i. pendahuluan - bpk- · pdf filemengetahui teknik pembibitan secara generatif rotan ......
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki manfaat
sosial, ekonomi, dan lingkungan cukup tinggi adalah jernang. Jernang merupakan resin
yang dihasilkan dari buah rotan yang memiliki warna merah bata sehingga dalam
perdagangan internasional dikenal dengan nama dragon blood. Jernang dimanfaatkan
sebagai bahan pewarna vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu,
kertas, cat dan sebagainya. Manfaat lain dari jernang adalah sebagai bahan obat-obatan
seperti diare, disentri, obat luka, serbuk untuk gigi, asma, sipilis, berkhasiat apbrodisiac
(meningkatkan libido) serta pembeku darah karena luka (Grieve 2006 dalam Waluyo,
2008). Beragamnya manfaat jernang menyebabkan kebutuhan terhadap produk ini terus
meningkat.
Rotan penghasil jernang banyak tumbuh di wilayah Sumatera bagian selatan
dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan jernang oleh masyarakat
dilakukan dengan cara memanen buah muda dari hutan. Buah yang dimanfaatkan
adalah buah jernang muda karena resin akan berkurang dengan semakin bertambah tua
buah tersebut. Pemanenan buah muda menjadi salah satu penghambat regenerasi rotan
jernang. Hal ini yang menjadikan rotan jernang semakin sulit dijumpai dan produksinys
terus menurun. Selain itu, kerusakan hutan, kebakaran dan berkurangnya luas hutan
menyebabkan semakin terancamnya habitat rotan jernang.
Masyarakat desa yang berprofesi sebagai penjernang sudah lama memanen
rotan jernang dari alam dan menjualnya kepada pengumpul yang ada di desa. Secara
umum masyarakat belum mengetahui manfaat dari produk akhir resin jernang.
Masyarakat hanya melakukan perburuan terhadap jernang dengan memanen buah dari
hutan. Sebagian penjernang melakukan ekstraksi resin di dalam hutan terutama bagi
penjernang yang memasuki hutan dalam waktu yang cukup lama. Pola pemanenan
rotan jernang yang dilakukan masyarakat mulai mempertimbangkan aspek
kelestariannya. Walaupun masih ada sebagian penjernang yang masih memiliki prilaku
yang kurang baik dengan menebang batang jernang untuk memanfaatkan batang dan
umbutnya.
2
Kondisi terkini, rotan jernang di hutan alam sudah sangat sulit didapatkan.
Untuk mendapatkan 1-2 kg jernang membutuhkan waktu 2 pekan, padahal 10-15 tahun
silam hanya perlu waktu 1 pekan di hutan untuk memperoleh 7-10 kg jernang (Panjaitan,
2011). Budidaya terhadap rotan jernang masih sangat terbatas, seperti dilakukan oleh
masyarakat di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi melalui
Kelompok Tani Bangko Jaya Koning seluas 10 Ha. Selain itu masyarakat di Kecamatan
Mekakau ilir Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan dan
masyarakat di Kecamatan Nasal Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Pola pemanfaatan jernang telah dilakukan secara turun-temurun tanpa aturan
main dan kelembagaan yang menaunginya. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya
hutan jernang sebagai sesuatu yang open akses. Setiap anggota masyarakat dapat
melakukan pengambilan buah jernang kapan saja dalam kapasitas yang tidak terbatas.
Kondisi tersebut sangat membahayakan bagi keberlangsungan rotan jernang di alam
dan sumber mata pencarian alternatif masyarakat.
Domestikasi rotan jernang perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan rotan jernang yang mengandalkan sumber dari
alam, menyebabkan jernang belum bisa dijadikan sebagai sumber ekonomi rumah
tangga karena ketidakpastian keberadaan dan jumlah hasil panennya. Untuk
mengetahui karakteristik masyarakat yang melakukan pemanfaatan rotan penghasil
jernang dilakukan survei sosial ekonomi rumah tangga dan lembaga sosial yang ada.
Jernang merupakan komoditi khusus (spesifik) sehingga pasarnya masih
sangat terbatas. Dengan kata lain, pasar yang ada belum seperti komoditi lainnya
seperti sawit dan karet, sehingga perlu adanya upaya untuk membuka pasar yang lebih
luas. Selama ini, pemasaran jernang dilakukan dengan menjual pada tengkulak dengan
harga yang tidak pasti. Adanya asimetri informasi mengenai tingkat harga
mengakibatkan masyarakat hanya bisa berlaku sebagai price taker. Karena harga telah
ditentukan oleh tengkulak yang datang ke desa. Oleh karena itu diperlukan adanya
penguatan kelembagaan yang mampu mengatur pemanfaatan rotan penghasil jernang di
masyarakat, dan lebih lanjut mampu memberikan alternatif pasar sehingga harga tidak
hanya dikendalikan oleh tengkulak
Dengan melihat kondisi diatas maka dilakukan penelitian tentang strategi
konservasi, budidaya, kelembagaan dan tataniaga rotan jernang untuk meningkatkan
3
produksi dan produktivitas rotan jernang. Dengan demikian diharapkan rotan jernang
dapat menjadi salah satu komoditas HHBK unggulan di regional Sumatera bagian
selatan.
B. Rumusan masalah
Potensi produksi jernang semakin menurun disebabkan oleh pola pemungutan
yang tidak lestari dan belum adanya kelembagaan yang kuat. Saat ini, jernang sebagian
besar dihasilkan melalui ekstraksi dari hutan alam dan masih sedikit upaya
pembudidayaannya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka yang menjadi topik permasalahan
adalah:
1. Belum tersedianya informasi persyaratan tumbuh dan kesesuaian lahan untuk
budidaya rotan jernang (sebaran dan identifikasi jenis).
2. Belum banyak upaya konservasi rotan jernang di hutan alam.
3. Rendahnya produktivitas (kuantitas dan kualitas) produk-produk rotan jernang
karena belum menggunakan teknik budidaya dan pengolahan pasca panen yang
tepat.
4. Belum tersedianya kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang melakukan
pemanfaatan rotan penghasil jernang.
5. Belum tersedianya sistem tataniaga dan nilai tambah rotan jernang.
C. Tujuan dan Sasaran
Penelitian pada tahun 2015 memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menyediakan data dan informasi jenis dan sebaran jernang di provinsi Sumatera
Selatan dan Bengkulu.
2. Menyediakan data dan informasi pemanenan dan pengolahan pasca panen.
3. Mengetahui teknik pembibitan secara generatif rotan penghasil jernang.
4. Menyediakan data dan informasi pengetahuan lokal pemanfaatan rotan oleh
masyarakat
5. Menyediakan data dan informasi tata niaga dan kelembagaan pengusahaan rotan
jernang
4
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut:
1. Tersedianya IPTEK pembibitan tanaman rotan jernang
2. Tersedianya IPTEK strategi konservasi dan pemanfaatan rotan jernang dari hutan
alam
3. Tersedianya IPTEK kelembagaan, tata niaga dan peningkatan nilai tambah rotan
jernang
D. Luaran
1. Informasi sebaran, persyaratan tumbuh dan kesesuian lahan rotan jernang di
Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu sebagai base line pengembangan.
2. Teknik bibit sebagai bahan untuk pengembangan budidaya
3. Teknik pemanenan dan pengolahan pasca panen
4. Informasi sosial ekonomi dan kelembagaan rotan jernang
5. Informasi tataniaga dan peningkatan nilai tambah
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jernang
Jernang merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan komponen resin
hasil ekstraksi buah rotan jernang. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian luar
buah rotan. Dalam perdagangan jernang dikenal dengan nama dragons blood, kino, red
benzoin, jernang manday, jernang beruang, jernang kuku, getah badak, dan getih warak.
Masyarakat di sekitar kawasan hutan memanen jernang dari hutan alam dengan cara
berburu secara berkelompok maupun perorangan. Musim berburu jernang dilakukan
pada bulan September-Desember (Sumadiwangsa, 1973; Elvidayanty dan Erwin, 2006
dalam Waluyo, 2008)
Jernang termasuk dalam kelompok resin keras yaitu padatan yang mengkilat;
bening atau kusam atau berwarna merah; rapuh; meleleh bila dipanaskan dan mudah
terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas; berbentuk amorf; berat jenis
1,18-1,20; bilangan asam rendah; bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 1200
C;
larut dalam alkohol, eter, minyak lemak dan minyak atsiri, sebagian larut dalam
kloroform, etil asetat, petroleum spiritus dan karbon disulfide serta tidak larut dalam air
(Sumadiwangsa, 1973; Sumadiwangsa 2000; Coppen 1995 dalam Waluyo, 2008).
Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan dari buah jernang adalah resin ester
dan dracoresino tannol (57-82 %). Selain itu resin berwarna merah tersebut juga
mengandung senyawa-senyawa seperti dracoresene (14 %), dracoalban (hingga 2,5 %),
resin tidak larut (0,3 %), residu (18,4 %), asam benzoate, asam benzoilasetat,
dracohodin, dan beberapa pigmen terutama nordracorhodin dan nordracorubin (Chu,
2006 dalam Risna 2006 dalam Waluyo, 2008).
Kegunaan jernang yaitu sebagai bahan bahan pewarna vernis, keramik, marmer,
alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya. Selain itu juga digunakan
sebagai bahan obat-obatan seperti diare, disentri, obat luka, serbuk untuk gigi, asma,
sipilis, berkhasiat apbrodisiac (meningkatkan libido) serta kegunaan lainnya (Anonim,
2006; Gri