ii. tinjauan pustaka a. rambutan (nephelium lappaceumdigilib.unila.ac.id/12501/2/bab 2. tinjauan...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rambutan (Nephelium lappaceum)
1. Morfologi
Menurut data BPDAS Pemali Jratun (2010), rambutan diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum
Menurut Prihatman (2000), rambutan termasuk tanaman tropis yang
berasal dari Indonesia dan telah menyebar ke daerah beriklim tropis lainnya
seperti Filipina, Malaysia dan negara-negara Amerika Latin. Pertumbuhan
rambutan sangat dipengaruhi oleh iklim, terutama ketersediaan air dan suhu.
Intensitas curah hujan berkisar antara 1.500 – 2.500 mm/tahun dan merata
sepanjang tahun. Suhu optimal bagi pertumbuhan rambutan adalah 25o C pada
siang hari. Intensitas cahaya matahari sangat berperan penting, karena berkaitan
7
erat dan mempengaruhi suhu lingkungan. Kelembaban udara yang dibutuhkan
oleh rambutan tergolong rendah, karena pada kelembaban udara yang rendah,
udara akan menjadi kering kering sedikit uap air, dan kondisi tersebut cocok unutk
pertumbuhan rambutan.
Menurut Setiawan (2003), rambutan mempunyai tinggi antara 15-25 m,
ranting bercabang-cabang, dan daunnya berwarna hijau. Buah bentuknya bulat
lonjong, panjang 3-5 cm dengan duri temple (rambut) lemas sampai kaku. Kulit
buah berwarna hijau, dan menjadi kuning atau merah kalau sudah masak. Dinding
buah tebal. Biji berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna putih
transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air. Rasanya bervariasi
dari masam sampai manis dan kulit biji tipis berkayu.
2. Manfaat
Rambutan selain menjadi tanaman konsumsi mempunyai manfaat lain
yaitu seluruh bagian dari rambutan sebagai tanaman obat (Setiawan, 2003).
Bagian dari rambutan yang dapat digunakan yaitu, kulit kayu, daun, kulit buah
dan biji. Manfaat dari bagian-bagian rambutan sebagai berikut:
a. Kulit kayu : sebagai obat sariawan
b. Daun : sebagai perawatan rambut
c. Kulit buah : sebagai obat disentri dan demam
d. Biji : sebagai obat kencing manis
3. Kandungan Kimia Kulit Buah dan Biji Rambutan
Rambutan merupakan tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai
antibakteri alami. Menurut Setiawan (2003), buah rambutan mengandung
8
karbohidrat, protein, lemak, fosfor, besi, kalsium dan vitamin C. Kulit buah
mengandung tanin dan saponin. Biji mengandung lemak dan polifenol. Daun
mengandung tanin dan saponin. Kulit batang mengandung tanin, saponin,
flavonida, pectic substance, dan zat besi. Senyawa-senyawa tanin, saponin, dan
flavonoid termasuk senyawa golongan fenol yang merupakan zat antibakteri yang
kuat (Brooks et al, 1996).
Ekstrak etanol kulit buah rambutan memiliki kemampuan meredam radikal
bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) lebih besar dibandingkan vitamin E,
sedangkan senyawa felonik seperti asam ellagat, corilagin, dan geraniin yang
diisolasi dari ekstrak metanol kulit buah rambutan merupakan senyawa yang
bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidan (Khasanah, 2011).
Berdasarkan penelitian Thitilerdecha et al. (2008) dalam Khasanah (2011),
senyawa fenolik yang terdapat dalam ekstrak biji rambutan merupakan senyawa
yang berperan dalam aktivitas antioksidan dan antibakteri. Biji rambutan
mengandung polifenol dan beberapa senyawa golongan flavonoid yang telah
berhasil diisolasi dari ekstrak etanol biji rambutan yaitu senyawa flavonol
tersubstitusi gula pada posisi 7-O dengan gugus hidroksil pada posisi 3, 5, dan 4’,
senyawa flavonol tersustitusi pada 3-O dan 7-O dengan gugus hidroksil pada
posisi 5 dan 4’; dan senyawa flavonoid tersubstitusi pada 5-O (Melissa et al,
2006).
Biji rambutan juga mengandung lemak polifenol cukup tinggi. Komposisi
zat-zat kimia dalam biji rambutan tersebut menghasilkan khasiat hipoglikemik
(menurunkan kadar gula dalam darah) sehingga biji rambutan banyak digunakan
untuk pengobatan alternatif guna menormalkan kadar gula darah penderita
9
kencing manis (diabetes melitus yang cenderung tinggi). Selain itu, minyak dari
biji rambutan dapat digunakan untuk produksi lilin dan sabun (Khasanah, 2011)
Zulhipri et al. (2007), yang melakukan uji fitokimia ekstrak rambutan
menyimpulkan bahwa ekstrak metanol biji rambutan mengandung senyawa
fenolik dan flavanoid. Sedangkan ekstrak diklorometana dan ekstrak n-heksana
biji rambutan tidak mengandung steroid, triterpenoid, alkaloid, felonik, saponin,
maupun flavanoid. Ekstrak metanol, diklorometana dan n-heksana biji rambutan
tidak memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase. Namun, ekstrak
metanol biji rambutan memiliki aktivitas hipoglikemik pada mencit.
Gambar 2. Rumus bangun flavonoid
B. Bakteri Patogen Pada Ikan
Bakteri adalah sel prokariotik yang tidak mempunyai selaput inti (Brooks
et al, 1996), ukuran bakteri biasanya antara 0,75-4 µm, dan mempunyai bentuk
batang dan bulat (Hugo and Russel, 1998). Bakteri patogen menyerang ikan
biasanya karena kondisi perairan yang buruk dan ikan dalam keadaan stres
(Austin and Austin, 2007). Ikan yang telah terinfeksi bakteri patogen biasanya
mempunyai ciri luka, adanya pembengkakan, daya respon menurun, dan terdapat
koloni bakteri pada tubuh ikan.
10
1. Aeromonas salmonicida
Bakteri ini lebih banyak menyerang ikan air tawar dan beberapa
menyerang ikan air laut. A.salmonicida dapat tumbuh diberbagai media bakteri
standar yang umum digunakan (TSA dan BHI). Bersifat anaerob fakultatif,
koloninya berwarna putih, kecil, bulat, cembung, dan utuh (Sarono et al., 1993)
A. salmonicida merupakan agen penyebab penyakit furunkulosis. Pada
awalnya A. salmonicida teridentifikasi pada Salmonidae, dan selama bertahun-
tahun inang telah semakin luas. Infeksi A. salmonicida diketahui terjadi pada
beberapa wakil-wakil dari famili Osteicthys, termasuk Cyprinidae, Serranidae dan
Anoplopomatidiae (Austin and Austin, 2007).
Furunkulosis ditandai dengan munculnya bisul atau tonjolan besar pada
ikan. Gejala yang ditunjukkan secara eksternal dan internal adalah, pembengkakan
ginjal, borok, tonjolan besar (bisul), gastroenteritis (Glogowski, 2010), kelesuan,
pendarahan pada vena, dan pendarahan pada jaringan dan otot (Austin and Austin,
2007).
2. Aeromonas hydrophila
A. hydrophila dapat ditemukan pada lingkungan air tawar dan payau. A.
hydrophila berbentuk batang, mempunyai flagel, bersifat gram negatif, dan
merupakan anaerob. A. hydrophila mempunyai diameter 0,3-1,0 µm, panjang 1,0-
3,5 µm dan dapat tumbuh optimal pada suhu 28°C, tetapi dapat tumbuh pada suhu
ekstrem yaitu antara 4°C-37°C (Martin, 2004).
A. hydrophila merupakan penyebab penyakit pada ikan yang dikenal
dengan “Motil Aeromonas Septicemia” (MAS) atau “Penyakit Red-Sore” (bercak
merah) (Austin and Austin, 2007). Ikan yang terinfeksi memiliki gejala yang
11
berbeda,antara lain kematian mendadak pada ikan sehat, hilangnya nafsu makan,
ketidaknormalan renang, insang pucat, bentuk tubuh membengkak, dan borok
pada kulit. Gejala yang berbeda tergantung pada sejumlah faktor termasuk
virulensi organisme, resistensi ikan terhadap infeksi, ada atau tidaknya bakterimia
atau septikemia, dan faktor stres yang berhubungan dengan ikan (Swann and
White, 1991).
Infeksi A. hydrophila dapat ditularkan melalui mulut dan kulit. Luka kecil
pada kulit mampu menginfeksi ikan sehat. Bakteri yang tertelan akan berkembang
biak di dalam epitel intestinum dan sejumlah bakteri selanjutnya dilepas melalui
feses dan siklus infeksi terus berlanjut (Irianto, 2003).
3. Streptococcus sp.
Streptococcus sp. tergolong grup bakteri yang sangat heterogen. Beberapa
dari Streptococcus sp. adalah bagian dari flora, sedangkan yang lainnya
merupakan bakteri patogen potensial (Douglas, 1997). Streptococcus sp.
merupakan bakteri gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dalam bentuk
berpasangan atau rantai pendek. Streptococcus sp. mempunyai diameter antara
0,6-1,0 µm (Todar, 2008).
Streptococcus sp. dapat tumbuh pada media standar (TSA, BHI, dan agar
darah) dan pada suhu yang ekstrem, yaitu antara 10°C-45°C. Koloni berwarna
putih, transparan, rata, dan agak cembung. Penyebaran terjadi diperairan tawar
maupun laut. Sumber infeksi berasal dari ikan pembawa atau air yang telah
terkontaminasi bakteri, bahkan data dari makanan ikan yang terinfeksi (Sarono et
al., 1993)
12
Secara umum penyakit yang disebabkan Streptococcus ditandai dengan
eksoptalmia, pembesaran abdomen, pendarahan pada mata, tutup insang, pangkal
sirip, dan permukaan tubuh, dan warna kulit menjadi gelap (melanosis). Adapun
tanda-tanda internalnya antara lain enteritis, pemucatan hati, kerusakan hati,
ginjal, limpa dan intestinum, serta terjadi akumulasi nanah pada rongga perut
(Irianto, 2003).
4. Vibrio alginolyticus
Vibrio alginolyticus merupakan bakteri halofilik (garam-toleran) Gram-
negatif ditemukan secara alami di laut beriklim sedang dan lingkungan muara.
Jenis ini diakui sebagai patogen manusia, dan kejadian infeksi secara signifikan
meningkatkan sewaktu musim panas (Reilly et al., 2011)
Menurut Austin and Austin (2007), V. alginolyticus menyebabkan ikan
yang terinfeksi menjadi lamban, kulit gelap, sisik gelap, dan borok. Ikan yang
telah terinfeksi akan mengalami perubahan tingkah laku setelah 3 – 12 jam
(Yanuhar, 2009). Hati, kapiler di dinding usus, kandung kemih dan peritoneum
menjadi padat. Secara bersamaan, kantung empedu dan usus menjadi
membengkak yang berisi cairan bening. (Austin and Austin, 2007)