ii. tinjauan pustaka 2.1. badan usaha milik negara · c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa...

27
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Badan Usaha Milik Negara Dalam UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Ruru dalam Soegiharto (2005), latar belakang filosofis dari terciptanya UU BUMN adalah didasarkan pada UUD 1945 pasal 33 yang mengatakan bahwa: Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Upaya mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan tugas konstitusi bagi Negara. Tugas konstitusi dilakukan melalui regulasi sektoral dan kepemilikan Negara terhadap unit-unit usaha (BUMN). Pendirian BUMN di berbagai negara bila diteliti secara seksama sebenarnya memiliki beberapa kesamaan. Salah satunya adalah sebagai agent of development yang memiliki kemiripan dengan tugas dari amanat pasal 33 dalam UUD 1945. Pemerintah Republik Indonesia mendirikan BUMN bertujuan untuk mendorong pengembangan perekonomian nasional, hal tersebut sebagaimana yang tertulis dalam UU No.19 tahun 2003 terkait maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. b. Mengejar keuntungan. c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Upload: trantruc

Post on 28-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Badan Usaha Milik Negara

Dalam UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,

BUMN didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Ruru dalam

Soegiharto (2005), latar belakang filosofis dari terciptanya UU BUMN adalah

didasarkan pada UUD 1945 pasal 33 yang mengatakan bahwa: Cabang-

cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara. Upaya mewujudkan sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat merupakan tugas konstitusi bagi Negara. Tugas

konstitusi dilakukan melalui regulasi sektoral dan kepemilikan Negara

terhadap unit-unit usaha (BUMN).

Pendirian BUMN di berbagai negara bila diteliti secara seksama

sebenarnya memiliki beberapa kesamaan. Salah satunya adalah sebagai agent

of development yang memiliki kemiripan dengan tugas dari amanat pasal 33

dalam UUD 1945. Pemerintah Republik Indonesia mendirikan BUMN

bertujuan untuk mendorong pengembangan perekonomian nasional, hal

tersebut sebagaimana yang tertulis dalam UU No.19 tahun 2003 terkait

maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

b. Mengejar keuntungan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan

oleh sektor swasta dan koperasi.

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Sedangkan bentuk dari Badan Usaha Milik Negara sendiri telah

tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 19

Tahun 2003 BUMN terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Perusahaan Perseroan (Persero)

Adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi

dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu

persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan

utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan Perusahaan Perseroan

Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang

modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau

Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal.

2. Perusahaan Umum (Perum)

Adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi

atas saham. Perusahaan Umum bertujuan untuk kemanfaatan umum yaitu

berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus

mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2.2. Privatisasi

Privatisasi mulai banyak diterapkan pada awal dekade 1980an ketika

terjadi krisis ekonomi global, privatisasi dilakukan dalam rangka

menyehatkan unit bisnis yang dikelola oleh negara. Inggris merupakan negara

yang dianggap sebagai kiblat dari privatisasi global karena privatisasi dan

deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1980an

dianggap sukses. Merujuk pada sukses Inggris dalam memprivatisasi dan

karena tekanan krisis ekonomi global, pemerintah negara dunia ketiga dan

negara yang memiliki utang banyak mengikuti berbagai kebijakan privatisasi

tersebut. Kesuksesan yang dicapai Inggris telah memberikan inspirasi pada

sejumlah negara sebagai pertimbangan untuk melakukan privatisasi aset

negara (IGCGS, 2003).

Privatisasi menurut Bastian (2002) merupakan kebijakan publik yang

mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat

mengendalikan ekonomi secara efisien. Hal tersebut menyadarkan bahwa

sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini

seharusnya diserahkan kepada sektor swasta.

Sedangkan UU No.19 tahun 2003 dan PP No.33 tahun 2003,

mendefinisikan privatisasi sebagai penjualan saham persero yang kegiatan

usahanya tidak harus dilakukan oleh BUMN, dan persero tersebut memiliki

unsur teknologi cepat berubah sehingga memerlukan investasi yang sangat

besar untuk menggantinya. Privatisasi dapat dilakukan dengan menjual

sebagian kepemilikan ataupun seluruhnya kepada pihak lain. Hal tesebut

dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,

memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas

kepemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi terhadap sebuah unit usaha

yang dikelola oleh negara dilakukan dengan beberapa metode (IGCGS,

2003), yaitu :

a. Initial Public Offering (IPO), adalah metode penjualan yang dilakukan di

pasar modal, sehingga semua masyarakat bisa menjadi pemilik unit usaha

yang diprivatisasi.

b. Strategic Sales, adalah metode penjualan unit usaha langsung kepada

investor strategis, tidak melalui lantai bursa.

c. Kerjasama Operasi (KSO), adalah konsep bagi hasil yang berimbang dan

konsisten antara pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas yang meng-

outsource salah satu atau sebagian dari unit usaha yang dilakukan kepada

pihak swasta.

d. Employee Managemenet Buy Out (EMBO), adalah pembelian saham

mayoritas oleh suatu konsorsium yang diorganisasi dan dipimpin oleh

manajemen perusahaan yang berangkutan. Biasanya para manajer hanya

menempatkan sejumlah kecil dari modal yang dibutuhkan dan diikuti oleh

pemodal lainnya seperti perusahaan model ventura adau bank investasi.

Metode EMBO ini lebih banyak digunakan khusunya pada perusahaan

kecil yang asetnya lebih banyak terdiri atas keahlian tertentu daripada

berupa properti. Dalam rangka membantu supaya perseroan dapat dibeli

oleh manajemen atau karyawan, maka aset perusahaan dapat dijual lebih

dahulu oleh pemerintah kepada pihak lain dan disewakan kembali kepada

perusahaan tersebut.

2.3. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

BUMN sebagai perusahaan yang dimiliki oleh negara perlu dikelola

secara profesional dan menguntungkan. Pemerintah sebagai pengelola perlu

memonitor kondisi kesehatannya terutama dari aspek keuangannya demi

menjaga eksistensi BUMN tersebut. Berdasarkan pasal 3 Keputusan Menteri

Badan Usaha Milik Negara No: KEP-100/MBU/2002 bahwa penilaian tingkat

kesehatan ditetapkan setiap tahun. Tingat kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 dibedakan atas Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Tingkat

Kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja

Perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian

aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi.

Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN tersebut berlaku bagi seluruh

BUMN non jasa keuangan maupun BUMN jasa keuangan kecuali Persero

Terbuka dan BUMN yang dibentuk dengan Undang Undang tersendiri serta

diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP-

100/MBU/2002. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN yang bergerak dibidang

non jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang

infrastruktur dan BUMN yang bergerak dalam bidang non infrastruktur.

Sedangkan BUMN jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dalam bidang

usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan.

BUMN infrastruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan

barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat luas, yang bidang usahanya

meliputi:

a. Pembangkitan, transmisi atau pendistribusian tenaga listrik.

b. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan angkutan

barang atau penumpang baik laut, udara atau kereta api.

c. Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut atau sungai atau danau,

lapangan terbang dan bandara.

d. Bendungan dan irigasi.

Sedangkan BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang

usahanya diluar bidang diatas. Dengan dikeluarkannya peraturan baru pada

tahun 2002, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998

dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara

Nomor Kep.215/M- BUMN/1999 tentang Penilaian Tingkat Kinerja Badan

Usaha Milik Negara dinyatakan tidak berlaku lagi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP-

100/MBU/2002 yang baru, maka ditentukan bobot yang berbeda antara

BUMN Infrastruktur dan BUMN non infrastruktur dalam menilai

keberhasilan BUMN pada aspek keuangan. Hal tersebut dijelaskan dalam tata

cara penilaian tingkat kesehatan BUMN non jasa keuangan sebagai berikut

ini.

TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN

BUMN NON JASA KEUANGAN

Aspek Keuangan

1. Total Bobot

- BUMN INFRASTRUKTUR 50

- BUMN NON INFRASTRUKTUR 70

2. Indikator yang dinilai dari masing-masing bobotnya.

Dalam penilaian aspek keuangan ini, idikator yang dinilai dan masing-

masing bobotmya adalah seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan

Indikator Bobot

Infrastruktur Non Infrastruktur

1. Imbalan kepada pemegang saham

(ROE)

15 20

2. Imbalan Investasi (ROI) 10 15

3. Rasio Kas 3 5

4. Rasio Lancar 4 5

5. Colection Periods 4 5

6. Perputaran persediaan 4 5

7. Perputaran total aset 5

8. Rasio modal sendiri terhadap total

aktiva

6 10

Total Bobot 50 70

Sumber : Keputusan Menteri BUMN No: KEP-100/MB

3. Metode Penilaian

a. Return On Equity (Imbalan Kepada Pemegang Saham)

Rumus ROE : x 100 %

b. Return on Ivestment (Imbalan Investasi)

Rumus ROI : x 100%

c. Cash Ratio (Rasio Kas)

Rumus Cash Ratio : x 100%

d. Current Ratio (Rasio Lancar)

Rumus Current Ratio : x 100%

e. Collection Periods

Rumus CP : x 100%

f. Perputaran Persediaan

Rumus PP : x 100%

g. Total Asset Turn Over (Perputaran Total Aset)

Rumus TATO : x 100%

h. Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS Terhadap TA)

Rumus TMS terhadap TA : x 100%

2.4. Initial Public Offering (IPO)

Dalam modul Sekolah Pasar Modal, initial public offering atau yang

dikenal dengan istilah go pulik adalah kegiatan yang dilakukan oleh emiten

(perusahaan yang akan go publik) untuk menjual saham atau efek kepada

masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan

Peraturan Pelaksanaannya. Sedangkan menurut Sitompul (2004), Initial

Public Offering merupakan penjualan saham suatu perusahaan kepada para

investor (pemodal) yang dilakukan untuk pertama kalinya. Terdapat berbagai

macam manfaat dan konsekuensi yang harus ditanggung perusahaan ketika

melakukan go publik. Manfaat tersebut sebagaimana ditulis dalam modul

Panduan Go Publik yang dikeluarkan oleh JSX yaitu:

1. Memperoleh Sumber Pendanaan Baru

Dengan menjadi perusahaaan publik, perusahaan bisa memperoleh dana

dari penjualan saham yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha,

baik untuk penambahan modal kerja maupun ekspansi usaha.

2. Memberikan Competitive Advantage dalam Pengembangan Usaha

Dengan menjadi perusahaan publik, perusahaan dituntut oleh banyak pihak

untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja operasionalnya. Selain itu

melalui penjualan saham perusahaan juga berkesempatan untuk mengajak

para partner kerjanya untuk turut memegang saham perusahaan.

3. Peningkatan Kemampuan Going Concern

Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kemampuan untuk

tetap dapat bertahan dalam kondisi apapun termasuk kondisi yang dapat

membangkrutkan perusahaan. Sebagai contoh dengan menjadi perusahaan

publik, jika perusahaan tersebut mengalami gagal bayar hutang maka

tersedia jalan keluar bagi kreditur untuk mengkonversi hutang menjadi

saham yang selanjutnya saham tersebut bisa dijual melalui mekanisme

bursa.

4. Meningkatkan Citra Perusahaan

Dengan go publik prusahaan akan mendapatkan perhatian media dan

komunitas keuangan. Hal ini berarti perusahaan mendapat publikasi secara

cuma-cuma, sehingga dapat meningkatkan citranya.

Sedangakan konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan

yang melakukan Public Offering atau go publik diantaranya terjadi

pengurangan presentase saham pemilik perusahaan. Hal tersebut dikarenakan

pemilik sebelumnya telah menjual sebagian saham yang dimilikinya ke

publik. Lalu perusahaan juga dituntut untuk mematuhi segala peraturan

terkait dengan pasar modal dimana perusahaan tersebut melakukan go publik.

Di samping itu, setelah perusahaan menjadi perusaaaan publik maka

akan terdapat tekana untuk meningkatkan performansi dan membayarkan

deviden kepada pemegang saham, untuk itu harus diwaspadai bahwa

keberhasilan untuk jangka panjang mungkin akan terancam bila manajemen

dipaksakan untuk mengejar tujuan dalam jangka pendek oleh para pemegang

saham. Pemegang saham (pemodal) harus disuguhi laporan triwulan dan

tahunan pemegang saham tentang keadaan keuangan perusahaan, hal ini akan

menambah besarnya tekanan bagi peningkatan performansi peusahaan,

terutama di masa-masa sedang meningkatnya kondisi pasar. Para pemodal

tentunya menginginkan laba dari investasinya dan apabila mereka tidak puas

atau kecewa, akan dapat pula menurunkan harga saham di pasar modal karena

mereka akan menjual sahamnya secara besar-besaran (Sitompul, 2004).

2.5. Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil refleksi dari sekian

banyak transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan. Transaksi dan

peristiwa yang bersifat finansial dicatat, digolongkan, dan diringkaskan

dengan cara setepat-tepatnya dalam satuan uang, dan kemudian diadakan

penafsiran untuk berbagai tujuan. Laporan keuangan merupakan hasil

tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan. Laporan keuangan

ini disusun dan ditafsirkan untuk kepentingan manajemen dan pihak lain yang

menaruh perhatian atau mempunyai kepentingan dengan data keuangan

perusahaan (Jumingan, 2008).

Sedangkan menurut Munawir (1995) laporan keuangan pada dasarnya

adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk

berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusaaan dengan

pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan

tersebut. Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah

sebagai “alat penguji” dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk

selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi

sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan

perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisa tersebut pihak-pihak yang

berkepentingan dapat mengambil suatu keputusan. Jadi untuk mengetahui

posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh

perusahaan perlu adanya laporan keuangan dari perusahaan tersebut.

Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan tidak dibuat

secara serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai dengan aturan dan

standar yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar laporan keuangan mudah

dibaca dan dimengerti. Laporan Keuangan yang disajikan perusahaan sangat

penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Disamping itu, banyak

pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan yang

dimiliki perusahaan, seperti pemerintah, kreditor, investor, maupun para

supplier (Kasmir, 2010).

Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi

yang penting di samping informasi lain seperti informasi industri, kondisi

perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kulitas manajemen dan lainnya. Ada

tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan (1) Neraca, (2) Laporan

rugi laba, dan (3) Laporan aliran kas. Disamping ketiga laporan pokok

tersebut, dihasilkan juga laporan pendukung seperti laporan laba ditahan,

perubahan modal sendiri, dan diskusi-diskusi oleh pihak manajemen (Halim

dan Hanafi, 2007).

Menurut Jumingan (2008) laporan keuangan disusun dengan maksud

untuk menyajikan laporan kemajuan perusahaan secara periodik. Manajemen

perlu mengetahui bagaimana perkembangan keadaaan investasi dalam

perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai selama jangka waktu yang diamati.

Laporan kemajuan perusahaan tersebut pada hakikatnya merupakan

kombinasi dari fakta-fakta yang tidak dicatat (recorded facts), kesepakatan-

kesepakatan akuntansi (accounting conventions), dan pertimbangan-

pertimbangan pribadi (personal judgments). Pertimbangan atau pendapat

pribadi berkaitan dengan kompetensi dan integritas pihak-pihak yang

menyusun laporan keuangan, sedang kesepakatan akuntansi akan bersumber

pada prinsip dan konsep akuntansi yang lazim diterima umum.

Fakta-fakta yang telah dicatat (recorded facts) menunjuk pada data

yang berasal dari catatan akuntansi. Sebagai contoh, data tentang jumlah kas

yang ada di tangan dan disimpan di bank, jumlah wesel tagih dan piutang

dagang kepada langganan dan debitur lain, jumlah aktiva tetap, jumlah utang

kepada kreditur, jumlah penjualan barang dagangan, dan lain-lain. Pos-pos

tersebut dicatat berdasarkan harga historisnya (original cost), yakni jumlah

yang dibayarkan pada waktu transaksi itu terjadi, bukan dinilai berdasarkan

jumlah yang harus dikorbankan jika aktiva tersebut akan diganti (replacement

cost). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa neraca itu tidak

mencerminkan keadaan keuangan perusahaan menurut kondisi perekonomian

yang paling akhir karena segala sesuatunya bersifat historis.

Perlu diketahui juga bahwa terdapat faktor-faktor tertentu yang

mungkin mempengaruhi keadaaan keuangan perusahaan tetapi tidak dicatat

dalam catatan-catatan seperti terlihat pada neracanya, karena faktor tersebut

tidak dapat dinyatakan dalam jumlah uang. Faktor-faktor tersebut misalnya

order-order yang tidak dapat dipenuhi, kontrak-kontrak pembelian dan

penjualan yang telah disepakati, kemampuan dan kejujuran manajemen dan

sebagainya.

2.5.1 Neraca

Menurut Manurung (2006) neraca adalah sebuah laporan keuangan

yang berisikan kekayan yang dikenal dengan asset dan hutang serta modal

perusahaan. Bentuk neraca seperti huruf T dimana besaran aktiva terletak

pada sisi kiri dan besaran pasiva disebelah kanan. Neraca memperlihatkan

kekayaan, hutang dan modal pada satu waktu tertentu.

Neraca merupakan laporan yang menunjukan posisi keuangan

perusahaan pada tangal tertentu. Arti dari posisi keuangan dimaksudkan

adalah posisi jumlah dan jenis aktiva dan pasiva suatu perusahaan.

Penyusunan komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas

dan jatuh tempo. Artinya penyusunan komponen neraca harus didasarkan

likuiditasnya atau komponen yang paling mudah dicairkan. Misalnya kas

disusun lebih dulu karena merupakan komponen yang paling likuid

dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Sementara itu berdasarkan jatuh

tempo, yang menjadi pertimbangan adalah jangka waktu terutama untuk sisi

pasiva. Contohnya untuk kewajiban (utang) disusun dari yang paling pendek

sampai yang paling panjang (Kasmir, 2010).

2.5.2 Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan

yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu.

Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-

sumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya

dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah

pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi.

Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan

laba. Sebaliknya bila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka

perusahaan dikatakan rugi (Kasmir, 2010).

Sedangkan menurut Hanafi dan Halim (2007), laporan laba rugi

adalah meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama periode akuntansi

tertentu. Laporan ini seing dipandang sebagai apran akuntansi yang paling

enting dalam laporan tahunan. Kegiatan perusahaan selama periode tertentu

mencakup aktivitas rutin atau operasional, di samping aktivitas-aktivitas yang

sifatnya tidak rutin dan jarang muncul. Di samping itu perusahaan mungkin

memtuskan untuk menghentikan lini bisnis tertentu, melakukan perubahan

metode akuntansi, melaporkan item-item luar biasa. Aktivitas-aktivitas ini

perlu dilaporkan dengan semestinya agar pembaca laporan keuangan

memperoleh informasi yang relevan.

2.5.3 Laporan Perubahan Modal

Laporan perubahan modal menurut Manurung (2006) adalah laporan

perubahan mengenai perubahan modal karena adanya laba atau rugi,

pembayaran devidend serta adanya penjualan saham dalam satu periode.

Periode laporan perubahan modal ini harus sama dengan periode laporan rugi

laba, karena kedua laporan ini saling berkaitan.

2.5.4 Laporan Arus Kas

Laporan aru kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek

yang berkaitan dengan kegiatan perusahaa, baik yang berpengaruh langsung

atau tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus disusun berdasarkan

konsep kas selama peiode laporan keuangan. Laporan kas terdiri dari arus kas

masuk dan arus kas keluar selama periode tertentu. Kas masuk terdiri dari

uang yang masuk ke perusahaan, seperti hasil penjualan atau hasil

penerimaan lainnya. Sedangkan kas keluar merupakan sejumlah pengeluaran

dan jenis-jenis pengeluarannya, seperi pembayaran biaya operasional

perusahaan (Kasmir, 2010).

2.5.5 Laporan Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang

memberikan informasi apabila ada laporan yang memerlukan penjelasan

tertentu. Artinya terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan keuangan

yang perlu diberi penjelasan terlebih dahulu sehingga jelas. Hal ini perlu

dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam

menafsirkan (Kasmir, 2010).

2.6. Analisis Laporan Keuangan

Sebelum pihak manajemen perusahaan mengambil keputusan

keuangan, terlebih dahulu perlu memahami kondisi keuangan perusahaan

tersebut. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, maka diperlukan

analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Disamping pihak manajemen

perusahaan, beberapa pihak di luar perusahaan juga perlu memahami kondisi

keuangan perusahaan. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah para kreditur

dan calon investor. Kepentingan mereka mungkin berbeda, tetapi mereka

mengharapkan untuk memperoleh informasi dari laporan keuangan

perusahaan. Bagi perusahaan, laporan keuangn perusahaan tersebut akan

disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi, dan karenanya para pemakai

laporan keuangan perlu memahami cara penyajian informasi keuangan

tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 1994).

Oleh sebab itu agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga

dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis

laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen tujuan utama analisis

laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi keuangan perusahan

saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan, maka setelah dilakukan analisis

laporan keuangan akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target

yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak. (Kasmir, 2010)

Menurut Halim dan Hanafi (2007) analisis terhadap laporan keuangan

suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat

profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu

perusahaan. Pekerjaan yang paling mudah dalam analisis keuangan tentu saja

menghitung rasio-rasio keuangan suatu perusahaan. Bahkan dengan

tersedianya program-program komputer, seperti spreadsheet atau program-

program akuntansi dan program yang khusus ditulis untuk tujuan laporan

keuangan, perhitungan raasio-rasio keuangan menjadi hal yang mudah

dilakukan dan bisa dilakukan secara rutin. Tantangan analis bukan melakukan

peritungan semacam itu melainkan melakukan anlisis dan

menginterpretasikan rasio-rasio keuangan yang muncul. Analisis semacam itu

mengharuskan seorang analis untuk melakukan beberapa hal, yaitu :

1. Menentukan dengan jelas tujuan dari analisis.

2. Memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari laporan-

laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan yang diturunkan dari laporan

keuangan tersebut.

3. Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada umumnya

yang berkaitan dengan perusahaan dan mempengaruhi usaha perusahaan.

Sebelum melakukan analisis, seorang analis harus memahami ketiga

langkah diatas terlebih dahulu. Setelah itu baru kemudian melakukan analisis

dengan menggunakan alat analisis seperti rasio-rasio keuangan atau rasio-

rasio lainnya.

2.6.1 Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan

Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya

analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat

anlisis laporan euangan (Kasmir, 2010), yaitu:

1. Untuk mengetahu posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu,

baik harta, kewajiban, model, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk

beberapa periode.

2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi

kekurangan perusahaan.

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu

dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat

ini.

5. Untuk mengetahui penilaian kinerja manajemen kedepan apakah perlu

penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil

yang mereka capai.

2.6.2 Prosedur Dalam Analisis Laporan Keuangan

Sebelum melakukan analisis laporan keuangan, diperlukan langkah

atau prosedur tertentu. Langkah atau prosedur ini diperlukanagar urutan

proses analisis mudah untuk dilakukan. Adapun prosedur yang dilakukan

dalm analisis laporan keuangan (Kasmir, 2010), yaitu:

1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan

selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode.

2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan dengan rumus-

rumus tetentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara cermat

dan teliti, sehingga hasil yang diperolh benar-benar tepat.

3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam

laporan keuangan secara cermat.

4. Memberikan intrepretasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang

telah dibuat.

5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan.

6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil

analisis tersebut.

2.6.3 Analisis Rasio

Laporan keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan

perusahaan dalam sutu periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan

tersebut dituangkan kedalam angka-angka, baik dalam bentuk mata uang

rupiah maupun dalam mata uang asing. Angka-angka yang ada dalam laporan

keuangan menjadi kurang berarti jika hanya dilihat satu sisi saja. Angka-

angka ini akan menjadi lebih berguna apabila dapat kita bandingkan antara

satu komponen dengan komponen lainnya. Caranya adalah dengan

membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan atau antar

laporan keuangan. Setelah melakukan perbandingan, dapat disimpulkan

posisi keuangan suatu perusahaan untuk periode tertentu. Pada akhirnya kita

dapat menilai kinerja manajemen dalam periode tertentu. Perbandingan ini

kita kenal dengan analisis rasio keuangan (Kasmir, 2010).

Menurut Jumingan (2008), rasio dalam analisis laporan keuangan

adalah angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur

lainnya dalam laporan keuangan. Hubungan antara unsur-unsur laporan

keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana.

Secara individual rasio itu kursng berarti, kecuali jika dibandingkan dengan

suatu rasio standar yang layak dijadikan sebagai dasar pembanding. Apabila

tidak ada standar yang dipakai sebagai dasar pembanding dari penafsiran

rasio-rasio suatu perusahaan, penganalisis tidak dapat menyimpulkan apakah

rasiio-rasio itu menunjukan kondisi yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan. Rasio standar itu dapat ditentukan berdasarkan alternatif

dibawah ini :

1. Didasarkan pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan

tahun-tahun yang telah lampau.

2. Didasarkan pada rasio dari perusahaan lain yang menjadi pesaingnya,

dipilih satu perusahaan yang tergolong maju dan berhasil

3. Didasarkan pada data laporan keuangan yang dibudgetkan (disebutkan

goal ratio).

4. Didasarkan pada rasio industri, di mana perusahaan yang bersangkutan

masuk sebagai anggotanya.

Dengan perbandingan rasio standar ini akan diketahui apakah rasio

perusahaan yang bersangkutan terletak di atas average, average, atau di

bawah average. Rasio standar yang baik adalah yang memberikan gambaran

rata-rata. Gambaran rata-rata yang paling tepat adalah rasio industri

(gabungan perusahaan sejenis). Rasio ini dipertimbangkan sebagai

satisfactory condition atau representative condition.

Analisa rasio seperti halnya alat-alat analisa yang lain menurut

Munawir (1995) adalah future oriented, oleh karena itu penganalisa harus

mampu untuk menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode saat ini

dengan faktor-faktor dimasa yang akan datang yang mungkin akan

mempengaruhi psisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang

bersangkutan. Dengan demikian kegunaan atau manfaat angka rasio

sepenuhnya tergantung pada kemampuan atau kecerdasan penganalisa dalam

mengintrepretasikan data yang bersangkutan.

Untuk melakukan anlisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan

rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio

keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam

neraca saja, dalam laporan rugi laba, atau hanya kombnasi keduanya. Setiap

analis keuangan bisa saja merumuskan rasio tertentu yang dianggap

mencerminkan aspek tertentu. Karena itu pertanyaan pertama yang perlu

diajawab adalah aspek-aspek apa yang akan dinilai. Pemilihan aspek-aspek

yang akan dinilai perlu diakitkan dngan tujuan analisis. Apabila analisis

dilakukan oleh pihak kreditor, aspek yang dinilai akan berbeda dengan

penilaian yang dilakukan oleh calon pemodal. Kreditor akan lebih

berkepentingan dengan kemampuan perusahaan melunasi kewajiban finansial

tepat pada waktunya, sedangkan pemodal akan lebih berkepentingan dengan

kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan. Secara keseluruhan,

aspek-aspek yang dinilai biasanya diklasifikasikan menjadi aspek-aspek

leverage, aspek likuiditas, aspek profitabilitas atau efisiensi, dan rasio-rasio

nilai pasar (Husnan dan Pudjiastuti, 1994)

2.6.4 Penggolongan Angka Rasio

Pada dasarnya jumlah dari angka-angka rasio itu banyak sekali karena

rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa, namun angka-angka rasio

yang ada pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan. Golongan

pertama adalah berdasarkan sumber data keuangan yang merupakan unsur

atau elemen dari angka rasio tersebut dan golongan yang kedua adalah

berdaarkan pada tujuan penganalisa (Munawir, 1995).

Berdasarkan sumber datanya maka rasio itu dapat dibedakan menjadi

tiga jenis (Jumingan, 2008), yaitu sebagai berikut :

1. Rasio-rasio neraca (balance sheet ratios), yaitu rasio yang disusun dari

data yang berasal dari neraca, misalnya rasio lancar (current ratio), rasio

tunai (quick ratio), rasio modal sendiri dengan total aktiva, rasio tetap

dengan utang jangka panjang, dan sebagainya.

2. Rasio-rasio laporan laba rugi (income statement ratios), yaitu rasio-rasio

yang disusun dari data yang berasal dari laporan perhitungan laba-rugi,

misalnya rasio laba bruto dengan penjuala neto, rasio laba usaha dengan

penjualan neto, operating ratio, dan sebagainya.

3. Rasio-rasio antar laporan (inter-statement ratios), yaitu rasio-rasio yang

disusun dari data yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi, misalnya

rasio penjualan neto dengan aktiva usaha, rasio penjualan kredit dengan

piutang rata-rata, rasio harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata

dan sebagainya.

Menurut Munawir (1995), penggolongan angka rasio yang didasarkan

pada sumber datanya sebenarnya kurang bermanfaat bagi penganalisa. Sebab

yang dibutuhkan bagi penganalisa bukan dari mana data itu diperoleh,

melainkan kegunaan dari angka rasio tersebut dan kesimpulan apa yang dapat

diperoleh dari angka rasio tersebut.

2.7. Bentuk Rasio Keuangan

Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan

bentuk rasio maka dapat dilakukan dengan beberapa rasio keuangan. Setiap

rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan, dan arti tertentu. Kemudian,

setiap hasil rasio yang diukur diinterpretasikan sehingga menjadi berarti bagi

pengambil keputusan. Berikut ini adalah bentuk-bentuk rasio keuangan

menurut bebarapa ahli yang dialih bahasakan oleh Kasmir (2010).

Menurut J. Fred Weston, bentuk-bentuk rasio keuangan adalah

sebagai berikut.

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

- Rasio lancar (Current Ratio)

- Rasio sangat lancar (Quick Ratio)

2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)

- Total utang dibandingkan dengan total aktiva atau rasio utang (Debt

Ratio)

- Jumlah kali perolehan bunga (Times Interest Earned)

- Lingkup biaya tetap (Fixed Charge Coverage)

- Lingkup arus kas (Cash Flow Coverage)

3. Rasio Aktivity (Activity Ratio)

- Perputaran sediaan (Inventory Turn Over)

- Rata-rata jangka waktu penagihan piutang (Average Collection Period)

- Perputaran aktiva tetap (Fixed Asset Turn Over)

- Perputaran total aktiva (Total Asset Turn Over)

4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

- Margin laba penjualan (Profit Margin on Salaes)

- Daya laba dasar (Basic Earning Power)

- Hasil pengembalian total aktiva (Return on Total Asset)

- Hasil pengembalian ekuitas (Return on Total Equity)

5. Rasio pertumguan (Growth Ratio) merupakan ratio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah

pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya.

- Pertumbuhan penjualan

- Pertumbuhan laba bersih

- Pertumbuhan pendpatan per-saham

- Pertumbuhan pendapatan per-saham

6. Rasio penialian (Valuation Ratio) adalah rasio yang memberikan ukuran

kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar usahanya di atas

biaya investasi.

- Rasio harga saham terhadap penjualan

- Rasio nilai pasar saham terhadap nilai buku

Kemudian menuru James C van Horne, jenis rasio dibagi menjadi

lima rasio dibawah ini.

1. Rasio Likuiditas (Likuidity Ratio)

- Rasio lancar (Current Ratio)

- Rasio sangat lancar (Quick Ratio)

2. Rasio Pengungkit (Leverage Ratio)

- Total utang terhadap ekuitas

- Total utang terhadap total aktiva

3. Rasio Pencakupan (Coverage Ratio)

- Bunga penutup

4. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

- Perputaran piutang (Receivable Turn Over)

- Rata-rata penagih piutang (Average Collection Period)

- Perputaran sediaan (Inventory Turn Over)

- Perputaran total aktiva (Total Asset Turn Over)

5. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

- Margin laba bersih

- Pengembalian investasi

- Pengembalian ekuitas

Sementara itu menurut Gerald, terdapat empat kategori dari bentuk

rasio yaitu.

1. Activity Analysis, evaluasi pendapatan dan output secara umum dari aset

perusahaan.

2. Liquidity Analysis, mengukur keseimbangan sumber kas perusahaan.

3. Long Term Debt and Solvency Analysis

4. Provitability Analysis.

Kemudian menurut Gerald, Activity Analysis terdiri dari masing-

masing rasio sebagai berikut.

1. Short-term (Operating) Activity Ratios

a. Inventory Turn Over

b. Average No. Days Inventory In Stock

c. Receivables Turn Over

d. Average No. Days Receivables Outstanding

e. Payables Turn Over

f. Average No. Days Payable Outstanding

g. Working Capital Turn over

2. Long-term (Investment) Activity Ratios

a. Fixed Assets Turn Over

b. Total Assets Turn Over

Selanjutnya menurut James O. Gill, jenis jenis rasio keuangan terdiri

dari masing-masing rasio sebagai berikut.

1. Rasio Likuiditas (Likuidity Ratio)

- Rasio Lancar

- Rasio perputaran kas

- Rasio utang terhadap kekayaan bersih

2. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

- Rasio laba bersih

- Tingkat laba atas penjualan

- Tingkat laba atas investasi

3. Rasio Efisiensi (Activity Ratio)

- Waktu pengumpulan piutang

- Perputaran sediaan

- Rasio aktiva terhadap nilai bersih (Total Assets Turn Over)

- Rasio perputaran investasi

Dari pengrtian dan jenis rasio yang diemukaan di atas, hampir

seluruhnya sama dalam menggolongkan rasio keuangan. Jika terdapat

perbedaan, hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena masing-masing

ahli keuangan hanya berbeda dalam penempatan kelompok rasionya, namun

esensi dari penilaian rasio keuangan tidak menjadi masalah.

2.7.1 Rasio Profitabilitas

Rasio pofitabilitas meupakan rasio untuk menilai kemampuan

perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran

tingkat efektivitas manajemen suatu perusahan. Hal ini ditunjukkan oleh laba

yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah

penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Tujun penggunaan

rasio pofitabilitas bagi perusahan maupun bagi pihak luar perusahaan

(Kasmir, 2010), yaitu:

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam

satu periode tertentu.

2. Untuk menilai posisi laba perusahaann tahun sebelunya dengan tahun

sekarang.

3. Untuk menilai perkembangan laba.

4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan

baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahan yang

digunakan.

Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan

perbandingan antara berbagai koponen yang ada dilaporan leuangan, teutama

laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan

untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar telihat perkembangan

perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan,

sekaligus penyebab perubahan tersebut. Jenis-jenis rasio profitabilitas seperti

profit margin on sales, return on investment, return on equity, serta earning

per-share of common stock.

2.7.2 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal

kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya

suatu perusahaan (Kasmir, 2010). Caranya adalah dengan membandingkan

komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total pasiva

lancar (untuk jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa

periode sehingga terlibat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke

waktu. Jenis-jenis dari rasio likuiditas adalah seperti current rastio, cash rati,

dan juga quick ratio.

Terdapat dua hasil penilaian terhadap terhadap pengukuran rasio

likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya,

dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila

perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut dikatakan perusahaan

dalam keadaan ilikuid. Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat

dipetik dari hasil rasio likuiditas (Kasmir, 2010):

1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atas

hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.

2. Untuk mengukur kemampuan perusaahaaan membayar kewajiban jangka

pendeknya dengan aktiva lancar secara keseluruhan.

3. Untuk mengukur kemampuan perusahaaan membayar kewajiban jangka

pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.

4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada

dengan modal kerja perusahaan.

5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar

hutang.

6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan

perencanaan kas dan hutang.

7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke-

waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.

2.7.3 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau

dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi

(efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan (Kasmir, 2010). Efisiensi

yang dilakukan misalnya dibidang penjualan, persediaan, penaghian piutang

dan efisiensi dibidang lainnya. Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dari hasil

pengukuran dengan rasio aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih

efisien dan efektif dalam mengelola asset yang dimilikinya atau mungkin

justru sebaliknya. Jenis-jenis rasio aktivitas seperti receivable turnover,

inventory turnover, dan days of inventory.

2.7.4 Rasio Solvabilitas

Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang,

yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban

keuangannya (Husnan dan Pudjiastuti, 1994). Sedangkan menurut Kasmir

(2010) rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.

Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dbandingkan

dengan aktivanya. Dalam arti yang luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh

kewajibannya, baik janka pendek maupun jangka panjang apabila dilikuidasi.

Berikut ini adalah beberapa tujuan perusahaan menggunakan rasio

solvabilitas menurut Kasmir (2010), yaitu:

1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak

lain.

2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang

bersifat tetap.

3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal.

2.8. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian tentang privatisasi Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) telah banyak dilakukan dari berbagai macam sudut pandang,

contohnya sebagai berikut. Kurniawati dan Lestari (2007) melakukan studi

atas kinerja perusahaan setelah privatisasi. Peneliti mencoba menilai kinerja

beberapa BUMN baik kinerja keuangan maupun kinerja sahamnya setalah

melakukan privatisasi melalui IPO. Adapun kinerja keuangan yang diukur

antara lain adalah Likuiditas (Current Ratio, Cash Ratio, Acid Test Ratio),

Profitabilitas (GPM, ROA, ROE dan NPM), Leverage (Debt Ratio, Debt to

Equity Ratio dan Long Term to Debt Ratio), sedangkan kinerja saham diukur

dengan indikator Abnormal Return (AR). Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa kinerja keuangan yang diukur dengan rasio Likuiditas,

Profitabilitas dan Leverage sesudah privatisasi tidak lebih baik dibanding

sebelum privatisasi. Sedangkan kinerja saham BUMN dapat memberikan

pendapatan diatas rata-rata pasar (Abnormal Return Psitive).

Munggaran (2007) melakukan penelitian tentang analisa perbandingan

kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Penulis mengukur

kinerja keuangan dengan menggunakan aspek keuangan yang terdapat dalam

SK Menteri BUMN No: KEP-100/MBU/2002 yang terdiri dari delapan

indikator yaitu ROE, ROI, Cash Ratio, Current Ratio, Collection Period,

Perputaran Persediaan, Perputaran Total Aset, dan Total Modal Sendiri

terhadap Total Aset. Setelah dilakukan pengujian hipotesis diketahui bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat kinerja BUMN sebelum

dan sesudah privatisasi.

Antoni dan Hasnawati (2009) melakukan penelitian tentang analisis

kinerja keuangan BUMN sebelum dan setelah privatisasi. Data penelitian

yang diambil adalah semua BUMN yang go public selain bank dan lembaga

keuangan bukan bank. Penelitian ini menggunakan 3 macam ukuran kinerja

keuangan yaitu rasio Profitabilitas (ROS, ROA dan ROE), Efisiensi (Ratio

Sales Efficiency dan Net Income Efficiency), Investasi (Capital Expenditure to

Sales dan Capital Expenditure per Total Asset). Berdasarkan hasil uji

hipotesis dengan menggunakan uji peringkat bertanda Wilcoxon disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan kineja BUMN sesudah dan sebelum dilakukannya

privatisasi.

Fitrianti dan Wardani (2010) melakukan penelitian mengenai analisis

komparasi profitabilitas sebelum dan sesudah penawaran saham perdana.

Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan PT Adhi Karya

(persero) Tbk tahun 2000-2008. Tujuan penelitian ini adalah melakukan

analisa komparasi profitabilitas sebelum dan sesudah penawaran umum

saham perdana (initial public offering) pada PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum diperoleh kesimpulan bahwa

penawaran umum saham perdana atau IPO pada Adhi Karya dapat

mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menjadi lebih baik daripada

sebelumnya.

Setiyowati (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh

privatisasi terhadap perbedaan efisiensi, profitabilitas, leverage dan likuiditas

sebelum dan setelah Privatisasi terhadap 10 BUMN non bank yang

melakukan privatisasi melalui IPO tahun 1995-2007. Peneliti

membandingkan ROA, ROE, ROS, TATO, dan DTA sebelum dan sesudah

privatisasi. Berdasarkan paired sample t-Test terdapat peningkatan efisiensi,

likuiditas dan penurulan leverage. Akan tetapi tidak terdapat peningkatan

pada profitabilitas peusahaan.

Penelitian mengenai dampak privatisasi telah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Kurniawati dan

Lestari (2007), Munggaran (2007), Antoni dan Hasnawati (2009), Fitrianti

dan Wardani (2010), serta Asyikin dan Tanu (2011). Perbedaan penelitian ini

dengan penilitian sebelumnya adalah terletak pada objek penelitian, selain itu

periode waktu serta rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan

ini juga berbeda. Penelitian ini menganalisis pengaruh privatisasi yang

dilakukan oleh Wijaya Karya dengan membandingkan kinerja keuangan

sebelum dan sesudah privatisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

data laporan keuangan empat tahun sebelum privatisasi dan empat tahun

sesudah privatisasi, yaitu menggunakan data laporan keuangan yang dimulai

sejak tahun 2003 hingga tahun 2011.

Tabel 2. Daftar Penelitian Terdahulu yang Relevan

No Peneliti Metodologi Hasil

1 Kurniawati dan

Lestari (2007)

Membandingkan 2

tahun kinerja keuangan

sebelum dan sesudah

privatisasi BUMN

yang diprivatisasi

melalui IPO hingga

tahun 2006.

Kinerja keuangan yang

diukur dengan rasio

Likuiditas, Profitabilitas

dan Leverage sesudah

privatisasi tidak lebih baik

disbanding sebelum

privatisasi. Serdangkan

kinerja saham BUMN

dapat memberikan

pendapatan diatas rata-rata

pasar (Abnormal Return

Positive).

2 Munggaran

(2007)

Membandingkan

kinerja 2 tahun

sebelum dan sesudah

privatisasi PT.

Tambang Batubara

Bukit Asam, Tbk dan

PT. Perusahaan Gas

Negara, Tbk

menggunakan t-test.

Profitabilitas, likuiditas,

leverage, dan efisiensi

tidak mengalami

perubahan yang

signifikan.

3 Antoni dan

Hasnawati

(2009)

Membandingkan

kinerja keuangan

semua BUMN yang go

public selain bank dan

lembaga keuangan

bukan bank 3 tahun

sebelum dan sesudah

dipivatisasi.

Berdasarkan hasil uji

hipotesis dengan

menggunakan uji peringkat

bertanda Wilcoxon

disimpulkan bahwa tidak

ada perbedaan kineja

BUMN sesudah dan

sebelum dilakukannya

privatisasi.

4 Fitrianti dan

Wardani (2010)

Memabandingkan

kinerja keuangan

keuangan PT. Adhi

Karya (persero), Tbk

tahun 2000-2008.

Penawaran umum saham

perdana atau IPO pada

Adhi Karya dapat

mempengaruhi kinerja

keuangan perusahaan

menjadi lebih baik

daripada sebelumnya.

5 Setiyowati

(2010)

Peneliti

membandingkan

ROA,ROE,ROS,

TATO, dan DTA

sebelum dan sesudah

privatisasi terhadap 10

BUMN non bank yang

melakukan privatisasi

melalui IPO tahun

1995-2007.

Berdasarkan paired

sample t-Test terdapat

peningkatan efisiensi,

likuiditas dan penurulan

leverage. Akan tetapi

tidak terdapat

peningkatan pada

profitabilitas perusahaan.