implementasi akad hawalah pada pembiayaan...

130
IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH DI PERBANKAN SYARIAH TESIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H) Di susun oleh : Oleh : Wulan Siti Mariyam NIM. 21140433000001 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H/2018 M

Upload: truongnhan

Post on 01-Jun-2019

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN

BERMASALAH DI PERBANKAN SYARIAH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Hukum (M.H)

Di susun oleh :

Oleh :

Wulan Siti Mariyam

NIM. 21140433000001

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad
Page 3: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad
Page 4: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad
Page 5: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan merupakan alih aksara versi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu sebagai berikut:

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ث

Ts te dan es ث

J Je ج

H h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha ر

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

D de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Page 6: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ى

W We و

H Ha ه

Apostrof ‘ ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftrong dan vokal rangkap atau diftrong. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksara adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dhammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

....ي ai a dan i

....و au a dan u

Page 7: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Â a dengan topi di atas

ي Î i dengan topi di atas

و Û u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu

dialihaksarakan menjadi huruf /1/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( الضرورة ) tidak ditulis ad-

darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

6. Ta’ Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang

berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1

di bawah). Hal yang sama juga berlaku hika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata

sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata

benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Page 8: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

No Kata Arab Alih Aksara

Tariqah طريقت 1

al-jami’ah al-islamiyyah الجاهعت اإلسالهيت 2

الوجود وددة 3 wahdat al-wujud

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital

tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh:

Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal

(bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian

halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.Berkaitan dengan penulisan nama,

untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak

dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri,

tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat

dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Page 9: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

Kata Arab Alih Aksara

ھ ة ت اذ ذ األ س dzahaba al-ustâdzu

ر ث ب ج األ ج tsabata al-ajru

م ت ر يت ال ذر الع ص al-harakah al-‘asriyyah

ھ د هلل إ ل إ لھ ل أ ى أش asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

ل ن ا و ل ل ه ال خ ه الص Maulânâ Malik al-Sâlih

ن م ث ر هلل ي ؤ yu’atstsirukum Allâh

ق ل يت الوظ اھ ر الع al-mazâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama

orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.

Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukan

Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.

Page 10: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad
Page 11: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

ABSTRACK

This study aims to identify, explain and analyze the application of hawalah contract

on Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam in troubled financing in terms of fatwa DSN-

MUI. This research uses normative juridical method with descriptive analytic

research. This study uses secondary data as the main research material, obtained by

reviewing documents at Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam. The data obtained were

analyzed qualitatively. The results showed that the application of hawalah contract in

financing problems by Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam by using bil ujroh hawalah

contract. Implementation of hawalah contract does not work effectively because most of

Sharia Banking Money does not know the availability of this contract. This is because

Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam are still optimal in introducing the hawalah

contract product through the results of research at Muamalat Bank and BPRS al-Saalam.

The hawalah contract form applied in Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam is a

muthlaqah hawaalah with the imposition of ujrah / fee. The customer who wishes to use

the hawalah contract is the first to be performed, his ability to pay the financing is feared

there is a problem at the end of his payment. Muamalat Bank and BPRS Al-Saalam do

not apply muqayyadah hawalah in daily banking transactions, but apply mawlaqah

hawalah with the imposition of ujrah / fee. This is because it is not contradictory to the

National Sharia Council Fatwa No: 58 / DSNMUI / V / 2007 on Hawalah Bil Ujrah

which is allowing hawalah bil ujrah i.e hawalah with the imposition of ujrah or fee. It

must pay more attention to the principles of the Islamic agreement both in the

manufacture of banking financing products and in its application.

For the settlement of non-performing financing of the bank in the contract the hawalah

has the following series, giving some debtor debt, giving all debtor debts, impose delete

books and write off, execution of collateral, update the debt by way of inovation and

cassie.

Keywords: Implementation, Hawalah contract, Fatwa of National Sharia Council,

Troubled Financing.

Page 12: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

x

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menjelaskan dan menganalisis penerapan

akad hawalah pada Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam dalam pembiayaan bermasalah

ditinjau dari fatwa DSN-MUI. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan

spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan data sekunder

sebagai bahan uatama penelitian, yang diperoleh melalui penelaahan dokumen pada bank

Muamalat dan BPRS Al-Saalam. Data yang diperoleh dianalisis secara analisis kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan akad hawalah dalam pembiayaan bermasalah oleh

Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam dengan menggunakan akad hawalah bil ujroh.

Implementasi akad hawalah tidak berjalan efektif karena sebagian besar nasabah perbankan

syariah tidak mengetahui tersedianya akad ini. Hal ini disebabkan karena Bank Muamalt dan

BPRS Al-Saalam belum optimal dalam memperkenalkan produk akad hawalah Berdasarkan

hasil dari penelitian di Bank Muamalat dan BPRS al-Saalam.

Bentuk akad hawalah yang diterapkan di Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam adalah

hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee. Nasabah yang ingin menggunakan akad

hawalah ini terlebih dahulu diteliti tingkat kemampuannya dalam melakukan pembayaran

pembiayaanya ditakutkan ada masalah diakhir pembayarannya. Bank Muamalat dan BPRS Al-

Saalam tidak menerapkan hawalah muqayyadah dalam transaksi perbankan sehari-hari, akan

tetapi menerapkan hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee. Hal ini antara lain karena

tidak bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 58/DSNMUI/V/2007 tentang

Hawalah Bil Ujrah yang membolehkan adanya hawalah bil ujrah yaitu hawalah dengan

pengenaan ujrah atau fee.Harus lebih memperhatikan asas-asas dari perjanjian Islam baik

dalam pembuatan produk-produk pembiayaan perbankan maupun dalam pengaplikasiannya.

Untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah terhadap bank pada akad hawalah

mempunyai rangkaian sebagai berikut, penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan

kembali (reconditioning), penataan kembali (restructuring. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad tabarru' yakni pengalihan

utang dikembalikan kepada akad aslinya sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh

klasik. akad tabarru' pada prinsipnya merupakan akad tolong-menolong. Artinya, harus murni

bersifat sosial dan tidak boleh mengambil keuntungan dari akad hiwalah.

Kata Kunci: Implementasi, Akad Hawalah, Fatwa Dewan Syariah Nasional, Pembiayaan

Bermasalah.

Page 13: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Sang

pemilik alam semesta, Zat yang Maha sempurna, yang Maha mengetahui dan Maha

berkehendak. Tak ada Tuhan selain Dia, dan tak ada daya dan upaya selain atas izin-Nya. Tesis

ini hanya setitik atom dijagat kekuasaan-Nya. Tak ada satu hurufpun yang dapat penulis kerjakan

tanpa izin- Nya. Allhamdullillahi robbilalamin.

Sholawat dan salam kepada rahmat terbesar bagi seluruh alam, cahaya kehidupan ruhani

yang termegah, sosok manusia yang pantas ditauladani, Nabi Muhammad SAW. Bersamanya

bangsa yang kecil menjadi raja, bangsa yang besar menjadi hamba, ditebarnya kebenaran dengan

akhlak, disucikannya pengetahuan dengan amal, dan dibukanya jalan kehidupan tanpa batas

menuju kesempurnaan.

Tesis ini ditulis untuk menganalisa tentang Impelemntasi Akad Hiwalah pada

Pembaiyaan Bermasalah di Perbankan Syariah ( Studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia dan

BPRS Al-Saalam). Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tesis ini, baik

dalam penyajian materi maupun dalam pembahasan materi serta analisa- analisa penulis, karena

itu Tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis juga menyadari bahwa penulisan Tesis ini tidak

lepas dari berbagi petunjuk, dukungan, Do’a dan bantuan secara langsung ataupun tidak dari

berbagai pihak. Karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.,A, selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.,A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dosen Pembimbing, Dr. Muhammad Maksum, SH, M.,A, penulis yang dengan segala

keikhlasan dan ketulusan bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

mengoreksi dan mengarahkan peneliti, sehingga tesis ini memenuhi kualifikasi akademik

baik dar segi penulisan maupun subtansinya.

Page 14: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xii

4. Dr. Nurhasanah, M.Ag sebagai ketua program studi Magister HukumEkonomi Syariah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memmabtu peneliti secara tidak langsung dalam

menyiapkan tesis ini.

5. Terimaksih juga penulis sampaikan kepada para guru besar dan dosen Program MHES

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memperkenalkan teori dan juga perspektif, serta berhasil mem-prvokasi penulis untuk

terus berfikir progresif, seperti Prof. H. Muhammad Amin Suma, SH,M.,A,M.,M, Prof. Dr.

Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.,A, Prof. M. Atho Mudzhar, MA, Prof. Dr. H.

Faturrohman Djamil, MA, Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, dan lain-lain yang tidak bisa

disebut satu persatu.

6. Hasil karya tesis ini, penulis persembahkan kepada seluruh keluarga, orang tua Tercinta

Ayahanda H. Sobari dan Ibunda Hj. Babay yang tak pernah lelah setiap harinya

memberikan semangat, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini. Selama hidupnya jasa beliau tidak akan hilang sampai akhir hayat. Kaka dan Teteh

tersayang, Ka Ence, Ka Juju (Alm), Ka Asep, Teteh Eyi, Teteh Yayu, Teteh Nunung, Adi

Imam, Ka Khotib, Om Agus, Teteh Iroh, Teteh Yuyun serta ponakan-ponakan Ate

terimaksih yang tak henti-hentinya memberikan support dan terus menerus mendukung

penulis untuk terus berusaha menyelesikan Tesis ini. Barakallah Fikum Daiman Abadaa.

7. Sahabat seperjuangan MHES angkatan 2014, yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu. Terimaksih telah berdiskusi, tempat berbagi keluh kesah dan menggapai cita-cta

bersama.

8. Rekan kerja di Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), Kaka Syakur, Ba Reni, Teh Yuli dan yang

lainnya yang tidak bisa disebut satu persatu, yang telah mendorong semangat penulis

sehingga tesis ini selesai.

9. Penelitian untuk penulisan tesis ini dilakukan dibeberapa lembaga keuangan syariah yaitu

Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al-Saalam terimaksih kepada Iman Ni'matullah dan

Ikhwanda selaku narasumber yang telah memberikan informasi untuk penulis memperoleh

sebagian referensi yang menunjang penulisan.

10. Segenap pimpinan Satf. Akademik, Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Staf

Perpustakaan Utama yang telah member bantuan dan fasilitas untuk penulis memeperoleh

sebagian referensi yang menunjang penulisan.

Page 15: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xiii

11. Semua rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan

kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sampailah penulis pada kalimat penutup dari kata pengantar ini, Penulis menyadari

sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan,

walaupun penulis telah berusaha dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu kritik dan saran

yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan penyusunan dan

penulisan tesis ini. Penulis berharap agar tesis ini bermanfaat dan dapat memperluas serta

menambah pengetahuan bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, 27 Juli 2018

Wulan Siti Mariyam

Page 16: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ............................................................................................................

LEMBAR JUDUL .............................................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................................... iv

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ v

ABSTRAK ..........................................................................................................................x

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... xi

DAFTAR ISI................................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1

B. Permasalahan ...............................................................................................18

1. Identifikasi Masalah ................................................................................18

2. Pembatasan Masalah ...............................................................................19

3. Perumusan Masalah .................................................................................19

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................19

1. Tujuan Penelitian .....................................................................................19

2. Manfaat Penelitian ...................................................................................19

D. Review Studi Terdahulu ..............................................................................20

E. Metode Penelitian ........................................................................................24

1. Metode Penelitian ....................................................................................24

2. Pendekatan Penelitian ..............................................................................24

3. Sumber Data ............................................................................................24

4. Teknik Pengumpulan Sumber Data .........................................................25

5. Teknik Analisa Data ................................................................................26

6. Teknik Penulisan .....................................................................................26

F. Sistematika Penulisan ..................................................................................26

Page 17: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xv

BAB II AKAD HIWALAH DALAM HUKUM ISLAM ............................................27

A. Pengertian Prinsip-prinsp Akad Hiwalah ..................................................27

1. Pengertian Akad dalam Hukum Islam .................................................27

2. Prinsip akad Hiwalah ...........................................................................32

B. Dasar Hukum Akad Hiwalah .....................................................................40

1. Al-Qur'an .............................................................................................40

2. Hadist ...................................................................................................41

3. Ijma' .....................................................................................................42

4. Hukum Postif .......................................................................................42

C. Tujuan Manfaat dan Apliksi akad Hiwalah ...............................................43

a. Tujuan dan Manfaat .............................................................................43

b. Aplikasi akad Hiwalah .........................................................................44

D. Berakhirnya Akad Hawalah ......................................................................44

E. Beban Muhil setelah akad Hiwalah ...........................................................45

F. Pengertian Pembiayan dan Pembiayaan Bermasalah ................................46

a. Pembiayaan ..........................................................................................46

b. Pembiayaan Bermasalah ......................................................................53

G. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES )………………………….64

BAB III KAJIAN FIQH TERHADAP AKAD HIWALAH ........................................66

Perdebatan Ulama Terkait Perubahan Hawalah menjadi

Hawalah bil Ujroh .....................................................................................66

BAB 1V ANALISIS PENERAPAN AKAD HIWALAH DALAM PEMBIAYAAN

BERMASALAH ..............................................................................................74

A. Implementasi Akad Hiwalah pada Pembiayaan Bermasalah

di Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam ..................................................74

B. Kesesuaian Akad Hiwalah pada Pembiayaan Bermasalah dengan

Fatwa DSN-MUI ........................................................................................91

C. Hiwalah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)…………97

BAB V PENUTUP..........................................................................................................100

A. Kesimpulan .............................................................................................100

B. Saran .......................................................................................................101

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................

LAMPIRAN

Page 18: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1: Skema Hawalah dalam Bank Syariah...............................................................

Page 19: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu fungsi utama bank adalah fungsi intermediary yaitu

menghimpun dana-dana dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus

of funds) dalam bentuk tabungan, deposito atau bentuk-bentuk simpanan lainnya

untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan

dalam bentuk pemberian fasilitas kredit.1 Hal ini berarti fungsi utama bank

adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada

masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary.2

Lembaga perbankan merupakan salah satu instrumen keuangan modern

yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai intermediasi antara pihak-pihak yang

mengalami kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak-pihak yang

kekurangan dan membutuhkan dana (lack of fund).3 Guna menjalankan fungsi

kelembagaan, perbankan akan bergerak melalui kegiatan penghimpunan dana

sebelum kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada pihak-pihak yang

membutuhkan, baik untuk pembiayaan usaha maupun dalam rangka menjalankan

fungsi sosial dan untuk mendukung kelancaran transaksi keuangan, perbankan

syariah juga menyediakan berbagai jasa pelayanan yang beroperasi secara

profesional. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu

perwujudan dari kebutuhan masyarakat yang menghendaki suatu sistem

1 Muhdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), hlm. 3

2 Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba

Empat, 2006), hlm. 9 3Burhanuddin Susanto. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Yogyakarta:UII. 2008), h. 3.

Page 20: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

2

perbankan yang mampu menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga memenuhi

prinsip-prinsip syariah.4

Lembaga keuangan perbankan syariah adalah sebuah lembaga intermediasi

yang menegakkan aturan ekonomi Islam. Kegiatan pokoknya pada dua hal yakni

melakukan penghimpunan dana masyarakat dan menyalurkan dana.

Perkembangan dunia keuangan syariah5 diberbagai negara Islam mengalami

peningkatan baik dari bertambahnya lembaga maupun produk yang diinovasi

oleh para aktor keuangan syariah. Serta orientasi utama sistem ekonomi syariah

adalah untuk merealisasikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi individu

dan masyarakat, baik di dunia maupun di akhirat.6

Perbankan syariah memang sudah seharusnya selalu memperkaya

produk-produknya untuk memenuhi kebutuhan objektif masyarakat modern,.

Melalui upaya memperkaya produk dan berbagai terobosan yang dilakukan oleh

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam menjawab

kebutuhan ummat akan perbankan modern tetapi tetap sejalan dengan ajaran

Islam, maka ke depan diharapkan akan lahir sistem perbankan syariah yang

modern, universal dan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan

konsep Islam yang rahamatan lil `alamin (rahmat bagi seluruh alam semesta),

4 Burhanuddin Susanto. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Yogyakarta:UII. 2008), h.4.

5Rahmani Timorita Yulianti Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syariah

(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam La-Riba

Vol.11, No. 1, Juli 2008) , h. 91. Lihat juga Jaribah Bi Ahmad Al-Haritsi Fikih Ekonomi Umar Bin Al-

Khathab (Jakarta: Khalifa Pustaka Al-Kautsar Grup, 2006), h. 396-399. Menyatakan bahwa

Perkembagan keuangan atau ekonomi Islam memiliki kriteria diantaranya: Pertama, pengembangan

ekonomi dalam Islam tidak akan dapat merealisasikan tujuannya jika terpisahkan dari sisi-sisi lain

tentang pengembangan yang komperhensif yang menjadi tujuan politik syriah. Kedua, merealisasikan

kesejahteraan dan meningkatkan tingkat kehidupan umat adalah tuntutan syariah. Tiga, pengembangan

ekonomi dalam Islam mencakup semua rakyat Negara. Empat, pengembangan ekonomi dalam Islam

adalah suatu kewajiban syaroah dan ibadah yang mendekatkan seorang muslim kepada Allah jika

dilakukannya dengan ikhlas. Lima, sesungguhnya politik pengembangan ekonomi yang berdampak

pada bertambahnya pemasukan itu menjadi tidak dibenarkan jika berakibat terhadap rusaknya nilai-

nilai Islam. Enam, sesungghnya upaya pengembangan ekonomi di masa Umar terfokus pada

penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi individu masyarakat. 6 Hasbi Hasan, Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Dunia Islam Kontemporer

(Jakarta: Gramata Publishing, 2011), h. 30.

Page 21: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

3

sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari

konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks

kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Bank

Syariah yang modern dapat berupa bank yang mampu menyesuaikan diri dengan

perkembangan zaman dan pada sisi lain tetap menjunjung tinggi sistem

perbankan yang sesuai dengan tuntunan syariah dan perbankan syariah berusaha

menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang

dirumuskan secara bijaksana.

Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah

adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sejak itu diberikan

keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen atau peniadaan

bunga sekaligus. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah

mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru.

Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disahkan Undang-

undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk

menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga

ataupun keuntungan bagi hasil.

Regulasi mengenai Bank Syariah tertuang dalam UU No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah. Di Indonesia sudah banyak yang mendirikan Bank

Syariah. Pada dasranya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bias hidup

sendiri tanpa bantuan orang lain. Sudah menjadi kodrat dari manusia untuk saling

tolong menolong antar sesame. Terkait itu Allah SWT berfirman dalam Al-

Qur‟an Surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya :

ثت ع إ و إ ع ت ثإثإ ع ت ع و ت ع و ع ع لعت ت ع ت ت ى ت ت ع قإ ع ت بثر إ ع ت ع و ت ع و ع ع ع

„‟Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan (kebajikan) dan

takwa dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan

pelanggaran.‟‟ (Qs.Al Maa‟idah 5:2)

Page 22: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

4

Berdsar ayat di atas jelas bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk

saling tolong-menolong dalam kebaikan. Agama Islam mengajarkan apabila kita

melakukan kegiatan hutang-piutang harus segera melunsinya, apabila kita

sebagai orang yang mampu melunasi hutang tetapi menunda-nunda pelunasan

tersebut maka kita termasuk orang yang zalim. Namun terdapat kemudahan bagi

orang yang tidak mampu membayarnya.

Terkait hal ini orang yang berhutang (debitur) dapat mengalihkan haknya

kepada pihak lain. Hal ini juga berlaku pada orang yang berpiutang (kreditur)

dapat mengalihkan piutangnya kepada pihak lain. Pada hukum Islam hal ini

disebut Hiwalah/Hawalah yaitu pemindahan hutang dari satu tanggungan kepada

tanggungan yang lain dengan nilai yang sama menurut para ulama hiwalah

adalah pemindahan beban hutang dari muhil ( orang yang berhutang) menjadi

tanggungan Muhal‟alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang ).7

Dalam Islam terdapat transaksi-transaksi ekonomi yang bebas dari riba,

gharar dan maysir. Transaksi-transaksi itu adalah jual beli yang terdiri dari Bai‟

Al-Murabahah, Bai‟ As-Salam dan Bai‟ Al-Istshna,‟ sewa yang terdiri dari Al-

Ijarah, dan jasa yang terdiri dari Al-Wakalah, Al-Kafalah, Ar-Rahn dan Al-

Qardh. Salah satu dari transaksi-transaksi dalam Islam adalah hiwalah.8Hiwalah

adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang

wajib menaggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak

dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal „alaih (orang yang

berkewajiban membayar hutang) . Menurut Ibnu Abidin dari kalangan Hanafiyah

yang dimaksud hiwalah adalah pemindahan kewajiban membayar hutang dari

7 M. Syafii Antonio. Bank Syariah dan Teori ke Praktek. (Jakarta: Gema Insani, 2001 ), h .124

8 Kata hiwalah huruf haa‟ dibaca fathah atau kadang dibaca kasrah, berasal dari kata tahwil yang

berarti intiqal (pemindahan)

Page 23: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

5

orang yang berhutang (muhil) kepada orang yang berhutang lainnya (muhal

‟alaih).9

Hiwalah secara etomologi menurut Hendi Suhendi, sebagaimana dikutip

oleh Mardani yaitu, al-intiqal dan al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan

mengoverkan.10

Akad Hiwalah, dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam dua

kelompok. Yang pertama adalah berdasarkan jenis pemindahannya. Dan yang

kedua adalah berdasarkan rukun Hiwalahnya. Kelompok pertama yang

berdasarkan jenis pemindahannya, terdiri dari dua jenis Hiwalah, yaitu Hiwalah

Dayn dan Hiwalah Haqq. Hiwalah Dayn adalah pemindahan kewajiban melunasi

hutang kepada orang lain. Sedangkan Hiwalah Haqq adalah pemindahan

kewajiban piutang kepada orang lain.11

Sedangkan secara terminologi menurut

al-Syarbaini dalam kitab Mughni alMuhtaj, sebagaimana dikutip oleh Hulwati,

Hiwalah12

yaitu merupakan pemndahan beban hutang dari muhil atau madin (

orang yang berhutang ), pihak yang memberi hutang ( muhil atau da‟in ) dan

pihak menjadi tanggungan hutang (muhil ‟alaih), berarti dalam hal ini terdapat

tiga orang yang terlibat.13

Dalam agama islam dikenal adanya lembaga pengalihan hutang atau

hawalah merupakan pengalihan tangguhan hutang dari orang yang ber-utang

kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Karena itu, hawalah ini

merupakan suatu persoalan yang penting, apalagi pada masa sekarang. Jika yang

dialihkan utang maka akad hawalah merupakan akad pengalihan hutang dari satu

10 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, h.243

11 Agustianto. Hiwalah/Hawalah. (Jakarta : Presentasi Universitas Indonesia, IEF Trisakti, dan

Universitas Paramadina, 2008 ), h. 11 12

Pengertian Hiwalah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah pengalihan utang dari muhil

al-ashil kepada muhal „alaih. Sedangkan menurut fatwa DSN-MUI, Hawalah yaitu akad pengalihan

utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung ( membayar)-nya 13

Hulwati, Ekonomi Islam : Teori dan Prakteknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar

Modal Indonesia dan Malayia, h. 109

Page 24: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

6

pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung membayar

utangnya. Transaksi seperti ini dapat terjadi dengan adanya saling mempercayai

antara pihak yang bertransaksi.14

Pengertian hawalah yang ditetapkan oleh UU No.21 Tahun 2008 secara

substansial sama dengan yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)

majelis ulama‟ indonesia (MUI) dengan sedikit perbedaan redaksional bahasa.

Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga

pengambilalihan utang atau lembaga pelepasan utang atau penjualan utang, atau

lembaga penggantian kreditor atau penggantian debitor.15

Hiwalah merupakan

akad pengalihan hutang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib

menanggung atau membayar”. 16

Dalam buku “Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik karangan M. Syafi'i

Antonio mengungkapkan bahwa dalam transaksi hiwalah, muhal memberi

pinjaman kepada muhil. Sedangkan muhil masih mempunyai pihutang kepada

muhal 'alaih begitu muhil tidak mampu membayar hutangnya pada muhal. Ia lalu

mengalihkan beban hutang tersebut pada muhal „alaih dengan demikian muhal

„alaih harus membayar hutang muhil kepada muhal sedangkan hutang muhal

„alaih sebelumnya pada muhal dianggap selesai.17

Dalam Bidayatul Mujtahid jilid I yang dikarang oleh Ibnu Rusyd

dikatakan bahwa pemindahan hutang atau hiwalah adalah suatu perbuatan yang

sah dan dikecualikan dari prinsip-prinsip hutang pihutang (transaksi dengan

hutang pihutang secara kontan)18

. Diantara syarat-syarat yang diperselisihkan

oleh fuqoha ialah mengenai perlunya dpegangi persetujuan orang yang

14

Nurhayanti Sri, Akuntansi Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 260. 15

Heri, Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi2 (Yogyakarta: EKONISIA, 2004),

h.. 71. 16

Atang abd hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 283 17

Muhammad Syafi‟I Antonio, loc. Cit. 18

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,juz II, Beirut: Daar Alkalam,1996, h. 303.

Page 25: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

7

dipindahkan piutangnya dan orang yang menerima perpindahan utang. Sebagian

fuqoha ada yang memegangi persetujuan orang yang dipindahkan piutangnya

tanpa memegangi persetujuan orang yang menerima perpindahan utang. Ini

adalah pendapat malik.

Sebagian lainnya ada yang memegangi persetujuan orang yang

dipindhkan piutangnya. Ini adalah kebalikan dari pendapat malik. Dan pendapat

ini juga dkemukakan oleh dawud. Fuqoha yang berpendapat bahwa perpindahan

utang merupakan suatu muamalat memandang persetujuan kedua belah pihak

diperlukan.19

Fuqoha yang menemaptkan kedudukan orang yang menerima

perpindahan utang terhadap orang yang dipindahkan piutangnya terhadap debitur

(orang yang memindahkan utang ) tidak memegangi persetujuan orang yang

menerima perpindahan utang, bersama orang yang dipindahkan piutangnya,

seperti ia juga tidak memegangi persetujuan itu bersama orang yang

memindahkan utang (debitur) manakala ia meminta haknya dan tidak

memindahkannya kepada seseorang.

Dalam kitab fathul qorib, (Fasal) menjelaskan hawalah. Lafadz “al

hawalah” dengan terbaca fathah huruf ha‟nya. Dan ada yang menghikayahkan

pembacaan kasrah pada huruf ha‟nya. Hawalah secara bahasa adalah pindah. Dan

secara syara‟ adalah memindah hak dari tanggungan muhil (yang memindah

hutang) kepada tanggungan muhal „alaih (yang menerima tanggungan peralihan

hutang)20

Selain itu dalam kitab Al fiqh Al Islam wa Adilatuhu jilid VI karangan

Wahbah Azzuhaily terdapat pembahasan tentang hiwalah dimana hiwalah

dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang/benda karena hiwalah

19

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,Analisa Fiqih Para Mujtahid, juz III, Beirut: Daar Al-Jill,1989, h.

263 20 http://contohdakwahislam.blogspot.com/2014/01/bab-hawalah-peralihan-hutang.html, Tanggal 27

Juli 2018, pukul 10.00

Page 26: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

8

adalah pemindahan hutang oleh karena itu harus pada uang.21

Dalam buku

”Hukum-Hukum Fiqih Islam Tinjauan Antar Mazhab” yang ditulis oleh Teungku

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqiey terdapat berbagai macam pendapat masing-

masing mazhab tentang tidak kembalinya si muhal itu kepada si muhil, baik si

muhal ‟alaih mengingkari hutang ataupun timbul suatu sebab yang lain, karena

dia salah tidak membahaskan lebih dahulu sebelum ia menerima hawalah22

Berdasarkan pembahasan di atas ulama fiqih berbeda pendapat mengenai

lunas atau tidaknya hutang dalam transaksi hiwalah yaitu :

a. Jumhur ulama mengatakan bahwa apabila hiwalah dilakukan dengan sah,

maka tanggungan menjadi gugur atau berakhir jika muhal „alaih

mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia atau tidak memenuhi

proses pengalihan maka muhal tidak diperbolehkan kembali nenuntut

kepada muhil23

b. Ulama Hanafiyah berpendapat sebaliknya yaitu muhal boleh menuntut

kembali kepada muhil selama tidak ada syarat khiyar24

c. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa dalam pengalihan pembayaran

hutang, jika ternyata muhal ‟alaih mengalami kebangkrutan atau

meninggal dunia dan ia belum membayar kewajibannya tersebut,

sehingga yang memberi hutang tidak mendapatkan apa-apa dari orang

tersebut, ia tidak dibolehkan kembali lagi kepada pihak pertama (untuk

menagih hutang) kecuali jika muhil telah menipu kepada muhal atau

21

Wahab Azzuhaily,Alfiqh al Islam wa Adilatuhu,jilid VI, Beirut: Daar Alkalam,1994, h .102. 22

Hasbi Ash Shidieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam Tinjauan Antar Madzab,( Semarang: Pustaka Rizk

Putrai, 2001), h. 386. 23

Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: pena pundit aksara, 2004 , h. 224. 24

Ibnu Abidin, op.cit. h. 10

Page 27: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

9

muhtal, yaitu dengan mengalihkan pembayaran hutang kepada orang

yang tidak memiliki apa-apa (fakir)25

.

Jika mencermati pendapat-pendapat ulama fiqih di atas, dapat

dikemukakan bahwa pada dasarnya mereka sepakat mengenai adanya transaksi

hiwalah dalam kehidupan manusia. Namun sejauh mana transaksi hiwalah

berperan dalam mensejahterakan masing-masing pihak yang terlibat dalam

trnsaksi hiwalah sehingga masing-masing pihak merasa tenang, pada

kenyataannya mereka berbeda pendapat. Dari pendapat-pendapat ulama fiqih di

atas Ibnu Abidin yang nama lengkapnya adalah Muhammad Amin bin Umar bin

Abdul Aziz bin Ahmad bin Abdur Rahim bin Najmudin bin Muhammad

Salahuddin mempunyai pendapat bahwa muhal boleh menuntut kembali kepada

muhil apabila muhal „alaih meninggal dunia atau bangkrut26

Disisi lain Ibnu Abidin27

berbeda pendapat dalam mendefinisikan

hiwalah walaupun Ibnu Abidin setuju dengan adanya transaksi hiwalah. Tetapi

bagaimana Ibnu Abidin berpendapat bahwa muhal boleh menuntut kembali

kepada muhil apabila muhal „alaih meninggal dunia atau bangkrut dalam

transaksi hiwalah, hal ini tentunya memerlukan adanya suatu penelitian yang

khusus dan mendalam.

Pada Bank Syariah, Hiwalah merupakan akad pelengkap yang

dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan dan tidak untuk

mencari keuntungan.28

Karena pada dasarnya akadnya ta‟awuni atau tabarru‟.

Terkait demikian dalam bank syariah dilarang mengambil keuntungan atas akad

tersebut dikarenakan, inti dari akad tabarru adalah tolong-menolong bagi orang

yang sedang kesulitan.

25

Abdurrahman Aljaziri, Fiqih „ala Madzabil Arbaah, maktabah altijariyah,h. 155. 26

Ibnu Abidin, Raad al Mukhtar, Beirut: Daar Kitab Alilmiah, juz VIII, 1994, h. 10 27

Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtar , Beirut: Daar Kitab Alilmiah, juz VIII ,1996 28

Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. ( Yogyakarta: Ekonisia, 2005 ), h .71

Page 28: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

10

Bank Negara Malaysia juga mendefinisikan Hawalah sebagai pengalihan

tangguhan hutang dari orang yang ber-utang kepada orang lain yang wajib

menanggungnya tetapi ada fee didalamnya. Bank Islam Malaysia Berhad

(BIMB) telah menerapkan akad hawalah tetapi di BIMB konsep ini tidak hanya

kepada hutang tetapi juga dalam pemindahan dana dari seorang kepada orang

lain kerana kedua-duanya mempunyai konsep yang sama. Pihak BIMB telah

menggabungkan konsep al Hiwalah dan Wakalah bi Ujrah. Konsep Wakalah bi

Ujrah ini digunakan supaya pihak Bank menerima fee dalam pemindahan dana

yang dilaksanakan. Meskipun pelaksanaannya sudah diterapkan di BIMB,

namun ada beberapa kelemahan dan kekurangan yang ada supaya dapat

meningkatkan lagi sistem muamalat islam di Perbankan Malaysia.

Produk-produk yang ditawarkan di Bank Muamalat dan BPRS Al Saalam

secara garis besar adalah : Mobilisasi dana mayarakat bank akan menggerakan

dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi‟ah,

adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka fasilitas ini dapat digunakan

untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji mobilisasi dana

meliputi : Simpanan Amanah, Tabungan Wadiah, Deposito Mudharabah.

Penyaluran dana yang meliputi : Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan

Musyarakah, Pembiayaan Bai Bitsamann Ajil, Pembiayaan Mudharabah,

Pembiayaan Qardhul Hasan, Pembiayaan Istishna‟, Pembiayaan Al-Hiwalah

Jasa perbankan lainya secara bertahap bank akan meneyediakan jasa untuk

memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran

rekening listrik, telepon, bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa

dana talang berdasarkan bai salam. Penyaluran dana yang meliputi: Pembiayaan

Page 29: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

11

Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan Bai Bitsaman Ajail,

Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Istishna‟, Pembiayaan al-Hiwalah29

Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al Salaam merupakan badan usaha

dalam bidang perbankan syariah yaitu mengenai pembiayaan dan simpanan

dengan prinsip Syariah. Bank Muamalat dan BPRS Al Salaam memiliki produk-

produk penghimpunan dana dan pembiayaan. Produk penghimpunan dana antara

lain : Tabungan Wadiah (TAWA), Tabungan Idul Fitri (TIFI), dan Deposito

Mudharabah. Sedangkan produk pembiayaan BPRS Al Salaam antara lain

menggunakan akad: Murabahah (Jual Beli), Mudharabah (Bagi Hasil),

Musyarakah, Al-Ijarah (Sewa), dan Hiwalah (Talangan). Hiwalah di Bank

Muamalat Indonesia di BPRS Al Salaam disebut akad pemberian jasa talangan

dalam waktu tertentu melalui pembayaran ujroh / upah. Maksud “manfaat”

adalah berguna, yaitu talangan yang mempunyai banyak manfaat dan selama

menggunakannya sesuai keperluan misal untuk talangan untuk dana pendidikan

anak sekolah, biaya pernikahan, dan pembayaran hutang dan biaya perjalanan.

Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al-Saalam adalah lembaga

keuangan syariah yang menerapkan pembiayaan menggunakan akad hiwalah.

Tetapi dalam penerapan akad hiwalah dalam mengatasi pembiayaan bermasalah

masih sangat sedikit digunakan oleh pihak bank tersebut. Hal ini diakui oleh

pihak Bank Muamalat dan BPRS Al-Salaam, bahwa “Dalam praktik perbankan

syariah hampir jarang dipergunakan. Mungkin ketidak-mengertian masyarakat

tentang hawalah, sehingga jarang dipergunakan30

Ketidaktahuan masyarakat

terhadap keberadaan akad hawalah sebagaimana dikemukakan di atas telah

menyebabkan masyarakat khususnya masyarakat muslim yang potensial untuk

29

www. wordpress.com/2018/1/28/bank-perkreditan-rakyat-bpr-syariah/ html, diakses pada 11 April

2018 Pukul.10.00 WIB 30

Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018

Page 30: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

12

menjadi nasabah perbankan syariah kehilangan peluang atau kesempatan untuk

memperoleh kemanfaatan dan kemaslahatan dari keberadaan perbankan syariah

di tanah air.

Keberadaan fatwa untuk mendinamisasikan hukum Islam dalam

merespon persoalan yang muncul, termasuk permasalahan ekonomi modern,

sesuai dengan dimensi ruang dan waktu yang melingkupinya.31

Fatwa dijadikan

standar untuk memastikan kesyariahan produk dan operasional keuangan syariah

dan sebagian fatwa merupakan tranformasi akad-akad dalam hukum Islam ke

dalam kegiatan transaksi keuangan syariah yang modern.

Keuangan syariah merupakan bentuk aplikasi dari hukum Islam.32

Menurut M. Syafi‟I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah

satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan

pihak-pihak yang merupakan deficit unit33

. Pembiayaan merupakan pendanaan yang

dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.34

Dalam pemberian pembiayaan, terdapat masalah-masalah dalam

pemberian pembiayaan tersebut, seperti adanya kredit macet atau bisa disebut

dengan Non Performing Financing (pembiayaan bermasalah), yang dalam hal ini

banyak faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan tersebut.

Pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU no. 10

1998 pasal 8 dilakukan berdasarkan analisis dengan menetapkan prinsip kehati-

hatian agar nasabah debitur mampu melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan sesuai dengan perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan

dalam pelunasanya dapat dihindari.

31

Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos, 1995), h. 19. 32

Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law And Finance: Religion, Risk And Return (The

Netherlands: Kluwer Internasional, 1998), h. 23. 33

Muhammad Syafi‟I Antonio,. Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press.

2001) h. 160. 34

Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ( YogyakartaUnit Penerbit dan Percetakan (UPP)

AMP YKPN, 2005) , h. 17.

Page 31: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

13

Walaupun demikian, pembiayaan yang diberikan kepada para nasabah

tidak akan lepas dari resiko terjadinya pembiayaan bermasalah yang akhirnya

dapat memengaruhi terhadap kinerja bank syariah ataupun lembaga keuangan

syariah lainnya tersebut. Dalam resiko pembiayaan merupakan risiko yang

disebabkan oleh kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajiban.

Secara umum dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah, pihak Bank

atau lembaga keuangan lainya perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian

dalam pemberian pembiayaan diantaranya (Caracter), kemampuan (Capacity),

modal (Capital), agunan (Collateral), prospek usaha (Condition of economic),

kaitannya dalam bank syariah atau lembaga keuangan yang memberikan

pembiayaan maka prinsip penilaian berdasarkan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits

(Syariah) sangat peru dilakukan untuk proses pemberian pembiayaan.

Bank Muamalat Indonesia Merupakan bank pertama yang menggunakan

prinsip syariah dalam operasionalnya. Sampai saat ini sudah banyak cabang-

cabang Bank Muamalat Indonesia yang tersebar diseluruh Indonesia, salah

satunya adalah Bank Muamalat Indonesia Cabang Cirebon yang menjadi objek

penelitian saat ini. Bank Muamalat Indonesia Cabang Cirebon, merupakan salah

satu bank syariah yang dalam penyaluran pembiayaan para debitur tingkat

kelancaran pengembalian pembiayaannya cukup tinggi, namun demikian, Bank

Muamalat Indonesia Cabang Cirebon juga beresiko mengalami resiko

pembiayaan, dalam hal in tentunya resiko pembiayaan bermasalah.

Banyak Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan

bermasalah di bank syariah. Pada Bank Muamalat Indonesia Indonesia dan BPRS

Al-Saalam faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah ini diantaraya adalah

karena karakter nasabah, rasio modal (capital) terhadap hutang (leverage), serta

jumlah jaminan.

Secara teori Firdaus dan Ariyanti dalam bukunya yang berjudul

manajemen perkreditan bank umum tahun 2008 menjelaskan bahwa karakter atau

watak merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan

Page 32: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

14

pemberian kredit. Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon

peminjam kredit harus bertingkah laku baik, dalam arti harus berpegang teguh

atas janjinya, selalu berusaha dan bersedia untuk melunasi utang-utangnya sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga apabila calon peminjam

merupakan pribadi ang berkarakter baik, maka kemungkinan terjadinya

kegagalan dalam pengembalian pembiayaan atau pembiayaan bermasalah

kemumgkinan tidak terjadi, dan sebaliknya apabila calon peminjam tersebut

merupakan pribadi yang berkarakter kurang baik atau jelek, maka kemungkinan

untuk pengembalian pembiayaan kemungkinan akan terjadi. Kemudian aspek

kekayaan (equity) yang dimili oleh calon peminjam atau perusahaan dan rasionya

terhadap hutang (leverage) juga berpengaruh terhadap terjadinya pembiayaan

bermasalah. secara teori Saunders dan Allen menjelaskan bahwa aspek capital

sebagai kontribusi kekayaan (equity) oleh pemilik perusahaan dan rasionya

terhadap huang (Leverage). Ini dipandang sebagai predictor probabilitas

kebangkrutan yang baik. Leverage yang tinggi yang tinggi dipandang

mempunyai probabilitas yang tinggi pula. Apabila tingkat hutang yang dialami

oleh calon peminjam atau pemilik perusahaan tinggi, maka tingkat kebangkrutan

yang dialami akan tinggi pula sehingga untuk tingkat pengembalian pembiayaan

akan tinggi begitupun sebaliknya. Selain itu, pemberian jaminan juga memiliki

kontribusi juga terhadap tejadinya pembiayaan bermasalah. Firdaus dan Ariyanti

memberikan penjelasan collateral sebagai jaminan atau agunan, yaitu harta benda

milik debitur atau pihak ke-3 yang diikat sebagai agunan andaikata terjadi

ketidakmampuan debitur menyelesaikan utangnya sesuai dengan perjanjian

kredit.

Dengan kata lain, pemberian jaminan yang dilakukan oleh bank kepada

debitur atau calon peminjam dimaksudkan untuk berjaga-jaga kemungkinan

terjadinya pembiayaan yang bermasalah kemudian sebagai menjalankan fungsi

pemberian jaminan yaitu sebagai fungsi kehati-hatian/jaga-jaga serta sebagai

Page 33: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

15

penentu jumlah kredit yang akan diberikan dengan cara menetukan jumlah

jaminan.

Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan tidak lancar, dimana nasabah

tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan, pengembalian pembiayaan yang

tidak menepati jdawal angsuran sehingga pembiayaan yang diberikan memiliki

potensi merugikan bank serta pengembalian pembiayaan yang menunggak dalam

waktu tertentu disebabkan karena usaha yang dijalankan oleh nasabah.35

Semakin tingginya tingkat pembiayaan bermasalah di sebuah lembaga

keuangan perbankan syariah menjadikan alat sebagai pengangkat semangat bagi

employee bank tersebut untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam hal ini

pembiayaan bermasalah. Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah

mempunyai 2 kemungkinan kesalahan yakni dari pihak lembaga keuangan

syariah (LKS) dan nasabahnya.

Kesalahan dari pihak LKS ketika melakukan analisis pembiayaan

dikhawatirkan pihak analis kurang begitu teliti ataupun ada kolusi antara pihak

peminjam dengan pihak analis sehingga kemungkinan besar akan ada pemalsuan

data. Sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi

intermediasi dan pelayanan jasa keuangan, sektor perbankan jelas sangat

memerlukan adanya distribusi risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam

distribusi risiko inilah yang nantinya menentukan alokasi sumberdaya dana di

dalam perekonomian. Oleh karena itu pelaku sektor perbankan, dan bank syariah

khususnya di tuntut untuk mampu secara efektif mengelola risiko yang

dihadapinya. Adapun kesalahan dari nasabah dimungkinkan karena nasabah

tersebut memang tidak mampu membayarnya/bangkrut ataupun nasabah memang

tidak mempunyai iktikad baik untuk membayar angsuran tersebut.

Allah mensyariatkan akad hawalah karena telah menjadi kebutuhan

manusia. Melalui akad hawalah, seseorang dapat mengalihkan hak piutang dari

35

Abdullah Saed, Bank Islam dan Bunga, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014) , h. 139

Page 34: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

16

pihak yang mengalami kesulitan financial kepada pihak lain yang berkecukupan.

Adapun rukun dan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan hawalah

adalah:

1. Adanya para pihak yang mengadakan akad hawalah. Para pihak yang terlibat

dalam akad hawalah umumnya terdiri dari, yaitu: (a) pihak berutang dan

berpiutang yang akan mengalihkan utangnya (muhil), (b) pihak yang

memberikan utang (muhal lahu) dan (c) pihak lain yang menerima pengalihan

utang untuk dilunasinya (muhal „alaih), namun agar keabsahan akad hawalah

dapat terwujud, maka masing-masing pihak harus memenuhi syarat sebagai

subjek hukum.

2. Sesuatu yang menjadi objek akad hiwalah (muhalul bih) adalah yang bersifat

financial. Hiwalah tidak diperbolehkan berlaku terhadap utang yang bersifat

barang. Karena itu agar dapat dihiwalahkan, utang harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

a. Utang tersebut merupakan akibat hukum dari suatu akad yang bersifat pasti

(luzum). Karena itu tidak sah hukumnya mengalihkan hutang yang timbul dari

suatu akad yang masih berlaku hak khiyar.

b. Jika pengalihan hutang berbentuk hiwalah muqayyadah maka jumlah

secara kuantitas/kualitas utang yang dialihkan harus sama. Karena apabila

jumlahnya berbeda, hukumnya menjadi tidak sah, kecuali sisa hiwalah

tersebut dikembalikan kepada para pihak untuk menyelesaikan sendiri

menurut hak dan kewajibannya, sedangkan apabila pengalihan berbentuk

hiwalah mutlaqah, maka jumlah utang yang dialihkan tidak mesti sama,

tergantung kesediaan dan kemampuan pihak yang akan menerima pengalihan

utang tersebut (muhal „alaih).

c. Pada prinsipnya pembayaran utang bisa dilakukan secara tunai (naqdan)

atau tangguh (muajjal), tergantung kesepakatan para pihak. Namun dalam hal

ini diisyaratkan, bahwa pihak yang menerima pengalihan hutang (muhal

Page 35: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

17

„alaih) adalah orang yang dijamin memiliki kemampuan untuk melunasi utang

tersebut.

3. Pernyataan ijab qabul (shigat al-„aqd) harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka mengadakan pengalihan hutang. Dalam akad

hiwalah, pernyataan ijab qabul bisa datang dari pihak yang ber-utang (muhil)

maupun pihak yang menerima pengalihan hutang (muhal „alaih). Pernyataan

ijab yang datang dari pihak yang berutang (muhil) misalnya: Saya hiwalahkan

utang ku agar menjadi kewajibanmu untuk membayarnya sedangkan

pernyataan qabul dari pihak yang menerima hiwalah (muhal „alaih) misalnya:

Saya terima hiwalah engkau untul melunasi utang.

Namun yang perlu dipahami, bahwa pernyataan ijab qabul harus

diketahui oleh pihak yang mengutangi (muhal lahu). Ketentuan ini didasarkan

pada pertimbangan, bahwa Rasulullah memerintahkan kepada pihak yang

mengutangi (muhal lahu) untuk mengetahui dan menerima hiwalah, terutama

jika ada orang yang mengalihkan pembayaran utangnya kepada yang mampu.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa

Rasulullah saw, bersabda:36

مطل ا لغني ظلم فادا أ تبع أ حدكم على ملي فليتبع

“Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang kaya

merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada

orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih(diterima

pengalihan tersebut)”.(HR Jama‟ah).

Pada Hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang

menghutangkan, jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang

kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan

36

Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2009), h.140.

Page 36: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

18

hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya

(muhal'alaih), dengan demikian hakknya dapat terpenuhi (dibayar).

Akad hawalah dapat memberikan beberapa manfaat dan keuntungan, di

antaranya: Memungkinkan penyelesaian hutang piutang dengan cepat,

tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan, dan dapat

menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan non pembiayaan bagi

Bank Syariah.37

Akad hawalah ini banyak digunakan untuk pengalihan hutang

nasabah dan menjadi suatu produk tersendiri di dalam dunia perbankan syariah.

Hal ini sesuai dengan praktik di Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al Salaam

yang menerapkan akad hiwalah terhadap pembiayaan yang bermasalah.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk

memberikan judul penelitian ini dengan judul‟‟Implementasi Hawalah Pada

Pembiayaan Bermasalah di Perbankan Syariah Ditinjau dari Fatwa DSN

MUI”.’’

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang terungkap, ada beberapa permasalahan terkait

dalam kajian ini:

a. Formulasi penerapan akad hawalah menimbulkan adanya biaya yang

harus ditanggung oleh nasabah

b. Akad ini memberikan altenatif kemudahan kepada kedua belah pihak

antara Bank dan Nasabah.

c. Konsepsi biaya dan keuntungan dari produk pembiayaan yang adil dalam

sistem ekonomi syariah.

d. Penentuan biaya atas pengalihan hutang di Perbankan Syariah hanya

menguntungkan pihak pemilik modal.

e. Adanya kesamaan implementasi yang berpedoman dengan fatwa DSN-

MUI.

37

Dumairi Nor dkk, Ekonomi Syariah (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2008), h .129.

Page 37: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

19

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan identifikasi masalah yang sangat luas, agar

pembahasan tesis ini terarah dan sistematis, maka kajian difokuskan terhadap

Implementasi Hawalah Pada Pembiayaan Bermasalah di Perbankan Syariah.

3. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah

dalam Tesis ini fokus pada satu permasalahan mengenai bagaimana

Implementasi akad hawalah dalam pembiayaan bermasalah, dengan

penjabaran rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi akad hawalah pada pembiayaan yang

bermasalah di Perbankan Syariah?

b. Bagaimana kesesuaian akad hawalah pada pembiayaan yang bermasalah

di Perbankan Syariah dengan Fatwa DSN-MUI?

c. Bagaimana Hiwalah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka Tesis ini memiliki tujuan

sebagai berikut:

a. Untuk Menjelaskan implementasi akad hawalah pada pembiayaan yang

bermasalah di Perbankan Syariah

b. Untuk Menjelaskan kesesuaian akad hawalah pada pembiayaan yang

bermasalah di Perbankan Syariah dengan Fatwa DSN-MUI.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai nilai manfaat atau

kegunaan bagi berbagai pihak, sebagai berikut:

a. Kegunaan Akademisi

Page 38: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

20

Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian

selanjutnya dan sebagai bahan referensi yang diharapkan dapat menambah

wawasan pengetahuan bagi pembaca terutama tentang Implementasi akad

hawalah pada pembiayaan yang bermasalah.

b. Kegunaan Praktisi

1) Bagi Pihak Praktisi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pihak Bank

Syariah untuk mengetahui kesesuaian praktik akad hawalah dengan fatwa

DSN-MUI. Selain itu, untuk memberikan sumbangan pemikiran yang

bermanfaat bagi perusahaan dalam mengevaluasi atau memperbaiki

kinerjanya guna meningkatkan strategi kesyariahan sehingga dapat

dijadikan sebagai masukan untuk memahami dan memenuhi kebutuhan

konsep syariah.

2) Bagi Regulator

Hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran praktik akad

hawalah pada pembiayaan bermasalah sehingga menjadi salah satu bentuk

penanganan terhadap pembiayaan bermasalah di Bank Syariah.

C. Review Studi Terdahulu

Ada beberapa kajian pemikir ekonomi konvensional dan ekonomi muslim

yang relevan dengan penelitian ini, terutama yang berkaitan dengan wacana

praktik akad hiwalah dalam transaksi ekonomi syariah.

a) Tesis Siti Fatima Tahun (2008) UIN Sunan Kalijaga melakukan penelitian

yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek hawalah di BMT

Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning Yogyakarta, yang menjadi fokus

penelitian tersebut adalah BMT BIF Gedongkuning sebagai salah satu

lembaga keuangan syari'ah juga menggunakan akad hiwalah sebagai salah

satu produk pembiayaan. Dalam pelaksanaan akad hiwalah tersebut, BMT

BIF Gedongkuning mengenakan fee. Hal ini berbeda dengan teori dasar akad

Page 39: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

21

hiwalah, yakni akad tabarru' yang merupakan akad yang tidak bertujuan untuk

mencari keuntungan. Selain itu, mengenai sigaht, dalam Fatwa DSN MUI No:

12/DSN-MUI/IV/2000. Dalam hal ini, akad hiwalah tersebut terdapat tiga

pihak yang terlibat, yakni muhil, muhal dan muhal alaih. Namun, dalam

prakteknya di BMT BIF Gedongkuning hanya dilakukan oleh dua pihak yaitu

pihak BMT BIF dan pihak anggota, sehingga jika dilihat, praktek tersebut

hampir sama dengan akad al-Qard (hutang piutang).

Berbeda dengan penelitian yang sedang diteliti penulis dari segi pengenaan

fee di Perbankan Syariah tidak diperbolehkan karena akad hiwalah termasuk

akad tabarru', yakni jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non profit

atau transaksi yang tidak bertujuan untuk mendapatkan laba / keuntungan.38

b) Dalam Jurnal Ilmiah Andana Ramadani yang berjudul Perlindungan Hukum

Terhadap Bank Syariah pada Akad Hiwalah Apabila Nasabah Melakukan

Wanprestasi Vol.4 No.11 Maret 2013, dalam Jurnal Hukum Fakultas Hukum

Universitas Jember, fokus penelitian ini Bank Syariah juga menggunakan

akad hiwalah sebagai salah satu produk pembiayaan. Hiwalah sebagai suatu

cara untuk mendaptkan fresh money bagi pihak klien/nasabah tidak luput juga

dari resiko, terutama dari pihak bank. Adapun resiko yang harus diwaspadai

oleh pihak bank syariah dari sebuah kontrak hiwalah adalah adanya

kecurangan nasabah dengan invoice palsu atau wanprestasi untuk memenuhi

kewajiban hiwalah ke Bank. Guna mengantisipasi terjadinya wanprestasi oleh

nasabah, Bank Syariah mempunyai upaya-upaya untuk mengantisipasi resiko

akad hiwalah. Diantaranya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan wajib

menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank syariah serta kepentingan

dalam menyimpan dananya. Pada kasus ini Bank memerlukan perlindungan

hukum berdsarkan subtansi Teori Perlindungan Hukum Salmond dan

38

http://alhushein.blogspot.co.id/2017/01/akad-tabaru-dan-tijarah.html, diakses pada 15 Januari 2017

Pukul.09.00 WIB

Page 40: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

22

Fitgerald. Perbedaan dalam penelitian yang penulis teliti adalah dari segi

penyelesaian permasalahan dalam pembiayaan di Perbankan Syariah merujuk

dalam Fatwa DSN MUI.

c) Dalam Jurnal Ilmiah Daniatu Listianti yang berjudul Upaya Penanganan

Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada Lembaga Keuangan Syariah Vol.

1 No. 1 Januari 2015, dalam Jurnal Administrasi Bisnis Universitas

Brawijaya, berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor penyebab pembiayaan bermasalah tidak hanya datang dari nasabah

melainkan pihak internal yang kurang teliti dalam analisa awal dan survei

sebelum pemberian pembiayaan dan upaya yang dilakukan dalam menangani

pembiayaan bermasalah adalah dengan teguran, rescheduling dan

restructuring serta pihak BMT tidak pernah melakukan sita jaminan karena

benar-benar menerapkan syariah dan tindakan manusiawi meski dinilai

kurang efesien. Sedangkan perbedaan yang peneliti tulis yaitu dari segi akad

yang dipakai menggunakan akad hiwalah untuk penyelesaian pembiyaan

bermasalah.

d) Dalam Jurnal Ilmiah Baerin Octaviani yang berjudul Perbandingan Konsep

Anjak Piutang Syariah DSN-MUI dan Konsep Akad Hiwalah dalam Surat

Edaran Bank Indonesia Vol. 6 No. 2 Desember 2015, dalam Jurnal Hukum

Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anjak piutang dan akad hiwalah

memiliki persamaan antara lain dalam aspek definisi dan mekanisme.

Sedangkan perbedaan di antara keduanya berkaitan dengan pengurusan

piutang, pihak yang mengalihkan hutang, lembaga pelaksana, obyek transaksi,

pemberian dana talangan (qardh) dan fee, dan lembaga penyelesaian sengketa.

Berbeda dengan penelitian yang penulis teliti konsep yang dipakai dalam

penyelesaian pembiayaan bermasalah dilihat dari akad hiwalah yang tertuang

dalam Fatwa DSN MUI.

Page 41: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

23

e) Dalam Tesisnya Chekky Kurniasari Dewi Tahun 2011 yang berjudul

Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Perbankan Syariah Ditinjau dari

Undang-undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Menyimpulkan pembiayaan bermasalah merupakan resiko yang sangat berat

yang harus dipikul oleh Bank, oleh karena itu sebaiknya dalam menyalurkan

pembiayaan Bank harus lebih memperhatikan prinsip ke hati-hatian dan

pengawasan yang terarah dan berkesinambungan terhadap pembiayaan yang

disalurkann. Bank harus melakukan pengamanan preventif dengan melakukan

analisa yang memperhatikan prinsip kehati-hatian terhadap kemampuan

Nasabah untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya agar

terhindar atau meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah. Sedangkan

perbedaan dalam penelitian yang penulis teliti adalah dari segi penyelesaian

permasalahan dalam pembiayaan di Perbankan Syariah merujuk dalam Fatwa

DSN MUI.

Selain penelitian yang telah penulis sebutkan di atas, tidak menutup

kemungkinan masih ada penelitian mengenai hawalah. Namun, sepengetahuan

penulis belum ada yang meneliti tentang “Implementasi Hawalah Pada

Pembiayaan Bermasalah di Perbankan Syariah Ditinjau dari Fatwa DSN

MUI”. Peneltian ini memiliki beberapa persamaan diantaranya, tema yang

diangkat peneliti yaitu pengalihan piutang sesuai syariah, akad hawalah dan

metode yang diambil sama-sama kualitatif dari beberapa penelitian tersebut.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada

diantaranya, Isu yang diangkat tentang akad hawalah yang ada di Bank Syariah

sebagai produk utama dan pada perbankan syariah sebagai produk tambahan,

akad hawalah tersebut sama-sama dianalisis dengan kesesuaian Fatwa DSN-MUI

dan Lokasi penelitian dilakukan di lembaga perbankan yang ada di wilayah

jabotabek dalam penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan Yuridis

Normatif.

Page 42: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

24

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,39

karena tanpa adanya

metode, maka peneliti tidak akan mungkin mampu untuk menemukan,

merumuskan, menganalisa maupun memcahkan masalah-masalah tertentu

untuk mengungkapkan kebenaran dan ilmu pengetahuan tidak akan hidup

apalgi berkembang.

Secara umum penelitian tesis ini, menggunakan pendekatan kualitatif

(naturalistic)40

dan kajian kepustakaan yang didukung oleh data-data

lapangan.

2. Pendekatan

Motode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum

yang tertulis, baik yang dituangkan dalam bentuk peraturan maupun dalam

bentuk literature lainnya. Alesan menggunakan penelitian hukum yuridis

normatife adalah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat

pada peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku.

3. Sumber Data

Dalam penelitian hukum sebagaimana diungkap Peter Mahmud

Marzuki, untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan peskripsi

mengenai apa yang seyogianya, maka diperlukan sumber-sumber penelitian.

Oleh karenanya sumber yang akan digunakan adalah sumber hukum dan

sumber non hukum,41

39

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3 (Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 1986

), h. 7 40

Hasan Basri, Model Penelitian Fiqh; Pradigma Penelitian Fiqh Dan Fiqh Penelitian, Jilid 1

(Jakarta: Kencana, 2003), h.100. 41

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 181-184.

Page 43: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

25

Untuk jenis penelitian yuridis normatif, data yang digunakan adalah

data sekunder, yaitu menggunakan data yang diperoleh dari kepustakaan

dimana tata cara pengumpulan datanya bersumber pada bahan-bahan

kepustakaan42

Selain itu, penelitian juga menggunakan sumber data dari draft akad

pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat dan BPRS Al Salaam, serta data-

data lapangan yang dikumpulkan dengan metode wawancara terhadap

sejumlah karyawan Bank Muamalat dan BPRS Al Salaam untuk memperkuat

analisis, kajian juga menggunakan sumber sekunder lain dan karya-karya

ulama fikih kontemporer, literatur teori etika dan etika bisnis, buku-buku

pembiayaan bermasalah, jurnal, laporan penelitian serta data-data dari

internet. Sejumlah laporan penelitian terkait juga menjadi rujukan.

Sedangkan untuk data Primer dengan in-depth interview berupa hasil

wawancara dengan Narasumber. Dalam melakukan penulisan ini penulis

menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

4. Tehnik Pengumpulan Sumber Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi dokumen yaitu mencari dan mengumpulkan data berdasarkan data yang

tertulis seperti buku, peraturan-peraturan dan wawancara terhadap pihak yang

berkompeten (narasumber). Metode analisa yang digunakan adalah metode

kualitatif, sebagai hasil pengumpulan data melalui data sekunder, yaitu studi

terhadap dokumen yang didukung wawancara dengan narasumber sehingga

hasil dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan dengan

teori-teori untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah..

Metode kajian yang digunakan dalam kajian ini, pertama memahami

fenomena keuangan syariah dengan pendekatan dikotomis. Selanjutnya,

pendekatan fikih yang dilahirkan dari pemahaman dikotomis dihubungkan

42

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta:

PT.Raja Grafindo Persada, 2001), h.13-14

Page 44: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

26

dengan fatwa DSN-MUI dalam wacana pengalihan hutang dengan bentuk

akad syariah.

5. Teknik Analisis Data

Untuk mendapatkan deskripsi yang benar tentang akad hawalah dalam

aturan Islam ataupun aplikasinya dalam lembaga keuangan syariah

khususnya dalam akad hawalah digunakan metode analisis deskriptif, dengan

memberikan gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat. Kemudian

konsep analisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analisys).

Adapun analisis dilakukan dengan melalui beberapa tahapan, yakni

penyusunan teori dan kriteria tertentu yang diambil dari sumber sekunder

yang kemudian disebut dengan kategori pertama. Pada tahapan selanjutnya,

dilakukan perbandingan secara induktif kategori kedua (yang berasal dari

sumber primer) terhadap kategori pertama dalam rangka mengidentifikasi

terpenuhinya tiap kriteria dan tolak ukur tertentu.

6. Teknis Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,

dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.”

E. Sistematika Pembahasan

Pembahasan tesis ini dibagi menjadi lima bab. Sebagaimana layaknya

karya ilmiah Tesis ini dimulai dari Bab 1 yang dimulai dengan pendahuluan,

yang berisi Latar belakang Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Kegunaan Penelitian, serta penelitian terdahulu yang terkait.

Terakhir adalah Metodelogi Penelitian yang terdiri dari tehknik pengelolaan

data, metode analisi serta sistematika pembahasan tesis.

Selanjutnya, Bab II menjelaskan kerangka teori yang memaparkan

Pengertian mengenai pengertian akad, dan akad hawalah , Pemaparan mengenai

Pembiayaan dan Pembiayaan Bermasalah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) Bab III Memaparkan kajian fiqh terhadap akad hawalah.

Page 45: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

27

Bab IV Merupakan analisis tentang Penerapan Akad Hawalah pada

pembiayaan bermasalah di Perbankan Syariah, kesesuaian akad hiwalah pada

pembiayaan bermasalah dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan hiwalah dalan

hukum ekonomi syariah.

Sebagai uraian akhir penulis memaparkan Bab V. Bagian ini mengandung

uraian tentang kesimpulan yang diambil dari hasil analisis terhadap hasil

penelitian yang telah dilakukan serta disajikan saran-saran untuk aplikasi hasil

penelitian di lapangan dan untuk kemungkinan studi lebih lanjut.

Page 46: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

28

BAB II

AKAD HIWALAH DALAM HUKUM ISLAM

A. Prinsip-prinsip Akad Hiwalah

a. Pengertian Akad dalam Hukum Islam

Akad termasuk salah satu perbuatan hukum dalam hukum Islam.

Berdasarkan sudut pandang ilmu fiqih, akad diartikan sebagai pertalian antara

ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan)

sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh terhadap objek perikatan.

”Sesuai kehendak syariat maksudnya bahw seluruh perikatan yang dilakukan

oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sesuai dengan

kehendak syariat”.1 Berdasarkan al-Qur‟an, setidaknya ada 2 (dua) istilah yang

berhubungan dengan perjanjian, yaitu al-’aqdu (akad) dan al-’ahdu (janji).

Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Di katakan ikatan (al-

rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan

mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan

menjadi seutas tali yang satu.2

Kata al-`aqdu terdapat dalam surat al- Maidah ayat 1, bahwa manusia

diminta untuk memenuhi akadnya. “Istilah al-’aqdu ini dapat disamakan dengan

istilah verbintenis dalam KUH Perdata”.3 Sedangkan istilah al-’ahdu dapat

disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan

dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak untuk mengerjakan sesuatu yang

tidak berkaitan dengan orang lain.4

1 Gemala Dewi, et. al., Hukum Perikatan Islam Indonesia, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana, 2006), h.

45 2 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Cetakan Pertama (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002), h. 75 3 Fatturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Darus Badrulzaman et..al., Kompilasi

Hukum Perikatan (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), h. 247-248. 4 Fatturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Darus Badrulzaman et..al.,Kompilasi

Hukum Perikatan (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), h. 248.

Page 47: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

29

Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat dari dua segi, yaitu

secara umum dan secara khusus. Akad secara umum adalah segala sesuatu yang

dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf,

talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan

dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai. Pengertian akad secara umum

di atas adalah sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat

ulama Syafi`iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah5 Pengertian akad secara khusus

adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan

syara‟ yang berdampak pada objeknya.6

Lafal akad berasal dari lafal Arab Al-‘aqad yang berarti perikatan,

perjanjian dan permufakatan al-ittifaq. Secara terminologi fiqih, akad

didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul

(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang

berpengaruh pada objek perikatan.7 Pengertian akad secara bahasa adalah

ikatan, mengikat. Ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau

mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang

lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu.8

Kata ‘ahd atau al-‘ahdu di dalam al-Qur‟an secara etimologi berarti

masa, pesan penyempurnaan, dan janji atau perjanjian 9 Jelaslah bahwa yang

dimaksud dengan akad adalah kesepakatan antara satu pihak dan pihak lain

yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai

dengan prinsip syariah, yaitu melalui adanya ijab dan qabul yaitu suatu

perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu kerelaan dalam berakad di

5 Rachmad Syafe`i, Fiqih Muamalah, Cetakan Kedua (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), hlm. 43.

6 Rachmad Syafe`i, Fiqih Muamalah, Cetakan Kedua (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), hlm. 44.

7 Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktik di Bank Sistem Syariah,

(Medan : Program Pasca Sarjana USU Konsentrasi Hukum Islam, 2005), hlm. 1. 8 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Cetakan Pertama (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002), hlm.75 9 H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 17

Page 48: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

30

antara dua orang atau lebih, sehingga terhindar dari suatu ikatan yang tidak

berdasarkan syara‟.

b. Rukun dan Syarat Akad

Secara umum dapat dikemukakan bahwa untuk sahnya suatu akad, harus

dipenuhi rukun dan syaratnya dari suatu akad tersebut.

Rukun adalah unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam suatu hal,

peristiwa atau tindakan. Sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada untuk

suatu hal, peristiwa atau tindakan tersebut”.51 Suatu akad harus memenuhi

beberapa rukun dan syarat. “Rukun merupakan hal yang harus dipenuhi agar

suatu perbuatan sah secara hukum Islam. Rukun adalah suatu unsur yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga, yang

menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu

itu”.10

Ada beberapa rukun yang harus terdapat dalam suatu akad. Menurut

Hasballah Thaib, rukun akad terdiri atas pernyataan untuk mengikatkan diri

(sighat al-aqad), pihak-pihak yang berakad (almuta’aqidain), dan objek akad

(al-ma’qudalaihi).11

Sedangkan menurut Abdullah Jayadi, rukun akad yaitu

sebagai beriku12

Orang yang berakad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli. Alaqid adalah

orang yang melakukan akad. Keberadaannya sangat penting karena tidak akan

pernah terjadi akad manakala tidak ada aqid. 2) Sesuatu yang diakadkan

(ma’qud alaih), contoh: harga atau barang. (al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad

atau bendabenda yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas.

Barang tersebut dapat berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda

10

Gemala Dewi, et. al., Hukum Perikatan Islam Indonesia, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana,

2006),H.49-50 11

asballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktik di Bank Sistem Syariah,

(Medan : Program Pasca Sarjana USU Konsentrasi Hukum Islam, 2005) 12

Abdullah Jayadi, Beberapa Aspek tentang Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,

2011),H.45-51

Page 49: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

31

bukan harta seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula berbentuk suatu

kemanfaatan seperti dalam masalah upah-mengupah dan lainlain. 3) Shighat,

yaitu ijab dan qobul. Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua

belah pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang ada di hati

keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan,

perbuatan, isyarat, dan tulisan.

Selanjutnya di dalam Kitab Hukum Ekonomi Syariah (KHES) juga

ditegaskan bahwa suatu akad haruslah memenuhi rukun sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 22 KHES. Rukun akad terdiri atas: pihak-pihak yang berakad (al-

muta’aqidain/al-‘aqidain), objek akad (alma’qud alaih/mahal al-‘aqd), tujuan

pokok akad (maudhu’ al-‘aqd), dan kesepakatan (shigat al-‘aqd).

Akad itu adalah tindakan hukum dua pihak. Sedangkan tindakan hukum

satu pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, atau wakaf bukanlah akad,

karena tindakan-tindakan tersebut bukan merupakan tindakan dua pihak dan

karenanya juga tidak memerlukan qabul.13

Dengan demikian, berkenaan dengan

pihak-pihak yang berakad (almuta’aqidain/al-‘aqidain), dapat dikatakan bahwa

“Dalam suatu akad harus ada para pihak yang melakukan akad atau yang

berakad. Tidak disebut akad, jika hanya dilakukan oleh satu pihak saja”.

Dengan demikian, berkenaan dengan pihak-pihak yang berakad

(almuta’aqidain/al-‘aqidain), dapat dikatakan bahwa “Dalam suatu akad harus

ada para pihak yang melakukan akad atau yang berakad. Tidak disebut akad,

jika hanya dilakukan oleh satu pihak saja14

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa setidaknya ada

beberapa rukun yang harus dipenuhi untuk sahnya sebuah akad yaitu ada para

pihak yang berakad, ada sesuatu yang diakadkan, tujuan dari akad, serta ada ijab

13

Agus Pandoman, Sistem Hukum Lembaga Keuangan Kovensional Bank dan Non Bank, Jilid II,

Diktat Kuliah (Yogyakarta: Program Pascasarjana S-2 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga, 2016), h.89 14

Gemala Dewi, et. al., Hukum Perikatan Islam Indonesia, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana,

2006),h.51

Page 50: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

32

dan qabulnya, termasuk juga syarat yang harus dipenuhi dalam setiap rukun

akad tersebut.

Berkenaan dengan syarat akad, Pasal 23 KHES menyebutkan bahwa

syarat pihak-pihak yang berakad adalah orang perseorangan, kelompok orang,

persekutuan, atau badan usaha. Orang yang berakad harus cakap hukum,

berakal, dan tamyiz. Pasal 2 KHES menyebutkan bahwa seseorang dipandang

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah

mencapai umur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau pernah menikah.

Sedang badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, dapat

melakukan perbuatan hukum dalam hal tidak dinyatakan taflis/pailit

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berikutnya berkenaan dengan kesepakatan (shigat al-‘aqd), maka dapat

dikatakan bahwa “Shigat adalah pernyataan untuk mengikatkan diri dengan ijab

(offer) dan kabul (acceptance)”.15

Di dalam Pasal 59 dan 60 KHES dinyatakan

bahwa kesepakatan dapat dilakukan dengan tulisan, lisan, dan isyarat, dimana

ketiganya memiliki makna hukum yang sama. Kesepakatan tersebut dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masing-masing pihak, baik kebutuhan

hidup maupun pengembangan usaha. Khusus untuk akad dengan transaksi tidak

tunai atau yang dilakukan dengan pemberian tangguh untuk jangka waktu

tertentu, Allah SWT dalam firman-Nya menyuruh agar transaksi tersebut

dicatatkan atau dituliskan oleh seorang penulis dan dihadiri oleh saksi-saksi.

Ketentuan dalam Pasal 27 dan Pasal 28 KHES memperjelas bahwa

dengan terpenuhinya rukun dan syarat-syarat suatu akad, maka akad tersebut

menjadi akad yang sah. Namun, suatu akad walaupun telah terpenuhi rukun dan

syaratnya, akad tersebut masih dapat dibatalkan jika terdapat segi atau hal lain

yang merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat, akad seperti ini

disebut dengan akad yang fasad. Apabila terdapat kekurangan dalam hal rukun

15

Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Cetakan Kedua

(Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 65

Page 51: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

33

maupun syaratsyaratnya, maka akad tersebut menjadi batal demi hukum atau

disebut juga dengan akad yang batal. Dengan demikian rukun dan syarat akad

sangat perlu diperhatikan pemenuhannya agar akad itu dapat dilaksanakan dan

tidak bertentangan dengan ketentuan syariat.

a. Pengertian Hiwalah

Menurut bahasa, kata "al-hiwalah"--huruf ha‟ dibaca kasrah atau kadang-

kadang dibaca fathah--berasal dari kata "at-tahawwul" yang berarti 'alintiqal'

(pemindahan/pengalihan)16

Orang Arab biasa mengatakan, "Hala ’anil’ahdi"

yaitu 'berlepas diri dari tanggung jawab'. Abdurrahman Al-Jaziri berpendapat

bahwa yang dimaksud dengan "al-hiwalah", menurut bahasa adalah,

“Pemindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.”17

Secara etimologi, al Hawalah berarti pengalihan, pemindahan, perubahan

warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak. Sedangkan secara terminologi al

hawalah didefinisikan dengan: Pemindahan kewajiban membayar hutang dari

orang membayar hutang (al Muhil) kepada orang yang berhutang lainya (al

muhtal alaih)18

.

Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama‟ berbeda-beda

dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:

a) Menurut Idris Ahmad, Hiwalah adalah “Semacam akad (ijab qobul)

pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada

orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang

memindahkan.

16

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh, Juz 5, Dar Al-Fikr, (Damaskus, 1986), h. 143 17

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut, Dar Al-Fikr, t.t) h.

210. 18

Nasrun haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama 2007). h. 221

Page 52: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

34

b) menurut Fuqaha bahwa Hiwalah (perpindahan utang) merupakan suatu

muamalah yang memandang persetujuan dari kedua belah pihak.19

c) Menurut Zainul Arifin yang di kutip dalam buku Abdul Ghofur

Anshori. Hiwalah adalah akad pemindahan utang piutang suatu pihak

kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak berutang

(muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da‟in),

dan pihak yang menerima tambahan (muhal „alaih).20

d) Menurut Hanafiyah, yang dimaksud "al-hiwalah" adalah,

“Memindahkan

beban utang dari tanggung jawab muhil (orang yang berutang) kepada

tanggung jawab muhal „alaih (orang lain yang punya tanggung jawab

membayar utang pula).”21

e) Menurut Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali, "al-hiwalah" adalah,

“Pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran utang

dari satu pihak kepada pihak yang lain.”22

Pada prinsipnya akad hiwalah difungsikan untuk menyediakan dana

sebagai pengganti pembayaran utang yang timbul sehingga bisnis pemilik

utang/usaha tetap berjalan. Dalam lembaga keuangan Syariah, pembiayaan

dengan menggunakan akad hiwalah didasarkan atas hukum ta‟awun (saling

tolong menolong) untuk menciptakan kemaslahatan. Hiwalah dikenal dengan

istilah factoring atau anjak piutang yaitu sebagai kegiatan pembiayaan dalam

bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan

19

Ibnu Rusyd, "Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujatahid" Kitab Al-Hiwalah, (Jakarta :

Pustaka Amani, 2002). 20

Anshori, Abdul Ghufor, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press,2007), h. 146 21

Ad-Dur Al-Mukhtar Syarhu Tanwir Al-Abshar, V:340; dinukil dari Mauqif Asy-Syari’ah min

AlMasharif Al-Islamiyyah Al-Mu’ashshirah, karya Dr. Abdullah Abdurrahim Al-Abadi, h. 339. 22

Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, (Jakarta, Karya Indah, 1986), h. 47

Page 53: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

35

jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar

negeri.

Hiwalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada

orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan

tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama,

hiwalah adalah pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang)

menjadi tanggungan muhal ‘alaih (orang yang berkewajiban membayar

hutang). Gambaran sederhananya adalah: Si A (muhal) memberi pinjaman

kepada si B (muhil), sedangkan si B masih mempunyai piutang pada si C

(muhal ‘alaih). Begitu si B tidak mampu membayar utangnya pada si A, ia

mengalihkan beban utang tersebut kepada si C. Dengan demikian, si C yang

harus membayar utang si B kepada si A, sedangkan utang si C sebelumnya--

yang ada pada si B- dianggap selesai.23

Dengan demikian dalam prakteknya akad hiwalah dalam perbankan

syariah terdiri dari tiga pihak, yaitu: Bank sebagai faktor (muhal ‘alaihi),

Nasabah selaku klien (muhil), Customer sebagai pihak yang memiliki utang.

b. Rukun dan Syarat Hiwalah

a. Rukun Hiwalah

Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan

melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan menerima

hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga. Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i

dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:

1) Pihak pertama, Muhil yakni orang yang berhutang dan sekaligus

berpiutang,

23 Muhammad Syafi‟i Antoni, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insane,2001), h.

126

Page 54: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

36

2) Pihak kedua, Muhal atau Muhtal yakni orang berpiutang

kepada Muhil.

3) Pihak ketiga Muhal ‘alaih yakni orang yang berhutang kepada

Muhil dan wajib membayar hutang kepada Muhtal.

4) Ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, Muhal bih yakni

hutang Muhil kepada Muhtal.

5) Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama, Utang Muhal ‘alaih

kepada Muhil.

6) Ada Sighoh (pernyataan hiwalah).

Penjelasan, umpama A (muhil) berhutang dengan B (muhal) dan

A berpiutang dengan C (muhal alaih), jadi A adalah orang yang

berhutang dan berpiutang , B hanya berpiutang dan C hanya berhutang.

Kemudian A dengan persetujuan B menyuruh C membayar hutangnya

kepada B, setelah terjadi aqad hiwalah, terlepaslah A dari hutangnya

kepada B, dan C tidak berhutang dengan A, tetapi hutangnya kepada A,

telah berpindah kepada B bererti C harus membayar hutangnya itu

kepada B tidak lagi kepada A.24

c. Syarat-Syarat Hiwalah

Syarat hiwalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih

dan Muhal Bih (hutang yang dipindahkan).

1) Syarat Muhil (Pemindah Hutang)

Ia disyaratkan harus dengan dua syarat :

a) Berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini

hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hiwalah

tidak sah dilakukan oleh orang gila dan kanak-kanak karena

24

Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta, Karya Indah, 1986, h.. 57--58.

Page 55: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

37

tidak mampu atau belum dapat dipandang sebagai orang

yang bertanggung secara hukum.

b) Kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hiwalah mengandungi

pengertian pelupusan hak milik sehingga tidak sah jika ia

dipaksakan. Ibn Kamal berkata dalam al Idah bahawa syarat

kerelaan pemindah hutang diperlukan ketika berlaku

tuntutan.25

Mayoritas ulama Hanafiah, Malikiah dan Syafi‟iah berpendapat

bahwa kerelaan muhal (orang yang menerima pindahan) adalah hal yang

wajib dalam hiwalah karena hutang yang dipindahkan adalah haknya,

maka tidak dapat dipindahkan dari tanggungan satu orang kepada yang

lainnya tanpa kerelaannya. Demikian ini karena penyelesaian tanggungan

itu berbeda-beda, bisa mudah, sulit, cepat dan tertunda-tunda. Hanabilah

berpendapat bahwa jika muhal ‘alaih (orang yang berhutang kepada

muhil) itu mampu membayar tanpa menunda-nunda dan tidak

membangkang, muhal (orang yang menerima pindahan) wajib menerima

pemindahan itu dan tidak diisyaratkan adanya kerelaan darinya. Mereka

mendasarkan hal ini kepada hadist yang telah diseutkan di atas.

Alasan mayoritas ulama mengenai tidak adanya kewajiban muhal

(orang yang menerima pindahan) untuk menerima hiwalah adalah karena

muhal ‘alaih kondisinya berbeda-beda, ada yang mudah membayar dan

ada yang menundanunda pembayaran. Dengan demikian, jika muhal

‘alaih mudah dan cepat membayar hutangnya, dapat dikatakan bahwa

muhal wajib menerima hiwalah. Namun jika muhal ‘alaih termasuk

orang yang sulit dan suka menunda-nunda membayar hutangnya, semua

ulama berpendapat muhal tidak wajib menerima hiwalah.

25

Ali Fikri, Al-Mu’amalat Al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz 2, (Mesir Mathba‟ah Musthafa Al-Babiy

AlHalaby, cet I, 1357 ), h. 74-80

Page 56: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

38

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus,

pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya

dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan

oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat

dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua,

kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian

kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu

persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama untuk meredam rasa

kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil

ketika diadakan akad hawalah.

2) Syarat Muhal (Pemiutang Asal)

Syarat muhal terdiri dari tiga syarat antara lain :

a) Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak.

Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil.

b) Kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan.

c) Penerimaan penawaran hendaklah berlaku dalam majlis aqad.

Ini adalah syarat beraqad.

Mayoritas ulama Malikiah, Syafi‟iah dan Hanabilah berpendapat

bahwa tidak ada syarat kerelaan muhal „alaih, ini berdasarkan hadist yang

artinya: jika salah seorang diantara kamu sekalian dipindahkan hutangnya

kepada orang kaya, ikutilah (terimalah). (HR.Bukhari dan Muslim). Di

samping itu, hak ada pada muhil dan ia boleh menerimanya sendiri atau

mewakilkan kepada orang lain. Hanafiah berpendapat bahwa diisyaratkan

adanya kerelaan muhal ‘alaih karena setiap orang mempunyai sikap yang

berbeda dalam menyelesaikan urusan hutang piutangnya, maka ia tidak

wajib dengan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya. Pendapat yang

rajah (valid) adalah tidak disyaratkan adanya kerelaan muhal ‘alaih. Dan

muhal ‘alaih akan membayar hutangnya dengan jumlah yang sama

kepada siapa saja dari keduanya.

Page 57: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

39

3) Syarat Muhal Alaih (Penerima Pindah Hutang)

a) Sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal iaitu

berakal dan baligh.

b) Kerelaan. Kalau ada unsur-unsur paksaan dala penerimaan

pindah hutang, aqadnya tidak sah Ulama Maliki tidak

mensyaratkan kerelaan bagi penerima hiwalah.

c) Penerimaan hendaklah dibuat dalam majlis aqad. Menurut Abu

Hanifah da Muhammad, syarat ketiga ini adalah syarat

beraqad.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih. Pertama, sama

dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan

balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak boleh dipaksakan.

Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di luar majlis.

4) Syarat Muhal Bih (Hutang).

Para ulama sekata bahawa hutang yang dipindahkan memenuhi

dua syarat :

a) Ia hendaklah hutang yang berlaku pada pemiutang da

pemindah hutang. Sekiranya ia bukan hutang, kedudukan

aqadnya menjadi perwakilan. Implikasinya, hiwalah dalam

bentuk barang yang ada tidak sah, karena ia tidak sabit dalam

tanggungan.

b) Hutang tersebut hendaklah berbentuk hutang lazim. Hutang

yang tidak lazim tidak sah dipindahkan, seperti bayaran

ganjaran yang mesti dibayar oleh hamba makatab (hamba yang

dibenarkan menebus diri dengan bayaran), karena hutangnya

tidak boleh dianggap sebagai hutang lazim. Ringkasnya, setiap

Page 58: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

40

hutang yang tidk sah untuk tujuan jaminan, ia tidak sah juga

untuk dipindah-pindahkan.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih. Pertama, ia harus

berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada

Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya

bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan atau

penghapusan.

d. Jenis-Jenis Hiwalah

a. Hiwalah Muthlaqoh

Hiwalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang

pertama) kepada orang lain (orang kedua) mengalihkan hak

penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini

berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A

mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya

hubungan hutang pituang kepada B, maka hiwalah ini disebut

Muthlaqoh. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi‟ah sedangkan

jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hiwalah ini sebagai kafalah.

b. Hiwalah Muqoyyadah

Hiwalah Muqoyyadah terjadi jika muhil mengalihkan hak

penagihan muhal kepada muhal alaih karena yang terakhir punya hutang

kepada muhal. Inilah hiwalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan

para ulama.

Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya

membolehkan hiwalah muqayyadah dan mensyaratkan pada hiwalah

muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal alaih

kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Jika sudah sama

jenis dan jumlahnya, maka sahlah hiwalahnya. Tetapi jika salah satunya

berbeda, maka hiwalah tidak sah.

Page 59: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

41

Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah dibagi 2, yaitu :26

a. Hiwalah Haq

Hiwalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang

kepada piutang yang lain dalam bentuk wang bukan dalam

bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil

adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada

pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak

berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi

jika piutang A mempunyai hutang kepada piutang B.

b. Hiwalah Dayn

Hiwalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain

yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hiwalah

Haq. Pada hakikatnya hiwalah dayn sama pengertiannya dengan

hiwalah yang telah diterangkan terdahulu.

B. Dasar Hukum Hiwalah

a. Al-Qur’an

"Dan Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah

tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian

atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". (Q.S.

Al-Baqarah : 280)27

.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang

yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa

melunasi utang. Oleh karena itu, Allah Ta‟ala berfirman (yang artinya),

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah

tangguh sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan

orang jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada

26

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syari’ah, (Jakarta : Zikrul Hakim 2001), h. 30

27

https://rumaysho.com/149-mudahkanlah-orang-yang-berutang-padamu.html,diakses,15 Januari

2017 Pukul.10.00 WIB

Page 60: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

42

orang yang berutang ketika tiba batas waktu pelunasan: “Kamu harus

lunasi utangmu tersebut. Jika tidak, kamu akan kena riba.” Memberi

tenggang waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib. Selanjutnya

jika ingin membebaskan utangnya, maka ini hukumnya sunnah

(dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan

membebaskan sebagian atau seluruh utang) yang akan mendapatkan

kebaikan dan pahala yang melimpah. Oleh karena itu, Allah Ta‟ala

berfirman (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua

utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

b. Hadist

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa

Rasulullah saw, bersabda:28

"Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang

kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu

dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka

hendaklah ia beralih(diterima pengalihan tersebut)”.(HR alBukhari

dan Muslim).29

Dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam memerintahkan agar pemberi utang apabila diminta oleh

pengutangnya menagih kepada orang yang mampu hendaknya menerima

hiwalahnya, yakni hendaknya ia meminta haknya kepada orang yang

dihiwalahkan kepadanya sampai haknya terpenuhi. Tetapi jika

pengutang memindahkan utangnya kepada orang yang bangkrut, maka si

pemberi pinjaman berhak mengalihkan penagihan kepada si pengutang

pertama.

28

https://yufidia.com/fiqh-hiwalah-pemindahan-utang/html, diakses, 15 Januari 2017 29

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Juz 2, Dar al-Fikr, (Beirut, tt,) h.. 37.

Page 61: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

43

Perintah menerima pengalihan penagihan utang menurut sebagian ulama

adalah wajib, namun jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya

sunat. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hiwalah itu tidak

sejalan dengan qias, karena hal itu sama saja jual beli utang dengan

utang, sedangkan jual beli utang dengan utang itu terlarang. Pendapat ini

dibantah oleh Ibnul Qayyim, ia menjelaskan bahwa hiwalah itu sejalan

dengan qias, karena termasuk jenis pemenuhan hak, bukan termasuk

jenis jual beli. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kalaupun itu jual beli utang

dengan utang, namun syara‟ tidak melarangnya, bahkan ka‟idah-ka‟idah

syara‟ menghendaki harus boleh.

c. Ijma'

Para ulama sepakat membolehkan Hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada

hutang yang tidak berbentuk barang/ benda, karena hiwalah adalah

perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban

finansial.30

d. Landasan Hukum Positif

Hawalah sebagai salah satu produk perbankan syariah di bidang jasa

telah mendapatkan dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 Perbankan Syariah. Dengan diundangkannya Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008, hawalah mendapatkan dasar hukum

yang lebih kokoh. Pasal 19 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 menegaskan bahwa “Kegiatan usaha bank umum syariah

meliputi : melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hiwalah

atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”. Produk

jasa perbankan syariah berdasarkan akad hawalah secara teknis

mendasarkan pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu PBI No. 71

30

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2012),

h.127

Page 62: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

44

9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam

Penghimpunan Kegiatan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan

Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.

10/16/PBI/2008. Pasal 3 huruf c PBI No. 9/19/PBI/2007 menyebutkan

bahwa “Pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (1), dilakukan sebagai berikut : dalam kegiatan pelayanan jasa

dengan mempergunakan antara lain akad kafalah, hawalah dan sharf”.31

C. Tujuan, manfaat dan aplikasi di perbankan syariah

a. Tujuan dan Manfaat

Tujuan hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan

modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti

biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko

kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas

kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang

memindahkan piutang dengan yang berhutang.32

Seperti yang diuraikan

diatas akad hiwalah dapat

memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan,

diantaranya:

1) Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat

dan simultan.

2) Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang

membutuhkan.

3) Dapat menjadi salah satu fee-based income sumber pendapatan

non pembiayaan bagi bank syariah.

31

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press, 2009,h.154-155 32

Adiwarman Karim, Bank Islam, ( Jakarta : Pt Rajagrafindo Persada,2004), h. 95

Page 63: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

45

4) Bagi pihak nasabah selaku klien dari bank akan mendapatkan

instancash sehingga dapat meningkatkan cash flow perusahaan.

b. Apliksi diperbankan syariah

Hiwalah merupakan pengalihan hutang orang yang berhutang

kepada orang lain yang wajib menanggungnya, atau dalam istilah

bahasa arab adalah pemindahan beban hutang dari muhil ( orang yang

berhutang) menjadi tanggungan muhal’alaih (orang yang berkewajiban

membayar hutang

Kontrak hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-

hal berikut ini:33

a. Factoring/anjak piutang, dimana nasabah yang memiliki

piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu

kepada bank. Bank lalu membayar piutang tersebut dan

bank menagihnya dari pihak ketiga tersebut,

b. Post-dated check, diman bank bertindak sebagai juru tagih

tanpa membayarkan dulu piutang tersebut,

c. Bill discounting, secara prinsip, billdiscounting serupa

dengan hiwalah,hanya saja, dalam billdiscounting, nasabah

harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tisak

didapati dalam kontrak hiwalah.

D. Berakhirnya Akad Hiwalah

Akad hiwalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini :

a. Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hiwalah belum

dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini

hak penagihan dari muhal akan kembali lagi kepada muhil.

33

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011),h.209

Page 64: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

46

b. Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau

ia mengingkari adanya akad hiwalah sementara muhal tidak dapat

menghadirkan bukti atau saksi.

c. Jika muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada muhal. Ini

berarti akad hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.

d. Meninggalnya muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hiwalah

karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad

ini hiwalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hiwalah itu

menurut madzhab Hanafi.

e. Jika muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hiwalah kepada

Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.

f. Jika muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada

muhal Alaih.34

E. Beban muhil setelah akad hiwalah

Apabila hiwalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab

muhil gugur. Andaikata muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau

membantah hiwalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh kembali

lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur.35

Menurut madzhab

Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal ‘alaih orang fakir yang

tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh kembali

lagi kepada muhil. Menurut imam Malik, orang yang menghiwalahkan hutang

kepada orang lain, kemudian muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau

meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh

kembali kepada muhil.36

Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa

dalam keadaan muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia,

34

Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2004), h.

225. 35

Sayyid sabiq,Fikih Sunnah 13 (Bandung : PT Al Ma‟rif, Cet 1, 1987), h.42 36

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,2002), h.103

Page 65: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

47

maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk

menagihnya.

F. Pembiayaan Bermasalah

1. Pengertian Pembiayaan

Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu berupa:

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan

istishna’.

d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.

e) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa.

Suatu pembiayaan akan terwujud atas dasar persetujuan atau

kesepakatan antara Bank Syariah maupun Unit Usaha Syariah (UUS) dan

pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana

untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Menurut Muhammad,

pembiayaan terdiri dari dua katagori yaitu pembiayaan dalam arti luas dan

pembiayaan dalam arti sempit, sebagaimana dikemukakannya sebagai berikut:

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan

yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik

dilakukan sendiri maupun djalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit,

pembiayaan dipakai untuk mendefiisikan pendanaan yang dilakukan oleh

lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah37

37

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Op. Cit, hlm. 260.

Page 66: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

48

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas

dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.38

Untuk itu ada tiga aspek penting dalam pembiayaan, yakni aman, lancar dan

menguntungkan

a. Aman, yaitu keyakinan bahwa dana yang telah dilempar ke

masyarakat dapat ditarik kembali sesuai dengan jangka waktu yang

telah disepakati.

b. Lancar, yaitu keyakinan bahwa dana tersebut dapat berputar oleh

lembaga keuangan dengan lancar dan cepat.

c. Menguntungkan, yaitu perhitungan dan proyeksi yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan

pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan

itu, pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu,

atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung

investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun djalankan

oleh orang lain.

2. Fungsi Pembiayaan

Dalam pembiayaan, memiliki beberapa fungsi yang sangat beragam,

karena keberadaan Bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan

bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan

bisnis yang aman, diantaranya :

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan

sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.

38

Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press,

2001),h.160

Page 67: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

49

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional

karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank

konvensional.

c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh

rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang

dilakukan.

Selain fungsi-fungsi di atas, terdapat fungsi lainnya yang berhubungan dengan

suatu pembiayaan, di antaranya:39

a. Meningkatkan daya guna uang yaitu, para penabung menyimpan uangnya di

bank dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Uang tersebut dalam

persentase tertentu ditingkatkan kegunaanya oleh bank guna suatu usaha

peningkatan produktivitas.

b. Meningkatkan daya guna barang yaitu, produsen dengan bantuan pembiayaan

dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan

tersebut meningkat.

c. Meningkatkan peredaan uang yaitu, pembiayaan yang disalurkan melalui

rekening-rekening Koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran

uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, dan sebagainya.

Melalui pembiayaan peredaran uang kartal dan giral akan lebih berkembang

karena pembiayaan meniptakan suatu kegairahan berusaha sehingga

penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara

kuantitatif.

Setelah melihat beberapa fungsi diatas, bisa terlihat bahwa adanya

pembiayaan dalam sebuah Bank dan lembaga keuangan juga itu untuk

39

Veithzal Rivai, dan Arfian Arifin. Islamic Banking: Sebuah teori, konsep, dan aplikasi. Ed. 1 Cet. 1

(Jakarta: Bumi Aksara, 2010)

Page 68: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

50

meningkatkan peredaran uang di masyarakat, sehingga Bank sebagai lembaga

intermediasi antara pihak surplus dengan pihak defisit mampu bekerja secara

optimal.

3. Jenis-jenis Pembiayaan

Berkenaan dengan jenis-jenis pembiayaan, maka dapat dikatakan

bahwa jenis-jenis pembiayaan antara lain dapat dibedakan menurut sifatnya

dan menurut tujuan penggunaannya. Menurut sifatnya, pembiayaan dapat

dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk

peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun

investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi

menjadi pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk

memenuhi kebutuhan: peningkatan produksi, baik secara kuantitatif,

yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu

peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi, untuk keperluan

perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang, dan

pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-

barang modal (capital goods);

b) Pembiayaan konsumtif, pembiayaan yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis digunakan untuk

memenuhi kebutuhan.40

Selanjutnya berkenaan dengan tujuan penggunaannya, ada beberapa

jenis pembiayaan yaitu

a) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba`i). Prinsip jual beli

(ba`i) adalah prinsip jual beli yang dilaksanakan sehubungan

40

Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani

Press, 2001),h.37

Page 69: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

51

dengan adanya perpindahan hak milik barang atau benda

(transfer of property), yang mana tingkat keuntungan ditentukan

di depan (di awal) dan menjadi bagian harga atas barang yang

dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk

pembayaran dan waktu penyerahan41

, yakni sebagai berikut : a)

Pembiayaan Murabahah; b) Pembiayaan Salam; c) Pembiayaan

Istisna.

b) Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah

dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya

prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi

perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual

beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek

transaksi adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja

menjual barang yang disewakan kepada nasabah.

c) Berdasarkan prinsip bagi hasil. Produk pembiayaan syariah

yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah pembiayaan

musyarakah, murabahah dan pembiayaan mudharabah.

Pembiayaan dengan akad pelengkap. Untuk mempermudah

pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad

pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi di tujukan

untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan

untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk

meminta pengganti biayabiaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan sebuah

akad. Adapun jenis-jenis akad pelengkap64 ini adalah sebagai berikut : a)

Hiwalah (alih hutang-piutang); b) Rahn (gadai); c) Qardh (penyediaan dana

tagihan); d) Wakalah (perwakilan); dan e) Kafalah (garansi bank).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembiayaan setidaknya

41

Ahmad Djazuli, Lembaga Perekonomian Umat (Jakarta : Grafindo Persada, 2002), hlm. 78.

Page 70: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

52

terdiri dari dua jenis yaitu menurut sifatnya dan menurut tujuan

penggunaannya. Menurut sifatnya, pembiayaan terbagi menjadi pembiayaan

konsumtif dan produktif. Sedangkan menurut tujuan penggunaannya terbagi

menjadi pembiayaan dengan prinsip jual beli, pembiayaan dengan prinsip

sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, dan pembiayaan dengan akad

pelengkap

Pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada

pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan, baik dilakuan

sendiri ataupun lembaga42

. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk

mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti

bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau

pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi

yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh

orang lain.43

Menurut M. Syafi‟I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan

merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk

memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.44

Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan

“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang

dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka

waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”45

Pembiayaan adalah suatu proses mulai dari analisis kelayakan

pembiayaan sampai kepada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan

42

Vaithzal Rivai, Arvian arifin, Islamic banking, (Jakarta: PT Bumi aksara, 2010), h. 618. 43

Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta Unit Penerbit dan Percetakan (UPP)

AMP YKPN, 2005 ), h. 17 44

Syafi‟I Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press.

2001) , h.160 45

Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan.

Page 71: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

53

bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan

maka bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan

pembiayaan, karena dalam jangka waktu pembiayaan tidak mustahil terjadi

pembiayaan bermasalah dikarenakan beberapa alasan. Bank syariah harus

mampu menganalisis penyebab pembiayaan bermasalah sehingga dapat

melakukan upaya untuk melancarkan kembali kualitas pembiayaan tersebut.

Pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan usaha bank syariah. Yang

dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musharakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiyah bittamlik.

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istisna.

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard.

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa.

Pembiayaan adalah suatu proses mulai dari analisis kelayakan

pembiayaan sampai kepada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan

bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi

pembiayaan maka bank syariah perlu melakukan pemantauan dan

pengawasan pembiayaan, karena dalam jangka waktu pembiayaan tidak

mustahil terjadi pembiayaan bermasalah dikarenakan beberapa alasan.

Bank syariah harus mampu menganalisis penyebab pembiayaan

bermasalah sehingga dapat melakukan upaya untuk melancarkan kembali

kualitas pembiayaan tersebut.

Proses pemberian pembiayaan pada bank syariah maka tahapan

yang dilakukan oleh bank syariah tidak jauh berbeda dengan tahapan

Page 72: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

54

yang dilakukan oleh bank konvensional dalam memberikan kreditnya.

Proses pemberian pembiayaan diawali dengan tahapan :

a. Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank syariah,

yaitu tahap bank syariah mempertimbangkan permohonan

pembiayaan calon nasabah penerima fasilitas. Tahap ini disebut tahap

analisis kelayakan penyaluran dana.

b. Tahap setelah permohonan pembiayaan diputuskan pemberiannya

oleh bank syariah dan kemudian penuangan keputusan tersebut

kedalam perjanjian pembiayaan (akad pembiayaan) serta

dilaksanakannya pengikatan agunan untuk pembiayaan yang

diberikan itu. Tahap ini disebut tahap dokumentasi pembiayaan.

c. Tahap setelah perjanjian pembiayaan (akad pembiayaan)

ditandatangani oleh keduabelah pihak dan dokumentasi pengikatan

agunan telah selesai dibuat serta selama pembiayaan itu digunakan

oleh nasabah penerima fasilitas sampai jangka waktu pembiayaan

berakhir. Tahap ini disebut tahap penggunaan pembiayaan.

d. Tahap setelah pembiayaan menjadi bermasalah tetapi usaha nasabah

penerima fasilitas masih memiliki prospek sehingga pembiayaan yang

bermasalah itu dapat diselamatkan untuk menjadi lancar kembali.

Tahap ini disebut tahap penyelamatan pembiayaan.

e. Tahap setelah pembiayaan menjadi macet. Tahap ini disebut tahap

penyelesaian pembiayaan. 46

4. Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan Bermasalah adalah pembiayaan yang menurut

kualitasnya didasarkan atas resiko kemungkinan terhadap kondisi dan

kepathuan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban untuk

membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya.

46

Trisadini Prasastinah Usanti dan A.Shomad, “Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah”,

Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unair, 2008, h.16

Page 73: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

55

Pembiayaan bermasalah merupakan resiko yang tekadang terjadi

dalam setiap pembiayaan oleh bank. Resiko tersebut terjadi apabila dana

pembiayaan tidak dapat kembali pada pihak kreditur tepat pada waktunya

atau melebihi jangka waktu yang telah disepakati.47

Pembiayaan yang

dikeluarkan bertujuan untuk membantu nasabah (anggota) dalam

membiayaai usaha yang dijalankannya, namun tidak menutup

kemungkinan dalam penyalurannya terjadi masalah atau pembiayaan

macet, baik itu masalah yang disengaja ataupun yang tidak sengaja.

Pembiayaan bermasalah adalah suatu penyaluran dana yang

dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah yang dalam

pelaksanaan pembayaran pembiayaan oleh nasabah itu terjadi hal-hal

seperti pembiayaan yang tidak lancer, pembiayaan yang debiturnya tidak

memenuhi persyaratan yang dijanjikan, serta pembiayaan tersebut tidak

menepati jadwal angsuran. Sehingga hal-hal tersebut memberikan

dampak negative bagi kedua belah pihak (debitur dan kreditur).

Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari resiko dalam

suatu pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim menjelaskan

bahwa resiko pembiayaan merupakan resiko yang disebabkan oleh

adanya counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank

syariah, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait produk dan resiko

terkait dengan pembiayaan korporasi.48

Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu resiko yang pasti

dihadapi oleh setiap Bank karena resiko ini sering juga disebut dengan

resiko kredit. Robert Tampubolon menjelaskan bahwa resiko kredit

adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan

47

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2007), h. 75 48

Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Ed. Empat. (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada. 2010) hal. 260

Page 74: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

56

(counterparty) memenuhi kewajibannya. Disatu sisi resiko ini dapat

bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran

pinjaman, kegiatan tresuri dan investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan

perdagangan, yang tercatat dalam buku bank. Disisi lain resiko ini timbul

karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang

buruk ini dapat berupa ketidak mampuan atau ketidak mauan debitur

untuk memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit yang telah

disepakati bersama sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi perhatian

bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminankredit

termasuk collateral tetapi juga karakter dari debitur.49

Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan tidak lancar, dimana

nasabah tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan, pengembalian

pembiayaan yang tidak menepati jdawal angsuran sehingga pembiayaan

yang diberikan memiliki potensi merugikan bank serta pengembalian

pembiayaan yang menunggak dalam waktu tertentu disebabkan karena

usaha yang dijalankan oleh nasabah.50

Pembiayaan bermasalah adalah sebagai penyalur dana yang

dilakukan lembaga syariah yang dalam pelaksanaan pembayaran oleh

nasabah terjadi seperti pembiayaan yang tidak lancar, pembiayaan yang

debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan, serta

pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal angsuran hingga memberikan

dampak negatif bagi kedua belah pihak.

Pembiayaan yang telah disetujui oleh bank syariah dan dinikmati

oleh nasabah, maka peranan bank syariah lebih berat dibandingkan pada

saat dana tersebut belum mengucur di tangan nasabah. Untuk

menghindari terjadinya kegagalan pembiayaan maka bank syariah harus

49

Robert Tampubolon. Risk Mangement: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial. (Jakarta: PT

Elex Media Komputindo, 2004) h. 24 50

Abdullah Saed, Bank Islam dan Bunga, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014) , h. 139

Page 75: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

57

melakukan pembinaan dan regular monitoring yaitu dengan cara

monitoring aktif dan monitoring pasif. Monitoring aktif yaitu

mengunjungi nasabah secara regular, memantau laporan keuangan secara

rutin dan memberikan laporan kunjungan nasabah/call report kepada

komite pembiayaan/supervisor, sedangkan monitoring pasif yaitu

memonitoring pembayaran kewajiban nasabah kepada bank syariah

setiap akhir bulan Bersamaan pula diberikan pembinaaan dengan

memberikan saran, informasi maupun pembinaan tehnis yang bertujuan

untuk menghindari pembiayaan bermasalah.

Pada jangka waktu (masa) pembiayaan tidak mustahil terjadi

suatu kondisi pembiayaan yaitu adanya suatu penyimpangan utama

dalam hal pembayaran yang menyebabkan keterlambatan dalam

pembayaran atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau

kemingkinan potensial loss. Kondisi ini yang disebut dengan pembiayaan

bermasalah, keadaan turunnya mutu pembiayaan tidak terjadi secara tiba-

tiba akan tetapi selalu memberikan ” warning sign” atau faktor-faktor

penyebab terlebih dahulu dalam masa pembiayaan.

Demikian penilaian kualitas pembiayaan dapat digolongkan

menjadi.51

a. Lancar

Apabila pembayaran angsuran dan margin tepat waktu, tidak ada

tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan

laporan keuagan secara teratur dan akurat, secara dokumentasi

perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.

b. Dalam Perhatian Khusus

Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dam atau

margin sampai dengan 90 hari. Akan tetapi selalu menyampaikan

51

Trisadini. P., Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h. 105

Page 76: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

58

laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian

piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran

terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil.

c. Kurang Lancar

Apabila terdapat tunggakan pembiayaan angsuran pokok dan atau

margin yang telah melewati 90 hari sampai 180 hari, penyampaian

laporan keuangan tidak secara teratur dan meragukan, dokumentasi

perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat.

Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang,

dan berupaya melakukan perpanjangan piutang untuk

menyembunyikan kesulitan keuangan.

d. Diragukan

Apabila terjadi tunggakan pembiayaan angsuran pokok dan atau

margin yang telah melewati 180 hari sampai dengan 270 hari.

Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat

dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan

pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil

terhadap persyaratan pokok perjanjian.

e. Macet

Apabila terjadi tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau

margin yang telah melewati 270 hari, dan dokumentasi perjanjian

piutang dan pengikatan agunan tidak ada.

Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan Bank Indonesia tidak

dijumpai pengertian dari Pembiayaan Bermasalah. Begitu juga istilah

Non Performing Fanancing (NPF) untuk menfasilitasi pembiayaan

maupun istilah Non Performing Loan (NPL) untuk fasilitas kredit tidak

dijumpai dalam peraturan-peraturan yang diterbitkan Bank Indonesia.

Namun dalam setiap statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh

Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dapat dijumpai istilah Non

Page 77: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

59

Performing Financings (NPF) yang diartikan sebagai Pembiayaan Non

Lancar mulai dari kurang lancar sampai macet.

Pembiayaan bermasalah dilihat dilihat dari segi produktifitasnya

(Performance-nya) yaitu dalam kaitannya dengan kemampuan

mengahasilkan pendapatan bagi Bank, bila sudah berkurang atau

menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi sudah tentu

mengurangi pendapatan dan memperbesar biaya pencadangan, yaitu

PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), sedangkan dari skala

makro ekonomi dapat mengurangi kontribusi terhadap pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi.

5. Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam

perusahaan sendiri, dan faktor utama dalam faktor ini adalah faktor

managerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang

disebabkan perusahaan. Untuk menentukan langkah yang perlu diambil

dalam menghadapi pembiayaan bermasalah terlebih dahulu perlu diteliti

sebab-sebab terjadinya pembiayaan bermasalah. Apabila pembiayaan

bermasalah disebabkan faktor eksternal, perusahaan tidaklah perlu

melakukan analisis lebih lanjut.

Yang perlu dianalisis adalah faktor internal yaitu faktor yang

terjadi akibat manajerial. Apabila Bank telah melakukan pengawasan

secara seksama dari hari kehari, bulan ke bulan, dan tahun ketahun, lalu

timbul pembiayaan bermasalah, sedikit banyak terkait pula dengan

kelemahan pengawasan itu sendiri. Kecuali aktivitas pengawasan telah

dilaksanakan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu

diteliti sebab akibat pembiayaan bermasalah secara lebih mendalam.

Kemungkinan kesalahan tersebut diakibatkan oleh kesengajaan

managemen perusahaan, yang berarti pengusaha telah melakukan hal-hal

Page 78: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

60

yang tidak jujur. Misalnya mengalihakan pengunaan dana yang tersedia

untuk keperluan kegaiatan usaha lain diluar usaha yang disepakati.52

Dalam lembaga keuangan tentunya pembiayaan bermasalah

menjadi musuh nomor satu dalam sebuah pengembagan usaha,

keberadaanya mempengaruhi rentabilitas usaha dan menurunkan tingkat

kualitas aktiva produktif. Secara umum pembiayaan bermasalah

disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal antara lain:

1) kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah

2) kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah

3) kesalahan setting fasilitas pembiayaan (berpeluang melakukan

sidestreaming)53

4) perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha

nasabah

5) proyeksi penjualan terlalu optimis

6) proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan

kurang memperhitungkan aspek kompetitor

7) aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable

8) lemahnya supervisi dan monitoring

9) terjadinya erosi mental : kondisi ini dipengaruhi timbali balik

antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan

proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek

perbankan yang sehat

b. Faktor Eksternal

1) Anggota penerima pembiayaan

52

Faturrahman, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah,( Jakarta : Sinar Grafika 2012) h. 73-74.

Page 79: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

61

Jika masyarakat mengetahui keberadaan Bank Syairah yang

dapat memberikan pinjaman dana, tentunya ada sebagian orang

yang berbondong-bondong datang untuk mengajukan

pembiayaan untuk memenuhi kebutuhannya. pengelola Bank

Syariah untuk lebih berhati-hati dalam memilih atau menyeleksi

calon penerima pembiayaan. Ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan terhadap calon penerima pembiayaan yaitu 5C

yaitu54

:

a) Character Of Akhlaq (Karakter akhlaknya)

b) Condition Of Economy (Kondisi Ekonomi atau Usaha)

c) Capacity (Kemampuan Managerial)

d) Capital ( modal )

e) Collateral ( jaminan )

2) Kondisi Lingkungan

Faktor bencana alam merupakan indicator kegagalan yang sulit

diprediksi seperti: gempa bumi, banjir, sunami, dan lain

sebagainya, merupakan salah satu penyebab terjadinya

pembiayaan bermasalah. Antisipasi kondisi ini dapat

diminimalkan melalui asuransi baik jiwa maupun asset-aset yang

dimilikinya.

3) Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah terkadang mempengaruhi pula terjadinya

pembiayaan bermasalah salah satu contohnya, kebijakan untuk

beras impors beras dari luar negeri menyebabkan turunya harga

beras dipasaran sementara biaya produksi pertanian menjadi

tidak sebanding dnegan hasil yang diperoleh. Jiak pembiayaan

diperoleh dari pembiayaan tersebut maka pembiayaan yang

54

Nur Syamsudin Buchori, Koperasi Syari’ah, (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012) , h. 172.

Page 80: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

62

dilakuakan akan terjadi kemacetan dalam pengembalian. Adanya

kebijakan pemerintah, yaitu peraturan suatu produk akan sektor

ekonomi atau industry dapat berdampak positif maupun negative

bagi perusahaan yang berkaitan dengan industry tersebut.55

4) Kendala Musim

Iklim di Indonesia yang saat ini tidak menentu, hal ini menjadi

salah satu yang harus dihadapi dalam pemberian pembiayaan.

Sebagai contohnya, di Indonesia ada dua musim yaitu musim

panas dan musim dingin, dalam hal ini BMT memberikan

pembiayaan kepada pedagang es pada musim penghujan, pada

saat musim panas tentunya usaha yang dilakukan pedagang es

tidak menjadi permasalahan, tetapi pada musim penghujan,

untuk pedagang es akan menjadi permasalahan karena

menurunya pendapatan yang disebabkan oleh faktor cuaca yang

mempengaruhi turunya permintaan. Oleh karena itu calon

penerima pembiayaan akan mengalami maslaah dalam

pengembalian pembiayaan.

6. Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Dalam hal ini penanganan atau restrukturisasi pembiayaan adalah

istilah teknis yang dipergunakan dikalangan perbankan atau lembaga

keuangan lainnya terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan

Bank Syariah dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang

dihadapi. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank

Syariah atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka membantu nasabah

agar dapat menyelesaikan kewajibannya.

Dalam penanganan pembiayaan bermasalah tentunya ketentuan-

ketentuan Fatwa DSN-MUI berkaitan dengan penyelesaian piutang.

55

Trisadini P Usanti, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013 ), h.43

Page 81: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

63

Bahwa restrukturisasi merupakan suatu cara penyelesaian yang sejalan

dengan prinsip syariah dalam penyelesaian utang atau kewajiban dari

pembiayaan bermasalah. Dari ketentuan-ketentuan Bank Indonesia dalam

uraian di atas, restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah

berdasarkan prinsip syariah dilakukan antara lain melalui:56

a. Penjadwalan Kembali (rescheduling)

Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal

pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak termasuk

perpanjangan atau pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang

memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan

nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar.

b. Persyaratan Kembali (reconditioning)

Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian

atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok

kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BMT, antara lain

meliputi:

1) Perubahan jadwal pembayaran

2) Perubahan jumlah angsuran

3) Perubahan jangka waktu

4) Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau

musyarakah

5) Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah

atau musyarakah

6) Pemberian potongan

c. Penataan Kembali (restructuring)

Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan

pembiayaan yang antara lain meliputi:

56

Faturrahman Djamil, Penyelesaian pembiayaan bermsalah dibank syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.83

Page 82: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

64

1) Penambahan dana fasilitas pembiayaan BUS atau UUS.

2) Konversi akad pembiayaan.

3) Konversi pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah

Berjangka Waktu Menengah.

4) Konversi pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara

pada perusahaan nasabah yang dapat disertai dengan

reschenduling atau reconditioning.

d. Kebijakan dan Prosedur57

Dalam BMT kebijakan dan prosedur restrukturisasi pembiayaan

bermasalah mencangkup beberapa hal yaitu:

1) Penetapan pejabat khusus setingkat dengan Manager unit keatas

untuk menangani restrukturisasi pembiayaan.

2) Dalam hal ini unit manager yang memutuskan pembiayaan yang

direkstrukturisasi.

3) Criteria pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.

4) Sistem dan standar operasi prosedur restrukturisasi pembiayaan,

termasuk penetapan penyerahan pembiayaan yang akan

direstrukturisasi kepada pejabat setingkat Manager Unit yang

ditunjuk dan penyerahan kembali kepada petugas pembiayaan

yang ditunjuk sebagai pengelola pembiayaan.

5) Sistem informasi managemen restrukturisasi pembiayaan, antara

lain berupa laporan berkala mengenai perkembagan penanganan

pembiayaan nasabah yang direstrukturisasi.

e. Penerapan Prinsip Syariah

57

Nur Syamsudin Buchori, koperasi syari‟ah, (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 201), h. 204.

Page 83: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

65

1) Bank Syariah dapat mengenakan ganti rugi (ta‟widh) kepada

anggota pembiayaan bermasalah dalam rangka restruksturisasi

pembiayan.

2) Ganti rugi ditetapkan hanya sebesar biaya riil yang dikelurkan

dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh

anggota dan bukan potensi kerugian yang diperkirakan akan

terjadi karena adanya waktu yang hilang.

3) Perubahan-perubahan yang disepakati antara BMT dengan

anggota dalam merestrukturisasi pembiayaan, termasuk

penetapan ganti rugi dan harus ditungkan dalam addendum

(perpanjangan kontrak) akad pembiayaan.

4) Dalam merestrukturisasi pembiayaan dilakukan melalui

konversi akad maka akan dibuat akad pembiayaan baru atau

akad ulang.

G. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

Istilah kompilasi diambil dari perkataan compilare yang mempunyai

arti mengumpulkan bersama-sama, seperti mengumpulkan peraturanperaturan

yang tersebar dimana-mana. Definisi hukum dari Oxford English Dictionary

adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana

suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunyai

kekuatan mengikat terhadap warganya.58

Ekonomi syariah adalah usaha atau

kegiatan yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang, badan usaha

yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam memenuhi kebutuhan

yang bersifat komersial menurut prinsip syariah.59

58

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2012), h. 376. 59

M. Fauzan, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.

3

Page 84: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

66

`Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disusun sebagai respon terhadap

perkembangan baru dalam hukum muamalat dalam bentuk praktek-praktek

ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah yang memerlukan payung

hukum. Secara konstitusional, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disusun

sebagai respon terhadap UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA), yang memperluas

kewenangan Peradilan agama, seperti Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Dengan kata lain, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah merupakan

upaya “positifisasi” hukum muamalat dalam kehidupan umat Islam di Indonesia

yang secara konstitusional sudah dijamin oleh sistem konstitusi Indonesia.60

Adapun dasar dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah Undang-Undang

Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, UndangUndang Nomer 19

tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Tujuan dari Kompilasi

hukum ekonomi syariah adalah: a. Hakim peradilan dalam lingkungan peradilan

agama yang memeriksa, mengadili, menyelesaikan perkara yang berkaitan

dengan ekonomi syariah, mempergunakan sebagai pedoman prinsip syariah

dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, b. Mempergunakan sebagai

pedoman prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak mengurangi tanggungjawab hakim untuk

mengadili dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan

benar.61

60

Abdul Mughits, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Tinjauan Hukum Islam,

(Yogyakarta: Al-Mawarid, 2008), h. 157 61

Abdul Mughits, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Tinjauan Hukum Islam, h.158

Page 85: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

67

Page 86: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

67

BAB III

KAJIAN FIQH TERHADAP AKAD HIWALAH

A. Perdebatan Ulama Terkait Perubahan Hawalah menjadi Hawalah bil

Ujroh.

Hiwalah ini disyari‟atkan oleh Islam dan dibolehkan olehnya karena

adanya masalahat, butuhnya manusia kepadanya serta adanya kemudahan

dalam bermuamalah. Dalam hiwalah juga terdapat bukti sayang kepada

sesama, mempermudah muamalah mereka, memaafkan, membantu memenuhi

kebutuhan mereka, membayarkan utangnya dan menenangkan hati mereka.

Pengalihan hutang tersebut tentunya mengandung risiko, sehingga

perusahaan pembiayaan syariah harus benar-benar menganalisis kondisi dari

muhil supaya hutangnya yang telah dibayarkan dapat dibayar pula oleh muhil

di kemudian hari. Dalam praktik hawalah tersebut, tentunya yang

diuntungkan adalah muhal/penyuplai/pihak ketiga yang berpiutang dari

konsumen. Namun demikian akad yang terjadi adalah antara perusahaan

pembiayaan syariah sebagai muhal ala’ih dengan muhil, sehingga perusahaan

pembiayaan syariah tidak diperkenankan untuk meminta ujrah atau fee dari

muhal. Walaupun dasar hukum diperbolehkannya akad hawalah bil ujrah,

lebih kepada sudut pandang dari sisi muhal yaitu, hadits Rasulullah “

menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu

adalah suatu kedzaliman. Maka, jika seorang diantara kamu dialihkan hak

penagihan piutangnya pada pihak yang mampu maka terimalah”. Pada hadits

tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menghutangkan, jika

orang yang berhutang menghawalahkan kepada orang yang mampu,

hendaklah ia menerima hawalah tersebut, dan hendaklah ia menagih kepada

orang yang dihawalahkan. Dengan demikian haknya dapat terpenuhi. Ulama

Page 87: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

68

sepakat membolehkan akad hawalah dengan catatan, hawalah dilakukan atas

hutang yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hawalah adalah proses

pemindahan hutang bukan pemindahan benda.

Bahwa lembaga-lembaga keuangan syari‟ah masih kewalahan dalam

menghadapi persaingan dengan lembaga-lembaga keuangan konvensonal.

Maka merupakan kewajiban bagi ulama islam untuk mendukung dan

memperkuat posisi LKS dengan pendapat-pendapat yang mempermudah

mereka dalam mengembangkan bisnisnya. Dan melihat fakta di

lapangan,banyak produk dan jasa perbankan yang menggunakan akad

hawalah, dan banyak pula nasabah yang membutuhkan produk dan jasa

tersebut. Supaya peluang semacam itu bisa dimanfaatkan oleh LKS sebagai

lading usaha yang menghasilkan keuntungan. DSN memandang perlu

menetapkan fatwa yang mengatur pengambilan ujrah atas komitmen dan

kesediaan bank untuk membayarkan utang nasabah dalam akad hiwalah bil

ujrah.

Akad hiwalah juga diaplikasikan di Bank Muamalat Indonesia dan

BPRS Al-Saalam sebagai salah satu produk pembiayaanya. Akad hiwalah

biasanya digunakan anggota untuk membayar hutang anggota dipihak lain,

sebagai modal awal untuk pelaksanaan sebuah proyek dan lain-lain. Dalam

pelaksanaan akad hiwalah, Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam

mengenakan fee. Ini berbeda dengan teori hiwalah yang merupakan akad

tabarru' yaitu akad yang tidak mencari keuntungan.Dalam pelaksanaan

akadnya,dalam Fatwa DSN MUI N0: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang hiwalah

menyebutkan bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para

pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak

(akad).

Dalam hal ini, akad hiwalah harus mendapatkan persetujuan oleh tiga

pihak. Pihak-pihak tersebut adalah muhil, muhal/muhtal, dan muhal 'alaih.

Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam dalam prakteknya hanya dilakukan

Page 88: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

69

oleh dua pihak saja yakni pihak Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam dan

anggota sehingga praktek yang dilaksanakan mirip dengan akad al-Qard.

Dalam pelaksanaan akad hiwalah, pengenaan fee di Bank Muamalat dan

BPRS Al-Saalam tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan akad hiwalah

termasuk ke dalam akad tabarru' yaitu akad yang berkaitan dengan transaksi

yang tidak bertujuan mendapatkan laba/keuntungan.Jika Bank Muamalat dan

BPRS Al-Saalam ingin mengenakan fee maka akad yang digunakan adalah

hiwalah bil ujrah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Bank Muamalat

dan BPRS Al-Saalam telah berusaha mengefektifkan penerapan akad hiwalah

terutama sebagai salah satu solusi dalam mengatasi pembiayaan bermasalah,

namun dalam kenyataannya implementasi akad hawalah untuk kepentingan

umat dalam penerapannya masih belum efektif. karena di Bank Muamalat

Indonesia dan BPRS Al-Saalam dalam mengatasi pembiayaan bermasalah

lebih sering menggunakan akan musyarakah mutanaqisah (MMQ), murabahah

dan mudharabah karena lebih menguntungkan menurut pihak bank. untuk

penerapan aplikasi akad hiwalah di Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al-

Saalam memakai fee.

Dibolehkannya praktik al hiwalah bil ujrah, merupakan terobosan dan

wacana baru dalam dunia fiqh, karena al hiwalah dikenal sebagai bagian aqad

tabarru’, aqad yang ditujukan untuk menolong pihak lain, sehingga tidak

dibenarkan meminta kompensasi dari transaksi al hiwalah. Ketika al hiwalah

dipadukan dengan kata bil ujrah (dengan kompensasi) maka secara hukum

dan fakta akan menghilangkan makna dan arti al hiwalah.

Dasar-dasar hukum (dalil-dalil) yang digunakan untuk merumuskan

fatwa DSN Nomor 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah yang

dicatumkan di tubuh fatwa, terdiri dari lima unsure, ayat al-Qur‟an, hadist,

ijma‟, kaidah fiqh, dan pendapat ulama kontemporer yang berisi qiyas. Selain

dalil-dalil yang tercantum pada fatwa tersebut, ditemukan beberapa dalil lain

Page 89: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

70

yang memperkuat isi fatwa, yaitu „urf dan maslahah mursalah. Dilihat dari

metodologi DSN dalam pengolahan dalil-dalil diatas sehingga memunculkan

fatwa pembolehan mengambil ujrah atas hawalah. DSN menggunakan

beberapa metode secara berurutan atau bersamaan, yaitu, metode tarjih,ilhaqi

(qiyasi), istimbati dan I’adah an-nazar, yang keempat metode tersebut

merupakan cabang-cabagng dari metode manhaji.

Teknis pengambilan keputusan dalam merumuskan muatan fatwa

dengan metode-metode di atas, dilakukan DSN melalui ijtihad kolektif (

ijtihad jama’I, yang mengumpulkan para ulama, pakar dan praktisi ekonomi

dan bisnis syari‟ah untuk bermusyawarah dan bertukar pendapat. Metode

qiyas terlihat digunakan DSN dalam mengqiyaskan pembolehan mengambil

ujrah atas hawalah diperbolehkan dalam mazhab-mazhab fiqh. Metode tarjih

terlihat dipakai DSN dalam melakukan studi komparatif terhadap pendapat-

pendapat para ulama lintas mazhab dan meneliti kembali dalil-dalil beserta

metode ijtihad yang mereka gunakan, sehingga dapat diketahui dan dipilih

pendapat yang membolehkan pengambilan ujrah atas hawalah. Dengan

demikian, DSN dalam menanggai permasalahan-permasalahan yang baru

muncul dalam bidang fiqh ekonomi/ mu’amalat cenderung tidak terikat

dengan mazhab fiqh tertentu, tetapi cukup dengan mengambil nilai-nilai islam

(Maqasid asy-syari’ah) dalam bermu’amalah untuk menjawab masalah

hukum kekinian

Dasar hukum akad hawalah antara lain telah diatur dalam Fatwa

Dewan Syariah Nasional Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah.

Mekanisme pelaksanaan hawalah telah diperkuat dan dipertegas lagi dengan

keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 58/DSN-MUI/V/2007

tentang Hawalah bi Ujrah sebagai tindak lanjut dan penyempurnaan dari

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Hawalah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 12/DSN-MUI/IV/2000

tentang Hawalah sebagaimana dikemukakan di atas belum mengatur tentang

Page 90: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

71

bolehnya menerima ujrah/fee atas kesediaan dan komitmennya untuk

membayar utang muhil, maka dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bi Ujrah, dalam akad hawalah

muthlaqah yaitu hawalah di mana muhil adalah orang yang berutang tetapi

tidak berpiutang kepada muhal ’alaih, boleh menerima ujrah/fee atas

kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil.

Dalam fatwa DSN-MUI No.58/DSN-MUI/V/2007 dijelaskan hawalah

bil ujrah adalah hawalah dengan pengenaan ujrah/fee, di mana hawalah bil

ujrah hanya berlaku pada hawalah muthlaqah. Pada hawalah muthlaqah,

muhal’alaih boleh meminta ujrah/fee atas ketersediaan dan komitmennya

untuk membayar utang muhil, di mana besarnya fee harus ditetapkan pada saat

akad secara jelas, tetap dan pasti sesuai kesepakatan para pihak.

Berkenaan dengan hal ini, Tarmizi sebagaimana dikutip oleh

Darsono,dkk mengemukakan : “Terdapat perbedaan antara teori hawalah

dengan Fatwa DSN-MUI mengenai hawalah bil ujrah, dimana fatwa ini

bertentangan dengan takhrij fiqhy para ulama mazhab. Hal ini dikarenakan

para ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi‟i menetapkan bahwa hawalah

muthlaqah ini sama dengan kafalah, di mana ujrah yang diambil dari akad

hawalah hukumnya adalah riba sebagaimana kesepakatan para ulama.

Mazhab Hanbali berpendapat bahwa bentuk akad hawalah muthlaqah adalah

pihak yang menerima pengalihan utang memberikan pinjaman kepada orang

yang mengalihkan utang. Apabila orang yang mengalihkan utang

mengembalikan utangnya berlebih dari utang yang diberikan oleh penerima

pengalihan, maka tambahan uang ini adalah riba”.1 Pemberian fee kepada

pihak yang bersedia menanggung hutang dalam akad hawalah ini sekilas

mengesankan telah ada unsur riba di dalamnya, karena sesuai dengan hadist

(HR Muslim No.1584 dan HR Muslim) sebagaimana dikutip oleh Agus

1 Darsono, Ali Sakti, Ascarya, dkk. Perbankan Syariah di Indonesia (Kelembagaan dan Kebijakan

Serta Tantangan Kedepan), Cetakan 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), h. 246

Page 91: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

72

Pandoman2 bahwa ”Syarat untuk tidak terkena riba jumlahnya mesti sama

(kuantitas dan kualitasnya harus sama, tidak berbunga/tidak berlipat ganda,

tidak boleh menipu, dan jika berbentuk uang jumlah nominal harus sama) dan

serah terima dilakukan secara tunai”.3 Demikian pula banyak muslim yang

percaya bahwa interpretasi riba seperti yang terdapat dalam fiqh (hukum

Islam) adalah interpretasi yang tepat dan karenanya harus diikuti.

Ujrah di dalam kamus perbankan syariah yakni imbalan yang

diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.4 Ujrah

sendiri dalam bahasa Arab mempunyai arti upah atau upah dalam sewa

menyewa, sehingga pembahasan mengenai ujrah ini termasuk dalam

pembahasan ijarah yang mana ijarah sendiri mempunyai arti sendiri. “Ijarah

secara etimologi berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwadh atau

pergantian, dari sebab itulah ats-tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga

al-ajru yakni upah”5

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa DSN-MUI

melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 58/DSN-MUI/V/2007 tentang

Hawalah Bil Ujrah membolehkan adanya hawalah bil ujrah yaitu hawalah

dengan pengenaan ujrah atau fee, dengan ketentuan bahwa dalam hawalah

muthlaqah, muhal `alaih boleh menerima ujrah atau fee atas kesediaan dan

komitmennya untuk membayar utang muhil. Namun ada satu hal penting yang

harus diperhatikan yaitu bahwa besarnya fee itu harus ditetapkan pada saat

akad secara jelas, tetap dan pasti sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Ada perbedaan pendapat antar ulama mengenai boleh tidaknya

mengambil ujrah atau imbalan atas akad tabarru`. Ulama yang tidak

2 Agus Pandoman, Sistem Hukum Lembaga Keuangan Konvenional Bank dan Non Bank (Diktat

Kuliah), Jilid I, h. 35-36. 3 Agus Pandoman, Sistem Hukum Lembaga Keuangan Konvenional Bank dan Non Bank (Diktat

Kuliah), Jilid I, h. 35-36. 4 Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, (Yogyakarta: Andi, 2011), h.162

5 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 277.

Page 92: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

73

membolehkan berargumen bahwa pengambilan ujrah atas akad tabarru` akan

merusak karakter dari akad tabarru` tersebut, dan mengubahnya dari yang

asalnya akad untuk donasi dan berbuat kebajikan terhadap sesama, menjadi

akad untuk berbisnis mencari keuntungan dunia. Namun, pendapat yang

paling kuat adalah pendapat yang membolehkan pengambilan ujrah atas akad

tabarru` dengan dua syarat : adanya keridhaan antar para pihak dan

pengambilan ujrah itu tidak menimbulkan aktivitas ribawi, yakni akad

tabarru` yang dipungut upah atasnya bukanlah akad utang piutang atau akad

yang berpotensi menjadi akad utang piutang.6

Ada perbedaan yang jelas antara fee (ujrah) pada perbankan syariah

dengan bunga pada perbankan konvensional. Perbedaan utama antara fee

dengan bunga yaitu fee atau ujrah adalah imbal bagi hasil berupa fee atau

imbal jasa atas transaksi sewa menyewa dan/atau jasa lainnya yang

nominalnya sudah bisa dipastikan sejak awal karena kategori transaksinya

memang demikian. Sedangkan bunga memastikan nominal rupiah yang

diperoleh karena nasabah menerima kredit dari bank konvensional

Berdasarkan uraian-uraian di atas jelaslah bahwa bank syariah itu bank yang

dijalankan sesuai ketentuan syariah, yakni meninggalkan yang dilarang

syariah seperti penipuan, ketidakpastian, riba, manipulasi, suap, maisir, tidak

sahnya akad, bisnis zat haram, zhalim, dan maksiat. Sedangkan di bank

konvensional tidak ada ketentuan seperti itu, bahkan dijalankan dengan bisnis

basis murni riba. Pendapatan di bank syariah diambil dari skema transaksi riil.

Sedangkan keuntungan di bank konvensional diambil dari jual beli

(menganakpinakan) uang yang direpresentasikan dalam bentuk bunga, atau

dalam terminologi Islam disebut dengan nama riba.

6 Abd Al Karim as-Sima`il, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Khoirudin, Analisis Fikih Terhadap

Pengambilan Ujrah/Fee dalam Fatwa DSN No : 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah,

Tesis, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga, 2016), hlm. 18.

Page 93: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

74

Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam al-Qur‟an, riba dapat

dipahami dalam delapan macam arti, yaitu: pertumbuhan (growing),

peningkatan (increasing), tambahan (swelling), meningkat (rising), menjadi

besar (being big), dan besar (great), dan juga digunakan dalam beberapa

makna, namun dapat diambil satu pengertian umum, yaitu meningkat

(increase), baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.7

7 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004), hlm. 34.

Page 94: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

75

BAB IV

ANALISIS PENERAPAN AKAD HIWALAH DALAM PEMBIAYAAN

BERMASALAH

A. Implementasi akad hiwalah pada pembiayaan yang bermasalah di

Perbankan Syariah.

Tujuan Fasilitas hawalah adalah untuk membantu supplier

mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank

mendapat imbalan (fee) atas jasa pemindahanan piutang tersebut. Untuk

mengantisipasi resiko kerugian yang timbul, bank perlu melakukan penelitian

atas kemampuan pihak berutang dan kebenaran transaksi antara yang

memindahkan piutang dan yang berhutang.1

Dalam aplikasinya di bank syariah tetap harus memperhatikan fatwa

yang dikeluarkan oleh DSN-MUI, yaitu, fatwa No. 12/DSN-MUI/IV/2000

tentang Hawalah. Keberadaan prinsip syariah yang dituangkan ke dalam

fatwa Majelis Ulama Indonesia, merupakan salah satu aspek yang mendasari

berjalannya sistem perbankan syariah, sesuai dengan ketentuan yang terdapat

dalam Pasal 26 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah yang mengatakan bahwa:

1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 20 dan

pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada prinsip

syariah.

2. Prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh

Majlis Ulama Indonesia.

3. Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam peraturan

Bank Indonesia.

1 Adi Warman Karim, Bank Islam (Jakarta : Raja Wali Pers, 2004), h.105

Page 95: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

76

4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) Bank Indonesia membentuk komite perbankan

syariah, yang beranggotakan unsure-unsur dari Bank Indonesia,

Departemen Agama dan unsure masyrakat dengan komposisi yang

berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling

banyak 11 orang.

Peraturan Bank Indonesia No.10/32/PBI/2008 tentang komite

Perbankan Syariah, bertugas membantu Bank Indonesia dalam:

1. Menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah

2. Memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa ke dalam

peraturan Bank Indonesia

3. Melakukan pengembangan industri perbankan syariah dari bertugas

melakukan penafsiran dan pemaknaan fatwa di bidang perbankan syariah.

Fatwa DSN-MUI ini dan PBI yag dikeluarkan oleh Bank Indonesia,

merupakan landasan hukum untuk jasa pelayanan hiwalah dalam perbankan

syariah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa walaupun

pimpinan dan manajemen Bank Muamalat dan BPRS Al-Salaam telah

berusaha mengefektifkan penerapan akad hawalah terutama dalam

pembiayaan bermasalah namun dalam kenyataannya implementasi akad

hawalah masih belum efektif2. Belum efektifnya penerapan akad hawalah

tersebut terutama adalah karena masyarakat yang menjadi nasabah perbankan

syariah belum mengetahui adanya akad hawalah sebagai salah satu solusi

yang dapat digunakan oleh mereka untuk pembiayaan bermasalah.

Hal ini diakui oleh pihak Bank Muamalat dan BPRS Al-Salaam,

bahwa “Dalam praktik perbankan syariah hampir jarang dipergunakan.

Mungkin ketidak-mengertian masyarakat tentang hawalah, sehingga jarang

2 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018

Page 96: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

77

dipergunakan.3 Ketidaktahuan masyarakat terhadap keberadaan akad

hawalah sebagaimana dikemukakan di atas telah menyebabkan masyarakat

khususnya masyarakat muslim yang potensial untuk menjadi nasabah

perbankan syariah kehilangan peluang atau kesempatan untuk memperoleh

kemanfaatan dan kemaslahatan dari keberadaan perbankan syariah di tanah

air. Oleh karena itu menurut pihak Bank Muamalat dan BPRS Al- Slaam,

dalam upaya untuk mengefektifkan penggunaan akad hawalah, maka usaha

yang perlu atau dapat dilakukan oleh perbankan syariah adalah dengan

melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan akad hawalah

agar mereka mengetahui kelebihan akad hawalah sebagai akad dalam

pembiayaan bermasalah.4

Kemanfaatan dan kemaslahatan merupakan salah satu asas penting

dalam perbankan syariah. ”Asas ini mengandung pengertian bahwa semua

bentuk perjanjian yang dilakukan harus mendatangkan kemanfaatan dan

kemaslahatan baik bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian

maupun bagi masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya dalam

al Qur‟an dan Al Hadits”5 Imam Al-Ghazali dalam al-Mustasyfa

mengemukakan bahwa tujuan utama syariah adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia yang terletak pada pemeliharaan iman, hidup, akal,

keturunan, dan harta. Segala tindakan yang berupaya meningkatkan kelima

maksud tersebut merupakan upaya yang memang seharusnya dilakukan serta

sesuai dengan kemaslahatan umum.6

3 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018 4 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018 5 M.Tamyiz Muharrom, Kontrak Kerja: Antara Kesepakatan dan Tuntutan Pengembangan SDM, dalam

Al Mawarid Jurnal Hukum Islam, Edisi X tahun 2003, (Yogyakarta: Program Studi Syariah FIAI UII 6 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep, Produk dan

Implementasi Operasional, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2001), h. 11.

Page 97: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

78

Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam tidak menerapkan hawalah

muqayyadah dalam transaksi perbankan sehari-hari, akan tetapi menerapkan

hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee.7 Hal ini antara lain karena

tidak bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:

58/DSNMUI/V/2007 tentang Hawalah Bil Ujrah yang membolehkan adanya

hawalah bil ujrah yaitu hawalah dengan pengenaan ujrah atau fee. Untuk itu

Bank sebagai muhal `alaih boleh menerima ujrah atau fee atas kesediaan dan

komitmennya untuk membayar utang muhil. Untuk itu nasabah dapat

memilih sendiri model angsuran yang diinginkan. Akad hawalah akan

diterbitkan setelah nasabah menyatakan kesediaannya dan bersedia mematuhi

ketentuan atau syarat yang diberikan oleh Bank.

Contoh kasus di Bank Muamalat Indonesia dan BPRS Al-Saalam

Penerapan menggunakan akad hiwalah mutlhaqoh Keterangan:8

a) Nasabah (muhil) membeli rumah kepada kepada kontraktor.

Artinya, nasabah memiliki kewajiban (hutang) kepada kontraktor.

b) Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank syariah untuk

membayarkan kewajiban (hutang) tersebut kepada kontraktor dan

nasabah berjanji akan mebayar hutang tersebut sesuai sistem

pembayaran yang ditentukan.

c) Bank syariah membayar kewajiban (hutang) nasabah kepada

kontraktor. Di sini bank syariah berhak mengambil ujrah dari jasa

hiwalahnya (hiwalah bil ujrah).

d) Bank syariah menagih hutang kepada nasabah sesuai skema

pembayaran yang disepakati antara nasabah dan bank syariah.

7 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018 8 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018

Page 98: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

79

Di Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam untuk penerapan akad

hiwalah dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah dengan menggunakan

akad hawalah hanya sedikit. dikarenakan pihak bank sendiri menganggap

tidak ada keuntungan didalamnya. akan tetapi untuk penyelesaian terhadap

pembiayaan bermasalah lebih sering mengguankan musyarakah mutanaqisah

(MMQ) dan murabahah karena dinilai lebih menguntungkan terhadap bank.9

Dalam akad hiwalah juga harus diperhatikan untuk mengantisipasi

risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas

kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang

memindahkan piutang dengan yang berutang. Misalnya seorang supplier

bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan

dibayar dua bulan kemudian, karena kebutuhan supplier akan likuiditas,

maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan

menerima pembayaran dari pemilik proyek.

Adapun resiko yang harus diwaspadai dari akad hiwalah adalah

kemungkinan adanya kecurangan nasabah dengan member invoice palsu atau

wanprestasi untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank syariah.

9 Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018

Page 99: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

80

Gambar 4.1: Skema Hawalah dalam Bank Syariah

Sebagai bahan kajian penerapan akad hawalah pada perbankan

syariah, dapat dilihat dari dua sisi akad hawalah hanya dilakukan oleh dua

pihak yaitu pihak bank dengan pihak nasabah, sehingga jika dilihat praktek

tersebut hampir sama dengan akad pembiayaan pada umumnya dan bukan

dilakukan oleh tiga pihak yaitu antara Bank sebagai muhal‟alaih, nasabah

sebagai muhil dan supplier sebagai muhal.

Hawalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan fresh money bagi

pihak klien/nasabah tidak luput juga dari resiko, terutama dari pihak bank.

Adapun risiko yang haarus diwaspadai oleh pihak bank syariah dari sebuah

kontrak hawalah adanya kecurangan nasabah dengan member invoice palsu

atau wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank

Terkait praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk

membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan

produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu

melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran

transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.

Page 100: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

81

Keuntungan atau provit bank syariah dapat diperoleh antara lain dari

penerapan prinsip bagi hasil. Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi

yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan

maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang

berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan

mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak

hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal.

Ada satu persamaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah

keduaduanya berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu

saja dengan tujuan tersebut, bank syariah dituntut untuk berkembang dan

menjadi lembaga finansial yang bonafid dan profesional.

Bank syariah dalam menajemen investasi dan finansial juga dituntut

untuk menggunakan asas profit oriented sebagaimana bank konvensional.

Oleh karena itu bank syariah bukan sekedar menggunakan jalur emosional

keagamaan untuk menjaring nasabahnya dengan memanfaatkan pasar

potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragam Islam dan dengan

semakin tumbuhnya kesadaran mereka untuk berperilaku secara Islami

termasuk didalamnya yaitu aspek muamalah atau bisnis. Akan tetapi juga

mempunyai tugas dan kewajiban yaitu menjalankan pertumbuhan ekonomi

berdasarkan ketentuan syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan

syariah, disinilah letak simpul perbedaannya.

Keuntungan bank syariah sebagai bank yang berdasarkan prinsip

syariah memiliki prinsip-prinsip dasar, diperoleh dari berbagai aktifitas

perbankan dengan menggunakan berbagai prinsip antara lain prinsip titipan

atau simpanan- al wadiah. Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni

dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang

harus dijaga dan dikembalikan kapan saja jika penitip kehendaki. Pemberikan

bonus dalam penitipan ini tidak dilarang dengan catatan tidak diisyaratkan

Page 101: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

82

sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase

secara tetap, tetapi benar-benar merupakan kebijakan bank.

Ada beberapa solusi yang ditawarkan untuk menyelamtkan produk

dari jasa perbankan yang menggunakan akad hawalah bil ujroh dari

keharaman yaitu, a). supaya produk dan jasa perbankan yang menggunakan

akad hawalah tetap berjalan sesuai syariat islam, tetapi bnak tetap mendapat

keuntungan dari produk dan jasanya itu, maka pengambilan ujrah dilakukan

bukan atas komitmen dan kesediaan bank untuk membayarkan utang,

melainkan diambil atas layanan-layanan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan

bank kepada nasabahnya dalam menciptakan dan melengkapi kontrak yang

memakai akad hawalah tersebut. b). LKS bisa mengganti pemaiakan akad

hawalah dalam prdouk dan jasanya dengan menggunakan akad-akad lain yang

tidak berpotensi memunculkan aktivitas ribawi supaya prodik jasa perbankan

tetap berjalan sesuai syari'ah dan keuntungan yang besar bisa diperoleh dari

produk dan jasa tersebut

Selanjutnya ada pula prinsip bagi hasil, yaitu pembagian hasil dari

usaha pembiayaan sebagai ganti dari konsep pembungaan dalam bank

konvensional, al-mudharabah, yaitu akad kerja sama usaha antara dua pihak,

dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain

menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik

modal selama kerugian tersebut diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian

pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Demikian pula ada al-musyarakah, dalam prinsip ini terjadi kerja sama

antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tersebut. Para pihak bekerja

sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha

Page 102: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

83

tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Selanjutnya ada

prinsip al-murabahah, dimana dalam prinsip ini, terjadi jual beli suatu barang

pada harga dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua

belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang

dibelinya dengan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan.

Sehubungan dengan uraian di atas, maka ada satu sisi yang dapat

digerakkan oleh Bank Muamalat dan BPRS al-Saalam khususnya, yaitu lebih

memperkenalkan produk akad hawalah kepada masyarakat melalui upaya yang

terencana dengan baik dan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan kenyataan

memperlihatkan bahwa produk (hawalah) sudah diciptakan, mekanisme

perolehan produk sudah ditetapkan, sehingga produk (akad hawalah) sudah

benar-benar siap untuk dipasarkan kepada nasabah. Agar produk hawalah

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal, maka masyarakat tentu

saja perlu mengetahui kehadiran produk tersebut, manfaat produk, di mana

dapat diperoleh, kelebihan produk dibandingkan produk pesaing, dan

sebagainya. Dalam tataran teoritis, cara untuk memberitahu atau menawarkan

produk kepada masyarakat dikenal dengan istilah promosi.

Sepandai apapun analisis pembiayaan dalam menganalisa permohonan

pembiayaan, kemungkinan pembiayaan bermasalah pasti ada. Hal ini kurang

lebih disebabkan oleh 2 unsur, yakni dari pihak bank kurang teliti dalam

menganalisa, atau bahkan dapat pula terjadi kongkalikong antara pihak analis

pembiayaan dengan pihak debitur sehingga analisanya dilakukan secara

subyektif. Kemudian unsur yang kedua yaitu kelalaian dari pihak nasabah yang

menyebabkan pembiayaan bermasalah, yang mana dapat disebabkan oleh

faktor kesengajaan ataupun ketidaksengajaan. Dalam menangani pembiayaan

bermasalah pimpinan bank harus tetap berpegang teguh pada pedoman pokok

Page 103: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

84

penanganan pembiayaan bermasalah yaitu usaha menyelamatkan pembiayaan

secara maksimal. Salah satu upaya penyelamatan pembiayaan melalui jalur non

hukum adalah restrukturisasi.

Restrukturasi adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka

membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain

melalui penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali

(reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

Sebelum terjadinya pembiayaan bermaslaah di Bank Muamalat dan

BPRS al-Saalam. mempunyai beberapa strategi pencegahan sebagai berikut :

1. Analisis Kelayakan Nasabah Sebelum mengabulkan permohonan

pembiayaan nasabah, wajib hukumnya bagi pihak Bank Syariah untuk

mengetahui bagaimana kondisi nasabah pembiayaan, apakah layak

untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak. Dalam menilai kelayakan

nasabah untuk mendapatkan pembiayaan bagi pihak Bank Syariah.

menggunakan analisa aspek 5C. Analisa 5C digunakan sebagai langkah

awal dalam menentukan status nasabah, apakah layak mendapatkan

pembiayaan atau tidak. Bank syariah dalam melakukan kegiatan usaha

wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan wajib menempuh cara-cara

yang tidak merugikan Bank syaria‟ah serta kepentingan nasabah dalam

menyimpang dananya.10

Guna mengantisipasi resiko penyaluran dana

nasabah tersebut maka bank syari‟ah harus memelihara kesehatan dan

meningkatkan daya tahannya, bnak diwajibkan membayar resiko

dengan penyaluran pembiayaan berdsarkan prinsip syari‟ah, pemberian

jaminan atau fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada

nasabah debitur atau kelompok nasabah tertentu.

10

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah ( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), h.94

Page 104: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

85

2. Survey Survey yang dilakukan bagi pihak Bank Syariah adalah dengan

mengunjungi tempat usaha nasabah. Hal ini dilakukan untuk

menegtahui kondisi nasabah yang sebenarnya, agar dapat dicocokkan

dengan keterangan nasabah pada saat permohonan pembiayaan kepada

pihak Bank Syariah. Kegiatan survey yang dilakukan dapat menjawab

aspek 5C yang dibutuhkan Bank dalam menganalisis kemampuan dan

karakter nasabah. Selain mengunjungi tempat usaha nasabah. pihak

Bank Syariah juga melakukan survey melalui supplier (pemasok)

barang dagangan yang bekerjasama dengan nasabah. Dari supplier

dapat diketahui bagaimana karakter nasabah dalam bertransaksi. Survey

juga dilakukan pada tetangga rumah dari nasabah hingga kondisi

jaminan yang disertakan dalam permohonan pembiayaan kepada pihak

Bank Syariah. Survey yang dilakukan pada jaminan meliputi, croscek

kepemilikan jaminan (BPKB atau sertifikat tanah),kondisi tanah (lokasi

jaminan), hingga taksiran harga tanah dan atau bangunan yang

dijaminkan.

3. Pengawasan setelah pencairan Pengawasan setelah pencairan dilakukan

pihak Bank Syariah dengan memberikan perhatian, berupa

mengingatkan nasabah bahwa beberapa hari lagi jatuh tempo

pembayaran angsuran. Bentuk pengingatan tersebut diberikan kepada

nasabah yang memiliki plafon pembiayaan yang besar. Karena mereka

memiliki resiko pembiayaan yang lebih besar dari pada nasabah yang

memiliki pembiayaan kecil, maka bentuk pengawasan pihak Bank

Syariah berupa kunjungan ke tempat usaha nasabah. Hal ini juga akan

meningkatkan rasa kekeluargaan diantara bagi pihak Bank Syariah

dengan nasabahnya. Metode pengawasan yang dilakukan oleh pihak

Bank Syariah yaitu : a. pihak Bank Syariah menghubungi nasabah

yang sudah mendekati jatuh tempo pembayaran hutang melalui telepon

b. pihak Bank Syariah melakukan kunjungan silaturrahim ketempat

Page 105: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

86

nasabah (rumah dan atau tempat usaha). c. Mengevaluasi mutasi

rekening dan atau keuangan nasabah. d. Memperhatikan kelangsungan

usaha nasabah. e. Membantu nasabah untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi terutama yang berkaitan langsung dengan

problem cash flow.

Guna mengurangi resiko terjadinya pembiayaan bermasalah oleh

nasabah, maka penanggulangan dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang

bersifat preventif dan repersif11

Upaya yang bersifat preventif untuk menanggulangi resiko terjadinya

pembiayaan bermasalah oleh nasabah wajib dilakukan oleh bank sebelum

terjadinya akad, yaitu bank syari‟ah harus mempunyai keyakinan atas

kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi

seluruh kewajiban pada waktunya. Memperoleh keyakinan mengenai

kelayakan penyaluran dana maka bank syari‟ah harus mempunyai keyakinan

atas‟‟kemauan‟‟dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk

melunasi seluruh kewajiban pada waktunya. „‟kemauan‟‟ berkaitan dengan

itikad baik dari nasabah penerima fasilitas untuk membayar kembali

penggunaan dana yang disalurkan oleh bank syari‟ah.„‟Kemampuan

berkaitan dengan keadaan dan atau asset nasabah penerima untuk membayar

kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh bank.

Bank syari‟ah wajib melakukan penilaian seksama terhadap watak

(character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan

prospek usaha (condition of economic) dari calon nasabah penerima fasilitas.

Kelima faktor tersebut dalam perbankan dikenal dengan „‟five C‟s‟.12

Pada penilaian terhadap proyek usaha calon nasabah penerima

fasilitas, bank syariah harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar,

baik untuk masa yang telah lalu maupun yang yang akad dating sehingga

11 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah ( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), h.95

12 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah ( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), h.96

Page 106: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

87

dapat diketahui prospek nasabah calon penerima. Analisis terhadap

faktor’’five C’s’ dilakukan oleh petugas analisis pembiayaan suatu bank

syari‟ah sebelum pembiayaan diberikan meliputi aspek yuridis dan non

yuridis yang terkait dengan factor „five C’s’ tersebut. Untuk itu, dalam

praktik bank perlu meminta data terkait dengan „’five C’s’, antara lain data

keuangan dan data yuridis.

Upaya yang selanjutnya adalah upaya yang bersifat refersif, yaitu

upaya-upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan pembiayaan

(restruktrurasi pembiayaan) adalah istilah yang biasa dipergunakan

dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan

bank dalam mengatasi akad atau pembiayaan bermaslah.13

Berdasarkan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia dalam uraian diatas,

rekuntrukturasi terhadap akad hawalah berdasarkan prinsip syariah dilakukan

antara lain melalui:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling)

Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran

kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak termasuk perpanjangan

yang memenuhi kualitas lancer dan telah jatuh tempo serta bukan

disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar.

2. Persyaratan kembali (reconditioning)

Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau

seluruh persyaratan perubahan sebagian atau seluruh persyaratan hawalah

tanpa menambah sisa pokok kewajban nasabah yang harus dibayarkan

kepada bank, antara lain meliputi, perubahan jawdal pembayaran,

perubahan jumlah angusran, perubahan jangka waktu, dan pemberian

potongan.

13

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah ( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012 ), h.448

Page 107: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

88

3. Penataan kembali (restructuring)

Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan

pembiayaan yang antara lain meliputi, penambahan dana fasilitas dan

pembiayaan bank umum syari‟ah, konversi akad pembiayaan, konversi

pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

nasabah yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning. 14

Berdsasarkan surah Al-Baqarah ayat 280 sebagaimana tersebut diatas,

maka untuk pelaksanaan/prosedur penanganan dan penyelesaian piutang

bermasalah atau pembiayaan bermasalah (non performing financing),

dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

1. Memberi tangguh sampai debitur berkelapangan

Tahap pertama menangguhjan pembayaran utang sampai debitur

berkelapangan. Berdasar penangguhan atau penjadwalan pembayaran

kewajiban (rescheduling) tersebut diharapkan debitur mempunyai

kemampuan untuk membayar kembali kewajibannya sehingga dapat

melunasi semua hutangnya kepada kreditur. Kemampuan untuk

membayar kembali utang tersebut oleh debitur boleh jadi karena usaha

debitur dapat berjalan kembali sebagai first way out. Jadi dalam tahap

pertama kreditur hanya memberikan penangguhan atau memperpanjang

jangka waktu pembayaran utang saja sampai debitur berkelapangan. Saat

ini memberikan peangguhan pembayaran hutang dalam praktik

perbankan dilakukan dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling).

2. Menyedekahkan sebagian utang debitur

Tahap kedua, apabila setelah diberikan penagguhan (rescheduling)

ternyata debitur tidak mampu melunasi hutangnya, maka kredtur dapat

menyedekahkan piutangnya kepada debitur. Bagi seorang muslim

menyedekahkan piutang ini lebih baik. Qur‟an tidak menjelaskan

14

Pasal 1 angka 7 PBI No.13/9/PBI/2011

Page 108: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

89

besarnya jumlah hutang/piutang yang boleh disedekahkan kepada debitur

karena tergantung kerelaan debitur, dapat sebagian atau seluruh jumlah

outsanding utang debitur. Apabila disedekahkan hanya sebagian dari

jumlah outsanding hutang debitur maka debitur tetap berkewajiban

membayar sisa hutangnya kepada kreditur. Menyedekahkan dengan

meberikan sebagian potongan dari hutang pokok dan kewajiban lainnya

dari debitur seperti bagi hasil, dalam praktek perbankan dilakukan

dengan cara melalui persyaratan kembali (reconditioning) akad

pembiayaan.

3. Menyedekahkan seluruh sisa hutang debitur

Tahap ketiga, apabila telah dilakukan upaya-upaya penangguhan dan

penyedekahkan sebagian utang pokok atau kewajiban lain dari debitur,

ternyata pembiayaan tersebut tetap bermasalah dan debitur tetap tidak

mampu memenuhi kewajibannya, maka terhadap seluruh sisa hutang

debitur dapat disedekahkan. Dalam praktik perbankan, menyedekahkan

seluruh sisa utang debitur dilakukan dengan cara memberikan hapus tagih

Hawalah merupakan akad yang bersifat tolong menolong dan tidak

untuk mencari keuntungan, karena pada dasarnya akadnya adalah ta’awuni

atau tabarru’. Terkait demikian di dalam bank syariah dilarang mengambil

keuntungan atas akad tersebut, dikarenakan inti dari akad tabarru’ adalah

tolong-menolong bagi orang sedang kesulitan, contoh orang yang kesulitan

membayar hutang.

Dengan melihat berbagai transaksi modern saat ini yang menggunakan

akad hawalah, ditemukan bahwa telah terjadi perubahan model dalam proses

akad hawalah. Dimana pada model klasik berdasarkan definisi, muhil

menjadi hilang tanggung jawab hutangnya karena muhal‟alaih yang

meneruskan hutang muhil kepada muhal karena muhal‟alaih telah memiliki

hutang kepada muhil sebelumnya. Namun dalam model modern saat ini,

muhil masih bertanggung jawab terhadap hutangnya. Hanya pihak

Page 109: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

90

piutangnya saja yang berpindah dari muhak ke muhal „alaih. Dari segi sigh,

transaksi ini tidak sah dikarenakan salah satu dari tiga pihak tidak

mengetahui adanya akad hawalah dan tidak terpenuhinya salah satu syarat

dari akad hawalah yaitu adanya pihak supplier.

Hal ini hanya memenuhi syarat sah nya suatu perjanjian saja yaitu

sesuai Pasal 1320 KUH Perdata dan asas kebebasan berkontrak yang diatur

dalam Pasal 1338 KHU Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan

bahwa syarat sahnya suatu perjanjian atau persetujuan yang dianggap sah

mesti memenuhi beberapa syarat yaitu:15

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab atau kausa yang halal

Sedangkan terjadinya kontrak atau akad hawalah harus berdasarkan

kesepakatan para pihak yang membuatnya, sangatlah sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.

Menurut Subekti16

bahwa Pasal 1338 KUH Perdata ini mengandung

suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau disebut juga dengan

asas terbuka.

Berkenaan dengan implementasi akad hawalah dalam bentuk

pembiayaan bermasalah dengan pengenaan ujrah atau fee, maka dapat

diketahui bahwa walaupun Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam telah

mengimplementasikan akad hawalah dalam mengatasi pembiayaan

bermasalah, namun dalam praktiknya, akad hawalah bukan merupakan salah

15

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456

BW), (Jakarta Rajagrafindo Persada, ), h.3-5 16

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, (Jakarta : Sinar Grafika 1987),h.34

Page 110: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

91

satu akad yang populer atau dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini tentunya

disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah karena

ketidaktahuan nasabah terhadap akad ini. Masyarakat yang menjadi nasabah

perbankan syariah umumnya kurang mengetahui bahkan ada yang tidak

pernah mendengar istilah hawalah ini, yang biasa mereka dengar dan terlibat

didalamnya adalah akad murabahah, musyarakah dan mudharabah.17

Berdasarkan uraian-uraian di atas jelaslah bahwa akad hawalah dalam

perbankan syariah cukup diperhatikan kebutuhan dan perkembangannya oleh

DSN-MUI dan disiapkan untuk menjawab segala tantangan kehidupan dan

kebutuhan masyarakat modern terhadap jasa perbankan. Perbankan syariah

berusaha mengadaptasi sistem perbankan universal namun tanpa

mengabaikan konsep spiritual Islam, dengan cara melakukan berbagai

terobosan di bawah pengawasan DSN-MUI, seperti sistem pengenaan fee

atau imbalan dalam penyelesaian hiwalah muthlaqah.

Walaupun fee ini bersifat kerelaan bukan sebuah kewajiban, namun

perbankan syariah telah berusaha menerapkan sistem perbankan yang

menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang

dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian, sehingga upaya

pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dibutuhkan dan

diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas

berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kebutuhan sistem perbankan

yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan aspek

spiritualitas Islam.

Berdasarkan analisis tentang akad hawalah di atas, maka kedudukan

perusahaan pembiayaan syariah akan dapat dijelaskan dalam konstruksi akad

hawalah mutlaqah, namun tidak demikian halnya apabila menggunakan akad

17

Wawancara Bank Muamalat 25 April 2018 sampai dengan tanggal 11 Mei 2018 dan BPRS Al-

Saalam, tanggal 14 Mei 2018 sampai dengan tanggal 31 Mei 2018

Page 111: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

92

hawalah muqayyadah. Penulis berpendapat bahwa akad hawalah

muqayyadah sulit untuk diterapkan dalam kegiatan jasa perusahaan

pembiayaan syariah karena konstruksi tiga pihak dengan perusahaan

pembiayaan syariah bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan

utang atas utang konsumen kepada pihak ketiga, dimana sebelumnya

perusahaan pembiayaan syariah memiliki utang kepada nasabah, tidak

dimungkinkan terjadi

B. Kesesuaian akad hiwalah pada pembiayaan yang bermasalah di

Perbankan Syariah dengan Fatwa DSN-MUI.

Hawalah sebagai salah satu produk perbankan syariah di bidang jasa

telah mendapatkan dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, dimana Undang-Undang ini telah mengatur tentang prinsip

syariah dalam perbankan syariah. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 menegaskan sebagai berikut:

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam

antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan

kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,

antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),

pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakahl, prinsip

jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau

pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan

(ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang

yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)".

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, hawalah mendapatkan dasar hukum yang lebih

kokoh. Dalam Pasal 19 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 disebutkan bahwa kegiatan usaha Bank Umum Syariah antara lain

meliputi “Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau

Page 112: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

93

akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah”, dan di ayat (1)

huruf i yang meliputi “Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri

surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata

berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,

mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.

Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, berkenaan dengan hawalah, Dewan Syariah

Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah terlebih dahulu

mengeluarkan dasar hukum pelaksanaan hawalah yaitu Fatwa DSN-MUI

Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah.

Fatwa DSN-MUI Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah

ditetapkan dengan pertimbangan bahwa terkadang seseorang tidak dapat

membayar utang-utangnya secara langsung. Karena itu, ia boleh

memindahkan penagihannya kepada pihak lain, yang dalam hukum Islam

disebut dengan hawalah, yaitu akad pengalihan utang dari satu pihak yang

berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).

Untuk itu ada beberapa ketentuan umum yang harus dipenuhi sesuai

dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah,

yaitu sebagai berikut :

1. Rukun hawalah adalah muhil ( ),يـل مح الyakni orang yang berutang dan

sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal ( او محال ال ),تـال مح الyakni

orang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih ( ),يـه ل ع محـال الyakni

orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada

muhtal, muhal bih (,)الـحمال هـب yakni utang muhil kepada muhtal, dan

sighat (ijab-qabul).

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Page 113: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

94

4. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan

muhal ‘alaih.

5. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad

secara tegas.

6. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat

hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan hak penagihan muhal berpindah

kepada muhal ‘alaih.

7. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.

Setelah Fatwa DSN-MUI Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Hawalah berlaku beberapa tahun, maka pada tahun 2007 dikeluarkan Fatwa

Dewan Syariah Nasional Nomor : 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil

Ujrah. Fatwa ini dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a) Bahwa fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah

belum mengatur hawalah muthlaqah dan ketentuan ujrah/fee

dalam hawalah;

b) Bahwa akad Hawalah bil ujrah diperlukan oleh LKS guna

memenuhi kebutuhan objektif dalam rangka memberikan

pelayanan terhadap nasabah;

c) Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip

syariah, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang

Hawalah bil Ujrah untuk dijadikan pedoman. Berdasarkan

kepada beberapa pertimbangan sebagaimana dikemukakan di

atas, maka DSN memutuskan menetapkan Fatwa tentang

Hawalah bil Ujrah, yang terdiri ketentuan umum, ketentuan

akad, dan ketentuan penutup, yaitu sebagai berikut :

Page 114: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

95

1. Ketentuan Umum. Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :

a) Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak ke pihak lain,

terdiri atas hawalah muqayyadah dan hawalah muthlaqah;

b) Hawalah muqayyadah adalah hawalah di mana muhil adalah orang

yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal ’alaih

sebagaimana dimaksud dalam Fatwa No.12/DSNMUI/IV/2000

tentang Hawalah;

c) Hawalah muthlaqah adalah hawalah di mana muhil adalah orang

yang berutang tetapi tidak berpiutang kepada muhal ’alaih;

d) Hawalah bil ujrah adalah hawalah dengan pengenaan ujrah/fee;

2. Ketentuan Akad:

a) Hawalah bil ujrah hanya berlaku pada hawalah muthlaqah.

b) Dalam hawalah muthlaqah, muhal ’alaih boleh menerima ujrah/fee

atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil.

c) Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad secara jelas,

tetap dan pasti sesuai kesepakatan para pihak.

d) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

e) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

f) Hawalah harus dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang

terkait.

g) Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad

secara tegas.

h) Jika transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal

berpindah kepada muhal „alaih.

i) LKS yang melakukan akad Hawalah bil Ujrah boleh memberikan

sebahagian fee hawalah kepada shahibul mal.

Page 115: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

96

3. Ketentuan Penutup Jika salah satu pihak tidak menunaikan

kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau

Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

Selain dari dua Fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di atas,

maka ada pula fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia yang juga berkenaan dengan pengaturan tentang

hawalah, yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Nomor: 103/DSN-MUI/X/2016 tentang Novasi Subjekti Berdasarkan Prinsip

Syariah.

Demikian telah dikemukakan tentang dasar hukum penerapan akad

hawalah terutama yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS

tanggal 17 Maret 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan

Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank

Syariah. Dikeluarkannya produk pelayanan jasa dengan akad hawalah

didasarkan pada pertimbangan bahwa terkadang seseorang tidak mampu

untuk membayar hutang kepada orang lain secara tunai, oleh karena itu, agar

pihak yang memberi hutang tidak merasa dirugikan, maka pihak yang

berhutang mengalihkan hutangnya kepada pihak lain atau kepada bank

syariah. Atas dasar itulah, maka DSN-MUI mengeluarkan fatwa terkait

dengan akad hawalah tersebut yang diharapkan dapat diaplikasikan dengan

baik oleh masyarakat yang membutuhkan dan perbankan syariah itu sendiri.

Bentuk akad hawalah yang diterapkan di Bank Muamalat dan BPRS

Al-Saalam adalah hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee. Nasabah

yang ingin menggunakan akad hawalah ini terlebih dahulu diteliti tingkat

kemampuannya dalam melakukan pembayaran pembiayaanya ditakutkan ada

Page 116: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

97

masalah diakhir pembayarannya. Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam tidak

menerapkan hawalah muqayyadah dalam transaksi perbankan sehari-hari,

akan tetapi menerapkan hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee. Hal

ini antara lain karena tidak bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah

Nasional No: 58/DSNMUI/V/2007 tentang Hawalah Bil Ujrah yang

membolehkan adanya hawalah bil ujrah yaitu hawalah dengan pengenaan

ujrah atau fee. Untuk itu Bank sebagai muhal `alaih boleh menerima ujrah

atau fee atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil.

Untuk itu nasabah dapat memilih sendiri model angsuran yang diinginkan.

Dengan demikian penerapan akad hawalah yang diterapkan di Bank

Muamalat dan BPRS al-Saalam sudah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN

No.12/DSNMUI/IV/2000, dan Fatwa DSN No: 58/DSNMUI/V/2007 tentang

hawalah bil ujroh.

Akad hawalah akan diterbitkan setelah nasabah menyatakan

kesediaannya dan bersedia mematuhi ketentuan atau syarat yang diberikan

oleh Bank. Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 58/DSN-MUI/V/2007

tentang Hawalah Bil Ujrah antara lain ditetapkan dengan menggunakan

metode tarjihi untuk mengesampingkan adanya pendapat sebagian ulama

yang menyatakan bahwa pengambilan ujrah dari akad hawalah hukumnya

adalah riba.

Metode tarjihi terlihat dipakai Dewan Syariah Nasional dalam

melakukan studi komparatif terhadap pendapat-pendapat para ulama‟ lintas

mazhab dan meneliti kembali dalil-dalil beserta metode ijtihad yang mereka

gunakan, sehingga dapat diketahui dan dipilih pendapat yang terkuat dalilnya

dan alasannya pun sesuai dengan kaidah tarjihi. Di sini, dengan mengutip

pendapat Mustafa al-Hamsyari, Dewan Syariah Nasional Dewan Syariah

Nasional memilih pendapat yang membolehkan pengambilan ujrah atas

hawalah. Dan mengenai riwayat ijma’ atas keharaman ujrah atas hawalah

Page 117: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

98

mutlaqah, Dewan Syariah Nasional memilih pendapat sebagian ulama yang

menyatakan bahwa periwayatan adanya ijma’ tersebut adalah lemah18

C. Hiwalah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES)

Konsep pengalihan hutang selain dari Fatwa DSN-MUI, pengalihan

hutang juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

yakni sebagaimana yang terdapat dalam Buku II Bab XIII tentang hiwalah.19

secara bahasa, hiwalah bermakna al-intiqaal ( pindah ). sedangkan menurut

istilah, definisi al-hiwalah menurut ulama hanafiyyah adalah memindahkan

(an-Naqlu) penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang

(al-Madiin) kepada tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar

hutang, dalam hal ini adalah al-Muhaal'alaihi)20

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) mengatur mekanisme

pengalihan utang hanya menggunakan satu alternati akad saja, tidak seperti

yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI, akad tersebut yaitu hiwalah.

Mengenai jenis-jenis hiwalah juga tidak dijelaskan secara lengkap, dan

KHES hanya mengatur seputar syarat, rukum dan mekanisme pelaksanaan

hiwalah. Mengenai rukun hiwalah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah (KHES) yang diatur dalam Pasal 362 ayat (1) adalah sebagai

berikut:21

Muhil (peminjam), Muhal (pemberi pinjaman), Muhal'alaih

(penerima hiwalah), Muhal bih (utang) dan akad. Sedangakan syarat

pelaksanaan hiwalah dalam penggunaanya sama dengan syarat pelaksanaan

18

Ahmad Khoirudin, Analisis Fikih Terhadap Pengambilan Ujrah/Fee dalam Fatwa DSN No :

58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah, Tesis, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga, 2016),

hlm.242 19

PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2009), h.102 20

Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 6, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, ( Cet. I; Jakarta:

Gema Inasani, 2011), h.84 21

PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2009), h.102

Page 118: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

99

akad pada umumnya. dimana mengenai syarat-syarat pelaksanaan hiwalah

tersebut dalam KHES terdapat pada Pasal 362 sampai Pasal 372.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) lebih

mengedepankan akad pengalihan hutang dengan akad tabarru' yakni

pengalihan utang dikembalikan kepada akad aslinya sebagaimana yang

terdapat dalam kitab-kitab fiqh klasik. akad tabarru' pada prinsipnya

merupakan akad tolong-menolong. Artinya, harus murni bersifat sosial dan

tidak boleh mengambil keuntungan dari peristiwa akad dimaksud. dalam

akad tabarru' pihak bank yang berbuat kebaikan tersebut tidak

diperkenankan mengambil imbalan (fee) dalam bentuk apapun.

Ada perbedaan pengaturan akad dalam mekanisme pengalihan utang

yang terdapat dalam KHES dengan fatwa DSN-MUI mengenai mekanisme

pengalihan utang disebabkan KHES tidak menyerap fatwa No.31/DSN-

MUI/VI/2002 tentang pengalihan utang tersebut. melainkan hanya menyerap

fatwa No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang pemindahan hutang berbasis akad

hiwalah seperti dalam kitab-kitab fiqh, dan beberapa fatwa umum lainnya.

pengalihan utang yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) lebih diarahkan kepada akad aslinya tentang pengalihan utang

berdasarkan ketentuan dalam KHES Buku II Bab XII Paasal 362 sampai

dengan Pasal 372 tentang akad hiwalah yang berdiri sendiri dengan tujuan

sosial semata. Meskipun fatwa No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang

pengalihan utang dengan alternatif multikadanya boleh digunakan dalam

praktiknya sebab fatwa tersebut juga atas permintaan dari masyarakat dan

Bank Indonesia, namun kegiatan dengan menggunakan multiakad dalam

pengalihan utang akan memberikan kesan riba yang disamarkan jika

melenceng dari prinsip tabarru'/tolong-menolong terhadap esensi akad qard

Maupun akad hiwalah yang merupakan akad sosial.

Sebagai konsekwensinya, ketentuan pembiayaan pengalihan utang

dalam KHES kurang efektif jika dipraktekan dalam usaha perbankan

Page 119: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

100

sebagaimana alternatif pengalihan utang dalam fatwa No.31/DSN-

MUI/IV/2002 tentang pengalihan utang, karena lembaga perbankan

merupakan lembaga yang bidang usahanya mengharap adanya margin

tertentu dari setiap produk perbankan yang ditawarkannya.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) mengenai upaya

yang dilakukan untuk membantu nasabah agar dapat menyelesaikan

kewajibannya jika pembayaranya bermasalah, terdapat dalam Pasal 124 yang

berbunyi sebagaimana berikut:22

a. Sistem pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau cicilan dalam

kurun waktu yang disepakati.

b. dalam hal pembeli mengalami peurunan kemampuan dalam

pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan.

c. keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas dapat

diwujudkan dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam

penyelesaian kewajiban.

Mengenai upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah nasabah

dilembaga keuangan syariah, datur dalam beberapa pasal dalam KHES 23

yaitu Pasal 128 dan Pasal 129.

22

PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal 47-48 23

PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal 49

Page 120: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

101

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian di Bank Muamalat dan BPRS al-

Saalam Bentuk akad hawalah yang diterapkan di Bank Muamalat dan BPRS

Al-Saalam adalah hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee. Nasabah

yang ingin menggunakan akad hawalah ini terlebih dahulu diteliti tingkat

kemampuannya dalam melakukan pembayaran pembiayaanya ditakutkan ada

masalah diakhir pembayarannya. Bank Muamalat dan BPRS Al-Saalam tidak

menerapkan hawalah muqayyadah dalam transaksi perbankan sehari-hari, akan

tetapi menerapkan hawalah muthlaqah dengan pengenaan ujrah/fee.

Hal ini antara lain karena tidak bertentangan dengan Fatwa Dewan

Syariah Nasional No: 58/DSNMUI/V/2007 tentang Hawalah Bil Ujrah yang

membolehkan adanya hawalah bil ujrah yaitu hawalah dengan pengenaan ujrah

atau fee. Untuk itu Bank sebagai muhal `alaih boleh menerima ujrah atau fee

atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil. Untuk itu

nasabah dapat memilih sendiri model angsuran yang diinginkan. Bahwa agar

cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, DSN memandang perlu

menetapkan fatwa tentang hiwalah bil ujrah untuk dijadikan pedoman.

Berdasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas,

maka DSN memutuskan menetapkan Fatwa tentang Hawalah bil Ujrah

Cara penyelesaian pembiayaan bermasalah terhadap bank pada akad

hawalah mempunyai rangkaian sebagai berikut, bank pada awalnya memberi

respon terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara

1. Penjadwalan kembali (rescheduling)

2. Persyaratan kembali (reconditioning)

3. Penataan kembali (restructuring)

Page 121: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

102

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) lebih

mengedepankan akad hiwalah dengan akad tabarru' yakni pengalihan utang

dikembalikan kepada akad aslinya sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab

fiqh klasik. akad tabarru' pada prinsipnya merupakan akad tolong-menolong.

Artinya, harus murni bersifat sosial dan tidak boleh mengambil keuntungan dari

akad hiwalah, karena dalam akad tabarru' pihak bank yang berbuat kebaikan

tersebut tidak diperkenankan mengambil imbalan (fee) dalam bentuk apapun.

B. SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian ini, yang menyatakan bahwa

implementasi akad hawalah pada pembiayaan bermasalah tidak bertentangan

dengan fatwa DSN No. 12/DSN-MUI/IV/2000 peneliti mencoba untuk

memberikan saran dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Disarankan kepada Pihak Bank Syariah untuk melakukan komunikasi

intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar dapat melahirkan

regulasi yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat terhadap

keberadaan akad hawalah sebagai akad dalam menyelesaikan pembiayaan

bermasalah. Selain regulasi yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah

Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Melakukan sosialisasi lebih

intensif agar masyarakat lebih mengetahui tentang keberadaan akad hiwalah

yang digunakan sebagai akad pembiayaan yang lebih islami, yang dilakukan

dengan berbagai bentuk promosi terutama dalam bentuk bauran promosi.

2. Disarankan kepada perbankan syariah untuk lebih memperhatikan asasasas

dari perjanjian Islam baik dalam pembuatan produk-produk pembiayaan

perbankan maupun dalam pengaplikasiannya. Hal ini bertujuan agar

perbankan syariah dapat benar-benar terhindar dari unsurunsur riba. Dengan

demikian dapat terciptanya sebuah lembaga keuangan berbasis syariah yang

Page 122: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

103

sesuai dengan konsep Islam dan para nasabah perbankan syariah menjadi

lebih yakin dan merasa nyaman karena dapat terbebas dari unsur riba

3. Disarankan bagi peneliti , agar hasil penelitian dapat digunakan secara umum

dan luas, maka peneliti berikutnya dapat menggunakan subjek penelitian

lainya atau menambah subjek penelitian, serta menggunakan akad-akad lain

yang sekiranya untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah.

Page 123: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

104

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke Praktek Jakarta: Gema Insani

Press, 2001.

Agustianto. Hiwalah/Hawalah. Presentasi Universitas Indonesia, IEF Trisakti, dan

Universitas Paramadina. Jakarta.,2008.

Abd Hakim, Atang, Fiqh Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011.

Iswandi, Andi, Peran Etika Qur’ani Terhadap Sistem Ekonomi Islam “Jurnal Al-

Iqtishad Ilmu Ekonomi Syariah, Vol. VI. No. 1” Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah, Januari , 2014.

Amalia, Euis “Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam

Perspektif Ekonomi Islam” Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah Al-Iqtishad Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah, Januari 2014.

Alwi, Hasan dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005.

A. Mas'adi , Ghufron , Fiqih Muamalah Kontekstual, Cetakan Pertama, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2002.

Agustianto. Hiwalah/Hawalah. Jakarta: Presentasi Universitas Indonesia, IEF

Trisakti, dan Universitas Paramadina, 2008.

Abd Al Karim as-Sima`il, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Khoirudin, Analisis Fikih

Terhadap Pengambilan Ujrah/Fee dalam Fatwa DSN No : 58/DSN-

MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah, Tesis, (Yogyakarta : IAIN Sunan

Kalijaga, 2016).

Ahmad, Idris , Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta, Karya Indah, 1986.

Ad-Dur Al-Mukhtar Syarhu Tanwir Al-Abshar, V:340; dinukil dari Mauqif Asy-

Syari’ah min AlMasharif Al-Islamiyyah Al-Mu’ashshirah, karya Dr. Abdullah

Abdurrahim Al-Abadi.

Page 124: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

105

Abdul Ghufor, Anshori, Abdul Ghufor, Perbankan Syariah Di Indonesia,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2007.

Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema

Insani, 2001.

Aljaziri, Abdurrahman, Al-fiqh „Ala Madzahib Al-Arba‟ah, juz XII, Maktabah al-

Tijariyah

Al Dardir, Hasyiata Qalyubi Umaira, Dar al-Ihya al-Kutub al-Arabiyah Indonesia.

Tth.

al –Dimyati, Sayyid al bakri al-Dimyati, I‟anat al Thalihin, Semarang: Toha Putra.

Tth.

Arifian,Veithzal Rivai, Islamic Banking: Sebuah teori, konsep, dan aplikasi. Ed. 1

Cet. 1 Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Ali sakti, Darsono, Ascarya, dkk. Perbankan Syariah di Indonesia (Kelembagaan dan

Kebijakan Serta Tantangan Kedepan), Cetakan 1, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2017.

Alwi, Hasan dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005.

Aziz, Abdul Aziz,Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Inter Mas, 1997.

Ahmad, Idris , Fiqih al-Syafi‟iyah, Jakarta: Karya Indah, 1986.

Ahmad, Idris , Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta : Karya Indah, 1986

Anshori, Abdul Ghofur , Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2009

Basri, Hasan Model Penelitian Fiqh; Pradigma Penelitian Fiqh Dan Fiqh Penelitian,

Jilid 1 Jakarta: Kencana, 2003.

Basyir, Ahmad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Cetakan

Kedua, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Buchori, Nur Syamsudin, Koperasi Syari’ah, Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012.

Page 125: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

106

Burhanuddin, Hukum Kontrak Syariah , Yogyakarta: BPFE Yogyakarta , 2009.

Dumairi nor dkk, Ekonomi Syariah , Pasuruan: Pustaka Sidogiri , 2008.

Djamil, Fathurrahman Filsafat Hukum Islam Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1997.-------- Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah Jakarta: Logos, 1995.

Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta:

Logos, 1995.

Dewi, Gemala Dewi, et. al., Hukum Perikatan Islam Indonesia, Cetakan Kedua

Jakarta: Kencana, 2006.

Daeng, H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011.

Fikri, Ali , Al-Mu’amalat Al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz 2, Mesir Mathba‟ah

Musthafa Al-Babiy AlHalaby, cet I, 1357.

Ghazaly, Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.

Djazuli, Ahmad Djazuli, Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta : Grafindo Persada,

2002.

Hakim, Atang abd, Fiqh Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011.

Hasan, Zubairi, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta : Rajawali Pers,2009

Hulwati, Ekonomi Islam, Teori dan Prakteknya dalam Perdagangan Obligasi

Syariah di Pasar Modal Indonesia dan Malayia, Ciputat Press. 2015.

Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama 2007.

Hasan, Ali , Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo

Persada, 2004.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2007

Ismail Al-Bukhari, Muhammad bin, Shahih Al-Bukhari, Juz 2, Dar al-Fikr, Beirut, tt.

Ibnu Abidin Raad Almukhtar, Juz VIII, beirut: Darul Kitab Al-Ilmiah,1994.

Page 126: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

107

Ibnu Abidin, Raad al Mukhtar, Beirut: Daar Kitab Alilmiah, juz VIII, 1994, h. 10

Rusyd, Ibnu, "Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujatahid" Kitab Al-Hiwalah,

Jakarta : Pustaka Amani, 2002

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011.

Jafri, Syafii, Fiqh Muamalah, Pekanbaru : Suska Press, 2008.

Jayadi, Abdullah, Beberapa Aspek tentang Perbankan Syariah, Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2011.

Karim, Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Raja Raja Wali Pers,

2004

Muharrom, M.Tamyiz, Kontrak Kerja: Antara Kesepakatan dan Tuntutan

Pengembangan SDM, dalam Al Mawarid Jurnal Hukum Islam, Edisi X :

Yogyakarta: Program Studi Syariah FIAI UII, 2003.

Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Unit Penerbit dan Percetakan

(UPP) AMP YKPN, Yogyakarta, 2005.

Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2015.

Muharrom, M.Tamyiz, Kontrak Kerja: Antara Kesepakatan dan Tuntutan

Pengembangan SDM, dalam Al Mawarid Jurnal Hukum Islam, Edisi X :

Yogyakarta: Program Studi Syariah FIAI UII, 2003.

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia 2004.

Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta Unit Penerbit dan

Percetakan (UPP) AMP YKPN, 2005.

Nurhayanti Sri, Akuntansi Syariah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Nur Syamsudin Buchori, koperasi syari‟ah, Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2001

Nor dkk, Dumairi, Ekonomi Syariah, Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2008.

.

Page 127: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

108

Samuel L, Hayes, Frank E. Vogel, Islamic Law And Finance: Religion, Risk And

Return The Netherlands: Kluwer Internasional, 1998.

.

Soemitra, Andi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana , 2010.

Susanto Burhanuddin . Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta:UII.

2008,

Suhendi, H. Hendi , Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011

Sri, Nurhayanti, Akuntansi Syariah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Yogyakarta: EKONISIA,

2003.

Sakka Pati, Ahmadi Miru, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai

1456 BW), (Jakarta Rajagrafindo Persada,2011.

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta : Sinar Grafika 1987.

Susanto, Burhanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Mataram: Genta

Press, 2008

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia,

2005.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3 Jakarta: Universitas

Indonesia-Press, 1986.

Sri Mamudji, Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2001.

Syafe'I, Rachmad, Fiqih Muamalah, Cetakan Kedua, Bandung: CV. Pustaka Setia,

2004.

Thalib, Hasballah, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktik di Bank

Sistem Syariah, Medan : Program Pasca Sarjana USU Konsentrasi Hukum Islam,

2005).

Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014.

Page 128: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

109

Supriyono, Maryanto, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta: Andi, 2011.

Sabiq, Sayyid , Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara,2004.

Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004.

Trisadini Prasastinah Usanti dan A.Shomad, “Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Bank Syariah”, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unair, 2008.

Trisadini. P., Transaksi Bank Syariah, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah:

Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta : Penerbit Djambatan, 2001.

Tampubolon, Robert, Risk Mangement: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank

Komersial. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004.

Taqiyudin Abu Bakar Muhammad al-Husain al-Damsyiqi, Kifayat al-Akhyar, Daar

AL- Qutub Al-Ilmiah.

Usanti Trisadini P, Transaksi Bank Syariah, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Yulianti, Rahmani Timorita, Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak

Syariah, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia,

Jurnal Ekonomi Islam La-Riba Vol.11, No. 1, Juli 2008.

Zulkifli, Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syari’ah, Jakarta : Zikrul

Hakim 2001.

Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh, Juz 5, Dar Al-Fikr, Damaskus

1986

B. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pada Pasal 1 (Butir 4) Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disusun sebagai respon terhadap UU No. 3

Tahun 2006

Page 129: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

110

Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA),

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama

Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan

UndangUndang Nomer 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Perbankan Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu PBI No. 71 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan

Prinsip Syariah dalam Penghimpunan Kegiatan Dana dan Penyaluran Dana

Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah

PBI No. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 huruf c PBI No. 9/19/PBI/2007 menyebutkan

bahwa “Pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(1), dilakukan sebagai berikut : dalam kegiatan pelayanan jasa dengan

mempergunakan antara lain akad kafalah, hawalah dan sharf

Fatwa DSN-MUI Nomor: 103/DSN-MUI/X/2016 tentang Novasi Subjekti

Berdasarkan Prinsip Syariah.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 perihal

Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan

Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah

Fatwa No.12/DSNMUI/IV/2000 tentang Hawalah

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil

Ujrah

Peraturan Bank Indonesia No.10/32/PBI/2008 tentang komite Perbankan Syariah

Page 130: IMPLEMENTASI AKAD HAWALAH PADA PEMBIAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43781/1/WULAN SITI... · Syariah (KHES) lebih mengedepankan akad hiwalah dengan akad

111

C. Majalah/Seminar/Wawancara/Artikel/Website

www. wordpress.com/2018/1/28/bank-perkreditan-rakyat-bpr-syariah/ html, diakses

pada 11 April 2018 Pukul.10.00 WIB.

http://alhushein.blogspot.co.id/2012/01/akad-tabaru-dan-tijarah.html

www. wordpress.com/2018/1/28/bank-perkreditan-rakyat-bpr-syariah/.

http://alhushein.blogspot.co.id/2017/01/akad-tabaru-dan-tijarah.html, diakses pada 15

Januari 2017 Pukul.09.00 WIB.

https://rumaysho.com/149-mudahkanlah-orang-yangberutangpadamu.html,diakses,15

Januari 2017 Pukul.10.00 WIB.

https://yufidia.com/fiqh-hiwalah-pemindahan-utang/html, diakses, 15 Januari 2017

http://contohdakwahislam.blogspot.com/2014/01/bab-hawalah-peralihan-hutang.html,

Tanggal 27 Juli 2018, pukul 10.00