hukum perjanjian.doc

Upload: purbo-prasojo

Post on 07-Mar-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TENTARA NASIONAL INDONESIA

RAHASIA

PAGE 2

KODIKLAT TNI ANGKATAN DARAT

PUSAT PENDIDIKAN HUKUM

HUKUM PERJANJIANBAB I

PENDAHULUAN

1.Umum.

Hukum perjanjian yang dianut di Indonesia bersifat terbuka. Artinya, ada pemberian kebebasan yang seluas-luasnya kepada siapa pun untuk membuat perjanjian dengan isi dan sifatnya sesuai yang dikehendakinya, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Selain itu hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap. Maksudnya, para pihak yang membuat perjanjian boleh membuat atau mengatur ketentuan-ketentuan sendiri tentang isi dari perjanjiannya, dengan ketentuan apabila tidak diatur dalam perjanjian tersebut, yang berlaku adalah pasal-pasal tentang perjanjian yang ada dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) 2.Maksud dan Tujuan.a.Maksud.Penyusunan bahan ajaran ini dimaksudkan untuk dapat digunakan sebagai pedoman bagi Gumil dalam menyampaikan materi pelajaran Hukum Perjanjian guna memperlancar kegiatan proses belajar mengajar pada pendidikan Suspa Bankumper di Pusdikkum Kodiklat TNI AD. b.Tujuan. Agar Perwira siswa memahami tentang Hukum Perjanjian guna mendukung dalam pelaksanaan tugas.3.Ruang Lingkup. a.Pendahuluan.

b.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berlakunya Perjanjianc.Syarat-syarat Perjanjiand.Pelaksanaan, Pelanggaran dan Upaya Hukum.

e.Perbuatan Melawan Hukumf.Jual Beli Barangg.Pemberian Kuasah. Perjanjian Krediti.Perjanjian Kerja

j.Evaluasi

k.Penutup.

4.Referensi.

a.R. Setiawan, S.H, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung 1978.b.Prof. R.Subekti, SH. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta 1979.c.Abdulkadir Muhamad, SH, Hukum Perikatan Alumni, Bandung 1982.d.H. Salim HS., SH.,MS. H Abdul, SH (Notaris) dan Wiwiek Wahyuningsih, S.H.,M.Kn. Perancangan Kontrak dan Memorandum Of Understanding (MOU) Sinar Grafika, Jakarta 2006.e.Hukum Perjanjian, alih bahasa, Abdulkadir Muhammad S.H., PT, Alumni Bandung 2006.f.Dr. Ahmadi Miru, S.H.,M.S, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Raja Grafindo persada, Jakarta 2007.g.Frans Satriyo Wicaksono, SH. Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, Visimedia, Jakarta 2008.h.Yunirman Rijan, SH., M.Kn dan Ira Koesoemawati, SH. Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian /Kontrak dan Surat Penting lainnya. Raih Asa Sukses, Jakarta 2009.i.Kitab Undang-undang Hukum Perdata.BAB IIFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERLAKUNYA PERJANJIAN5.Umum.Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, namun demikian mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan suatu cacat ketika perjanjian-perjanjian tersebut dibuat. 6.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berlakunya Perjanjian.Faktor-faktor yang mempengaruhi itu adalah kekeliruan atau kekhilafan, perbuatan curang atau penipuan, paksaan, dan ketidakcakapan dalam membuat perjanjian.

a. Kekeliruan (Mistake)

Menurut ketentuan Pasal 1332 Ayat (1) KUHPerdata, kekeliruan atau kekhilafan tidak mengakibatkan batal suatu perjanjian, kecuali apabila kekeliruan atau kekhilafan itu terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Dengan kata lain kekeliruan atau kekhilafan tidak mempengaruhi berlakunya suatu perjanjian. Ini merupakan ketentuan umum, misalnya jika seseorang telah keliru mengenai sifat atau nilai barang yang dibelinya, ini semata-mata adalah ketidakmujurannya. Hukum tidak akan membantunya, kecuali jika ia diberdayakan oleh pihak lain.

Selanjutnya yang perlu diketahui juga ialah bahwa kekeliruan atau kekhilafan hukum (mistake of law) tidak akan mempengaruhi berlakunya perjanjian, karena tidak tahu hukum (Undang-undang) tidak dapat dijadikan alasan.

Tetapi jika keliru atau khilaf itu mengenai fakta yaitu mengenai pokok perjanjian atau hakekat barang, yang sifatnya cukup berat, kekeliruan mengenai identitas pokok perjanjian, dapat mengakibatkan perjanjian itu batal. Pokok perjanjian ini adalah termasuk syarat obyektif yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jika kekeliruan atau kekhilafan itu semata-mata mengenai sifat atau nilai pokok perjanjian, tidaklah cukup dijadikan alasan batal perjanjian.Keliru atau khilaf mengenai pokok perjanjian itu misalnya adalah sebagai berikut: Pembeli membeli 100 tube pasta gigi merk Colgate dengan harga Rp. 30.000,-pada sebuah toko serba ada (Supermarket) yang Self Service. Setelah barang diambil dan dibayar cash pada kasir, ternyata bukan Colgate melainkan Golcate yang mutunya rendah. Di sini ternyata kekeliruan atau kekhilafan yang sifatnya cukup berat, mengakibatkan perjanjian itu batal. Artinya pokok perjanjian atau hakekat barang tidak sesuai dengan yang dikehendaki dan harga yang dibayar. Dalam hal ini perjanjian batal, atau jika ada kesediaan penjual menukarnya dengan yang dimaksud yaitu Colgate bukan Golcate. Yang belakangan ini mutunya rendah dan harganya pun rendah.

b.Perbuatan Curang atau Penipuan.

Dalam masyarakat sering terdengar orang menyebut istilah perbuatan curang, penipuan, tipu muslihat, yang ketiganya ini bertujuan untuk memberdayakan pihak lawannya, supaya pelaku perbuatan ini memperoleh keuntungan dari kecurangannya itu.

Penyelesaian suatu perjanjian sering didahului oleh perundingan-perundingan, dengan jalan mana satu pihak membuat pernyataan-pernyataan tentang fakta, yang dimaksudkan untuk membujuk pihak lainnya supaya mengadakan perjanjian. Jika pernyataan semacam itu tidak benar atau palsu, maka hal ini disebut perbuatan curang atau penipuan (misrepresentation).Dengan demikian, suatu perbuatan curang atau penipuan dapat dirumuskan sebagai pernyataan tentang fakta, yang dibuat oleh satu pihak dalam perjanjian terhadap pihak lainnya sebelum perjanjian itu terjadi, dengan maksud untuk membujuk pihak lainnya supaya menyetujui pernyataan itu. Pernyataan itu harus sudah dimaksudkan untuk melakukan penipuan dan sebenarnya harus membujuk pihak lainnya untuk membuat perjanjian, sedangkan pernyataan itu tidak benar atau palsuMenurut ketentuan Pasal 1328 KUHPerdata, apabila tipu muslihat itu dipakai oleh salah satu pihak sedemikian rupa sehingga terang dan nyata membuat pihak lainnya tertarik untuk membuat perikatan. Sedangkan jika tidak dilakukan tipu muslihat itu, pihak lainnya itu tidak akan membuat perikatan itu. Penipuan ini merupakan alasan untuk pembatalan perjanjian.c.Paksaan

Paksaan itu terjadi apabila pihak yang diminta untuk membuat perjanjian dipaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Perjanjian itu tidak dibuat secara bebas, karena itu perjanjian yang demikian dapat dibatalkan menurut kehendak pihak yang diminta dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.Perbuatan kekerasan itu dlakukan sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dalam mempertimbangkan hal ini harus diperhatikan usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan (Pasal 1324 KUHPerdata).

Paksaan itu ada apabila dilakukan secara fisik oleh pihak yang memaksa, misalnya dengan todongan pistol pihak lain diancam menandatangani perjanjian. Atau ancaman secara psikis yang menakutkan sehingga terpaksa ia menyetujui perjanjian itu. Misalnya seorang diancam akan dibuka suatu rahasia jika ia tidak menyetujui perjanjian. Yang diancamkan harus suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Jika yang diancamkan itu suatu perbuatan yang memang diijinkan undang-undang, misalnya ancaman akan di gugat ke muka hakim dengan penyitaan barang, maka hal ini tidak dapat dikatakan suatu paksaan.d.Ketidakcakapan dalam membuat perjanjian.Pada dasarnya semua orang cakap bertindak menurut hukum, kecuali:1)Orang yang belum dewasa.

Menurut Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap sudah dewasa, dan dianggap sudah cakap untuk membuat perjanjian jika:

a)Sudah genap berumur 21 tahun, atau

b)Sudah melakukan perkawinan meskipun belum berumur 21 tahun; atau;

c)Sudah pernah melakukan perkawinan dan kemudian bercerai meskipun belum genap berumur 21 tahun.

Dengan keluarnya undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketentuan umur dewasa berubah menjadi 18 tahun atau sudah pernah kawin. Ketentuan umur 18 tahun ini telah dikuatkan oleh Putusan MA No. 477 K/ sip/ 1976, tanggal 13 Oktober 1976.Beberapa pengecualian terhadap ketentuan umur dewasa ini sehubungan dengan kewenangan melakukan perjanjian, antara lain:

a)Dalam hal melakukan perjanjian sehari-hari, seperti belanja, beli jajanan bagi anak-anak, dll.

b)Terhadap hal-hal tertentu yang ditentukan oleh undang-undang tersendiri, misalnya :

- Untuk menggunakan hak pilih dalam Pemilu, yang di atur dalam Undang-undang Pemilu.- Untuk membuat perjanjian perburuhan sepanjang dikuasai oleh wakilnya menurut undang-undang (Pasal 1601g KUHPerdata)

2)Orang yang berada di bawah pengampuan.

Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang yang berada di bawah pengampuan adalah:

a)Orang dungu (onnoozelheid)

b)Orang gilac)Orang yang mata gelap ; pemabuk,

d)Orang boros.3)Wanita yang bersuami

KUHPerdata menganggap wanita yang bersuami tidak cakap bertindak menurut hukum. Akan tetapi ketentuan ini sudah dicabut oleh Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo Surat Edaran MA No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 yang menyatakan istri tetap cakap berbuat/bertindak menurut hukum.

4) Ketidakcakapan untuk melakukan perbuatan tertentu karena di tentukan oleh hukum secara khusus.

Sebagai contoh terhadap golongan ini dapat disebutkan antara lain:a)Antara suami dan istri tidak boleh melakukan perjanjian jual beli. (Pasal 1467 KUHPerdata)

b)Hakim, Jaksa, Panitera, Advokat, dan Notaris tidak boleh menerima penyerahan untuk menjadi pemilik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain atas hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara.

c)Pegawai dalam suatu jabatan umum tidak berwenang membeli untuk dirinya sendiri atau untuk perantara atas barang-barang yang dijual oleh atau dihadapan mereka.

7.Evaluasi.a.Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya suatu perjanjian!b.Sebutkan siapa saja yang tidak cakap membuat suatu perjanjian!

BAB III

SYARATSYARAT PERJANJIAN8.Umum.Harus diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat menurut undang-undang, diakui oleh hukum. Sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.9.Syarat-syarat Perjanjian. Perjanjian yang sah artinya perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum (Legally Concluded Contract). Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang isinya : Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yaitu :a.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c.Suatu hal tertentu;

d.Suatu sebab yang halal.

Ad.a. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya;

Menurut sistem hukum manapun di dunia ini, kesepakatan kehendak merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian. Menurut sistem hukum perjanjian di Indonesia, syarat kesepakatan ini merupakan syarat subjektif bersama dengan syarat kecakapan atau kewenangan para pihak.

Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan penawaran (acceptence) dari pihak lainnya.

Pasal 1321 KUHPerdata menegaskan bahwa hukum menganggap tidak terjadi kata sepakat apabila kata sepakat tersebut diberikan atau diterima karena adanya unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan.

1)Perihal Unsur Paksaan (dwang, duress)

Yang di maksud unsur paksaan dalam perjanjian adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang terkena paksaan tadi timbul rasa takut baik terhadap dirinya sendiri maupun harta bendanya dari suatu kerugian yang terang dan nyata (Pasal 1324 KUHPerdata)

Menurut KUHPerdata, agar suatu paksaan dapat menjadi alasan pembatalan perjanjian, maka unsur paksaan tersebut harus memenuhi syarat:

a)Paksaan dilakukan terhadap:(1)Orang yang membuat perjanjian;

(2)Suami atau istri pihak yang membuat perjanjian.

(3)Sanak keluarga dalam garis ke atas atau ke bawah

b)Paksaan tersebut dilakukan oleh:

(1)Salah satu pihak dalam perjanjian;(2)Pihak ketiga untuk kepentingan siapa perjanjian itu dibuat;

c)Paksaan tersebut menakutkan seseorang;

d)Orang yang takut tersebut harus berpikiran sehat;

e)Ketakutan tersebut berupa ketakutan terhadap diri orang tersebut dan ketakutan terhadap harta bendanya terhadap kerugian yang nyata dan terang.

f)Ketakuatan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau sanak keluarga tanpa paksaan.

2)Unsur Penipuan (bedrog, fraud, misrepresentation)

Yang di maksud dengan penipuan adalah suatu tipu muslihat yang di pakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam perjanjian tersebut menandatangani perjanjian yang bersangkutan, dan jika seandainya tidak ada unsur penipuan ini (dalam keadaan normal) maka pihak tadi tidak akan bersedia menandatangani perjanjian (Pasal 1328 KUHPerdata)

Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam perjanjian dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian:

a)Penipuan harus mengenai fakta substansial;

Penipuan yang dilakukan harus mengenai fakta substansial. Jadi, misalnya bila seseorang menjual mobil bekas mengatakan bahwa mobil yang dijualnya dalam keadaan baik, tapi ternyata setelah di beli oleh pihak pembeli, mobil tersebut ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Alasan ini tidak cukup menjadi alasan pembatalan karena keadaan baik yang di sebut penjual sangat relatif sifatnya dan hal ini bukan merupakan fakta substansial, tapi lebih mengarah pada sebuah pendapat.b)Pihak yang menandatangani perjanjian berpegang pada fakta substansial yang ditipu tersebut.

c)Penipuan juga termasuk nondisclosure.Penipuan yang sifatnya nondisclosure ini sifatnya merahasiakan suatu fakta atau informasi substansial. Misalnya bila seorang penjual mengetahui bahwa pembeli mencari barang baru, tetapi dia diam saja ketika ia memberikan barang separuh pakai pada pembeli tersebut.

d)Penipuan juga termasuk kebenaran sebagian (half truth).

Penipuan jenis ini adalah dengan cara tidak memberitahukan sebagian informasi substansial sedangkan sebagian lagi diberitahukan, sehingga pemberian informasi seperti ini bisa menyesatkan.

e)Penipuan dengan perbuatan.

Misalnya seorang menjual mobil bekas Taxi, sebelum mobil tersebut dijual, penjual tadi merubah surat-surat taxi tersebut sehingga kelihatan tidak seperti mobil taxi. Jika dalam keadaan normal pembeli mengetahui fakta mobil tersebut adalah bekas taxi, maka dia tidak akan membeli mobil tersebut.

3)Unsur kekhilafan (dwaling, mistake)

Seorang dikatakan khilaf dalam membuat perjanjian manakala ketika membuat perjanjian tersebut orang tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang tidak benar.

Objek dari unsur kekhilafan, sehingga perjanjian dapat dibatalkan adalah:

a)Kekhilafan terhadap hakekat barang;

Dalam hal ini yang menjadi objek dari kekhilafan adalah hakekat barang yang diperjanjikan dalam perjanjian. Misalnya jual beli lukisan yang disangka lukisan Affandi, ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi.

b)Kekhilafan terhadap diri orang.

Terhadap kekhilafan mengenai diri orang sebenarnya tidak dapat membatalkan perjanjian, kecuali jika perjanjian yang bersangkutan semata-mata dibuat mengingat tentang diri orang tersebut. Misalnya perjanjian pertunjukan penyanyi terkenal yang disangka Michael Jackson, ternyata kemudian diketahui bukan Michael Jackson.

Ad.b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.Pada dasarnya semua orang cakap bertindak menurut hukum, kecuali:

1)Orang yang belum dewasa.

Menurut Pasal 330 KUHPerdata seseorang dianggap sudah dewasa, dan karena oleh dianggap sudah cakap untuk membuat perjanjian jika:

a) Sudah genap berumur 21 tahun, atau;b)Sudah melakukan perkawinan meskipun belum berumur 21 tahun, atau;

c)Sudah pernah melakukan perkawinan dan kemudian bercerai meskipun belum genap berumur 21 tahun.Dengan keluarnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketentuan umur dewasa berubah menjadi 18 tahun atau sudah pernah kawin. Ketentuan umur 18 tahun ini telah dikuatkan oleh Putusan MA No. 477 K/ sip/ 1976, tanggal 13 Oktober 1976.Beberapa pengecualian terhadap ketentuan umur dewasa ini sehubungan dengan kewenangan melakukan perjanjian, antara lain:a)Dalam hal melakukan perjanjian sehari-hari, seperti belanja, beli jajanan bagi anak-anak, dll.b)Terhadap hal-hal tertentu yang ditentukan oleh undang-undang tersendiri, misalnya :

- Untuk menggunakan hak pilih dalam Pemilu, yang di atur dalam Undang-Undang Pemilu.

- Untuk membuat perjanjian perburuhan sepanjang dikuasai oleh wakilnya menurut undang-undang (Pasal 1601g KUHPerdata)2)Orang yang berada di bawah pengampuan.Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang yang berada di bawah pengampuan adalah:

a)Orang dungu (onnoozelheid)

b)Orang gilac)Orang yang mata gelap ; pemabuk,d)Orang boros.

3)

Wanita yang bersuamiKUHPerdata menganggap wanita yang bersuami tidak cakap bertindak menurut hukum. Akan tetapi ketentuan ini sudah dicabut oleh Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo Surat Edaran MA No. 3 tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 yang menyatakan istri tetap cakap berbuat/bertindak menurut hukum.4)Ketidak cakapan untuk melakukan perbuatan tertentu karena di tentukan oleh hukum secara khusus.

Sebagai contoh terhadap golongan ini dapat disebutkan antara lain:

a)Antara suami dan istri tidak boleh melakukan perjanjian jual beli. (Pasal 1467 KUHPerdata)

b)Hakim, Jaksa, Panitera, Advokat, dan Notaris tidak boleh menerima penyerahan untuk menjadi pemilik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain atas hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara.

c)Pegawai dalam suatu jabatan umum tidak berwenang membeli untuk dirinya sendiri atau untuk perantara atas barang-barang yang dijual oleh atau dihadapan mereka.Ad. c. Suatu hal tertentu.

Yang dimaksud dengan hal tertentu ini adalah objek perjanjian harus jelas atau setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya. Jadi suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu. Misalnya perjanjian jual beli mobil, maka objek perjanjian haruslah mobil dan harus jelas nama merek, tahun pembuatan, warna, nomor mesin serta hal lain berkaitan dengan mobil yang akan dijual.

Beberapa syarat yang ditentukan KUHPerdata mengenai objek tertentu, adalah sebagai berikut :

1)Barang yang merupakan objek perjanjian haruslah barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUHPerdata) ;2)Pada saat perjanjian dibuat, minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 Ayat (1) KUHPerdata) ;3)Jumlah barang tersebut bisa saja tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut kemudian dapat ditentukan atau di hitung (Pasal 1333 Ayat (2) KUHPerdata) ;4)Barang tersebut dapat berupa barang yang baru akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 Ayat (1) KUHPerdata);5)Tidak dapat dijadikan objek perjanjian barang yang masih ada dalam warisan yang belum terbuka (Pasal 1334 Ayat (2) KUHPerdata).

Perlu diingat, sebuah perjanjian harus berisi objek yang dapat ditentukan agar perjanjian mudah dilaksanakan tanpa perlu mengaturnya, dan jika sampai tidak dapat ditentukan objeknya sama sekali, perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum

Ad. d. Suatu sebab yang halal.

Suatu sebab yang dibolehkan berarti bahwa kesepakan yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Sebagai contoh perjanjian jual beli narkoba yang tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut. Sementara itu, suatu sebab yang halal dapat ditemukan dibeberapa pasal KUHPerdata, terutama pasal 1336 KUHPerdata yang berbunyi Bahwa jika dinyatakan sesuatu sebab, tetapi terdapat sesuatu sebab yang halal ataupun jika ada suatu sebab lain yang dinyatakan, maka perjanjian sebagaimana diatur demikian adalah sah.Syarat pertama dan kedua terkait dengan subjek atau para pihak dalam perjanjian, sehingga disebut dengan syarat subjektif. Sementara itu, syarat yang ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif karena terkait dengan objek perjanjiannya. Jika syarat kesatu dan atau syarat kedua tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan atau dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak yang memberikan kesepakatannya secara tidak bebas. Namun, perjanjian yang telah dibuat tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh Hakim.Sementara itu, jika syarat ketiga dan atau syarat keempat tidak dapat dipenuhi, perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum. Ini berarti bahwa dari awal tidak pernah ada perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Dengan demikian tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut dipengadilan.

10.Asas-asas Hukum Perjanjian.Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas-asas tersebut antara lain :

a.Asas Hukum Perjanjian Bersifat Mengatur.

Hukum perjanjian bersifat mengatur maksudnya hukum yang dalam keadaan kongkrit dapat di kesampingkan oleh para pihak dengan membuat pengaturan tersendiri yang di sepakati oleh para pihak tersebut. Hukum yang bersifat mengatur ini umumnya terdapat dalam lapangan hukum perjanjian (Buku III KUHPerdata) . Jadi dalam hal ini, jika para pihak mengatur lain, maka aturan yang di buat oleh para pihaklah yang berlaku.

b.Asas Kebebasan Berkontrak ( Freedom of Contract).

Asas ini merupakan konsekuensi dari sifat hukum perjanjian yang sifatnya sebagai hukum mengatur. Asas Freedom of Contract mengandung pengertian bahwa para pihak bebas mengatur sendiri isi perjanjian tersebut. Asas ini sering juga di sebut Asas Sistem Terbuka (Open System).Meskipun demikian, kebebasan melakukan perjanjian tidak bersifat sebebas-bebasnya. Dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia, kebebasan para pihak dalam melakukan perjanjian dibatasi sepanjang perjanjian tersebut :1)Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian ;

2)Tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatuhan/ kesusilaan dan ketertiban umum.

c.Asas Pacta Sunt Servanda.

Adalah perjanjian bersifat mengikat secara penuh, artinya semua persetujuan yang dibuat secara sah dan disepakati para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian itu (Pasal 1338 KUHPerdata).Asas Pacta Sunt Servanda di sebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

d.Asas Konsensual.

Artinya, perjanjian itu ada dan terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara pihak-pihak, mengenai pokok perjanjian, tentunya sepanjang perjanjian tersebut memenuhi syarat sah yang di tentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu dapat secara lisan saja, dan dapat juga dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada rasa percaya saja (manusia itu dapat dipegang mulutnya), artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya.Namun demikian, ada beberapa perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan. Tujuannya ialah tidak lain sebagai alat bukti lengkap dari apa yang mereka perjanjikan. Perjanjian dengan bentuk formalitas tertentu semacam ini disebut Perjanjian Formal (Formal Agreement).

e.Asas Obligator (Obligatory).

Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik (Ownership). Hak milik baru berpindah, apabila diperjanjikan tersendiri yang disebut perjanjian yang bersifat kebendaan (Zakelijke Overeenkomst).

f.Asas Itikad Baik

Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata. Pasal ini berbunyi : Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

g.Asas Keseimbangan.

Maksud asas ini adalah bahwa kedudukan para pihak dalam merumuskan perjanjian harus dalam keadaan seimbang. Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiada kata sepakat dianggap sah apabila diberikan karena kekhilafan, keterpaksaan atau penipuan. 11.Evaluasi.

a.Sebut dan jelaskan syarat sahnya suatu perjanjian!

b.Sebut dan jelaskan asas-asas hukum perjanjian!BAB IV

PELAKSANAAN, PELANGGARAN DAN UPAYA HUKUM

12.Umum.Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini ialah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjian oleh pihak-pihak supaya perjanjian tersebut tercapai tujuannya. Tujuan tidak akan terwujud tanpa ada pelaksanaan perjanjian itu, masing-masing pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat apa yang telah disepakati untuk dilakukan. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian disebut pelanggaran/ wanprestasi, dan yang dituduh wanprestasi dapat melakukan upaya hukum/ pembelaan-pembelaan.13.Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Upaya Hukum.Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa yang telah dijanjikan atau telah yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian tersebut kewajiban memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang disebut sebagai prestasi sedangkan apabila salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian yang dibuatnya itulah yang disebut dengan pelanggaran/ wanprestasi.Pihak yang melakukan pelanggaran/ Wanprestasi dalam perjanjian dapat dituntut oleh pihak lain yang merasa dirugikan, namun pihak yang dituduh melakukan wanpretsasi tersebut masih dapat melakukan upaya hukum/pembelaan-pembelaan tertentu agar dia dapat terbebas dari tuntutan/pembayaran ganti rugi .

a. Pelaksanaan.Hal yang harus dilaksanakan dalam perjanjian disebut dengan Prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian. Prestasi tersebut dapat berwujud :

1) Benda2) Tenaga atau keahlian3) Tidak berbuat sesuatu

a)Prestasi berupa benda harus diserahkan pada pihak lainnya. Penyerahan tersebut dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatan saja. Apabila benda tersebut belum diserahkan ,pihak yang kewajiban menyerahkan benda tersebut berkewajiban merawat benda tersebut sebagaimana dia merawat barangnya sendiri. Sebagai konsekuensi dari kewajiban tersebut adalah apabila ia melalaikannya, dapat dituntut ganti rugi, apabila ia lalai menyerahkannya.b) Antara prestasi yang berupa tenaga dan yang berupa keahlian terdapat perbedaan yaitu prestasi yang berupa tenaga pemenuhannya dapat diganti oleh orang lain karena siapapun yang mengerjakannya hasilnyapun akan sama sebagai contoh, seorang disuruh memindahkan setumpuk pasir dari pinggir jalan ke dalampekarangan seseorang, siapapun yang mengangkat pasir tersebut, hasilnya pasir tersebut akan berada dipekarangan sesuai harapan yang menyuruh. Sedangkan prestasi yang berupa keahlian, pemenuhannya tidak dapat diganti orang lain tanpa persetujuan pihak yang memiliki keahlian tersebut, sebagai contoh, seorang menyuruh pelukis untuk melukis wajahnya si pelukis tidak begitu saja dapat menyuruh orang lain untuk melukis wajah orang tersebut karena kemungkinan orang yang disuruh mengantikannya tidak memiliki keahlian yang sama dibidang melukis, sehingga kalau pelukis diganti kemungkinan lukisan wajah tersebut tidak sama bahkan mungkin tidak mirip dengan wajah aslinya.c) Adapun Prestasi tidak berbuat sesuatu adalah menuntut sikap pasif salah satu pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan sesuatu sebagaimana yang diperjanjikan sebagai contoh : tidak membuat dinding pembatas rumah. Pada umumnya diliteratur yang ada sekarang Prestasi dibagi dalam tiga macam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata yaitu :

(1)Menyerahkan sesuatu

(2)Berbuat sesuatu dan,

(3)Tidak berbuat sesuatu

Apa yang disebut sebagai macam-macam Prestasi tersebut bukanlah sebagai wujud Prestasi tetapi hanya cara-cara melakukan prestasi, yaitu :

Prestasi yang berupa barang, cara melaksakannya adalah menyerahkan sesuatu (barang) Prestasi yang berupa jasa cara melaksanakannya adalah dengan berbuat sesuatu

Prestasi yang tidak berbuat sesuatu, cara melaksanakannya adalah dengan bersikap pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.b. Pelanggaran Apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang telah disepakati dalam suatu perjanjian, maka ia dikatakan melakukan Wanprestasi. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga ia disebut melanggar perjanjian.

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak disengaja Wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa :1)Sama sekali tidak memenuhi Prestasi.

2)Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.

3)Terlambat memenuhi Prestasi. 4) Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Terjadinya Wanprestasi mengakibatkan pihak lain dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh karena pihak lain dirugikan akibat Wanprestasi tersebut, pihak Wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang berupa : -Pembatalan perjanjian saja.-Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi.-Pemenuhan perjanjian saja.-Pemenuhan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi.c.Upaya Hukum.Salah satu pihak yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela diri dengan mengajukan upaya hukum/ pembelaan untuk membebaskan dirinya dari hukuman tersebut.

Upaya hukum/ pembelaan tersebut berupa :

-Tidak dipenuhinya perjanjian (Wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa (Overmach)-Tidak dipenuhinya perjanjian (Wanprestasi) terjadi karena pihak lain Wanprestasi.

-Tidak dipenuhinya perjanjian (Wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan Prestasi. 14.Evaluasi.

a.Sebut dan jelaskan bagaimana pelaksanaan suatu perjanjian!

b.Sebutkan sebab-sebab terjadinya suatu pelanggaran dalam perjanjian!

c.Sebutkan upaya hukum dari yang dituduh Wanprestasi!BAB VPERBUATAN MELAWAN HUKUM15.Umum.Timbulnya perikatan tidak hanya disebabkan karena perjanjian saja, melainkan undang-undang yang mengatakan bahwa akibat perbuatan orang lalu timbullah perikatan. Perikatan yang timbul karena undang-undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang-undang sendiri, kemudian perbuatan orang itu diklasifikasikan lagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum atau disebut juga perbuatan melawan hukum.16.Perbuatan Melawan Hukum.

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam buku III title tiga Pasal 1365 1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.Berdasarkan Pasal 1365 KUHperdata yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, adalah:Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut

Dari ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur, yaitu :a.Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige daad);Perbuatan dalam arti perbuatan melawan hukum meliputi perbuatan positif, yang dalam bahasa aslinya bahasa belanda daad (Pasal 1365 KUHPerdata) perbuatan negatif, yang dalam bahasa aslinya bahasa belanda nalatigheid (kelalaian) atau onvoorzigtigheid (kurang hati-hati), seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUHPerdata. Dengan demikian, Pasal 1365 KUHPerdata itu untuk orang yang betul-betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata itu untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran kedua pasal ini mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian.

Perumusan perbuatan positif Pasal 1365 KUHPerdata dan perbutan negatif Pasal 1366 KUHPerdata hanya mempunyai arti sebelum ada putusan Mahkamah Agung Belanda (arrest Hoge Raad) 31 Januari 1919, karena waku itu pengertian melawan hukum (onrechtmatig) itu masih sempit, setelah ada putusan Mahkamah Agung tersebut, pengertian melawan hukum itu sudah menjadi lebih luas, yaitu mencakup juga perbuatan negatif. Dengan demikian ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata itu sudah termasuk pula dalam rumusan Pasal 1365 KUHPerdata.

b.Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.

Kerugian ini dapat bersifat kerugian materil atau kerugian inmateril. Apa ukurannya, apa yang termasuk kerugian itu, tidak ada ditentukan lebih lanjut dalam undang-undang sehubungan dengan perbuatan melawan hukum. Menurut yurisprudensi, kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum, ketentuannya sama dengan ketentuan kerugian yang timbul karena wanprestasi dalam perjanjian.

Dalam Pasal 1243 s/d 1248 KUHPerdata diatur secara terperinci tentang ganti kerugian akibat wanprestasi. Kerugian akibat wanprestasi itu meliputi tiga unsur, yaitu biaya, kerugian yang sungguh-sungguh diderita, dan keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian, kerugian dalam perbuatan melawan hukum juga meliputi tiga unsur tersebut.c.Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan (kelalaian).

Pengertian kesalahan disini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan dalam hukum pidana. Kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdata itu mengandung semua gradasi, dari kesalahan dalam arti sengaja sampai pada kesalahan dalam arti yang seringan-ringannya.

Menurut hukum perdata, seseorang itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan itu tidak terlepas dari dapat tidaknya hal itu dikira-kirakan. Dapat dikira-kirakan itu harus diukur secara obyektif, artinya manusia normal dapat mengira-ngirakan keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan/tidak dilakukan.

Di samping itu, dapat dikira-kirakan itu harus juga diukur secara subyektif, artinya apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan/ tidak dilakukan.

Selain ukuran obyektif dan subyektif itu, orang yang berbuat itu harus dapat dipertanggung jawabkan (responsible). Artinya orang yang berbuat itu harus sudah dewasa, sehat akalnya, tidak berada dibawah pengampuan. Dalam pengertian tanggung jawab itu meliputi juga akibat hukum dari perbuatan orang yang berada dibawah pengawasannya, kekuasaannya, dan akibat hukum dari binatang yang berada dalam pemeliharaannya dan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya (Pasal 1367 dan 1368 KUHPerdata)

d.Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan klausal.

Hubungan klausal ini dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 KUHPerdata perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian . Jadi, kerugian itu harus timbul akibat perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat (kerugian).

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori adequate veroorzaking dari von Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia yang normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Dapat disimpulkan bahwa antara perbuatan dan kerugian yang timbul ada hubungan langsung.

Sebagai contoh, seorang lewat melalui pekarangan orang lain, kemudian tersentuh pot kembang pemilik pekarangan itu hingga jatuh dan pecah. Disini antara perbuatan tersentuh (sebab) dan kerugian yang timbul yaitu pecahnya pot kembang (akibat) ada hubungan klausal. Tetapi jika ia lewat di dalam pekarangan itu bertepatan dengan jatuhnya pot kembang karena tatakannya lapuk, di situ tidak ada hubungan klausal. 17.Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan Hukum Perdata.

Subyek hukum selain manusia adalah badan hukum. Akan tetapi badan hukum mempunyai sifat-sifat khusus, tidak sepenuhnya dapat disamakan dengan manusia. Badan Hukum hanya dapat melakukan perbuatan-perbuatan dalam bidang-bidang tertentu.

Kemampuan hukum dari badan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan pada asasnya menunjukkan persamaan yang penuh dengan manusia, misalnya dalam hukum perikatan. Sekalipun perbuatan melawan hukum termasuk dalam hukum perikatan, akan tetapi masih dipersoalkan apakah badan hukum dapat melakukan suatu perbuatan melawan hukum.

Badan hukum tidak dapat melakukan sendiri perbuatan-perbuatannya karena badan hukum bukan manusia yang mempunyai daya berfikir dan kehendak. Badan hukum bertindak dengan perantaraan manusia (natuurlijk persoon).

Wewenang mewakili dari pengurus berdasarkan kedudukannya sebagai organ. Organ adalah orang-orang atau sekelompok orang-orang yang dalam organisasi badan hukum mempunyai fungsi yang essential. Kedudukannya ditentukan oleh anggaran dasar. Pengurus, direktur, komisaris, direksi, dewan komisaris adalah organ. Yang dimaksud dengan perbuatan organ bukan hanya perbuatan-perbuatan hukum, tetapi juga perbuatan-perbuatan manusia lainnya, seperti perbuatan melawan hukum.

Tidak semua perbuatan organ, berlaku sebagai perbuatan badan hukum, sebagai contoh ilustrasi dapat dikemukakan : Direktur dari suatu PT, mengendarai mobil milik PT ke luar kota. Jika ia melakukan ini dalam menjalankan tugasnya, maka terdapat pertalian erat antara perbuatannya dan bidang usaha dari PT. Dalam hal terjadinya tabrakan terdapat kemungkinan bahwa akibatnya harus ditanggung oleh PT. Lain halnya jika ia pergunakan mobil tersebut untuk piknik, PT tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Badan hukum dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan organnya. Perbuatan organ dianggap sebagai perbuatan badan hukum, apabila perbuatan itu dilakukan dalam lingkungan wewenang formalnya. Ini berarti organ bertindak dalam rangka melaksanakan tugasnya.

Harus selalu diteliti apakah organ mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan tertentu. Ini tergantung pada Undang-undang, anggaran dasar atau peraturan. Sekalipun organ bertindak bertentangan dengan instruksi atau bertentangan dengan Anggaran Dasar, berarti bahwa organ bertindak di luar lingkungan wewenang formalnya, badan hukum tetap dapat dipertanggungjawabkan, jika :

a. Tindakan menguntungkan badan hukum;

b. Kemudian disetujui oleh organ yang lebih tinggi kedudukannya.

Sebagai penjelasan hubungan antara badan hukum dengan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata dapat dikemukakan contoh dari direktur PT yang berdagang senjata api. Direktur tersebut memperagakan kepada seorang pembeli tentang cara-cara mempergunakan pistol dan karena kurang berhati-hati mengakibatkan senjata tersebut meletus serta melukai calon pembeli. Maka dalam hal ini PT-lah yang bertanggung jawab berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, karena direktur bertindak dalam lingkungan wewenang formalnya. Jika direktur tersebut bersengketa dengan seorang langganan dan mengambil senjata api dan menembak, maka PT bertanggung jawab berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata, karena walaupun direktur tersebut telah melampaui batas wewenangnya, akan tetapi perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan ia bertugas. Lain halnya apabila direktur yang bersangkutan mengambil senjata api dari rumahnya dan dipergunakan untuk menembak seseorang, ia bertanggung jawab secara pribadi.Orang-orang yang berdasarkan perjanjian kerja, bekerja pada badan hukum adalah karyawan dan bukan organ. Untuk perbuatan-perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan, badan hukum hanya dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata. Jika organ juga seorang karyawan maka pertanggunganjawab badan hukum dapat berdasarkan Pasal 1365 yang jatuh bersamaan dengan Pasal 1367 KUHPerdata. Sekalipun yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah organ, akan tetapi karena tidak bertindak dalam lingkungan wewenang formal, maka pertanggung anjawab badan hukum harus didasarkan pada pasal 1367 KUHPerdata.18.Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan Hukum Publik.

Badan Hukum publik dibentuk dengan undang-undang oleh pemerintah. Badan hukum publik ini merupakan badan-badan kenegaraan, misalnya Negara Republik Indonesia, Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, dan lain-lain. Badan hukum publik ini dibentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam menjalankan pemerintahan negara badan hukum publik harus berdasarkan undang-undang. Jika dalam menjalankan tugasnya badan hukum publik itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.

Yang perlu diperhatikan ialah bahwa badan hukum publik dalam menjalankan kekuasaanya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang-undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang-undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa (pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, karena sudah termasuk dalam bidang politik.19.Tanggung Jawab terhadap Perbuatan Melawan Hukum.

a.Pertanggunganjawab orang tua dan wali (Pasal 1367 Ayat (2) KUHPerdata).Orang tua dan wali bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak-anak yang belum dewasa yang bertempat tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Jadi syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:

1)Perbuatan melawan hukum.

2)Dilakukan oleh anak yang belum dewasa.

3)Bertempat tinggal di tempat orang tua atau wali.4)Menjalankan kekuasaan orang tua atau wali

Orang tua yang sudah dipecat dari kekuasaannya atau orang tua yang telah bercerai dan tidak menjadi wali tidak bertanggung jawab berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata.

Orang tua atau wali dianggap tidak dapat mencegah terjadinya perbuatan melawan hukum, jika terhadap si anak telah dilakukan pengawasan untuk mencegah timbulnya kerugian pada pihak ketiga, sebagaimana dalam keadaan seperti itu dapat diharapkan dari orang tua yang baik. Untuk itu perlu diperhatikan :

1)Umur dari si anak.2)Wakil dari si anak.3)Suasana kehidupan orang tuanya.4)Persyaratan dari kehidupan sehari-hari.b.Tanggung jawab kepala tukang dan guru (Pasal 1967 Ayat (4) KUHPerdata).

Guru dan kepala tukang bertanggung jawab untuk kerugian, yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dari murid-murid dan tukang-tukang yang berada dibawah pengawasannya.

Tanggung jawab tersebut dibatasi oleh waktu yang selama orang-orang tersebut berada dibawah pengawasannya. Yang dimaksud dengan tukang adalah mereka yang sedang belajar sesuatu kepada kepala tukang dan tidak terdapat perjanjian kerja antara kepala tukang dengan tukangnya.

Syarat-syarat pertanggung jawaban adalah:

1)Terdapat hubungan guru dan murid atau kepala tukang dengan tukangnya.

2)Terjadinya perbuatan melawan hukum harus pada saat mereka berada dibawah pengawasan.c.Tanggung jawab majikan (Pasal 1376 Ayat (3) KUHPerdata).

Majikan bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi, karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawainya. Demikian pula pemerintah bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum dari para pejabat.

Selain itu orang yang memberi tugas tanpa ada hubungan kerja, bertanggung jawab untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang ditugaskan tersebut, selama ia berada dibawah pimpinan atau petunjuk dari si pemberi tugas.

Pasal 1367 Ayat (3) KUHPerdata menunjuk sebagai yang bertanggung jawab:

1)Majikan untuk perbuatan melawan hukum para pegawainya, termasuk didalamnya pegawai harian dan pegawai-pegawai yang mempunyai jabatan penting seperti direktur.2)Pemerintah untuk perbuatan melawan hukum para pejabatnya atau alat-alat kelengkapannya.

Dengan suatu perjanjian antara majikan dan pegawainya dapat ditiadakan tanggung jawab seperti tersebut dalam Pasal 1367 Ayat (3) KUHPerdata.d.Tanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh benda.

Menurut pendapat yurisprudensi Prancis pertanggungan jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh benda didasarkan pada ajaran resiko, sedangkan yurisprudensi Belanda berpendapat bahwa pertanggungan jawab timbul apabila kerugian terjadi sebagai akibat dari kelalaian dalam mengawasi bendanya.

Apabila seseorang menimbulkan kerugian karena menusuk dengan pisau, melempar dengan batu, menembak dengan senapan, maka perbuatan tersebut adalah melawan hukum dan orang tersebut bertanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Yang dimaksud oleh perkataan tersebut dalam Pasal 1365 KUHPerdata bahwa barang-barang yang berada di bawah pengawasan adalah bahwa kerugian ditimbulkan oleh benda, tanpa perbuatan manusia atau setidak-tidaknya tidak langsung seperti misalnya peledakan dari bahan-bahan peledak, putus talinya, ambruknya bangunan.e.Tanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh binatang.

Pemilik seekor binatang atau siapa saja yang mempergunakan, bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu dibawah pengawasannya maupun karena tersesat atau terlepas, demikian bunyi Pasal 1368 KUHPerdata.

Peradilan pada umumnya memutuskan bahwa Pasal 1368 KUHPerdata hanya dapat diterapkan apabila kerugian ditimbulkan oleh gerakan sendiri dari binatang tersebut dan tidak jika kerugian tersebut terjadi karena mengikuti petunjuk dan kehendak tuannya.f.Tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh ambruknya gedung.

Pasal 1369 KUHPerdata menentukan bahwa pemilik bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh ambruknya gedung. Pertanggungan jawab ini didasarkan sebagian kepada kelalaian pemilik dan sebagian pada resiko.

Pertanggungan jawab pemilik bangunan tidak didasarkan pada kesalahan, tetapi pada resiko apabila ambruknya gedung bukan disebabkan oleh kelalian dalam pemeliharaan akan tetapi oleh karena cacat dalam pembangunannya. Cacat tersebut dapat terjadi karena kesalahan perhitungan dari arsitek atau insinyur, kesalahan tukang, batu ataupun borong.

Menurut Pasal 1369 KUHPerdata hanya pemilik yang harus bertanggung jawab, penyewa dan pemakai-pemakai lainnya tidak dapat digugat berdasarkan pasal ini. Pemilik tetap bertanggung jawab, sekalipun orang lain telah lalai memelihara gedung tersebut.

Gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata hanya mungkin dalam hal apabila gedung ambruk karena lalai dalam pemeliharaan atau karena cacat dalam pembangunan. Lalai dalam pemeliharaan misalnya kayu-kayunya rusak atau tidak diperbaiki tepat pada waktunya. Cacat dalam pembangunan misalnya kesalahan-kesalahan pada waktu membangun.

g. Tanggung jawab pemilik atau pemegang kendaraan bermotor.

Pasal 1367 Ayat (1) KUHPerdata memberikan beberapa batasan yang mengatur tentang pertanggungan jawab pemilik atau pemegang kendaraan bermotor, yaitu:

1)Kerugian itu harus disebabkan oleh tabrakan

Menurut Areest HR 4 Juli 1937, pemilik atau pemegang kendaraan tetap bertanggung jawab apabila kerugian itu terjadi karena bersentuhan dengan apa yang diangkut atau ditarik oleh kendaraan tersebut.

Ketentuan tersebut juga berlaku bila misalnya sebuah mobil menabrak sebuah rumah, dan reruntuhan rumah tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian.

2)Tabrakan dengan kendaraan yang sedang bergerak. Jadi jika seorang pejalan kaki menabrak sebuah mobil yang sedang diparkir tidak dapat menuntut ganti rugi.3)Kendaraan yang mengalami tabrakan harus sedang bergerak di jalanan. Hal ini dapat juga diterapkan bila sebuah kendaraan yang sedang bergerak menabrak rumah yang berada dipinggir jalan.

4)Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila kerugian ditimbulkan pada orang atau barang yang diangkut oleh kendaraan yang bertabrakan. Pengecualian ini berhubungan dengan tujuan dari ketentuan tersebut untuk melindungi lalu lintas, akan tetapi bukan memakai kendaraannya sendiri.5)Tanggung jawab tidak akan terjadi dalam hal overmacht.

Dalam hal ini cacat dari kendaraan dapat merupakan overmacht, kecuali apabila cacat tersebut karena kelalaian pemilik atau pemegang.20.Alasan Pembenar (Rechtvaardigingsgronden).Yang disebut sebagai alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Terdapatnya alasan pembenar ini pada umumnya telah diterima dan diakui empat alasan pembenar dalam Pasal 49 KUHPidana, yaitu:a.Keadaan memaksa (overmacht).

Dalam Pasal 1245 KUHPerdata menentukan bahwa debitur tidak wajib membayar ganti rugi apabila karena overmacht yang terhalang memenuhi prestasinya. Yang dimaksud dengan overmacht adalah salah satu paksaan/dorongan yang datangnya dari luar yang tidak dapat dielakkan.

Selain pendapat bahwa overmacht adalah alasan pembenar ada pula yang berpendapat bahwa overmacht ada kalanya sebagai alasan pemaaf (schulduitsluitings-grond).b.Pembelaan terpaksa.

Dalam pembelaan terpaksa seorang melakukan perbuatan yang terpaksa untuk membela diri sendiri atau orang lain, kehormatan atau barang terhadap serangan yang tiba-tiba yang bersifat melawan hukum.

Untuk mementukan bahwa perbuatan tersebut merupakan bela diri, harus ada serangan yang ditujukan kepadanya dan pembelaan diri tidak boleh melampaui batas.

c.Melaksanakan Undang-undang.

Perbuatan tidak merupakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu dilakukan untuk melaksanakan undang-undang. Polisi yang menahan seseorang dan merampas kemerdekaannya, hakim yang menghukum terdakwa tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang adalah melawan hukum apabila wewenang tersebut disalah gunakan atau dalam hal detournement de pouvoir.d.Perintah atasan

Perbuatan orang yang melakukan perintah atasan yang berwenang, bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Perintah atasan hanya berlaku sebagai alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) bagi orang yang melaksanakan perintah tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah/penguasaan yang memberi perintah tersebut bertindak melawan hukum. Dalam praktek alasan pembenar ini tidak begitu penting karena biasanya penguasa yang digugat dan bukan pegawai yang melakukan perbuatan tersebut.21.Evaluasi.

a.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum!

b.Sebut dan jelaskan unsur-unsur perbuatan melawan hukum!

c.Ada beberapa macam pertanggung jawaban perbuatan melawan hukum?

d.Sebutkan alasan pembenar dalam perbuatan melawan hukum!BAB VI

JUAL BELI BARANG22.Umum.

Kata membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering kita pergunakan dalam istilah sehari-hari yang apabila digabungkan antara keduanya, berarti salah satu pihak menjual dan pihak lainnya membeli, dan hal ini tidak dapat berlangsung tanpa pihak yang lainnya, dan itulah yang disebut perjanjian jual beli.

Dalam perjanjian jual beli, yang diperjanjikan oleh pihak yang satu (penjual) adalah menyerahkan atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan pihak lain (pembeli) adalah membayar harga barang yang telah disetujuinya.23.Jual Beli Barang.Jual beli (menurut KUHPerdata) adalah suatu perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Bahwa apa yang dikehendaki oleh pihak satu itu juga yang dikehendaki oleh pihak lain atau bahwa kehendak mereka adalah sama sebenarnya tidak tepat. Yang benar adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah sama dalam kebalikannya. Misalnya: yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang asal diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedang yang lain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia memberikan sejumlah uang yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada si pemilik barang.Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dalam KUHPerdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju dengan barang dan harga maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensuil dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

Barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan di serahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum misalnya jual beli mengenai panenan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu.

Jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang-barang yang biasanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap telah dibuat dengan suatu syarat tangguh (Pasal 1463 KUHPerdata). Dengan demikian maka jual beli mengenai sebuah lemari es, meskipun barang dan harga sudah disetujui, baru jadi kalau barangnya sudah dicoba dan memuaskan. Begitu pula halnya dengan jual beli sebuah pesawat radio atau televisi.

24.Kewajiban Penjual dan Pembeli.

a.Kewajiban Si PenjualBagi pihak penjual ada dua hal kewajiban utama, yaitu:

1)Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan dari si penjual kepada si pembeli.Ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing macam barang:

a)Untuk barang bergerak cukup dengan menyerahkan kekuasaan atas barang itu.

b)Untuk barang tetap (tidak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan balik nama (overscharijving) di muka pegawai Kadaster yang dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik.

c)Barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan yang dinamakan cessie .2)Kewajiban menanggung kenikmatan tenteram dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi (vrijwaring,warranty) Kewajiban menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekwensi daripada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari suatu beban atau tuntutan dari suatu pihak.b.Kewajiban Pembeli

Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut harus berupa sejumlah uang meskipun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasal undang-undang, namun sudah dengan sendirinya termaktub di dalam pengertian jual-beli. Oleh karena bila tidak, umpamanya harga itu berupa barang, maka itu akan merubah perjanjiannya menjadi tukar-menukar, atau kalau harga itu berupa jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu perjanjian kerja, dan begitu seterusnya.

Dalam pengertian jual-beli sudah termaktub pengertian bahwa di satu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang. Tentang macamnya uang, dapat diterangkan bahwa, meskipun jual-beli itu terjadi di Indonesia, tidak diharuskan bahwa harga itu ditetapkan dalam mata uang rupiah, namun diperbolehkan kepada para pihak untuk menetapkannya dalam mata uang apa saja.Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu dimana penyerahan (levering) barangnya harus dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata).25.Resiko dalam Perjanjian Jual Beli.Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Misalnya barang yang diperjual belikan musnah diperjalanan karena kapal laut yang mengangkutnya karam di tengah laut akibat serangan badai. Siapakah yang harus memikul kerugian tersebut? Inilah persoalan yang dengan suatu istilah hukum dinamakan persoalan resiko. Pihak yang menderita karena barang yang menjadi obyek perjanjian ditimpa oleh kejadian yang tak disengaja tersebut dan diwajibkan memikul kerugian itu tanpa adanya keharusan bagi pihak lawannya untuk menggantikan kerugian itu, dinamakan pihak yang memikul resiko atas barang tersebut.

Persoalan tentang resiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dengan suatu istilah hukum dinamakan keadaan memaksa (overmacht, force majeur). Dengan demikian maka persoalan tentang resiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga.

Mengenai resiko dalam jual beli ini dalam KUHPerdata ada tiga peraturan, yaitu:a.Mengenai barang tertentu ditetapkan (Pasal 1460 KUHPerdata) bahwa barang itu sejak saat pembelian (saat ditutupnya perjanjian) adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya.b.Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (Pasal 1461 KUHPerdata).

Menurut ketentuan Pasal 1461 dan 1462 resiko atas barang-barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundaknya si penjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau diukur, sedangkan resiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukan diletakkan pada si pembeli.

c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal1462 KUHPerdata)

Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sejak dari semula sudah dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli.

Selama barang belum dilever resikonya masih dipikul oleh penjual, yang merupakan pemilik sampai pada saat barang itu diserahkan secara yuridis kepada pembeli.26.Evaluasi.a.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perjanjian jua beli!b.Sebutkan kewajiban penjual dalam pejanjian jual beli!c.Sebutkan kewajiban pembeli dalam perjanjian jual beli!d.Sebutkan resiko dalam suatu perjanjian jual beli!BAB VII

PEMBERIAN KUASA

27.Umum.Dalam jaman yang penuh kesibukan sehari-hari sebagai anggota masyarakat yang demikian kompleks, seringkali orang tidak sempat menyelesaikan sendiri urusan-urusannya. Oleh karena itu ia memerlukan jasa atau bantuan orang lain untuk meyelesaikan urusan-urusan tersebut. Orang tersebut lalu diberikan kekuasaan atau wewenang untuk mewakilinya dalam menyelesaikan urusan-urusannya tersebut di atas, yang disebut perjanjian pemberian kuasa.28.Pemberian Kuasa.

Pasal 1792 KUHPerdata, memberikan batasan, sebagai berikut : Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya, menyelesaikan suatu pekerjaan.

Dalam masalah pemberian kuasa, harus selalu ada 2 (dua) pihak atau lebih, yakni pemberi kuasa (lasgever) dan penerima kuasa (lasthebber), sehingga demi tertib hukum, hal ini perlu diatur secara cermat dan sebaik-baiknya, untuk menghindari perselisihan/ bentrok-bentrokan yang terjadi dalam masyarakat, pemberi kuasa adalah orang yang telah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan (Pasal 1330 KUHPerdata). Menurut Pasal 1798 KUHPerdata, seorang anak yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi penerima kuasa, tetapi pemberi kuasa tidak dapat menuntut penerima kuasa (yang belum dewasa), jika terjadi hal-hal yang merugikan pemberi kuasa. Si pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya, dan menuntut dari padanya pemenuhan persetujuannya (Pasal 1799 KUHPerdata)

29.Jenis Pemberian Kuasa.

Dari ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata, dikenal dua jenis surat kuasa, yaitu:

a.Surat kuasa umum

Suatu pemberian kuasa yang diberikan secara umum adalah meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan yang mencakup segala kepentingan pemberi kuasa, kecuali perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik (Pasal 1796 KUHPerdata). Misalnya melakukan tindakan pengurusan, penghunian atau pemeliharaan seperti membayar rekening listrik, telepon dan rekening air atau tindakan lain yang merupakan tindakan pemilikan sementara terhadap sebuah rumah atau lebih yang terletak di kota tertentu atau jalan tertentu.

b.Surat kuasa khusus

Surat kuasa ini hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Oleh karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa, misalnya : untuk mengalihkan hak atas barang bergerak atau tidak bergerak membebankan hak tanggungan, melakukan suatu perdamaian atau perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik. Kuasa seorang pengacara untuk membela (menyelesaikan) suatu perkara dimuka pengadilan, diperlukan suatu Surat Kuasa Khusus secara tertulis (Pasal 123 HIR /Pasal 147 R.Bg ) dan dibubui materai.30.Bentuk Pemberian Kuasa.

Pasal 1793 KUHPerdata, menentukan bahwa suatu surat kuasa, dapat dibuat dengan :

a. Akta otentik

b. Akta dibawah tangan

c. Surat biasa

d. Secara lisan

e. Secara diam-diam

Dalam hal tertentu, pihak-pihak dalam perjanjian pemberian kuasa, terikat pada syarat-syarat formil, seperti :

a.Surat kuasa yang harus otentik :

1.Kuasa untuk melangsungkan perkawinan (Pasal 79 KUHPerdata).

2.Kuasa menghibahkan (Pasal 1683 KUHPerdata)

Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, sepanjang mengenai tanah sudah dicabut, tetapi hal-hal lain belum dicabut.

3. Kuasa memasang Hipotek (Pasal 1171 KUHPerdata)Demikian pula kuasa membebankan hak tanggungan disingkat SKMHT (Penjelasan umum butir 7 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan).

Dalam memberikan hak tanggungan, memberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), yang berbentuk akta otentik.b.Surat kuasa yang ditanda tangani Cap Jempol, tandatangan tersebut harus dilegalisir, oleh pejabat yang berwenang, karena cap jempol tanpa legalisir bukan merupakan tandatangan. Demikian surat kuasa yang ditandatangani dalam huruf kanji (huruf cina), dapat disamakan dalam cap jempol sehingga harus disahkan oleh ketua Pengadilan Negeri atau Notaris (putusan Mahkamah Agung, tanggal 28 Maret 2002 No. 1366K/PDT/2000). Yang dapat melegalisir ialah Camat, Bupati, Walikotamadya dan Notaris (putusan Mahkhamah Agung tanggal 20 Agustus 1984, No. 272K/PDT/1983). Dalam hal mengajukan surat gugatan pun apabila surat gugatan itu bibubuhi cap jempol harus dinyatakan tidak dapat diterima (putusan Mahkhamah Agung tanggal 7 Februari 1973 No. 1077K/Sip/1972).Selain itu putusan Mahkamah Agung tanggal 24 Agustus 1978 No 769K/Sip/1975, menentukan : Gugatan bercap jempol yang tidak dilegalisir, berdasarkan yurisprudensi bukanlah batal menurut hukum, tetapi selalu dikembalikan untuk legalisasi.

c.Pemberian kuasa yang dilakukan diluar negeri, surat kuasa itu harus dilegalisir, oleh kedutaan besar Indonesia diluar negeri. Jika di negeri tersebut tidak ada perwakilan/ kedutanan besar Indonesia, maka dilegalisir oleh pejabat yang berwenang disana kemudian dibawa ke departemen kehakiman dan departemen luar negeri yang bersangkutan (putusan Makhamah Agung, tanggal 14 April no. 208K/Sip 1973.

d.Kuasa dengan lisan, diam-diam, dan melalui surat biasa, harus dinyatakan dengan tegas dimuka pengadilan, jika diberikan kepada seorang pengacara untuk suatu keperluan dimuka persidangan.

31.Kuasa Substitusi.

Suatu surat kuasa dapat dilimpahkan (substitusi) oleh penerima kuasa kepada orang lain atau pihak ketiga (Pasal 1803 KUHPerdata). Pada umumnya surat kuasa selalu diberikan dengan klausul, surat kuasa ini diberikan hak substitusi . Jika si penerima kuasa tidak diberi wewenang untuk itu, tapi kemudian ia melimpahkannya kepada orang lain, maka pelimpahan tidak sah. Kecuali untuk mengurus barang-barang yang beradadi luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi kuasa (Pasal 1803 Ayat (2) KUHPerdata).32.Hak Retensi.

Mengingat pentingnya masalah hak penerima kuasa dan kewajiban pemberi kuasa dalam kehidupan sehari-hari, apabila terjadi perselisihan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dilihat dari sudut kepentingan penerima kuasa.Masalah hak retensi diatur dalam Pasal 1812 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut : Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala kepunyaan si pemberi kuasa yang berada ditangannya sekian lamanya, sehingga keadaannya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa.Misalnya A pemberi kuasa untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau masalah. Dengan perjanjian bahwa apabila pekerjaan telah dapat diselesaikan dengan baik, maka A memberikan upah (Honorarium) kepada B sebesar 10%. Jika ternyata dikemudian hari A telah ingkar janji, maka berdasarkan Pasal 1812 KUHPerdata, si penerima kuasa berhak untuk menahan segala surat-surat atau segala milik pemberi kuasa yang berada ditangan penerima kuasa, selama pemberi kuasa belum melakukan pembayaran upah (Honorarium) yang merupakan hak penerima kuasa sebagai yang telah dijanjikan, dan kalau ternyata si pemberi kuasa tetap tidak mau melaksanakan kewajiban tersebut, maka persoalan ini dapat diajukan ke pengadilan.33.Berakhirnya Perjanjian Pemberian Kuasa.

Diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata, sebagi berikut :a. Atas kehendak pemberi kuasa

b. Atas permintaan penerima kuasac. Persoalan yang dikuasakan telah dapat diselesaikan d. Salah satu pihak meninggal dunia

e. Salah satu pihak berada dibawah pengampuan (Curatele)

f. Salah satu pihak dalam keadaan pailit

g. Karena perkawinan perempuan yang memberi atau yang menerima kuasa

Selanjunya menurut Pasal 1814 KUHPerdata si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya dan dapat memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu. Bilamana si penerima kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian melalui pengadilan. Pencabutan atas kehendak pemberi kuasa, tidak mengikat pihak ketiga, selama hal itu belum di beritahukan kepadanya (Pasal 1815 KUHPerdata) 34.Evaluasi.

a.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perjanjian pemberian kuasa!

b.Sebut dan jelaskan jenis-jenis pemberian kuasa!

cSebut dan jelaskan bentuk-bentuk pemberian kuasa!

d.Apa yang dimaksud dengan hak retensi dalam pemberian kuasa?

e.Sebutkan berakhirnya suatu perjanjian pemberian kuasa!BAB VIII

PERJANJIAN KREDIT35.Umum.Didalam percakapan sehari-hari masyarakat pedagang, baik besar, menengah, kecil, tani dan nelayan istilah kredit bukan merupakan hal asing lagi. Ini menandakan bahwa istilah itu telah dikenal dan jauh melanda kehidupan ekonomi, baik di kota maupun di desa. Seorang yang bermaksud mencari pinjaman uang akan mengatakan bahwa ia akan mencari kredit. Didalam praktek perbankan dalam memberikan pinjaman uang (kredit) kepada masyarakat bentuk apapun, pihak bank wajib membuat perjanjian kredit.

36.Perjanjian Kredit.

Pengertian kredit, kata kredit berasal dari bahasa romawi credere artinya percaya, (Belanda vertrouwen, Inggris believe, Trust or confidence). Istilah kredit ditemukan dalam UUPerbankan (UUP) Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 Point (11) adalah penyediakan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam UUP tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan didalam instruksi pemerintah, yang ditujukan kepada masyarakat bank. Di instruksikan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit

37.Perjanjian Kredit Adalah Perjanjian Pendahuluan.

Perjanjian pinjam uang menurut Bab XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Apabila bahwa perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersi,pul dari kalimat pihak kesatu menyerahkan uang kepada pihak kedua dan bukan mengikatkan diri untuk menyerahkan uang. Selama benda (uang) yang dipinjamkan belum diserahkan maka Bab XIII KUHPerdata belum dapat diterapkan38.Perjanjian Kredit adalah Perjanjian Standar.

Di dalam praktek, setiap bank telah menyediakan blangko (formulir, model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu (standaardform). Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit. Isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut di dalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong (belum diisi) di dalam blangko itu adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.

Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian kredit di dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standar (standaard contract). Perjanjian kredit dibedakan dalam dua bagian, yaitu perjanjian induk (hoofdcontract, mantel contract) dan perjanjian tambahan (hulpcontract, algemeene voorwaarden). Perjanjian induk mengatur hal-hal pokok dan perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat di dalam perjanjian induk.

Didalam perpustakaan dikatakan bahwa latar belakang tumbuhnya perjanjian standar ini adalah keadaan sosial/ ekonomi. Perusahaan yang besar-besar, perusahaan-perusahaan semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingannya menciptakan syarat-syarat tertentu, secara sepihak untuk diajukan kepada partnernya. Pihak lawannya (wederpartij) yang pada umumnya mempunyai kedudukan ekonomi yang lemah baik karena posisinya maupun karena ketidak tahuannya lalu hanya menerima apa yang disodorkannya itu.

Hal di atas menunjukan bahwa perjanjian standar bertentangan baik dengan asas-asas Hukum Perjanjian (Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan akan tetapi didalam praktek perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.

Perjanjian ini mengandung kelemahan karena syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak dan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah. Kelemahan perjanjian standar ini juga disinyalir oleh beberapa ahli.

a.Menurut Sluijer

Mengatakan bahwa perjanjian standar bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian ini adalah seperti pembentuk undang-undang swasta. Syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah undang-undang, bukan perjanjian.

b.Menurut Pitlo

Mengolongkan perjanjian standar sebagai perjanjian paksa, walaupun secara teoritis yuridis, perjanjian standar ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.c.Menurut Stein

Mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian standar dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen perjanjian itu berarti ia secara suka rela setuju pada isi perjanjian tersebut.d.Menurut Hondius

Dalam desertasinya mempertahankan bahwa perjanjian standar mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

e.Menurut Prof. Subekti, S.H.

Mengemukakan bahwa asas konsensualisme terdapat di dalam Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang.

f.Menurut Prof. Enggens

Mengatakan pula bahwa kebebasan kehendak di dalam perjanjian adalah merupakan tuntutan kesusilaan.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian standar bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan. Akan tetapi di dalam praktek perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.

Jelaslah bahwa dasar berlakunya perjanjian kredit ini didasarkan atas fiksi. Penerima kredit dianggap menyetujuinya sungguhpun di dalam kenyataan ia tidak mengetahui isinya.39.Evaluasi.

a.Sebutkan pengertian kredit menurut UUP No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 poin (11)!b.Apa yang dimaksud dengan perjanjian pinjam uang mempunyai sifat riil?

c.Apa yang menjadi kelemahan perjanjian standar?BAB IXPERJANJIAN KERJA

40.Umum.Hubungan kerja terjadi apabila seseorang pekerja bersedia menyediakan keahlian atau tenaganya untuk orang lain (majikan) sebagai imbalan pembayaran sejumlah uang. Dalam KUHPerdata secara panjang lebar terdapat banyak pasal-pasal yang bertujuan melindungi pihak pekerja (buruh) terhadap majikannya, misalnya dalam perjanjian kerja tidak boleh mengatur tentang pekerja (buruh) dibawah umur (anak-anak) demikian juga kekuasaan hakim untuk campur tangan juga besar dalam menghadapi perselisihan antara pekerja dan majikan.

41.Perjanjian Kerja

Arti kata dari perjanjian kerja menurut Pasal 1601 a KUHPerdata ialah suatu perjanjian dalam mana satu pihak si pekerja berjanji untuk dibawah perintah pihak lain (majikan) melakukan suatu macam pekerjaan selama suatu waktu dengan menerima upah dari pihak majikan.

Dari arti kata perjanjian kerja tersebut terdapat tiga unsur yang membedakan dengan perjanjian yang lain, yaitu :

Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja

Upah yang diberikan oleh majikan

Keadaan si pekerja dibawah perintah majikan

KUHPerdata membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu :

a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu ;

b. Perjanjian kerja/ perburuhan; dan

c. Perjanjian pemborongan-pekerjaan

Dalam perjanjian dari macam (type) sub a, suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak-lawan itu. Biasanya pihak-lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Upahnya biasanya dinamakan honorarium dalam golongan sub a itu lazimnya dimasukkan antara lain: hubungan antara seorang pasien dengan seorang dokter yang diminta jasanya untuk menyembuhkan orang sakit: hubungan antara seorang pengacara (advokat) dengan langganannya (kliennya) yang minta diurusnya suatu perkara: hubungan antara seorang notaris dengan seorang yang datang kepadanya untuk dibuatkan suatu akte, dan lain sebagainya.

Dalam type sub b dimasukkan perjanjian antara seorang pekerja dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri : adanya suatu upah dan gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (Bahasa Belanda dienstver houding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pekerja.

Yang dinamakan perjanjian pemborongan-pekerjaan (type sub c) itu adalah suatu perjanjian dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan,). Dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu uang tertentu sebagai harga pemborongan bagaimana caranya pemborong mengerjakannya tidaklah penting bagi pihak pertama tersebut, karena yang dikehendaki adalah hasilnya, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik, dalam suatu jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

42.Pemutusan Hubungan Kerja.

Dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur soal pemutusan hubungan kerja, banyak diadakan perbedaan antara perjanjian kerja yang diadakan untuk suatu waktu tertentu dan yang diadakan tanpa waktu tertentu. Suatu perjanjian yang diadakan untuk suatu waktu tertentu berakhir secara otomatis apabila waktunya habis. Pada prinsipnya suatu perjanjian kerja baik untuk waktu tertentu maupun yang tanpa waktu tertentu, dapat diputuskan baik oleh pihak pekerja maupun oleh pihak majikan dengan suatu pernyataan pengakhiran, asal diperhatikan tenggang waktu pengakhiran, waktu mana adalah, menurut Pasal 1603 g KUHPerdata. dihubungkan dengan Pasal 1603 i KUHPerdata,. satu bulan.

Jika hubungan kerja diadakan untuk waktu lebih lama dari lima tahun atau untuk selama hidupnya seorang tertentu, maka si pekerja, bagaimanapun juga, berhak sejak lewatnya lima tahun dari permulaan hubungan kerja, mengakhirinya dengan mengindahkan tenggang waktu enam bulan (Pasal 1603 u KUHPerdata). Apabila diperjanjikan suatu percobaan, maka selama masa percobaan itu berlangsung, si buruh berhak setiap waktu seketika mengakhiri hubungan kerja dengan suatu pernyataan pengakhiran (Pasal 1603 I KUHPeradata); artinya seketika ialah tanpa mengindahkan suatu jangka waktu. Mengenai masa percobaan ini ditetapkan bahwa masa percobaan itu tidak boleh ditetapkan tidak sama bagi kedua belah pihak atau lebih lama dari tiga bulan dan juga bahwa tiap janji yang mengadakan suatu percobaan baru antara pihak-pihak yang sama, adalah batal.

Dari pengaturan-pengaturan yang telah diutarakan, dapat ditarik kesimpulan, bahwa baik pekerja manapun majikan yang mengakhiri (memutuskan) hubungan kerja tanpa suatu pernyataan pengakhiran dengan mengindahkan jangka waktu menurut undang-undang, dianggap perbuatan lawan hukum (onrechtmatige) dan perbuatannya diancam dengan pembebanan pembayaran ganti rugi, kecuali jika perbuatannya itu telah dilakukan karena suatu alasan yang mendesak (dringende redenen).

Adapun pembayaran ganti rugi yang diancamkan itu adalah sama dengan sejumlah upah/ gaji yang sedianya harus dibayar oleh majikan sampai pada hari dan tanggal dimana hubungan kerja itu dapat diakhiri dengan suatu pernyataan pengakhiran yang sah (Pasal 1603 q KUHPerdata).

Dalam hubungan dengan apa yang disebutkan di atas oleh undang-undang diberikan beberapa alasan yang dianggap sebagai mendesak yang membenarkan pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja seketika.

Antara lain dianggap sebagai alasan yang mendesak bagi pihak majikan :

a.Apabila si pekerja, pada waktu menutup perjanjiannya telah menyesatkan si majikan dengan memperlihatkan surat-surat pernyataan palsu atau kepada si majikan ini dengan sengaja telah memberikan keterangan palsu tentang bagaimana hubungan-kerja yang lama telah berakhir;b.Apabila si pekerja telah melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau lain-lain kejahatan yang menyebabkan ia tidak patut lagi mendapat kepercayaan;

c.Apabila si pekerja menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam sungguh-sungguh si majikan, sanak keluarga atau teman-teman serumah si majikan atau teman-teman sekerjanya;d.Apabila si pekerja membujuk atau mencoba membujuk si majikan, sanak-keluarga atau teman-teman serumah si majikan atau teman-teman sekerjanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik (Pasal 1603 o KUHPerdata).Bagi pihak si pekerja dianggap sebagai alasan yang mendesak antara lain:

a.Apabila si majikan menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam secara sungguh-sungguh si pekerja atau membiarkan bahwa perbuatan-perbuatan semacam itu dilakukan oleh salah seorang temannya serumah atau bawahannya;

b.Apabila si majikan membujuk atau mencoba membujuk si pekerja, sanak keluarga atau teman-teman si pekerja, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik, atau membiarkan bahwa pembujukan atau percobaan membujuk yang demikian itu dilakukan oleh salah seorang teman serumah atau bawahannya;

c.Apabila terus berlangsungnya hubungan kerja bagi si pekerja akan membawa bahaya yang sungguh-sungguh untuk jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama baiknya, sedangkan itu tidak ternyata sewaktu perjanjian dibuat;

d.Apabila si pekerja karena sakit atau lain-lain diluar kesalahannya menjadi tak mampu menjalankan pekerjaan yang diperjanjikan (Pasal 1603 p KUHPerdata).

Suatu perjanjian kerja berakhir dengan sendirinya apabila si pekerja meninggal, tetapi tidak demikian halnya apabila si majikan meninggal dalam hal yang terakhir ini diserahkan kepada para ahli warisnya si majikan apakah mereka hendak mengakhiri atau meneruskan perjanjiannya.43.Evaluasi.

a.Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, sebutkan!

b.Sebutkan beberapa alasan yang dapat membenarkan pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja seketika!BAB X

EVALUASI AKHIR PELAJARAN

( Bukan Naskah Ujian)44.Evaluasi Akhir.a.Sebutkan ada beberapa macam faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya suatu perjanjian!b.Sebut dan jelaskan syarat sahnya suatu perjanjian!

c.Sebut dan jelaskan asas-asas hukum perjanjian!d.Sebut dan jelaskan bagaimana pelaksaan suatu perjanjian!

e.Sebutkan sebab-sebab terjadinya suatu pelanggaran dalam perjanjian!

f.Sebutkan upaya hukum dari yang dituduh wanprestasi!g.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum!

h.Sebutkan alasan pembenar dalam perbuatan melawan hukum!

i.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perjanjian jua beli.

j.Sebutkan apa yang dimaksud dengan perjanjian pemberian kuasa?

k.Sebut dan jelaskan bentuk-bentuk pemberian kuasa!

l.Apa yang dimaksud dengan hak retensi dalam pemberian hak kuasa!

m.Sebutkan berakhirnya suatu perjanjian pemberian kuasa?n.Apakah pengertian jual beli menurut KUHPerdata?

o.Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, sebutkan!p.Sebutkan alasan yang dapat membenarkan pengakhiran atau pemutusan hubungan kerja seketika!

BAB XIPENUTUP45.Penutup. Demikian bahan ajaran Naskah Departemen Hukum Perjanjian ini disusun sebagai pedoman dalam kegiatan proses belajar mengajar pada pendidikan Suspa Bankumper di Pusat Pendidikan Hukum Kodiklat TNI AD.

RAHASIA

Komandan Pusat Pendidikan Hukum

Mulyono, S.H., S.IP, M.H.

Kolonel Chk NRP 30395

RAHASIA

Lampiran II Kep Danpusdikkum

Nomor Kep / 16/ IX/ 2011

Tanggal 5 September 2011

RAHASIA

48

RAHASIA