maka tumbulah Taufiq sebagai seorang Sastrawan. Begitulah
cinta Gaffar kepada anaknya dengan cerita-ceritanya.
Saat awal pendudukan tentara Jepang, kondisi bangsa kian sulit kuku-kuku penjahan mulai ditancapkan di tanah air. Pergolakan pun terjadi dimana-mana. Situasi global kian memanas perang dunia kedua pun pecah. Hal itu sangat mempengaruhi kondisi di Asia. Hingga kemudian tibalah saat yang tepat untuk memplokramirkan diri. Di tengah situasi situasi global yang sangat genting dimana Belanda vakum dan kepemimpinan Jepang sedang melemah, momentum itu hadir. Tepatnya 17 Agustus tahun 1945.
Namun perjuangan bukannya semakin mudah tetapi kian berat karena Pemerintah Belanda tidak mengakui kedaulatan Negara Indonesia. kondisi ini membuat Gaffar Ismail sibuk menghadiri rapat-rapat dan beralih dari sidang ke sidang. Dalam kapasitasnya sebagai tokoh Islam saat itu. Gaffar berangkat dari satu kota ke kota yang lain. Seperti ke Solo, Yogyakarta, Bukittingi dan Jakarta.
Salah satu sumbagsih Gaffar Ismail adalah kegigihannya untuk mendorong persatuan umat Islam , yang tercapai pada tahun 1947 yang melahirkan partai politik Masyumi. Saat itu seluruh organisasi, partai Islam dan Pesantren mengabungkan diri dan membentuk partai Masyumi. Saat Masyumi membubarkan diri. sebahagian para tokoh Ulama dan Intelektual Masyumi mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia serta ada juga yang kembali dan mendirikan Pesantren. Ketika Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor yang didirikan sewaktu itu juga KH. Sholeh Iskandar menghubungi sahabat perjuangannya yakni Buya Gaffar Ismail untuk mengajar pesantren yang didirikan oleh para tokoh-tokoh Masyumi Bogor dan Sukabumi. Pesantren tersebut menjadi percontohan bagi pesantren di seluruh Indonesia. []
KH.�ABDUL�GAFFAR�ISMAIL:Ulama Heroik Yang
Oleh: Hadi Nur Ramadhan (Alumni STID Mohammad Natsir)
Mengajarkan Cinta
TA.�2016�-�2017
BEASISWA S1BEASISWA S1
Januari�-�Juli�2016